FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI MENABUNG DI BANK SYARIAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh : VITA WIDYAN PRIAJI NIM: 106070002327
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011M i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI MENABUNG DI BANK SYARIAH
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh: VITA WIDYAN PRIAJI NIM: 106070002327
Di bawah bimbingan: Pembimbing I
Pembimbing II
Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522
Miftahuddin, M.Si NIP: 19730317 200604 1 001
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M ii
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSI MENABUNG DI BANK SYARIAH” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 20 September 2011
Sidang Munaqosyah
Dekan/Ketua merangkap Anggota
Pembantu Dekan/Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si NIP: 19561223 198303 2 001
Anggota:
Drs. Akhmad Baidun, M.Si NIP : 19640814 200 112 1001
Miftahuddin, M.Si NIP: 19730317 200604 1 001
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Vita Widyan Priaji NIM
: 106070002327
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Menabung di Bank Syariah” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 14 September 2011
. Vita Widyan Priaji . NIM: 106070002327
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO:
“Setiap perbuatan diawali dengan niat. Setiap perkara tergantung pada niatnya” -Nabi Muhammad SAW
"Tinta para pelajar lebih suci daripada darah orang-orang yang mati syahid" -Nabi Muhammad SAW “Orang
yang
perasaan tindakan
sukses
senang yang
dan
adalah
orang
deritanya.
diperlukan
untuk
yang
Ketika
mampu
menuju
dia
mengendalikan
tidak
sukses,
melakukan
dia
bisa
merasakan penderitaan akibat tidak melakukan tindakan itu. Dan dia mendapatkan perasaan bahagia ketika dia melakukan tindakan yang
diperlukan
untuk
menuju
sukses.
Inilah
kendali
yang
dimiliki orang sukses. Sebaliknya orang gagal. Dia merasakan menderita
kalau
melakukan
tindakan
yang
diperlukan
untuk
sukses, dan dia merasa nyaman kalau tidak melakukan tindakan
yang diperlukan untuk sukses itu. Sehingga mereka akhirnya tidak melakukan kegiatan/kebiasaan sukses” -Anthony Robbins
“Never be yourself. But, grow yourself. Why be yourself when you can be someone better ?” -Richard Bandler v
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini ku persembahkan untuk Bapak & Ibu yang telah memberikan kasih sayang secara penuh dan pengorbanan tanpa syarat demi kebahagiaan serta masa depanku. vi
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) September 2011 (C) Vita Widyan Priaji (D) XX + 149 halaman + lampiran (E) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Menabung di Bank Syariah (F) Bank Syariah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan di Indonesia.
Namun, meski tingkat pertumbuhan rata-rata termasuk baik, tidak dengan jumlah nasabahnya, dimana dari tahun ke tahun justru menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah nasabah yang bergabung dengan bank syariah. Hal ini dirasa perlu bagi para manajemen bank syariah untuk mengetauhi faktor apa saja yang dapat memunculkan intensi atau niat para calon nasabah untuk menggunakan jasa perbankan syariah dari kacamata psikologis. Intensi menabung merupakan prediktor yang baik untuk memprediksi kemunculan perilaku di masa yang akan datang. Kemunculan intensi menabung ini diduga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu faktor psikologis maupun demografis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor psikologis apa saja yang paling besar dan signifikan mempengaruhi intensi menabung di bank syariah. Peneliti menguji beberapa variabel yang diduga mempengaruhi intensi menabung di bank syariah, yaitu sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, pendapatan, pendidikan, dan usia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 200 responden penduduk Tangerang Selatan. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan non-probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala intensi menabung yang dikembangkan oleh Fishbein & Ajzen (1975). Alat ukur sikap peneliti susun berdasarkan teori Engel (1995), norma subjektif dan PBC berdasarkan silent belief yang berpijak pada teori Fishbein dan Ajzen (1975) dan Ajzen (2005). Alat ukur religiusitas berdasarkan Fetzer Institute (1999). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam peneltian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 19. Sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan Lisrel 8.3. Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0,459 hal ini berarti 45,9 % variabel intensi menabung di bank syariah dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 7 variabel yaitu sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan, dan usia dengan indeks signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Yang berarti, hipotesis mayor nol (H0) yang menyatakan tidak ada pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavior vii
control, religiusitas, penghasilan, pendidikan, dan usia, ditolak. Artinya ada pengaruh sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan, dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah. Penulis menyarankan untuk menyertakan aspek psikologis lain yang mungkin dapat mempengaruhi intensi menabung di bank syariah pada penelitian selanjutnya. Selain itu perlu pula untuk menguji hingga ke aspek perilaku menabung di bank syariah. (G) Daftar Bacaan: 55; buku: 22 + jurnal: 22 + internet: 8 + skripsi: 2 + tesis: 1
viii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Menabung di Bank Syariah”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada panutan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga, sahabat, ulama, dan segenap umat Islam sekalian. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Penulis sangat berterima kasih karena ditengah jadwal beliau yang amat padat, beliau banyak meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih atas segala arahan, masukan, kritik, serta koreksi yang sangat detail dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Miftahuddin, M.Si., Dosen Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, arahan, koreksi, pertanyaan kritis, kritik yang membangun, dan waktu yang diberikan kepada Penulis. 3. Ibu Solicha, M.Si, Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama Penulis menjalani perkuliahan. 4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pelajaran kepada Penulis, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan. 5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi. Teristimewa untuk Mbak Rini yang banyak memberikan informasi mengenai kegiatan Bapak dan Pak Ayung yang banyak memberi informasi dan bantuan dalam proses birokrasi di bagian akademik.
ix
6. Orang tuaku, Bapak Wuryono dan Ibu Ponijem. Terima kasih tak terhingga atas didikan, kasih sayang, kesabaran, pengertian, dan dukungan baik moril maupun materil yang masih Penulis terima dan rasakan hingga detik ini. Perjuangan Bapak dan Ibu dalam mengasuh dan membesarkan Penulis merupakan sebab dari semua yang telah Penulis raih hingga saat ini. Dan itu semua sulit Penulis gantikan dengan material duniawi dalam bentuk apapun. Hanya bakti dan doa-doa yang bisa Penulis berikan. Semoga Bapak dan Ibu diberikan kesehatan serta usia yang panjang dan berkah oleh Allah SWT, agar kelak di masa depan bisa melihat keberhasilan Penulis. 7. Adikku, Vita Wahyu Prahasto, terima kasih telah menjadi adik yang baik dan sabar menghadapi kakak yang terkadang galak dan jahil. Semoga kamu mampu menjadi anak yang sukses kelak, anak yang sholeh, dan mari kita bersama membanggakan dan membahagiakan kedua orang tua yang telah banyak berkorban untuk kita. 8. Sahabat GAMA 88, “Family without Family Tree”; Kak Ari, Kiki, Dina, Sunu, Ayya, Ayi, Mira, Dyane, Emir, Desi, Intan, Ifah, Manggala Adi, Winas, Suny, Vita, Mbak Tiwi. Walaupun kini kita jarang bersama, namun memori tentang kebersamaan dan perjuang
memasuki bangku kuliah dulu, di mana kita saling mendukung demi cita-cita, akan selalu Penulis kenang sepanjang masa. Teristimewa untuk Kak Ari yang benar-benar
membimbing Penulis mulai dari nol, memberikan gambaran tentang dunia kuliah di mana kala itu Penulis masih amat ‘buta’, mendorong semangat Penulis agar terus optimis dan memiliki konsep diri yang baik, mengajarkan banyak hal tentang kehidupan, dan bala bantuan lain yang begitu banyak dan berarti bagi Penulis. 9. Sahabat-sahabat Penulis semenjak kuliah, Adiyo, Adit, Pras, Rudhi, Amal, Dara, Danny, Hanny, Isni, Rika, Sheli, Suci, & Siti, terima kasih untuk segala canda tawa yang telah kita rangkai bersama, berbagi cerita, dan segala kenangan yang menyejukkan hati. Teristimewa untuk Adiyo, atas bantuan memecahkan kode-kode rumit Lisrel, saran saat proses pengolahan data dan ilmu-ilmu statistika yang diberikan. Nya’ Soraya dan Inaz yang banyak memberi masukan dan bantuan saat Penulis mengalami kebuntuan, serta refrensi yang sangat membantu bagi Penulis. Untuk teman-teman seperjuangan pengerjaan skripsi Sarah, Lina, Dimas, Eja, Iqbal, Risna, Fifa, Nuran, Reza, dan Efy yang telah berbagi ide, refrensi, saran, dan canda ketika bertemu di kampus dan menunggu bimbingan. Adik-adik mentee Penulis yang kritis, Aman, Ani, Icha, Indah, Sanie, ulul, Serta rekan-rekan kelas D yang sangat kompak. 10. Fathannisa Isnani, terima kasih banyak telah mengisi hari-hari Penulis dengan penuh canda, saling berbagi, kelucuan, dan banyak membantu Penulis, mulai dari mencari bahan refrensi, menemani sewaktu menunggu bimbingan, memberi semangat disaat galau, meluangkan waktu untuk membantu saat kesulitan, serta kesabaran memberi Penulis support kala down dan gundah. Serta kawan-kawan dari Fathannisa; Indah, Meida, Mizan, Nesya, Reisha, Restu, Tate, Thata, Uci, Virgin, dan Winda. 11. Sahabat Penulis, Ratih & Sidiq, selama tujuh tahun kita bersahabat, saling membantu, meredakan emosi saat sedih, memberi semangat sewaktu kehilangan asa, memotivasi satu sama lain kala duka, dan berbagi tawa di momen bahagia. Terima kasih banyak, sahabat. x
12. Tim Bettermind Indonesia, Kak Adang, Sunu, dan Echa. Terima kasih atas kekompakan dan semangat mendirikan organisasi ini. Pembelajaran bersama mengenai organisasi dan bisnis yang sudah berdiri 5 tahun lamanya ini, telah membuat Penulis memiliki pengalaman yang berkontribusi pada perjalanan karir. 13. Sahabat-sahabat Kahfi Bagus Brain Communication School. Guru besar Kahfi, Bapak Tubagus Wahyudi & Bapak Fir’aun Maulana yang banyak memberikan motivasi, ilmuilmu, & paradigma kehidupan kepada Penulis yang sangat signifikan mengubah kekeliruan pola pikir Penulis. Kawan-kawan kelas XI A dan XI Maliki yang sangat hangat. Teristimewa untuk Alwi, atas diskusi, sharing ilmu, & bantuan menyebar angket. Ai, Ali, Helen, Ka Hambali, Ka Irfan, Rajesh, Silvi yang juga membantu Penulis mencarikan responden sewaktu kesulitan mendapatkannya. Ka Bogie, Ka DP, Ka Ibnu, Ka Oji, Ka Sorih, Ka Syarif dan Kaka-kaka lain atas pembelajaran luar biasa yang diberikan. Dan Sahabat Kahfi semua yang mohon maaf tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu. 14. Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian. Skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan dari Anda semua. Terima kasih banyak atas kesabaran dan waktu luang yang Anda berikan untuk mengisi angket Penulis. 15. Seluruh pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, Penulis memohon kepada Allah SWT agar seluruh bantuan, motivasi, dan bimbingan dari semua pihak dibalas dengan balasan yang berlipat. Amin. Selain itu Penulis berharap skirpsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Mengingat kekurangan dan keterbatasan dari skripsi ini, maka segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis sebagai bahan penyempurnaan.
Jakarta, 14 September 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v ABSTRAK ............................................................................................................. vii KATA PENGANTAR........................................................................................... ix DAFTAR ISI.......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR GRAFIK............................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xviii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xix BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN ............................................................................... 1-18 1.1
Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2
Perumusan dan Batasan Masalah................................................. 16
1.3
Tujuan Penelitian ......................................................................... 17
1.4
Manfaat Penelitian ....................................................................... 17
1.5
Sistematika Penulisan .................................................................. 18
KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 19-77 2.1
Intensi Menabung......................................................................... 19 2.1.1 Teori Intensi ........................................................................ 19 2.1.1.1 Pengertian intensi .................................................. 20 2.1.1.2 Spesifikasi intensi.................................................. 20 2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi terwujudnya intensi ............................................... 22 2.1.1.4 Teori yang membahas mengenai intensi ............... 26 xii
2.1.1.5 Background faktor intensi ..................................... 35 2.1.2 Perilaku Menabung............................................................ 37 2.1.2.1 Pengertian dan Penjelasan Menabung ................... 37 2.1.3 Intensi Menabung ............................................................. 39 2.1.3.1 Definisi Intensi Menabung .................................... 39 2.1.3.2 Model Teori Intensi Menabung Menurut Robinovich & Paul ................................. 39 2.1.3.3 Model Teori Intensi Menabung Menurut Croy dkk ................................................ 42 2.1.3.4 Model Teori Intensi Menabung Menurut Warneryd ................................................ 43 2.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Menabung .............. 45 2.2.1 Sikap ................................................................................... 46 2.2.1.1 Pengertian Sikap ..................................................... 46 2.2.1.2 Komponen Sikap..................................................... 49 2.2.2 Norma Subyektif................................................................. 51 2.2.2.1 Pengertian Norma Subyektif................................... 51 2.2.2.2 Determinan Norma Subyektif ................................. 52 2.2.3 Perceived Behavior Control ............................................... 54 2.2.3.1 Pengertian Perceived Behavior Control ................. 54 2.2.3.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Perilaku Menabung ................................................. 56 2.2.4 Religiusitas.......................................................................... 57 2.2.4.1 Pengertian Religiusitas ............................................. 58 2.2.4.2 Dimensi Religiusitas................................................. 61 2.2.5 Penghasilan ......................................................................... 65 2.2.6 Pendidikan........................................................................... 66 2.2.7 Usia
................................................................................. 66
2.3 Bank Syariah ................................................................................. 68 2.3.1 Pengertian Bank Syariah ...................................................... 68 2.3.2 Fungsi Bank Syariah ............................................................ 68 2.4 Kerangka Berpikir ......................................................................... 73 xiii
2.5 Hipotesis Penelitian....................................................................... 77 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 78-119 3.1 Populasi dan Sampel ..................................................................... 78 3.2 Variabel Penelitian ........................................................................ 79 3.2.1 Definisi operasional.............................................................. 80 3.2.2 Instrumen pengumpulan data ............................................... 82 3.3 Pengujian Validitas Alat Ukur ...................................................... 86 3.3.1 Uji Validitas Alat Ukur ........................................................ 89 3.3.1.1 Uji Validitas Skala Intensi Menabung...................... 89 3.3.1.2 Uji Validitas Skala Sikap ......................................... 91 3.3.1.3 Uji Validitas Skala Norma Subyektif ....................... 96 3.3.1.4 Uji Validitas Skala PBC ........................................... 99 3.3.1.5 Uji Validitas Skala Religiusitas................................ 106 3.4 Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 116 3.5 Metode Analisa Data ..................................................................... 117
BAB 4
HASIL PENELITIAN ........................................................................ 120-131 4.1 Analisa Deskriptif ........................................................................... 120 4.2 Uji Hipotesis Penelitian .................................................................. 123
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN........................................ 132-144 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 132 5.2 Diskusi …….................................................................................. 133 5.3 Saran ……….. ............................................................................... 141 5.3.1 Saran Metodologis................................................................ 141 5.3.2 Saran Praktis......................................................................... 142
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 145-149 LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Perkembangan Bank Syariah Di Lima Negara Berkembang ........... 4
Tabel 1.2
Pertumbuhan Bank Syariah Di Indonesia......................................... 4
Tabel 2.1
Perbandingan Bank Syariah Dan Konvensional .............................. 70
Tabel 2.2
Perbedaan Bunga Dan Bagi Hasil .................................................... 72
Tabel 3.1
Bluprint Skala Intensi ....................................................................... 83
Tabel 3.2
Bluprint Skala Sikap ......................................................................... 84
Tabel 3.3
Bluprint Skala Norma Subyektif....................................................... 84
Tabel 3.4
Bluprint Skala Perceived Behavior Control ..................................... 85
Tabel 3.5
Bluprint Skala Religiusitas ............................................................... 86
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Untuk Intensi Menabung ................................. 90
Tabel 3.7
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Faktor Afektif ............................................... 92
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Untuk Faktor Afektif ....................................... 93
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Untuk Faktor Kognitif ..................................... 94
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Untuk Faktor Konatif....................................... 95
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Untuk Normative Belief ................................... 97
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Untuk Motivation To Comply .......................... 98
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Untuk Control Belief Pendukung..................... 100
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Untuk Power Belief Pendukung....................... 102
Tabel 3.15
Muatan Faktor Item Untuk Control Belief Penghambat................... 103
Tabel 3.16
Muatan Faktor Item Untuk Power Belief Penghambat..................... 105
Tabel 3.17
Muatan Faktor Item Untuk Daily Spiritual Experience.................... 107
Tabel 3.18
Muatan Faktor Item Untuk Meaning ................................................ 108
Tabel 3.19
Muatan Faktor Item Untuk Value Dan Belief ................................... 110
Tabel 3.20
Muatan Faktor Item Untuk Forgiveness........................................... 111
Tabel 3.21
Muatan Faktor Item Untuk Private Religious Practice .................... 112
Tabel 3.22
Muatan Faktor Item Untuk Religious Support.................................. 113
Tabel 3.23
Muatan Faktor Item Untuk Religious/Spiritual Coping ................... 114 xv
Tabel 3.24
Muatan Faktor Item Untuk Commitment Dan Organizational........ 115
Tabel 4.1
Jumlah Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin .................................... 120
Tabel 4.2
Jumlah Subyek Berdasarkan Pendidikan......................................... 121
Tabel 4.3
Jumlah Subyek Berdasarkan Penghasilan ....................................... 122
Tabel 4.4
Tabel ANOVA Pengaruh IV Terhadap DV..................................... 123
Tabel 4.5
Tabel R-Square ................................................................................ 124
Tabel 4.6
Koefisien Regresi............................................................................. 125
Tabel 4.7
Proporsi Varians Masing-Masing Independent Variable ................ 129
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1
Pertumbuhan Jumlah Rekening BUS dan UUS 2005-2009............................................................... 7
Grafik 1.2
Prosentase Pertumbuhan Jumlah Rekening BUS dan UUS 2005-2009............................................................... 8
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Theory of Planned Behavior ........................................................... 28
Gambar 2.2
Background Factor Pada Theory of Planned Behavior .................. 36
Gambar 2.3
Model Kerangka Teori Intensi Menabung Menurut Croy .............. 42
Gambar 2.4
Model Kerangka Teori Intensi Menabung Menurut Warneryd ...... 45
Gambar 2.5
Pandangan Tradisional Tiga Komponen Sikap............................... 49
Gambar 2.6
Pandangan Kontemporer Hubungan Antara Kepercayaan, Perasaan, Sikap Intensi Berperilaku Dan Perilaku.......................... 50
Gambar 2.7
Kerangka Berpikir Penelitian Muhammad Dan Devi ..................... 58
Gambar 2.8
Background Factor Pada Theory of Planned Behavior.................. 74
Gambar 2.9
Kerangka Berpikir........................................................................... 75
Gambar 3.1
Analisis Faktor Konfimatorik Dari Variabel Intensi Menabung .... 89
Gambar 3.2
Analisis Faktor Konfirmatorik Dari Faktor Afektif ........................ 91
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Lampiran 2 Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik Contoh Output Analisis Faktor Konfirmatorik Lampiran 3 Analisis Faktor Analisis Faktor Konfirmatorik Intensi Menabung Analisis Faktor Konfirmatorik Afektif Analisis Faktor Konfirmatorik Kognitif Analisis Faktor Konfirmatorik Konatif Analisis Faktor Konfirmatorik Normative Belief Analisis Faktor Konfirmatorik Motivation To Comply Analisis Faktor Konfirmatorik Control belief pendukung Analisis Faktor Konfirmatorik Power belief pendukung Analisis Faktor Konfirmatorik Control belief penghambat Analisis Faktor Konfirmatorik Power belief penghambat Analisis Faktor Konfirmatorik Daily Spiritual Experience Analisis Faktor Konfirmatorik Meaning Analisis Faktor Konfirmatorik Value dan Belief Analisis Faktor Konfirmatorik Forgiveness Analisis Faktor Konfirmatorik Private Religious Practice Analisis Faktor Konfirmatorik Religious Support Analisis Faktor Konfirmatorik Religious/ Spiritual Coping Analisis Faktor Konfirmatorik Commitment dan Organizational
xix
Lampiran 4 Matriks Korelasi Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Faktor Afektif Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Kognitif Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Normative belief Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Motivation to comply Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Control belief Pendukung Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Power belief Pendukung Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Control belief Penghambat Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Power belief Penghambat Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Daily spiritual experience Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Meaning Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Private religious practice Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Commitment dan Organizational Lampiran 5
OUTPUT SPSS ANALISIS REGRESI
xx
1
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting di dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam mendukung dunia usaha disegala sektor. Perbankan memiliki porsi yang cukup besar dalam penghimpunan dana masyarakat baik berupa tabungan, deposito dan giro serta penyediaan dana dalam bentuk penyaluran berbagai jenis kredit dan menjadi sarana pendukung di dalam transaksi lalu lintas pembayaran dan keuangan (Hendrawan, 2004). Penyaluran berbagai arus perputaran uang yang ada di bank dari masyarakat kembali ke masyarakat, dimana bank sebagai perantaranya. Nasabah yang kelebihan dana menyimpan uangnya di bank dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito. Bagi bank dana yang disimpan oleh masyarakat ini sama artinya dengan membeli dana. Nasabah penyimpan akan memperoleh balas jasa dari bank berupa bunga (istilah yang digunakan oleh bank konvensional) atau bagi hasil (istilah yang digunakan oleh bank syariah). Kemudian oleh bank dana tersebut disalurkan kembali atau dijual kepada masyarakat yang kekurangan atau membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman. Bagi masyarkat yang memperoleh pinjaman atau kredit diwajibkan untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta
2
bunga sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan atau menurut sistem bagi hasil yang telah ditetapkan bersama. Salah satu alasan yang mendorong seseorang untuk menabung di bank diantaranya karena tergiur oleh suku bunga yang ditawarkan oleh pihak bank. Namun bunga bank kini menjadi perdebatan para ulama. Secara umum para ulama menggolongkan bunga bank termasuk dalam kategori riba dan haram. Sebagian masyarakat Indonesia meyakini pendapat bahwa bunga bank yang beredar di bank-bank konvensional termasuk dalam kategori riba dan haram. Sistem yang dijalankan oleh perbankan konvensional tidak sesuai dengan syariah. Bank syariah tampil sebagai alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan yang menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat dan memenuhi prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah diperkuat dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah dirubah dalam UU No. 10 tahun 1998, UU No. 23 tahun 1999 dan UU No. 9 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil, didasarkan pada dua alasan utama: (1) Adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang oleh agama. Larangan riba bukan saja oleh agama Islam, tetapi dilarang pula oleh agama lainnya. (2) Sistem perbankan yang ada sekarang memiliki kecenderungan terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi di tangan kelompok elit, para bankir dan pemiliki modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya dikhawatirkan akan
3
mengakibatkan kerawanan berupa konflik antar kelas sosial yang berujung pada terganggunya stabilitas nasional maupun perdamaian internasional (Sumitro, 2004) Menurut Sullivan (dalam Felix, 1997), kebutuhan akan bank syariah disebabkan tiga pertimbangan. (1) Seorang investor Islam harus menghindari hubungannya dengan industri yang dilarang
untuk seorang Muslim, seperti;
alkohol, perjudian, ponografi, atau daging (daging babi). (2) Perusahaan Islam harus menghindari bunga (riba), perjudian dan memperhatikan batasan dalam jual beli saham. (3) Banyak investor muslim yang cenderung tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang memperhatikan etika dan moral Islam. Perbankan
syariah
pun
memiliki
perkembangan
yang
cukup
menggembirakan baik di Indonesia maupun luar negeri. Pertumbuhan perbankan syariah di beberapa negara cukup meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat prosentase pertumbuhan bank syariah di lima negara berkembang yang mayoritas muslim penduduknya beragama dari tahun 2002 ke 2006 yaitu Tukey 44%, Indonesia 60%, Kuwait 29 %, Malaysia 20 % dan Qatar 40 %. Lihat tabel berikut:
4
TABEL 1.1
Negara
Turkey
Indonesia
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI 5 (LIMA) NEGARA BERKEMBANG % Pertumbuhan 2002 2003 2004 2005 2006 2002-2006 1.5
1.6
0.4
Kuwait
0.6
15
Malaysia
1.4
18.1
9.7
12.5
2.4
1.2
16.2
8.9
Qatar
1.5
12.5
13.7
Sumber: Bank Sentral dalam Riawan (2009)
44
12.3
20
1.6
21.6
10.5
2.7
60
25.4
11.7 14.4
29
15.9
40
Tidak hanya di luar negeri saja. Pertumbuhan bank syariah dan usaha syariah di Indonesia pun cukup membanggakan. Hal ini bisa dilihat dari tabel berikut. TABEL 1.2 PERTUMBUHAN USAHA SYARIAH DI INDONESIA Indikasi BUS
UUS
BPRS
1998
2003 8
15
KP/UUS
KP/UUS
2004 KP/UUS
76
84
88
1 -
2
3
2005
2006
2008 KP/UUS
2009 KP/UUS
20
25
27
25
KP/UUS
KP/UUS
2007 KP/UUS
92
105
114
3
19
3
3
5
131
Sumber: BI, statistik Perbankan Syariah, 2009 (dalam E-Syariah, 2010)
6
139
Perkembangan bank syariah yang ditunjukkan dalam Tabel 1.2 menunjukkan secara kuantitas pencapaian perbankan syariah terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Awal tahun lahirnya bank syariah yaitu pada tahun 1998 terlihat hanya ada satu Bank Umum Syariah dan 76 Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Berbeda dengan di awal-awal tahun, pada Desember 2009 jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25
5
Unit Usaha Syariah. Disamping itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama Namun demikian walaupun pertumbuhan perbankan syariah di berbagai sektor cukup baik, belum tentu halnya dengan para nasabah. Partisipasi umat Islam terhadap bank syariah masih sangat minim, jika dihitung dalam prosentase hanya sekitar (1,57%) dibandingkan dengan masyarakat Indonesia yang sebagian besar umat Islam. Hal ini menjadi pertanyaan sejauh mana pemahaman dan sikap masyarakat mengenai bank syariah. Selain itu, bank syariah yang hadir berdasarkan kaidah yang berlandaskan unsur keislaman idealnya menjadi daya tarik bagi penduduk Indonesia yang memiliki penduduk kurang lebih 200.000.000 jiwa dan 88% diantaranya atau sekitar 176.000.000 merupakan penduduk muslim. Jika menengok ke belakang, krisis moneter yang melanda dunia termasuk negara Indonesia pada tahun 1998 telah menghancurkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah. Salah satu bank yang tercatat berhasil menunjukkan daya tahannya yaitu bank Muamalat dan pada krisis keuangan tahun
6
2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp300 miliar lebih (ESyariah, 2010). Sistem bunga yang membawa kehancuran perekonomian dan tergolong riba dihindari oleh bank syariah dan kemudian diganti menjadi sistem yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil ini tidak bertentangan dengan ajaran agama dibandingkan prinsip bunga yang dianut oleh bank-bank konvensional. Dalam Gozali (2010) sistem bagi hasil perbankan syariah yaitu berprinsip pada keadilan. Keunggulan dari sistem bagi hasil antara lain yang pertama, lebih menunjukkan kewajiban bisnis dan keadilan karena pengusaha hanya akan membayarkan bagi hasil sesuai dengan keuntungan rill yang diperoleh. Ke dua, adanya fleksibilitas dan dinamika yang tidak akan menyebabkan kebangkrutan dan hilangnya produktivitas masyarakat. Ketiga, memberikan peluang kemitraan usaha karena setiap penyaluran dana bank dikaitkan dengan sektor rill disertai pembinaan dan pengawasan dalam proses manajemen perusahaan. Ke empat, memberikan kesempatan berkembang usaha kecil karena dasar penilaian pembiayaan yaitu kelayakan usaha nasabah bukan pada sisi jaminan. Ke lima, dengan diterapkannya sistem bagi hasil cost push inflation dapat ditekan/dihapus. Ke enam, tidak mengenal negative spread seperti dialami oleh bank konvensional akibat kenaikan suku bunga simpanan. Ke tujuh, bank syariah tidak boleh melakukan usaha spekulatif yang dapat membahayakan bank. Suhesta (2010) menjelaskan mengenai fenomena yang menarik jika mencermati Statistik Perbankan Syariah per Februari 2010 yang dikeluarkan oleh
7
Bank Indonesia pada akhir Maret 2010 yang lalu. Fenomena itu ialah tentang pertumbuhan nasabah perbankan syariah. Berdasarkan data jumlah rekening Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) mulai 2005 hingga 2009 dapat dihitung bahwa rerata tingkat pertumbuhan jumlah rekening BUS dan UUS yaitu 25% per tahun. Pada 2005 jumlah rekening tersebut 1,4 juta unit. Sementara pada akhir 2009 telah berjumlah 5,2 juta lebih. Berikut merupakan grafik mengenai pertumbuhannya: GRAFIK 1.1 GRAFIK PERTUMBUHAN JUMLAH REKENING BUS DAN UUS 2005-2009
Sumber: Suhesta (2010) Meski tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar itu termasuk cukup baik, namun ternyata jika dilihat dari tahun ke tahun justru menunjukkan trend (kecenderungan) penurunan yang cukup signifikan. Statistik tersebut bisa diolah grafik penurunannya seperti berikut ini:
8
GRAFIK 1.2 GRAFIK PERSENTASE PERTUMBUHAN JUMLAH REKENING BUS DAN UUS 2005-2009
Sumber: Suhesta (2010) Terlihat bahwa tingkat pertumbuhan rekening pada 2006 naik 68,11% dibandingkan jumlah rekening pada tahun 2005. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, tingkat pertumbuhan itu semakin menurun hingga pada akhir 2009 tinggal 19,73% –di bawah rata-rata tahunan– dibandingkan dengan tahun 2008. Bahkan jika dilihat dari jumlah pertambahan unit rekening per tahunnya pun – sebagaimana grafik yang pertama— terlihat adanya trend penurunan yang sama. Fenomena ini menunjukkan adanya gejala stagnasi pertumbuhan rekening pada institusi perbankan syariah di Indonesia. Ini juga berarti terjadi stagnasi terhadap jumlah nasabah, oleh karena jumlah nasabah berkorelasi langsung dengan jumlah rekening. Pada gilirannya hal ini secara tidak langsung berpengaruh pula terhadap lambannya peningkatan market share perbankan syariah di tanah air.
