FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA SISWA PRASEKOLAH BOSOWA BINA INSANI BOGOR
AMBARWATI
GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula pada Siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Ambarwati NIM I14100082
iii
ABSTRAK AMBARWATI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula pada Siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula dan hubungannya dengan status gizi pada siswa prasekolah. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan contoh penelitian yang digunakan sebesar 36 siswa/i Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara usia pemberian susu formula dengan status gizi contoh indeks BB/TB. Sementara itu terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara lama pemberian susu formula dengan status gizi contoh indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Hasil uji multivariat menunjukkan usia pemberian susu formula dipengaruhi oleh praktik pelayanan kesehatan, kesehatan ibu, pendapatan keluarga, dan status bekerja ibu. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi lama pemberian susu formula adalah status bekerja ibu dan kesehatan ibu. Kata kunci: usia dan lama pemberian susu formula, anak prasekolah, status gizi
ABSTRACT AMBARWATI. The Factors that Influence Formula Milk Feeding of Preschoolers at Bosowa Bina Insani Bogor. Supervised by FAISAL ANWAR. This study was aimed to analyze the factors that infuence formula milk feeding and its correlation with nutritional status of preschoolers. A cross sectional study of 36 children at Bosowa Bina Insani Preschool Bogor was conducted. The sample was determined by purposive sampling based on inclusion criteria. Correlation test showed that there was significant correlation (p<0.05) between age of formula milk feeding and nutritional status of weight-for-length. While there was significant correlation (p<0.05) beetwen length of formula milk feeding and nutritional status of weight-for-age, length-for-age, and weight-forlength. The results of multivariate test showed that age of formula milk feeding was influenced by health service practical, mother’s health, family income, and mother’s occupation status. While the factors that influence length of formula milk feeding were mother’s occupation status and mother’s health. Keywords: age and length of formula milk feeding, preschoolers, nutritional status
v
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA SISWA PRASEKOLAH BOSOWA BINA INSANI BOGOR
AMBARWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah pemberian susu formula, dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula pada Siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, nasihat, serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2. Ibu Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang memberikan banyak masukan dalam penyelesaian skripsi. 3. Ibu Yeni Handayani selaku kepala Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor yang telah banyak membantu memberikan arahan, dukungan, dan saran selama pengumpulan data. 4. Keluarga tercinta: Ibu, Ayah, Teh Asti, Teh Alin, dan Alfi, atas kasih sayang dan kehangatan, dukungan dan doa yang tak ada hentinya diberikan pada penulis di sepanjang perjalanan kehidupan, serta menjadi penyemangat dalam kejenuhan. 5. Sakinah, Susan, Irwan, Aris, Fitria, Septi, Iis, Shema, dan seluruh teman seperjuangan di Gizi Masyarakat 47 atas bantuan, motivasi, dan kenangan yang tercipta selama masa kuliah. 6. Seluruh guru, siswa dan orangtua siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor yang telah membantu kelancaran proses penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015 Ambarwati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE PENELITIAN
5
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
5
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Profil Prasekolah
10
Karakteristik Ibu
10
Karakterisitik Anak
14
Faktor Lingkungan
15
Pemberian Susu Formula
16
Frekuensi Konsumsi Pangan
18
Status Gizi
19
Hubungan Usia Pemberian Susu Formula dan Status Gizi
21
Hubungan Lama Pemberian Susu Formula dan Status Gizi
22
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Pemberian Susu Formula
23
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Pemberian Susu Formula
25
SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan
26
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis dan cara pengumpulan data Kategori variabel penelitian Persentase jawaban benar mengenai pengetahuan ASI ibu Sebaran sampel menurut karakteristik ibu Sebaran sampel menurut karakteristik anak Sebaran sampel menurut faktor lingkungan Sebaran pemberian susu formula sampel Sebaran sampel menurut pemberian usia pemberian susu formula dan pemberian ASI eksklusif Sebaran sampel berdasarkan frekuensi konsumsi pangan Sebaran sampel berdasarkan status gizi indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB Sebaran sampel menurut status gizi dan usia pemberian susu formula Sebaran sampel menurut status gizi dan lama pemberian susu formula Hasil analisis multivariate regresi linear berganda terhadap usia pemberian susu formula Hasil analisis multivariate regresi linear berganda terhadap lama pemberian susu formula
6 7 12 13 15 16 17 18 20 21 22 23 24 25
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula pada siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor 2 Alur penarikan sampel
4 5
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel 2 Hasil uji Regresi Linear Ganda
30 30
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah bayi dan balita merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus mendapat perhatian, karena akan sangat menentukan dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Salah satu faktor yang berkaitan dengan bayi dan balita yang perlu mendapat perhatian adalah masalah pemberian air susu ibu (ASI). Pemberian ASI pada dasarnya merupakan kewajiban seorang ibu untuk menyusui bayinya guna kelangsungan hidup bayi dan tumbuh kembang secara optimal. Pemberian ASI juga dapat membentuk perkembangan intelegensia, rohani dan perkembangan emosional bayi tumbuh menjadi manusia Indonesia yang sehat, cerdas, berbudi pekerti, dan berakhlak mulia (Giri et al. 2013). Keunggulan ASI sebagai zat gizi bayi telah banyak dipelajari dan dibuktikan oleh para peneliti sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ASI eksklusif untuk bayi sampai berumur 6 bulan dan kemudian dilanjutkan bersama makanan pendamping ASI sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Meskipun demikian, prevalensi menyusui eksklusif di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 baru mencapai 30.2%. Di luar jalur medis, pemerintah Indonesia membuktikan komitmennya dalam menurunkan angka kematian bayi dan mendukung pemberian ASI eksklusif dengan mengeluarkan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal 128 yang menekankan hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif kecuali atas indikasi medis dan ancaman hukuman pidana bagi yang tidak mendukungnya, termasuk diantaranya para petugas kesehatan (IDAI 2014). Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 tahun 2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif. Di dalam peraturan tersebut berisi tentang program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; pengaturan penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya; sarana menyusui di tempat kerja dan sarana umum lainnya; dukungan masyarakat; tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam; serta pendanaannya (Kemenkes 2012). Pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk, karena pemberian makanan pendamping ASI yang tidak benar akan menyebabkan gangguan pencernaan yang selanjutnya menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga berakibat pada angka kematian bayi yang meningkat (Giri et al. 2013). Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif juga akan memperoleh semua kelebihan ASI serta terpenuhi kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga dia akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit. Sebagai hasilnya, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Purwanti 2004). Kelebihan ASI tersebut tidak terdapat di dalam susu formula. Tidak ada yang dapat menggantikan ASI karena ASI didesain khusus untuk bayi, sedangkan komposisi susu sapi sangat berbeda sehingga tidak dapat menggantikan ASI. Susu
2
formula tidak mempunyai antibodi seperti dalam ASI. Selain itu, bayi yang diberikan susu formula mengalami kesakitan diare 10 kali lebih banyak yang menyebabkan angka kematian bayi juga 10 kali lebih banyak (Wardianti dan Puspitaningrum 2013). Dilihat dari komposisi gizinya, ASI lebih baik kandungannya dibandingkan dengan susu formula. Menurut Boehm et al. (2002), kandungan zat gizi ASI per 100 ml untuk energi sebesar 70 kkal, protein 1.34 gram, lemak 4.2 gram, karbohidrat 7.1 gram, kalsium 35.2 mg/dl, vitamin A 60 µg, vitamin D 0.01 µg, dan asam folat sebesar 5.2 µg. Sementara itu kandungan zat gizi yang sama pada susu formula per 100 ml untuk energi sebesar 67 kkal, protein 1.5 gram, lemak 23-50 gram, karbohidrat 4.8-10 gram, kalsium 66 mg/dl, vitamin A 40-150 µg, vitamin D 0.7-1.3 µg, dan asam folat >3 µg. Kandungan zat gizi protein, kalsium, vitamin D dan asam folat yang terkandung dalam ASI memang lebih sedikit dari susu formula, tetapi tingkat penyerapannya lebih besar, sehingga mudah dicerna. Kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ASI sudah dilakukan sebelumnya oleh Suhendar (2012), di mana dapat bermanfaat bagi ibu maupun petugas kesehatan dalam meningkatkan pengertian dan pemahaman mengenai ASI eksklusif. Walaupun begitu, masih ada saja ibu yang tetap memberikan susu formula pada bayinya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari anak, ibu, maupun faktor lingkungan. Begitu pula dengan sikap pemerintah akan dukungannya terhadap pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula pada anak.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula pada siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis karakteristik ibu (pengetahuan ASI ibu, pendidikan ibu, status bekerja ibu, pendapatan keluarga, kesehatan ibu, dan estetika), karakteristik anak (usia kandungan dan berat badan lahir), dan faktor lingkungan (sumber informasi, dukungan keluarga, dan praktik pelayanan kesehatan). 2. Menganalisis usia dan lama pemberian susu formula pada siswa. 3. Menganalisis frekuensi konsumsi pangan dan status gizi siswa. 4. Menganalisis hubungan antara usia dan lama pemberian susu formula dengan status gizi siswa. 5. Menganalisis faktor-faktor yang paling mempengaruhi usia dan lama pemberian susu formula pada siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor.
3
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dan gambaran tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif. Informasi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan ibu dalam memperhatikan pemberian ASI dan susu formula bagi anaknya sehingga dapat tercapainya status gizi anak yang lebih baik dan terhindar dari penyakit. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan motivasi kepada masyarakat setempat agar lebih memperhatikan pemberian ASI eksklusif untuk anaknya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan khusus bagi ibu yang akan memberikan ASI eksklusif agar ibu merasa aman dan dapat menjalankan program ASI eksklusif ini tanpa halangan.
KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Purwanti (2004), bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan memperoleh semua kelebihan ASI serta terpenuhi kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga dia akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit. Sebagai hasilnya, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Kelebihan ASI tersebut tidak terdapat di dalam susu formula. Tidak ada yang dapat menggantikan ASI karena ASI didesain khusus untuk bayi, sedangkan komposisi susu sapi sangat berbeda sehingga tidak dapat menggantikan ASI. Susu formula tidak mempunyai antibodi seperti dalam ASI. Selain itu, bayi yang diberikan susu formula mengalami kesakitan diare 10 kali lebih banyak yang menyebabkan angka kematian bayi juga 10 kali lebih banyak (Wardianti dan Puspitaningrum 2013). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi usia pemberian susu formula. Pengetahuan gizi dan ASI ibu yang masih kurang menyebabkan ibu keliru untuk mengganti atau menambahkan susu formula. Ada pula faktor estetika di mana ibu merasa bahwa setelah menyusui akan menjadi gemuk, sehingga ibu memilih untuk memberikan susu formula pada anaknya. Selain itu, faktor pendidikan ibu, status bekerja ibu, pendapatan keluarga, dan kesehatan ibu juga mempengaruhi usia pemberian susu formula. Karakteristik anak juga mempengaruhi usia pemberian susu formula. Bayi yang dilahirkan di bawah usia dan berat badan yang normal cenderung belum mempunyai refleks mengisap yang baik. Daya isap ASI yang lemah pada bayi prematur sering dijadikan alasan bagi para ibu untuk tidak memberikan ASI bagi bayinya (Ariana et al. 2012). Faktor lainnya yang mempengaruhi usia pemberian susu formula adalah faktor lingkungan. Sumber informasi mengenai susu formula yang gencar diiklankan secara cuma-cuma menyebabkan ibu memberikan susu formula pada anaknya. Dukungan keluarga untuk menyusui ASI juga mempengaruhi keputusan pemberian susu formula. Begitu pula dengan praktik pelayanan kesehatan yang kadang memberikan atau menyarankan susu formula ketika anak lahir.
4
Status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor asupan dan infeksi. Beberapa jenis asupan yang dapat mempengaruhi status gizi dapat dilihat dari pemberian susu formula oleh ibu dan juga frekuensi konsumsi pangan anak. Secara sistematis faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula pada siswa prasekolah dijabarkan dalam kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada gambar 1.
Karakteristik Ibu Pendidikan ibu Status bekerja ibu Pendapatan keluarga Pengetahuan ASI ibu Kesehatan ibu Estetika
Pemberian Susu Formula
Status Gizi Anak
Karakteristik Anak Usia kandungan Berat badan lahir
Lingkungan Sumber informasi Dukungan keluarga Praktik pelayanan kesehatan
Frekuensi Konsumsi Pangan Siswa
Keterangan : = variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pikir faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula pada siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor
5
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study dengan menggunakan beberapa data retrospektif seperti data karakteristik anak ketika lahir, pemberian susu formula, dan faktor lingkungan pada waktu menyusui. Penelitian dilakukan di Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor. Lokasi penelitian dipilih secara purposive. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan September 2014. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari proses pengolahan, analisis, dan interpretasi data dilakukan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015.
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelompok Bermain, TK A, dan TK B Bosowa Bina Insani Bogor. Sampel yang digunakan adalah seluruh siswa, baik laki-laki maupun perempuan yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah berstatus aktif sebagai siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor, siswa pernah mengonsumsi susu formula, siswa bersedia menjadi sampel penelitian untuk melakukan pengukuran, serta orangtua siswa bersedia memberikan informasi. Jumlah minimal sampel yang diperlukan adalah sebanyak 31 orang. Jumlah ini diperoleh dari perhitungan rumus Slovin sebagai berikut: n= N = 60 = 30.96 ≈ 31 1+N(e)2 1+60(0.125) 2 Keterangan: n = Jumlah minimal sampel yang diperlukan N = Jumlah populasi e = Batas toleransi kesalahan (12.5%) Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan jumlah contoh minimal sejumlah 31 orang yang ditingkatkan menjadi 36 orang untuk mengantisipasi contoh yang drop out. Berikut adalah alur penarikan sampel yang dilakukan dalam penelitian. Siswa/i Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor (60 siswa) Siswa/i yang mengembalikan kuesioner (44 siswa) Kriteria Inklusi Sampel terpilih (36 siswa/i) Gambar 2 Alur penarikan sampel
6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dan observasi langsung. Data dengan alat bantu kuesioner dibagikan kepada siswa untuk diisi oleh ibu siswa, sedangkan data observasi adalah berupa data pengukuran langsung (tinggi badan dan berat badan). Data sekunder diperoleh berdasarkan arsip yang dimiliki sekolah. Secara rinci, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Data Karakteristik ibu Pendidikan ibu Status bekerja ibu Pendapatan keluarga Pengetahuan ASI ibu Kesehatan ibu Estetika Karakteristik anak Usia kandungan lahir Berat badan lahir Faktor lingkungan Sumber informasi Dukungan keluarga Praktik pelayanan kesehatan Frekuensi konsumsi pangan
Jenis Data Data primer
Metode Mengisi kuesioner
Instrumen Kuesioner
Data primer
Mengisi kuesioner
Kuesioner
Data primer
Mengisi kuesioner
Kuesioner
Data primer
FFQ (Food Frequency Questionnaire)
Status gizi anak
Data primer
Mengisi FFQ (Food Frequency Questionnaire) Pengukuran langsung
Profil sekolah
Data sekunder
Timbangan berat badan Camry-EB9061 ketelitian 0.1kg dan pengukur tinggi badan (stature meter 2m) ketelitian 0.1cm Data sekolah
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui proses pengeditan, pengkodean, pengentrian, dan pengecekan ulang. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara statistik deskriptif (persentase, rata-rata dan simpangan baku) serta inferensia (uji Spearman, uji analisis bivariat dan uji analisis multivariat), diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 16.0 for Windows. Kategori variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2 Kategori variabel penelitian Variabel
Dasar Pengkategorian
Karakteristik ibu Pendidikan ibu
Status bekerja ibu
Kategori 1) Tidak tamat SD 2) SD/sederajat 3) SMP/sederajat 4) SMA/sederajat 5) Perguruan tinggi 1) Tidak bekerja 2) Bekerja 1) < Rp 2 350 000 2) Rp 2 350 000-Rp 4 999 999 3) Rp 5 000 000-Rp 7 499 999 4) ≥ Rp 7 500 000 1) Kurang : benar < 60% 2) Sedang : benar 60-80% 3) Baik : benar > 80%
Pendapatan keluarga
UMK Bogor (2014)
Pengetahuan ASI Ibu
Khomsan (2000)
Kesehatan ibu
Nazarina (2008)
1) Sehat, produksi ASI lancar 2) Produksi ASI tidak lancar / tidak keluar 3) Kelainan pada payudara 4) Ibu mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan bayi 1) Tetap merasa cantik / tidak mengalami perubahan fisik ketika menyusui bayi 2) Mengalami perubahan fisik ketika menyusui bayi
Depkes RI (2005)
1) < 37 minggu : prematur 2) 37-42 minggu : matur 3) > 42 minggu : postmatur 1) < 2.5 kg : BBLR 2) ≥ 2.5 kg : normal
Estetika
Karakteristik Anak Usia kandungan lahir
Berat badan lahir Ariana et al. (2012) Faktor lingkungan Sumber informasi Dukungan keluarga
Bahiyatun (2008)
1) 1 sumber 2) >1 sumber 1) Ibu 2) Ibu mertua 3) Kakak perempuan 4) Suami 5) Lain-lain 1) Mendukung untuk langsung diberi ASI 2) Memberikan susu formula
Praktik pelayanan kesehatan Pemberian susu formula Usia pemberian susu formula
Kemenkes (2013)
1) <2 tahun 2) ≥2 tahun
Lama pemberian susu formula Frekuensi konsumsi pangan
Gibson (2005)
1) Selalu: ≥1 kali sehari 2) Kadang-kadang: 3-6 kali seminggu 3) Jarang: 1-2 kali seminggu 4) Tidak pernah
8
Tabel 2 Kategori variabel penelitian (lanjutan) Variabel Status gizi anak BB/U
Dasar Pengkategorian Kemenkes (2013)
TB/U
Kemenkes (2013)
BB/TB
Kemenkes (2013)
Kategori 1) Gizi Buruk : z < -3 2) Gizi Kurang : -3 ≤ z < -2 3) Gizi Baik : -2 ≤ z ≤ +2 4) Gizi Lebih : z > +2 1) Sangat Pendek : z < -3 2) Pendek : -3 ≤ z < -2 3) Normal : z ≥ -2 1) Sangat Kurus : z < -3 2) Kurus : -3 ≤ z < -2 3) Normal : -2 ≤ z ≤ +2 4) Gemuk : z > +2
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji deskriptif, analisis bivariat, dan analisis multivariat. Berikut adalah rincian penggunaan uji tersebut: 1. Uji deskriptif digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat sebaran siswa menurut variabel yang diteliti, di antaranya adalah: variabel karakteristik anak, karakteristik ibu, faktor lingkungan, pemberian susu formula, frekuensi konsumsi pangan, dan status gizi siswa. 2. Uji korelasi Spearman, digunakan untuk mengetahui hubungan antara pemberian susu formula dan status gizi anak 3. Uji analisis bivariat Spearman, digunakan untuk menetapkan variabel kandidat yang akan dimasukkan ke dalam model multivariate. Variabel independen yang memiliki nilai p<0.25 (Hastono 2006) akan dimasukkan pada analisis selanjutnya. Pengujian ini dilakukan pada variabel independen (karakteristik ibu, karakteristik anak, dan faktor lingkungan) terhadap variabel dependen (usia dan lama pemberian susu formula) 4. Uji analisis multivariat Regresi Linear Berganda, digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap pemberian susu formula. Variabel kandidat yang telah lolos dari model bivariate sebelumnya kemudian dilakukan analisis multivariate dengan metode backward, di mana variabel independen hasil pengkorelasian dimasukkan ke dalam model dan dikeluarkan dari model satu persatu dengan kriteria tertentu. Pengujian ini akan menghasilkan model persamaan regresi linear berganda, yaitu: Y = a + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + … + 𝑏𝑘 𝑋𝑘 Keterangan: Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan) 𝑋1 dan 𝑋2 = Variabel independen = Konstanta a b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
