FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH ESCHERICHIA COLI AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI KELURAHAN PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
DISUSUN OLEH: RIZKA NAJLA HUWAIDA NIM: 1110101000087
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PRORAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Rizka Najla Huwaida, NIM : 1110101000087 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH ESCHERICHIA COLI AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI KELURAHAN PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 xx + 98 halaman, 12 tabel, 3 bagan, 1 gambar, 8 lampiran ABSTRAK Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). Semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah harus mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang optimum dan mencegah terjadinya penurunan kuantitas serta kualitas air bersih. Bakteri Escherichia coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi feses atau indikasi adanya pencemaran tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia seperti diare. Tujuan penelitian ini diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada air bersih. Lokasi Penelitian di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan FebruariApril 2014. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan disain studi cross sectional. Jumlah sampel sebesar 70 responden dan teknik pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan wawancara, observasi, dan pengukuran MPN air bersih. Analisis uji statistik menggunakan Mann Whitney dengan derajat kemaknaan 5%. Hasil penelitian, 70 responden memiliki air tanah yang terindikasi adanya bakteri Escherichia coli. Faktor yang memiliki kemaknaan statistik terhadap jumlah Escherichia coli adalah kondisi fisik sumber air bersih (p value 0,000). Faktor lainnya yang tidak berhubungan secara statistik adalah kedalaman kedap air (p value 0,064), jarak antara jamban dengan sumber air bersih (p value 0,582), jarak antara septic tank dengan sumber air bersih (p value 0,204). Saran dari penelitian ini adalah masyarakat dapat melakukan perbaikan sarana air bersih dengan memperbaiki bibir dan lantai sumber air bersih agar kedap air dan merebus air bersih hingga mendidih dan dibiarkan mendidih 5-10 menit sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Puskesmas Paku Alam agar melakukan pengukuran bakteri Escherichia coli secara berkala dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kondisi fisik sumber air bersih yang baik. Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan memasukkan variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini. Kata kunci: air bersih, Escherichia coli, pencemaran, diare Daftar Bacaaan : 1961-2014 FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
ii
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Rizka Najla Huwaida, NIM : 1110101000087 FACTORS AFFECTING THE TOTAL ESCHERICHIA COLI CLEAN WATER IN PATIENTS OF DIARRHEA IN VILLAGES PAKUJAYA SUBDISTRICT OF NORTH SERPONG, CITY OF SOUTH TANGERANG 2014 xx + 98 pages, 12 tables, 3 diagrams, 1 picture, 8 attachments
Abstract “Clean” water is water used for daily activities, which the quality has satisfied the health requirement and are consumable quality after being cooked (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). All types of water, surface water nor groundwater must be protected as well as possible in order to obtain optimum benefits and prevent degradation in the quality and quantity of clean water. Escherichia coli belong to a group of bacteria that are used as indicators of faecal contamination or indicators of human fecal contamination and caused human health problem like diarrhea. The purpose of this research is to determine factors that influence the amount of Escherichia coli in water. This research was conducted in Pakujaya village, Subdistrict of North Serpong, City of South Tangerang on February until April 2014. A quantitative research approach was used and cross sectional design study, by collecting 70 samples and using saturated sampling. Data that has been used in this research is primary data, which used three different survey mediums Interviews, Observations and Measurement of MPN clean water. Moreover, The analysis of statistical test used Mann Whitney with a significant level 5%. The results from this research is 70 respondents has groundwater indicated the presence of Escherichia coli. Factor that has statistical significance on the number of Escherichia coli is the physical condition of water resources (p value 0,000). Another factor that statistically not associated with is water-resistant depth (p value 0,064), the distance between the toilet with clean water sources (p value 0,582), and the distance of septic tank with clean water sources (p value 0,204). Recommendations from this study are communities could do some water restoration by improving the lips and floor of clean water sources to water resistant and cook the water until boiling and let it boil 5 – 10 minutes before consume. Community Health Centre of Paku Alam required taking regular measurement of Escherichia coli and providing counselling to the community about the physical condition of a good source of clean water. Nevertheless, the next researcher needs to conduct research by including variables that is not examined in this study. Keywords: Clean water, Escherichia coli, contamination, diarrhea Reading list: 1961 - 2014
iii
iv
v
CURRICULUME VITAE IDENTITAS PERSONAL Nama
: Rizka Najla Huwaida
Alamt Asal
: Jl. Mutiara blok D No. 10 Komplek Sinar Kasih (DDN) Pondok Gede Bekasi
TTL
: Bandar Lampung, 23 Juli 1991
Agama
: Islam
Golongan Darah
:A
Alamat Email
:
[email protected] RIWAYAT PENDIDIKAN
1997-2003
: SD Islam As- Syafi’iyah 02
2003-2006
: SMP Islam As-Syafi’iyah 06
2006-2009
: SMA Negeri 5 Bekasi
2010-sekarang
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan PENGALAMAN PRAKTEK KERJA
2012-2013
2012
: Pengalaman Belajar Lapangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Paku Alam, Tangerang Selatan. : Orientasi Kerja di HSE PT. Yama Engineering Oil and Gas
2012
: Tim Survey AMDAL Pembangunan SUTT Garut, Jawa Barat
2013
: Orientasi Kerja di HSE PT. Mitra Adi Sesama Generator and Supplier
vi
Sebuah karya kecil yang kupersembahkan untuk ibu dan ayah tercinta yang telah memberikan limpahan kasih sayangnya sejak kecil sampai kini, doa dan dukungan yang tak pernah henti Karya kecil ini tidak akan sebanding dengan kasih sayang dan cinta yang ibu dan ayah berikan, terimakasih ibu dan ayah telah melahirkanku ke dunia ini dengan penuh cinta
vii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang akan ilmu dan pengetahuan. Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Escherichia Coli Air Bersih Pada Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Allah SWT, atas berkah, rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Untuk kedua orang tua, Ibu dan Ayah tercinta, yaitu Dra. Hj. Nani Iryani dan Drs. H. Bahrullaji, MM, abang dan adikku, yaitu Reza Bani Sadr, S.Psi dan Raihana Amalia Novriza yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, dan memberikan dukungan moril serta material sehingga memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama untuk ibu yang tiada hentinya mendoakan penulis.
3.
Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
5.
Bapak Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing pertama atas nasihat, motivasi, ilmu, saran, dukungan, kesempatan, pengalaman, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan,saran, araha, motivasi, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7.
Ibu Yuli Amran,MKM, Ibu Minsarnawati, M.Kes, dan bapak Anton Wibawa, MKM selaku penguji sidang skripsi yang telah banyak mengarahkan untuk materi dan informasi pada skripsi ini.
8.
Dosen-dosen Kesehatan Lingkungan dan staff pengajar kesehatan lingkungan dan jurusan kesehatan masyarakat yang telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.
9.
Pihak Puskesmas Paku Alam dan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang mengizinkan pelakasanaan penelitian ini.
10. Ibu Yeni, Ibu Sudarmi, Pak Sugito, dan seluruh masyarakat Kelurahan Pakujaya yang telah memberikan bantuan kepada penulis ketika turun lapangan dan bersedia menjadi responden. 11. Kusumo
Hardiyanto
yang
telah
mendoakan,
memberikan
dukungan,
memberikan semangat, dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Terimakasih
atas
kebersamaan
dan
semangatnya
dalam
menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat penulis, yaitu Nadia Amalia yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Anis Risenti yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan kepada penulis. 14. Sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan, yaitu Bayti, Tuti, Fika, Nina, Wiwid, Sabila, Nita, Wulan, dan Nurjanah, Risma, Kak Ica, Fitri dan Indah. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
15. Teman-teman kesehatan lingkungan 2010 atas kebersamaannya selama ini, yaitu Tuti, Misyka, Nida, Fitri, Anis, Dilla, Yuni, Alya, Elfira, Reka, Ifah, Ilham, Fuad, Angger, Akbar, dan Febri. 16. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat pebulis sebutkan satu per satu secara keseluruhan. Semoga bantuan, petunjuk, bimbingan dan pengarahan yang diberikan dari berbagai pihak kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima Kasih. Jakarta,
Juli 2014
Rizka Najla Huwaida
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................
i
ABSTRAK……………………………………………………………
ii
ABSTRACT…………………………………………………………..
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN……………………...................... iv PERNYATAAN PENGESAHAN…………………………………...
v
CURRICULUM VITAE…………………………………………….. vi KATA PENGANTAR……………………………………………….. viii DAFTAR ISI ………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL ...............................................................................
xv
DAFTAR BAGAN …………………………………………………... xvii DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xviii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………
xix
DAFTAR ISTILAH………………………………………………….
xx
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………..
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………
6
1.3 Pertanyaan Penelitian ……………………………………
7
1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………...
8
1.4.1
Tujuan Umum ….………………………………
8
1.4.2
Tujuan Khusus …………………………………
8
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………….
9
1.5.1
Bagi Peneliti ……………………………………
9
1.5.2
Bagi Masyarakat ………………………………
9
1.5.3
Bagi Puskesmas Paku Alam ……………………
9
1.5.4
Bagi Peneliti Lain ………………………………
9
1.6 Ruang Lingkup …………………………………………..
10
xi
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Bersih …………………………………………………
11
2.1.1
Pengertian Air Bersih ……………………………..
11
2.1.2
Peranan Air Bersih ………………………………..
12
2.1.3
Sumber – Sumber Air Bersih ……………………..
13
2.1.4
Sarana Penyediaan Air Bersih ……………………
17
2.1.5
Cara Menjaga Kebersihan Sumber Air Bersih ……
2.1.6
Hal-hal
yang
Harus
diperhatikan
dalam
18
Penyediaan Air Bersih ............................................
19
2.1.7
Standar Kualitas Air Bersih ………………………
20
2.1.8
Kualitas Bakteriologis Air ………………………..
22
2.1.9
Sumber Pencemaran Sumber Air Bersih …………
2.1.10 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran
23
Sumber Air Bersih ………………………………..
34
2.1.11 Hubungan Air dan Kesehatan …………………….
36
2.2 Diare ……………………………………………………...
36
2.2.1 Definisi Diare ……………………………………..
36
2.2.2 Klasifikasi Diare ………………………………….
37
2.2.3 Etiologi Diare ……………………………………..
38
2.2.4 Patofisiologi Diare ………………………………...
40
2.2.5 Epidemiologi Diare ………………………………..
41
2.2.6 Cara Penularan Diare ……………………………...
43
2.2.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Diare ……….
50
2.2.8 Pencegahan dan Penanggulangan Diare …………...
51
2.3 Kerangka Teori ………………………………………….. BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep ………………………………………...
53
3.2 Definisi Operasional ……………………………………..
55
3.3 Hipotesis. …………………………………………………
57
xii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
58
4.1 Jenis Penelitian …………………………………………...
58
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….
58
4.2.1 Lokasi Penelitian ………………………………….
58
4.2.2 Waktu Penelitian …………………………………..
58
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………
58
4.3.1 Populasi Penelitian ………………………………..
59
4.3.2 Sampel Penelitian …………………………………
59
4.4 Metode Pengumpulan Data ………………………………
60
4.4.1 Teknik Pengambilan Air Bersih …………………..
60
4.4.2 Uji MPN (Most Probable Number) ……………….
69
4.5 Instrumen Penelitian ……………………………………..
70
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data …………………..
70
4.6.1 Rencana Pengolahan Data ………………………...
71
4.6.2 Analisis Data ……………………………………… BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian……………………
73
5.2 Responden Penelitian…………………………………….
74
5.3 Analisis Univariat………………………………………...
75
5.3.1 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih…………………………………………..
75
5.3.2 Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………………………………….
76
5.3.3 Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air…………………………………………..
77
5.3.4 Gambaran antara Jarak Jamban dengan Sumber Air Bersih……………………………………………….
78
5.3.5 Gambaran antara Jarak Septic Tank dengan Sumber Air Bersih…………………………………………...
78
5.3.6 Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih………
79
5.4 Analisis Bivariat……………………………………
xiii
80
5.4.1 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli ……............................................................................
80
5.4.2 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli……………………………………
81
5.4.3 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli……………………………………
82
5.4.4 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Escherichia Coli…………
82
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………...
84
6.2 Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih……….
85
6.3 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………......................................................................
87
6.4 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih…………………………………
89
6.5 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih…………………………….
90
6.6 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………
93
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan…………………………………………………..