9
Kenyataan ini sungguh terasa ironis setidaknya karena dua hal. Pertama, stagnasi itu justru terjadi pada saat pemerintah dan kalangan perbankan syariah tengah berusaha keras mengejar pangsa pasar (market share) 5% dari kue bisnis perbankan nasional sesegera mungkin. Ke dua, perbankan syariah justru tidak berhasil menggaet nasabah dari kalangan muslim di tengah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Melihat masih minimnya minat masyarakat Indonesia terhadap perbankan syariah, penting sekali bagi para manajemen perbankan syariah untuk mengetahui intensi menabung yang dimiliki oleh para calon nasabah serta faktor-faktor psikologis dan demografis apa saja yang mempengaruhinya, dilihat dari kacamata psikologi. Dengan pemahaman terhadap intensi para calon nasabah tersebut maka akan menjadi bahan pertimbangan bagi para manajemen bank syariah untuk dapat mengembangkan jumlah nasabahnya. Menabung merupakan suatu aktivitas guna memenuhi suatu kebutuhan yaitu jaminan akan materi. Menabung juga merupakan kegiatan atau aktivitas yang memerlukan adanya keinginan dalam diri seseorang untuk menyisihkan dan menyimpan uangnya di bank. Menabung memerlukan niat agar perilakunya dapat terealisasikan dengan baik. Seorang nasabah pada saat akan menabung kepada suatu bank terlebih dahulu mempertimbangkan apa manfaat dan tujuan dari menabung. Selanjutnya mulai mengumpulkan informasi tentang bank apa yang cocok dengan kebutuhan maupun prinsipnya. Kemudian dilakukan kegiatan menilai, mencari dan memakai jenis tabungan yang dibutuhkan tersebut. Maka, dapat dikatakan untuk merealisasikan suatu aktivitas menabung diperlukan sebuah
10
kemauan yang kuat atau niat untuk melakukannya. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah laku, dapat dijelaskan melalui konsep intensi. Intensi dalam diri individu menggambarkan aspek-aspek internal maupun eksternal yang mempengaruhi orang tersebut merealisasikan suatu perilaku. Intensi juga ditentukan oleh tiga faktor yaitu sikap, norma subyektif dan perceived behavior control. Sikap dalam Fishben dan Ajzen (1975) diartikan sebagai besarnya perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek yang dimaksud dalam hal ini umumnya berupa suatu tingkah laku. Norma subyektif menurut Fishbein dan Ajzen (1975) didefinisikan sebagai persepsi individu bahwa kebanyakan orang yang dianggap penting bagi dirinya berpikir supaya dia seharusnya atau tidak seharusnya melakukan tingkah laku tertentu. Jadi norma subyektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tertentu. Sementara perceived behaviral control (PBC), diartikan sebagai dorongan ataupun hambatan yang dipersepsikan individu untuk menampilkan suatu tingkah laku (Ajzen, 1991). Intensi merupakan prediktor yang baik dalam mempengaruhi berbagai macam tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud di sini yaitu tingkah laku yang nampak. Intensi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu intensi menabung di bank syariah. Hubungan yang kuat antara intensi dan perilaku ini, memunculkan dugaan bahwa hal-hal yang mempengaruhi perilaku menabung kemungkinan besar juga akan mempengaruhi intensi menabung. Dengan demikian, kita bisa mempelajari
11
faktor-faktor yang mempengaruhi intensi menabung dengan berpijak pada faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku menabung. Masyarakat dapat memiliki intensi atau tidak memiliki intensi sama sekali untuk menabung di bank syariah dapat dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap karakteristik perbankan itu sendiri. Sikap diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Dengan adanya pengalaman dan proses belajar tersebut, maka seseorang bertindak berdasarkan perasaannya. Sebuah pengalaman dan proses seseorang sangatlah beragam dan dalam kaitannya dengan bank syariah, masyarakat pun mempunyai sikap yang berbeda-beda. Misalnya saja, dalam konteks keharaman bunga bank yang secara jelas dihindari oleh bank syariah, masyarakat cenderung mengabaikan keharaman dari bunga bank itu sendiri dapat dikarenakan proses pembelajarannya selama ini mengenai bunga bank dan riba itu sendiri. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Cokro (1999) tentang pengaruh sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif dan perceived behavior control terhadap intensi menabung di bank syariah didapatkan hasil bahwa intensi pemeluk agama Islam untuk menabung di bank syariah cenderung tinggi. Faktor yang berpengaruh paling tinggi pada intensi untuk menabung di bank berasal dari faktor sikap dan juga PBC. Sebelum memutuskan untuk memilih institusi perbankan, para calon nasabah biasanya memiliki tipe perbankan yang telah dievaluasinya sebagai objek yang lebih disukai dari institusi perbankan yang lain. Pada saat perasaan suka itu terbentuk, maka intensinya pun juga ikut terbentuk.
12
Dalam penelitian Taib dkk (2008) International journal of Islamic and middle eastern finance and management dalam penelitiannya yang berjudul Factors influencing intention to use diminishing partnership home financing, mejelaskan bahwa sikap berpengaruh positif terhadap intensi untuk terlibat dalam diminishing partnership (DP). Diminishing partnership dalam dunia perbankan syariah juga disebut dengan musyarakah mutanaqisa, yang didefinisikan sebagai bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Kerja sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerja sama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain (Gozali, 2010). Selain itu, didapatkan bahwa norma subyektif, ini secara positif berkaitan dengan intensi untuk terlibat dalam DP. Norma subyektif menjadi prediktor yang lebih baik karena memiliki koefisien nilai yang lebih tinggi. Karena DP merupakan produk keuangan yang “bebas bunga” dan keberadaannya sangat dipandu oleh hukum syariah, secara jelas ini telah memberikan kontibusi terhadap norma subyektif. Pendapat yang disuarakan para Ulama, anggota keluarga dan teman sebaya memberikan pengaruh terhadap intensi individu untuk menggunakan DP. Selain itu, Croy dkk (2010) dalam jurnal The role and relevance of domain knowledge, perceptions of planning importance, and risk tolerance in predicting savings intentions, menyebutkan bahwa PBC (perceived behavior control) memberikan pengaruh besar terhadap intensi menabung. Hasil mengkonfirmasi teori Ajzen yang bernama Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan sebuah
13
model powerful yang bisa digunakan dalam memprediksi intensi berperilaku dalam konteks menabung. Penelitian yang dilakukan oleh SEF UGM (2008) mengenai preferensi mahasiswa terhadap perbankan syariah memberikan data bahwa meskipun banyak responden yang tertarik untuk menabung di bank syariah tetapi ternyata kebanyakan dari mereka belum memiliki rekening di sana. Sebanyak 72,6% responden masih belum memiliki rekening di bank syariah. Sebesar 16,67% yang sudah memiliki rekening di bank syariah. Sedangkan sebanyak 10,42% responden berencana untuk memulai membuka rekening baru. Ada beberapa alasan yang menyebabkan mahasiswa masih belum berencana membuka rekening di bank syariah. Sebagian besar dari mereka merasa malas dan merasa bahwa tidak praktis jika harus membuka rekening baru. Selain itu alasan lainnya yaitu karena kesulitan akses menjangkau. Memang sampai saat ini bank syariah masih lebih sedikit jumlahnya dibanding bank konvensional. Tak mengherankan jika masyarakat kesulitan untuk menggunakan jasa bank syariah dan lebih memilih bank konvensional. Ada juga alasan lain yang meragukan praktek bank syariah apakah sudah sesuai dengan syariah Islam. Perceived behavior control erat kaitannya dengan faktor-faktor yang dipersepsi sebagai faktor pendukung dan penghambat seseorang dalam berperilaku. Dalam peneltian Karim dan Affif (2008) yang berjudul Islamic banking consumer behaviour in Indonesia menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dipersepsikan oleh masyarkat sebagai pendukung dan penghalang mereka untuk menggunakan jasa perbankan syariah.
14
Faktor yang dipersepsi sebagai pendukung diantaranya: a. Mendapatkan beberapa ketenangan. b. Menyimpan uang dengan cara yang diarahkan oleh Islam. c. Berpartisipasi dalam rencana baik untuk persaudaraan. d. Keselamatan di dunia dan akhirat. e. Keinginan untuk mendapatkan pahala. Faktor yang dipersepsi sebagai penghambat diantaranya: a. Kurangnya Informasi tentang produk bank syariah. b. Tidak melihat manfaat praktis dari produk. c. Ada hambatan mental untuk menjadi nasabah yang dipersepsi harus menyesuaikan dengan aturan syariah yg ketat. d. Bank syariah belum terbukti dalam kinerja mereka. e. Laba-rugi dan sistem bagi hasil dirasakan lebih rendah dari bunga di bank konvensional. f. Tidak mendukung kegiatan individu dan bisnis dalam mengelola keuangan. Faktor lain yang dianggap berpengaruh terhadap intensi menabung di bank syariah yaitu faktor religiusitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang memilih bank-bank Islam terutama berdasarkan alasan agama. Karenanya, unsur keislaman dan keagamaan memegang peranan penting dalam menentukan bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu, yang dalam hal ini yaitu menabung di bank syariah yang notabenenya merupakan bank Islam.
15
Pengaruh religiusitas terhadap perilaku menabung pernah diteliti oleh Abdullah dan Majid (2003) dalam Jurnal Ekonomi Islam yang berjudul The influence of religiosity, income and consumption on saving behaviour. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perilaku menabung erat kaitannya dengan religiusitas dan signifikan berhubungan secara positif. Artinya, semakin tinggi religiusitas seseorang, semakin tinggi pula kecenderungan seseorang untuk menabung. Penelitian yang dilakukan oleh Khan (2010) mengenai The influence of religious belief on depositor behavior in an emerging market, memberikan bukti bahwa keyakinan agama dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap pilihan individu dalam memilih jasa perbankan. Penelitian ini menemukan bahwa bankbank Islam di Pakistan menikmati tingkat pertumbuhan deposito jauh lebih besar dari bank konvensional. Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Muhammad & Devi (2006) dalam jurnalnya Religiosity and the malay muslim investors in malaysia: an analysis on some aspects of ethical investment decision, juga memberikan kesimpulan bahwa tingkat religiusitas berpengaruh signifikan terhadap perilaku investasi para investor muslim Malaysia dalam berinvestasi secara syariah. Kibet (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Determinants of household saving: Case study of small holder farmers, entrepreneurs and teachers in rural areas of Kenya, menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi tabungan rumah tangga salah satunya yaitu penghasilan, usia dan tingkat pendidikan. Ini sesuai dengan background faktor pada teori planned behavior dimana ketiga variabel demografis tersebut secara tidak langsung mempengaruhi intensi.
16
Berangkat dari latar belakang di atas, maka Peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh sikap, norma subyektif dan perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah. Dalam penelitian ini hanya sampai pada taraf niat untuk menabung, tidak sampai pada perilaku menabung. Namun intensi tetap penting untuk dipahami, karena perilaku seseorang dapat diprediksi dengan melihat intensinya. 1.2
Perumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Perumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh sikap, norma subyektif dan perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan? 2. Faktor manakah yang paling mempengaruhi intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan? 1.2.2 Batasan masalah 1. Untuk memudahkan Peneliti dalam proses penelitian. Peneliti hanya melakukan penelitian pada variabel sikap, norma subyektif dan perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia yang diprediksi mempengaruhi variabel intensi. 2. Subyek yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu masyarakat Tangerang Selatan.
17
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu psikologi dan ekonomi yang berkaitan dengan perilaku menabung. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan dalam pengembangan skala pengukuran psikologi. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya yang relevan. 1.4.2 Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi para praktisi ekonomi syariah khususnya perbankan syariah, mengenai faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan untuk calon nasabahnya guna menabung di bank syariah.
18
1.5. Sistematika Penulisan BAB 1: Pendahuluan Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik yang teoritis maupun praktis dan sistematika penelitian. BAB 2: Kajian Teori Dalam bab kajian teori ini akan dipaparkan mengenai sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
BAB 3: Metodelogi Penelitian Dalam bab metodologi penelitian ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk, prosedur pengumpulan data dan metode analisis data. BAB 4: Hasil Penelitian Dalam bab empat ini, akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif dan pengujian hipotesis penelitian. BAB 5: Kesimpulan, Diskusi dan Saran Dalam bab lima ini akan dipaparkan tentang kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian.
19
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini, akan diuraikan mengenai pengertian intensi menabung di bank syariah, faktor-faktor yang mempengaruhi intensi yaitu sikap, norma subyektif dan perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan, usia, pengertian menabung, bank syariah, fungsi bank syariah, prinsip-prinsip bank syariah, Perbedaan bunga dan bagi hasil, kerangka berpikir dan terakhir hipotesis. 2.1
Intensi Menabung
2.1.1
Teori Intensi
Sebelum membahas mengenai intensi menabung, akan dijelaskan terlebih dahulu teori tentang intensi berperilaku secara umum dan juga sikap, norma subyektif, perceived behavior control yang secara teoritis mempengaruhi terwujudnya intensi berperilaku. Perilaku menabung seringkali sulit untuk dijelaskan dan diprediksi karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Sebelum perilaku itu nampak di permukaan secara kasat mata, tentu terdapat disposisi yang mendahuinya. Disposisi yang mendahului perilaku ini lah yang dinamakan intensi. Intensi merupakan prediktor terbaik terhadap kemunculan perilaku dan hampir tidak dapat dipisahkan dari tiap perilaku. Intensi merupakan pernyataan individu tentang niatnya untuk melakukan tingkah laku. Pengukuran intensi ini sangat berguna dalam memprediksi tingkah laku dan sudah diuji oleh beberapa ahli sebagai prediktor terbaik pada tingkah laku yang akan dimunculkan.
20
2.1.1.1 Pengertian Intensi Banyak ahli yang mendefinisikan intensi, diantaranya Fishbein & Ajzen (1975) yang mendefinisikan intensi sebagai berikut: “Person’s location on subjective probability dimension involving a relation between himself and some action. A behavioral intension, therefore refers to a person’s subjective probability that he will perform the behavior.” Dapat disimpulkan, bahwa intensi merupakan posisi seseorang dalam dimensi probabilitas yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan tingkah laku. Sebuah intensi berperilaku, oleh karena itu, merujuk pada probabilitas subyektif seseorang yang akan membentuk suatu perilaku. Intensi juga dapat didefinisikan sebagai maksud, pamrih, keinginan, tujuan, suatu perjuangan guna mencapai satu tujuan, ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan suatu objek (Chaplin, 1999). Sedangkan menurut Ajzen (2005) intensi diartikan sebagai kecenderungan tingkah laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat akan diwujudkan dalam bentuk tindakan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa intensi adalah suatu niat dari individu untuk melakukan tingkah laku tertentu. Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa intensi berperilaku merupakan determinan terdekat dengan perilaku yang akan dilakukan seseorang. Mempelajari intensi sama saja dengan mempelajari kemungkinan seseorang dalam melakukan perilaku tertentu dan memprediksi apakah seseorang akan melakukan tindakan tertentu atau tidak, serta seberapa besar kemungkinan
21
terealisasikan dalam sebuah tindakan nyata. Dapat disimpulkan juga bahwa intensi merupakan konstruk dalam diri seseorang yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. 2.1.1.2 Spesifikasi Intensi Intensi sebagai niat untuk melakukan suatu tindakah demi mencapai tujuan tertentu memiliki beberapa aspek. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu: 1. Perilaku (behavior), yaitu tindakan spesifik yang nantinya akan diwujudkan. 2. Sasaran (target), yaitu obyek yang menjadi sasaran perilaku. Obyek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: a. Orang / obyek tertentu (particular object), b. Sekelompok orang/obyek (a class of object) dan c. Orang atau obyek pada umumnya (any object). 3. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi dan keadaan terjadinya perilaku. 4. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode. Misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu),
22
periode tertentu (bulan tertentu) dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang). Berdasarkan aspek-aspek intensi dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi memiliki empat aspek, yaitu perilaku atau tindakan, sasaran, situasi dan waktu. 2.1.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terwujudnya Intensi Ajzen (2005) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang membuat seseorang mampu mewujudkan sebuah perilaku, terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal: 1. Faktor internal Faktor
internal
seorang
invididu
dapat
mempengaruhi
kesuksesan
mewujudkan suatu perilaku. Beberapa faktor ini dengan mudah dimodifikasi oleh pelatihan dan pengalaman, sementara sisanya lebih sulit untuk berubah. a. Informasi, keterampilan dan kemampuan Seseorang yang memiliki intensi untuk mewujudkan kemungkinan perilaku, selain dari usaha untuk melakukannya sendiri, ia juga membutuhkan informasi, keterampilan dan kemampuan. Kehidupan sehari-hari banyak memberikan contoh. Mungkin kita memiliki intensi mengajak orang lain agar memiliki satu persepsi yang sama dengan kita mengenai pandangan politik, membantu anak untuk mengerjakan soal matematika, atau memperbaiki perekam video yang tidak berfungsi. Namun intensi kita gagal dalam upaya kita dikarenakan kita tidak memiliki keterampilan verbal dan sosial yang diperlukan, pengetahuan
23
matematika,
atau
keterampilan
mekanis.
Kekurangan
informasi,
keterampilan dan kemampuan seperti inilah yang akhirnya menggagalkan terwujudnya intensi. b. Emosi dan Kompulsi Kurangnya keterampilan, kemampuan dan informasi dapat menghasilkan masalah kontrol perilaku. Namun biasanya diasumsikan bahwa secara prinsip masalah ini dapat diatasi. Sebaliknya, beberapa jenis perilaku memiliki kekuatan yang tampaknya sebagian besar di luar kendali kita. Orang kadang terlihat tidak dapat berhenti berfikir atau bermimpi tentang peristiwa tertentu, berhenti berbicara, gagap, atau berhenti mencentang pada daftar lis. Perilaku kompulsif ini dilakukan meskipun intensi dan usaha terpadu dilakukan untuk melakukan perilaku yang sebaliknya. Perilaku emosional terlihat memiliki karakteristik yang sama. Individu sering tidak dapat bertanggungjawab atas terjadinya perilaku yang terjadi di bawah tekanan atau dalam keadaan emosi yang kuat. Kontrol perilaku yang lemah pada seseorang sering disebut dengan keadaan “dikuasai oleh emosi”. Tindakan kekerasan dan buruknya sebuah kinerja diasumsikan terjadi dalam kondisi seperti itu dan tampaknya tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengubah hal itu. Kesimpulannya, berbagai faktor internal dapat mempengaruhi kesuksesan perwujudan perilaku jika memiliki intensi atau pencapain tujuan yang diinginkan. Mungkin cukup mudah untuk mendapatkan kontrol atas beberapa faktor, seperti
24
informasi, kemampuan dan keterampilan. Namun faktor lain seperti emosi yang intensif, stres atau kompulsi lebih sulit untuk dinetralisir. 2. Faktor Eksternal Kontrol seseorang atas pencapaian tujuan perilaku juga dipengaruhi oleh situasi atau faktor lingkungan di luar individu. Faktor eksternal ini menentukan faktor mana yang ada di lingkungan yang memfasilitasi atau menggangu perwujudan sebuah perilaku. a. Kesempatan Dibutuhkan sedikit imajinasi untuk menghargai pentingnya faktor kebetulan atau peluang untuk keberhasilan dalam eksekusi sebuah perilaku yang berintensi. Sebuah intensi untuk menonton bioskop tidak dapat menjadi perilaku jika tiket terjual habis pada malam sebelumnya atau jika seseorang mengalami kecelakaan serius dalam perjalanan menuju biskop. Kurangnya kesempatan dapat mengurangi usaha untuk mewujudkan suatu perilaku. Di sini seseorang berusaha untuk mewujudkan intensi namun gagal karena keadaan sekitar menghalanginya. Walaupun intensi langsung akan terpengaruh, keinginan dasar untuk melakukan sebuah perilaku tidak harus diubah. Lingkungan menghambat perilaku untuk mewujudkan perilaku dan akan memaksa untuk merubah rencana, namun tidak selalu dapat merubah intensi seseorang. Karena ada kemungkinan orang yang dihambat ini akan mencobanya lagi di lain waktu.