9
Definisi Operasional Sampel adalah siswa/i dan ibu siswa/i Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor yang termasuk ke dalam kriteria inklusi penelitian dan digunakan dalam penelitian. Karakteristik ibu adalah keadaan ibu meliputi pengetahuan ASI ibu, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, kessehatan ibu, dan estetika. Estetika adalah suatu keadaan fisik maupun mental ibu ketika menyusui. Karakteristik anak adalah keadaan anak meliputi usia lahir dan berat badan lahir Faktor lingkungan adalah keadaan sekitar anak yang mempengaruhi usia pemberian susu formula, meliputi sumber informasi, dukungan keluarga, dan praktik pelayanan kesehatan Sumber informasi adalah asal jenis informasi yang didapatkan ibu mengenai susu formula Dukungan keluarga adalah pihak keluarga yang ikut andil dalam dukungannya memberikan ASI eksklusif. Praktik pelayanan kesehatan adalah sikap petugas kesehatan dalam mendukung pemberian ASI langsung setelah melahirkan. Susu formula adalah susu komersial dengan bahan dasar susu sapi yang telah dimodifikasi. Susu formula bayi (0-12 bulan) dibuat sedemikian rupa menyerupai ASI, sementara susu formula anak (>1 tahun) dibuat sebagai suplemen atau pelengkap makanan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan apapun. Baik diberikan pada 6 bulan pertama sejak kelahiran. Kolostrum adalah cairan kuning yang pertama kali muncul dari puting susu ibu pada hari-hari awal melahirkan, kaya akan zat antiinfeksi dan protein. Makanan prelaktal adalah makanan yang diberikan kepada bayi yang baru lahir sebelum diberikan ASI. Frekuensi konsumsi pangan adalah jumlah frekuensi dari jenis pangan yang dikonsumsi contoh selama satu bulan yang dilihat dengan menggunakan kuesioner pangan kuantitatif (Food Frequency Questionnaire) Status gizi adalah tingkat keadaan gizi siswa yang ditentukan berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Prasekolah Prasekolah Bosowa Bina Insani Bogor merupakan wadah pendidikan bagi anak-anak usia pra sekolah (3-5 tahun) berupa kelompok bermain (KB) dan taman kanak-kanak (TK). Prasekolah ini berupaya untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosional, konsep diri, kemandirian, seni, dan pengembangan moral yang didasari oleh nilai Agama Islam. Jumlah siswa Prasekolah Bosowa Bina Insani per tahun 2014 mencapai 60 siswa yang termasuk ke dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama merupakan kelompok bermain (KB) dengan rata-rata usia 3 tahun. Waktu masuk siswa KB adalah hari Senin, Rabu, dan Jumat pada pukul 08 30-11 30. Berbeda dengan tingkat pertama, siswa tingkat kedua dan ketiga merupakan taman kanak-kanak (TK) dengan rata-rata usia 4-5 tahun. Waktu masuk siswa TK yakni dari hari Senin hingga Kamis pukul 07 30-12 30, siswa baru pulang setelah solat dzuhur bersama. Sementara itu, untuk hari jumat siswa TK masuk pada pukul 07 30-10 00. Aktivitas makan snack selingan ataupun makan siang dilakukan di dalam ruangan kelas dengan instruksi guru wali kelas. Untuk snack selingan para siswa membawa bekal dari rumahnya masing-masing. Sementara itu, untuk makan siang siswa TK disediakan dari pihak catering sekolah.
Karakteristik Ibu Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (91.7%) pendidikan terakhir ibu adalah perguruan tinggi, sementara 8.3% lainnya termasuk ke dalam kategori SMA. Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, usaha mengatur pengetahuan semula yang ada pada seorang individu itu. Pendidikan menjadi tolak ukur yang penting dan bermanfaat untuk menentukan status ekonomi, status sosial dan perubahan-perubahan positif (Notoatmodjo 2003). Menurut Campbell (2002), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas wawasan berpikirnya dan akan lebih banyak menerima informasi, sehingga dengan mudah menerima pemberian ASI Eksklusif dan menolak pemberian pengganti ASI pada bayi usia di bawah 6 bulan. Status Bekerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya (52.8%) ibu bekerja, sementara 47.2% lainnya tidak bekerja. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas dan informasi yang didapatpun lebih banyak sehingga dapat merubah perilaku-perilaku positif (Notoatmodjo 2003). Menurut Ghazali (1998), anak akan diberikan susu formula semasa kepergian ibu pada ibu yang bekerja. Hal ini dapat menyebabkan susu ibu kering karena puting susu tidak dihisap selama berjam-jam dan beralih ke susu formula sepenuhnya.
11
Pendapatan Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya (66.7%) pendapatan keluarga anak perbulan ≥Rp7 500 000, sementara itu sebesar 27.8% termasuk ke dalam kategori Rp5 000 000 – Rp7 499 999, dan 5.6% lainnya termasuk ke dalam kategori Rp2 350 000 – Rp4 999 999. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang didapatkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi juga pendidikan, dan semakin tinggi juga pengetahuan (Soekanto 2002). Hal ini memberikan hubungan antara usia pemberian ASI dengan pendapatan keluarga di mana ibu dengan status ekonomi rendah mempunyai peluang lebih rendah dalam memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi. Pengetahuan ASI Diberikan sebanyak 20 pernyataan benar-salah seputar pengetahuan ASI kepada ibu. Pernyataan yang bernilai benar akan mendapatkan skor 1 sementara yang bernilai salah akan mendapatkan skor 0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (91.7%) pengetahuan ASI ibu termasuk ke dalam kategori baik (nilai benar >80%), sementara itu 8.3% lainnya masuk ke dalam kategori sedang (nilai benar 60-80%). Sebagian besar ibu dapat menjawab dengan benar, namun terdapat satu pernyataan yang paling sering salah dijawab. Pernyataan yang paling sering dinilai salah adalah pernyataan berupa: sebelum ASI keluar bayi tidak perlu diberi minuman/makanan apapun. Hanya sebagian (50%) ibu yang menjawab dengan benar. Sementara itu, terdapat beberapa ibu yang salah akan jawaban dengan pernyataan yang mengandung kata “hanya”, “saja” dan “tidak”. Pernyataan ini berupa pernyataan negatif yang dapat mempengaruhi jawaban dan nilai pengetahuan ASI ibu. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek malalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya) (Notoatmodjo 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli 2005). Ibu yang memiliki pengetahuan kurang tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif cenderung memiliki perilaku yang kurang baik dalam pemberian ASI eksklusif dan beranggapan makanan pengganti ASI (susu formula) dapat membantu ibu dan bayinya, sehingga ibu tidak memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya (Purwanti 2004). Sebaran data berdasarkan pernyataan mengenai pengetahuan ASI terlihat pada Tabel 3.
12
Tabel 3 Persentase jawaban benar mengenai pengetahuan ASI ibu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Butir Pengetahuan Bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan cukup diberi ASI saja tanpa tambahan minuman/makanan lain Bayi setelah lahir tidak perlu secepatnya diberi ASI Sebelum ASI keluar bayi tidak perlu diberi minuman/makanan apapun ASI pertama yang berwarna kekuning-kuningan sebaiknya tidak diberikan pada bayi Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sebaiknya setelah umur 6 bulan ASI lebih baik kandungan gizinya daripada susu formula Kandungan gizi ASI dapat membantu pertumbuhan dan kecerdasan otak bayi ASI saja dapat memenuhi kebutuhan gizi pada bayi sampai umur 6 bulan Bayi yang diare/mencret sebaiknya tidak diberi ASI karena dapat memperparah penyakitnya Memberi ASI hanya menguntungkan bayi Bayi perlu diberikan makanan prelaktal (madu, air putih, teh, dsb) ketika baru lahir Memberi ASI menguntungkan bayi karena ASI mengandung zat kekebalan terhadap penyakit bayi Pemberian ASI tidak bermanfaat bagi ibu dan hanya membuat tubuh ibu menjadi gemuk ASI eksklusif menurunkan angka kematian bayi dan angka kesakitan bayi ASI hanya diberikan ketika bayi menangis ASI bermanfaat bagi ibu dan bayi ASI diberikan kepada bayi beberapa hari setelah bayi lahir ASI tidak perlu diberikan apabila bayi menolak dan lebih menginginkan susu formula Pemberian ASI di bawah usia 6 bulan dapat disertai makanan/minuman lain Bayi disapih (diberhentikan menyusu ASI) ketika berusia 2 tahun
Jawaban Benar (%) 94.4 91.7 50 86.1 100 100 100 94.4 100 83.3 91.7 100 100 91.7 97.2 100 97.2 97.2 94.4 94.4
Kesehatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (86.1%) ibu sehat dan lancar selama menyusui, sementara itu sebesar 11.1% ibu mengaku ASI tidak lancar ataupun tidak keluar, dan 2.8% lainnya sedang mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan bayi saat menyusui. Kesehatan ibu sangat mempengaruhi usia pemberian susu formula. Menurut Nazarina (2008), kondisi ibu yang tidak memungkinkan seperti sakit, sedang mengonsumsi obat-obatan yang dapat berbahaya bagi bayi, atau produksi ASI tidak lancar dapat menghambat pemberian ASI eksklusif. Maka dari itu, bayi dapat diberi susu formula.