96
7.2 Saran………………………………………………………
97
1. Bagi Masyarakat………………………………………...
97
2. Bagi Puskesmas Paku Alam……………………………
97
3. Bagi Peneliti Selanjutnya………………………………
98
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
Tabel 2.1
Perkiraan Rata–Rata Porositas Berbagai Bahan
29
Tabel 3.1
Definisi Operasional
55
Tabel 5.1
Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari- Februari Tahun 2014
Tabel 5.2
75
Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada 70 Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari- Februari Tahun 2014
Tabel 5.3
76
Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih Kedap Air Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan JanuariFebruari Tahun 2014
Tabel 5.4
77
Gambaran Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan JanuariFebruari Tahun 2014
Tabel 5.5
78
Gambaran Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.6
79
Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.7
80
Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.8
81
Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.9
Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia
xv
81
Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Tabel 5.10
82
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
xvi
83
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Bagan 2.1
Halaman Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Pejamu yang Baru
41
Bagan 2.2
Kerangka Teori
52
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
54
xvii
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Gambar 5.1
Halaman Sebaran Responden Penelitian
xviii
74
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Lampiran 1
Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Lembar Observasi
Lampiran 5
Lembar Hasil Pengukuran
Lampiran 6
Lembar Hasil Uji Laboratorium
Lampiran 7
Output Analisis Data
Lampiran 8
Foto
xix
DAFTAR ISTILAH
Enteroksin
Lapisan Akifer Malabsorpsi Infeksi Inflamasi
Bakteri Oportunis Infeksi Primer
Bahan atau zat racun yang dihasilkan oleh jasad renik (basil atau bakteri) dapat menimbulkan gangguan pada usus dengan menunjukkan gejala, seperti keracunan makanan. Lapisan batuan dibawah permukaan tanah yang mengandung air dan dapat dirembesi air. Kegagalan usus halus untuk menyerap jenis makanan tertentu. Invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Suatu respon tubuh yang terjadi pada jaringan hidup terhadap rangsangan dari luar baik secara fisika, kimia dan biologi (organisme hidup dan reaksi antigen antibodi). Bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah Infeksi yang sejak awal memang diakibatkan oleh keterlibatan mikroorganisme
xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990). Sumber daya air bersih sangat berperan dalam kelangsungan hidup manusia. Penggunaan air bersih sangat penting untuk konsumsi atau air minum, berkumur, kebutuhan rumah tangga, memasak, dan untuk mencuci alat-alat dapur (Booekoesoe, 2010). Menurut WHO dalam Depkes (2006), volume kebutuhan air bersih di Indonesia pada daerah perkotaan sebesar 200-400 liter/orang/hari dan pada daerah pedesaan hanya 60 liter/orang/hari. Berdasarkan Riskesdas 2010, penggunaan sarana air bersih yang paling banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah sumur gali terlindung sebesar 27,9% dan sumur bor atau pompa sebesar 22,2%. Sedangkan, untuk keperluan air minum yang paling banyak digunakan adalah sumur gali terlindung sebesar 24,7% dan sumur bor atau pompa sebesar 14%. Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah Banten yang paling banyak menggunakan sumber air bersih sebesar 100% dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu Kota Tangerang sebesar 99,2%. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012, Kecamatan Serpong Utara merupakan
1
2
kecamatan di Kota Tangerang Selatan yang paling banyak menggunakan sarana sumber air bersih dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu sebesar 81,25% yang terdiri dari ledeng sebesar 9,25%, sumber pompa tangan sebesar 70%, dan sumur gali lindung sebesar 2%. Sedangkan kecamatan dengan urutan kedua yang menggunakan sarana air bersih adalah Kecamatan Pondok Aren sebesar 78,6% yang terdiri ledeng sebesar 6,6%, sumur pompa tangan sebesar 67%, dan sumur gali lindung sebesar 5%. Puskesmas Paku Alam merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kecamatan Serpong Utara. Puskesmas Paku Alam yang paling banyak menggunakan sarana sumber air bersih, yaitu sebesar 90,4% (terdiri dari ledeng sebesar 16,4%, sumur pompa tangan sebesar 72%, dan sumur gali lindung sebesar 2%) dibandingkan dengan Puskesmas Pondok Jagung, yaitu sebesar 70,1% (terdiri dari ledeng 2,1% dan sumur pompa tangan sebesar 68%). Wilayah kerja Puskesmas Paku Alam terdiri dari 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Paku Alam, Kelurahan Pakujaya, dan Kelurahan Pakulonan. Hasil laporan kesehatan lingkungan Puskesmas Paku Alam tahun 2012, masyarakat Kelurahan Pakujaya dibandingkan dengan kelurahan lainnya paling banyak yang menggunakan air pompa sebagai air minum, yaitu sebesar 24,8%, di Kelurahan Paku Alam sebesar 24,9%, dan Kelurahan Pakulonan sebesar 24,3%. Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, 100% menggunakan air tanah untuk minum dan memasak. Semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah harus mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang
3
optimum dan mencegah terjadinya penurunan kuantitas serta kualitas air bersih. Kualitas air bersih dijelaskan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan dalam estetika, misalnya bau yang tidak sedap (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). Syarat kesehatan yang harus dipenuhi adalah syarat fisik, kimia, bakteriologis, dan radioaktif (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). Sumber air bersih yang tercemar oleh bakteri pembawa penyakit akan mengakibatkan timbulnya penyakit diare. Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dari sepuluh penyakit penyebab kematian di dunia (WHO, 2011). Penyakit diare termasuk sepuluh penyakit terbesar yang terjadi di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 dengan jumlah kasus 11.119, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 18.581, yang berarti mengalami kenaikan kasus diare. Penyakit diare di Puskesmas Paku Alam merupakan penyakit terbesar kedua yang disebabkan oleh lingkungan dan penyakit yang selalu ada setiap bulannya, sedangkan yang pertama adalah ISPA. Berdasarkan data penyakit di wilayah kerja Puskesmas Paku Alam (Kelurahan Paku Alam, Pakujaya, dan Pakulonan), terdapat 478 kasus yang menderita diare pada tahun 2012 yang terdiri dari Kelurahan Paku Alam sebesar 333 kasus, Kelurahan Pakulonan sebesar 55 kasus, Kelurahan Pakujaya sebesar 80 kasus, dan wilayah lainnya sebesar 10
4
kasus. Sedangkan pada tahun 2013 terdapat 432 kasus, yang terdiri dari Kelurahan Paku Alam sebesar 210 kasus, Kelurahan Pakulonan sebesar 76 kasus, Kelurahan Pakujaya sebesar 137 kasus, dan wilayah lainnya sebesar 9 kasus. Berdasarkan data penyakit diare tersebut, Kelurahan Paku Alam mengalami penurunan kasus diare dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, sedangkan di Kelurahan Pakulonan dan Kelurahan Pakujaya mengalami kenaikan kasus diare. Kelurahan Pakujaya mengalami peningkatan kasus diare yang paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Pakulonan. Kejadian diare dapat dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi persyaratan karena sumur atau bak penampungan air berdekatan dengan kamar mandi dan jamban (Primadani, 2012) yang mengakibatkan air tercemar bakteri dari tinja (Sander, 2005). Bakteri yang terdapat dalam tinja adalah bakteri Escherichia coli. Menurut Primadani, Winda, dkk (2012), terdapat hubungan yang signifikan antara identifikasi bakteri Escherichia coli pada air bersih dengan kejadian diare diduga akibat infeksi. Sumber air bersih yang mengandung bakteri Escherichia coli mengindikasikan bahwa air bersih tersebut telah tercemar oleh tinja manusia dan mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan peruntukkannya sebagai air bersih (Radjak, 2013). Pencemaran bakteri pada sumber air bersih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997), kedalaman sumber air bersih yang kedap air (Sumantri, 2010), jarak sumur gali dengan sumber pencemar kurang dari 10 meter (Prajawati, 2008), tinggi bibir sumur gali (Prajawati, 2008), dan keadaan lantai sekitar sumur gali (Prajawati,
5
2008). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Boekoesoe L (2010), sebagian besar lokasi sumur yang ada di Desa Sosial Kota Gorontalo terbukti tercemar oleh bakteri karena sumur tersebut berdekatan dengan pembuangan tinja atau WC. Sedangkan, hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat 100% sumber air bersih yang berdekatan dengan kamar mandi, 80% jarak antara septic tank dengan sumber air bersih kurang dari 10 meter, 80% kondisi fisik sumber air bersih tidak baik, dan 20% kedalaman sumber air bersih yang tidak kedap air. Bakteri Escherichia coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi feses atau indikasi adanya pencemaran tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia seperti diare. Bakteri Escherichia coli merupakan kelompok bakteri Coliform, jika semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri Coliform maka semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri patogen lainnya yang biasa hidup atau terdapat dalam kotoran manusia yang dapat menyebabkan diare (Suprihatin, 2004). Sebagian besar kuman infeksius yang menyebabkan diare ditularkan melalui jalur fecal-oral atau dapat ditularkan dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh tinja ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Wilayah kerja Puskesmas Paku Alam terdiri dari Kelurahan Pakujaya, Paku Alam, dan Pakulonan. Kelurahan Pakujaya merupakan kelurahan yang paling padat pemukimannya dan paling banyak penduduknya dibandingkan dengan kelurahan Paku Alam dan Pakulonan. Selain itu, masyarakat Pakujaya
6
banyak yang menggunakan air tanah sebagai air minum, masak, mencuci sayuran, mencuci buah, mencuci perlengkapan masak, dan mencuci tangan. Sedangkan, hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat jarak antara septic tank dan jamban dengan sumber air bersih yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Depkes RI 2009, kondisi fisik sumber air bersih yang belum memenuhi persyaratan kesehatan, dan kedalaman sumber air bersih yang tidak kedap air. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. 1.2
Rumusan Masalah Penyakit diare di Puskesmas Paku Alam merupakan penyakit terbesar kedua yang disebabkan oleh lingkungan dan penyakit yang selalu terjadi setiap bulannya. Salah satu penyebab diare adalah penggunaan air bersih yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli akan menghasilkan enteroksin pada saluran usus sehingga menyebabkan diare. Sebagian besar kuman infeksius yang menyebabkan diare ditularkan melalui jalur fecal-oral atau dapat ditularkan dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh tinja ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran bakteri Escherichia coli diantaranya adalah kedalaman sumber air bersih yang kedap air kurang dari 3 meter , jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih yang kurang dari 10 meter, dan
7
kondisi fisik sumber air bersih. Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Depkes RI 2009, 80% kondisi fisik sumber air bersih tidak baik, dan 20% kedalaman sumber air bersih yang kedap air kurang dari 3 meter. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.3.1
Apakah jumlah bakteri Coliform air bersih memenuhi Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990?
1.3.2
Berapakah jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.3.3
Apakah kedalaman 3 meter sumber air bersih kedap air?
1.3.4
Apakah jarak antara jamban dengan sumber air bersih sesuai ketentuan Depkes RI 2009?
1.3.5
Apakah jarak antara septic tank dengan sumber air bersih sesuai ketentuan Depkes RI 2009?
1.3.6
Apakah kondisi fisik sumber air bersih sesuai dengan ketentuan Depkes RI 1995?
1.3.7
Apakah ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.3.8
Apakah ada pengaruh jarak jamban terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
8
1.3.9
Apakah ada pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.3.10 Apakah ada pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. 1.4.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih. 2. Mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. 3. Megetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air. 4. Mengetahui jarak jamban dengan sumber air bersih. 5. Mengetahui jarak septic tank dengan sumber air bersih. 6. Mengetahui kondisi fisik sumber air bersih. 7. Mengetahui pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. 8. Mengetahui pengaruh jarak jamban terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. 9. Mengetahui pengaruh
jarak septic tank
Escherichia coli pada sumber air bersih.
terhadap jumlah bakteri
9
10. Mengetahui pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan teori kesehatan lingkungan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
1.5.2
Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembuatan fasilitas sumber air bersih.
1.5.3
Bagi Puskesmas Paku Alam Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih agar dapat menjadi masukan dalam perencanaan pembuatan sumber air bersih.
1.5.4
Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat menambah data untuk memperkuat informasi pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini hanya ingin mengetahui pencemaran yang disebabkan oleh tinja manusia. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumber air bersih dengan indikator Escherichia coli pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara pada tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari -April 2014. Sasaran penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Pakujaya, didiagnosis diare pada tahun 2014, bersedia menjadi responden, terdapat jamban, terdapat septic tank, terdapat sumber air bersih dirumahnya, dan menggunakan air bersih untuk keperluan makan dan minum Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional. Dalam pengumpulan data primer, peneliti mengambil sampel air bersih yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, dilakukan uji MPN (Most Probable Number) agar mengetahui jumlah bakteri Coliform dan bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. Peneliti juga mengukur jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih menggunakan alat ukur berupa meteran. Untuk mengetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air menggunakan kuesioner dengan metode wawancara, sedangkan untuk mengetahui kondisi fisik sumber air bersih dengan cara observasi menggunakan lembar observasi atau lembar checklist.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Bersih 2.1.1
Pengertian Air Bersih Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan serta dapat diminum apabila telah dimasak. Kelayakan ini juga terkandung kelayakan untuk dijadikan air untuk mandi, cuci, dan kakus. Air yang layak untuk diminum perlu dimasak atau direbus dahulu.
2.1.2
Peranan Air Bersih Menurut Raharjo, A.S (2004), air merupakan salah-satu kebutuhan pokok semua mahluk hidup termasuk manusia dan besar pengaruhnya terhadap kehidupan makhluk hidup. Peran air dapat dibagi menjadi dua, yaitu 1.
Peranan Air dalam Kehidupan Air merupakan sumber daya alam yang perlu dijaga kualitas dan kuantitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan karena air mengusai hajat hidup orang banyak. Air dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan yang sangat penting karena digunakan untuk keperluan air minum, mandi, mencuci, memasak, meliputi sektor pertanian, industri, dan
11
12
perdagangan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga keberadaan air dengan baik. 2.
Peranan Air terhadap Penularan Penyakit Air memiliki peranan yang sangat besar dalam penularan beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air terhadap penularan penyakit disebabkan karena keadaan air itu sendiri yang
memungkinkan
dan
sangat
cocok
sebagai
tempat
berkembang biak mikroba dan sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikroba berpindah kepada manusia. 2.1.3
Sumber-Sumber Air Bersih Sumber-sumber air bersih yang dimanfaatkan manusia pada dasarnya digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu 1.
Air Hujan Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air murni yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda di udara, seperti gas O2, CO2, N2, jasad renik, dan debu (Sumantri, 2010).
2.
Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada daerah akifer (Effendi, 2003). Air tanah berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi dua, yaitu
13
a.
Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman ±15 meter, ditinjau dari segi kualitasnya air tanah dangkal dikategorikan agak baik dan dari segi kuantitas kurang baik, tergantung pada musim.
b.
Air Tanah Dalam Pengambilan air tanah dalam harus menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sampai kedalaman 100300 m. Jika tekanan air tanah besar, maka air dapat menyembur keluar, sumur ini disebut sumur artesis (Sutrisno, 1987)
3. Air Permukaan Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, misalnya air sungai, air rawa, dan danau (Slamet, 2002). 2.1.4
Sarana Penyediaan Air Bersih Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan, peralatan, dan
perlengkapan
yang
menghasilkan,
menyediakan,
dan
mendistribusikan air bersih kepada masyarakat untuk kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sarana penyediaan air bersih, yaitu
14
1.
Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran (septic tank, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan air limbah) minimal 10 meter (Depkes RI, 2009).
2.
Sumur sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air (Sumantri, 2010).
3.
Penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis atau terminal air perpipaan/kran atau sumur gali terjaga dan terpelihara kebersihannya (Depkes RI, 1995). Terdapat berbagai jenis sarana penyediaan air bersih yang
digunakan masyarakat untuk menampung atau mendapatkan air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Adapun sarana penyediaan air besih dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: 1.
Sumur Gali Sumur gali adalah jenis sarana air bersih dengan cara tanah digali sampai mendapatkan lapisan air dengan kedalaman tertentu. Sumur gali terdiri dari bibir sumur, dinding sumur, lantai sumur, saluran air limbah, dan dilengkapi dengan kerekan timba dengan gulungan atau pompa. Menurut Depkes RI, (1995) Dalam pembuatan sumur gali perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu a.
Jarak antara sumur gali dengan tempat pembuangan sampah, roil/parit, dan tempat penampungan tinja harus lebih dari 10 meter.
15
b. Dinding sumur dibuat kedap air dengan kedalaman minimal 3 meter dari permukaan tanah. c. Diatas permukaan tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 80 cm. Sebaiknnya diberi penutup agar air hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk ke dalam sumur. d. Lantai sumur dibuat kedap air dengan lebar minimal 1 meter dari tepi bibir atau dinding sumur dengan ketebalan 10-20 cm. e. Saluran air limbah ± 10 meter dari sumur gali dan sumur resapan air buangan yang dibuat dari bahan kedap air dan licin. f. Tali dan timba tidak terletak di lantai. 2.
Penampungan Air Hujan Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih.
3.
Sumur Pompa Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan
untuk
menaikkan
air
dari
sumur
dengan
menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan maupun pompa listrik. Ada beberapa jenis sumur pompa tangan, yaitu
16
a. Sumur pompa tangan dangkal, yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang digunakan dengan kedalaman air ± 7 meter. b. Sumur pompa tangan dalam, yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang digunakan untuk menghisap air dengan kedalaman mencapai lebih dari 15 meter. Sedangkan, sumur pompa listrik pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerjanya sama dengan sumur pompa tangan, akan tetapi perbedaannya adalah menggunakan tenaga listrik. Jenis-jenis sumur pompa listrik seperti Jet Pump untuk kedalamannya sampai 30 meter, dan pompa selain pompa selam (submersible pump) kedalamannya lebih dari 30 meter (Depkes RI, 1984). 4. Ledeng atau Perpipaan (PDAM) Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen melalui saluran air. Air ledeng atau perpipaan (PDAM) merupakan air yang berasal dari perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran. 5. Perlindungan Mata Air Perlindungan mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah dalam, biasanya bebas dari cemaran
17
mikroorganisme. Bila air tersebut dimanfaatkan yang harus diperhatikan adalah perlindungan mata air tersebut, perpipaan yang membawa air ke konsumen atau jaringan distribusinya, dan terminal akhir dari jaringan distribusinya. Menurut Bumulo, S (2012), sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat ada hubungannya dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Piloloda Kecamatan Kota barat Kota Gorontalo. 2.1.5
Cara Menjaga Kebersihan Sumber Air Bersih Menurut Depkes RI (2009), sumber air bersih harus dijaga kebersihannya agar tidak terhindar dari penyakit seperti diare, kolera, disentri, dan thypus. Adapun cara menjaga kebersihan sumber air bersih, yaitu 1. Jarak letak sumber air dengan jamban paling sedikit 10 meter (Boekoesoe, 2010). 2. Jarak letak sumber air bersih dengan septic tank paling sedikit 10 meter (Prajawati, 2008). 3. Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar. 4. Sumur gali, sumur pompa, kran, dan mata air harus dijaga bangunannya agar tidak
rusak seperti lantai sumur tidak
kedap air dan tidak retak, bibir sumur harus diplester, dan sumur sebaiknya diberi tutup.
18
5. Kebersihan sumber air bersih harus dijaga, seperti tidak ada genangan
air di sekitar sumber air, dilengkapi dengan
saluran pembuangan air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada lantai atau dinding sumur, dan ember atau gayung pengambil air harus tetap bersih.
2.1.6
Hal- Hal yang Harus diperhatikan dalam Penyediaan Air Bersih Menurut Depkes RI (2000), hal-hal
yang perlu
diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah : 1. Mengambil air dari sumber air yang bersih. 2. Mengambil serta menyimpan air dalam tempat yang bersih, tertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil air. 3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran lainnya. Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter. 4. Merebus air bersih jika ingin digunakan sebagai air minum. 5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air bersih yang cukup.