25
b. Ketergantungan Pada yang Lain Setiap kali perwujudan perilaku tergantung pada tindakan orang lain, ada potensi kontrol yang tidak lengkap terhadap perilaku atau tujuan. Sebuah contoh yang baik mengenai ketergantungan perilaku misalnya kasus kerja sama. Seseorang akan bisa bekerjasama dengan orang lain hanya jika orang yang diajak tersebut juga berkeinginan untuk bekerjasama. Seperti waktu dan kesempatan, ketidakmampuan untuk berperilaku sesuai dengan intensi dapat disebabkan oleh ketergantungan pada kebutuhan seseorang tidak mempengaruhi intensi dari motivasi. Sering kali, seseorang yang menghadapi kesulitan yang berhubungan dengan ketergantungan interpersonal dapat membentuk perilaku yang diinginkan dalam kerjasama dengan partner yang berbeda. Namun, bagaimanapun, hal ini tidak dapat terus menerus menjadi penyebab sebuah tindakan. Singkatnya, kekurangan kesempatan dan ketergantungan pada orang lain hanya membawa pada perubahan yang sementara pada intensi. Ketika lingkungan menolak terwujudnya sebuah perilaku, seseorang akan menunggu untuk kesempatan yang lebih baik.
26
2.1.1.4 Teori yang Membahas Mengenai Intensi 2.1.1.4.1 Teori Planned Behavior Awalnya Fishbein dan Ajzen (1975) mengkaji hubungan antara intensi dan perilaku dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (TRA). Berdasarkan teori ini, suatu tingkah laku ditentukan oleh intensi berperilaku dan tingkah laku ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sikap yang bersifat personal dan norma subyektif yang merefleksikan pengaruh sosial. Namun setelah dikaji selama beberapa tahun, Ajzen menemukan bahwa TRA hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah control penuh individu dan tidak bisa atau tidak sesuai untuk menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah control individu. Ajzen berpendapat bahwa ada faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat realisasi intensi ke dalam tingkah laku. Dari analisis itulah kemudian Ajzen memberikan teori penyempurna dari Theory of Reasoned Action yaitu Theory of Planned Behavior (TPB). Ajzen mengajukan TPB sebagai alat prediktor perilaku ketika individu tidak memiliki kontrol kemauan sendiri secara penuh. Dengan demikian, TPB memperhitungkan bahwa tidak semua perilaku berada di bawah kontrol kemauan individu itu sendiri dan bahwa perilaku berada di sepanjang kontinum yang meregang dari titik kontrol penuh sampai tidak ada kontrol sama sekali. Individu dikatakan memiliki kontrol penuh ketika tidak ada halangan jenis apapun dalam mengadopsi suatu perilaku yang kurang memiliki kesempatan-kesempatan, seperti sumber daya atau keahlian yang memadai.
27
Perbedaan antara TRA dengan TPB terletak pada penambahan determinan ketiga dari behavioral intention yaitu perceived behavior control (PBC). Niat individual untuk membentuk suatu perilaku terhadap suatu objek merupakan suatu kombinasi sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilakunya. Sikap individual terhadap perilaku termasuk keyakinan perilaku (behavioral belief) dan evaluasi terhadap konsekuensinya (evaluation of consequences). Sikap di sini merupakan keyakian positif atau negatif tentang melakukan suatu perilaku tertentu. Di lain pihak, seorang individu akan bermaksud melakukan suatu perilaku tertentu ketika ia mengevaluasinya sebagai hal yang positif. Oleh karena itu, sikap ditentukan oleh bobot keyakinan individual tentang konsekuensi melakukan perilaku (keyakinan perilaku) serta oleh evaluasinya terhadap konsekuensi itu (evaluasi hasil atau akibat). Menurut Ajzen (2005), sikap memiliki suatu efek langsung pada behavioral intention serta terkait dengan norma subyektif dan PBC. Dalam norma subyektif individu terdapat keyakinan normatif (normative belief) dan motivasi untuk mematuhi saran dari orang lain (motivation to comply others’ suggestion). Dalam TPB ada satu faktor tambahan yang mempengaruhi intensi, yaitu perceived behavior control (PBC). PBC menjelaskan tentang control belief, yaitu keyakinan tentang adanya faktor yang bisa memfasilitasi atau menghambat suatu perilaku. PBC ini juga mempengaruhi perilaku secara tidak langsung (lihat gambar 2.1, garis putus-putus PBC terhadap perilaku). Secara umum teori ini dapat digambarkan seperti dalam gambar model berikut:
28
GAMBAR 2.1 THEORY of PLANNED BEHAVIOR
Sumber: Ajzen (2005) Persepsi ini dapat merefleksikan pengalaman masa lampau, antisipasi keadaan di masa yang akan datang dan sikap terhadap norma yang berpengaruh yang mengelilingi individu. Faktor kontrol di sini termasuk faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, emosi dan lainlain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Sebagai contoh dalam hal perilaku untuk berenang. Seseorang bisa saja memiliki sikap yang positif dan persepsi bahwa orang-orang disekitranya akan sangat mendukung tindakannya untuk bisa berenang atau bahkan ia sudah berkeinginan untuk berenang, namun ia tidak dapat melakukannya karena ia terhambat oleh faktor perasaan takut tenggelam dan tidak mampu untuk melakukannya atau kakinya akan terasa keram jika ia nanti berenang dan faktor dari dalam ataupun dari luar lainnya.
29
Kontrol perilaku yang dipersepsi (PBC) mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh persepsi seberapa sulitnya perilaku itu dapat dilakukan, sebagaimana persepsi seberapa sukses yang dapat dilakukan seseorang dalam suatu aktivitas. Bila seseorang memiliki keyakinan kontrol tentang adanya faktor-faktor yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka kontrol yang dipersepsinya akan tinggi terhadap suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang akan mempunyai suatu persepsi kontrol yang rendah bila ia mempunyai keyakinan kontrol yang kuat tentang rintangan dalam mewujudkan perilaku tersebut. a.
Hal-hal yang Mendahului Attitudes Toward the Behavior (Sikap Terhadap Perilaku)
Teori planned behavior menunjukkan bahwa bagaimana seseorang mengevaluasi setiap objek cukup dari keyakinannya saja tentang objek tersebut. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan yang diakses tentang konsekuensi dari perilaku, yang disebut behavioral belief. Setiap behavioral belief terhubungkan dengan perilaku terhadap suatu hasil tertentu, atau terhadap atribut lainnya seperti biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan pada saat menampilkan sebuah perilaku. Sebagai contoh, seseorang dapat mempercayai bahwa “menjalani diet rendah sodium” (perilakunya), “mengurangi tekanan darah”, “menyebabkan perubahan pada gaya hidup”, “sangat membatasi berbagai makanan yang telah disetujui sebelumnya” dan sebagainya (hasil). Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh evaluasi seseorang terhadap hasil yang berkaitan dengan perilaku dan oleh kekuatan asosiasi tersebut.
30
Evaluasi setiap hasil penting yang memberikan kontribusi terhadap sikap secara proporsional terhadap kemungkinan subyektif seseorang bahwa perilaku tersebut akan memberikan hasil yang dimaksud. Dengan mengalikan kekuatan belief dan evaluasi hasil, serta rangkuman produk-produk yang dihasilkan, diperoleh sebuah perkiraan mengenai sikap terhadap perilaku dan perkiraan ini berdasarkan pada belief yang diperoleh seseorang tentang perilaku tersebut. Model nilai yang diharapkan ini dideskripsikan secara simbolis dengan rumus berikut: AB = Σ biei Berdasarkan rumus di atas, AB merupakan simbol dari sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior); bi merupakan simbol dari behavioral belief (kemungkinan subyektif) yang akan melakukan tindakan B dan akan menyebabkan hasil i; ei merupakan simbol dari evaluasi hasil i; dan jumlah yang melebihi jumlah keyakinan perilaku diakses pada saat itu juga. Dapat diinterpretasikan bahwa, orang yang percaya melakukan suatu perilaku tertentu akan menyebabkan hasil tertentu dan sebagian besar hasil tertentu tersebut dievaluasi sebagai hasil yang positif bagi dirinya maka ia akan memiliki sikap yang baik terhadap perilaku tersebut. Sementara orang yang percaya bahwa melakukan perilaku tersebut sebagian besar akan membawa hasil negatif cenderung memiliki sikap yang kurang baik.
31
b. Hal-hal yang Mendahului Subjective Norms (Norma subyektif) Subjective norms, sebagai penentu utama intensi yang berada di posisi kedua dalam teori planned behavior, juga diasumsikan sebagai fungsi dari belief, namun belief dari jenis yang berbeda, yaitu belief seseorang bahwa individu atau kelompok tertentu menyetujui atau menolak melakukan sebuah perilaku; atau bahwa kelompok sosial yang menjadi rujukan terlibat atau tidak terlibat didalam dalam perilaku tertentu tersebut. Untuk banyak perilaku, acuan penting yang biasanya ada ialah orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja dan tergantung pula pada perilaku yang terlibat, mungkin para pakar seperti dokter atau akuntan pajak. Kepercayaan yang mendasari norma subyektif disebut normative belief. Umumnya, seseorang yang percaya bahwa kebanyakan dari orang yang mereka harus patuhi berpikir ia seharusnya melakukan sebuah perilaku akan memandang bahwa hal tesebut menjadi tekanan secara sosial dan sebagai keharusan bagi dirinya untuk melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, orang yang percaya bahwa kebanyakan orang yang menjadi acuannya dan ia patuhi akan tidak setuju dengan perwujudan perilaku dirinya, akan memiliki norma subyektif yang menekan mereka untuk menghindari perwujudan dari perilaku tersebut. Hubungan
antara
kepercayaan
normatif
dideskripsikan secara simbolis dalam rumus berikut:
dan
norma
subyektif
32
SN = Σ nimi Di sini SN merupakan simbol dari subjective norm; ni merupakan simbol dari normative belief tentang acuan i; mi merupakan simbol dari motivation to comply yaitu motivasi seseorang untuk patuh pada acuan i; dan jumlahnya merupakan jumlah kepercayaan normatif yang dapat diikur. Dengan kata lain, orang yang percaya bahwa individu atau kelompok yang cukup berpengaruh terhadapnya akan mendukung ia untuk melakukan tingkah laku tertentu, maka hal ini menyebabkan ia menjadi terdorong untuk melakukannya. Sebaliknya, jika ia percaya individu atau kelompok yang cukup berpengaruh terhadap dirinya tidak mendukung ia untuk melakukan tingkah laku tertentu, maka hal ini membuat dirinya untuk tidak melakukan tingkah laku tersebut. Subjective norm (norma subyektif) dapat dinilai secara langsung dengan meminta responden untuk menilai seberapa besar kemungkinan bahwa kebanyakan orang-orang yang penting bagi mereka akan menyetujui mereka melakukan perilaku tertentu c. Hal-hal yang Mendahului Perceived Behavior Control (Persepsi Kontrol Perilaku) Prediktor utama yang terakhir di dalam teori planned behavior, perceived behavior control atau persepsi kontrol perilaku, yang juga dianggap fungsi dari belief. Belief dalam PBC ini yaitu tentang ada atau tidak adanya faktor yang memfasilitasi atau menghalangi terwujudnya sebuah perilaku. Belief ini dapat berdasarkan pada bagian pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan
33
perilaku. Namun mereka biasanya juga dipengaruhi oleh informasi dari orang kedua tentang perilaku dengan mengobservasi pengalaman dari rekan-rekan dan teman dan oleh faktor lainnya yang meningkatkan atau menurunkan persepsi tentang kesulitan dalam mewujudan perilaku tertentu. Semakin banyak sumber yang dibutuhkan dan kesempatan yang dianggap telah ia miliki dan lebih sedikit penghalang atau penghambat yang mereka antisipasi, semakin besar kontrol yang mereka persepsi atas perilaku. Behavioral belief dianggap menentukan sikap, normative belief dipandang sebagai menentukan norma subyektif dan control belief dapat dianggap sebagai penentu dari PBC. Jika seseorang memiliki control belief yang kuat mengenai faktorfaktor yang ada akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Namun sebaliknya, seseorang akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control belief yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Untuk memperoleh pengukuran langsung persepsi kontrol perilaku dapat dilakukan dengan bertanya pada seseorang apakah mereka percaya bahwa melakukannya di bawah kontrol dirinya dan seterusnya. Persepsi kontrol perilaku dapat diukur dengan rumus berikut ini: PBC = Σcipi Dalam rumus ini, ci merupakan simbol dari control belief yang diberikan oleh faktor i; pi merupalan kuatnya faktor i untuk menfasilitasi atau menghambat
34
terjadinya perilaku; dan hasilnya dapat dilihat dari jumlah control belief yang dapat diukur. Dengan kata lain, orang yang memiliki control belief yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi perilaku tertentu, maka orang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, orang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control belief yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Pengukuran langsung persepsi kontrol perilaku dapat dilakukan dengan menanyakan pada seseorang apakah mereka percaya bahwa mereka mampu mewujudkan perilaku tertentu, apakah mereka percaya bahwa melakukannya benar-benar di bawah kontrol mereka dan seterusnya. Proses seseorang tiba pada niat mereka merupakan pendekatan beralasan untuk penjelasan dan prediksi perilaku sosial dalam arti bahwa niat berperilaku seseorang diasumsikan mengikuti keyakinan mereka tentang mewujudkan sebuah perilaku. Perilaku seseorang diasumsikan berasal dari kepercayaan mereka tentang mewujudkan suatu perilaku tertentu. Kepercayaan ini bisa jadi tidak akurat, bias atau bahkan tidak masuk akal. Bagaimanapun, sekali saja satu set kepercayaan terbentuk ia akan menyediakan pondasi kognitif dimana sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku, terutama intensi dan perilaku dianggap mengikuti alasan dan model tetap. Bagaimanapun, hal ini tidak dapat dikatakan bahwa seseorang dengan sadar melihat kembali setiap langkah dan setiap kali mereka terlibat dalam sebuah perilaku. Sekali terbentuk sikap, norma, persepsi kontrol perilaku dan intensi akan menjadi sangat mudah diakses dan siap sedia untuk
35
memandu terwujudnya sebuah perilaku. Itulah, mengapa seseorang tidak harus melihat kembali perilaku mereka, norma dan control belief agar konstruk ini menjadi aktif. 2.1.1.5 Background Faktor Intensi Menurut teori planned behavior, selain faktor-faktor utama yaitu sikap, norma subyektif dan PBC, banyak variabel yang mungkin berhubungan atau mempengaruhi kepercayaan yang seseorang seperti; umur, jenis kelamin, etnis, status sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, keanggotaan, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap dan nilai secara umum, inteligensi, anggota kelompok tertentu, pengalaman masa lalu, paparan informasi, dukungan sosial, kemampuan coping dan lainnya. Jelas bahwa seseorang yang tumbuh dalam lingkungan sosial yang berbeda dapat memiliki informasi yang berbeda tentang isu-isu yang berbeda. Informasi menyediakan dasar bagi kepercayaan mereka tentang konsekuensi sebuah perilaku, pengharapan normatif, pentingnya seseorang dan penghalang yang dapat mencegah mereka dalam mewujudkan perilaku. Laki-laki dapat memiliki pengalaman yang berbeda daripada pengalaman wanita, orang yang lebih tua mendapatkan informasi yang berbeda dari informasi orang yang lebih muda dan suasana hati yang bersifat sementara dapat mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan sesuatu. Semua faktor ini dapat mempengaruhi perilaku,
normatif
dan
kontrol
mempengaruhi intensi dan tindakan.
kepercayaan.
Sebagai
hasilnya,
akan
36
Pada gambar 2.2 faktor-faktor yang melatarbelakangi ini dibagi ke dalam kategori personal, sosial dan informasional. Teori planned behavior mengenali potensi yang penting ini sebagai faktor yang melatarbelakanginya. Mengingat banyaknya jumlah potensi yang sesuai dengan faktor yang melatarbelakangi, sulit untuk mengetahui mana yang harus dipertimbangkan tanpa seleksi teori yang dapat menuntun dalam area perilaku yang diamati. Teori seperti ini bukan merupakan bagian dari model teori planned behavior, namun hanya sebagai pelengkap untuk menjelaskan lebih dalam tentang determinan tingkah laku manusia. Dengan demikian memperdalam pemahaman tentang penentu perilaku. Di bawah ini mengenai kerangka teori planned behavior: GAMBAR 2.2 BACKGROUND FAKTOR PADA THEORY OF PLANNED BEHAVIOR BACKGROUND FACTORS
Behavioral belief
Attitude toward the behavior
Normative Belief
Subjective norm
PERSONAL General Attitudes Personality traits Values Emotions Intelligence
membeli
SOCIAL
Normative Belief
Age, Gender, Race, Ethnicity, education, income, religion INFORMATION Experience Knowledge Media exposure
Subjective norm
Control belief
Perceived Behavioral Control
Intention
Behavior
37
2.1.2
Perilaku Menabung
2.1.2.1 Pengertian dan Penjelasan Menabung Keynes (dalam Felix, 1995) mendefinisikan menabung sebagai berikut: “Excess of income over consumption expenditure in a period or as the difference in net worth at the end of period and the net worth at the beginning of the period.” Dapat diambil pengertian bahwa menabung adalah kelebihan dari penghasilan yang melebihi pengeluaran konsumsi dalam suatu periode tertentu, atau sebagai selisih antara kekayaan bersih pada akhir periode dan kekayaan bersih pada awal periode. Warneryd (1999) juga memberikan pengertian tentang menabung: “Saving meant as a rule that some consumption was postponed a safeguard future living.” Tabungan dimaksudkan sebagai suatu pengaturan dimana suatu konsumsi ditunda demi keamanan di kehidupan mendatang. Sesuai
dengan
Surat
Edaran
Direksi
Bank
Indonesia
no.
22/133/UPG/1989 (dalam Sudaryana, 2007) yaitu tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat: a) Mendatangi bank atau alat yang disediakan untuk keperluan tersebut. b) Penarikan tidak dapat menggunakan cek, bilyet giro serta surat perintah pembayaran lain yang sejenis. c) Tabungan yang diselenggarakan bank dalam bentuk rupiah.
38
Pengertian di atas memberikan penjelasan bahwa orang yang menabung memiliki hak untuk memperoleh kembali tabungannya dengan syarat tertentu. Keyness (dalam Felix, 1995) memberikan rumusan total income atau penghasilan adalah jumlah dari konsumsi dan tabungan, atau diformulasikan sebagai Y = C + S. Dalam hal ini Y merupakan simbol dari penghasilan, C merupakan simbol dari konsumsi, sedangkan S merupakan simbol dari saving atau tabungan. Jika rumusan itu diubah untuk mendapatkan pengertian saving atau tabungan, maka formulasinya akan menjadi S = Y – C. Jika dibahasakan dalam bentuk kalimat maka tabungan dapat didefinisikan sebagai hasil dari penghasilan yang telah dikurangi konsumsi. Contohnya, seseorang dengan penghasilan Rp5.000.000 per bulan dan pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi tiap bulan yaitu Rp3.000.000, maka asumsinya sisa uang yang ada yaitu Rp2.000.000 akan menjadi tabungannya. Secara logika, tabungan seseorang akan sangat dipengaruhi oleh tingkat penghasilannya. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pula tabungan yang dimiliki. Semakin tinggi penghasilan maka porsi uang yang akan ditabung menjadi semakin besar dan berarti kebutuhan akan menabung menjadi semakin tinggi pula. Kegiatan menabung menyangkut dua permasalahan pokok yaitu: a. Masalah kemampuan untuk menabung, yang ditentukan oleh selisih lebih antara penghasilan yang diterima dengan pengeluaran yang dilakukan. b. Masalah kesediaan untuk menabung, karena setiap orang pada umumnya mempunyai kecenderungan menggunakan seluruh penghasilan untuk
39
memenuhi kebutuhan pada saat ini yang biasanya bersifat konsumtif (Hakim, 2008). Pengertian menabung pada penelitian ini lebih menitikberatkan pada menabungkan uang, menyisihkan uang yang diterima untuk disimpan dan digunakan untuk kepentingan yang akan datang. 2.1.3. Intensi Menabung 2.1.3.1 Definisi Intensi Menabung Setelah membahas mengenai teori intensi dan menabung, Peneliti menarik sebuah kesimpulan bahwa intensi menabung dapat didefinisikan sebagai suatu niat yang kuat dari individu untuk menyimpan uang dan menanam modalnya di bank yang sifatnya produktif guna memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Teori-teori yang membahas mengenai intensi secara umum telah dijabarkan pada BAB sebelumnya, yaitu teori intensi yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen. Intensi merupakan sebuah perilaku dalam konteks umum bisa menggunakan pembahasan intensi yang telah dipaparkan di bab sebelumnya. Akan tetapi setelah Peneliti melakukan studi literatur, terdapat beberapa jurnal psikologi ekonomi yang membahas mengenai intensi menabung secara khusus. Perilaku menabung dan intensi menabung merupakan salah satu kajian dari perilaku konsumen. 2.1.3.2 Model Teori Intensi Menabung Menurut Rabinovich & Paul Robinovich & Paul (2006) dalam jurnal psikologi ekonomi menjelaskan konsep tentang intensi menabung dan faktor psikologis yang mempengaruhi intensi menabung. Secara umum dengan memahami intensi seseorang untuk
40
menabung, maka dapat dilakukan prediksi bahwa seseorang tersebut akan melakukan suatu perilaku berupa menabung di masa yang akan datang. Rabinovich & Paul (2006) memberikan konsep mengenai intensi menabung dengan beberapa faktor psikologis yaitu time horizon, expenditure control techniques dan perceived easiness of expenditure control. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1. Time Horizon Time horizon mengacu kepada panjang periode waktu yang diperhitungkan dalam proses perencanaan pengeluaran tabungan. Variabel ini telah terbukti menjadi salah satu variabel yang paling kuat mempengaruhi perilaku menabung. Time horizon mengacu pada satu titik waktu tertentu di masa yang akan datang dimana suatu proses akan dievaluasi. Dalam manajemen akunting, finansial dan resiko, diperlukan sebuah penetapan horizon waktu tertentu sedemikian hingga diperoleh alternatif yang dapat dilaksanakan pada periode waktu yang dimaksud. Time horizon yang paling umum digunakan yaitu triwulan, kuartal, satu sampai lima tahun, bahkan lebih dari 10 tahun. Dalam hal ini, isu yang mendasar yaitu seberapa besar pengaruh data masa yang akan datang terhadap keputusan saat ini. (Chand dkk dalam Lucy, 2008).
2.
Expenditure Control Techniques Elster (dalam Robonovich & Paul, 2006) memberi gagasan bahwa penggunaan teknik tertentu dapat meningkatkan sumber daya dari kontrol diri dan meningkatkan kemungkinan menabung. Salah satu teknik utama yang
41
dijelaskan yaitu pra-komitmen, dimana pra-komitmen merupakan pengaturan yang memberikan pertahanan terhadap impuls masa depan. Konsep expenditure control techniques dan pengendalian diri dihubungkan melalui dua perspektif teoritis yaitu akuntansi mental (Shefrin & Thaler, 1992; Robonovich & Paul, 2006) dan niat pelaksanaan (Gollwitzer & Brandstatter, 1993; Robonovich & Paul, 2006). Menurut kerangka akuntansi mental, teknik tertentu seperti mentransfer uang kepada rekening terpisah (atau mentransfer ke mata uang yang berbeda) memfasilitasi pelabelan uang sebagai sumber terpisah yang berbeda dari penghasilan lainnya. Mental perhitungan yang berbeda memiliki kecenderungan yang berbeda untuk menghabiskan, sehingga uang yang dicap sebagai tabungan melalui transfer ke bentuk yang berbeda cenderung akan dikeluarkan. Akibatnya, ketika tabungan ditransfer ke rekening mental yang spesifik, kurangnya sumberdaya pengendalian diri yang diperlukan untuk menahan diri dari pengeluarannya memunculkan kecenderungan untuk menghabiskan uang yang lebih rendah (Robonovich & Paul, 2006).
3. Perceived Easiness of Expenditure Control Persepsi kemudahan kontrol pengeluaran ini berkaitan dengan konsep kontrol perilaku yang dipersepsi (PBC) dalam theory of planned behavior. Rabinovich memiliki pemikiran bahwa PBC tidak selalu adekuat dalam hal tabungan dan dengan demikian faktor lain yang mengendalikan perilaku yang sebenarnya dapat mengganggu (misalnya teknik penggunaan). Pentingnya persepsi kemudahan dalam pengeluaran terhadap perilaku ini pertama kali ditunjukkan
42
oleh Wa¨rneryd (1998, dalam Robonovich & Paul, 2006) dan kemudian direplikasi oleh Webley & Viner (2000, dalam Robonovich & Paul, 2006). Dalam kedua studi, variabel ini dimasukkan dalam model yang optimal untuk memprediksi perilaku menabung. Variabel ini kini diterima secara luas sebagai prediktor dalam perilaku menabung (Nyhus, 2002; Robonovich & Paul, 2006).
