Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN Septian Adi Nugraha
[email protected]
Andayani Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to analyze some factors which influence the disclosure of Corporate Social Responsibility (CSR) in the annual report of manufacturing company consumption of goods industry sector. Independent variables which are used in this research are the size of company, the size of board of commissioners, foreign shareholding and the size of audit committee. This research has found some proves that the size of a company has significant influence to the disclosure of CSR, the size of Board of Commissioners has no significant influence to the disclosure of CSR, Foreign Shareholding has no significant influence to the disclosure of CSR, and the size of audit committee has significant influence to the disclosure of CSR. Keywords: Corporate Social Responsibility, the size of Company, the size of Board of Commissioners, Foreign Shareholding, the size of Audit Committee. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi. Variabel indepeden yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham asing dan ukuran komite audit.Penelitian ini menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, kepemilikan saham asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Kata kunci : Corporate Social Responsibility, Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Saham Asing, Ukuran Komite Audit.
PENDAHULUAN Kelangsungan hidup suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh faktor keuangannya saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain, seperti kondisi lingkungan dan sosial perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan juga ditentukan oleh hubungan yang baik dengan para stakeholder dengan cara memperhatikan hak-hak para stakeholder-nya. Corporate Social Responsibility (yang selanjutnya akan disingkat dengan CSR) merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap para stakeholdernya. CSR merupakan suatu konsep bahwa perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilai pemegang saham, semakin besar nilai perusahaan yang juga nilai pemegang saham mencerminkan publik telah menilai harga pasar saham perusahaan diatas nilai bukunya (Megawati, 2009:1). Pentingnya posisi investor dan kreditor bagi kelangsungan perusahaan menyebabkan laporan keuangan lebih diorientasikan kepada kedua pihak tersebut (shareholder oriented). Manajemen perusahaan lebih mengutamakan pengungkapan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan yang berorientasi terhadap kepentingan shareholder, namun pada kenyataanya keberhasilan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
2 perusahaan tidak sepenuhnya diukur dari keberhasilan keuangannya saja. Informasi nonkeuangan juga penting untuk keberhasilan perusahaan, Beattie (2000:3) menyatakan bahwa pengungkapan informasi non-keuangan juga berkaitan dengan faktor-faktor penentu keberhasilan perusahaan. Pengungkapan CSR di dalam laporan keuangan perusahaan telah diatur oleh pemerintah. Pemerintah mengeluarkan regulasi terhadap kewajiban praktik dan pengungkapan CSR di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007. Pada pasal 66 ayat (2) bagian C disebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pada pasal 74 ayat (1) disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Kurniati, 2011:18) Adanya peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah telah mempertegas tentang pentingnya pengungkapan CSR oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aktivitas perusahaan yang merugikan masyarakat banyak seperti kasus TPST Bojong di Bogor, kasus PT Newmont di Buyat, kasus PT Freeport Indonesia di Papua dan kasus PT Lapindo Brantas di Sidoarjo (Indonesian Corp Watch, 2008). Dengan adanya pengungkapan CSR diharapkan perusahaan lebih memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial sekitar demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dan masyarakat sekitar. Stakeholder memiliki peranan yang penting dalam kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Deegan dan Gordon, 1996 (dalam Fahrizqi, 2010:3) tekanan stakeholder terhadap perusahaan untuk dapat secara efektif menjalankan kegiatan lingkungannya serta tuntutan agar perusahaan menjadi akuntabel juga menyebabkan meningkatnya perusahaan yang melakukan pengungkapan lingkungan. Sedangkan Owen, 2005 (dalam Fahrizqi, 2010:3) mengatakan bahwa kasus Enron di Amerika telah menyebabkan perusahaan-perusahaan lebih memberikan perhatian yang besar terhadap pelaporan sustainabilitas dan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Pengungkapan CSR pada masa ini sudah dianggap suatu kepentingan bagi perusahaan, selain sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum juga untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan mengungkapkan CSR. Pentingnya pengungkapan CSR bagi perusahaan membuat banyak peneliti melakukan penelitian mengenai praktik dan motivasi perusahaan untuk mengungkapkan CSR. Beberapa penelitian tentang CSR telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Belkaoui dan Karpik, 1989; Cowen, 1987; Heckston dan Milne, 1996; Sembiring, 2005; Anggraeni, 2006) yang diungkapkan dalam penelitian Fahrizqi (2010:5) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR. Variabel dalam penelitian tersebut adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan komisaris. Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan, secara umum perusahaan yang memiliki sumber daya yang besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak daripada perusahaan yang memiliki sumber daya yang sedikit. Hal ini disebabkan adanya benturan kepentingan yang besar antara pemilik dan manajemen perusahaan dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Fahrizqi, 2010:5). Teori agensi tersebut menyebabkan perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak untuk mengurangi biaya keagenan. Akan tetapi anggapan tersebut tidak selalu benar, berdasarkan penelitian yang menunjukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR disebutkan dalam Fahrizqi (2010:6) antara lain (Roberts, 1992; Sigh dan Ahuja, 1983; Davey, 1982; Ng, 1985). Sedangkan penelitian yang berhasil menunjukan hubungan keduanya disebutkan dalam Fahrizqi (2010:6) antara lain (Belkaoui dan Karpik,
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
3 1989; Adamet. al., 1995; 1998; Heckston dan Milne, 1996; Kokubuet. al., 2001; Hasibuan, 2001; Sembiring, 2005; Anggraeni, 2006). Faktor selanjutnya yang mempengaruhi pengungkapan CSR adalah ukuran dewan komisaris. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi dan memastikan kinerja manajemen sesuai dengan tujuan perusahaan. Dewan komisaris memiliki kekuasaan terhadap menajemen untuk memberikan pengaruh agar manajemen mengungkapkan CSR. Berdasarkan penelitian (Hadi dan Arifin, 2002; Sembiring, 2005) yang diungkapkan dalam penelitian Fahrizqi (2010) menunjukan bahwa proporsi dewan komisaris mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela. Sebaliknya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2011) dan Waryanto (2010) menunjukan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Kepemilikan saham oleh pihak asing juga merupakan salah-satu faktor yang mendorong pengungkapan CSR oleh perusahaan. Hal ini disebabkan investor asing khususnya dari negara-negara Eropa dan Amerika sangat memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial perusahaan, mereka beranggapan bahwa perusahaan juga memiliki tanggung jawab terhadap kondisi lingkungan dan sosial sekitar. Adanya kepemilikan saham oleh pihak asing akan mendorong pengungkapan laporan tanggung jawab sosial oleh perusahaan. Komite audit adalah suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan dengan demikian tugasnya adalah membantu dan memperkuat dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan (Effendi, 2009:25). Keberadaan komite audit diharapkan dapat membantu kinerja dewan komisaris dalam pengungkapan laporan pertanggungjawaban sosial oleh perusahaan untuk mengatasi adanya konflik kepentingan yang timbul antara pihak manajemen dan pemilik perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR oleh perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode tahun 2009-2011 menggunakan variabel ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham asing dan komite audit. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap para pemilik (shareholder) tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap kondisi lingkungan dan sosial masyarakat (social responsibility). Fenomena seperti itu terjadi karena adanya tuntutan dari masayarakat akibat negative externalities yang timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Hadi, 2011:93). Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya diukur pada sebatas indikator ekonomi (economic focused) dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial (social dimentions) terhadap stakeholder, baik internal maupun eksternal.Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Perusahaan hendaknya memperhatikan kepentingan stakeholder, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeliminasi legitimasi stakeholder.Berdasarkan asumsi dasar stakeholder theory, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial (social setting) sekitarnya. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung dalam pencapaian
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