13
Estetika Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (91.7%) ibu tetap merasa cantik dan tidak mengalami perubahan fisik ketika menyusui, sementara 8.3% lainnya merasakan adanya perubahan fisik ketika menyusui. Estetika merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi usia pemberian susu formula. Ibu biasanya beranggapan bahwa nafsu makan ibu menyusui lebih besar dibandingkan ibu yang tidak menyusui sehingga timbul kekhawatiran berat badannya akan meningkat (Sulistyoningsih 2012). Sebaran sampel menurut karakteristik ibu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran sampel menurut karakteristik ibu Karakteristik Ibu Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total Status bekerja Tidak bekerja Bekerja Total Pendapatan Keluarga (rupiah/bulan) <2 350 000 2 350 000-4 999 999 5 000 000-7 499 999 ≥7 500 000 Total Pengetahuan ASI Kurang (nilai benar <60%) Sedang (nilai benar 60-80%) Baik (nilai benar >80%) Total Rata-rata ± SD Skor Min-Maks Kesehatan Sehat, ASI lancar ASI tidak lancar atau tidak keluar Kelainan payudara Konsumsi obat yang mempengaruhi kesehatan bayi Total Estetika Tetap merasa cantik, tidak mengalami perubahan fisik ketika menyusui Mengalami perubahan fisik ketika menyusui Total
Jumlah (n)
Persentase (%)
0 0 0 3 33 36
0 0 0 8.3 91.7 100
17 19 36
47.2 52.8 100
0 2 10 24 36
0 5.6 27.8 66.7 100
0 3 33 36
0 8.3 91.7 100 93.19±6.88 70-100
31 4 0 1 36
86.1 11.1 0 2.8 100
33
91.7
3 36
8.3 100
14
Karakteristik Anak Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin anak terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sebagian besar contoh (61.1%) berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22 anak laki-laki. Sementara itu 38.9% lainnya berjenis kelamin perempuan sebanyak 14 anak. Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia anak berada dalam rentang 34 hingga 69 bulan dengan rata-rata usia 55.86±9.19 bulan. Usia prasekolah merupakan masa keemasan dalam perkembangan seorang anak. Anak usia 3-6 tahun sangat senang melakukan banyak aktifitas fisik (bermain dan berlarian), sehingga harus lebih banyak mengonsumsi makanan. Usia Kandungan Lahir Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya (69.4%) usia kandungan lahir anak termasuk ke dalam kategori matur (37-42 minggu), sementara 30.6% lainnya termasuk kategori prematur (<37 minggu). Rata-rata usia kandungan lahir anak adalah sebesar 37.33±1.91 minggu. Menurut Ariana et al. (2012), bayi prematur yang lahir 34-35 minggu biasanya belum mempunyai refleks mengisap yang baik. Daya isap ASI yang lemah pada bayi prematur sering dijadikan alasan bagi para ibu untuk tidak memberikan ASI bagi bayi. Berat Badan Lahir Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh (100%) berat badan lahir anak termasuk ke dalam kategori normal (≥2.5). Rata-rata berat badan lahir anak adalah sebesar 3.29±0.41kg dari 2.7 hingga 4.2kg. Bayi prematur biasanya lahir dengan berat badan yang tidak sesuai dengan berat normal (< 2.5 kg) atau biasa disebut bayi berat lahir rendah (BBLR) karena usia kandungannya yang kurang dari 37 minggu. Ada pula bayi yang usia lahirnya sudah cukup umur namun berat badannya masih di bawah normal. BBLR ini dianggap terjadi karena kurangnya zat gizi sehingga para ibu akan memberikan susu formula sebagai zat gizi tambahan, padahal zat-zat yang terkandung dalam ASI sangat bermanfaat bagi bayi dengan berat badan rendah (BBLR) guna menaikkan berat badan bayi (Ariana et al. 2012). Sebaran sampel menurut karakteristik anak dapat dilihat pada Tabel 5.
15
Tabel 5 Sebaran sampel menurut karakteristik anak Karakteristik Anak Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia (bulan) Rata-rata ± SD Min-Maks Usia Kandungan (minggu) Prematur (<38) Matur (38-42) Postmatur (>42) Total Rata-rata ± SD Min-Maks Berat Badan Lahir (kg) BBLR (<2.5) Normal (≥2.5) Total Rata-rata ± SD Min-Maks
Jumlah (n)
Persentase (%)
22 14 36
61.1 38.9 100 55.86±9.19 34-69
11 25 0 36
30.6 69.4 0 100 37.33±1.91 30-40
0 36 36
0 100 100 3.29±0.41 2.7-4.2
Faktor Lingkungan Sumber Informasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (80.6%) ibu yang memperoleh informasi mengenai susu formula dari 1 jenis sumber dan sebesar 19.4% memperoleh lebih dari 1 jenis sumber. Sumber informasi yang dimaksud antara lain berasal dari televisi/radio, rumah sakit/klinik bersalin, petugas kesehatan, seminar/penyuluhan, atau internet. Rata-rata jumlah jenis sumber informasi yang diperoleh ibu adalah sebesar 1.19±0.40 sumber. Sumber informasi yang terdiri dari 1 jenis sumber banyak didapat dari rumah sakit/klinik bersalin (41.7%) dan sumber televisi/radio (19.4%). Terbentuknya cara pemberian makanan bayi yang tepat serta pemakaian ASI sangat tergantung kepada informasi yang diterima oleh ibu. Di sisi lain, promosi yang tidak terkendali dari PASI akan mengubah kesepakatan ibu untuk menyusui sendiri bayinya serta menghambat terlaksananya proses laktasi. Banyak ibu yang menggantikan ASI dengan susu formula karena terpengaruh oleh iklan yang dilancarkan lewat pers, televisi, radio, poster-poster (Fitrisia 2002). Dukungan Keluarga Dukungan keluarga yang dimaksud berasal dari ibu, ibu mertua, kakak perempuan, dan suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden didukung oleh keluarga dalam hal pemberian ASI eksklusif. Sebagian besar (77.8%) ibu memperoleh dukungan keluarga terbesar dalam pemberian ASI dari sang suami, sementara 22.2% lainnya memperoleh dukungan dari pihak ibunya. Menurut Bahiyatun (2008), Pemberian ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh dukungan psikologis dari keluarga dekat, terutama wanita seperti ibu, ibu mertua, kakak wanita, atau teman wanita lain yang telah berpengalaman dan
16
berhasil dalam menyusui. Begitu pula suami yang mengerti bahwa ASI adalah makanan yang baik untuk bayinya merupakan pendukung yang baik demi keberhasilan menyusui. Hal ini akan mempengaruhi ibu dalam mempertimbangkan usia pemberian susu formula pada anak. Praktik Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83.3%) praktik pelayanan kesehatan pada ibu adalah dengan mendukung untuk langsung diberikan ASI. Sementara itu sebanyak 16.7% langsung diberikan susu formula oleh petugas kesehatan. Hal ini dilihat dari jumlah ibu yang memberikan anak susu formula mulai dari usia 0 bulan. Sebanyak 16.7% ibu mengaku alasan pemberian susu formula sejak lahir adalah karena dari awal sudah diberikan susu formula oleh petugas kesehatan, sehingga anak terbiasa mengonsumsi susu formula. Fasilitas pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi usia pemberian susu formula. Tidak jarang terdapat klinik, rumah sakit, ataupun tempat pelayanan kesehatan lain yang langsung menyarankan ibu untuk memberikan susu formula kepada bayi bahkan memberikan langsung susu formula kepada bayi tanpa sepengetahuan ibu. Praktik pelayanan kesehatan yang tidak mendukung dan sikap petugas kesehatan yang negatif terhadap pemberian ASI selanjutnya menjadi penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI (Gibney et al. 2005). Sebaran sampel menurut faktor lingkungan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran sampel menurut faktor lingkungan Faktor Lingkungan Sumber Informasi 1 sumber >1 sumber Total Rata-rata ± SD Dukungan Keluarga Ibu Ibu mertua Kakak perempuan Suami Lain-lain Total Praktik Pelayanan Kesehatan Mendukung langsung diberi ASI Memberikan susu formula Total
Jumlah (n)
Persentase (%)
29 7 36
80.6 19.4 100 1.19±0.40
8 0 0 28 0 36
22.2 0 0 77.8 0 100
30 6 36
83.3 16.7 100
Pemberian Susu Formula Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 anak (86.1%) diberikan susu formula pada usia <2 tahun, sementara 5 anak lainnya (13.9%) diberikan susu formula pada usia ≥2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak mulai mengonsumsi susu formula di usia <2 tahun dengan rata-rata usia 8.94±8.89. Data selanjutnya menunjukkan sebaran lama pemberian susu formula