2.1.3.3 Model Teori Intensi Menabung Menurut Croy dkk Croy dkk (2010) dalam jurnal psikologi ekonomi memberikan konsep tentang intensi menabung. Faktor sikap, norma subyektif dan PBC, pengetahuan, persepsi tentang pentingnnya perencanaan dan toleransi terhadap resiko dianggap memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi menabung. Konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: GAMBAR 2.3 KERANGKA MODEL TEORI INTENSI MENABUNG MENURUT CROY DKK
PI RT PP
Att
SN
PBC
Int
Sumber: Croy dkk (2010)
43
Dapat dilihat hubungan antara planning importance (PI) mempengaruhi planning preparedness (PP), PI dan PP melatar belakangi PBC terbentuk. Dalam hal ini, ketika seseorang memiliki persepsi bahwa sebuah perencanaan keuangan merupakan hal yang penting, maka individu tersebut akan membuat suatu rincian perencanaan yang akhirnya individu akan memiliki control belief yang kuat mengenai faktor-faktor yang akan memfasilitasi perilakunya. Selain itu, PI dan PP ini akan mempengaruhi Risk Tolerance (RT), yaitu tingkat ketidakpastian yang investor dapat tangani dalam hal perubahan negatif dalam nilai asetnya dan RT ini pada akhirnya memberi pengaruh langsung terhadap Intensi menabung. Kesimpulannya sikap, norma subyektif, PBC dan Risk tolerance memberi pengaruh secara langsung terhadap intensi. Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa TPB menjadi model teori yang kuat yang dapat digunakan untuk memprediksi niat untuk berperilaku dalam konteks menabung. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa, jenis kelamin, usia dan penghasilan, persepsi mengenai pentingnya perencanaan memprediksi kesiapan perencanaan yang pada gilirannya memprediksi PBC dan niat.
2.1.3.4 Model Teori Intensi Menabung Menurut Warneryd Habit (kebiasaan) dan sikap terkadang diperlakukan sebagai dua hal yang setara, tetapi biasanya perbedaan juga dijelaskan. Kebiasaan dianggap sebagai rutinitas yang dipelajari melalui penghargaan, pengalaman sebelumnya dan dianggap memiliki kekuatan prediktif. Konsep yang berlaku kurang lebih sama, yaitu bahwa orang cenderung berperilaku pada situasi yang baru menurut cara mereka
44
berperilaku pada waktu sebelumnya dalam situasi yang sama. Sebuah pernyataan populer "perilaku di masa lalu merupakan prediktor terbaik dari perilaku di masa depan" (Ajzen, 1991; Warneryd, 1999). Tampaknya ini berlaku baik untuk kebiasaan dan kepribadian dengan pengecualian bahwa situasi dapat berubah dan seluruh situasi menjadi radikal baru. Ajzen (1991, dalam Warneryd, 1999) menolak argumen bahwa kebiasaan hanya diwakili perilaku di masa lalu dan harus dipertimbangkan dalam model. Ia berpendapat bahwa residu dari perilaku masa lalu sudah dalam model dan kebiasaan (habits) juga tergantung pada hal-hal lain dari sekedar perilaku di masa lalu. Namun Ia juga tidak menolak sepenuhnya bahwa perilaku masa lalu dapat bermanfaat dalam model. Banyak studi telah menunjukkan bahwa kebanyakan orang memiliki sikap yang positif terhadap perilaku menabung (Lea dkk, 1987; Warneryd, 1999). Norma subyektif untuk menabung atau tidak menabung menjadi kuat dan mereka dapat berubah dari waktu ke waktu. Dalam penelitian di beberapa negara, sebuah kelompok terkadang menjadi pendorong seseorang untuk melakukan perilaku seperti menabung. Dorongan dari kelompok ini lebih menitikberatkan pada alasan keuangan dan usaha pencegahan. Dengan kata lain, kelompok yang dianggap penting bisa mendorong individu untuk menabung, yang bertujuan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang. PBC dalam konteks menabung sama saja dengan situasi keuangan individu. Setidaknya untuk beberapa rumah tangga ada cukup banyak variasi dalam model komponen. Persepsi terhadap perubahan situasi keuangan merupakan faktor penentu penting
45
dari perilaku menabung. Berikut gambar mengenai konsep intensi menabung yang dicetuskan oleh Warneryd (1999):
GAMBAR 2.4 MODEL TEORI INTENSI MENABUNG WARNERYD YANG TERINSPIRASI OLEH THEORY OF PLANNED BEHAVIOR MILIK AJZEN
Saving Attitudes Subjective norms
Intention to save
Saving Behavior
Perceived Behavior Control
Past Saving
Sumber: Warneryd (1999)
2.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Menabung
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, Peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi intensi menabung yaitu sikap, norma subyektif dan perceived behavior control. Selain itu intensi menabung merupakan
46
kajian dari perilaku menabung dan dalam proses menabung juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti penghasilan, pendidikan dan usia. Hal lain yang perlu dicermati bahwa bank syariah merupakan bank yang melaksanakan
kaidah
keislaman
dalam
sistemnya.
Beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa pelanggan memilih bank Islam terutama berdasarkan alasan agama. Unsur keislaman dan keagamaan memegang peranan penting dalam menentukan bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu, yang dalam hal ini menabung di bank syariah sebagai bank Islam. Unsur keagamaan atau religiusitas akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh individu. Atas pertimbangan tersebut Peneliti mengambil faktor religiusitas sebagai faktor yang dianggap juga mempengaruhi intensi menabung di bank syariah.
2.2.1
Sikap
2.2.1.1 Pengertian Sikap Fishbein & Ajzen (1975) mengatakan bahwa intensi seringkali nampak seperti “komponen konatif dari sikap” dan biasanya juga diasumsikan bahwa komponen konatif ini berhubungan dengan komponen afektif dari sikap. Konsep ini memberi keterangan kuat bahwa sikap dan intensi merupakan dua konstruk yang saling berkaitan erat. Allport (dalam Oskamp & Schultz, 2004) menyatakan konsep sikap membantu untuk menjelaskan konsistensi perilaku seseorang. Thurstone (dalam Oskamp & Schultz, 2004) mendefiniskan sikap sebagai “afeksi atau perasaan terhadap sebuah rangsangan”. Sikap didefiniskan sebagai suatu penilaian kognitif
47
seseorang terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung ke arah berbagai objek atau ide. Sikap dapat pula diartikan sebagai kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Sikap sangat mempengaruhi keyakinan, begitu pula sebaliknya, keyakinan menentukan sikap. Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, sikap dan keyakinan sangat berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek dan pelayanan. Terdapat beberapa sudut pandang teoritis utama mengenai sifat penting dari sikap. Konsep yang paling lumrah yaitu konsep mengenai Tri-componential viewpoint. Konsep ini memberi penjelasan bahwa sikap merupakan satu kesatuan namun memiliki tiga aspek atau komponen yaitu komponen afektif, kognitif dan perilaku. Sebagai contoh, sikap seseorang tentang mengendarai sepeda motor. Komponen afektif (emosi). Hal ini ini mengacu pada perasaan dan emosi yang dimiliki seseorang terhadap objek. Misalnya saja, “mengendarai sepeda motor itu menyenangkan”, “mengendarai sepeda motor sangat menggairahkan”. Komponen kognitif, yang terdiri dari ide-ide dan keyakinan seseorang miliki terhadap objek sikap. Sebagai contoh, “sepeda motor merupakan kendaraan yang cepat”, “mengendarai sepeda motor lebih hemat bensin daripada mengendarai mobil”. Komponen perilaku, yang terdiri dari kecenderungan tindakan seseorang terhadap objek. Misalnya, “saya naik sepeda motor setiap kesempatan yang saya dapatkan.”, “jika saya punya uang, saya akan membeli sepeda motor.” (Oskamp & Schultz, 2004).
48
Perilaku juga amat terpengaruh oleh sikap terhadap merek atau terhadap produk yang ada. Dalam Engel dkk (1995) sikap didefinisikan secara singkat sebagai evaluasi secara menyeluruh dari alternatif-alternatif, yang memiliki rentangan dari positif ke negatif. Sekali saja terbentuk, sikap memainkan peranan langsung pada pilihan selanjutnya dan sulit untuk dirubah. Loudon & Bitta (1993) menyebutkan tiga definisi diantara lebih dari 100 definisi sikap yang ada. Definisi yang pertama, sikap adalah bagaimana positif atau negatif, favorable atau unfavorable, atau pro atau kontranya perasaan seseorang terhadap sebuah objek. Definisi ini menunjukkan sikap sebagai perasaan atau reaksi evaluatif pada sebuah objek. Definisi kedua mewakili pemikiran Allport (dalam Loudon & Bitta,1993), yang memandang sikap sebagai predeposisi yang dipelajari untuk merespon sebuah objek atau kelas objek dalam cara favorable atau unfavorable secara konsisten. Definisi sikap yang ketiga dipopulerkan oleh psikolog sosial yang berorientasi secara kognitif yaitu: “ sebuah ketahanan dari gabungan motivasi, emosi, perseptual dan proses kognitif yang berkaitan pada beberapa aspek dalam dunia seorang individu. Pandangan sikap seperti ini terbuat dari tiga komponen: (1) komponen kognitif, atau pengetahuan, (2) komponen afektif, atau emosi dan (3) komponen konatif atau kecenderungan perilaku. Dari tiga pengertian di atas disimpulkan bahwa sikap adalah keseluruhan evaluasi baik negatif maupun positif terhadap suatu objek, orang, kejadian dan aktifitas yang dilakukan serta mencakup aspek kognitif, afektif dan konatif seseorang.
49
2.2.1.2 Komponen Sikap Engel dkk (1995) menjelaskan sikap secara tradisional dan terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Pengetahuan seseorang dan kepercayaan tentang suatu sikap terletak dalam komponen kognitif. Komponen afektif mewakili perasaan seseorang tentang objek sikap. Komponen konatif merujuk pada tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap objek sikap. Di bawah ini merupakan skema pandangan tradisional mengenai komponen sikap: GAMBAR 2.5 PANDANGAN TRADISIONAL TIGA KOMPONEN SIKAP Attitude
Cognitive component (belief) Sumber: Engel dkk (1995)
Affective component (feelings)
Conative component (behavioral) intentinon)
Sikap yang lebih kontemporer direfleksikan oleh gambar 2.8 di bawah ini. Dalam hal ini sikap dipandang sebagai berbeda dari komponen-komponennya, dengan tiap komponen yang berhubungan pada sikap. Kedua komponen kognitif (kepercayaan) dan komponen afektif (perasaan) dikonsepkan sebagai penentupenentu sikap. Dalam kata lain evaluasi keseluruhan seseorang pada sebuah objek sikap dilihat sebagai penentu kepercayaan seorang dan atau perasaan tentang
50
sikap objek. Bagi beberapa produk, sikap akan tergantung pada kepercayaan. Sikap konsumen terhadap sebuah vacum cleaner, contohnya, terutama dapat muncul oleh karena persepsi mereka tentang keuntungan fungsional produkproduk, seperti seberapa baik ia membersihkan dan seberapa mudah untuk digunakan. GAMBAR 2.6 PANDANGAN KONTEMPORER HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN, PERASAAN, SIKAP, INTENSI BERPERILAKU dan PERILAKU
Belief
Feelings
Attitude
Behavioral intention
Behavior
Sumber: Engel dkk (1995) Menurut perspektif diagram di atas, ada dua cara fundamental yang membentuk sikap: melalui kepercayaan dan melalui perasaan tentang objek sikap. Mengidentifikasi tata cara dimana sikap terbentuk merupakan hal penting karena
51
ia memberikan petunjuk bagi mereka yang tertarik dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Komponen konatif dalam pandangan kontemporer ini tidak dipandang sebagai penentu komponen sikap. Sikap justru dipandang sebagai determinan dari komponen konatif. Oleh karena itu, intensi berperilaku seseorang akan bergantung pada sikapnya. Sebagai akibatnya, intensi konsumen untuk mewujudkan suatu perilaku (seperti membeli sebuah produk) seharusnya sebanding dengan sikap mereka yang semakin favorable. Dalam gambar pandangan kontemporer, intensi berperilaku terletak paling dekat dengan perilaku, mengindikasikan bahwa perilaku diharapkan lebih berhubungan erat terhadap intensi berperilaku daripada sikap, kepercayaan maupun perasaan. Karena alasan ini, ketika seseorang tertarik dalam memprediksi perilaku, intensi berperilaku harus diikur karena ia seharusnya merupakan prediksi perilaku di masa depan yang paling akurat.
2.2.2
Norma Subyektif
2.2.2.1 Pengertian Norma subyektif Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam Fishbein dan Ajzen (1975) mengartikan norma subyektif: “The subjective norm is the person’s perception that most people who are important to him think he should or should not perform the behavior in question.” Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa norma subyektif merupakan persepsi individu tentang harapan orang-orang yang dianggap penting
52
oleh mereka berpikir bahwa ia sebaiknya melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Norma subyektif ditentukan oleh keyakinan normatif (normative belief) mengenai harapan-harapan kelompok acuan atau orang tertentu yang dianggap penting terhadap individu dan motivasi individu untuk memenuhi atau menuruti harapan tersebut (motivation to comply). Keyakinan normatif diperoleh dari informasi orang yang berpengaruh (significant others) tentang apakah individu perlu, harus, atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari pengalaman individu yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Semakin banyak orang yang dapat mempengaruhi individu untuk melakukan suatu perilaku sehingga individu semakin yakin akan perilaku tersebut untuk dilakukan dan menjadi keyakinan normatif bagi dirinya, serta semakin besar motivasi individu untuk memenuhi harapan-harapan dari orang yang berarti (significant others) bagi dirinya maka akan semakin diterima perilaku tersebut sebagai suatu norma subyektif bagi dirinya. 2.2.2.2 Determinan Norma Subyektif Ajzen (2005) menjelaskan bahwa norma subyektif ditentukan oleh dua determinan: 1. Normative belief, yaitu kepercayaan bahwa individu atau kelompok tertentu menyetujui atau menolak melakukan sebuah perilaku; atau bahwa kelompok sosial yang menjadi rujukan terlibat atau tidak terlibat didalam dalam perilaku tertentu tersebut.
53
2. Motivation to comply, yaitu motivasi individu untuk memenuhi harapan kelompok acuan tersebut. Seseorang yang percaya bahwa kebanyakan dari orang yang mereka harus patuhi berpikir ia seharusnya melakukan sebuah perilaku akan memandang tekanan sosial sebagai keharusan bagi dirinya untuk melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, orang yang percaya bahwa kebanyakan orang yang menjadi acuannya dan ia patuhi akan tidak setuju dengan perwujudan perilaku dirinya, akan memiliki norma subyektif yang menekan mereka untuk menghindari perwujudan dari perilaku tersebut. Hubungan
antara
kepercayaan
normatif
dan
norma
subyektif
dideskripsikan secara simbolis dalam rumus dibawah. SN = Σ nimi SN = Subjective norm
ni
= Normative belief (kepercayaan individu tentang seseorang atau kelompok yang dijadikan acuan berpikir bahwa ia seharusnya menampilkan perilaku atau tidak menampilkan perilaku tertentu)
mi =
Motivasi individu untuk patuh pada seseorang atau kelompok yang menjadi acuan. Subjective norm (norma subyektif) dapat dinilai secara langsung dengan
meminta responden untuk menilai seberapa besar kemungkinan bahwa kebanyakan orang-orang yang penting bagi mereka akan menyetujui mereka melakukan perilaku tertentu.
54
Pada penelitian sebelumnya oleh Khan (...) yang berjudul Banking behavior of Islamic Bank customer in Bangladesh menunjukkan bahwa sekitar 30% dari orang-orang dalam kategori penghasilan BDT10, 000-20,000 setuju bahwa mereka mengikuti saran dari keluarga dan teman-teman dalam memilih bank syariah. Untuk kategori penghasilan bahkan lebih rendah, yaitu BDT 50, 000-10,000 dan kurang dari BDT 5, 000, sekitar 50% pelanggan mengindikasikan bahwa mereka mengikuti saran dari keluarga dan teman dalam memilih bank syariah. 2.2.3
Perceived Behavior Control
2.2.3.1 Pengertian Perceived Behavior Control Selain kedua faktor di atas, Ajzen memperluas teori reasoned action dengan menambahkan faktor yang ketiga, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku, dalam teori tingkah laku terencana (theory of planned behavior). Persepsi terhadap kontrol tingkah laku (perceived behavior control) merupakan persepsi terhadap kemampuan atau ketidakmampuan untuk menampilkan sebuah perilaku, atau persepsi seseorang mengenai seberapa mudah atau seberapa sulit untuk menampilkan perilaku. Individu tidak membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku kecuali merasa yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan atau sumber daya untuk menampilkan perilaku tersebut. Semakin tinggi persepsi terhadap kontrol perilaku, semakin tinggi intensi perilaku. Untuk memperoleh pengukuran langsung persepsi kontrol perilaku dapat dilakukan dengan bertanya pada seseorang apakah mereka percaya bahwa
55
melakukannya di bawah kontrol dirinya dan seterusnya. Persepsi kontrol perilaku dapat diukur dengan rumus berikut ini: PBC = Σcipi PBC = Perceived behavior control (persepsi kontrol perilaku)
Ci Pi
= Control belief yang diberikan oleh faktor –faktor yang dipersepsi. = Kuatnya faktor – faktor yang dipersepsi untuk menfasilitasi atau menghambat terjadinya perilaku
Menurut teori TPB, Persepsi kontrol perilaku (PBC) dan niat untuk berperilaku (intensi), dapat digunakan langsung untuk memprediksi perilaku. Sebagai contoh dalam perilaku bermain ski, individu mungkin memiliki niat yang sama kuat untuk belajar ski dan keduanya mencoba untuk melakukannya, orang yang percaya dengan kemampuannya bahwa ia dapat menguasai kegiatan ini lebih mungkin untuk bertahan daripada orang yang meragukan kemampuannya. Alasan kedua, hubungan langsung antara PBC dan perilaku sering kali dapat digunakan sebagai pengganti ukuran kontrol sebenarnya. Apakah ukuran kontrol perilaku dianggap dapat menggantikan ukuran kontrol sebenarnya tergantung pada keakuratan persepsi. Persepsi kontrol perilaku tidak mungkin realistis apabila seseorang memiliki informasi yang relatif sedikit tentang perilaku, ketika persyaratan atau sumber daya yang tersedia telah berubah, atau ketika unsur-unsur baru maupun asing telah memasuki situasi. Dalam kondisi tersebut, pengkuran PBC dapat menambahkan sedikit akurasi prediksi perilaku. Namun, selama kontrol yang
56
dirasakan realistis, konsep ini dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan suksesnya upaya untuk berperilaku (Ajzen, 2005)
2.2.3.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Perilaku Menabung di Bank Syariah Karim & Affif (2006) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dipersepsikan oleh masyarkat sebagai pendukung dan penghalang mereka untuk menggunakan jasa perbankan syariah. Hal ini terkait dengan PBC, karena dalam setiap pengukuran PBC dibutuhkan adanya faktor-faktor yang dipersepsi sebagai penghalang dan pendukung terhadap perwujudan dari perilaku. Berikut merupakan faktor yang dipersepsi menjadi pendukung dan penghambat masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah: 1. Faktor yang dipersepsi sebagai pendukung: a. Mendapatkan beberapa ketenangan b. Menyimpan uang dengan cara yang diarahkan oleh Islam c. Berpartisipasi dalam rencana baik untuk persaudaraan d. Keselamatan di dunia dan akhirat e. Keinginan untuk mendapatkan pahala 2. Faktor yang dipersepsi sebagai penghambat: a. Kurangnya informasi tentang produk bank syariah b. Tidak melihat manfaat praktis dari produk c. Ada hambatan mental untuk menjadi nasabah yang dipersepsi harus menyesuaikan dengan aturan syariah yg ketat d. Bank syariah belum terbukti dalam kinerja mereka
57
e. Laba-rugi dan sistem bagi hasil dirasakan lebih rendah dari bunga di bank konvensional. f. Tidak mendukung kegiatan individu dan bisnis dalam mengelola keuangan.
2.2.4
Religiusitas
Selain faktor-faktor di atas, religiusitas juga berkaitan dengan tingkah laku individu dalam memilih jasa perbankan syariah. Penelitian yang dilakukan oleh Khan (2010) mengenai The Influence of Religious Belief on Depositor Behavior in an Emerging Market, memberikan bukti bahwa keyakinan agama dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap pilihan individu dalam memilih jasa perbankan. Penelitian ini menemukan bahwa bank-bank Islam di Pakistan menikmati tingkat pertumbuhan deposito jauh lebih besar dari bank konvensional. Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Muhammad & Devi (2006) dalam jurnalnya Religiosity And The Malay Muslim Investors In Malaysia: An Analysis On Some Aspects Of Ethical Investment Decision, juga memberikan kesimpulan bahwa tingkat religiusitas berpengaruh signifikan terhadap perilaku investasi investor Malaysia Muslim Melayu dalam berinvestasi secara syariah. Studi ini mengkaji pengaruh religiusitas terhadap perilaku investasi investor Muslim Melayu di Malaysia. Secara khusus, penelitian ini mengeksplorasi jenis investasi pilihan untuk investasi, tujuan dari investasi dan memanfaatkan sumber-sumber informasi dalam membuat investasi tersebut. Mengenai penjelasan kerangka berpikirnya dapat di lihat pada gambar 2.9:
58
GAMBAR 2.7 KERANGKA KERJA PEMBUATAN KEPUTUSAN UNTUK BERINVESTASI Culture
Highly
Religious
Religion (Islam)
Islamic Religiosity Least Religious
Shariah Compliance Investment
Shariah NonCompliance Investment
Sumber: Muhammad & Devi (2006) Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya oleh Zulhari (2005) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan intensi menabung di bank syariah. Dengan kata lain, religiusitas juga dapat mempengaruhi individu untuk memunculkan suatu perilaku yang erat kaitannya dengan hal-hal yang menyangkut hukum Islam (Syariah). 2.2.4.1 Pengertian Religiusitas Religiusitas berasal dari kata religion (agama). Harun Nasution (dalam Rakhmat, 1997) merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegare, religere) dan agama. Al-din (semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegare berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama tediri dari a = tidak; gam = pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.
59
Menurut Harun Nasution, intisari agama yaitu ikatan. Agama mengandung makna ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Rakhmat, 1997). Agama merupakan sebuah sistem yang memiliki banyak dimensi. Glock & Stark (dalam Ancok, 2001) mendefinisikan agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan dan semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Hunt dan Vitel yang dikutip oleh Sood dan Nasution (1995) (dalam Muhammad & Devi, 2006) agama telah diidentifikasi sebagai salah satu elemen penting dalam lingkungan budaya, serta dianggap mempengaruhi cara orang berperilaku (Sadler, dalam Muhammad & Devi, 2006). Lebih khusus lagi, salah satu elemen dasar yang lain dalam sebuah agama yaitu Tauhid atau KeEsaan Allah dan syariah atau hukum Islam. Agama Islam adalah Akhlaq (atau moral dan nilai-nilai) yang menyediakan kerangka kerja pembentuk perilaku moral dan etika umat Islam saat melakukan semua aspek kehidupan mereka (Abd Halim; Saeed dkk, dalam Muhammad & Devi, 2006). Selain itu, teramati bahwa Al-Qur'an sebagai sumber utama syariah Islam dengan jelas memberikan satu set stabil dan sempurna nilai-nilai yang tetap tidak berubah dalam semua keadaan, tidak seperti faktor budaya lain yang mungkin dipengaruhi oleh perubahan dalam
60
lingkungan ekonomi dan politik (Abdullah dan Siddique, dalam Muhammad & Devi, 2006). Caird (dalam Muhammad & Devi (2006) mengusulkan tiga ukuran dari religiusitas, yaitu kognitif (fokus pada sikap agama atau kepercayaan), perilaku (mengevaluasi kehadiran diri untuk pergi ke gereja atau melakukan doa secara pribadi) dan pengalaman (pengalaman mistik). Mookherje, 1993 (dalam Muhammad & Devi, 2006) mendefinisikan religiusitas dalam hal umum atau partisipatif (berdasarkan keanggotaan gereja dan frekuensi kehadiran di gereja) dan perilaku agama yang dilakukan scara pribadi atau kebaktian (berdasarkan frekuensi doa, membaca Alkitab dan skor kumulatif dalam intensitas beribadah). Fetzer
(1999)
juga
mendefinisikan
religiusitas
adalah
sesuatu
yang
menitikberatkan pada masalah perilaku, sosial dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya. Menurut Fetzer (1999) terdapat 12 dimensi religiusitas, yaitu dimensi daily spiritual experiences, yang memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, meaning yaitu sejauhmana seorang individu dapat mencari makna hidupnya melalui agama, value yaitu pengaruh kualitas iman terhadap nilai-nilai hidup, belief yang disebut keimanan, yakni kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan perbuatan, forgiveness yaitu suatu tindakan memaafkan dan bertujuan untuk memaafkan orang yang melakukan kesalahan, private religious practice yang merupakan perilaku beragama dalam mempelajari agama yang dianut meliputi, coping atau cara mengatasi stres seorang individu
61
dengan menggunakan pola dan metode seperti dengan berdoa, religious support yaitu aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya, religious/spiritual history yaitu seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya, commitment yaitu seberapa jauh individu mementingkan agamanya, organizational religiousness merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktivitas di dalamnya dan religious preferences yaitu melihat sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya. Dari definisi yang telah dijabarkan oleh para ahli di atas mengenai religiusitas, Peneliti menyimpulkan bahwa religiusitas adalah perwujudan seberapa jauh individu yang menganut agama tertentu merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), ekspresi keagamaan sebagai sebuah nilai (value), keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness), melatih diri dalam beragama (private religious practice), penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), hubungan sosial yang baik antara individu dengan pemeluk agama (religious support), ikut serta dalam lembaga keagamaan (organizational religiousnees) dan komitmen beragama (commitment).