19
2.1.7
Standar Kualitas Air Bersih Standar kualitas air bersih adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air bersih tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). Persyaratan kualitas air bersih meliputi syarat fisik, kimia, dan bakteriologis adalah sebagai berikut: 1. Syarat Fisik Air yang kualitasnya baik harus memenuhi syarat fisik, yaitu tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. 2. Syarat Kimia Air yang tidak mengandung bahan atau zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan, seperti zat-zat beracun dan tidak mengandung mineral-mineral serta zat organik lebih tinggi dari jumlah yang telah ditentukan oleh pemerintah. 3. Syarat Bakteriologis Air tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri Coliform. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih 100 ml air, menurut Peraturan Menteri
20
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 adalah sebagai berikut: a. Untuk air bersih bukan air perpipaan, total Coliform maksimal 50 MPN atau APM per 100 ml air. b. Untuk air bersih air perpipaan, total Coliform maksimal 10 MPN atau APM per 100 ml air. Kualitas air secara bakteriologis yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat terdapatnya bakteri Escherichia coli di dalam air bersih dan menunjukkan adanya pencemaran yang disebabkan oleh tinja manusia (Pudjarwoto, 1993). 4.
Syarat Radioaktif Tidak mengandung unsur radioaktif melebihi ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
2.1.8
Kualitas Bakteriologi Air Pengukuran kualitas air bersih secara bakteriologis dilakukan dengan melihat keberadaan organisme golongan coli (Coliform) sebagai indikator karena mudah dideteksi dalam air, lebih tahan hidup di air sehingga dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri (Marsono, 2009) dapat tumbuh baik pada suhu antara 8°C46°C, dengan suhu optimum dibawah temperature 37°C, dan banyak terdapat dalam tinja (Gani, 2003).
21
Walaupun hasil pemeriksaan bakteri Coli tidak dapat secara langsung menunjukkan adanya bakteri patogen, tetapi adanya bakteri Coli dalam air dapat digunakan sebagai indikator adanya jasad patogen (Marsono, 2009). Salah satu bakteri golongan Coliform adalah bakteri Escherichia coli. Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus dan juga bisa menimbulkan infeksi lain di luar usus (Staff Pengajar Kedokteran UI,1993). Jumlah bakteri Escherichia coli dipakai sebagai patokan utama menentukan apakah air bersih memenuhi syarat atau tidak karena bakteri ini ditemukan pada kotoran manusia serta relatif sukar
dimatikan
dengan
pemanasan
air
(Ginting,
2008).
Escherichia coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz et al., 1995). Bakteri ini hidup pada tinja dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare (Primadani, 2012). Penelitian Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2006 memperlihatkan bahwa 63,07% air tanah di Kota Bandung tidak memenuhi
syarat
bakteriologis
yang
dibuktikan
dengan
22
ditemukannya bakteri Escherichia coli dalam sampel air bersih (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2006). Sumber air bersih yang mengandung bakteri Escherichia coli menandakan bahwa air sudah tercemar oleh tinja manusia, saat ini 70% air tanah perkotaan tercemar oleh tinja manusia (Junaedi, 2008). Sumber air bersih yang tercemar oleh tinja dan mengandung bakteri Escherichia coli dapat mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan standar peruntukkannya (Radjak, 2013). 2.1.9
Sumber Pencemaran Sumber Air Bersih Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (PP No.20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air). Sumber pencemaran dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu 1.
Limbah Industri Limbah industri dapat mengandung bahan organik maupun anorganik. Bahan pencemar yang berasal dari limbah industri dapat meresap ke dalam air tanah yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, dan berkumur.
23
2.
Limbah Pertanian Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran air. Sisa pestisida di perairan dapat meresap ke dalam tanah, sehingga mencemari air tanah.
3.
Limbah Pemukiman Permukiman menghasilkan limbah, misalnya sampah dan air buangan. Air buangan dari permukiman biasanya mempunyai komposisi yang terdiri dari eskreta (tinja dan urin), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik. Limbah pemukiman dapat mencemaran air permukaan, air tanah, dan lingkungan hidup (Aliya, 2006). Sumber
pencemaran
yang
dapat
mempengaruhi
kualitas bakteriologis sumber air bersih adalah jarak jamban dan septic tank yang kurang dari 10 meter (Depkes RI, 2009 ). 2.1.10
Faktor-Fakor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumber Air Bersih Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumber air bersih, yaitu 1. Jenis Sumber Pencemar Karakteristik limbah ditentukan oleh jenis sumber pencemar. Karakteristik limbah rumah tangga berbeda dengan karakteristik limbah jamban atau septic tank ataupun
24
peternakan. Limbah jamban atau septic tank dan peternakan banyak mengandung bahan organik yang merupakan habitat bagi tumbuhnya mikroorganisme. Perbedaan karakteristik limbah mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali (Kusnoputranto, 1997). 2. Jumlah Sumber Pencemar Semakin banyak sumber pencemar yang berada dalam jarak maksimal 10 meter, semakin besar pengaruhnya terhadap penurunan kualitas bakteriologis air sumur gali. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya bakteri yang mampu meresap ke dalam sumur. Pembuatan sumur gali yang berjarak kurang dari 11 meter dari sumber pencemar, mempunyai resiko tercemarnya air sumur oleh perembesan air dari sumber pencemar (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Marsono (2009), dihasilkan p value sebesar 0,602 yang berarti tidak ada pengaruh
jumlah
sumber
pencemar
dengan
kualitas
bakteriologis sumber air bersih. 3.
Jarak Jamban Semakin jauh jarak jamban dengan sumber air bersih akan menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll) yang
25
akan menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono, 2009). Penelitian Boekosoe (2010), menyatakan ada pengaruh jarak jamban dengan jumlah bakteriologis sumber air bersih. Jarak letak sumber air bersih dengan jamban paling sedikit 10 meter karena kemungkinan dengan jarak 10 meter bakteri akan mati (Boekoesoe, 2010). 4. Jarak Septic tank Septic tank adalah bak untuk menampung air limbah yang dialirkan dari WC (Water Closet). Limbah dari septic tank sangat mempengaruhi pencemaran terhadap sumber air bersih apabila jarak septic tank dekat dengan sumur gali (Nazar, 2010). Bapedalda Kota Pekanbaru dalam Status Lingkungan Hidup tahun 2007, menyatakan penyebab terjadinya pencemaran air tanah oleh bakteri Coliform terutama bakteri Escherichia coli karena sebagian besar penduduk belum mempunyai tangki septic tank yang memadai, kedalamannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, dan letaknya berdekatan dengan sumber air bersih. Penelitian Sri Pujiati, Rahayu (2010), menyatakan bahwa ada hubungan antara septic tank dengan jumlah bakteriologis sumber air bersih.
26
5. Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air Kedalaman sumber air bersih yang kedap air merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas yang kedap air atau tidak dapat dilewati air pada suatu sumber air bersih.
Ketinggian
permukaan
air
tanah
antara
lain
dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan, penguapan, dan keadaan aliran terbuka (sungai). Kedalaman sumber air bersih yang kedap air akan berpengaruh pada penyebaran bakteri Coliform secara vertical (Kusnoputranto, 1997). Pencemaran tanah oleh bakteri secara vertikal dapat mencapai
kedalaman
3
meter
dari
permukaan
tanah
(Kusnoputranto, 1997). Diperkirakan sampai kedalaman 3 meter masih mengandung bakteri. Oleh karena itu, dinding dalam yang melapisi sumur sebaiknya dibuat kedap air sampai dengan 3 meter atau 5 meter (Sumantri, 2010). Dinding sumur kedap air berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring (Sarudji. D, 2010). Sumber air bersih yang kedalaman kedap airnya kurang
dari
3
m
dapat
memperbesar
kemungkinan
terkontaminasinya sumber air bersih (Hasnawi, 2012). Kualitas dinding sumber air bersih yang semakin kedap air
27
akan semakin baik kemampuannya untuk mencegah masuknya atau
merembesnya
air
dari
sumber
pencemar
yang
mengandung banyak bakteri sehingga bakteri akan tertahan dan akhirnya mati (Seta, 1983). 6. Arah dan Kecepatan Aliran Air Tanah Pencemaran air sumur gali oleh bakteri Coliform dipengaruhi arah aliran air tanah. Aliran air tanah memberikan pengaruh secara terus menerus terhadap lingkungan di dalam tanah. Pergerakan aliran air tanah melalui pori-pori tanah akan mempengaruhi penyebaran pencemar air tanah (Kodoatie, 2010). Pergerakan aliran air tanah yang mengandung bakteri Coliform mengarah ke sumur gali, menyebabkan air sumur gali tercemar oleh bakteri Coliform (Kusnoputranto, 1997). Aliran air mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih dan kecepatan aliran air yang lambat dapat mengurangi pencemaran. Di dalam siklus hidrologi maka air tanah secara alami mengalir oleh karena adanya perbedaan tekanan dan letak ketinggian lapisan tanah. Air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu apabila letak sumur gali berada di bagian bawah dari letak sumber pencemaran maka bahan pencemar bersama aliran air tanah akan mengalir untuk mencapai sumur gali (Asdak, 2007).
28
Aliran air yang mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih akan menyebabkan air yang tercemar tidak mengarah ke sumber air bersih (Chaeriatna, 2007) dan kecepatan aliran air yang lambat akan memperlambat aliran sehingga dapat mengurangi pencemaran (Chaeriatna, 2007). Aliran air dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bersifat mengalirkan air secara vertikal ke dalam tanah dan gaya kapiler yang bersifat mengalirkan air secara tegak lurus ke atas,
ke
bawah,
dan
ke
arah
horizontal
sehingga
mempengaruhi laju pencemaran bakteri 7. Porositas dan Permeabilitas Tanah Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri Coliform, air merupakan alat transportasi bakteri dalam tanah. Makin besar porositas dan permeabilitas
tanah,
makin
besar
kemampuan
untuk
melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak
mengikuti
aliran
tanah
semakin
banyak
(Kusnoputranto, 1997). Porositas tanah merupakan persentase jumlah bagian yang lowong (poros) dari volume material keseluruhan yang dapat dilalui air dibawah gaya beratnya. Tekstur
tanah
akan
mempengaruhi
penyebaran
pencemar masuk ke dalam air tanah karena tekstur dan struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah dan
29
permeabilitas tanah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi laju infiltrasi, kemampuan tanah dalam menampung air (kelembaban tanah), pertumbuhan tanaman, dan proses-proses biologis dan hidrologis lainnya (Hardjowigeno, 1987). Poripori
mempunyai
perbandingan
yang
beraneka
ragam
(Hardjowigeno, 1987). Semakin tinggi tingkat porositas tanah maka aliran tanah semakin cepat sehingga pencemarannya akan lebih cepat menyebar. Porositas tanah yang besar tidak selalu disertai dengan permeabilitas yang besar pula. Permeabilitas adalah kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan udara (Linsley, 1989). Tabel 2.1 Perkiraan Rata-Rata Porositas Berbagai Bahan Nama Bahan Porositas (%) Permeabilitas (m/hari) Lempung 45 0.0004 Pasar 35 41 Kerikil 25 4100 Kerikil dan pasir 0 410 Batu pasir 15 4.1 Batu kapur, serpih 5 0.041 Kwarsit, granit 1 0.0004 Sumber: Linsley, RK and Josep, A.F, 1989 8. Curah Hujan Air hujan mengalir di permukaan tanah dapat menyebarkan bakteri Coliform yang ada di permukaan tanah. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi
30
bergeraknya bakteri Coliform di dalam lapisan tanah. Semakin banyak air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah semakin besar kemungkinan terjadinya pencemaran. Pada musim hujan tingkat Escherichia Coli meningkat hingga 700 koloni per 100 ml sampel air dibandingkan dengan musim kemarau karena kemungkinan kontaminasi air sumur dengan limpahan septic tank. Air dapat melarutkan berbagai bahan kimia yang berbahaya dan merupakan media tempat hidup berbagai mikroba, maka tidak mengherankan bila banyak penyakit
menular
melalui
air
(Kusnoputranto,
1997).
Penelitian Ejechi et al di Negeria menyatakan ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05) tingkat kandungan Coliform antara musim kemarau dan musim hujan. Kandungan Coliform dalam air sumur lebih tinggi di musim hujan. 9. Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Kondisi fisik sumber air bersih adalah konstruksi bangunan dan sarana yang mendukung sanitasi sumber air bersih (Marsono, 2009). Kondisi sumber air bersih ada yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat, hal tersebut dapat dilihat dari lokasinya seperti jarak terhadap sumber pencemar dan konstruksinya (Prajawati, 2008). Pembangunan sumur harus mengikuti standar kesehatan, yaitu jarak terhadap sumber pencemar dengan konstruksinya (Prajawati, 2008),
31
cincin yang kedap air, lantai semen yang kedap air, dudukan pompa, dan pipa distribusi (Depkes RI, 1995). Sumber air bersih yang tidak bercincin atau cincin tidak kedap air mudah mengalami kontaminasi (Adekunle, 2009). Penelitian Radjak (2013), kondisi fisik sumber air bersih memiliki pengaruh terhadap keberadaan bakteri Escherichia coli. Nining (2007) menyatakan bahwa konstruksi sumber air bersih yang paling memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan bakteriologis air. Menurut Hasnawi (2012), pengaruh kontruksi sumber air bersih ditinjau dari lokasi (jarak antara sumur gali dengan sumber pencermar ≥ 10 m) terhadap kandungan bakteri Escherichia coli pada air sumber air bersih. Penelitian Prajawati (2008) menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologis air bersih berhubungan secara signifikan dengan parameter keadaan sumber air bersih, yaitu lokasi dan konstruksi. Kondisi fisik sumber air bersih yang tidak memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan bagian sumber air bersih yang tidak kedap air sehingga masuk ke dalam sumber air bersih serta menyebabkan pencemaran (Radjak, 2013). Bangunan fisik sumur yang tidak memenuhi
32
standar akan mempermudah bakteri meresap dan masuk ke dalam sumur (Kusnoputranto, 1997). Tingkat
risiko
pencemaran
sumber
air
bersih
ditentukan dari adanya kontaminasi zat pencemar ke dalam sumber air bersih. Sumber pencemar tersebut dapat berasal dari pencemaran air limbah, kotoran, sampah maupun pencemar 1ain, juga dilihat dari aspek konstruksi maupun lokasi sarana sumber air bersih (Prajawati, 2008). Semakin baik kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis air sumur semakin sedikit, sebaliknya jika semakin buruk kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis air sumur pun semakin banyak (Radjak, 2013). Konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat konstruksi dan jarak sumur dengan sumber pencemar tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran air yang akan mengakibatkan meningkatnya jumlah bakteri Escherichia coli pada air sumur gali (Hasnawi, 2012). Selain itu kondisi fisik atau konstruksi sumur yang tidak memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan lantai sumber air bersih yang tidak kedap air
33
dan masuk ke dalam sumber air bersih sehingga menyebabkan pencemaran (Radjak, 2013). Penelitian Marsono (2009), kondisi fisik sumber air bersih memiliki pengaruh terhadap jumlah mikroorganisme dalam sumber air bersih. Penelitian Ika Nining yang menyatakan bahwa konstruksi sumur gali memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan bakteriologis sumber air bersih. 10. Jumlah Pemakai Makin banyak jumlah pemakai sumur berarti semakin banyak air diambil dari sumur sehingga mempengaruhi merembesnya bakteri Coliform ke dalam sumur. Banyaknya jumlah pemakai sumur juga mempengaruhi kemungkinan terjadinya pencemaran sumur secara kontak langsung antara sumber pencemar dengan air sumur, misalnya melalui ember atau tali timba yang digunakan sehingga bakteri akan merembes ke dalam sumur mengikuti aliran air tanah yang berbentuk memusat ke arah sumur (Kusnoputranto, 1997). Frekuensi
pemakaian
air
yang
tinggi
akan
menyebabkan cepatnya aliran tanah dari arah horizontal masuk ke dalam sumber air tanah. Jadi pengambilan air tanah yang berlebihan menyebabkan infiltrasi tanah semakin cepat sehingga air tanah tercemar akan lebih cepat masuk ke dalam air tanah tersebut (Kodoatie, 2010). Radjak (2013), jumlah
34
pemakai sumber air bersih berpengaruh terhadap jumlah Escherichiha coli sumber air bersih dan semakin tinggi juga kemungkinan kontaminasi baik itu dari kontak langsung manusia. 11. Perilaku Kebiasaan masyarakat membuat sumur tanpa bibir, bibir sumur tidak ditutup, mandi dan mencuci di pinggir sumur akan menyebabkan air bekas mandi dan cuci sebagian mengalir kembali ke dalam sumur dan menyebabkan pencemaran. Selain itu kebiasaan mengambil air sumur dan kebiasaan
membuang
kotoran
manusia
juga
ikut
mempengaruhi (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Marsono (2009), perilaku dalam bentuk tindakan memiliki pengaruh terhadap kualitas bakteriologis sumber air
bersih (p value
0,001). Penelitian Idhamsyah juga yang menyatakan bahwa perilaku dalam bentuk tindakan memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali (p value 0,013) 2.1.11 Hubungan Air dan Kesehatan Air dapat memberikan manfaat yang menguntungkan dan memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Air yang tidak memenuhi persyaratan dapat menjadi media penularan penyakit yang sangat baik. Menurut Sumantri, A (2010), Penyakit
35
yang di dapat ditularkan melalui media air dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu 1.