4 tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern Adam C.H, 2002 (dalam Hadi, 2011:94). Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik fisik maupun nonfisik. O’Donovan, 2002(dalam Hadi, 2011:87) berpendapat bahwa legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern). Pengurangan senjangan legitimasi dapat dilakukan melalui strategi legitimasi, dengan cara meningkatkan tanggung jawab sosial (social responsibility) dan memperluas pengungkapan, termasuk pengungkapan sosial (social disclousure) sebagai wujud akuntabilitas dan keterbukaan operasi perusahaan atas berbagai dampak yang ditimbulkan. Tingginya senjangan legitimasi sebagai akibat ketidaksesuaian antara aktivitas operasi perusahaan terhadap ekspektasi masyarakat memunculkan tekanan dari stakeholder.Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu, legitimasi mengalami pergeseran bersamaan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dan masyarakat dimana perusahaan berada Dowling, 1975 (dalam Hadi, 2011:87). Perubahan nilai dan norma sosial dalam masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia, juga menjadi motivator perubahan legitimasi perusahaan disamping juga dapat menjadi tekanan bagi legitimasi perusahaan Lindblom, 1994 (dalam Hadi, 2011:88). Gray et. al, 1996 (dalam Hadi, 2011:88) menyatakan bahwa legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat. Legitimasi mengalami pergeseran sejalan dengan pergeseran masyarakat dan lingkungan, perusahaan harus dapat menyesuaikan perubahan tersebut baik produk, metode dan tujuan. Deegan, Robin dan Tobin, 2002 (dalam Hadi, 2011:89) menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan yang tidak mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan dapat terancam. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi menjelaskan tentang hubungan antara dua pihak dimana salah satu pihak menjadi agen dan pihak yang lain bertindak sebagai prinsipal Hendriksen dan Van Breda, 2000 (dalam Ratnasari, 2011:37). Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi di dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.Dalam hubungan agensi tersebut, terdapat 3 faktor yang dapat mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu biaya pengawasan (monitoring costs), biaya kontrak (contracting costs), dan visibilitas politis. Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah cenderung akan melaporkan laba bersih rendah dengan kata lain akan mengeluarkan biaya-biaya untuk kepentingan manajemen (salah satunya biaya yang dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat). Selanjutnya, sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer sebagai agen akan berusaha memenuhi seluruh keinginan pihak prinsipal, dalam hal ini adalah pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
5 Corporate Social Responsibility Menurut Untung (2008:1)corporate social responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan. Manfaat CSR bagi perusahaan antara lain (Untung, 2008:6): (1) Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, (2) Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial, (3) Mereduksi resiko bisnis perusahaan (4) Melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan, (5) Membuka peluang pasar yang lebih luas, (6) Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah, (7) Memperbaiki hubungan dengan stakeholders, (8) Memperbaiki hubungan dengan regulator, (9) Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, (10) Peluang mendapatkan penghargaan. Hadi (2011:35) menggambarkan konsepsi segi empat tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder, yang merupakan ranah implisit dan eksplisit para pemangku kepentingan. Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat yang lebih luas (stakeholder), sehingga eksistensinya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan stakeholder, baik dari sisi fisik maupun psikis. Disamping itu keberadaan perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan orang-perorangan maupun kelompok (sosial). Operasional perusahaan dipertanggungjawabkan baik menurut norma etika, legal, ekonomi, maupun bertindak untuk kepentingan masyarakat (citizenship). Pelaksanaan Corporate Social Performance maupun CSR sendiri, dilandasi oleh pilihan yang berada di dalam domain etika bisnis (business ethics) dari para pelaku bisnis. Pelaksanaan juga dilandasi oleh konsep stakeholder management yang mengakui adanya pemegang kepentingan lain diluar pemegang saham dimana perusahaan memiliki tanggung jawab sosial kepada para stakeholder ini. Pelaksanaan CSR juga dilandasi oleh adopsi konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan menerapkan alat ukur yang dikenal dengan Triple Bottom Line (TBL), yaitu economic growth, social welfare, dan environmental protection. Ketiga dimensi ini harus dikelola sedemikian rupa dalam suatu manajemen berkelanjutan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (suntainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan hidup. Contohnya kasus Indorayon di Sumatera Utara (Kartini, 2009:18). Dewan Komisaris Salah satu prinsip Corporate Governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan dewan komisaris. Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang dianut. Terdapat dua sistem hukum yang berbeda (Ratnasari, 2011:53), yaitu: (1) Sistem satu tingkat atau one tier system. Sistem satu tingkat berasal dari sistem hukum Anglo Saxon. Pada sistem satu tingkat, perusahaan mempunyai satu dewan direksi yang merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris, (2) Sistem dua tingkat atau two tier system (FCGI, 2002). Sistem dua tingkat berasal dari sistem hukum kontinental Eropa. Pada sistem dua tingkat, perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (dewan komisaris). Tugas utama dewan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