2.2.4.2 Dimensi Religiusitas Fetzer (1999) dalam laporan penelitiannya yang berjudul Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research menjelaskan 12 dimensi religiusitas, antara lain: daily spiritual experiences, meaning, values, belief, forgiveness, private religious practices, religious/spiritual
62
coping, religious support, religious/spiritual history, commitment, organizational religiousness dan religious preference. a. Daily spiritual experiences, merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, daily experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden (Tuhan, yang ilahi) dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga daily spiritual experiences lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif (Underwood, dalam Fetzer 1999) b. Meaning, merupakan konsep dalam religiusitas berkaitan dengan konsep meaning milik Viktor Frankl yang biasa disebut dengan istilah kebermaknaan hidup. Meaning yang dimaksud disini berkaitan dengan religiusitas atau yang disebut religion-meaning yaitu sejauhmana seorang individu dapat mencari makna hidupnya melalui agama yang dianut serta menjadi agama sebagai landasan tujuan hidupnya (Pragament, dalam Fetzer 1999) c. Value, menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan pengaruh kualitas iman terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling menolong, saling melindungi dan sebagainya. d. Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan konsep inti dari religiusitas. Dalam bahasa Indonesia belief disebut keimanan, yakni kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan perbuatan. e. Forgiveness, merupakan dimensi yang berwujud suatu tindakan memaafkan, bertujuan untuk memaafkan orang yang melakukan kesalahan dan berusaha
63
keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan, kebajikan dan cinta. Dimensi forgiveness mencakup empat dimensi turunan, yaitu pengakuan dosa, merasa diampuni oleh Tuhan, merasa dimaafkan oleh orang lain dan memaafkan diri sendiri. (Idler dalam Fetzer, 1999) f. Private religious practice, merupakan perilaku beragama dalam mempelajari agama yang dianut meliputi: ibadah, mempelajari kitab dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan kualitas religiusitasnya (Levin dalam Fetzer, 1999) g. Religious/Spiritual Coping, merupakan coping stress atau cara mengatasi stres seorang individu dengan menggunakan pola dan metode seperti dengan berdoa, beribadah. Pragament (dalam Fetzer, 1999) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis coping secara religius, yaitu: 1) Deferring style, yaitu menyerahkan coping kepada Tuhan dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. 2) Collaborative style, yaitu individu meminta solusi kepada Tuhan dan antara Tuhan dengan hamba-Nya saling bertanggung jawab dalam menjalankan coping. 3) Self-directing style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping. h. Religious Support, yaitu aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya (Krause dalam Fetzer, 1999)
64
i. Religious/Spiritual History, yaitu seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agamanya sepanjang rentang kehidupannya dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya. j. Commitment, yaitu seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya (Williams dalam Fetzer, 1999) k. Organizational religiousness, merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktivitas di dalamnya (Idler, dalam Fetzer 1999) l. Religious preferences, yaitu melihat sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya (Ellison dalam Fetzer, 1999). Perlu diketahui, Peneliti tidak memasukkan dimensi preferences dan history dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena cara pengukuran dimensi preferences dan history sulit untuk diinterpretasikan. Dimana dimensi preference berisi mengenai pertanyaan: “Saat ini, agama apa yang menjadi pilihan anda?”, dikarenakan dalam peneltian religiusitas Fetzer (1999) mencakup keseluruhan agama yang ada di dunia, sedangkan dalam peneltian ini, Peneliti hanya menggunakan sampel yang beragama Islam saja, karena itu tidak diperlukan lagi pertanyaan mengenai agama apa yang dianut oleh sampel. Kemudian item dari history,
pertanyaan
yang
tersedia:
“Apakah
anda
pernah
merasakan
penurunan/peningkatan kualitas iman yang signifikan?”, “jika iya, pada usia berapa anda merasakannya?”. Hal ini yang membuat Peneliti tidak mengadaptasi
65
item history dikarenakan tingkat analisa datanya pun akan sulit dan kurang cocok untuk penelitian S1.
2.2.5
Penghasilan
Fakta fundamental mengenai perilaku menabung bahwa menabung sangat bergantung pada penghasilan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Keyness (2005) memberikan rumusan total income atau penghasilan adalah jumlah dari konsumsi dan tabungan, atau diformulasikan: Y = C + S. Dimana Y merupakan simbol dari total penghasilan, C merupakan simbol dari konsumsi dan S merupakan simbol dari tabungan. Jika rumusan itu diubah untuk mendapatkan pengertian saving atau tabungan, maka formulasinya akan menjadi S = Y – C. Seseorang dengan penghasilan Rp5.000.000 per bulan dan pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi tiap bulan yaitu Rp4.000.000 maka asumsinya sisa uang yang ada yaitu Rp1.000.000 akan menjadi tabungannya. Collins (1991) dalam penelitiannya berjudul Saving behavior in 10 development countries, menunjukkan bahwa meningkatnya standar hidup merupakan alasan mengapa jumlah tabungan meningkat. Penghasilan rill di beberapa negara telah meningkat secara dramatis, salah satunya yaitu Korea. Seseorang dengan usia yang lebih tua cenderung mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi, sehingga mempengaruhi perilaku mereka dalam menabung. Cronqvist and Siegel (2010) dalam penelitiannya berjudul The origins of saving behavior, juga menemukan fakta bahwa perilaku menabung berkorelasi
66
dengan beberapa variabel salah satunya yaitu income growth (pertumbuhan penghasilan). Lee dkk (2000) dalam jurnalnya The Effect of Family Life Cycle and Financial Management Practices on Household Saving Patterns, juga memberikan sebuah kesimpulan bahwa penghasilan rendah, level pendidikan yang lebih rendah menurunkan kemungkinan untuk menabung.
2.2.6
Pendidikan
Solmon (1975) dalam risetnya yang berjudul The Relation between Schooling and Savings Behavior: An Example of the Indirect Effects of Education juga mencoba menemukan hubungan antara pendidikan dan perilaku menabung. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan memberi dampak yang signifikan terhadap penghematan bagi individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata dan kecenderungan untuk menabung akan naik pada individu yang memiliki pencapaian sekolah yang lebih tinggi. Hal ini diduga disebabkan karena pencapaian pendidikan yang lebih tinggi, membuat seseorang lebih memiliki pengetahuan mengenai keuangan, selain itu juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan penghasilan dan kekayaan seseorang. 2.2.7
Usia
Lopez (1995) dalam penelitiannya yang berjudul The influence of age on household savings behaviours and motives: Evidence from Spain, menemukan adanya pengaruh dari usia terhadap perilaku menabung. Lopez (1995) menemukan hasil bahwa usia merupakan variabel sosio-demografis yang paling
67
berpengaruh terhadap perilaku menabung. Usia merupakan variabel sosiodemografis yang memungkinkan untuk membedakan secara jelas sikap dan perilaku seseorang, karena usia membentuk aktivitas komersial seseorang. Beberapa pertimbangan penting tersembunyi dibalik usia, terutama variabel sosiodemografis yang memiliki kaitan erat dengan usia seperti kelas sosial, tingkat pendidikan, peran keluarga dan status sipil. Kedua, usia menunjukkan serangkaian kewajiban dan kapasitas ekonomi pada keluarga. Usia mengungkapkan evolusi perilaku baru dan sikap. Kapasitas yang menjelaskan dan membedakan antara sikap, usia dan perilaku tertentu pada dasarnya tercermin dalam motif menabung. Usia tengah baya dan pemuda antara 14 dan 45 tahun menabung secara fundamental untuk motif jangka pendek seperti motif untuk mandiri. Di sisi lain, motif jangka panjang, motif untuk warisan dan motif menabung untuk jangka panjang, lebih lazim terdapat pada orang usia di atas 46 tahun. Individu yang memiliki usia lebih dari 46 tahun digambarkan sebagai memiliki sikap yang lebih konservatif (awet) sedangkan pemuda dan setengah baya sekarang sikap kurang konservatif. Collins (1991) juga memberikan fakta bahwa pada tahun 1975, tabungan cukup terkonsentrasi di antara masyarakat dengan usia 25-40 tahun. Masyarakat yang berusia 50-54 cenderung lebih sedikit dalam menabung. Temuan lain dari Yorulmaz (2010) dalam peneliatiannya, The relation between age structure and saving rate of turkey: 1968-2006 memberi fakta bahwa perilaku menabung dengan struktur usia tertentu juga berpengaruh pada tingkat tabungan. Seseorang di usia 0-14 tahun memiliki kecenderungan menabung pada
68
taraf sedang, lalu meningkat pada usia 15-64 tahun dan cenderung turun di usia 65 tahun ke atas.
2.3
Bank Syariah
2.3.1 Pengertian Bank Syariah Pengertian umum bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Atau jika diperinci lagi, bank syariah adalah lembaga intermediasi keuangan yang memobilisasi dana simpanan masyarakat dengan basis akad yang sesuai syariah dan menyalurkan dana kepada para wiraswastawan dan pengusaha dengan basis akad sesuai dengan syariah pula. Bank berdasarkan prinsip syariah meninggalkan praktek-praktek riba seperti sistem bunga dan hanya menjalankan usaha yang halal saja. Berdirinya bank syariah selain dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengikuti perintah agama, juga didasari kesadaran akan dampak destruktif bunga. Bunga dianggap sebagai penyebab kacaunya perekonomian di banyak negara berkembang saat ini. Sistem perbankan konvensional sebagai organisasi finansial modern, diakui secara luas telah gagal membuat dunia lebih baik (Irsyad, 2007) 2.3.2 Fungsi Bank Syariah Bank Syariah memiliki fungsi sebagai: 1.
Manajer investasi Bank syariah dapat mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad Mudharabah atau sebagai agen investasi.
69
2.
Investor Bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Keuntungan yang diperoleh dibagi secara proporsional sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.
3.
Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran Bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan seperti non-syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4.
Pengemban fungsi sosial Bank syariah dapat memberikan pelayanan sosial dalam bentuk pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah serta pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan prinsip, maka secara operasional terdapat perbedaan
perbedaan yang substantif antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Di bawah ini merupakan tabel perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional:
70
TABEL 2.1 PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL Perbandingan Akad & Aspek Legalitas Lembaga Penyelesaian Sengketa Struktur Organisasi Investasi
Bank Syariah
Bank Konvensional
Hukum Islam & Hukum Positif
Hukum Positif
Ada Dewan Syariah Nasional (DSN) & Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Tidak ada DNS & DPS
BASYARNAS
BANI
Prinsip operasional
Halal
Tujuan
Profit & Falah Oriented
Perangkat bunga
Kemitraan
Debitor & Kreditor
Hubungan Nasabah
Bagi hasil, Jual-beli, sewa
Sumber: Widiyaningsih, 2005
Halal dan Haram Profit Oriented
Tabel di atas menjelaskan yang pertama yaitu akad dari perbankan syariah berlandaskan hukum Islam, sedangkan bank konvensioanal bedasarkan hukumhukum yang berlaku di Negara tersebut. Ke dua, lembaga penyelesaian sengketa dari bank syariah yaitu BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional), sedangkan pada bank konvensional yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Ke tiga, bank syariah memiliki Dewan Syariah Nasional (DNS) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS), sedangkan bank konvensional tidak memiliki keduanya. Ke empat, investasi yang diperbolehkan dalam usaha syariah hanya yang bersifat halal saja, sedangkan dalam bank konvensional tidak memiliki kaidah tersebut dimana investasi yang bersifat haram tidak menjadi larangan. Ke lima, bank syariah memiliki prinsip operasional seperti bagi hasil, jual-beli dan sewa atau diberi istilah money for goods and services, dimana uang untuk
71
membeli sesuatu, sedangkan di bank konvensional yang diperjual belikan yaitu uang itu sendiri atau diberi istilah money for money. Ke tujuh, tujuan bank syariah, yaitu profit dan falah oriented, artinya bank syariah tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi juga berusaha meraih kemenangan baik di dunia maupun di akhirat. Kemenangan di dunia artinya keberhasilan menunjukkan bahwa bank syariah merupakan sistem perbankan yang terbaik, sedangkan kemenangan di akhirat berupa pahala dan kebaikan di sisi Allah SWT, sedangkan bank konvensional hanya bertujuan untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya. Ke delapan, dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang diterapkan yaitu hubungan debitur dan kreditur. Seorang debitur harus dan wajib mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, tidak peduli apakah debitur mendapatkan untung atau rugi. Berbeda dengan konsep yang diterapkan bank syariah dimana hubungan yang terjadi yaitu antar investor yang harmonis, sehingga adanya saling kerjasama dan kepercayaan karena dalam perbankan syariah menerapkan nilai Ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat transendental dan nilai keadilan, persaudaraan serta kepedulian (Widiyaningsih, 2005). Perbedaan selanjutnya yang perlu diketahui menyangkut bahasan mengenai perbankan syariah yaitu tentang perbedaan antara bagi hasil dan bunga bank. Secara umum, bagi hasil dan bunga memiliki perbedaan yang jelas. Yang pertama, bunga memiliki asumsi harus selalu untung, sedangkan penetuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Ke dua, besarnya prosentase pada bunga bank konvensioanal bergantung pada jumlah uang yang dipinjamkan, sedangkan pada sistem bagi hasil yaitu berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Ke tiga, pembayaran
72
bunga selalu tetap, tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi, sedangkan bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, apabila rugi akan ditanggung bersama oleh kedua pihak yaitu pihak nasabah dan bank. Ke empat, jumlah pembayaran pada bunga yaitu tetap, tidak meningkat walau jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”, sedangkan pada bagi hasil, jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Ke lima, bunga bank keberadaanya juga diragukan oleh semua agama termasuk agama-agama nonIslam, sedangkan keberadaan bagi hasil tidak ada yang meragukan keabsahannya. Ringkasan perbedaan bunga bank dan bagi hasil dapat dilihat pada tabel 2.2: TABEL 2.2 PERBEDAAN BUNGA DAN BAGI HASIL Perbandingan Penentuan keuntungan
Besarnya prosentase
Pembayaran
Jumlah pembayaran
Eksistensi
Bagi hasil
Bunga
Pada waktu akad dengan pedoman kemungkinan untung rugi
Pada waktu perjanjian dengan asumsi harus selalu untung
Bergantung pada keuntungan proyek bila rugi ditanggung bersama
Seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan untung atau rugi
Berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh
Sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan Tidak ada yang meragukan keabsahannya
Sumber: Widiyaningsih, 2005
Berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Tetap, tidak meningkat walau keuntungan berlipat Diragukan oleh semua agama
73
2.4 Kerangka Berpikir Banyak tokoh psikologi maupun psikologi ekonomi yang mengaitkan antara intensi dengan perilaku tertentu, salah satunya yaitu perilaku menabung. Ajzen telah mengembangkan theory of planned behavior menjadi lebih mendetail dengan menambahkan background factor. Intensi menabung pun bukanlah suatu variabel yang datang dengan sendirinya, banyak faktor psikologis maupun demografis yang belum disadari berpengaruh terhadap munculnya hal tersebut. Diantara faktor tersebut telah terdapat dalam background factor yang dikemukakan oleh Ajzen. Dari beberapa faktor yang ada Peneliti hanya mengambil beberapa faktor saja karena disesuaikan dengan kemampuan dan waktu yang dimiliki untuk melakukan penelitian ini. Berikut ini merupakan skema background faktor pada teori planned behavior:
74
GAMBAR 2.8 BACKGROUND FAKTOR PADA THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
Kemudian dari beberapa faktor yang ada, diambil beberapa faktor yang dianggap berpengaruh terhadap intensi menabung di bank syariah, yaitu sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan, usia. Dari keseluruhan variabel, Peneliti asumsikan memiliki pengaruh terhadap intensi menabung di bank syariah dan berikut ini merupakan gambar rangkumannya:
75
GAMBAR 2.9 KERANGKA BERPIKIR
Sikap
Norma Subyektif Perceived Behavior Control
Religiusitas
Intensi Menabung
Penghasilan Pendidikan
Usia
Keseluruhan variabel yang terdiri dari variabel psikologis dan variabel demografis di atas Peneliti asumsikan berpengaruh terhadap intensi menabung di bank syariah. Sikap yang individu miliki tentang bank syariah, norma subyektif yang individu miliki tentang bank syariah, perceived behavior control terhadap perilaku menabung di bank syariah, tingkat religiusitas yang dimiliki individu,
76
penghasilan, pendidikan dan usia seseorang. Variabel-varibel di atas kemudian mempengaruhi intensi seseorang untuk menabung di bank syariah dan di kemudian hari menghasilkan suatu perilaku, yaitu perilaku menabung di bank syariah. Intensi menabung di bank syariah sangat mungkin dpengaruhi oleh variabel psikologis maupun demografis lain, dengan kata lain tidak hanya variabel sikap, norma subyektif, PBC, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia saja yang berkemungkinan mempengaruhi secara langsung. Jika variabel lain diteliti, besar kemungkinan hasil penelitian akan lebih baik. Namun konsekuensi jika variabel lain juga diikut sertakan dalam penelitian ini yaitu dari segi pengujian dan analisis data akan menjadi lebih rumit dan memakan waktu cukup lama, sehingga kurang cocok bagi penelitian skripsi mahasiswa S1.
77
2.5 Hipotesis Penelitian Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan diuji yaitu hipotesis nihil yang terdiri dari hipotesis mayor dan minor, yaitu: Hipotesis Mayor: Tidak ada pengaruh sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat. Hipotesis Minor: H01 : Tidak ada pengaruh sikap terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. H02 : Tidak ada pengaruh norma subjektif terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. H03 : Tidak ada pengaruh perceived behavior control terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. H04 : Tidak ada pengaruh religiusitas terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. H05 : Tidak ada pengaruh penghasilan terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. H06 : Tidak ada pengaruh pendidikan terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. H07 : Tidak ada pengaruh usia terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan.
78
BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, serta teknik pengambilan sampel. Kemudian akan dibahas variabel penelitian, definisi operasional dari variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur, prosedur pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas hipotesis penelitian. 3.1 Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini yaitu penduduk Tangerang Selatan kecamatan Ciputat, Pamulang dan Serpong dimana sampel tersebut telah memiliki penghasilan, telah memiliki rekening di bank konvensional. Peneliti mengambil sampel yang berstatus telah menabung pada bank konvensional, karena dalam penelitian ini intensi yang dimaksud adalah niat seseorang untuk menabung di bank syariah dan belum berbentuk sebuah perilaku menabung di bank syariah. Sampel dalam penelitian ini berstatus pendidikan minimal SMA, dengan rentang usia antara 18-58 tahun. Pengambilan sampel dilakukan secara non-probability samping, karena Peneliti tidak memiliki daftar penduduk yang memenuhi kriteria tersebut. Non-probabilty sampling artinya adalah tidak diketahui berapa besarnya peluang yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel yang diambil yaitu sebanyak 200 orang.
79
3.2 Variabel Penelitian Sebagaimana yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu: 1. Intensi menabung 2. Sikap 3. Norma subyektif 4. Perceived behavior control 5. Religiusitas 6. Penghasilan 7. Pendidikan 8. Usia Adapun yang dijadikan sebagai dependent variable (DV) yaitu intensi menabung. Sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia merupakan independent varible (IV).
80
3.2.1 Definisi Operasional Dari definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam BAB 2, kemudian Peneliti menentukan definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini. 1. Intensi Menabung Intensi menabung adalah skor yang diperoleh dari besarnya peluang seseorang untuk menabung di bank syariah. 2. Sikap Sikap adalah skor yang diperoleh dari sampel tentang perasaan positif atau negatif terhadap bank syariah yang dilihat dari dimensi afektif, kognitif dan konatif yang dimiliki seseorang. 3. Norma Subyektif Norma subyektif adalah skor yang diperoleh dari hasil perkalian penjumlahan pada skala normative belief dengan skala motivation to comply tentang kebanyakan orang-orang yang penting bagi sampel berpikir apakah ia seharusnya atau tidak seharusnya menabung di bank syariah. 4. Perceived Behavior Control Perceived behavior control adalah skor yang diperoleh dari hasil perkalian penjumlahan pada skala control belief dengan skala power belief tentang adanya faktor yang bisa memfasilitasi atau menghambat untuk menabung di bank syariah.
81
5. Religiusitas Religiusitas adalah skor yang diperoleh dari skala religiusitas yang mencakup 10 dimensi, yaitu merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mencari makna hidup melalui agama (meaning), pengaruh kualitas iman terhadap nilai-nilai hidup (value), keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness), melatih diri dalam agama (private religious practice), penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), hubungan sosial antar individu dengan agama yang sama (religious support), komitmen beragama
(commitment)
dan
organisasi
keagamaan
(organizational
religiousness).
6. Penghasilan Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima oleh sampel perbulan dari aktivitasnya, berupa menjual produk dan/atau jasa kepada pelanggan atau perusahaan sampai pada saat pengumpulan data penelitian. 7. Pendidikan Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang telah dimiliki oleh sampel sampai pada saat pengumpulan data penelitian.
82
8. Usia Usia adalah banyaknya jumlah tahun dari usia sampel yang dihitung mulai dari tahun lahir sampel sampai pada saat pengumpulan data penelitian. 3.2.2 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kusioner yang berbentuk skala likert. Kuesioner adalah salah satu jenis alat pengumpul data berupa sejumlah daftar yang berisi suatu rangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai suatu bidang untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden dalam suatu penelitian. Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari lima alat ukur. Adapun lima alat ukur tersebut yaitu: 1. Alat Ukur Intensi Menabung Alat ukur intensi menabung merupakan sebuah skala yang mengukur intensi menabung seseorang terhadap bank syariah. Intensi menabung diukur dengan memberikan 3 pernyataan yang diadaptasi berdasarkan penelitian Grodon dan Mykytyn (2002). Ketiga pernyataan tersebut berisi tentang seberapa besar kemungkinan responden untuk menabung di bank syariah, seberapa besar responden berencana untuk menabung di bank syariah dan seberapa kuat responden berkomitmen untuk menabung di bank syariah dalam jangka waktu 1 tahun.
83
Skala intensi menabung ini memiliki rentangan dari sangat tidak setuju (skala 1) sampai sangat setuju (skala 4). TABEL 3.1 BLUEPRINT SKALA INTENSI No. 1. 2. 3.
Indikator Kemungkinan untuk menabung Berencana untuk menabung
Berkomitmen untuk menabung TOTAL
Item nomor
Jumlah
1
1
2 3
1 1
3
2. Alat Ukur Sikap Alat ukur sikap ini dikembangkan oleh Peneliti dari dimensi sikap yang disebutkan dalam Engel (1995) dimana sikap dilihat dari tiga aspek; afektif, kognitif dan konatif. Ketiga aspek tersebut menjadi konstruk yang kemudian diturunkan ke dalam 15 item pernyataan. Peneliti tidak menggunakan cara pengukuran sikap yang dianjurkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975), dikarenakan saat proses elisitasi belief sikap yang muncul sangat mirip dengan belief PBC, hal ini diduga dapat mengurangi nilai prediktif IV terhadap DV. Alat ukur sikap secara keseluruhan mengukur ketiga aspek yang telah disebutkan tadi. Subyek diminta untuk memilih salah satu dari 4 skala yang menunjukkan derajat kesesuain antara pernyataan dengan diri subyek dari sangat setuju (skala 4) sampai sangat tidak setuju (skala 1).
84
TABEL 3.2 BLUEPRINT SKALA SIKAP No.
Dimensi
Item nomor
Jumlah
1.
Afektif
1*, 2,3*,10*,13*,14*
6
2.
Kognitif
3.
Konatif
TOTAL
4*,5,6,7,8, 9 11,12,15
Keterangan: Tanda (*) menandakan item unfavorable
6 3
15
3. Alat Ukur Norma Subyektif Alat ukur dari norma subyektif adalah sebuah skala yang mengukur significant others dari responden yang dianggap mempengaruhi terbentuknya sebuah perilaku menabung di bank syariah. Skala ini terdiri dari 9 item pernyataan, yang memiliki rentangan dari sangat tidak perlu (skala 1) sampai sangat perlu (skala 4). Alat ukur ini merupakan pengembangan item yang mencontoh dari item baku pengukuran intention to use diminishing partnership home financing yang diberikan oleh Taib dkk (2008). TABEL 3.3 BLUEPRINT SKALA NORMA SUBYEKTIF No. 1. 2.