Waterborne Mechanism Kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia yang ditularkan melalui mulut dan sistem pencernaan. Kontaminasi pada manusia dapat melalui kegiatan minum, mandi, mencuci, proses menyiapkan makanan,
ataupun
memakan
makanan
yang
telah
terkontaminasi saat proses penyiapan makanan. 2.
Waterwashed Mechanism Penyakit yang berhubungan dengan air yang digunakan untuk kebersihan perorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat-alat dapur serta alat makan. Terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi.
3.
Waterbased Mechanism Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air.
4.
Waterrelated Insect Vectors of Mechanism Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air.
36
2.2 Diare 2.2.1
Definisi Diare Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya atau lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari (Depkes, 2003). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang melebihi biasanya atau lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah atau lender dalam tinja (Sardjana, 2007).
2.2.2
Klasifikasi Diare Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat dari diare akut adalah dehidrasi yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita. 2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi mukosa. 3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penderita mengalami penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
37
4. Diare dengan masalah lain, yaitu apabila pasien menderita diare (diare akut dan persisten) disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. 2.2.3
Etiologi Diare Menurut Widoyono (2008) dan Depkes (2000), etiologi diare dapat dikelompokkam menjadi beberapa bagian, yaitu 1.
Virus
: Rotavirus dan Adenovirus.
2.
Bakteri
: Shigella, Salmonella, Escherichia coli, golongan Vibrio, Clostridium perfringens.
3.
Parasit
: Entamoeba histolytica, Protozoa, Giardia Lamblia, Cryptosporidium.
4.
Makanan, yaitu makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang.
5.
Malabsorpsi.
6.
Alergi makanan atau minuman yang tidak dapat dicerna dengan baik.
7.
Imunodefisiensi. Diare lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus dan akibat dari
racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi, serta tersedia air bersih akan menyebabkan pasien yang tidak kurang gizi biasanya sembuh dari infeksi virus dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk pasien yang kurang gizi dapat menyebabkan dehidrasi yang parah (Sardjana, 2007).
38
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 kategori yaitu, infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi, dan sebabsebab lain. Namun yang sering ditemukan secara empiris adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007). 2.2.4
Patofisiologi Diare Diare
dapat
disebabkan
oleh
satu
atau
lebih
patofisiologi/patomekanisme di bawah ini, yaitu 1. Diare Sekretorik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa atau minum (Simadibrata, 2006). 2. Diare Osmotik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus, seperti pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006). 3. Malabsorpsi Asam Empedu dan Lemak Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle
empedu
dan
(Simadibrata, 2006).
penyakit-penyakit
saluran
bilier
dan
hati
39
4. Defek Sistem Pertukaran Anion atau Transport Elektrolit Aktif di Enterosit Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006). 5. Motilitas dan Waktu Transit Usus yang Abnormal Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006). 6. Gangguan Permeabilitas Usus Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006). 7. Diare Inflamasi Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010). 8. Diare Infeksi Diare yang disebabkan infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering (Simadibrata, 2006).
40
2.2.5
Epidemiologi Diare Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut : 1.
Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri, atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (tinja) yang mencemari air, tanah, tangan, dan lalat, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang disantap manusia (Wagner & Lanoix dalam Sardjana, 2007). Sebagian kuman infeksius penyebab diare dapat ditularkan melalui cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).
2.
Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, dan imunodefisiensi atau imunosupresi.
3.
Faktor Lingkungan dan Perilaku Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yang mempengaruhi diare, yaitu
41
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat maka dapat menimbulkan kejadian diare. 2.2.6
Cara Penularan Diare Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya melalui fecal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dapat melalui 4F, yaitu fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut Wagner dan Lanoix dalam Depkes 2000, tahapan penularannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (feces) yang mencemari 4F, lalu berpindah ke makanan yang kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007).
Bagan 2.1 Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu yang Baru (Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000)
42
Proses pemindahan bakteri dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai media perantar, antara lain sebagai berikut (Depkes, 2000). 1.
Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman sehingga dapat mencemari tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya yang menghinggapi tinja.
2.
Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum oleh manusia.
3.
Tinja dapat mencemari tangan atau jari- jari manusia selanjutnya dapat mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan, demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan mulut.
4.
Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.
5.
Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.
6.
Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana pembuangan tinja atau membuang tinja di smebarang tempat, dimana
43
tanah tersebut selanjutya dapat mencemari makanan atau kontak langsung dengan mulut manusia. Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman kuman seperti virus dan bakteri. Air merupakan media penularan utama terjadinya penularan air melalui fecal-oral. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah (Widoyono, 2008). 2.2.7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare Penyakit diare adalah salah satu penyakit berbasis lingkungan. Timbulnya penyakit diare sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1.
Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi diare adalah pendapatan dan pendidikan. Status ekonomi dan pendidikan yang rendah akan mempengaruhi sanitasi permukiman yang berperan terhadap kejadian diare, misalnya kepadatan hunian, ketersediaan jamban, ketersediaan air bersih, dan sarana untuk memelihara kebersihan perorangan. Menurut Mugiati (2005) semakin tinggi tingkat pendidikan maka kualitas penduduk akan semakin baik jika diukur dari aspek pengetahuan. Penelitian, (Puji Astuti, 2011), menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan
44
masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Suhardiman, 2007). 2.
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyakit diare, yaitu a.
Penyediaan Air 1)
Sumber Air Bersih Menurut Permenkes RI No.416 Tahun 1990, kualitas air bersih harus memenuhi syarat kesehatan yaitu persyaratan fisik, kimia, radioaktif, dan biologi. Mikroorganisme yang yang digunakan sebagai indikator pencemaran air bersih adalah Coliform, Fecal Coliform, dan Escherichia Coli. Persyaratan untuk penyediaan air sumur atau air tanah perlu diperhatikan konstruksi sumur, sumber pencemar, dan cara pengolahan air sebelum dikonsumsi (Sarudji D, 2010). Selain itu, kedalaman titik air bersih yang dianjurkan adalah sekitar 30-40 meter. Penggunaan air bersih yang cukup mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan air bersih. Dalam hal ini masyarakat dapat mengurangi
risiko
terhadap
kejadian
diare
dengan
mengunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari pencemar atau kontaminasi mulai dari sumbernya sampai dengan penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2002).
45
Dalam kesehatan lingkungan, perhatian air dikaitkan sebagai faktor pemindah atau penularan penyakit. Dalam hal ini E.G. Wagner dalam Sardjana (2007), air berperan dalam menularkan
penyakit-penyakit
saluran
pencernaan.
Air
membawa penyebab penyakit dari tinja penderita, kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan dan minuman (Sarudji D, 2010). Penelitian (Tri Bintoro, 2010) menyatakan bahwa
sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan beruhubungan dengan kejadian diare (p value 0,009). 2)
Air Minum Menurut
Permenkes
RI
No.
416/MENKES/PER/IX/1990, air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum. Air bersih yang dijadikan sebagai air minum harus dimasak terlebih dahulu. Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar bakteri telah mati (Candra, 2007). Penelitian Umiati (2009) menyatakan bahwa sumber air minum yang dikonsumsi berhubungan dengan kejadian diare (p value 0,001). Penelitian Zubir (2006)
46
menyatakan bahwa sumber air minum yang digunakan mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p < 0,05. 3)
Jarak Sumur dengan Jamban Sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah, dinding sumur dibuat kedap air yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik (Sarudji. D, 2010). Penelitian Primadani (2012), kejadian diare dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi persyaratan karena sumur atau bak penampungan air berdekatan dengan kamar mandi dan jamban.
b. Jamban Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut dalam suatu tempat dan
tidak
menjadi
penyebab
penyakit
serta
mengotori
lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995). Penelitian Rahadi (2005) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare di Desa Panganjaran Kabupaten Kudus. Penelitian Wibowo, et al (2004), tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
47
risiko terjadinya diare. Menurut Notoatmodjo (2003), jenis jamban dapat dikekelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu 1)
Pit Privacy (Cubluk) Lubang dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5- 8 m. Dinding diperkuat dengan batu atau bata, dan lama pemakaiannya antara 5-15 tahun.
2)
Bored Hole Latrine Bersifat sementara dan berukuran kecil. Jika penuh dapat meluap sehingga mengotori air permukaan.
3)
Angastrine Berbentuk leher angsa dan selalu terisi air yang berfungsi sebagai sumbatan agar bau busuk tidak keluar. Menurut Entjang (2000), jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah jamban leher angsa.
4)
Overhung Latrine Kakusnya dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa, dan lain-lain sehingga feses dapat mengotori air permukaan.
5)
Jamban Cemplung Kakus (Pit Latrine) Jamban cemplung tanpa jamban dan tutup sehingga kurang sempurna. Serangga mudah masuk dan berbau, dan jika musim hujan akan mengakibatkan jamban penuh oleh air. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
48
6)
Jamban Empang (Fishpond Latrine) Jamban dibangun diatas empang. Tinja dapat dimakan ikan. Dalam pembangunan tempat pembuangan tinja diperlukan
beberapa persyaratan, yaitu (Sarudji. D, 2010) 1)
Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah.
2)
Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.
3)
Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah pemukaan.
4)
Tinja tidak dapat di jangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya.
5)
Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan serta memenuhi syarat estetika.
c. Sampah Sampah yang mudah membusuk merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan, seperti thypus, kolera, diare, dan disentri (Hiswani, 2003). d. Sanitasi Makanan Penanganan makanan yang tidak benar dapat menjadi penyebab diare apabila mencuci sayuran dan buah dengan cara tidak benar sehingga beresiko terkontaminasi bakteri. Mencuci sayuran dan buah yang baik adalah menggunakan air mengalir (Hiswani, 2003). Penanganan makanan yang kurang higienis dapat meningkatkan insidens diare. Agen-agen patogen dan berbagai
49
macam toksin yang ada dalam bahan makanan atau minuman dapat rusak dengan pemanasan, misalnya cukup waktu dalam pemanasan dan pemanasan kembali dapat menurunkan jumlah agen sehingga aman untuk dikonsumsi (Hiswani, 2003). 3. Faktor Perilaku Faktor perilaku dapat meningkatkan insiden, beratnya penyakit dan lamanya diare. Beberapa perilaku dan keadaan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu (Depkes, 2009) a. Menggunakan Air Minum yang Tercemar Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko tercemarnya air minum maka perlu adanya antisipasi seperti menutup tempat penyimpanan air, menggunakan air yang bersih, dan memasak air sampai mendidih (Chandra, 2007). Penelitian Yulisa (2008), menunjukkan bahwa ada pengaruh sumber air minum dengan kejadian diare pada balita dengan nilai (p value 0,0001). b. Kebiasaan Membuang Feses Feses mengandung bakteri atau virus dalam jumlah besar, oleh karena itu feses harus dibuang secara benar (Depkes, 2009). c. Menggunakan Jamban Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare (Depkes, 2009).
50
d. Kebiasaan Mencuci Tangan Perilaku mencuci tangan mempunyai pengaruh yang penting dalam penularan atau kejadian diare, misalnya mencuci tangan dengan sabun terutama sebelum dan setelah makan, setelah buang air besar, sesudah membuag tinja anak (Depkes RI, 2002). 2.2.8
Pencegahan dan Penanggulangan Diare Menurut Depkes RI (2009), hal yang perlu dilakukan untuk mengendalikan atau mencegah timbulnya diare, yaitu 1. Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang memenuhi syarat kesehatan. 2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum mengolah makanan, dan setelah buang air besar. 3. Merebus air minum hingga mendidih. 4. Membiasakan buang air besar di WC/kakus/jamban. 5. Menutup makanan rapat-rapat agar terhindar dari lalat. 6. Memberikan ASI pada bayi hingga usia 2 tahun. 7. Penyuluhan kesehatan
51
2.3
Kerangka Teori Diare disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penggunaan sumber air bersih yang tidak memenuhi persyaratan secara bakteriologis karena air tersebut tercemar oleh bakteri Escherichia coli yang berasal dari cemaran tinja (Sander, 2005). Bakteri Escherichia coli akan menghasilkan enteroksin pada saluran usus yang akan menyebabkan diare. Sebagian besar bakteri yang menyebabkan diare ditularkan melalui waterborne mechanism, yaitu ditularkan melalui fecal oral atau dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Salah satu tempat yang dapat ditemukannya Escherichia coli adalah sumber air bersih. Jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jarak jamban dengan sumber air bersih (Boekoesoe, 2010), jarak septic tank dengan sumber air bersih (Prajawati, 2008), kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997), jenis dan jumlah sumber pencemar (Kusnoputranto, 1997), arah aliran air tanah (Kodoatie, 2010), porositas dan permeabilitas tanah (Kusnoputranto, 1997), curah hujan (Kusnoputranto, 1997), jumlah pemakai sumber air bersih, kedalaman sumber air bersih yang kedap air (Sumantri, 2010), dan perilaku (Kusnoputranto, 1997).
52
Jarak jamban dengan sumber air bersih Jarak septic tank dengan sumber air Kondisi fisik sumber air bersih Jenis dan jumlah sumber pencemar
Arah aliran air tanah
Jumlah Eschericihia coli pada sumber air bersih penderita diare
Porositas dan permeabilitas tanah Curah hujan Jumlah pemakai sumber air bersih Kedalaman sumber air bersih yang kedap air Perilaku Bagan 2.2. Kerangka Teori Teori dan Penelitian dari Kusnoputranto (1997), Kodatie, R (2010), Prajawati (2008) , Boekoesoe, L (2010), Sumantri, A (2010)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS,
3.1
Kerangka Konsep Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu jenis dan jumlah sumber pencemar karena penelitian ini hanya ingin meneliti jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih yang disebabkan oleh pencemaran tinja; arah aliran air tanah karena tidak bisa diketahui dengan observasi; porositas dan permeabilitas tanah karena memerlukan uji laboratorium yang lebih spesifik; curah hujan karena tidak ada perbedaan curah hujan pada satu lokasi penelitian; jumlah pemakai sumber air bersih karena dalam satu rumah tangga jumlah pemakai relatif sedikit; dan perilaku karena yang mempengaruhi jumlah bakteri adalah perilaku terhadap sumur gali, sedangkan masyarakat Kelurahan Pakujaya lebih banyak yang menggunakan sumber air pompa. Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi varaibel dependen adalah jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih penderita diare. Sedangkan variabel independen adalah faktor kedalaman sumber air bersih yang kedap air, jarak jamban dengan sumber air besih, jarak septic tank dengan sumber air bersih, dan kondisi fisik sumber air bersih.