6 komisaris adalah bertanggung jawab mengawasi tugas-tugas manajemen. Indonesia termasuk negara yang mengadopsi sistem dua tingkat ini. Dewan komisaris adalah wakil shareholder dalam perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas yang berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi), dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan Mulyadi, 2002 (dalam Fahrizqi, 2010:32). Sebagai wakil dari prinsipal di perusahaan dewan komisaris dapat mempengaruhi luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial adalah karena dewan komisaris merupakan pelaksana tertinggi dalam perusahaan. Dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan dan melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi dan melakukan pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (pasal 114 ayat (1). Pasal 108 UUPT). Berkenaan dengan tanggung jawab dewan komisaris, dapat dikatakan bahwa hubungan kepercayaan dan fiduciary duties anggota direksi secara mutatis mutandis berlaku bagi anggota Dewan Komisaris (Sutedi, 2011:143). Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), tugas dewan komisaris yang pertama adalah mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan, kedua memberikan nasihat kepada direksi (Sutedi, 2011:145). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan dewan komisaris di dalam perusahaan sangat penting. Penting dan strategisnya peranan dewan komisaris menjadikannya bertanggung jawab secara penuh dengan direksi apabila sesuatu terjadi dalam perusahaan. Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), mengatur mengenai tugas dan fungsi komisaris dalam beberapa pasal berikut (Effendi, 2009:12): Pasal 1 butir 2 menyatakan kelembagaan dewan komisaris sebagai salah satu organ perseroan selain Rapat Umum Pemegang Saham dan direksi. Butir 6 dari pasal tersebut menjelaskan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Pasal 108 ayat (1) mencantumkan bahwa dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijaksanaan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasihat kepada direksi. Ayat (2) mencantumkan bahwa pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan ukuran mengenai besar kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari jumlah karyawan, total aktiva, total penjualan, atau peringkat indeks Hekston dan Milne, 1996 (dalam Ratnasari, 2011:80). Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil Marwata, 2001 (dalam Fahrizqi, 2010:28). Semakin besar ukuran suatu perusahaan diharapkan pengungkapan tentang laporan pertanggungjawaban sosial semakin besar.Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
7 melakukan pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan Hasibuan, 2001 (dalam Fahrizqi, 2010:28). Kepemilikan Saham Asing Struktur kepemilikan asing dalam perusahaan juga akan mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab social perusahaan atau CSR. Hal ini dikarenakan pihak asing dianggap lebih concern terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan multinasional yang berada di Indonesia, terutama yang berasal dari Eropa dan Amerika lebih memperhatikan isu-isu sosial seperti: pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air (Waryanto, 2010:7). Perusahaan dengan kepemilikan saham asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan alasan hambatan geografis dan bahasa (space and language). Oleh karena itu, perusahaan dengan kepemilikan saham asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapan informasinya secara sukarela dan lebih luas Huafang dan Jianguo, 2007 (dalam Waryanto, 2010:72) Menurut Puspitasari, 2009 (dalam Waryanto, 2010:72) perusahaan yang memiliki kepemilikan saham asing cenderung memberikan pengungkapan yang lebih luas dibandingkan yang tidak, dikarenakan beberapa alasan antara lain: Pertama, perusahaan asing terutama dari Eropa dan Amerika lebih lama mengenal konsep praktik dan pengungkapan CSR. Kedua adalah perusahaan asing mendapatkan pelatihan yang lebih baik dalam bidang akuntansi dari perusahaan induk di luar negeri. Ketiga, perusahaan tersebut mungkin mempunyai sistem informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal dan kebutuhan perusahaan induk. Keempat, kemungkinan permintaan yang lebih besar pada perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok dan masyarakat umum. Ukuran