Dimensi Normative belief Motivation to comply TOTAL
Item nomor
Jumlah
1, 2,3,4,5,6,7,8,9
9
1, 2,3,4,5,6,7,8,9
9
18
85
4. Alat Ukur Perceived Behavior Control Alat ukur dari Perceived behavior control adalah sebuah skala yang mengukur persepsi mengenai adanya faktor yang mendorong atau menghambat terbentuknya sebuah perilaku menabung di bank syariah. Skala ini terdiri dari 24 item pernyataan, yang memiliki rentangan dari sangat tidak mungkin (skala 1) sampai sangat mungkin (skala 4). Berdasarakan studi literatur dari Karim dan Affif (2005) tentang Islamic Banking Consumer Behaviour in Indonesia, didapatkan beberapa faktor yang dipersepsi sebagai faktor penghambat dan faktor pendukung masyarakat untuk menabung di bank syariah. Faktor ini kemudian yang dikembangkan sebagai item-item dari PBC. TABEL 3.4 BLUEPRINT SKALA PERCEIVED BEHAVIOR CONTROL No.
Dimensi
Item nomor
Jumlah
1.
Control belief Pendukung
1, 2,3,4,5,6
6
4.
Power belief Penghambat
1,2,3,4,5,6
6
2. 3.
Power belief Pendukung
Control belief Penghambat
TOTAL
1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,5,6
6 6
24
5. Religiusitas Dalam penelitian ini, skala religiusitas diadopsi dan diadaptasi dari Brief Multidimensional Measure of Religiousness/Spirituality berdasarkan teori multidimensional religiusitas oleh Fetzer (1999). Dengan 10 dimensi yaitu
86
daily spiritual experience, meaning, value, belief, forgiveness, religius support, private religious practice, religious/spiritual coping, commitment dan organizational. TABEL 3.5 BLUEPRINT SKALA RELIGIUSITAS Indikator Item nomor
No. 1.
Daily spiritual experience
4.
Belief
7.
Religious/spiritual coping
10.
Organizational
2.
Meaning
5.
Forgiveness
8.
Religious Support
1, 2,3,4,5,6
6
11,12
2
7,8,9,10
3.
Value
6.
Private religious practice
9.
Commitment
37,38*
13,14,15
16*,17,18,19, 20, 21 22, 23*, 24
25,26*,27,28
TOTAL
Jumlah
32,33,34 35,36
Keterangan: Tanda (*) menandakan item unfavorable
4 2 3 6 3 4 3 2
35
6. Penghasilan, Pendidikan dan Usia Untuk variabel penghasilan, pendidikan dan usia, data akan diperoleh dari pengisian data diri responden yang tercantum saat pengisian angket.
3.3. Pengujian Validitas Alat Ukur Peneliti selanjutnya melakukan uji validitas konstruk instrumen tersebut. Peneliti menggunaka CFA (Confirmatory factor Analysis) untuk pengujian validitas instrument. Adapun logika dari CFA (Umar, 2010):
87
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Trait ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya. 2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga subskala hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subskala bersifat unidimensional. 3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks S matriks Σ atau bisa juga dinyatakan dengan S - Σ = 0. 4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi-square tidak signifikan P>0.05, maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya, tidak ada perbedaan antara yang diteorikan dengan data yang diperoleh, dan teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item hanya mengukur satu faktor saja. 5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop.
88
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif, maka item tersebut harus didrop. Berarti item tersebut mengukur hal yang berlawanan dengan apa yang hendak diukur. Namun demikian perlu diperiksa kembali apakah item tersebut berupa item negatif (unfavorable). Untuk item yang unfavorable, skornya harus dibalik terlebih dahulu menjadi favorable sebelum analisis CFA dilakukan.
Selanjutnya dilakukan analisis CFA kembali dengan menggunakan item yang tidak didrop atau item yang baik. Setelah didapat model fit dihitung faktor skornya. Penggunaan faktor skor ini bertujuan untuk menghindari hasil penelitian yang bias akibat dari kesalahan pengukuran. Jadi skor yang dianalisis dalam penelitian ini bukanlah skor yang diperoleh dari variabel pada umumnya, melainkan justru true score yang diperoleh dengan memperhitungkan perbedaan validitas dari setiap item. Namun demikian, untuk menghindari faktor skor yang bertanda negatif dan positif (Zscore) maka Peneliti mentranformasikan faktor skor tersebut menjadi T skor. Dengan rumus T skor yaitu (Umar, 2010):
T skor = (10 x faktor skor) + 50.
Dalam hal ini T skor akan memiliki mean = 50 dan SD = 10 dan diharapkan seluruh skor merupakan bilangan positif yang memiliki rentangan diperkirakan antara 0 dan 100. Setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi
89
dan regresi. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan sotware LISREL 8.30 (Joreskog dan Sorbom, 1999). Adapun hasil dari uji validitas konstruk pada setiap faktor dijelaskan pada setiap sub bab berikut ini:
3.3.1 Uji Validitas Konstruk Alat Ukur Untuk menguji validitas konstruk setiap item maka Peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan Confimatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan Lisrel 8.3. (Joreskog dan Sorbom, 1999). Adapun penjelasannya akan dipaparkan dalam sub bab berikut: 3.3.1.1 Uji Validitas Skala Intensi Menabung Dalam subab ini Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur intensi menabung. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, diperoleh model satu faktor yang fit dan dapat dilihat pada gambar di bawah ini: GAMBAR 3.1 ANALISIS FAKTOR KONFIMATORIK DARI VARIABEL INTENSI MENABUNG
90
Terlihat dari gambar 3.1, bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P-value = 1 (P>0,05). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu intensi menabung. Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6 di bawah ini: TABEL 3.6 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR INTENSI No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
0.89
0.06
15.75
V
1. 2.
0.91 0.93
0.06 0.05
16.30 17.15
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 3 item yang mengukur intensi menabung, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel intensi menabung.
91
3.3.1.2 Uji Validitas Skala Sikap Dalam hal ini Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur sikap. Peneliti melakukan uji validitas ini dengan analisis perdimensi dari sikap yaitu afektif, kognitif dan konatif. Berikut penjelasannya di bawah ini: 1. Validitas Konstruk Faktor Afektif Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur faktor afektif terhadap bank syariah. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, diperoleh model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi–Square = 61.38, df = 9, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.171. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar dibawah ini: GAMBAR 3.2 ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORIK DARI FAKTOR AFEKTIF
92
Terlihat dari gambar 3.2 di atas, bahwa nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan). Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor afektif dari sikap terhadap bank syariah. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi disajikan pada tabel 3.7 di bawah ini: TABEL 3.7 MATRIKS KORELASI ANTAR KESALAHAN PENGUKURAN PADA BUTIR-BUTIR ITEM FAKTOR AFEKTIF 1 2 3 4
13 14
1 1
V
2 1 V
3 1
10
1
V
13
1
14
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi
Dari tabel 3.7 di atas, bisa dilihat item yang saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 2 dengan nomor 1, item nomor 13 dengan nomor 2 dan 10, namun karena jumlah korelasi tidak terlalu banyak maka item
93
ini tetap digunakan dalam menghitung faktor skor. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.8, berikut ini: TABEL 3.8 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR AFEKTIF No
Koefisien
2.
0.05
1. 3.
10. 13. 14.
0.59 0.72 0.40 0.80 0.49
Standar Error
Nilai T
Signifikan
0.07
0.53
10.08
X
0.07
6.56
0.07 0.09 0.08 0.07
8.17 4.76
11.22
V V V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur dimensi afektif, terdapat 1 item yang memiliki nilai T kurang dari 1.96 yaitu item 2, maka item ini akan didrop. Sedangkan sisa item lainnya memiliki nilai t > 1.96 (signifikan) dan semua bertanda positif, maka item-item tersebut digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk faktor afektif. 2. Validitas Konstruk Faktor Kognitif Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi–Square = 122.45, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.252. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.52, df = 4, P-value = 0.23798
94
dan RMSEA = 0.044. Gambar analisis faktor konfirmatorik faktor kognitif dan faktor selanjutnya dapat dilihat pada lampiran. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 berikut ini: TABEL 3.9 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR KOGNITIF No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
6
0.62
0.07
9.14
V
4 5 7 8 9
0.74 0.80 0.70 0.84 0.61
0.07 0.11 0.07 0.06 0.07
11.20 7.55
10.69 13.42 9.08
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur faktor kognitif, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengujian ini, tidak ada item yang didrop. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi yaitu item nomor 5. Tetapi karena item nomor 5 memiliki kesalahan pengukuran yang tidak lebih dari tiga,
95
maka item tersebut tetap akan dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Matriks korelasi faktor kognitif dan faktor selanjutnya dapat dilihat pada lampiran. 3. Validitas Konstruk Faktor Konatif Dari analisis CFA yang dilakukan, didapatkan model satu faktor fit, dengan Chi–Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu faktor konatif yang dalam hal ini merupakan salah satu dari dimensi sikap terhadap bank syariah. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut ini: TABEL 3.10 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR KONATIF No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
15
0.38
0.08
4.34
V
11 12
0.95 0.56
0.13 0.10
7.09 5.75
V V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dilihat dari model faktor di atas, dari 3 item yang mengukur dimensi konatif, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk dimensi konatif.
96
3.3.1.3 Uji Validitas Skala Norma Subyektif Dalam hal ini Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur
dimensi dari norma subyektif yaitu Normative belief dan
Motivation to comply. 1. Validitas Konstruk Normative Belief Peneliti menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu normative belief. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi–Square = 597.63, df = 27, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.328. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 18.24, df = 15, P-value = 0.25047 dan RMSEA = 0.033. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 berikut ini:
97
TABEL 3.11 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR NORMATIVE BELIEF No
Koefisien
Standar Error
3.
0.70
0.06
11.03
0.07
3.35
1.
0.30
2.
0.67
4
0.56
5
0.50
6
0.25
7 8 9
0.85 0.73 0.43
0.07 0.08 0.07 0.07 0.06 0.06 0.07
Nilai t
Signifikan V
4.47
V
8.25
V
8.25
V
7.28
V V
13.60
V
11.42
V
6.05
V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dilihat dari model faktor di atas, dari 9 item yang mengukur normative belief, tidak terdapat item yang bermuatan negatif dan juga tidak terdapat item yang tidak signifikan (tidak bagus), maka keseluruhan item-item tersebut diikutsertakan (tidak didrop) dalam menghitung skor faktor dari variabel normative belief. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya
masing-masing.
Adapun
butir-butir
soal
yang
kesalahan
pengukurannya saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 2 dan 6 sehingga item ini tidak digunakan untuk mengghitung faktor skor. Sedangkan item yang paling baik karena kesalahan pengukurannya hanya berkorelasi satu kali yaitu item nomor 1. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya.
98
2. Validitas Konstruk Motivation to Comply Peneliti menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu motivation to comply. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, diperoleh model satu faktor tidak fit, dengan Chi–Square = 376.87, df = 27, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.255. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 18.24, df = 15, P-value = 0.25047 dan RMSEA = 0.033. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 berikut ini: TABEL 3.12 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR MOTIVATION TO COMPLY No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
0.70
0.06
11.03
V
0.07
3.35
1. 2. 4 5 6 7 8 9
0.30 0.67 0.56 0.50 0.25 0.85 0.73 0.43
0.07 0.08 0,07 0.07 0.06 0.06 0.07
4.47 8.25 8.25 7.28
13.60 11.42 6.05
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V V V V
99
Dilihat dari model faktor di atas, dari 9 item yang mengukur motivation to comply, tidak terdapat item yang bermuatan negatif dan juga tidak terdapat item yang tidak signifikan (tidak bagus), maka keseluruhan item-item tersebut diikutsertakan (tidak didrop) dalam menghitung faktor skor dari variabel motivation to comply. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 6, sehingga tidak digunakan dalam menghitung faktor skor. Selanjutnya, itemitem yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya.
3.3.1.4 Uji Validitas Skala Perceived Behavior Control Dalam hal ini Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur dimensi dari Perceived behavior control yaitu control belief pendukung dan power belief pendukung, serta control belief penghambat dan power belief penghambat. 1. Validitas Konstruk Control Belief Pendukung Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu control belief. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi–Square = 714.24, df = 10, P-value = 0.0000, RMSEA = 0.595. Namun, setelah dilakukan modifikasi
100
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 7.00, df = 4, P-value = 0.13577 dan RMSEA = 0.061. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 berikut ini: TABEL 3.13 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR CONTROL BELIEF PENDUKUNG No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
0.95
0.06
17.19
V
1. 2. 4 5 6
0.83 0.82 0.81 0.75 0.63
0.06 0.06 0.06 0.06 0.07
13.89 13.23 13.52 12.02 9.59
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur control belief pendukung, tidak terdapat item yang bermuatan negatif dan juga tidak terdapat item yang tidak signifikan (tidak bagus), maka keseluruhan item-item tersebut diikutsertakan (tidak didrop) dalam menghitung skor faktor dari variabel control belief pendukung. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga
101
dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 5, namun karena jumlah korelasi tidak lebih dari tiga kali maka tetap digunakan untuk menghitung faktor skor. Sedangkan item yang paling ideal karena kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi adalah item nomor 1. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya. 2. Validitas Konstruk Power belief Pendukung Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu power belief pendukung. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi–Square = 160.19, df = 9 , P-value = 0.00000, RMSEA = 0.291. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.41, df = 3, P-value = 0.14412 dan RMSEA = 0.064. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14 berikut ini:
102
TABEL 3.14 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR POWER BELIEF PENDUKUNG No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
1.05
0.05
21.03
V
1. 2. 4. 5. 6.
0.84 0.87 0.73 0.64 0.87
0.06 0.06 0.06 0.06 0.08
13.67 15.15 11.95 9.95
10.94
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur power belief, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel power belief. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masingmasing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 3 dan 6. Namun karena jumlah korelasi tidak lebih dari tiga kali maka tetap digunakan untuk menghitung faktor skor. Sedangkan item yang paling ideal karena kesalahan pengukurannya hanya berkorelasi satu kali yaitu item nomor 2 dan 4. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya.
103
3. Validitas Konstruk Control belief Penghambat Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu control belief. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 262.76, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.247. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 17.10, df=13, P-value = 0.19469 dan RMSEA = 0.040. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.15 berikut ini: TABEL 3.15 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR CONTROL BELIEF PENGHAMBAT No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
0.63
0.07
9.32
V
1. 2. 4 5 6 7 8
0.17 0.53 0.66 0.60 0.77 0.54 0.49
0.08 0.07 0.07 0.07 0.07 0.08 0.07
2.23 7.26 9.80 8.80
11.83 6.86 6.56
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V V V
104
Dilihat dari tabel 3.15 di atas, dari 8 item yang mengukur control belief penghambat, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel control belief penghambat. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 7, sehingga tidak digunakan dalam menghitung faktor skor. Sedangkan item yang paling ideal karena kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi yaitu item nomor 3 dan 4. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya. 4. Validitas Konstruk Power belief Penghambat Peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu power belief penghambat. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, diperoleh model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 262.76, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.247. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 17.10, df=13, P-value = 0.19460 dan RMSEA = 0.040. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal
105
ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.16 berikut ini: TABEL 3.16 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR POWER BELIEF PENGHAMBAT No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
0.63
0.07
9.32
V
1. 2. 4 5 6 7 8
0.17 0.53 0.66 0.60 0.77 0.54 0.49
0.08 0.07 0.07 0.07 0.07 0.08 0.07
2.23 7.26 9.80 8.80
11.83 6.86 6.56
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 8 item yang mengukur power belief penghambat, semua item signifikan (t > 1.96) dan semua bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel power belief penghambat. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dan multidimensional yaitu item nomor 7, sehingga item ini tidak digunakan untuk menghitung faktor skor. Sedangkan item yang paling ideal karena kesalahan pengukurannya tidak
106
berkorelasi yaitu item nomor 3 dan 4. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya.
3.3.1.5 Uji Validitas Skala Religiusitas Dalam hal ini Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional dalam mengukur dimensi dari Religiusitas yaitu daily spiritual experience, meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support, commitment, organizational. Berikut merupakan hasil uji validitas berdasarkan masing-masing dimensi. 1. Validitas Konstruk Daily Spiritual Experience Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yang merupakan salah satu dimensi religiusitas yaitu daily spiritual experience. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, diperoleh model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi–Square = 135.51, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.226. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 9.92, df = 7, P-value = 0.19299 dan RMSEA = 0.046. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap
107
item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.17 berikut ini: TABEL 3.17 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR DAILY SPIRITUAL EXPERIENCE No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
3.
0.99
0.05
19.28
V
1. 2. 4 5 6
0.67 0.92 0.66 0.86 0.66
0.06 0.05 0.06 0.06 0.06
10.53 16.97 10.51 15.23 10.49
V V V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur daily spiritual experience, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel daily spiritual experience. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi yaitu item nomor 2 dengan 1 dan item nomor 6 dengan 4, namun karena jumlah korelasi tidak lebih dari tiga kali maka tetap digunakan untuk menghitung faktor skor. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya.
108
2. Validitas Konstruk Meaning Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yang merupakan salah satu dimensi religiusitas yaitu meaning. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, diperoleh model satu faktor yang tidak fit, dengan Chi-Square = 19.10, df = 2, P-value = 0.00007 dan RMSEA = 0.207. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 3.23, df = 1, Pvalue = 0.07244 dan RMSEA = 0.106. Selanjutnya, kualitas item dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur. Dalam hal ini, yang diuji yaitu hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada setiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.18 berikut ini: TABEL 3.18 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR MEANING No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
9
0.93
0.08
11.44
V
7 8
10
0.66 0.99 0.55
0.07 0.08 0.07
9.10
12.53 7.66
V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
109
Dilihat dari model faktor di atas, dari 4 item yang mengukur meaning, semua item signifikan (t > 1.96) dan semua bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel meaning. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi yaitu item nomor 8 dengan item nomor 9, namun karena jumlah korelasi tidak lebih dari tiga kali maka tetap digunakan untuk menghitung faktor skor. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya. 3. Validitas Konstruk Value dan Belief Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yang merupakan salah satu dimensi religiusitas yaitu value dan belief. Dari hasil didapat nilai Chi-Square = 0.00, df=1, P-value=0.95238, RMSEA = 0.000. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur masing-masing faktor yaitu item nomor 37 dan 38 mengukur faktor value sedangkan item nomor 11 dan 12 mengukur faktor belief. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.19, berikut ini:
110
TABEL 3.19 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR VALUE DAN BELIEF No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
37
0.60
0.12
5.12
V
11
0.94
12
0.44
38
0.32
0.12 0.09 0.09
7.56 5.14 3.72
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 4 item yang mengukur value dan belief, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel value dan belief. 4. Validitas Konstruk Forgiveness Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yang merupakan salah satu dimensi religiusitas yaitu forgiveness. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor fit, dengan ChiSquare = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu forgiveness. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.20, berikut ini:
111
TABEL 3.20 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR FORGIVENESS No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
15
0.80
0.10
7.86
V
13 14
0.61 0.48
0.09 0.08
6.72 5.72
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 3 item yang mengukur forgiveness semua item signifikan (t > 1.96) dan semua bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel forgiveness. 5. Validitas Konstruk Private Religious Practice Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yang merupakan salah satu dimensi religiusitas yaitu private religious practice. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 36.18, df = 9, P-value = 0.00004 dan RMSEA = 0.123. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 12.27, df=7, P-value = 0.09190 dan RMSEA = 0.062. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu private religious practice. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.21, berikut ini:
112
TABEL 3.21 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR PRIVATE RELIGIOUS PRACTICE No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
18
0.55
0.08
6.62
V
16 17 19 20 21
0.67 0.55 0.70 0.45 0.35
0.08 0.07 0.07 0.08 0.08
8.38 7.41 9.51 5.82 4.51
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 6 item yang mengukur private religious practice, semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel private religious practice. Hanya saja, pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Adapun butir-butir soal yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi yaitu item nomor 16 berkorelasi dengan item nomor 18 dan item nomor 17 berkorelasi dengan item nomor 20, namun karena jumlah korelasi tidak lebih dari tiga kali maka tetap digunakan untuk menghitung faktor skor. Selanjutnya, item-item yang baik tersebut diujikan dengan menghitung faktor skornya.
113
6. Validitas Konstruk Religious Support Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu salah satu dimensi religiusitas yaitu religious support. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor fit, dengan Chi– Square = 0.40, df = 2, P-value = 0.81713 dan RMSEA = 0.000. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu religious support. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.22, berikut ini: TABEL 3.22 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR RELIGIOUS SUPPORT No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
27
1.06
0.07
15.57
V
25
0.67
26 28
-0.20 0.59
0.07 0.07 0.07
9.60
-2.99 8.47
V X
V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dilihat dari model faktor di atas, dari 4 item yang mengukur religious support terdapat 1 item yang memiliki nilai negatif yaitu item nomor 26, maka item tersebut didrop. Sedangkan item lainnya digunakan dalam mengestimasi faktor skor untuk variabel religious support. 7. Validitas Konstruk Religious/Spiritual Coping Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor
yang
merupakan
salah
satu
dimensi
religiusitas
yaitu
religious/spiritual coping. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan,
114
diperoleh model satu faktor yang fit, dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000 dan RMSEA = 0.000. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu religious/spiritual coping. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.23, berikut ini: TABEL 3.23 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR RELIGIOUS/SPIRITUAL COPING No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
24
1.27
0.47
2.73
V
22 23
0.27 0.32
0.12 0.14
2.23 2.35
Ket: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 3 item yang mengukur religious/spiritual coping semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel religious/ spiritual coping. 8. Validitas Konstruk Commitment dan Organizational Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yang merupakan salah satu dimensi religiusitas yaitu commitment dan organizational. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi–Square = 8.31, df = 3, P-value = 0.04011 dan RMSEA = 0.094. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
115
sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 1.76, df=2, P-value = 0.41407 dan RMSEA = 0.000. Dengan demikian, model dengan hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur masing-masing faktor yaitu item nomor 32, 33 dan 34 mengukur faktor commitment, sedangkan item nomor 35 dan 36 mengukur faktor organizational. Adapun koefisien muatan faktor dapat dilihat pada tabel 3.24, berikut ini: TABEL 3.24 MUATAN FAKTOR ITEM UNTUK FAKTOR COMMITMENT DAN ORGANIZATIONAL No
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikan
34
0.52
0.07
7.07
V
32 33 35 36
0.76 0.76 0.76 0.88
0.08 0.08 0.10 0.12
9.52 9.96 7.80 7.32
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
V V V V
Dilihat dari model faktor di atas, dari 5 item yang mengukur commitment dan organizational semua item signifikan (t > 1.96) dan bertanda positif, maka keseluruhan item digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk variabel commitment dan organizational.
116
3.4 Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian berikut ini melalui beberapa tahapan dalam proses pengumpulan data, yaitu sebagai berikut: 1. Peneliti menyusun instrument penelitian setiap variabel. 2. Peneliti
kemudian
melakukan
elisitasi
kepada
20
orang
untuk
mendapatkan informasi dan menentukan normative serta control belief dari sebuah populasi. Untuk mendapatkan normative belief, Peneliti memberikan pertanyaan terbuka yaitu siapa saja orang-orang yang mendukung Anda untuk menabung di bank syariah. Peneliti mendapatkan control belief dengan memberikan pertanyaan terbuka yaitu faktor-faktor apa saja yang Anda percayai sebagai penghambat dan pendorong untuk menabung di bank syariah. Peneliti kemudian membandingkan hasil elisitasi dengan penelitian terdahulu. Terlihat beberapa kesamaan antara hasil elisitasi yang dilakukan oleh Peneliti dengan penelitian terdahulu. Hasil inilah yang kemudian Peneliti jadikan item alat ukur. 3. Peneliti kemudian menyebarkan angket tersebut kepada 5 orang untuk membaca dan menyeleksi item-item tersebut agar nantinya dapat secara efisien mengisi angket tersebut. 4. Peneliti menyebarkan angket tersebut kepada beberapa sampel yang ada di Tangerang Selatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan nonprobability sampling. Hasil skala yang telah diisi kemudian diskoring untuk dianalisis datanya.
117
3.5 Metode Analisa Data Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai pengaruh antara sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah secara empiris, maka Peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik statistik Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di BAB 2. Dengan dependent variable intensi menabung dan independent variable sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia, maka persamaan regresinya sebagai berikut: Yꞌ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 Dengan penjelasan sebagai berikut: Yꞌ
= Intensi Menabung
X3
= Perceived behavior control
a
= Konstan Intersepsi
X4
= Religiusitas
b
= Koefisien Regresi
X5
= Penghasilan
X1
= Sikap
X6
= Pendidikan
X2
= Norma subyektif
X7
= Usia
Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara intensi menabung dengan sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia. Besarnya intensi menabung yang disebabkan faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R2 merupakan
118
perkiraan proporsi varians dari intensi yang dijelaskan oleh sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumusan sebagai berikut:
Uji R2 mengindikasikan apakah regresi Y pada independen variabel secara bersama-sama signifikan secara statistik. Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau tidak, maka digunakanlah uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan rumus F (Pedhazur,1982), yaitu sebagai berikut:
Dimana k merupakan simbol dari jumlah independen variabel dan N merupakan simbol dari jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel. Kemudian selanjutnya Peneliti melakukan uji koefisien regresi dari tiap-tiap IV yang dianalisis. Maksud uji koefisien regresi yaitu melihat apakah signifikan dampak dari tiap IV terhadap DV, oleh karenanya sebelum didapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai standard error of estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar Msres dibagi dengan SSx. Setelah didapat nilai Sb
119
barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Jika ditulis dengan rumus maka:
Dimana b merupakan simbol dari koefisien regresi dan sb merupakan simbol dari standar eror dari b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan oleh Peneliti.