17
pada anak prasekolah. Rata-rata lama waktu anak diberikan susu formula adalah 37.03±18.83 bulan dengan lama waktu 2 hingga 69 bulan. Terdapat anak yang memberikan susu formula pada usia 36 bulan. Hal ini dikarenakan anak masih menyusui hingga usia 3.5 tahun, namun ASI yang diproduksi sudah tidak banyak, maka dari itu diberikan bersamaan dengan susu formula. Di lain pihak terdapat anak yang lama waktu pemberian susu formula hanya 2 bulan saja. Hal ini dikarenakan pada saat anak tersebut berusia 7 bulan ibu sedang mengonsumsi obat-obatan selama 2 bulan yang dapat mempengaruhi kandungan ASI, maka dari itu diputuskan untuk memberikan susu formula sebagai penggantinya. Ada pula anak yang lama waktu pemberian susu formula mencapai 69 bulan. Hal ini dikarenakan setelah pemberian susu formula bayi, anak dilanjutkan mengonsumsi susu formula anak hingga sekarang. Susu formula adalah cairan yang berisi zat-zat di dalamnya tidak mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim, hormon dan faktor pertumbuhan (Roesli 2005). Susu formula bukanlah pendamping ASI, kecuali bagi para ibu yang tidak cukup produksi ASI dalam seharinya karena tidak semua ibu memiliki kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif. Menurut Kemenkes (2013), sejak tahun 2001 WHO membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan, bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ibu tetap memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun. Kemudian setelah itu bisa dilanjutkan dengan pemberian susu formula atau susu komersial lainnya. Sebaran pemberian susu formula sampel tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran pemberian susu formula sampel Pemberian Susu Formula Usia Pemberian Susu Formula <2 tahun ≥2 tahun Total Rata-rata (bulan) ± SD Min-Maks (bulan) Lama Pemberian Susu Formula (bulan) Rata-rata ± SD Min-Maks
Jumlah (n)
Persentase (%)
31 5 36
86.1 13.9 100 8.94±8.89 0-36 37.03±18.83 2-69
Diberikan beberapa pertanyaan terkait ASI eksklusif kepada ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 52.8% anak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, sementara 47.2% lainnya tidak diberikan ASI eksklusif. Masih terdapat beberapa ibu yang mengira pemberian ASI eksklusif hanya dilakukan selama 4 bulan. Ada pula ibu yang mengaku memberikan ASI eksklusif namun ternyata pemberiannya bersamaan dengan susu formula. Lebih dari separuh (78.9%) sampel yang diberikan ASI eksklusif ternyata mulai diberikan susu formula pada usia <2 tahun. Begitu pula sebagian besar (94.1%) sampel yang tidak diberikan ASI esklusif mulai diberikan susu formula pada usia <2 tahun. Hal ini menunjukkan kecenderungan ibu yang memberikan susu formula pada anaknya secara dini (<2 tahun) baik diberikan ASI eksklusif maupun ASI noneksklusif. Sebaran sampel menurut pemberian usia pemberian susu formula dan pemberian ASI eksklusif tertera pada Tabel 8. Sementara itu, sebanyak 5.6%
18
sampel mengonsumsi susu formula selama ≤6 bulan dan 94.4% lainnya mengonsumsi susu formula selama >6 bulan. Tabel 8 Sebaran sampel menurut pemberian ASI Eksklusif dan usia pemberian susu formula Pemberian ASI Eksklusif (6 bulan) Non Eksklusif (<6 bulan) Total
Usia Pemberian Susu Formula <2 tahun ≥2 tahun n % n % 15 78.9 4 21.1 16 94.1 1 5.9 31 86.1 5 13.9
Total N 19 17 36
% 52.8 47.2 100
Frekuensi Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Widajanti 2009). Pedoman umum gizi seimbang (PUGS) menganjurkan agar 60-75% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat terutama karbohidrat kompleks. Beberapa jenis pangan yang merupakan sumber energi seperti beras, jagung serta bahan hasil olahannya seperti mie, bihun, roti, makaroni dan havermouth (Almatsier et al. 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka waktu sebulan terakhir sebagian besar anak (97.2%) selalu mengonsumsi beras sebagai makanan pokok (≥7 kali seminggu), jarang (1-2 kali seminggu) mengonsumsi jagung dan kentang (52.8%), tidak pernah mengonsumsi roti (97.2%), dan jarang (1-2 kali seminggu) mengonsumsi mie (75%). Jenis makanan pokok lainnya yang dikonsumsi anak antara lain adalah ubi, bubur bayi, dan sereal. Pada jenis pangan lauk hewani, sebesar 38.9% anak mengonsumsi telur ayam dengan frekuensi kadang-kadang (3-6 kali seminggu), sebesar 30.6% anak mengonsumsi keju dengan frekuensi jarang (1-2 kali seminggu), dan sebesar 55.6% anak mengonsumsi ayam dengan frekuensi kadang-kadang (3-6 kali seminggu) dalam jangka waktu sebulan terakhir. Jenis pangan hewani lainnya yang dikonsumsi anak antara lain adalah hati ayam, daging sapi, ikan laut, ikan mujair, ikan lele, ikan mas, telur bebek, udang, ikan teri, sarden, susu kental manis, dan yoghurt. Pada jenis pangan lauk nabati, anak terkadang (3-6 kali seminggu) mengonsumsi tempe (44.4%), jarang (1-2 kali seminggu) mengonsumsi tahu (36.1%), tidak pernah mengonsumsi kacang merah (63.9%), dan tidak pernah mengonsumsi kacang tanah (66.7%) dalam jangka waktu sebulan terakhir. Jenis kacang-kacangan lainnya yang dikonsumsi anak antara lain adalah kacang kedelai dan kacang hijau. Pada jenis pangan sayur dan buah sebagian besar anak (38.9%) mengonsumsi wortel dengan frekuensi kadang-kadang (3-6 kali seminggu), sebesar 50% anak mengonsumsi jeruk manis dengan frekuensi jarang (1-2 kali seminggu), sebesar 47.2% anak mengonsumsi bayam dengan frekuensi jarang (12 kali seminggu), sebesar 38.9% anak mengonsumsi pisang dengan frekuensi
19
jarang (1-2 kali seminggu), dan sebesar 41.7% anak mengonsumsi apel dengan frekuensi jarang (1-2 kali seminggu) dalam jangka waktu sebulan terakhir. Jenis pangan sayur dan buah lainnya yang dikonsumsi anak antara lain adalah sawi, kangkung, selada air, jambu biji, pepaya, semangka, pir, anggur, mangga, melon, stroberi, lengkeng, brokoli, pokcoy, labu siam, tomat, dan tauge. Pada jenis pangan selingan sebagian besar anak (50%) selalu mengonsumsi biskuit (≥7 kali seminggu), jarang (1-2 kali seminggu) mengonsumsi jus buah (44.4%), jarang (1-2 kali seminggu) mengonsumsi es krim (58.3%), tidak pernah mengonsumsi gorengan (58.3%), dan tidak pernah mengonsumsi puding (97.2%) dalam jangka waktu sebulan terakhir. Jenis pangan jajanan lainnya yang dikonsumsi anak antara lain adalah batagor, siomay, ketoprak, dan empek-empek. Pada jenis pangan minuman seluruh anak (100%) mengonsumsi air putih dengan frekuensi selalu (≥7 kali seminggu), sebagian besar anak (61.1%) selalu mengonsumsi susu bubuk dan susu cair (≥7 kali seminggu), dan sebesar 36.1% anak tidak pernah mengonsumsi the dalam jangka waktu sebulan terakhir. Jenis minuman lainnya yang dikonsumsi anak antara lain adalah sirup dan minuman bersoda. Pada jenis pangan bumbu sebagian besar anak (33.3%) selalu mengonsumsi kecap (≥7 kali seminggu) sebesar 41.7% anak mengonsumsi gula dengan frekuensi selalu (≥7 kali seminggu), sebesar 22.2% anak mengonsumsi mentega dengan frekuensi kadang-kadang (3-6 kali seminggu), dan sebesar 52.8% anak tidak pernah mengonsumsi margarin dalam jangka waktu sebulan terakhir. Sebaran sampel menurut frekuensi konsumsi pangan tertera pada Tabel 9.
Status Gizi Status gizi contoh ditentukan dengan menggunakan baku antropometri Kemenkes (2013). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik (Gibson 2005). Sebaran status gizi anak berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB tertera pada Tabel 10. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar anak (83.3%) memiliki status gizi baik berdasarkan indeks BB/U dengan rata-rata z-score 0.66±2.20. Begitu pula untuk status gizi berdasarkan indeks TB/U, sebanyak 35 anak (97.2%) memiliki status gizi normal dengan rata-rata z-score 0.12±1.09. Sebagian besar status gizi anak berdasarkan indeks BB/TB juga memiliki status normal, sebanyak 30 anak (83.3%) termasuk dalam kategori normal sementara 6 anak lainnya (16.7%) termasuk dalam kategori gemuk.