Komite Audit Bapepam menerbitkan surat edaran (SE-03/PM/2000) yang menghimbau agar emiten dan perusahaan publik mempunyai komite audit. Komite audit bertugas membantu komisaris dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektifitas audit dan eksternal audit. Anggota komite audit sekurang-kurangnya tiga orang yang diangkat dan diberhentikan komisaris, sedang anggota komite audit dari komisaris bertindak sebagai ketua (Sutedi, 2011:153).Kedudukan komisaris independen dan komite audit yang dimiliki emiten atau perusahaan publik, adalah berkaitan dengan tanggung jawab pengawasan dari dewan komisaris. Sebagai komite yang membantu fungsi pengawasan komisaris, komite audit memiliki fungsi dalam hal-hal yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan, terutama dalam pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk publik. Komite audit harus bersikap adil dalam pengambilan keputusan, hal ini ditujukan kepada semua pihak, terutama dalam penelahaan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi direksi (Sutedi, 2011:154). Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit sebagai suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan dengan demikian tugasnya adalah membantu dan memperkuat dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan (Indonesian Institute of Audit Committee, 2012).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
8 Pengembangan Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR tercermin dalam teori agensi yang menjelaskan bahwa perusahaan besar mempunyai biaya agensi yang besar, oleh karena itu perusahaan besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan kecil. Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap (Fahrizqi, 2010:5). H1 = Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Dewan komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Dewan komisaris bertugas mengawasi dan memastikan kinerja manajemen sesuai dengan tujuan perusahaan. Dewan komisaris memiliki wewenang terhadap kinerja manajemen. Manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen, (FCGI, 2002). Berdasarkan penelitian Utami (2008) dan Terzaghi (2012) menunjukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Dengan kekuasaan yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh terhadap manajemen agar mengungkapan CSR. H2 = Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh posistif terhadap pengungkapan CSR. Kepemilikan saham oleh pihak asing juga merupakan salah-satu faktor yang mendorong pengungkapan CSR oleh perusahaan. Hal ini disebabkan investor asing khususnya dari negara-negara Eropa dan Amerika sangat memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial perusahaan, mereka beranggapan bahwa perusahaan juga memiliki tanggung jawab terhadap kondisi lingkungan dan sosial sekitar. Adanya kepemilikan saham oleh pihak asing akan mendorong pengungkapan laporan tanggung jawab sosial oleh perusahaan. H3 : Kepemilikan saham asing berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Komite audit bertugas membantu komisaris dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektivitas audit dan eksternal audit (Sutedi, 2011: 153). Komite audit dituntut untuk bertindak secara independen karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara auditor eksternal dengan perusahaan dan menjembatani fungsi pengawasan dewan komisaris dengan auditor internal perusahaan. Komite audit harus bersikap adil dalam pengambilan keputusan, hal ini ditujukan kepada semua pihak, terutama dalam penelaahan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi direksi (Sutedi, 2011:154). Berdasarkan penelitian Purwanti (2012) komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR perusahaan. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan komite audit dapat mendorong manajer untuk melakukan pengungkapan CSR yang lebih luas. H3 = Ukuran Komite Audit berpengaruh posistif terhadap pengungkapan CSR. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2011.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
9 Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.Teknik sampling ini digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian (Bungin, 2005:115). Kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut: (1) Merupakan perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011, (2) Mempublikasikan annual report lengkap selama tahun 2009-2011, (3) Mempublikasikan laporan pertanggungjawaban sosial atau mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial lainnya di dalam annual report selama tahun 2009-2011. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Terikat (Dependen) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan CSR. Pengungkapan CSR adalah data yang diungkapkan perusahaan berkaitan dengan aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan Hackston dan Milne, 1996 (dalam Fahrizqi, 2010). Pengungkapan tanggung jawab sosial diukur dengan proksi Corporate Social Responsibility Indeks (CSRI)berdasarkan indikator Global Reporting Initiative (GRI). CSRI dinilai dengan membandingkan jumlah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang disyaratkan dalam GRI G3 yang meliputi 79 item pengungkapan. GRI terbagi dalam beberapa kategori pengungkapan yang meliputi ekonomi, lingkungan, praktik kerja, hak asasi manusia, sosial dan tanggung jawab terhadap produk. Pengukuran CSRI menggunakan metode content analysis. Perhitungan CSRI dirumuskan sebagai berikut: CSRI = Variabel Bebas (Indepeden) Mekanisme Corporate Governance Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat ukuran perusahaan adalah total aktiva. Dalam peneltian ini variabel ukuran perusahaan disajikan dalam bentuk logaritma, karena nilai dan sebarannya yang besar dibandingkan variabel yang lain. SIZE = log (Total Aset) Ukuran Dewan Komisaris Ukuran dewan komisaris yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Ukuran dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan yang disebutkan dalam laporan tahunan. Kepemilikan Saham Asing Kepemilikan saham asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh investor di luar negeri baik individu maupun lembaga terhadap saham yang ada pada perusahaan di Indonesia. Besarnya saham diukur dari rasio (%) dari jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak investor asing terhadap total saham yang telah beredar. Kepemilikan saham asing di dalam penelitian ini di hitung dengan menggunakan persentase rasio kepemilikan saham asing.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
10 Ukuran Komite Audit Ukuran komite audit merupakan jumlah anggota komite audit dalam suatu perusahaan. Ukuran komite audit diukur dengan menghitung jumlah anggota komite audit dalam laporan tahunan perusahaan yang tercantum pada laporan tahunan perusahaan. Teknik Analisis Data Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis regresi berganda digunakan untuk memprediksi hubungan antara ukuran perusahaan, ukuran komite audit, kepemilikan saham asing dan ukuran komite audit dengan pengungkapan CSR perusahaan. Adapun persamaan untuk untuk menguji hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: CSRI = α0 + β1 SIZE + β2 DK + β3 KSA + β4 KA + εi Keterangan: CSRI SIZE DK KSA KA ε
: Indeks Pengungkapan CSR : Ukuran Perusahaan : Ukuran Dewan Komisaris : Kepemilikan Saham Asing : Ukuran Komite Audit : Error
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu tingkat pengungkapan CSR,ukuran perusahaan, ukuran komite audit, kepemilikan saham asing dan ukuran komite audit. Tabel 1 Pengujian Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum CSRI SIZE
66 66
.200 8.200
.510 12.900
DK KSA
66 66
2.000 .000
10.000 99.740
KA Valid N (listwise)
66 66
3.000
4.000
Mean .26879 1.00662E 1 4.54545 5.68921E 1 3.21212
Std. Deviation .070132 1.293317 1.720302 34.149090 .411943
Sumber: Data diolah penulis
Tabel 1 menunjukkan bahwa mean dari pengungkapan CSRI sebesar 0,268, hal ini menunjukan rata-rata pengungkapan sustainability report perusahaan sebesar 26,8% atau 27%. Rata-rata ukuran perusahaan diketahui sebesar 10,06, sedangkan ukuran komite audit sebesar 4,5. Rata-rata kepemilikan saham asing sebesar 56,89 dan ukuran komite audit sebesar 3,21.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
11 Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penyebaran data mendekati normal atau memenuhi asumsi normalitas. Hal ini didukung dengan tampilan grafik histogram yang menunjukan pola distribusi normal. Uji Multikolinieritas Berdasarkan hasil uji normalitas diketahui bahwa nilai tolerance dari variabel SIZE, DK, KSA dan KA lebih besar dari 0,10 sedangkan nilai VIF < 10. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model regresi penelitian ini adalah terbebas dari multikolinieritas, dengan kata lain dapat dipercaya dan obyektif. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan hasil pengujian dengan tingkat probabilitas signifikasi variabel independen < 0,05 atau 5% pada gambar diatas menunjukan tidak ada pola yang jelas atau menyebar, titiktitik penyebaran berada di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson. Dari hasil tersebut menunjukan angka Durbin Watson sebesar 0,623. Nilai tersebut berada diantara -2 sampai +2 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis linier berganda digunakan untuk mendapatkan koefisien regresi yang akan menentukan apakah hipotesis yang dibuat akan diterima atau ditolak dalam penelitian yang dilakukan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukan hasil analisis regresi linier berganda: Tabel 2 Analisis Regresi Linier Berganda Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients B
1 (Constant)
-.133
SIZE .020 DK -.007 KSA .000 KA .065 a. Dependent Variable: CSRI
Std. Error .113 .008 .005 .000 .021
Standardized Coefficients Beta .365 -.170 .226 .380
t
Sig.