53
54
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kedalaman sumber air bersih yang kedap air Jarak septic tank dengan sumber air bersih
Jumlah
Eschericihia
coli pada sumber air
Kondisi fisik sumber air bersih
bersih penderita diare
Jarak jamban dengan sumber air bersih
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
55
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
APM/100 ml
Rasio
0. ≥ 3 m
Ordinal
Variabel Dependen Jumlah
bakteri Jumlah bakteri Escherichia coli yang Laboratorium (Uji Most Lembar hasil
Escherichia coli
terdapat pada air bersih berdasarkan Probable Number)
pengukuran
hasil pemeriksaan uji MPN. Variabel Independen Kedalaman
Kedalaman sumber air bersih yang Wawancara
sumber
kedap air dalam satuan meter.
bersih
air
Kuesioner
1. ≥ 3 m
yang
(Sumantri, 2010)
kedap air. Jarak jamban
Hasil pengukuran jarak dari jamban Mengukur jarak dengan 1. Meteran ke sumber air bersih yang digunakan menggunakan meteran.
2. Lembar
untuk kebutuhan sehari-hari dalam
hasil
satuan meter.
pengukuran
0: Jarak
< 10 Ordinal
meter 1: Jarak ≥ 10 meter
56
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel Independen Jarak
septic
tank
Hasil pengukuran jarak dari septic Mengukur jarak dengan 1. Meteran tank ke sumber air bersih
yang menggunakan meteran.
2. Lembar
digunakan sehari-hari dalam satuan
hasil
meter.
pengukuran fisik Observasi
Lembar
meter. 1: Jarak ≥ 10 meter
Hasil
sumber
sumber air bersih yang memenuhi
obsevasi/
(Jika
persyaratan kesehatan, seperti jarak
Lembar
observasi
sumber pencemar, genangan air
checklist
memiliki skor
bersih
bentuk
< 10 Ordinal
Kondisi fisik air
pengamatan
0: Jarak
0. Tidak Baik
disekitar pompa, genangan air diatas lantai
semen
sekeliling
pompa,
hasil
> 5). 1.
Baik
(Jika
saluran pembuangan air limbah,
hasil observasi
lantai semen, dudukan pompa, pipa
memiliki skor
distribusi,
skor ≤ 5).
digunakan.
dan
kran
air
yang
(Suhardiman, 2007)
Ordinal
57
3.3
Hipotesis 3.3.1 Ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. 3.3.2 Ada pengaruh jarak jamban terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. 3.3.3 Ada pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. 3.3.4 Ada pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama. Variabel dependen pada penelitian ini jumlah bakteri Escherichia coli. Sedangkan variabel independen adalah kedalaman sumber air bersih yang kedap air, jarak jamban dengan sumber air bersih, jarak septic tank dengan sumber air bersih, dan kondisi fisik sumber air bersih. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2014. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga atau dianalisis (Sumantri, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diare yang berobat di Puskesmas Paku Alam dan berdomisili di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota
58
59
Tangerang Selatan. Berdasarkan data Laporan Puskesmas Paku Alam, angka kesakitan diare pada Bulan Januari-Februari Tahun 2014 di Kelurahan Pakujaya berjumlah 83 penderita, sehingga didapatkan jumlah populasi sebesar 83 populasi. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diukur (Sumantri, 2011). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling atau sampel jenuh karena jumlah populasi relatif sedikit. Sampel dalam penelitan ini adalah penderita diare yang berobat ke Puskesmas Paku Alam pada bulan Januari-Februari 2014, berdomisili di Kelurahan Paku Jaya, bersedia menjadi responden, terdapat jamban, terdapat septic tank, terdapat sumber air bersih di rumahnya,
dan
menggunakan air bersih untuk keperluan makan serta minum. Jumlah sampel yang didapatkan sebesar 70 responden karena kesulitan dalam mencari rumah responden dan tidak sesuai dengan kriteria sampel. 4.4 Metode Pengumpulan Data Peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan cara mengukur jarak jamban dan septic tank ke sumber air bersih dengan menggunakan meteran. Peneliti melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi atau lembar checklist yang diadopsi dari Depkes RI tahun 1995 untuk mengetahui kondisi fisik sumber air bersih. Kedalaman sumber air bersih yang kedap air diketahui dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.
60
Sedangkan, untuk mengetahui jumlah bakteri Eschecrichia coli pada sumber air bersih dilakukan uji MPN (Most Probable Number). 4.4.1 Teknik Pengambilan Air Bersih Air bersih diambil dari kran yang digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Pengambilan air bersih dilakukan dengan cara aseptis dan menggunakan botol kaca yang steril, bagian mulut botol kaca tersebut dibakar oleh nyala api. Kemudian bakar ujung kran dan bagian dalamnya dengan nyala api selama ½ - 5 menit dan biarkan air mengalir dengan debit tinggi selama ± 5 menit. Lalu kecilkan debit kran dan biarkan air mengalir selama satu menit. Langkah selanjutnya isi air tersebut sampai ¾ volume bersih dengan botol yang sudah dibakar oleh nyala api. Bagian dalam botol dan tutup tidak boleh disentuh, kecuali oleh air bersih tersebut. 4.4.2 Uji MPN (Most Probable Number) Alat yang digunakan adalah neraca, autoklaf, inkubator, tabung reaksi, tabung durham, pipet mohr 10 ml, erlenmeyer, labu takar, pembakaran spirtus, cawan petri, dan botol kaca. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah kaldu laktosa, sampel air bersih, Briliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), aquades, DFD Free Chlorin, EMB agar (Eosin Metylen Blue). Dalam penelitian ini dilakukan analisis mikrobiologi dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN) dengan acuan APHA9221 B-2005.
61
A. Analisa Mikrobiologi Berikut ini adalah prinsip dan cara kerja dalam analisa mikrobiologi. 1. Prinsip a. Total Coliform Untuk menghitung bakteri Coliform dapat digunakan metode MPN. Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil (tabung durham) yang diletakan terbalik, yaitu jasad renik yang membentuk gas (Waluyo, 2008). Untuk menguji sifat itu diperlukan beberapa tahap pengujian yaitu: 1) Uji Pendugaan Uji pendugaan adalah uji khas bakteri Coliform dengan menggunakan media laktosa, di mana bakteri mampu menggunakan laktosa sebagai sumber karbon ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang dapat dideteksi dengan indikator tertentu. Sedangkan untuk mendeteksi adanya gas digunakan tabung durham terbalik, hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya asam dan gas.
62
2) Uji Penegasan Uji penegasan merupakan uji lanjutan dari uji pendugaan adanya bakteri Coliform secara pasti, uji ini menggunakan media BGLBB yang berisi tebung durham terbalik, dimana media ini digunakan dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan mengiatkan pertumbuhan bakteri gram negatif, hasil yang positif ditandai dengan adanya gas dalam tabung durham, nilai ini ditunjukan sebagai angka rujukan pada daftar JPT. b.
Escherichia coli Metode hitungan cawan adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji kualitas air bersih. Metode hitungan cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk menentukan jasad renik, dengan prinsip jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1992). Pada mengidentifikasi Escherichia coli digunakan media agar EMB (Eosin Metylen Blue), media agar EMB bila terdapat bakteri Escherichia coli jika positif akan terbentuk warna hijau terang pada media agar EMB.
63
2. Cara Kerja Cara
kerja
dalam
analisis
mikrobiologi
yaitu
pembuatan media , sterilisasi alat dan media serta pemeriksaan Total Coliform dan Escherichia coli. a. Pembuatan Media 1) Pembuatan Media Total Coliform Pembuatan media total Coliform dilakukan dengan cara sebagai berikut. a) Timbang 1,3 gram Lactose Broth dimasukkan dalam wadah gelas piala dilarutkan dengan 100 ml aquades. Dipipet masing-masing 10 ml ke dalam 10 tabung reaksi. b) Timbang
0.65
gram
media
Lactose
Broth
dimasukkan ke dalam wadah gelas piala dilarutkan dengan 25 ml aquades. Dipipet masing-masing 5 ml ke dalam 5 tabung reaksi. c) Timbang 6 gram media BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth) dimasukkan dalam gelas piala yang dilarutkan dengan 150 ml aquades. Dipipet masing-masing 10 ml ke dalam 15 tabung reaksi. d) Dimasukkan 1 tabung durham secara terbalik ke dalam tiap tabung.
64
e) Ditutup mulut tabung reaksi dengan disumbat kapas, dan sumbat tersebut harus sedemikian kuat sehingga dapat dicabut dari tabungnya dengan menggunakan kelingking. f) Dimasukkan tabung-tabung tersebut ke dalam beaker glass, ditutup bagian atasnya dengan kertas kemudian diikat erat-erat dengan karet. g) Media siap untuk disterelisasi. 2) Pembuatan Media Escerichia coli Pembuatan media Escherichia coli dilakukan dengan cara 1. Ditimbang 3,75 gram media agar EMB (Eosin Metylen
Blue)
dimasukkan
dalam
wadah
Erlenmeyer dilarutkan dengan 100 ml aquades. 2. Ditutup mulut Erlenmeyer dengan disumbat kapas, dan sumbat tersebut harus sedemikian kuat sehingga dapat dicabut dari tabungnya dengan menggunakan kelingking. 3. Ditutup bagian atas erlenmeyer dengan kertas kemudian diikat erat-erat dengan karet. 4. Media siap untuk disterilisasi.
65
b. Sterilisasi Berikut ini adalah cara kerja sterilisasi alat dan media pada analisa mikrobologi. 1)
Sterilisasi Botol Kaca Sterilisasi botol kaca dilakukan dengan beberapa cara, yaitu a) Cuci botol dengan air bersih yang mengalir. b) Tuangkan alkohol kedalam botol dan kocok agar botol terkena alkohol secara merata. c) Panaskan botol kedalam oven dengan suhu 60-180°C.
2)
Alat Sterilisasi alat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu a) Alat-alat
yang
akan
disterisasi
dibersihkan
dan
dikeringkan. b) Lalu dibungkus dengan kertas (untuk pipet dan pinggan petri) c) Dimasukan dalam autoklaf dan diatur suhunya sampai mencapai 121°C selama 20 menit. 3)
Media Sterilisasi alat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu 1. Media yang akan disterelisasi dimasukan kedalam autoklaf. 2. Suhu diatur hingga 121°Cselam 60 menit.
66
3. Autoklaf dimatikan dan dibiarkan manomater sampai menunjukan angka nol, autoklaf dibuka dan dibiarkan hingga dingin. 4) Pemerikasaan Total Coliform dan Escherichia coli Berikut ini adalah cara kerja pemeriksaan Total Colifrom dan Escherichia coli. Untuk Total Coliform dengan beberapa tahap pengujian yaitu: uji pedugaan dan uji penegasan. a) Uji Pendugaan Uji pendugaan dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu 1. Pengerjaan contoh dilakukan secara aseptik, dengan cara didekatkan dengan api. 2. Dipipet contoh masing-masing 10 ml ke dalam tabung medium. 3. Dipipet contoh masing-masing 1 ml ke dalam tabung medium. 4. Dipipet contoh masing-masing 0,1 ml ke dalam tabung medium. 5. Tabung
digoyang-goyangkan
sehingga
contoh
tercampur dengan medium secara merata. 6. Diinkubasi semua tabung pada suhu 35°C selama 24 jam.
67
7. Dicatat tabung-tabung yang menujukkan reaksi positif , yaitu terbentuk asam dan gelembung gas. 8. Tabung-tabung yang belum menunjukkan adanya gelembung gas diinkubasikan kembali pada suhu 35°C selama 24 jam. b. Uji Penegasan Uji penegasan dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu 1. Pengerjaan inokulasi dilakukan secara aseptis, dengan cara di dekatkan dengan api. 2. Digoyang-goyangkan tabung dari hasil uji pendugaan yang menunjukkan reaksi positif. 3. Dari tabung-tabung tersebut, diinokulasikan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi medium BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth) untuk uji Total Coliform. 4. Tabung-tabung tersebut diinkubasikan pada suhu 35°C selama 48 jam. 5. Adanya gelembung gas menunjukkan Total coliform positif. 6. Dihitung jumlah Total coliform per 100 ml contoh dengan
menggunakkan
Terdekat (JPT).
daftar
Pumlah
Perkiraan
68
7. Apabila hasil tabung tidak terdapat pada kombinasi tabung yang positif pada tabel JPT, maka jumlah bakteri
per
100
ml
harus
dihitung
dengan
menggunakkan rumus : Jumlah bakteri (JPT/100 ml) = A x 100 √B x C Keterangan: A: Jumlah tabung yang positif B: Jumlah (ml) contoh dalam tabung negatif C: Volume (ml) contoh dalam semua tabung 8. Apabila volume semua contoh tidak sesuai dengan ketentuan tabel JPT, maka jumlah bakteri per 100 ml dihitung dengan rumus : Jumlah bakteri (JPT/100 ml) = Z x 100 Y Keterangan: Z: jumlah bakteri dari tabel JPT Y: Volume (ml) contoh terbesar c. Uji Esherichia coli Uji Escherichia coli dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu 1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Menimbang media EMB dan agar sesuai dengan kebutuhan.
69
3. Melakukan pemanasan untuk sterilisasi media EMB dengan
menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C
dan waktu 50 menit. 4. Melakukan
penyemprotan
tangan
dengan
menggunakan alkohol dan menyalakan lampu spirtus. 5. Melakukan inokulasi dengan memasukan sampel air ke dalam cawan petri dengan memipet 1 ml sampel dengan teknik penanaman goresan sinambung (streak). 6. Dituangkan media EMB ke dalam cawan petri yang sudah terdapat sampel. 7. Melakukan inkubasi selama 24-48 jam dengan suhu 35°C. 8. Melakukan pengamatan yaitu dengan cara melihat warna yang di timbulkan oleh bakteri tersebut.jika berwarna hijau metalik berarti positif keberadaan bakteri Escherichia coli terdapat dalam sampel air. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, lembar observasi atau lembar checklist, dan lembar hasil pengukuran. Kuesioner digunakan untuk mengetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air dengan metode wawancara. Lembar observasi diadopsi dari Depkes RI 1995 dan diisi berdasarkan hasil observasi atau pengamatan peneliti mengenai kondisi fisik sumber air bersih. Lembar hasil pengukuran diisi berdasarkan hasil
70
pengukuran jarak dari jamban dan septic tank ke sumber air bersih dengan menggunakan meteran. Untuk variabel Escherichia coli digunakan uji MPN (Most Probable Number) pada air bersih. 4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1 Rencana Pengolahan Data Rencana pengolahan data dalam penelitian ini adalah 1) Tahap editing, dalam tahap ini peneliti melihat adakah data yang belum lengkap, ketidakjelasan dalam pengisian kuesioner, relevan dengan pertanyaan, dan konsisten dalam menjawab kuesiener. 2) Tahap coding, dalam tahap ini peneliti memberikan kode-kode tertentu untuk memudahkan dalam tahap pengolahan data. Mengkode jawaban berupa merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Angka yang digunakan dalam pengkodean adalah 0 dan 1, angka 0 untuk jawaban yang tidak memenuhi atau ya dan angka 1 untuk jawaban yang memenuhi atau tidak. Kedalaman sumber air bersih yang kedap air dikategorikan < 3 meter dan ≥ 3 meter (Sumantri, 2010). Jarak jamban dan septic tank dikatakan tidak memenuhi syarat jika jaraknya < 10 meter dan dikatakan memenuhi syarat jika jaraknya ≥ 10 meter (Depkes RI, 2009). Menurut Suhardiman (2007), kondisi fisik sumber air bersih dikatakan baik jika skornya dibawah median (nilai/skor 0-5) dan dikatakan tidak baik jika skornya diatas median (nilai/skor 6-10).