20
Tabel 9 Sebaran sampel berdasarkan frekuensi konsumsi pangan
Jenis Pangan
Makanan Pokok Beras Jagung Kentang Roti Mie Lauk Hewani Telur ayam Keju Ayam Lauk Nabati Tempe Tahu Kacang merah Kacang tanah Sayur dan Buah Wortel Jeruk manis Bayam Pisang Apel Selingan Biskuit Jus buah Es krim Gorengan Puding Minuman Air putih Susu bubuk Susu cair The Bumbu Gula Kecap Mentega Margarin
Tidak Pernah
Frekuensi Konsumsi Jarang Kadang (1-2x seminggu)
(3-6x seminggu)
Selalu (≥7x seminggu)
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
1 12 13 35 8
2.8 33.3 36.1 97.2 22.2
0 19 19 0 27
0 52.8 52.8 0 75.0
0 5 4 0 1
0 13.9 11.1 0 2.8
35 0 0 1 0
97.2 0 0 2.8 0
36 36 36 36 36
100 100 100 100 100
3 9 1
8.3 25 2.8
7 11 8
19.4 30.6 22.2
14 6 20
38.9 16.7 55.6
12 10 7
33.3 27.8 19.4
36 36 36
100 100 100
5 9 23 24
13.9 25 63.9 66.7
9 13 10 11
25 36.1 27.8 30.6
16 9 3 1
44.4 25 8.3 2.8
6 5 0 0
16.7 13.9 0 0
36 36 36 36
100 100 100 100
4 6 5 4 9
11.1 16.7 13.9 11.1 25
13 18 17 14 15
36.1 50 47.2 38.9 41.7
14 6 10 12 9
38.9 16.7 27.8 33.3 25
5 6 4 6 3
13.9 16.7 11.1 16.7 8.3
36 36 36 36 36
100 100 100 100 100
4 10 5 21 35
11.1 27.8 13.9 58.3 97.2
4 16 21 13 0
11.1 44.4 58.3 36.1 0
10 6 5 1 0
27.8 16.7 13.9 2.8 0
18 4 5 1 1
50 11.1 13.9 2.8 2.8
36 36 36 36 36
100 100 100 100 100
0 12 8 13
0 3.3 22.2 36.1
0 1 3 10
0 2.8 8.3 27.8
0 1 3 7
0 2.8 8.3 19.4
36 22 22 6
100 61.1 61.1 16.7
36 36 36 36
100 100 100 100
8 7 18 19
22.2 19.4 50 52.8
7 8 5 10
19.4 22.2 13.9 27.8
6 9 8 6
16.7 25 22.2 16.7
15 12 5 1
41.7 33.3 13.9 2.8
36 36 36 36
100 100 100 100
21
Tabel 10 Sebaran sampel berdasarkan status gizi indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB Indeks Status Gizi BB/U Gizi buruk (z <-3) Gizi kurang (-3 ≤ z <-2) Gizi baik (-2 ≤ z ≤+2) Gizi lebih (z >+2) Total Rata-rata ± SD Min-Maks TB/U Sangat pendek (z <-3) Pendek (-3 ≤ z <-2) Normal (z ≥-2) Total Rata-rata ± SD Min-Maks BB/TB Sangat kurus (z <-3) Kurus (-3 ≤ z <-2) Normal (-2 ≤ z ≤+2) Gemuk (z >+2) Total Rata-rata ± SD Min-Maks
Jumlah (n)
Persentase (%)
0 0 30 6 36
0 0 83.3 16.7 100 0.66±2.20 (-1.95)-(8.59)
0 1 35 36
0 2.8 97.2 100 0.12±1.09 (-2.23)-(2.52)
0 0 30 6 36
0 0 83.3 16.7 100 0.72±2.05 (-1.9)-(7)
Hubungan Usia Pemberian Susu Formula dan Status Gizi Hasil uji korelasi dengan menggunakan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara usia pemberian susu formula dengan status gizi anak indeks BB/U dan TB/U, namun terdapat hubungan yang signifikan negatif (p<0.05) antara usia pemberian susu formula dengan status gizi anak indeks BB/TB. Semakin dini (<2 tahun) usia pemberian susu formula, maka status gizi anak akan cenderung semakin gemuk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2011) bahwa obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengonsumsi ASI, tetapi menggunakan susu formula dengan jumlah asupan yang berlebih. Dapat dilihat pada data penelitian bahwa sebaran anak yang usia pemberian susu formulanya kurang dari 2 tahun dan berstatus gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U adalah sebesar 80.6%, indeks TB/U sebesar 96.8%, dan indeks BB/TB sebesar 80.6%. Rata-rata status gizi baik/normal juga dimiliki anak yang diberikan susu formula pada usia ≥2 tahun. Sebaran anak yang diberikan susu formula pada usia ≥2 tahun dan berstatus gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB adalah sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang diberikan susu formula pada usia kurang ataupun lebih dari sama dengan 2 tahun rata-rata memiliki status gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Sebaran sampel berdasarkan status gizi dan usia pemberian susu formula ditunjukkan pada Tabel 11.
22
Tabel 11 Sebaran sampel menurut status gizi dan usia pemberian susu formula Status Gizi BB/U Gizi buruk (z <-3) Gizi kurang (-3 ≤ z <-2) Gizi baik (-2 ≤ z ≤+2) Gizi lebih (z >+2) Total TB/U Sangat pendek (z <-3) Pendek (-3 ≤ z <-2) Normal (z ≥-2) Total BB/TB Sangat kurus (z <-3) Kurus (-3 ≤ z <-2) Normal (-2 ≤ z ≤+2) Gemuk (z >+2) Total
Usia Pemberian Susu Formula <2 tahun ≥2 tahun n % N %
n
%
0 0 25 6 31
0 0 80.6 19.4 100
0 0 5 0 5
0 0 100 0 100
0 0 30 6 36
0 0 83.3 16.7 100
0 1 30 31
0 3.2 96.8 100
0 0 5 5
0 0 100 100
0 1 35 36
0 2.8 97.2 100
0 0 25 6 31
0 0 80.6 19.4 100
0 0 5 0 5
0 0 100 0 100
0 0 30 6 36
0 0 83.3 16.7 100
Total
P value
0.376
0.871
0.006
Hubungan Lama Pemberian Susu Formula dan Status Gizi Hasil uji korelasi dengan menggunakan Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif (p<0.05) antara lama pemberian susu formula dengan status gizi anak indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Semakin lama waktu pemberian susu formula, maka status gizi anak akan cenderung semakin gemuk. Menurut Sartika (2011), obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengonsumsi ASI, tetapi menggunakan susu formula dengan jumlah asupan yang berlebih. Dapat dilihat pada data penelitian bahwa sebaran anak yang lama pemberian susu formulanya kurang dari 28 bulan dan berstatus gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB adalah sebesar 100%. Rata-rata status gizi baik/normal juga dimiliki anak yang lama pemberian susu formula ≥28 bulan. Sebaran anak yang lama pemberian susu formulanya ≥28 bulan dan berstatus gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U adalah sebesar 72.7%, indeks TB/U sebesar 95.5%, dan indeks BB/TB sebesar 72.7%. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang lama pemberian susu formula kurang ataupun lebih dari sama dengan 28 bulan rata-rata memiliki status gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Sebaran sampel berdasarkan status gizi dan lama pemberian susu formula ditunjukkan pada Tabel 12.
23
Tabel 12 Sebaran sampel menurut status gizi dan lama pemberian susu formula Status Gizi BB/U Gizi buruk (z <-3) Gizi kurang (-3 ≤ z <-2) Gizi baik (-2 ≤ z ≤+2) Gizi lebih (z >+2) Total TB/U Sangat pendek (z <-3) Pendek (-3 ≤ z <-2) Normal (z ≥-2) Total BB/TB Sangat kurus (z <-3) Kurus (-3 ≤ z <-2) Normal (-2 ≤ z ≤+2) Gemuk (z >+2) Total
Lama Pemberian Susu Formula <28 bulan ≥28 bulan n % n %
n
%
0 0 14 0 14
0 0 100 0 100
0 0 16 6 22
0 0 72.7 27.3 100
0 0 30 6 36
0 0 83.3 16.7 100
0 0 14 14
0 0 100 100
0 1 21 22
0 4.5 95.5 100
0 1 35 36
0 2.8 97.2 100
0 0 14 0 14
0 0 100 0 100
0 0 16 6 22
0 0 72.7 27.3 100
0 0 30 6 36
0 0 83.3 16.7 100
Total
P value
0.021
0.041
0.002
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Pemberian Susu Formula Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi usia pemberian susu formula di antaranya adalah karakteristik ibu (pendidikan ibu, status bekerja ibu, pendapatan keluarga, karakteristik anak (usia kandungan lahir dan berat badan lahir), pengetahuan ASI ibu, kesehatan ibu, dan estetika), serta faktor lingkungan (sumber informasi, dukungan keluarga, dan praktik pelayanan kesehatan). Untuk mengetahui faktor dominan yang berpengaruh terhadap usia pemberian susu formula maka perlu dilakukan analisis multivariate. Sebelum dilakukan analisis multivariate, perlu ditetapkan terlebih dahulu variabel kandidat. Variabel independen yang dijadikan kandidat atau akan dimasukkan ke dalam model multivariate adalah variabel yang pada saat dilakukan analisis bivariate memiliki nilai p<0.25 (Hastono 2006). Hasil analisis bivariate yang masuk untuk dilakukan uji multivariate regresi linear berganda yaitu: variabel status bekerja ibu (p=0.1), variabel pendapatan keluarga (p=0.155), variabel kesehatan ibu (p=0.003), variabel estetika (p=0.135), dan variabel praktik pelayanan kesehatan (p=0.0005). Analisis ini menggunakan metode backward, di mana variabel independen hasil pengkorelasian dimasukkan ke dalam model dan dikeluarkan dari model satu persatu dimulai dari nilai p value yang terbesar, namun apabila terdapat variabel yang sangat penting mempengaruhi usia pemberian susu formula, maka variabel tersebut tetap diikutkan ke dalam analisis multivariate.