-1.180
.243
2.607 -1.376 1.604 3.100
.011 .174 .114 .003
Sumber: Data diolah penulis
Berdasarkan tabel diatas dengan menggunakan tingkat signifikasi sebesar 5% diperoleh persamaan sebagai berikut: CSRI = -0,133 + 0,020 SIZE – 0,007 DK + 0,00 KSA + 0,065 KA Hasil persamaan menunjukan bahwa variabel ukuran perusahaan, kepemilikan saham asing dan ukuran komite audit memiliki koefisien positif. Hal ini berarti bahwa peningkatan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
12 ukuran perusahaan, kepemilikan saham asing dan ukuran komite audit akan meningkatkan pengungkapan CSR dalam annual report. Pengujian Hipotesis Uji Hipotesis Pertama H1 = Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah ukuran perusahaan yang dihitung berdasarkan nilai asset perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui nilai t sebesar 2,607 dengan signifikansi sebesar 0,011 (berada lebih kecil dari α = 0,05) sehingga hipotesis pertama berhasil menolak H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report.Teori agensi menunjukkan bahwa apabila ukuran perusahaan lebih besar maka biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih besar, sehingga untuk mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas, salah satunya dengan pengungkapan informasi tentang laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan.Menurut Cowen, 1987 (dalam Waryanto, 2010:104), secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan. Perusahaan yang lebih besar mempunyai aktivitas operasi yang lebih banyak dan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat, lingkungan dan para pemegang saham oleh karena itu perusahaan akan melaporkan laporan pertanggungjawaban sosial secara lebih luas. Uji Hipotesis Kedua H2 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report. Berdasarkan tabel 8 diketahui nilai t sebesar -1,376 dengan signifikansi sebesar 0,174 (berada lebih besar dari α = 0,05) sehingga hipotesis kedua berhasil menerima H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report.Variabel ukuran dewan komisaris dalam penelitian ini memiliki arah koefisien yang negatif terhadap pengungkapan CSR, hal ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah variabel ukuran dewan komisaris akan menyebabkan pengungkapan CSR semakin berkurang. Banyaknya jumlah dewan komisaris diidentifikasi akan menyebabkan timbulnya banyak perbedaan pendapat dari masing-masing anggota dalam menerima rekomendasi-rekomendasi yang telah diberikan oleh komite audit dalam pengungkapan CSR, sehingga hal ini akan mempersulit kesepakatan tentang luas pengungkapan CSR yang sesuai dengan GRI G3. Selain disebabkan oleh banyaknya perbedaan pendapat, sebagai wakil dari shareholder dewan komisaris akan lebih mengutamakan kepentingan shareholder yang diwakilinya, yaitu menggunakan laba perusahaan untuk aktivitas operasional yang lebih menguntungkan daripada melakukan aktivitas sosial yang tinggi seperti pengungkapan CSR. Uji Hipotesis Ketiga H3 : Kepemilikan saham asing berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Pengujian hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kepemilikan saham asing berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui nilai t sebesar 1,604 dengan signifikansi sebesar 0,114 (berada lebih besar dari α = 0,05) sehingga hipotesis ketiga berhasil menerima H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report.Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepemilikan saham oleh pihak asing terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur sektor
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
13 industri barang konsumsi di Indonesia masih relatif sedikit. Penyebab sedikitnya jumlah investor asing di perusahaan-perusahaan sektor industri barang konsumsi disebabkan oleh iklim investasi di dalam negeri yang masih belum kondusif, kepastian hukum dan ketersediaan infrastruktur seperti lahan dan sarana transportasi serta prosedur perizinan investasi bagi pihak asing yang masih sulit. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kebijakan pengungkapan laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan yang biasanya lebih diperhatikan oleh pihak-pihak asing. Uji Hipotesis Keempat H4 : Ukuran Komite Audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR Pengujian hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui nilai t sebesar 3,100 dengan signifikansi sebesar 0,003 (berada lebih kecil dari α = 0,05) sehingga hipotesis keempat berhasil menolak H0. Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR dalam annual report. Di dalam pedoman Good Corporate Governance (GCG) menyatakan bahwa dewan komisaris wajib membentuk komite audit yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris (Sutedi, 2011:150). Dewan komisaris dapat memilih anggota komite dari pihak luar perusahaan dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk menjabat sebagai komite audit. Dengan demikian komite audit bertanggung jawab langsung kepada dewan komisaris yang dipilih dengan prosedur yang selektif. Hal ini yang menyebabkan semakin banyak komite audit yang ditunjuk oleh dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka akan semakin memberikan kontribusi positif terhadap tingkat transparansi pelaporan keuangan perusahaan. Semakin banyak jumlah komite audit suatu perusahaan maka akan semakin banyak rekomendasi dari para anggota komite audit kepada dewan komisaris untuk mengungkapkan informasi-informasi yang bermanfaat bagi kemajuan perusahaan salah satunya dengan pengungkapan laporan pertanggungjawaban sosial oleh perusahaan. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini menemukan bukti bahwa: ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, kepemilikan saham asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Tingkat pengungkapan CSR perusahan yang diukur berdasarkan GRI G3 di Indonesia, khususnya perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi masih tergolong rendah tetapi rata-rata pengungkapannya semakin meningkat dibandingkan penelitian Fahrizqi (2010). Berdasarkan uji F diketahui bahwa ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham asing dan ukuran komite audit secara simultan berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Keterbatasan dan Rekomendasi Sampel penelitian ini hanya terkait dengan perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi dan tidak semua perusahaan memenuhi kriteria sampel penelitian karena kelengkapan pelaporan CSR dan annual report. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan sampel penelitian dengan jenis industri yang lebih luas dan bervariasi. Periode pengamatan dalam penelitian ini relatif pendek hanya tiga periode saja, hal ini dikarenakan keterbatasan dalam perolehan data annual report perusahaan. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian dengan menggunakan jumlah sampel yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
14 lebih besar dan melakukan penelitian dengan periode yang lebih panjang. Jumlah sampel yang lebih besar dengan periode yang lebih panjang akan memberikan hasil penelitian yang lebih baik. Tingkat Adjusted R2 dalam penelitian ini masih tergolong rendah. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan atau mempertimbangkan penggunaan variabel lain diluar penelitian ini, dikarenakan penelitian ini memiliki tingkat Adjusted R2yang rendah, yaitu sebesar 13.8%. Pedoman perhitungan indeks pengungkapan CSR dalam penelitian ini masih tergolong pedoman lama yaitu GRI G3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya mengukur CSR menggunakan indeks CSR terbaru yang di keluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) versi G3.1 yang mulai dipublikasikan tahun 2011. DAFTAR PUSTAKA Beattie, V. 2000. The Future of Corporate Reporting.Irish Accounting Review 7(1): 1-36. Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Perdana Media Group. Jakarta. Effendi, M. A. 2009. The Power of Good Corporate Governance. Salemba Empat. Jakarta. Fahrizqi, A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Laporan Tahunan Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. FCGI. 2002. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance). Jakarta. Global Reporting Initiatives (GRI). 2006. Sustainability Reporting Guidelines. www.globalreporting.org/guidelines/062006guidelines.asp. Diakses tanggal 25 November 2012. Hadi, N. 2011. Corporate Social Responsibility. Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesian Corp Watch. 2008. Merperkuat Negara Melawan Lapindo. indocorpwatch.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Januari 2013. Indonesian Institute of Audit Committee (IKAI). 2012. Komite Audit. www.komiteaudit.org. Diakses tanggal 23 Januari 2013. Kartini, D. 2009. Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung. Kurniati, T. dan Rahmatullah. 2011. Panduan Praktis Pengelolaan CSR. Samudra Biru. Yogyakarta. Megawati. 2009. Pengaruh Corporate Governance, Leverage dan Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan yang Termasuk Kelompok Jakarta Islamic Index Tahun 2005-2007. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Purwanti, N. D. 2012. Peran Corporate Governance dalam Memoderasi Pengaruh Earnings Management Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Ratnasari, Y. 2011. Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam Sustainability Report. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Sutedi, A. 2011. Good Corporate Governance. Sinar Grafika. Jakarta. Terzaghi, M. T. 2012. Pengaruh Earning Management dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS) 2(1): 31-47. Untung, H. B. 2008. Corporate Social Responsibility. Sinar Grafika. Jakarta.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)
15 Utami, I. D. 2008. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing dan Umur Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclousure. Jurnal Universitas Sebelas Maret Surakarta: 1-20. Waryanto. 2010. Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 10 (2013)