120
BAB 4 HASIL PENELITIAN Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif, dan terakhir pengujian hipotesis penelitian. 4.1 Analisis Deskriptif Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang sampel penelitian, maka pada sub bab ini akan disampaikan hal-hal penting terhadap penafsiran penelitian. Gambaran sampel yang akan dibahas berupa jenis kelamin, pendidikan, penghasilan dan usia. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan yaitu orang-orang yang tinggal di wilayah Tangerang Selatan (Ciputat, Pamulang dan Serpong). Jumlahnya sendiri tidak diketahui dikarenakan adanya keterbatasan pada waktu dan biaya. Peneliti menggunakan sampel sebanyak 200 orang. Pada tabel 4.1 ini digambarkan banyaknya subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin. TABEL 4.1 JUMLAH SUBYEK BERDASARKAN JENIS KELAMIN Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan Total
Frekuensi Prosentase 67
133
200
33,5% 66,5%
100%
121
Berdasarkan tabel di atas, responden berjumlah 200 dengan jumlah sampel laki-laki 67 orang (33,5%) dan perempuan 133 orang (66,5%). Selanjutnya, peneliti mendeskripsikan subyek penelitian berdasarkan usia. Berdasarkan total subyek penelitian yang berjumlah 200 diketahui bahwa usia 45, 55 dan 58 tahun terdapat 1 orang (masing-masing 0,5%), usia 18, 28, 38, 47 terdapat 2 orang (masing-masing 1%), usia 27, 29, 30, 31, 32, 33, 36, 42, 46, tahun terdapat 3 orang (1,5%), usia 26, 40, 41 dan 44 tahun terdapat 4 orang (2%), usia 34 dan 37 tahun terdapat 5 orang (2,5%), usia 35 tahun terdapat 6 orang (3%), usia 25 tahun terdapat 7 orang (3,5%), usia 20 tahun terdapat 13 orang (6,5%), usia 24 tahun terdapat 16 orang (8%), usia 19 dan 21 tahun terdapat 22 orang (10,9%), usia 23 tahun terdapat 24 orang (11,9%) dan usia 22 tahun terdapat 26 orang (12,9%). Selanjutnya, Peneliti mendeskripsikan subyek penelitian berdasarkan pendidikan. TABEL 4.2 JUMLAH SUBYEK BERDASARKAN PENDIDIKAN Pendidikan Frekuensi Prosentase SMA
93
46,5%
S2
12
6%
Diploma S1
Total
12 83
200
6%
41,5%
100%
122
Berdasarkan tabel di atas sebanyak 46,5% responden berpendidikan SMA. Sebanyak 41,5% berpendidikan S1. Prosentase terkecil yaitu sebanyak 6% berpendidikan Diploma dan S2. Selanjutnya, Peneliti mendeskripsikan subyek penelitian berdasarkan penghasilan. TABEL 4.3 JUMLAH SUBYEK BERDASARKAN PENGHASILAN Penghasilan < Rp1.000.000 Rp1.000.001-2.000.000 Rp2.000.001-3.000.000 Rp3.000.001-4.000.000 Rp4.000.001-5.000.000 > Rp5.000.000 Total
Frekuensi Prosentase 81 43 31 16 8 21 200
40,5% 21,5% 15,5% 8% 4% 10,5% 100%
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar responden (40,5%) memiliki penghasilan per bulan dibawah Rp1.000.000. Sebesar 21,5% responden memiliki penghasilan antara Rp1.000.001-2.000.000. Sebesar 15,5% responden memiliki penghasilan antara Rp2.000.001-3.000.000. Sebesar 8% responden memiliki penghasilan Rp3.000.001-4.000.000. Sebesar 4% responden memiliki penghasilan Rp4.000.001-5.000.000. Sebesar 10,5% responden memiliki penghasilan diatas Rp5.000.000.
123
4.2 Uji Hipotesis Penelitian Dalam tahap ini, Peneliti melakukan analisis regresi dengan menggunakan software SPSS 19.0 untuk menjawab hipotesis pada bab dua. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 3, dalam analisis regresi terdapat 3 hal yang akan dilihat. Yang pertama yaitu melihat besaran R-Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Ke dua, melihat apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV. Ke tiga, melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama, Peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tabel R-square dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut: TABEL 4.4 TABEL R-SQUARE
Model 1
R
,678a
Model Summary
R Square ,459
Adjusted R Square ,440
Std. Error of the Estimate 4,68567
a. Predictors: (Constant), Usia, Religiusitas, Sikap, Pendidikan, Norma Subyektif, PBC, Penghasilan
Dari tabel R-Square di atas dapat diketahui proporsi varians intensi
menabung di bank syariah yang diberikan oleh independent variable. Nilai RSquare tersebut sebesar 0,459, artinya proporsi varians intensi menabung di bank syariah yang diberikan oleh independent variable sebesar 45,9% dan sisanya sebesar 54,1% dipengaruhi variabel lain di luar penelitian ini.
124
Langkah ke dua, Peneliti menganalisis pengaruh dari seluruh independent variable terhadap intensi menabung di bank syariah. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini: TABEL 4.5 TABEL ANOVA PENGARUH IV TERHADAP DV
1
Model
Regression Residual Total
Sum of Squares
df
Mean Square
4215,464
192
21,956
3582,536 7798,000
7
199
511,791
F
23,310
Sig.
,000a
a. Predictors: (Constant), Usia, Religiusitas, Sikap, Pendidikan, Norma Subyektif, PBC, Penghasilan b. Dependent Variable: Intensi
Dari hasil tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai p = 0.000 (p < 0,05),
artinya hipotesis mayor yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh IV terhadap intensi menabung di bank syariah, ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan sikap, norma subyektif, PBC, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah. Tahap selanjutnya yaitu melihat koefisien regresi setiap independent variable. Apabila nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan, artinya independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap intensi menabung di bank syariah. Lihat tabel 4.6 di bawah ini:
125
TABEL 4.6 KOEFISIEN REGRESI Coefficientsa
Model
1 (Constant) Sikap
Norma Subyektif PBC
Religiusitas
Penghasilan Pendidikan Usia
Unstandardized Coefficients B
Std. Error
,190 ,000
31,010 ,002 ,006 ,240 ,423 ,032
a. Dependent Variable: Intensi
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
,019
,575
10,100
,000
,000
,032
,559
,577
,001 ,006 ,246 ,334 ,049
,199 ,053 ,063 ,072 ,042
3,530 ,998 ,977
1,267 ,654
,001 ,319 ,330 ,207 ,514
Dari tabel di atas, dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut: Intensi menabungꞌ = 31,010 + 0,190 Sikap* + 0,002 Norma subyektif* + 0,000 PBC + 0,006 Religiusitas + 0,240 Penghasilan + 0,423 Pendidikan + 0,032 Usia Keterangan: Tanda (*) menunjukkan variabel signifikan Dari tabel di atas pula, kita dapat mengetahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan. Untuk mengetahuinya dapat dilihat nilai signifikannya pada kolom yang paling kanan, jika p < 0,05, maka koefisien
126
regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap intensi menabung di bank syariah. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Sikap memiliki nilai koefisien sebesar 0,190 dengan nilai p = 0,000 (p <0,05), yang artinya bahwa variabel sikap secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan signifikan. Jadi, semakin positif sikap seseorang terhadap bank syariah maka semakin tinggi intensi menabung di bank syariah dan hal ini secara statistik signifikan. Sikap merupakan penentu sebuah pilihan seseorang, ketika sikap seseorang terhadap bank syariah bersifat positif maka hal ini akan mempengaruhi pilihan orang tersebut untuk cenderung memilih jasa perbankan syariah sebagai pilihan mereka. 2. Norma subyektif memiliki nilai koefisien sebesar 0,002 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05), yang artinya bahwa variabel norma subyektif secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan signifikan. Jadi, semakin tinggi norma subyektif seseorang maka semakin tinggi intensi menabung di bank syariah dan hal ini secara statistik signifikan. Norma subyektif membantu membentuk keyakinan individu terhadap suatu perilaku. Ketika norma maupun harapan-harapan orang disekitarnya yang memiliki peranan penting bagi dirinya menyatakan menabung di bank syariah merupakan suatu hal yang baik dan perlu untuk dilakukan, maka hal ini pun akan menimbulkan niat seseorang untuk menabung di bank syariah.
127
3. PBC memiliki nilai koefisien 0,000 dengan nilai p = 0,577 (p > 0,05), yang artinya bahwa variabel PBC secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi PBC maka semakin tinggi pula intensi menabung di bank syariah dan hal ini secara statistik tidak signifikan. Tidak signifikannya PBC dapat terjadi ketika konstruk ini tidak cukup untuk mendorong maupun menghambat suatu perilaku. Peneliti beranggapan bahwa masih terdapat belief lain yang dipersepsi lebih mendorong maupun menghambat seseorang untuk menabung di bank syariah dan tidak masuk dalam penelitian ini. 4. Religiusitas memiliki koefisien 0,006 dengan nilai p = 0,319 (p > 0,05), yang artinya bahwa variabel religiusitas secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi religiusitas seseorang maka semakin tinggi intensi menabung di bank syariah, namun hal ini secara statistik signifikan. Tidak signifikannya religiusitas kemungkinan disebabkan karena nasabah dalam memilih sebuah bank, yang dalam hal ini bank syariah, mereka lebih mengutamakan economic rationale, ketimbang faktor yang sifatnya keagamaan. 5. Penghasilan memiliki koefisien 0,240 dengan nilai p = 0,330 (p > 0,05), yang artinya bahwa variabel penghasilan secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin tinggi intensi menabung di bank syariah, namun hal ini secara statistik tidak signifikan. Dalam
128
penelitian terdahulu penghasilan memang mempengaruhi perilaku menabung seseorang secara umum. Namun dalam penelitian ini dikarenakan objek perilaku lebih spesifik yaitu menabung di bank syariah, dimana perilakunya lebih kompleks, tentu akan lebih banyak dipengaruhi oleh variabel lain disamping varibel penghasilan saja. Penghasilan dianggap tidak berpengaruh secara langsung terhadap intensi menabung di bank syariah, namun pengaruhnya kemungkinan besar melalui variabel lain semisal motivasi dan sikap. Orang yang memiliki penghasilan tinggi menjadi memiliki motif untuk menabung, ditambah lagi ia memliki sikap yang positif terhadap bank syariah, hal ini yang akhirnya memunculkan intensi yang kuat untuk menabung di bank syariah. Interpretasi ini juga berlaku untuk variabel pendidikan dan usia. Pembahasan lebih lanjut dapat dilihat di BAB 5 sub bab diskusi. 6. Pendidikan memiliki koefisien 0,423 dengan nilai p = 0,207 (p > 0,05), yang artinya bahwa variabel pendidikan secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi intensi menabung di bank syariah, namun hal ini secara statistik tidak signifikan. 7. Usia memiliki koefisien 0,032 dengan nilai p = 0,514 (p > 0,05), yang artinya bahwa variabel usia secara positif mempengaruhi intensi menabung di bank syariah dan tidak signifikan. Jadi semakin tinggi usia maka semakin tinggi intensi menabung di bank syariah, namun hal ini menurut statistik tidak signifikan.
129
Peneliti selanjutnya menganalisis juga besarnya proporsi varians dari DV yang merupakan sumbangan/pengaruh dari masing-masing IV, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi varians setiap kali IV baru dimasukkan dalam persamaan. Bertambahnya R2 (R2 change) ini dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini: TABEL 4.7 PROPORSI VARIANS MASING-MASING INDEPENDENT VARIABLE Model Summary Model
R Square
R Square Change
3
,438
,000
1 2 4 5 6 7
,400 ,438 ,442 ,453 ,458 ,459
,400 ,038 ,003 ,011 ,005 ,001
1. Predictors: (Constant), Sikap
Change Statistics
F-Change df1 df2 Sig. F-Change 131,799
1
198
,000
1,203
1
195
,274
13,373 ,171
4,025 1,829 ,427
2. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subyektif
1 1 1 1 1
197 196 194 193 192
3. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subyektif, PBC
4. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subyektif, PBC, Religiusitas
5. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subyektif, PBC, Religiusitas, Penghasilan
6. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subyektif, PBC, Religiusitas, Penghasilan, Pendidikan 7. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subyektif, PBC, Religiusitas, Penghasilan, Pendidikan, Usia
,000 ,680 ,046 ,178 ,514
130
Dari tabel 4.7 di atas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut: 1. Variabel sikap memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 40% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini signifikan dengan F-change = 131,799 dan df = 1,198. 2. Variabel norma subyektif memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 3.8% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini signifikan dengan F-change = 13,373 dan df = 1,197. 3. Variabel perceived behavior control memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini tidak signifikan dengan F-change = 0,171 dan df = 1,196. 4. Variabel religiusitas memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0,3% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini tidak signifikan dengan F-change = 1,203 dan df = 1,195. 5. Variabel penghasilan memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 1,1% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini signifikan dengan F-change = 4,025 dan df = 1,194. 6. Variabel pendidikan memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0,5% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini tidak signifikan dengan F-change = 1,829 dan df = 1,193.
131
7. Variabel usia memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0,1% bagi bervariasinya intensi menabung di bank syariah. Sumbangan ini tidak signifikan dengan F-change = 0,427 dan df = 1,192. Sebagai kesimpulan dari bagian ini yaitu bahwa hanya ada tiga IV dari 7 IV, yaitu sikap, norma subyektif dan penghasilan yang signifikan memberikan sumbangan terhadap intensi menabung di bank syariah jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan IV (sumbangan proporsi varians yang diberikan).
132
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai diskusi, kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. 5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini: “Ada pengaruh yang signifikan secara keseluruhan dari sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah”. Hal ini berarti bahwa hipotesis mayor yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh sikap, norma subyektif, perceived behavior control, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan, ditolak. Selanjutnya jika dilihat dari signifikan tidaknya proporsi varians sumbangan kontribusi dari masing-masing IV, hanya terdapat tiga IV yang signifikan yaitu sikap, norma subyektif dan penghasilan. Variabel sikap mempunyai pengaruh yang relatif dominan secara signifikansi atau memiliki prosentase kontribusi terbesar terhadap intensi menabung di bank syariah yaitu sebesar 40%; sumbangan varians norma subyektif sebesar 3,8%; sumbangan varians penghasilan sebesar 1,1%. Sedangkan IV yang lain seperti perceived
133
behavior control, religiusitas, pendidikan dan usia tidak memberikan sumbangan varians yang signifikan terhadap intensi menabung di bank syariah. 5.2.
Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap bank syariah memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap intensi menabung di bank syariah pada masyarakat Tangerang Selatan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin positif sikap seseorang terhadap bank syariah maka akan semakin tinggi pula intensi menabung di bank syariah. Variabel sikap juga memiliki sumbangan atau pengaruh terbesar terhadap intensi menabung di bank syariah. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cokro (1999) yang mendapatkan hasil bahwa sikap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi menabung di bank syariah. Engel (1995) menyebutkan bahwa sikap dibentuk dari 3 komponen, yaitu: 1) afektif, komponen perasaan terhadap objek sikap, 2) kognitif, komponen kepercayaan terhadap objek sikap, 3) konatif, merujuk pada tindakan seseorang atau kecenderungan berperilaku. Dengan sumbangan variabel sikap yang terbesar yaitu 40%, dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki sikap yang positif terhadap perbankan syariah, memiliki gabungan antara perasaan yang positif, kepercayaan terhadap perbankan syariah dan memiliki kecenderungan menabung di bank syariah. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Taib dkk (2008) yang menemukan bahwa sikap yang positif mempengaruhi intensi untuk menggunakan Diminishing Partnership yang berlandaskan hukum syariah.
134
Ketika seseorang memiliki sikap yang favorable atau positif (yang dalam hal ini secara kognitif) bahwa bank syariah memiliki konsep yang lebih baik atau tidak kalah dibandingkan bank konvensional, maka intensi untuk menabung di bank
syariah
pun
menjadi
terbentuk.
Sama
halnya,
jika
seseorang
mengasosiasikan sebuah objek dengan perasaan positif, sikapnya juga akan menjadi lebih favorable. Sikap, menentukan intensi. Intensi seseorang untuk menabung di bank syariah, idealnya bertambah kuat sebagaimana sikapnya terhadap bank syariah itu menjadi lebih favorable. Variabel independen kedua terbesar yang memberikan kontribusi dalam intensi menabung di bank syariah yaitu variabel norma subyektif. Variabel ini memberi kontribusi terhadap intensi menabung di bank syariah berdasarkan pada aspek norma sosial dengan dua determinan (Ajzen, 1991). Pertama, keyakinan seseorang mengenai norma atau harapan orang-orang di sekitar yang memiliki peranan penting bagi dirinya (significant other) untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku menabung di bank syariah (normative belief). Yang ke dua, keyakinan terhadap norma sosial ini harus disertakan dengan keinginan untuk mematuhi seseorang yang dianggap penting tersebut (motivation to comply). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran dan persepsi orang lain yang dianggap penting dapat mempengaruhi individu dalam membuat keputusan atau tindakan tertentu, yang dalam hal ini intensi menabung di bank syariah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taib dkk (2008) bahwa norma subyektif memiliki pengaruh yang positif terhadap intensi untuk menggunakan diminishing partnership (DP). Semenjak DP menjadi produk finansial yang bebas
135
bunga serta keberadaannya disahkan oleh hukum syariah, dalam penelitian ini norma subyektif menjadi prediktor yang lebih baik dibandingkan dengan sikap. Opini dari para ekonom Islam, ustad, maupun rekan yang telah bergabung dalam grup syariah memberi efek yang cukup kuat untuk mempengaruhi intensi seseorang untuk menggunakan DP. Pendapat serupa yang menyatakan norma subyektif memiliki pengaruh terhadap intensi juga pernah diteliti oleh Bhatti (2007) dalam Journal of internet Banking and Commerce. Penelitian ini juga memberikan kesimpulan yang sama bahwa norma subyektif mempengaruhi intensi untuk menggunakan mobile commerce. Norma subyektif sering digunakan sebagai variabel untuk menjelaskan tingkat adopsi yang cepat untuk menggunakan sebuah teknologi dan hasil penelitian ini mengungkapkan pengaruh yang signifikan dari tekanan normatif untuk menggunakan teknologi. Norma subyektif juga membantu membentuk estimasi atau keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk menggunakan sistem dengan baik. Variabel selanjutnya yaitu PBC, niat untuk menabung di bank syariah tidak secara signifikan diprediksi PBC, seperti hipotesis di TPB. Hal ini dapat terjadi ketika PBC saja tidak cukup untuk mendorong para nasabah untuk menabung di bank syariah. Sebagaimana pernyataan Ajzen (2008) bahwa PBC memiliki implikasi motivasi pada intensi. Serupa dengan penelitian Teo & Lee (2010) mengenai intensi para guru untuk menggunakan teknologi, diperoleh hasil bahwa PBC saja tidak cukup untuk mendorong guru-guru untuk menggunakan teknologi. Namun, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PBC secara signifikan berkorelasi dengan sikap dan norma subyektif.