24
Tabel 13 Hasil analisis multivariate regresi linear berganda terhadap usia pemberian susu formula Variabel
R square
(Constant) Praktik pelayanan kesehatan Kesehatan ibu Pendapatan keluarga Status bekerja ibu
0.306
p value ANOVA
B
p value
0.020
32.332 -9.108 -2.033 -2.276 -4.008
0.0005 0.004 0.026 0.007 0.169
Setelah dilakukan analisis multivariate, ternyata variabel independen yang masuk ke dalam model regresi adalah variabel praktik pelayanan kesehatan, variabel kesehatan ibu, variabel pendapatan ibu, dan variabel status bekerja ibu. Pada Tabel 13 dapat dilihat koefisien determinasi (R square) menunjukkan nilai 0.306 yang berarti bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 30.6% variasi variabel dependen usia pemberian susu formula, atau dengan kata lain keempat variabel independen tersebut dapat menjelaskan variasi variabel usia pemberian susu formula sebesar 30.6%. Kemudian pada kolom ANOVA dapat terlihat hasil uji F yang menunjukkan nilai p=0.020 yang berarti bahwa model regresi cocok atau fit dengan data yang ada, atau dengan kata lain keempat variabel independen tersebut secara signifikan dapat digunakan untuk memprediksi usia pemberian susu formula. Koefisien regresi masing-masing variabel dapat diketahui dari kolom B. Melalui hasil di atas, persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = a + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + … + 𝑏𝑘 𝑋𝑘 Setelah setiap variabel dimasukkan maka persamaan regresinya menjadi: Usia Pemberian Susu Formula = 32.3 – 9.1PPK – 2.0KI – 2.2PK – 4.0SBI Keterangan: Y 𝑋1 ,𝑋2 , 𝑋3 ,𝑋4 a 𝑏1 ,𝑏2 , 𝑏3 ,𝑏4
= Usia pemberian susu formula (nilai yang diprediksikan) = Variabel independen = Praktik Pelayanan Kesehatan (PPK), Kesehatan Ibu (KI), Pendapatan Keluarga (PK), Status Bekerja Ibu (SBI) = Konstanta = 32.3 = Koefisien regresi = -9.1; -2.0; -2.2; -4.0
Melalui model persamaan ini, maka dapat diperkirakan usia pemberian susu formula dengan menggunakan variabel praktik pelayanan kesehatan, variabel kesehatan ibu, variabel pendapatan keluarga, dan variabel status bekerja ibu. Usia pemberian susu formula akan lebih dini sebesar 9.1 bulan pada praktik pelayanan kesehatan yang memberikan susu formula setelah dikontrol variabel kesehatan ibu, pendapatan keluarga, dan status bekerja ibu. Usia pemberian susu formula akan lebih dini sebesar 2 bulan pada kondisi ibu yang tidak sehat setelah dikontrol variabel praktik pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, dan status bekerja ibu. Usia pemberian susu formula akan lebih dini sebesar 2.2 bulan pada pendapatan keluarga yang ≥Rp 7 500 000 setelah dikontrol variabel praktik pelayanan kesehatan, kesehatan ibu, dan status bekerja ibu. Usia pemberian susu formula akan lebih dini sebesar 4 bulan pada ibu yang bekerja setelah dikontrol variabel praktik pelayanan kesehatan, kesehatan ibu, dan pendapatan keluarga.
25
Kolom Beta dapat digunakan untuk mengetahui variabel mana yang paling besar pengaruhnya dalam menentukan variabel dependennya (usia pemberian susu formula). Semakin besar nilai beta maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap variabel dependennya. Pada hasil di atas dapat diketahui variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap penentuan usia pemberian susu formula adalah praktik pelayanan kesehatan. Pada praktik pelayanan kesehatan yang memberikan susu formula saat kelahiran, usia pemberian susu formula akan lebih dini sebesar 9.1 bulan setelah dikontrol variabel kesehatan ibu, pendapatan keluarga, dan status bekerja ibu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gibney et al. (2005) bahwa praktik pelayanan kesehatan yang tidak mendukung dan sikap petugas kesehatan yang negatif terhadap pemberian ASI selanjutnya menjadi penyebab terjadinya penurunan pemberian ASI. Hal ini akan mendorong pemberian susu formula pada usia dini.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Pemberian Susu Formula Sementara itu, faktor-faktor yang juga diduga mempengaruhi lama pemberian susu formula di antaranya yakni karakteristik ibu (pendidikan ibu, status bekerja ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ASI ibu, kesehatan ibu, dan estetika), karakteristik anak (usia kandungan lahir dan berat badan lahir), serta faktor lingkungan (sumber informasi, dukungan keluarga, dan praktik pelayanan kesehatan). Untuk mengetahui faktor dominan yang berpengaruh terhadap lama pemberian susu formula maka perlu dilakukan analisis multivariate pula. Sebelum dilakukan analisis multivariate, perlu ditetapkan terlebih dahulu variabel kandidat. Variabel independen yang dijadikan kandidat atau akan dimasukkan ke dalam model multivariate adalah variabel yang pada saat dilakukan analisis bivariate memiliki nilai p<0.25 (Hastono 2006). Hasil analisis bivariate yang masuk untuk dilakukan uji multivariate regresi linear berganda yaitu: variabel status bekerja ibu (p=0.036), variabel pendapatan keluarga (p=0.183), variabel kesehatan ibu (p=0.001), variabel sumber informasi (p=0.142), dan variabel praktik pelayanan kesehatan (p=0.248). Analisis ini juga menggunakan metode backward, di mana variabel independen hasil pengkorelasian dimasukkan ke dalam model dan dikeluarkan dari model satu persatu dimulai dari nilai p value yang terbesar, namun apabila terdapat variabel yang sangat penting mempengaruhi usia pemberian susu formula, maka variabel tersebut tetap diikutkan ke dalam analisis multivariate. Tabel 14 Hasil analisis multivariate regresi linear berganda terhadap lama pemberian susu formula Variabel (Constant) Status bekerja ibu Kesehatan ibu
R square
p value ANOVA
B
p value
0.303
0.003
14.215 13.538 13.117
0.045 0.017 0.009
Setelah dilakukan analisis multivariate, ternyata variabel independen yang masuk ke dalam model regresi adalah variabel status bekerja ibu dan variabel kesehatan ibu. Pada Tabel 14 dapat dilihat koefisien determinasi (R square) menunjukkan nilai 0.303 yang berarti bahwa model regresi yang diperoleh dapat
26
menjelaskan 30.3% variasi variabel dependen lama pemberian susu formula, atau dengan kata lain kedua variabel independen tersebut dapat menjelaskan variasi variabel lama pemberian susu formula sebesar 30.3%. Kemudian pada kolom ANOVA dapat terlihat hasil uji F yang menunjukkan nilai p=0.003 yang berarti bahwa model regresi cocok atau fit dengan data yang ada, atau dengan kata lain kedua variabel independen tersebut secara signifikan dapat digunakan untuk memprediksi lama pemberian susu formula. Koefisien regresi masing-masing variabel dapat diketahui dari kolom B. Melalui hasil di atas, persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = a + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + … + 𝑏𝑘 𝑋𝑘 Setelah setiap variabel dimasukkan maka persamaan regresinya menjadi: Lama Pemberian Susu Formula = 14.2 + 13.5SBI + 13.1KI Keterangan: Y 𝑋1 ,𝑋2 a 𝑏1 ,𝑏2
= Lama pemberian susu formula (nilai yang diprediksikan) = Variabel independen = Status Bekerja Ibu (SBI), Kesehatan Ibu (KI) = Konstanta = 14.2 = Koefisien regresi = 13.5; 13.1
Melalui model persamaan di atas, dapat diperkirakan lama pemberian susu formula dengan menggunakan variabel status bekerja ibu dan variabel kesehatan ibu. Lama pemberian susu formula akan lebih singkat sebesar 13.5 bulan pada ibu yang tidak bekerja setelah dikontrol variabel kesehatan ibu. Lama pemberian susu formula akan lebih singkat sebesar 13.1 bulan pada ibu yang kondisinya sehat ketika menyusui setelah dikontrol variabel status bekerja ibu. Kolom Beta dapat digunakan untuk mengetahui variabel mana yang paling besar pengaruhnya dalam menentukan variabel dependennya (lama pemberian susu formula). Semakin besar nilai beta maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap variabel dependennya. Pada hasil di atas dapat diketahui variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap penentuan lama pemberian susu formula adalah status bekerja ibu. Pada ibu yang tidak bekerja, lama pemberian susu formula akan lebih singkat sebesar 13.5 bulan setelah dikontrol variabel kesehatan ibu. Menurut Ghazali (1998), anak akan diberikan susu formula semasa kepergian ibu pada ibu yang bekerja. Hal ini dapat menyebabkan susu ibu kering karena puting susu tidak dihisap selama berjam-jam dan beralih ke susu formula sepenuhnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar (91.7%) ibu berpendidikan terakhir di perguruan tinggi dan lebih dari separuhnya bekerja (52.8%). Pendapatan keluarga per bulan ≥Rp7 500 000. Sebagian besar (91.7%) pengetahuan ASI ibu termasuk dalam kategori baik (nilai benar >80%). Sebanyak 86.1% ibu mengaku sehat dan lancar selama menyusui serta sebagian besar (91.7%) tetap merasa cantik dan tidak mengalami perubahan fisik ketika menyusui. Sampel penelitian ini terdiri dari anak
27
prasekolah berusia 34 hingga 69 bulan dengan rata-rata usia 59 bulan. Lebih dari separuh anak prasekolah (61.1%) berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar usia kandungan lahir anak adalah matur (38-42 minggu) dengan berat badan lahir normal (≥2.5kg). Sebelum proses kelahiran, ada sebanyak 80.6% ibu yang memperoleh informasi mengenai susu formula dari 1 jenis sumber. Sebagian besar (77.8%) ibu memperoleh dukungan keluarga terbesar dalam pemberian ASI dari suami. Terdapat 83.3% ibu yang didukung oleh petugas pelayanan kesehatan untuk langsung memberikan ASI setelah melahirkan. Rata-rata anak prasekolah mengonsumsi susu formula di usia <2 tahun dilihat dari persentasenya (86.1%). Sementara itu rata-rata lama waktu pemberian susu formula pada anak adalah sebesar 37 bulan dengan lama waktu minimal 2 hingga 69 bulan. Jenis pangan yang dikonsumsi anak sebulan terakhir cukup beragam. Hal ini dilihat dari rata-rata frekuensi pangannya yang masuk ke dalam kategori kadang-kadang dan jarang namun terdiri dari beberapa macam jenis pangan, kecuali pangan seperti beras, air putih, gula dan kecap yang selalu dibutuhkan ≥7 kali seminggu. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak berstatus gizi baik/normal berdasarkan indeks BB/U (83.3%), TB/U (97.2%), maupun BB/TB (83.3%). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia pemberian susu formula dengan status gizi anak indeks BB/U dan TB/U, namun terdapat hubungan yang signifikan negatif antara usia pemberian susu formula dengan status gizi anak indeks BB/TB. Semakin dini (<2 tahun) usia pemberian susu formula, maka status gizi anak akan cenderung semakin gemuk. Sementara itu terdapat hubungan yang signifikan positif (p<0.05) antara lama pemberian susu formula dengan status gizi anak indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Semakin lama waktu pemberian susu formula, maka status gizi anak akan cenderung semakin gemuk. Hasil uji regresi linear ganda menunjukkan bahwa variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap penentuan usia pemberian susu formula adalah praktik pelayanan kesehatan. Sementara itu variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap penentuan lama pemberian susu formula adalah status bekerja ibu.