71
a. Alternatif penggunaan sumber air minum
0. Ya 1. Tidak
b. Alternatif penggunaan sumber air untuk memasak
0. Ya 1. Tidak
c. Kedalaman sumber air bersih yang
0. < 3 meter 1. ≥ 3 meter
kedap air d. Jarak antara jamban dengan sumber air bersih
0. Tidak Memenuhi 1. Memenuhi
e. Jarak antara septic tank dengan sumber air bersih
0. Tidak Memenuhi 1. Memenuhi
f. Kondisi fisik sumber air bersih
0. Tidak Baik 1. Baik
g. Bakteri Coliform
0. Tidak Memenuhi 1. Memenuhi
3) Tahap entry data, dalam tahap ini peneliti menggunakan software statistik. Data yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam software statistik untuk dianalisis. 4) Tahap cleaning data, dalam tahap ini yang dilakukan peneliti adalah memeriksa dan memastikan data yang telah di entry di dalam software statistik dengan tujuan untuk mengetahui missing data dan variasi data. 4.6.2
Analisis Data a. Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi
frekuensi
dari
variabel
penelitian
dengan
cara
mendeskripsikan tiap-tiap variabel. Hasil penelitian dilakukan dengan
72
menggunakan tabel distribusi frekuensi, mean, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum. b. Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat uji hipotesis antara variabel
dependen dan variabel independen. Penelitian ini
menggunakan uji statistik Mann Whitney karena data numerik tidak berdistribusi normal. Derajat kemaknaan (α) yang digunakan adalah 5%. Jika p value ≤ 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kelurahan Pakujaya merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Serpong Utara dengan luas wilayah 743 Ha. Curah hujan ratarata 330 mm/tahun. Adapun batas wilayah Kelurahan Pakujaya sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kota Tangerang
Sebelah Timur
: Kota Tangerang dan Kecamatan Pondok Aren
Sebelah Barat
: Kelurahan Pakualam
Sebelah Selatan
: Kelurahan Pondok Jagung Timur
Kelurahan Pakujaya terdiri dari 24 RW dan 121 RT. Jumlah penduduk Kelurahan Pakujaya adalah 18374 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk sebagian besar adalah lulus SLTA sebesar 8286 orang. Sedangkan, sarjana lengkap (S1) sebesar 1606 orang, sarjana muda (akademi) sebesar 265 orang, SLTP sebesar 794 orang, SD sebesar 814, dan TK sebesar 892 orang.
73
74
5.2. Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pakujaya yang terdata di Puskesmas Paku Alam mengalami sakit diare pada bulan Januari dan Februari Tahun 2014. Lebih jelasnya sebaran responden dalam penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.1 Sebaran Responden Penelitian
75
5.3. Analisis Univariat Analisis univariat mendeskripsikan jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih, jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih, kedalaman sumber air bersih, jarak antara jamban dengan sumber air bersih, jarak antara septic tank dengan sumber air bersih, dan kondisi fisik sumber air bersih. 5.3.1
Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih Jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih diperoleh dari hasil pengujian laboratorium uji MPN (Most Probable Number) oleh Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) dengan standar Permenkes
RI
No.
416/Menkes/per/IX/1990.
Kriteria
yang
digunakan dibagi menjadi dua, yaitu air bersih yang tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat. Dikatakan memenuhi syarat jika terdapat bakteri Coliform ≤ 50 per 100 ml air, sedangkan dikatakan tidak memenuhi syarat jika > 50 per 100 ml air. Gambaran jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih penderita diare dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.1 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Jumlah Bakteri Coliform Pada Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Total
Jumlah 38 32 70
Persentase (%) 54,3 45,7 100
76
Hasil analisis pada tabel 5.1, dari 70 responden terdapat 38 responden (54,3%) yang memiliki sumber air bersih dengan jumlah Coliform
tidak
memenuhi
syarat
Permenkes
RI
No.
416/MENKES/PER/IX/1990. 5.3.2
Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih Jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih diperoleh dari hasil pengujian laboratorium uji MPN (Most Probable Number) oleh Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) setelah mengetahui jumlah bakteri Coliform. Jumlah bakteri Escherichia coli pada penelitian ini tidak dikategorikan karena bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gambaran jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih penderita diare dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.2 Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada 70 Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Variabel
Jumlah bakteri Escherichi a coli
Mean (APM/ 100 ml
Median (APM/ 100 ml
Standar Deviasi (APM/ 100 ml
204, 83
26,00
442,720
Minimum Maksimum (APM/100 (APM/100 ml) ml)
1
1601
77
Hasil analisis bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih pada tabel 5.2 didapatkan nilai mean sebesar 204,83 dengan nilai standar deviasi sebesar 442,720. Sedangkan nilai minimum 1 APM/100 ml dan nilai maksimum 1601 APM/100 ml. 5.3.3
Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air Hasil penelitian mengenai kedalaman sumber air bersih yang kedap air diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini, kedalaman sumber air bersih diklasifikasikan berdasarkan teori dan penelitian terdahulu mengenai kedalaman sumber air bersih yang mempengaruhi jumlah bakteri. Kriteria yang digunakan adalah kedalaman < 3 m dan kedalaman ≥ 3 m (Sumantri, 2010). Tabel 5.3 Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih Kedap Air Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Kedalaman Sumber Air Jumlah Persentase (%) Bersih Kedap Air (m) <3 11 15,7 ≥3 59 84,3 70 100 Total
Berdasarkan tabel 5.3, dari 70 responden terdapat 11 responden (15,7%) yang memiliki sumber air bersih dengan kedalaman kedap air < 3 m.
78
5.3.4
Gambaran antara Jarak Jamban dengan Sumber Air Bersih Dalam penelitian ini, jarak antara jamban dengan sumber air bersih diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran jarak. Kriteria yang digunakan berdasarkan peraturan Depkes RI 2009 untuk menentukan jarak yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Kategori tidak memenuhi syarat dengan jarak < 10 m dan kategori memenuhi syarat dengan jarak ≥ 10 m. Tabel 5.4 Gambaran Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Jarak antara Jamban Persentase dengan Sumber Air Jumlah (%) Bersih Tidak memenuhi syarat 68 97,1 Memenuhi syarat 2 2.9 70 100 Total Berdasarkan tabel 5.4, dari 70 responden terdapat 68 responden (97,1%) yang memiliki jarak jamban dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat sesuai aturan Depkes RI 2009.
5.3.5
Gambaran antara Jarak Septic Tank dengan Sumber Air Bersih Dalam penelitian ini, jarak antara septic tank dengan sumber air bersih diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran jarak. Kriteria yang digunakan berdasarkan peraturan Depkes RI 2009 untuk menentukan jarak yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Kategori tidak memenuhi syarat dengan jarak < 10 m dan kategori memenuhi syarat dengan jarak ≥ 10 m.
79
Tabel 5.5 Gambaran Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Jarak antara Septic Tank Persentase dengan Sumber Air Jumlah (%) Bersih Tidak memenuhi syarat 45 64,3 Memenuhi syarat 25 35,7 70 100 Total
Berdasarkan tabel 5.5, dari 70 responden terdapat 45 responden (64,3%) yang memiliki jarak antara septic tank dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat sesuai aturan Depkes RI 2009. 5.3.6
Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Kondisi fisik sumber air bersih didapatkan dari hasi hasil observasi dengan menggunakan lembar observasi atau lembar checklist.
Kondisi
fisik
sumber
air
bersih
diklasifikasikan
berdasarkan penelitian terdahulu mengenai kondisi fisik sumber air bersih yang mempengaruhi jumlah bakteri. Kondisi fisik sumber air bersih dikatakan tidak baik jika memiliki nilai atau skor 6-10. Sedangkan dikatakan baik jika memiliki nilai atau skor 0-5 (Suhardiman, 2007). Gambaran kondisi fisik sumber air bersih penderita diare dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
80
Tabel 5.6 Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Tidak Baik Baik Total
Jumlah 40 30 70
Persentase (%) 57,1 42.9 100
Berdasarkan tabel 5.6, dari 70 responden terdapat 40 responden (57,1%) yang memiliki kondisi fisik sumber air bersih tidak baik. 5.4. Analisis Bivariat Uji hipotesis variabel dependen dengan variabel independen dilakukan dengan uji Mann Whitney. Dibawah ini adalah hasil uji statistik variabel independen yaitu kedalaman kedap air, jarak antara jamban dengan sumber air bersih, jarak antara septic tank dengan sumber air bersih, dan kondisi fisik sumber air bersih terhadap variabel dependen yaitu jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangeran Selatan. 5.4.1 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Eschericia Coli Pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah Eschericia coli sumber air bersih penderita diare di Kelurahan Pakujaya dapat dilihat pada tabel berikut.
81
Tabel 5.7 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Mean Rank P Value Air (meter) <3 45,86 0,064 ≥3 33,57
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai mean untuk kedalaman sumber air bersih yang kedap air < 3 m lebih besar daripada yang ≥ 3 m (46,86 > 33,57). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,064, artinya pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. 5.4.2 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Eschericia Coli Pengaruh jarak jamban terhadap jumlah Eschericia coli sumber air bersih penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Jarak Jamban dengan Mean Rank P Value Sumber Air Bersih < 10 m 35,27 0,582 ≥ 10 m 43,25
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai mean untuk jarak septic tank ≥ 10 m lebih besar daripada yang jaraknya <
82
10 m (43,25 > 35,27). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,582, artinya pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak ada pengaruh jarak jamban terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. 5.4.3 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Eschericia Coli Pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Eschericia coli sumber air bersih penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.9 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Jarak Septic Tank dengan Mean Rank P Value Sumber Air Bersih < 10 37,79 0,204 ≥ 10 31,38
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai mean untuk jarak septic tank < 10 m lebih besar daripada yang jaraknya ≥ 10 m (37,79 > 31,38). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,204, artinya pada α 5% tidak ada pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. 5.4.4 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Eschericia Coli Pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih penderita diare di Kelurahan
83
Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.10 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014 Kondisi Fisik Sumber Air Mean Rank P Value Bersih Tidak baik 45,51 0,000 Baik 22,15
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui, nilai mean untuk kondisi fisik sumber air bersih yang tidak baik lebih besar daripada yang baik (45,51 > 22,15). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,000, artinya pada α 5% ada pengaruh kondisi fisik sumber air bersih dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan dalam penelitian, yaitu 1. Variabel independen kedalaman sumber air bersih yang kedap air hanya diukur dengan metode wawancara menggunakan kuesioner sehingga kemungkinan terjadinya bias informasi karena tergantung pada daya ingat dan pemahaman responden terhadap kedalaman sumber air bersih yang kedap air. Pengukuran secara langsung tidak mungkin dilakukan karena untuk mengetahui kedap air atau tidak harus membongkar sumber air bersih tersebut. 2. Variabel independen mengenai septic tank hanya dilihat berdasarkan jarak septic tank dengan sumber air bersih. Hal ini dikarenakan septic tank dibangun di dalam tanah sehingga tidak memungkinkan peneliti melakukan observasi mengenai kondisi fisik septic tank.
84
85
6.2
Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus dan bisa menimbulkan infeksi lain di luar usus (Staff Pengajar Kedokteran UI,1993). Escherichia coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam saluran pencernaan
meningkat
atau
berada
diluar
usus.
Escherichia
coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz et al., 1995). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. Jumlah Escherichia coli dihasilkan dengan menggunakan uji MPN (Most Probable Number). Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif, yaitu ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu (Waluyo, 2008). Jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dapat diketahui jika sudah dilakukan pengujian bakteri Coliform terlebih dahulu. Dari hasil uji laboratorium didapatkan 52,9% jumlah bakteri Coliform yang tidak memenuhi syarat Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 ( > 50/100 ml) dan 47,1% yang memenuhi syarat Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 ( ≤ 50/100 ml). Berdasarkan hasil penelitian dari 70 sampel yang diperiksa, jumlah bakteri Escherichia coli adalah 1-1601 APM/100 ml yang berarti air bersih tersebut telah tercemar oleh bakteri Escherichia coli.
86
Jumlah bakteri Escherichia coli dipakai sebagai patokan utama menentukan apakah air bersih memenuhi syarat atau tidak karena bakteri ini ditemukan pada kotoran atau tinja manusia dan relatif sukar dimatikan dengan pemanasan air (Ginting, 2008). Penelitian
Dinas
Kesehatan
Kota
Bandung
tahun
2006
memperlihatkan bahwa 63,07% air tanah di Kota Bandung tidak memenuhi syarat
bakteriologis
yang
dibuktikan
dengan
ditemukannya
bakteri
Escherichia coli dalam sampel air bersih (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2006). Sumber air bersih yang mengandung bakteri Escherichia coli menandakan bahwa air sudah tercemar oleh tinja manusia dan saat ini 70% air tanah perkotaan tercemar oleh tinja manusia (Junaedi, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bakteri Escherichia coli, yaitu jarak septic tank dengan sumber air bersih yang kurang dari 10 meter, kondisi septic tank yang tidak kedap air, dan terletak pada tanah yang memiliki daya serap air yang tinggi sehingga mengakibatkan jumlah bakteri Escherichia coli semakin lama akan semakin meningkat (Radjak, 2013). Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih adalah jarak jamban dengan sumber air bersih (Boekoesoe, 2010), jarak septic tank dengan sumber air bersih (Prajawati, 2008), kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997), dan kedalaman permukan air tanah yang kedap air (Sumantri, 2010). Sumber air bersih yang tercemar oleh tinja dan mengandung bakteri Escherichia coli dapat mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan
87
standar peruntukkannya sebagai sumber air bersih (Radjak, 2013). Oleh karena itu, air bersih yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Hal ini didukung oleh Chandra, (2007), memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. 6.3
Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih Kedalaman sumber air bersih yang kedap air adalah kedalaman permukaan air tanah yang kedap air atau dilapisi dengan pembatas sehingga air tidak merembes ke tanah. Kedalaman air tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri secara vertikal. Pencemaran tanah oleh bakteri secara vertikal dapat mencapai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah (Kusnoputranto, 1997). Air bersih sampai kedalaman 3 meter diperkirakan masih mengandung bakteri. Oleh karena itu, dinding dalam yang melapisi sumber air bersih sebaiknya dibuat kedap air sampai dengan 3 meter (Sumantri, 2010). Dinding sumur kedap air berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring (Sarudji. D, 2010). Pada penelitian ini terdapat 11 responden (15,7%) memiliki sumber air bersih dengan kedalaman kedap air < 3 m. Dari hasil wawancara, terdapat 100% sumber air bersih yang digunakan adalah pompa listrik dan kedalaman sumber air bersihnya 12-15 meter.