Saran Bagi masyarakat penting untuk jeli dalam memilih sumber informasi dan tidak termakan iklan promosi perusahaan susu formula yang dilansir dapat menggantikan ASI, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa menandingi manfaat ASI secara keseluruhan. Ahli gizi juga berperan dalam hal ini untuk mengadakan konsultasi dan memberikan info seputar pentingnya ASI eksklusif kepada pasangan suami istri yang akan melahirkan. Pengetahuan gizi ibu juga diharapkan dapat diaplikasikan kepada kehidupan sehari-hari sehingga kebutuhan pangan dan gizi anak terpenuhi secara cukup, tidak berlebih sehingga menyebabkan kegemukan. Pihak klinik bersalin/rumah sakit seharusnya sejalan dengan peraturan pemerintah untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir, karena bayi dapat bertahan 1-2 hari tanpa ASI. Pemerintah juga diharapkan dapat membuat suatu kebijakan pada ibu yang sedang menyusui eksklusif seperti waktu istirahat/cuti di rumah agar dapat fokus melakukan program ASI eksklusif.
28
Penelitian ini masih terbatas pada satu sekolah saja yang memiliki status sosial ekonomi relatif sama. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas cakupan wilayahnya sehingga data yang didapat pun beragam.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S, Susirah S, Moesijanti S. 2002. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka. Ariana DN, Sayono, Kusumawati E. 2012. Faktor risiko kejadian persalinan prematur (studi di bidan praktek mandiri wilayah kerja Puskesmas Geyer dan Puskesmas Toroh 2011). Jurnal kebidanan. Vol 1(1) 2012. Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Boehm G, Lidestri M, Casetta P, Jelinek J, Negretti F, Stahl B, Marini A. 2002. Supplementation of a bovine milk formula with an oligosaccharide mixture increases counts of faecal bifidobacteria in preterm infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal 86(3):F178-81 Campbell K. 2002. Family Food environments of children : does sosioeconomics status make a difference. Asia Pasific Journal Clinical Nutrition. 11(3):553561. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Pelayanan Kesehatan Neonatal. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fitrisia DW. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian merk susu formula pada bayi umur 0-12 bulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ghazali S. 1998. Menyusukan Bayi: Mengatasi Halangan Mental dan Sosial. Kuala Lumpur (MY): Utusan Publications. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono, penerjemah; Widyastuti P, Hardiyanti EA, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition. Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford (GB): Oxford University Press. Giri MKW, Muliarta IW, Wahyuni NDPS. 2013. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita usia 6-24 bulan di kampung Kajanan, Buleleng. J Sain Teknol. 2(1):184-192. [Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012. _____________________________. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Khomsan A. 2000. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Fakultas Pertanian IPB.
29
Notoatmodjo S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Purwanti HS. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif-Buku Saku untuk Bidan. Jakarta (ID): EGC. Roesli U. 2005. Mengenal Asi Esklusif. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya. Sartika RAD. 2011. Faktor risiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia. J Makara Kesehatan. 15(1):37-43. Soekanto S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): PT Rajagrarindo Persada. Suhendar K. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 4-6 bulan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulistyoningsih H. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Hastono SP. 2006. Analisis Data. Depok (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Wardianti T, Puspitaningrum N. 2013. Penyajian susu formula terhadap kejadian diare pada bayi 0-24 bulan di RS. Surabaya Medical Service. Embrio Jurnal Kebidanan.3(8):31-38. Widajanti L. 2009. Survei Konsumsi Gizi. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
30
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel Indeks Status Gizi BB/U Usia pemberian susu formula
Lama pemberian susu formula
TB/U
BB/TB
r
-.152
-.028
-.445**
p
.376
.871
.006
N
36
36
36
R
.383*
.342*
.503**
p
.021
.041
.002
n
36
36
36
r = koefisien korelasi; p = signifikansi; n = jumlah contoh **Korelasi signifikan pada p<0.01 *Korelasi signifikan pada p<0.05
Lampiran 2 Hasil uji Regresi Linear Ganda 1. Regresi Linear Ganda Usia pemberian susu formula Model Summary
Model
R
R Square
.554a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.306
.217
7.870
a. Predictors: (Constant), Pekerjaan Ibu (Kat), Praktik Pelayanan Kesehatan, Pendapatan Keluarga, Kesehatan Ibu ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
848.048
4
212.012
Residual
1919.841
31
61.930
Total
2767.889
35
F 3.423
Sig. a
.020
a. Predictors: (Constant), Pekerjaan Ibu (Kat), Praktik Pelayanan Kesehatan, Pendapatan Keluarga, Kesehatan Ibu b. Dependent Variable: Usia Pemberian Sufor
31
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Coefficients
Std. Error
Beta
32.332
8.698
-9.108
3.824
Kesehatan Ibu
-2.033
Pendapatan Keluarga Pekerjaan Ibu (Kat)
Praktik
Pelayanan
Kesehatan
t
Sig.
3.717
.001
-.387
-2.382
.024
2.496
-.132
-.815
.422
-2.276
2.263
-.153
-1.006
.322
-4.008
2.632
-.228
-1.522
.138
F
Sig.
a. Dependent Variable: Usia Pemberian Sufor
2. Regresi Linear Ganda Lama pemberian susu formula Model Summary
Model
R
R Square
.550a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.303
.260
16.190
a. Predictors: (Constant), Kesehatan Ibu, Pekerjaan Ibu (Kat) b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
3755.460
2
1877.730
Residual
8649.512
33
262.106
12404.972
35
Total
.003a
7.164
a. Predictors: (Constant), Kesehatan Ibu, Pekerjaan Ibu (Kat) b. Dependent Variable: Lama Pemberian Sufor Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
14.215
6.828
Pekerjaan Ibu (Kat)
13.538
5.407
Kesehatan Ibu
13.117
4.748
a. Dependent Variable: Lama Pemberian Sufor
Coefficients Beta
t
Sig.
2.082
.045
.364
2.504
.017
.402
2.763
.009
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 Agustus 1993 dari pasangan Didi Hadiat dan Yayah Mardiati S.Si. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Bina Insani Bogor tahun 19981999 kemudian melanjutkan pendidikan di SD Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 5 Bogor, lulus tahun 2008. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMAN 3 Bogor dan lulus pada tahun 2010. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di Program S1 Mayor Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Koperasi Mahasiswa (KOPMA) sebagai anggota periode 2010-2013. Selain itu penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) LISES Gentra Kaheman sebagai staf badan pengurus Departemen Komunikasi Internal dan Eksternal periode 2011-2012. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB periode 2011, dan berbagai kepanitiaan lainnya. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kongsijaya, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat selama 2 bulan terhitung dari tanggal 1 Juli hingga 31 Agustus 2013 dan pada bulan Maret 2014 penulis mengikuti Internship Dietetic di RSUD Cibinong, Kabupaten Bogor. Selama menjalani masa kuliah, penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2011 dan beasiswa Supersemar tahun 2013.