88
Sumber air bersih yang kedalaman kedap airnya kurang dari 3 meter dapat memperbesar kemungkinan terkontaminasinya sumber air bersih sehingga akan mengakibatkan penurunan kualitas air dan pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pemakai (Hasnawi, 2012). Kualitas dinding sumber air bersih yang semakin kedap air akan semakin baik kemampuannya untuk mencegah masuknya atau merembesnya air dari sumber pencemar yang mengandung banyak bakteri sehingga bakteri akan tertahan dan akhirnya mati (Seta, 1983). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan p value sebesar 0,064, artinya pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak adanya pengaruh kedalaman kedap air terhadap jumlah Escherichia coli
pada
sumber air bersih. Penelitian yang dilakukan Hasnawi (2012), setelah dilakukan uji statistik dengan tingkat kemaknaan (α) 5% didapatkan p value sebesar 1,00 yang berarti tidak ada pengaruh kedalaman kedap air sumber air bersih dengan kandungan bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. Kemungkinan tidak berpengaruhnya kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah Escherichia coli disebabkan oleh penggunaan mesin pompa air listrik karena air dari dalam sumur langsung dialirkan ke rumah warga sehingga menyebabkan aktifitas disekitar sumur berkurang sehingga kemungkinan kontaminasi dari sumur berkurang (Hasnawi, 2012), aliran air mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih sehingga air yang tercemar tidak mengarah ke sumber air bersih (Chaeriatna, 2007), dan
89
kecepatan aliran air yang lambat sehingga memperlambat aliran (Chaeriatna, 2007). 6.4 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut dalam suatu tempat dan tidak menjadi penyebab penyakit serta mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995). Jarak jamban yang dimaksud adalah jarak terdekat antara jamban dengan sumber air bersih yang dinyatakan dalam satuan meter. Hasil pengukuran jarak antara jamban dengan sumber air bersih
terdapat 68
responden (97,1%) yang tidak sesuai aturan Depkes RI 2009, yaitu < 10 m. Dari hasil observasi, responden membangun sumber air bersih di dapur yang letaknya berdekatan dengan kamar mandi sehingga menyebabkan jarak antara jamban dengan sumber air bersih tidak memenuhi syarat. Hal ini didukung oleh Ginting (2008), kurangnya lahan penduduk menyebabkan jarak jamban dengan sumber air bersih kurang dari 10 meter. Semakin jauh jarak jamban dengan sumber air bersih akan menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll) yang akan menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono, 2009). Hasil uji statistik dengan uji Mann Whitney pada variabel jarak jamban dengan sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli memiliki p value
90
sebesar 0,582. Maka dapat disimpulkan pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak adanya pengaruh jamban terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Marsono (2009) yang menyatakan tidak adanya hubungan jarak jamban dengan kandungan bakteri pada sumber air bersih. Kemungkinan terjadinya pencemaran bakteri Escherichia coli disebabkan oleh variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti porositas dan permeabilitas tanah karena makin besar porositas dan permeabilitas tanah maka makin besar kemampuan untuk melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran tanah semakin banyak (Kusnoputranto, 1997), tekstur dan struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah (Hardjowigeno, 1987), arah aliran tanah karena pergerakan air tanah yang mengandung bakteri mengarah ke sumber air bersih akan menyebabkan air tersebut tercemar oleh bakteri (Kusnoputranto, 1997), dan kecepatan aliran tanah dapat mempengaruhi penyebaran pencemaran air tanah (Cheriatna, 2007). Oleh karena itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengikutsertakan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 6.5
Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih Septic tank adalah bak untuk menampung air limbah yang dialirkan dari WC (Water Closet). Limbah dari septic tank sangat mempengaruhi pencemaran terhadap sumber air bersih apabila jarak septic tank dekat dengan
91
sumur gali (Nazar, 2010). Bapedalda Kota Pekanbaru dalam Status Lingkungan Hidup tahun 2007, menyatakan penyebab terjadinya pencemaran air tanah oleh bakteri Coliform terutama bakteri Escherichia coli karena sebagian besar penduduk belum mempunyai tangki septic tank yang memadai, kedalamannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, dan letaknya berdekatan dengan sumber air bersih. Jarak septic tank yang dimaksud adalah jarak terdekat antara septic tank dengan sumber air bersih yang dinyatakan dalam satuan meter. Hasil pengukuran jarak antara sumber air bersih dengan septic tank terdapat 45 responden (64,3%) yang tidak sesuai aturan Depkes RI 2009, yaitu jarak septic tank < 10 m. Dari hasil observasi, jarak antara septic tank dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas lahan yang terbatas sehingga sangat memungkinkan jarak antara septic tank dengan sumber air bersih berdekatan dan tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini didukung oleh Nazar (2010) yang menyatakan luas lahan yang terbatas sangat memungkinkan jarak antara septic tank dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat. Hasil uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney pada variabel jarak septic tank dengan sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli memiliki p value sebesar 0,204. Sehingga pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak adanya pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
92
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Radjak (2013), pengaruh jarak septic tank terhadap total bakteri Escherichia coli air bersih di desa Molohu tidak signifikan atau pengaruhnya sangat lemah. Hasil penelitian Nining (2007) menyatakan bahwa pengaruh jarak septic tank tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas bakteriologis. Kemungkinan jarak septic tank yang berdekatan dengan sumber air bersih tetapi tidak tercemar oleh bakteri Escherichia coli disebabkan oleh bangunan septic tank yang kedap air (Nazar, 2010), aliran air mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih (Nazar, 2010), kecepatan aliran air yang lambat (Nazar, 2010), dan porositas serta permeabilitas tanah yang dapat mempengaruhi laju infiltrasi sehingga mempengaruhi penyerapan bakteri (Hardjowigeno, 1987). Walaupun dalam penelitian ini tidak adanya pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah bakteri Escherichia coli, tetapi ada kemungkinan semakin lama jumlah bakteri Escherichia coli akan semakin bertambah jika terjadi kebocoran septic tank dan infiltrasi yang tinggi karena disebabkan oleh gaya gravitasi serta gaya kapiler yang dapat mempengaruhi kecepatan, arah aliran, dan besaran air yang mengalir. Hal ini didukung oleh Marsono (2009), gaya gravitasi bersifat mengalirkan air secara vertikal ke dalam tanah sedangkan gaya kapiler bersifat mengalirkan air secara tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal sehingga mempengaruhi laju pencemaran bakteri. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran bakteri Escherichia coli secara berkala.
93
6.6
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih Kondisi fisik sumber air bersih adalah konstruksi bangunan dan sarana yang mendukung sanitasi sumber air bersih (Marsono, 2009). Kondisi sumber air bersih ada yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat, hal tersebut dapat dilihat dari lokasinya seperti jarak terhadap sumber pencemar dan konstruksinya (Prajawati, 2008). Kondisi fisik sumber air bersih didapatkan dari hasil observasi berdasarkan Depkes RI 1995 yang dilihat dari jarak sumber air bersih terhadap sumber pencemar (septic tank, jamban, genangan air, kotoran hewan, dan sampah) dan konstruksi sumber air bersih (lantai semen, dudukan pompa, dan pipa distribusi) yang kedap air. Kondisi fisik sumber air bersih dari 70 responden, terdapat 40 responden (57,1%) yang memiliki kondisi fisik sumber air bersih tidak baik. Berdasarkan hasil observasi, responden kurang memperhatikan dan memelihara kondisi fisik sumber air bersih yang digunakan sehari-hari. Dari 70 responden yang di teliti, didapatkan kondisi fisik sumber air bersih yang memiliki dinding bibir tidak kedap air sebesar 38 (54,3%) dan lantai sumber air bersih yang tidak kedap air sebesar 35 (50%). Hal ini didukung oleh Adekunle (2009), yang menyatakan bahwa sumber air bersih yang tidak kedap air mudah mengalami kontaminasi. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney pada variabel kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli didapatkan p value sebesar 0,000, berarti pada tingkat kemaknaan (α)
94
5% adanya pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nining (2007), konstruksi sumber air bersih yang paling memberikan pengaruh signifikan terhadap kandungan bakteriologis air. Menurut Hasnawi (2012), adanya pengaruh kontruksi sumber air bersih ditinjau dari lokasi (jarak antara sumur gali dengan sumber pencermar ≥ 10 m) terhadap kandungan bakteri Escherichia coli pada air sumber air bersih. Penelitian Prajawati (2008) menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologis air bersih berhubungan secara signifikan dengan parameter keadaan sumber air bersih, yaitu lokasi dan konstruksi. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian dari penelitian Radjak (2013), hasil analisis statistik konstruksi dinding, bibir, lantai, dan SPAL sumur di Desa Dopalak terbukti tidak adanya pengaruh terhadap kandungan bakteri Escherichia coli. Bangunan fisik sumber air bersih yang tidak memenuhi standar akan mempermudah bakteri meresap dan masuk ke dalam sumber air bersih tersebut (Kusnoputranto, 1997). Kondisi fisik sumber air bersih yang tidak memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan bagian sumber air bersih yang tidak kedap air sehingga masuk ke dalam sumber air bersih serta menyebabkan pencemaran (Radjak, 2013).
95
Selain itu, pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah bakteri adalah semakin baik kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis air sumur semakin sedikit, sebaliknya jika semakin buruk kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis sumber air bersih akan semakin banyak (Radjak, 2013). Tingkat risiko pencemaran sumber air bersih ditentukan dari adanya kontaminasi zat pencemar ke dalam sumber air bersih. Sumber pencemar tersebut dapat berasal dari pencemaran air limbah, kotoran, sampah maupun pencemar 1ain, juga dilihat dari aspek konstruksi maupun lokasi sarana sumber air bersih (Prajawati, 2008). Konstruksi sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat konstruksi dan jarak sumur dengan sumber pencemar tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran air yang akan mengakibatkan meningkatnya jumlah bakteri Escherichia coli pada air sumber air bersih (Hasnawi, 2012). Selain itu kondisi fisik atau konstruksi sumber air bersih yang tidak memenuhi standar kesehatan juga dapat menjadi sumber pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan lantai sumber air bersih yang tidak kedap air dan masuk ke dalam sumber air bersih sehingga menyebabkan pencemaran (Radjak, 2013). Oleh karena itu, diperlukan perbaikan bibir dan lantai sumber air bersih agar kedap air dan penyuluhan kepada masyarakat agar masyarakat lebih memperhatikan dan memelihara kondisi fisik bersih.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Terdapat 38 (54,3%) responden yang memiliki sumber air bersih dengan jumlah
Coliform
tidak
memenuhi
syarat
Permenkes
RI
No.
416/MENKES/PER/IX/1990 dan 32 responden (45,7%) yang memenuhi syarat. 2.
Jumlah bakteri Escherichia coli pada air bersih penderita diare adalah 11601 APM/100 ml.
3.
Terdapat 11 responden (15,7%) yang memiliki sumber air bersih dengan kedalaman kedap air < 3 meter dan 59 responden (84,3%) memiliki sumber air bersih dengan kedalaman kedap air ≥ 3 meter.
4.
Terdapat 68 responden (97,1%) yang jarak antara jamban dengan sumber air bersih tidak sesuai ketentuan Depkes RI 2009 dan 2 responden (2,9%) memiliki jarak sesuai ketentuan Depkes RI.
5.
Terdapat 45 responden (64,3%) yang jarak antara septic tank dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi ketentuan Depkes RI 2009 dan 25 responden (35,7%) memiliki jarak sesuai ketentuan Depkes RI.
96
97
6.
Terdapat 40 responden (57,1%) memiliki kondisi fisik sumber air bersih tidak baik dan 30 responden (42,9%) memiliki kondisi sumber air bersih yang baik.
7.
Tidak adanya hubungan antara kedalaman kedap air dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,064).
8.
Tidak adanya hubungan antara jarak jamban terhadap sumber air bersih dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,582).
9.
Tidak adanya hubungan antara jarak septic tank terhadap sumber air bersih dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,204).
10. Adanya hubungan antara kondisi fisik sumber air bersih dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,000). 7.2
Saran 1. Bagi Masyarakat a. Melakukan perbaikan sarana air bersih dengan memperbaiki bibir dan lantai sumber air bersih agar kedap air. b. Merebus air bersih hingga mendidih dan dibiarkan mendidih 5-10 menit sebelum dikonsumsi sebagai air minum. 2. Bagi Puskesmas Paku Alam a. Melakukan pengukuran bakteri Escherichia coli secara berkala pada air bersih yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari karena ada kemungkinan semakin lama bakteri yang mencemari air bersih akan semakin bertambah.
98
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kondisi fisik sumber air bersih yang baik agar memperhatikan dan memelihara kondisi fisik sumber air bersih. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Terjadinya pencemaran bakteri Escherichia coli kemungkinan disebabkan oleh faktor lain di luar variabel yang diteliti dan menjadi keterbatasan pada penelitian ini. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga adanya kaitan dengan terjadinya pencemaran bakteri Escherichia coli, seperti permeabilitas dan porositas tanah, tekstur dan struktur tanah, arah aliran tanah, dan kecepatan aliran tanah.
DAFTAR PUSTAKA ________. 1993. Juklak/Juknis Pengawasan Kualitas Air Aspek Mikrobiologis dan Biologi Air Minum dan Air Bersih. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta ___________.
2010.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air ___________. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air Adekunle A.S. 2009. Effects of Industrial Effluent on Quality of Well Water Within Asa Dam Industrial Estate, Ilorin, Nigeria. Nature and Science. Aliya, D.R. 2006. Mengenal Teknik Penjernihan Air. Semarang: Aneka Ilmu. Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bapeldada Kota Pekanbaru. 2007. Laporan Pendataan Usaha atau Kegiatan Industri yang Memanfaatkan Air Bawah Tanah di Kota Pekanbaru. Pekanbaru Boekoesoe, Lintje. Tingkat Kualitas Bakteriologis Air Bersih di Desa Sosial Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo. Jurnal Inovasi, Vol. 7, No.4, Desember 2010: 240-251 Buckman, O.Harry., Nyle C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bhratara Karya Aksara Bumulo, Septian. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dan Jenis Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Piloloda Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012, diakses dari http://ejurnal.fikk.ung.ac.id pada tanggal 24 November 2013
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Cheriatna, 2007. Mengatur Jarak Sumur dengan Septic Tank Rumah Tangga, diakses dari http://artesis.wordpress.com pada tanggal 9 Maret 2014 Depkes RI, 2006. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2005. Jakarta: Dirjen PP&PL. Depkes RI. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 1995. Pedoman Teknis Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta: Ditjen PPM & PLP. Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Dirjen PPM dan PL. Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL. Depkes RI. 2009. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta: Dirjen PPM dan PL. Desvita. 2001. Hubungan Jarak Sumber Pencemar, Kondisi Fisik Sarana dan Perilaku terhadap Kualitas Air Sumur Gali di Keparakakan, Yogyakarta. (Tesis). Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2006. Kualitas Air di Kota Bandung, diakses dari http://www.bandung.go.id pada tanggal 12 Mei 2014 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2010. Profil Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010. Tangerang Selatan
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2011. Profil Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2011. Tangerang Selatan Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Entjang, Intan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Febby. 2012. Analisis Kualitas Air Minum Berdasarkan Total Coliform dan Escherichia coli Pada Instansi Pengolahan Air, diakses dari http://febbyanalis.blogspot.com pada tanggal 12 Desember 2013 Gainey, Lord. 1961. Microbiology of Water and Sewage. New Jersey:Prentice Hall Inc. Gani, A. 2003. Mikrobiologi Sederhana. Surabaya: Media Utama Ginting, Rina Mutiara. 2008. Hubungan Tingkat Resiko Pencemaran Terhadap Kualitas Air Sumur Gali Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2006. (Skripsi) Universitas Sumatera Utara Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa Hasnawi, Heriyani. 2012. Pengaruh Konstruksi Sumur terhadap Kandungan Bakteri Escherichia Coli pada Air Sumur Gali di Desa Dopalak Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol. (Skripsi) Universitas Negeri Gorontalo Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan, diakses dari http://library.usu.ac.id pada tanggal 24 November 2013 Idhamsyah. 2008. Pengaruh Lingkungan Fisik dan Perilaku Pemakai Sumur Gali terhadap Kualitas Bakteriologis pada Air Sumur Gali di Kelurahan Jembatan Mas, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Propinsi Jambi. (Tesis).
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston. 1995. Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco. Juffrie, M, dkk. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Anak 0-35 Bulan (Batita) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006: 319-332 Junaedi, D, 2008. Buang Tinja Urusan Pribadi Masalah Bersama, diakses dari http://kriyamedia.blogspot.com pada tanggal 18 Maret 2014 Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riskesdas 2010. Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta Kodoatie, Robert J. 2010. Tata Sumberdaya Air. Teknik Penyediaan Air. Yogyakarta: Andi Kusnoputranto, H. 1997. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Marsono. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali di Permukiman. Tesis: Universitas Diponegoro Mugiati, 2005. Hubungan Antara Peranan Kontak Tani Dengan Dinamika Kelompok Tani
di
Kecamatan
Tawangharjo
Kabupaten
Grobogan.
Skripsi:
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Nazar, Herman, dkk. 2010. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Sumber Air Bersih Perumahan Sederhana di Kota Pekanbaru (Kasus di Kecamatan Tampan). Journal of Environmetal Science, Vol (1), No. 4. 2010: 1-18 Nining. 2007. Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap Kandungan Bakteriologis Air Sumur Gali di desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. (Tesis).
Notoatmodjo. S, 2003. Ilmu Kesehatan Masysarakat Prinsip-Prnsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Pelczar M J, Chan E C S. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press. Prajawati, R. 2008. Hubungan Konstruksi dengan Kualitas Mikrobiologi Air Sumur Gali. Ruwa Jurai Vol 2 Primadani, Winda, dkk. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare diduga Akibat Infeksi di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, Tahun 2012: 535-541 Provinsi Banten. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Banten 2010. Provinsi Banten Pudjarwoto, Nuridah P. 1993. Kualitas Air Minum di Jakarta Ditinjau dari Sudut Mikrobiologi. Sanitas Vol. II (3): 121-123 Puji Atuti, Wiwin. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Makanan dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ilmiaha Kesehatan Keperawatan, Vol. 7, No. 3, Oktober 2011: 151-158 Puskesmas Paku Alam. 2012. Laporan Kesehatan Lingkungan Tahun 2012. Tangerang Selatan Puskesmas Paku Alam. 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Paku Alam 2012. Tangerang Selatan Puskesmas Paku Alam. 2013. Profil Kesehatan Puskesmas Paku Alam 2013. Tangerang Selatan Puskesmas Paku Alam. 2014. Laporan Bulanan 2014. Tangerang Selatan R.K, Linsley., Joseph, A.F. 1989 Teknis Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga
Radjak, Nurmala Ferbiyanti. 2013. Pengaruh Jarak Septic tank dan Kondisi Fisik Sumur
terhadap
Keberadaan
Bakteri
Escherichia
Coli.
(Skripsi)
Universitas Negeri Gorontalo Rahadi, E.B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS. Diakses dari http://etd.library.ums.ac.id pada tanggal 6 Mei 2014 Raharjo, Arif Setyo. 2004. Study Pengelolaan Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Banyumas Tahun 2004. KTI, Mataram: JKL Mataram. Sander, M.A. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika, Vol. 2 (2):. 164-193 Sardjana., Nisa, Hairun. 2007. Epidemiologi Penyakit menular. Jakarta: UIN Jakarta Press Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati Seta, A.K. 1983. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam M Simadibrata M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajahmada University Press Sri Pujiati, Rahayu. 2010. Pengaruh Jarak Sumur Gali dengan Septic Tank Terhadap Kandungan Bakteri Coliform Pada Air Sumur Gali. Jurnal IKESMA, Vol. 6, No. 1, Maret 2010 Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Binarupa Aksara
Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. Tesis: Universitas Indonesia Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media Sumantri, Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup Suprihatin. 2004. Keamanan Air Minum Isi Ulang diakses dari http://mma.ipb.ac.id/ pada tanggal 17 November 2013 Sutrisno, T., dkk. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta Tri Bintoro, Bhakti Rochman. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. (Skripsi) Universitas Muhammadiyah Surakarta Umiati. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun 2009. (Skripsi) Universitas Muhammadiyah Surakarta Waluyo L. 2008. Teknik dan
Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press WHO. The top 10 causes of death diakses dari http://www.who.int pada tanggal 12 Oktober 2013 Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. Maret 2004 : 41-48. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Yulisa. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah). (Skripsi) Universitas Diponegoro.
Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo, T. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN Assalamualaikum wr.wb Dengan ini saya Rizka Najla Huwaida, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ingin menyampaikan bahwa saya sedang melaksanakan penelitian dengan
judul
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH ESCHERICHIA COLI AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI KELURAHAN PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarajat (SKM). Saya memohon kesediaan saudara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jujur, semua jawaban akan terjamin kerahasiaannya. Apakah anda bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini? 1. Ya, saya bersedia 2. Tidak, saya tidak bersedia
Pakujaya, Februari 2014 Responden
(
)
No.
Pertanyaan
Diisi Oleh Peneliti
A. IDENTITAS RESPONDEN A1
Nama: L/P
[ ] A1
A2
Alamat:
[ ] A2
A3
Nomor Telepon:
[ ] A3
A4
Usia:...................Tahun
[ ] A4
B. PERTANYAAN B1
Berapakah kedalaman sumber air bersih rumah anda?
…. meter
Berapakah kedalam sumber air bersih yang kedap air? B2
0. < 3 meter
[ ] B2
1. ≥ 3 meter Apakah anda menggunakan sumber air selain air tanah untuk memasak? B3
0. Air dalam kemasan (gallon)
[ ] B3
1. Air isi ulang 2. PDAM Apakah anda menggunakan sumber air selain air tanah untuk minum? B4
0. Air dalam kemasan (gallon) 1. Air isi ulang 2. PDAM
[ ] B4
Lampiran 4. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI Beri tanda checklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap, bila perlu pewawancara dapat bertanya kepada responden. A. Observasi Sarana Air Bersih Sumur Pompa
No.
Pengamatan
1.
Ada jamban dengan jarak kurang dari 10 meter dari sekitar sumur yang dapat menjadi sumber pencemar.
2.
Ada/sewaktu-waktu ada genangan air dalam jarak 2 meter dari sekitar sumur pompa.
3.
Ada/sewaktu-waktu genangan air di atas lantai semen di sekeliling pompa.
4.
Ada keretakan pada lantai semen disekeliling pompa (yang memungkinkan air merembes).
5.
Saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada.
6.
Ada sumber pencemaran lain dengan jarak kurang dari 10 meter dari pompa (misalnya kotoran hewan, sampah, dan genangan air).
7.
Lantai semen disekeliling pompa mempunyai radius kurang dari 1 meter.
8.
Dudukan pompa yang berbatasan dengan lantainya kurang rapat/lepas (memungkinkan air merembes masuk kedalam saluran-saluran dalam pompa.
9.
Pipa distribusi tidak tertutup.
10.
Kran air yang digunakan tidak bersih dan tidak terawat.
JUMLAH
Hasil Pengamatan Ya Tidak
B. Observasi Sarana Air Bersih Sumur Gali Hasil No.
Pengamatan
Pengamatan
Ya 1.
Ada jamban dengan jarak kurang dari 10 meter dari sumur gali yang dapat menjadi sumber pencemar.
2.
Ada sumber pencemaran lain (kotoran hewan, sampah, genangan air) dengan jarak kurang dari 10 meter.
3.
Ada/sewaktu-waktu ada genangan air pada jarak 2 meter disekitar sumur gali.
4.
Lantai semen sekeliling sumur mempunyai radius kurang dari 1 meter.
5.
Saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada.
6.
Ada/sewaktu-waktu ada genangan air di atas lantai semen sekeliling sumur.
7.
Ada
keretakan
pada
lantai
sekitar
sumur
yang
memungkinkan air merembes masuk ke dalam sumur. 8.
Sumur tidak tertutup rapat.
9.
Dinding sumur sepanjang kedalaman 3 meter dari atas permukaan tanah tidak diplester cukup rapat/sempurna.
10.
Bibir
sumur
(cincin)
tidak
sempurna
memungkinkan air merembes ke dalam sumur. Jumlah
sehingga
Tidak
Lampiran 5. Lembar Hasil Pengukuran
A. HASIL PENGUKURAN 1.
2.
…… Meter Berapakah jarak antara jamban dengan sumber air 0. < 10 meter bersih? 1. ≥ 10 meter …. ..Meter Berapakah jarak antara septic tank dengan sumber 0. < 10 meter air bersih? 1. ≥ 10 meter
Lampiran 6. Lembar Hasil Uji Laboratorium
Escherichia Coli Coliform (APM/100 ml)
No Jumlah
Keterangan
Jumlah
1
8
Memenuhi
4
2
1
Memenuhi
1
3
80
Tidak Memenuhi
80
4
1601
Tidak Memenuhi
1601
5
1601
Tidak Memenuhi
1601
6
1600
Tidak Memenuhi
80
7
80
Tidak Memenuhi
80
8
23
Memenuhi
23
9
80
Tidak Memenuhi
80
10
900
Tidak Memenuhi
500
11
280
Tidak Memenuhi
280
12
500
Tidak Memenuhi
240
13
1
Memenuhi
1
14
900
Tidak Memenuhi
80
15
110
Tidak Memenuhi
26
16
80
Tidak Memenuhi
80
17
30
Memenuhi
23
18
1601
Tidak Memenuhi
1601
19
110
Tidak Memenuhi
4
Coliform No
Escherichia Coli
Jumlah
Keterangan
Jumlah
20
1600
Tidak Memenuhi
240
21
17
Memenuhi
2
22
13
Memenuhi
13
23
500
Tidak Memenuhi
34
24
900
Tidak Memenuhi
240
25
23
Memenuhi
2
26
80
Tidak Memenuhi
80
27
1600
Tidak Memenuhi
1600
28
14
Memenuhi
14
29
80
Tidak Memenuhi
26
30
13
Memenuhi
4
31
1601
Tidak Memenuhi
23
32
11
Memenuhi
2
33
22
Memenuhi
22
34
500
Tidak Memenuhi
34
35
280
Tidak Memenuhi
280
36
1601
Tidak Memenuhi
1600
37
80
Tidak Memenuhi
80
38
350
Tidak Memenuhi
350
39
1601
Tidak Memenuhi
1601
40
350
Tidak Memenuhi
350
41
80
Tidak Memenuhi
80
Coliform No
Escherichia Coli
Jumlah
Keterangan
Jumlah
42
1601
Tidak Memenuhi
23
43
80
Tidak Memenuhi
80
44
21
Memenuhi
4
45
7
Memenuhi
2
46
1
Memenuhi
1
47
21
Memenuhi
4
48
80
Tidak Memenuhi
80
49
7
Memenuhi
1
50
7
Memenuhi
2
51
21
Memenuhi
21
52
8
Memenuhi
4
53
30
Memenuhi
30
54
23
Memenuhi
23
55
7
Memenuhi
7
56
17
Memenuhi
17
57
11
Memenuhi
8
58
30
Memenuhi
23
59
13
Memenuhi
4
60
34
Memenuhi
6
61
350
Tidak Memenuhi
80
62
30
Memenuhi
23
63
17
Memenuhi
4
Coliform No
Escherichia Coli
Jumlah
Keterangan
Jumlah
64
22
Memenuhi
22
65
21
Memenuhi
7
66
350
Tidak Memenuhi
80
67
280
Tidak Memenuhi
280
68
1600
Tidak Memenuhi
80
69
80
Tidak Memenuhi
80
70
280
Tidak Memenuhi
280
Lampiran 7. Hasil Output Analisis Data
A. Analisis Univariat 1. Jumlah Coliform Statistics jumlah_coliform_air N
Valid
70
Missing
0 .46 .00 .502 0 1
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
jumlah_coliform_air Frequenc Percen y t
Valid Percent
Cumulativ e Percent
Valid tidak memenuhi
38
54.3
54.3
54.3
Memenuhi
32
45.7
45.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
2. Jumlah Escherichia Coli Statistics jumlah e coli (mpn) N
Valid Missing
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
70 0 204.83 26.00 442.720 1 1601
Valid
1 2 4 6 7 8 13 14 17 21 22 23 26 30 34 80 240 280 350 500 1600 1601 Total
jumlah e coli (mpn) Valid Frequency Percent Percent 4 5.7 5.7 5 7.1 7.1 8 11.4 11.4 1 1.4 1.4 2 2.9 2.9 1 1.4 1.4 1 1.4 1.4 1 1.4 1.4 1 1.4 1.4 1 1.4 1.4 2 2.9 2.9 7 10.0 10.0 2 2.9 2.9 1 1.4 1.4 2 2.9 2.9 15 21.4 21.4 3 4.3 4.3 4 5.7 5.7 2 2.9 2.9 1 1.4 1.4 2 2.9 2.9 4 5.7 5.7 70 100.0 100.0
3. Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air Statistics kedalaman_kedap_air N
Valid
70
Missing
0 .84 0 1
Mean Minimum Maximum
Cumulative Percent 5.7 12.9 24.3 25.7 28.6 30.0 31.4 32.9 34.3 35.7 38.6 48.6 51.4 52.9 55.7 77.1 81.4 87.1 90.0 91.4 94.3 100.0
kedalaman_kedap_air Frequenc y Percent Valid Percent Valid <3
Cumulative Percent
11
15.7
15.7
15.7
>=3
59
84.3
84.3
100.0
Total
70
100.0
100.0
4. Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih Statistics jarak_jamban_masy N
Valid
70
Missing
0 .03 0 1
Mean Minimum Maximum
jarak_jamban_masy Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulativ e Percent
Val tidak id memenuhi
68
97.1
97.1
97.1
memenuhi
2
2.9
2.9
100.0
70
100.0
100.0
Total
5. Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air Bersih Statistics jarak_septictank_masy N
Valid
70
Missing
0 .36 0 1
Mean Minimum Maximum
jarak_septictank_masy Frequenc Valid y Percent Percent
Cumulative Percent
Vali tidak d memenuhi
45
64.3
64.3
64.3
memenuhi
25
35.7
35.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
6. Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Statistics fisik_air_bersih_masy N
Valid
70
Missing
0 .43 0 1
Mean Minimum Maximum
fisik_air_bersih_masy Frequenc Valid y Percent Percent
Cumulative Percent
Valid tidak baik
40
57.1
57.1
57.1
baik
30
42.9
42.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
B. Analisis Bivariat 1. Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap terhadap Jumlah Escherichia Coli Sumber Air Bersih
Ranks kedala man_k edap_a ir jumlah e <3 coli >=3 (mpn) Total
N
Mean Rank
Sum of Ranks
11
45.86
504.50
59
33.57
1980.50
70
Test Statisticsb jumlah e coli (mpn) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Monte Sig. Carlo Sig. 95% Confidence Interval (2-tailed) Monte 95% Confidence Interval Carlo Sig. (1-tailed) Sig.
Lower Bound Upper Bound Lower Bound
210.500 1980.500 -1.852 .064 .066a .061 .071 .028
Upper Bound
.035
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 957002199. b. Grouping Variable: kedalaman_kedap_air
.032a
2. Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Sumber Air Bersih Ranks jarak_jamban_ma sy
N
Mean Rank
Sum of Ranks
jumlah e tidak memenuhi coli (mpn) Memenuhi
68
35.27
2398.50
2
43.25
86.50
Total
70 Test Statisticsc jumlah e coli (mpn)
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] Monte Carlo Sig. (2Sig. tailed) 95% Confidence Interval Monte Carlo Sig. (195% Confidence tailed) Interval
Lower Bound Upper Bound Lower Bound
52.500 2398.500 -.550 .582 .604a .615b .606 .625 .298
Upper Bound
.316 .307b
Sig. a. Not corrected for ties. b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1314643744. c. Grouping Variable: jarak_jamban_masy
3. Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Sumber Air Bersih Ranks jarak_septictank_ masy jumlah e coli tidak memenuhi (mpn) Memenuhi Total
N
Mean Rank
Sum of Ranks
45
37.79
1700.50
25
31.38
784.50
70
Test Statisticsb jumlah e coli (mpn) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Monte Carlo Sig. Sig. (2-tailed) 95% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1-tailed)
95% Confidence Interval
459.500 784.500 -1.271 .204 .200a Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound
.192 .208 .096 .108 .102a
Sig. a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 743671174. b. Grouping Variable: jarak_septictank_masy
4.
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Escherichia Coli Sumber Air Bersih
terhadap Jumlah
Ranks fisik_air_ber sih_masy jumlah e coli (mpn)
N
Mean Rank
Sum of Ranks
tidak baik
40
45.51
1820.50
baik
30
22.15
664.50
Total
70
Test Statisticsb jumlah e coli (mpn) Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Monte Carlo Sig. (2- Sig. tailed) 95% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1- 95% Confidence Interval tailed)
199.500 664.500 -4.785 .000 .000a Lower Bound Upper Bound Lower Bound
.000 .000 .000
Upper Bound
.000 .000a
Sig. a. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1502173562. b. Grouping Variable: fisik_air_bersih_masy C. Uji Normalitas
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova
jumlah e coli (mpn)
Statistic
Df
.382
70
a. Lilliefors Significance Correction
Sig. .000
Shapiro-Wilk Statist ic .474
df 70
Sig. .000
Lampiran 8. Foto Gambar 1. Sterilisasi Botol
Gambar 2. Kondisi Fisik Air Bersih
Gambar 3. Jamban dan Kran yang Digunakan
Gambar 4. Septic Tank
Gambar 5. Pengambilan Sampel Air
Gambar 5. Observasi, Wawancara, dan Pengukuran
Gambar 6. Kotak Es