136
Pada intensi menabung di bank syariah, terdapat belief yang diyakini oleh subyek menjadi faktor pendorong dan penghambat untuk menabung di bank syariah. Beberapa belief yang muncul diantaranya yaitu adanya keinginan bisa mendapatkan ketenangan hati karena terbebas dari riba, bisa menabung dengan cara yang diarahkan oleh Islam dan bisa mendapatkan pelayanan yang baik dari bank syariah. Sedangkan, ketersediaan informasi tentang produk yang masih terbatas, akan kesulitan mendapatkan ATM dan lokasi yang jauh dari pusat aktivitas, dianggap sebagai faktor yang dapat menghambat untuk menabung di bank syariah. Dalam hal ini bahwa faktor yang dipersepsikan oleh individu sebagai faktor pendorong dan penghambat untuk menabung di bank syariah kemungkinan tidak benar-benar menjadi faktor yang mendorong maupun menghambat. Ada kemungkinan terdapat faktor lain yang secara jelas menjadi pendorong maupun penghambat untuk menabung di bank syariah, hal inilah yang kemungkinan PBC dalam penelitian ini tidak menentukan tinggi rendahnya intensi untuk menabung di bank syariah. Ajzen (2005) juga menyatakan bahwa pada beberapa situasi, perceived behavior control ini tidak realistis, seperti pada kondisi ketika individu hanya memiliki sedikit informasi tentang tingkah laku, ketika sumber daya yang tersedia berubah, maupun ketika elemen baru muncul pada situasi tersebut. Pada situasi seperti ini, pengukuran perceived behavior control hanya memiliki peran yang sedikit untuk memprediksi tingkah laku. Hal ini juga terjadi pada penelitian ini. Hal utama yang dapat disoroti yaitu mengenai informasi tentang perbankan syariah itu sendiri. Kebanyakan dari responden belum memahami tentang
137
perbankan syariah dengan alasan informasi yang didapat tentang bank syariah masih sangat minim. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan PBC tidak menjadi prediktor yang baik. Membuat keputusan untuk menjadi nasabah sebuah bank tidaklah sama dengan membeli produk-produk murah. Membuat keputusan untuk mengalihkan tabungannya dari satu bank ke bank lain nyatanya tidak mudah. Seseorang harus melewati beberapa prosedur administrasi yang juga disertai dengan biaya-biaya lain. Karenanya, ketika seseorang hendak membuat sebuah keputusan untuk menabung di bank syariah, mereka memerlukan sejumlah rincian informasi. Informasi inilah yang kemudian akan memunculkan belief yang tepat dimana dapat memprediksi sebuah intensi. Namun sayangnya, belief dalam penelitian ini yang dianggap sebagai pendorong untuk menjadi nasabah bank syariah dianggap tidaklah cukup kuat untuk mendorong mereka untuk memunculkan intensi menabung di bank syariah, begitupula dengan belief penghambatnya. Untuk variabel religiusitas, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari religiusitas terhadap intensi menabung di bank syariah. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad & Devi (2006) dalam jurnalnya Religiosity And The Malay Muslim Investors In Malaysia: An Analysis On Some Aspects Of Ethical Investment Decision, yang memberikan kesimpulan bahwa tingkat religiusitas berpengaruh signifikan terhadap perilaku investasi investor Malaysia Muslim Melayu dalam berinvestasi secara syariah. Selain itu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zulhari (2005) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas
138
dengan intensi menabung di bank syariah. Dengan kata lain, religiusitas juga dapat mempengaruhi individu untuk memunculkan suatu perilaku yang erat kaitannya dengan hal-hal yang menyangkut hukum Islam (Syariah). Berbeda dalam penelitian ini, religiusitas tidak secara signifikan mempengaruhi intensi menabung di bank syariah. Hasil ini kemungkinan dikarenakan, masyarakat saat ini dalam memilih jasa perbankan syariah lebih mengutamakan pada aspek yang bersifat ekonomis atau keuntungan ketimbang aspek keagamaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Irbid dan Zarka (2001) yang juga memberikan kesimpulan yang sama mengenai faktor yang mendorong nasabah memilih bank syariah. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa, nasabah dalam memilih bank syariah cenderung didasarkan kepada motif keuntungan, bukan kepada motif keagamaan. Dengan kata lain, nasabah lebih mengutamakan economic rationale dalam keputusan memilih bank syariah. Seseorang yang memiliki intensi menabung di bank syariah kemungkinan tahu tentang kaidah-kaidah keagamaan dan tahu mengenai hukum syariah, namun bukan berarti orang yang memiliki intensi menabung di bank syariah memiliki tingkat religiusitas yang tinggi seperti yang ditanyakan item-item religiusitas dalam peneltian ini. Seandainya, item-item religiusitas yang ada berisi mengenai hukum syariah dalam hal menabung kemungkinan akan memiliki pengaruh terhadap intensi menabung di bank syariah, namun dikarenakan item yang ada sifatnya general maka dari itu pengaruh yang signifikan tidak didapatkan dalam penelitian ini. Salah satu item yang Peneliti maksud seperti; “hukum riba merupakan hukum dalam agama Islam hal yang paling saya hindari”, dan ketika
139
seseorang menjawab “sangat setuju”, kemungkinan besar mereka memiliki intensi yang tinggi untuk menabung di bank syariah. Namun yang perlu dicermati adalah, orang yang memahami hukum riba dan syariah belum tentu menjadi indikasi dari total religiusitas. Peneliti menyimpulkan, apabila terdapat dimensi religiusitas yang mengukur konstruk pengetahuan mengenai hukum Islam (syariah), besar kemungkinan dimensi itulah yang bisa mempengaruhi intensi menabung di bank syariah. Variabel selanjutnya yaitu penghasilan, yang dalam penelitian ini tidak mempengaruhi intensi menabung di bank syariah. Dalam artian, tinggi besarnya penghasilan seseorang tidak mengharuskan orang itu untuk memilih menabung di bank syariah. Penelitian terdahulu memang mengatakan bahwa penghasilan memiliki pengaruh terhadap perilaku menabung, namun dikarenakan dalam penelitian ini lebih spesifik terhadap menabung di bank syariah maka pola hubungannya pun belum begitu jelas. Variabel penghasilan Peneliti asumsikan akan memiliki pengaruh signifikan bukan pada intensi menabung di bank syariah, namun jika sudah masuk pada tahap perilaku menabung di bank syariah, seperti misalnya dalam hal memilih jenis tabungan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki penghasilan tinggi, kemungkinan lebih memilih jenis tabungan seperti deposito daripada hanya sekedar menyimpan uang di bank saja. Variabel pendidikan dalam penelitian ini juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi, belum tentu lebih memilih untuk menabung di bank syariah, karena pendidikan dalam penelitian ini bersifat general. Jika pendidikan dalam penelitian ini lebih dikonsentrasikan pada
140
jenis fakultas kemungkinan akan terdapat perbedaan intensi menabung di bank syariah antara fakultas A dan fakultas B. Misalnya saja mahasiswa S1 Fakultas Syariah, kemungkian lebih memiliki intensi yang tinggi untuk menabung di bank syariah, dibandingkan mahasiswa S1 jurusan Psikologi. Hal ini disebabkan mahasiswa Fakultas Syariah lebih memahami mengenai hukum syariah daripada mahasiswa S1 Fakultas Psikologi. Untuk variabel usia, diperoleh hasil yang tidak signifikan. Hal ini disebabkan kemungkinan variabel usia memang tidak secara langsung mempengaruhi intensi. Diasumsikan bahwa variabel usia memiliki keterkaitan dengan variabel pengetahuan terhadap perbankan syariah. Orang yang memiliki usia lebih tua jika mereka tidak memiliki pengetahuan mengenai perbankan syariah kemungkinan tidak akan tertarik dengan bank syariah. Orang yang lebih mudapun demikian, jika tidak mengetahui tentang hukum riba dan hukum syariah kemungkinan kecil memiliki intensi menabung di bank syariah. Kesimpulannya, dalam penelitian terdahulu, ketiga variabel demografis di atas memang mempengaruhi perilaku menabung seseorang. Namun, dalam penelitian ini perilaku menabung yang dimaksud yaitu menabung di bank syariah. Ada kemungkinan jika variabel demografis ini diteliti pada perilaku menabung secara umum dapat memberikan hasil yang signifikan, namun tidak pada perilaku menabung di bank syariah yang bersifat lebih khusus serta tentu banyak aspekaspek demografis lain yang lebih signifikan mempengaruhi pilihan untuk menabung di bank syariah seperti jarak tempuh antara rumah dengan bank syariah. Jika melihat dari background faktor TPB, variabel pendidikan,
141
penghasilan dan usia memang tidak secara langsung mempengaruhi intensi seseorang. Ketiga variabel tersebut digambarkan memberikan pengaruh pada sikap, norma subyektif dan PBC, bukan pada intensi secara langsung. Kemungkinan besar ketiga variabel demografis tersebut tidak berdiri sendiri tetapi bergantung pada variabel sikap, norma subyektif dan perceived behavior control, serta variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti variabel pengetahuan, namun interaksi antar variabel tesebut tidak diteliti dalam penelitian ini. 5.3 Saran Berdasarkan penulisan penelitian ini, Peneliti menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Peneliti memberikan beberapa saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa, yaitu berupa saran metodologis dan saran praktis. 5.3.1 Saran Metodologis 1. Elemen waktu dan situasi sebaiknya lebih diperjelas lagi jika ingin melakukan penelitian yang terkait dengan intensi menabung di bank syariah dengan harapan agar tingkat peramalannya dapat lebih akurat. 2. Perlunya mencari variabel-variabel lain yang lebih sesuai dan secara teoritis didiuga bisa meramalkan intensi untuk menabung di bank syariah. Hal ini mengingat bahwa variabel sikap, norma subyektif, PBC, religiusitas, penghasilan, pendidikan dan usia secara bersama-sama hanya memberikan sumbangan 45,9% terhadap peramalan intensi menabung di
142
bank syariah, sedangkan masih terdapat prosentase yang cukup besar dari variabel lain yaitu 54,1% yang mempengaruhi intensi seseorang untuk menabung di bank syariah. Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar mencoba meneliti variabel pengetahuan terhadap sistem perbankan syariah, pengetahuan mengenai bunga bank, dan sikap terhadap bunga bank. 3. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas maka perlu juga memperluas jangkauan dan juga jumlah subyek yang dijadikan sampel penelitian. Begitu pula area penyebaran yang tidak hanya di daerah Tangerang Selatan saja. 4. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengukur tingkah laku aktual menabung di bank syariah. Hal ini diharapkan berguna untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian teori ini dalam memprediksi tingkah laku. 5.3.2 Saran Praktis 1. Publikasi dan sosialisasi sebaiknya lebih gencar dilakukan oleh bank-bank syariah terhadap produk-produk yang ditawarkan kepada masyarakat luas atau calon nasabah yang potensial agar lebih dikenal. Strategi yang digunakan hendaknya mempertimbangkan faktor sikap dan norma subyektif, dimana kedua variabel tersebut merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada penelitian ini. Strategi yang terkait dengan sikap berarti harus memperhatikan karekteristik perbankan syariah dimana hal tersebut dapat meningkatkan sikap posititf calon nasabah terhadap
143
bank syariah Misalnya dengan memberikan iklan-iklan yang menonjolkan konsekuensi positif yang akan didapatkan apabila menabung di bank syariah. 2. Para orang tua, kerabat, tokoh agama dan dosen/guru hendaknya terus menjaga dan meningkatkan saran-saran positif kepada orang-orang terdekat maupun masyarakat luas agar mereka memiliki intensi menabung di bank syariah. Kerjasama antara para tokoh agama maupun ilmuwan juga diperlukan agar terwujudnya integrasi persamaan persepsi antara keduanya dalam memajukan perbankan syariah, serta sosialisasi bank syariah kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memicu masyarakat untuk lebih yakin terhadap kinerja perbankan syariah dan berwujud pada intensi yang tinggi untuk menabung di bank syariah, karena tokoh agama dan ilmuwan seringkali dijadikan panutan masyarakat. 3. Mengingat faktor religiusitas dalam penelitian ini tidak berdampak signifikan,
diharapkan
para
praktisi
ekonomi
sudah
saatnya
mengedepankan hal-hal yang lebih universal dan populer di masyarakat, dibandingkan menggunakan pola pikir yang mengedepankan masalah halal-haram
bunga
bank,
seperti
mensosialisasikan
keunggulan-
keunggulan rill bank syariah dibandingkan bank konvensional akan menjadi strategi pemasaran yang baik bagi bank syariah untuk masa yang akan datang. Dengan mengedepankan sosialisasi yang sifatnya universal, diharapkan bank syariah tidak hanya dipersepsi sebagai bank milik orang-
144
orang Islam saja, namun bank syariah juga dipersepsi sebagai bank yang universal serta dapat menggarap pangsa pasar bagi nasabah non-muslim.
145
Daftar Pustaka
Abdullah, N., Majid, M.S. Abd. (2003, March). The influence of religiosity, income and consumption on saving behaviour: the case of international Islamic university malaysia (Iium). IQTISAD: Journal of Islamic Economics, Vol. 4, No. 1, pp. 37 – 55 Ajzen, Icek. ( 2005). Attitudes, personality and behavior (2th ed). England: Mc Graw Ancok, Jamaluddin (2001). Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka pelajar Bhatti, Tariq (2007). Exploring factors influencing the adoption of mobile commerce. Array Development: Journal of Internet Banking and Commerce, December 2007, vol. 12, no.3 Canova, L., Rattazi, A.M.M., & Webley, P. (2005). The hierarchical structure of saving motives. Elsevier: Journal of Economic Psychology 26 (2005) 21–34 Chaplin.J.P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Kartini Kartono (terjemahan) Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cokro (1999). Pengaruh sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan perceived behavior control terhadap intensi menabung di bank syariah. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Collins, Susan M. (1991). Saving behavior in ten developing countries. Chicago: University of Chicago Press. Cronqvist, Henrik & Siegel, Stephan (2010). The origins of savings behavior. Stockholm, Sweden: Institute for Financial Research, SIFR, Drottninggatan 89, SE‐113 60 Croy, Gerry., Gerrans, Paul., Speelman, Craig (2010). The role and relevance of domain knowledge, perceptions of planning importance, and risk tolerance in predicting savings intentions. Journal of Economic Psychology 31 (2010) 860–871 Engel, F.J., Blackwell, D.R. dan Miniard, P.W.( 1995). Consumer behavior (8th ed). Ohio:Thomson/South-Western
146
Felix, David (1995). Biography of an idea: John Maynard Keynes and the general theory of employment, interest and money. United States of Amerika: Transaction Publishers Felix, Pomeranz (1997, July). The accounting and auditing organization for Islamic financial institutions: an important regulatory debut. Journal of International Accounting Auditing & Taxation. http://www.financeinislam.com/article/1_39/1/368 Fetzer, John E. (1999): Multidimensional measurement of religiousness / spirituality for use in health. Kalamazo: John E. Fetzer Institute. Fishbein, M. dan Ajzen, I.( 1975). Belief, attitude, intention and behavior: an introduction to theory and research. United States: Addison Wesley Pub.co. Grandon, Elizabeth dan Mykytyn, P. Jr. (2002). Developing an instrument to measure the intention to use electronic commerce in small and medium sized businesses in Chile. AMCIS 2002 Proceedings: Southern Illinois University at Carbondale Gozali, Ahmad (2010, 12 Desember).Diminishing partnership menggantikan murabahah?. http://ib.eramuslim.com/2010/12/12/diminishingpartnership-menggantikan-murabahah/ Gozali, Ahmad (2010, 27 Desember). Kenapa harus bank syariah?. http://ib.eramuslim.com/2010/12/27/kenapa-harus-bank-syariah/ Hakim, Lukmanul (2008). Upaya bank dalam usaha meningkatkan kepercayaan nasabah melalui pemasaran produk. Among Makarti, Vol.1, No.1 Juli 2008 Husada, Erlangga (2007). Kajian Islam kontemporer. Jakarta: UIN Jakarta Press. Hendrawan, Heru (2004). Analisis perilaku nasabah tabungan abc cabang tebet setelah fatwa MUI mengenai bunga bank. Bandung: MB – IPB Hosen, N.M., Ali, Hasan., dan Muchtasib, B. (2007). Menjawab keraguan umat Islam terhadap bank syariah. Jakarta: PKES Publishing Irsyad, Muhammad (2007). Perbankan syariah dan pengentasan kemiskinan: Kajian Islam Kontemporer. Jakarta: UIN Press
147
Joreskog, K.G. and Sorbom, D. (1988). Prelis (2nd edition). USA: Scientific Software.inc. Kamayanti, Ari dan Setya, Parwita W (2008, Feb 28). Persepsi nasabah dalam memilih bank syariah dan bank konvensional di sidoarjo. http://akuntansisyariah.multiply.com/journal/item/2/Persepsi_Nasabah_ dalam_Memilih_Bank_Syariah_dan_Bank_Konvensional_di_Sidoarjo Karim, Adiwarman (2004). Bank Islam: Analisis fiqih dan keuangan. Jakarta: Raja Grafindo persada Karim, Adiwarman A. and Affif, Adi Zakaria. (2006). Islamic banking consumer behavior in Indonesia: a qualitative approach. Paper presented at the 7th International Conference on Islamic Economics, 13 April 2008, King Abdul Aziz University, Jeddah, Saudi Arabia. Khan, M.S.Noman., Hassan, M.K. & Shahid, A.I.(...). Banking behavior of Islamic bank customers in Bangladesh. Journal of Islamic Economics, Banking and Finance Khan, Ayesha K (2010). God, government and outsiders: The Influence of Religious Belief on Depositor Behavior in an Emerging Market. Kibet, Lawrence K., Mutai, Benjamin K., Ouma, Desterjo E., Owuor, George (2009, October). Determinants of household saving: case study of small holder farmers, entrepreneurs and teachers in rural areas of Kenya. Journal of Development and Agricultural Economics Vol. 1(7), pp. 137143 Lee, Seonglim, Park, Myung-Hee, Montalto, Catherine P. (2000). The effect of family life cycle and financial management practices on household saving patterns. Journal of Korean Home Economics Association English Edition: Vol. 1, No. 1, December 2000 Lopez, Fernando Lera (1995).The influence of age on household savings behaviours and motives evidence from Spain. Pamplone, Spain: Department of Economics, Public University of Navarre Loudon, D.L. & Bitta, A.J.D (1993). Consumer behavior: concepts and applications. (4th edition). Singapore: McGraw-Hill Book co.
148
Lucy, Karyati Basar (2008). Model program integer untuk menentukan horizon waktu peramalan dalam menyelesaikan masalah dynamic lost sizing. Tesis. Medan: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Muhamad, Rusnah & Devi, S.Susela (2006). Religiosity and the malay muslim investors in Malaysia: an analysis on some aspects of ethical investment decision. Muhammad (2006). Bank Syariah: analisis kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman. Yogyakarta: Ekonisia. Oskamp, Stuart dan Schultz, W.P (2004). Attitude and opinions. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate. Pedhazur, E.J. (1982). Multiple regression in behavioral research explanation and prediction. New York: CBS College Publishing Rabinovic, Anna & Webley Paul (2006). Filling the gap between planning and doing; Psychological factors involved in the successful implementation of saving intention. Journal of Economic Psychology. Elsevier Rahmat, Jalaluddin (1997). Psikologi agama. Jakarta: Rajawali Press Riawan, Amin (2009). Perbankan syariah: sebagai solusi perekonomian nasional. Jakarta: Asbisindo SEF UGM (2009). Riset Bank Shariah 2008. http://unlam-ekonomiislam.blogspot.com/2010/10/riset-bank-shariah-2008.html. Sevilla, G. Consuelo et.al. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta: UIPress. Solmon, Leuis C. (1975). The relation between schooling and savings behavior: an example of the indirect effects of education. National Bureau of Economic Research Sudaryana, Arif (2007). Analisis perilaku konsumen dalam menabung pada bank umum di Yogyakarta. AKMENIKA UPY, Volume 1, 2007 Suhesta, Bahtiar Hayat (2010). Mendorong pertumbuhan perbankan syariah dengan kembali kepada jati diri. I.Finance http://ifinance.bahtiarhs.net/2010/04/mendorong-pertumbuhanperbankan-syariah-dengan-kembali-kepada-jati-diri/
149
Sumitro, Warkum (1996). Asas-asas perbankan Islam dan lembaga-lembaga terkait (bamui, takaful dan pasar modal syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada Taib, Md Fauziah, Ramayah, T., Razak, A.D. (2008). Factors influencing intention to use diminishing partnership home financing. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management Vol. 1 No. 3, 2008, pp. 235-248 Teo, Timothy & Lee, B.C. (2010). Examining the efficacy of the Theory of Planned Behavior (TPB) to understand pre-service teachers’ intention to use technology. Sydney: Ascilite Umar, J. (2010). Bahan pelatihan analisis faktor. Institut Asessmen Indonesia. (Juli,2010) Warneryd, Karl-Erik (1999). The psychology of saving: A Study on Economic Psychology. Cheltenham United Kingdom: Edward Elgar Publisher Wirdyaningsih. (2005). Bank dan asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. Yorulmaz, Oya Ekici-Ozlem (2010). The relation between age structure and saving rate of Turkey: 1968-2006. SosySal Bilimler Dergisi 2010, (4), 15-24 Zulhairi (2005). Hubungan religiusitas dengan intensi untuk menabung di bank syariah pada pemeluk agama Islam. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi UI.
Website: (www.syariahmandiri.com) (www.pkesinteraktif.com)
Lampiran 1 Selamat Pagi/Siang/Sore Saya mahasiswa fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester akhir, saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir kuliah (skripsi). Saya membutuhkan bantuan Anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini dengan mengisi angket ini. Jawaban Anda tidak dilihat benar atau salah, dan kerahasiaan jawaban Anda terjamin. Sebelumnya saya berterima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi angket ini. DATA RESPONDEN Inisial / Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir : a. SD c. SMA b. SMP e. Diploma
: : : a. Laki-laki
b. Perempuan
g. S1 h. S2
Aktivitas saat ini / pekerjaan : a. Wiraswasta c. Pegawai Swasta b. Pegawai Negri d. Ibu Rumah tangga
i. S3
e. Mahasiswa f. Lain-lain
(sebutkan)................................
Penghasilan / uang saku (bagi yg belum bekerja) rata-rata per bulan : a. < Rp 1.000.000 d. 3.000.001 - 4.000.000 b. Rp 1.000.001 - 2.000.000 e. 4.000.001 - 5.000.000 c. Rp 2.000.001 - 3.000.000 f. > Rp 5.000.000 Apakah Anda Memiliki rekening tabungan di bank ? a. Tidak (Stop sampai di sini, Terima kasih banyak ) b. Ya (Lanjutkan ke nomor berikutnya) Mohon sebutkan nama Banknya ................................. Lama menjadi nasabah; a. ≤ 1 tahun b. 1 – 3 tahun
c. 3 – 6 tahun
e.
≥ 9 tahun
d. 6 – 9 tahun
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi.
..................................................... (Inisial / Nama dan Tanda Tangan)
PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan. Anda diminta memilih pernyataan yang sesuai dengan diri Anda, dan bukan yang idealnya terjadi pada diri Anda. Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang Anda pilih dari keempat alternatif jawaban yang tersedia pada tiaptiap pernyataan, yaitu: SJ : Bila pernyataan Sangat Jarang Anda alami, rasakan, pikirkan / lakukan. J : Bila pernyataan Jarang Anda alami, rasakan, pikirkan / lakukan. S : Bila pernyataan Sering Anda alami, rasakan, pikirkan / lakukan. SS : Bila pernyataan Sangat Sering Anda alami, rasakan, pikirkan / lakukan. Tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban adalah benar selama itu sesuai dengan diri Anda. Contoh Pengisian Jika Anda Sangat Jarang merasakan hal yang terdapat dalam pernyataan, maka Anda dapat memberi tanda (√) pada kolom SJ (Sangat Jarang). No. PERNYATAAN 1. Saya mendapat perhatian dari teman saya ketika sedang stres.
SJ √
J
S
SS
Jika Anda Sangat Sering melakukan hal yang terdapat dalam pernyataan, maka Anda dapat memberi tanda (√) pada kolom SS (Sangat Sering). No. PERNYATAAN 2. Saya membantu teman saya dalam mengerjakan tugasnya.
SJ
J
S
SS √
Skala 1 RELIGIUSITAS No 1. 2 3. 4. 5. 6. 7. 8.
PERNYATAAN Saya merasakan kehadiran Allah dimanapun dan kapanpun. Saya menemukan kekuatan dan kenyamanan dalam agama saya. Saya merasakan kedamaian dalam agama saya. Saya mencoba untuk lebih dekat dengan Allah. Saya merasakan cinta Allah kepada saya, baik secara langsung ataupun melalui orang lain. Saya tersentuh secara spiritual saat melihat keindahan ciptaan Allah. Agama memberi makna bagi kehidupan saya baik suka maupun duka. Tanpa ketakwaan kepada Allah, hidup sehari-hari terasa tak berarti.
SJ
J
S
SS
9.
10. 11.
12. 13. 14.
15. 16. 17. 18. 19 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Keyakinan saya terhadap agama membantu saya menemukan hikmah, sekalipun itu peristiwa yang paling menyakitkan dan membingungkan. Ketika ketakwaan saya kepada Allah sedang menurun, saya merasa waktuwaktu yang saya lewati lebih sulit.
Saya percaya Allah mengamati setiap tingkah laku saya, dan hal ini membatalkan niat saya berbuat dosa. Saya merasa bertanggung jawab untuk mengurangi segala penderitaan dan kerusakan di muka bumi. Karena agama, saya memaafkan diri saya atas dosa-dosa yang telah saya lakukan Karena agama, saya memaafkan orangorang yang menyakiti saya Karena keyakinan terhadap agama, saya merasa Allah mengampuni dosa-dosa saya. Karena sedang sibuk atau banyak masalah, saya meninggalkan kewajiban saya melaksanakan shalat. Saya melaksanakan sholat tahajud saat malam hari. Saya menonton ceramah agama di TV. Saya membaca Al-Quran. Saya membaca buku-buku agama. Saya berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Saya berdoa kepada Allah untuk diberi kekuatan, dukungan, serta bimbinganNya. Saya mencoba untuk memahami situasi dan memutuskan apa yang saya lakukan tanpa bergantung pada Allah Saya memohon bantuan Allah saat menjalankan pekerjaan saya Jika saya sedang sakit, teman-teman saya bersedia membantu dan menjenguk saya. Teman-teman saya mengkritik hal-hal yang saya lakukan. Jika saya memiliki masalah yang sulit, teman-teman saya rela membantu memecahkan permasalahan saya. Saya mendengarkan permasalahan temanteman saya yang curhat tentang masalah pribadi mereka. Saya pernah merasakan pengalaman spiritual yang mengubah hidup saya.
30.
Saya pernah merasakan penambahan kualitas iman saya yang sangat drastis.
31.
Saya pernah merasakan penurunan kualitas iman saya yang sangat drastis. Saya berpegang teguh pada ajaran agama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Saya mengabdikan seluruh hidup saya untuk urusan agama. Saya menyisihkan beberapa persen uang gajian saya untuk saya sedekahkan. Saya menghadiri acara pengajian atau ceramah. Saya ikut andil bagian dalam kegiatan di tempat ibadah. Seluruh cara saya dalam menjalani kehidupan adalah didasari oleh aturan agama. Walau saya percaya dengan agama saya, namun banyak hal lain yang lebih penting dalam hidup saya.
32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Skala 2 NORMA SUBJEKTIF Pada bagian ini terdapat beberapa sosok orang dimana Anda diminta untuk memberikan pernyataan apakah sosok orang dalam pernyataan ini Sangat Tidak Menyarankan (STM), Tidak Menyarankan (TM), Menyarankan (M), Sangat Menyarankan (SM) Anda untuk menabung di Bank Syariah. Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang Anda pilih. No. PERNYATAAN 1. Orang tua saya, ............ saya untuk menabung di Bank Syariah. 2. Saudara sekandung saya (kakak / adik), ............ saya menabung di Bank Syariah. 3. Kerabat (paman,bibi,sepupu) saya, ............ saya menabung di Bank Syariah. 4. Pasangan saya, ............ saya untuk menabung di Bank Syariah. 5. Beberapa tokoh agama, ............ saya menabung di Bank Syariah. 6. Beberapa pakar ekonomi, ............... saya menabung di bank syariah. 7.
Sahabat saya, ............ saya menabung di bank syariah.
8.
Teman-teman saya, ............ saya menabung di bank syariah. Dosen / guru saya, ............ saya menabung di bank syariah.
9.
STM
TM
M
SM
Pada bagian ini Anda diminta untuk memilih pernyataan mengenai siapa saja orang-orang yang biasanya Anda ikuti sarannya dengan pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang Anda pilih. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
PERNYATAAN Biasanya saya akan mengikuti saran orang tua saya. Biasanya saya akan mengikuti saran saudara sekandung (kakak / adik) saya. Biasanya saya akan mengikuti saran kerabat (paman,bibi,sepupu) saya. Biasanya saya akan mengikuti saran pasangan saya. Biasanya saya akan mengikuti saran tokoh agama.
STS
TS
S
SS
Biasanya saya akan mengikuti saran pakar ekonomi. Biasanya saya akan mengikuti saran sahabat saya. Biasanya saya akan mengikuti saran teman-teman saya. Biasanya saya akan mengikuti saran dosen / guru saya.
Skala 3 PERCEIVED BEHAVIOR CONTROL Mungkinkah hal-hal di bawah ini MENJADI PENDORONG Anda untuk menabung di Bank Syariah ? No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faktor Bisa mendapatkan ketenangan hati, karena terbebas dari riba Bisa menabung dengan cara yang diarahkan oleh Islam. Bisa berpartisipasi dalam rencana baik untuk kesejahteraan umat. Ingin mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Ingin mendapat berkah dan pahala. Mendapatkan pelayanan bank syariah yang baik.
STS
TS
S
SS
Dan SEBERAPA BESAR kemungkinan hal-hal di bawah ini MENDORONG Anda untuk menabung di bank syariah ? No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faktor Bisa mendapatkan ketenangan hati, karena terbebas dari riba Menyimpan uang dengan cara yang diarahkan oleh Islam. Berpartisipasi dalam rencana baik untuk kesejahteraan umat. Ingin mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Ingin mendapatkan berkah dan pahala. Mendapatkan pelayanan bank syariah yang baik.
SK
K
B
SB
Mungkinkah hal-hal di bawah ini MENJADI PENGHAMBAT Anda untuk menabung di Bank Syariah ? No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Faktor Informasi tentang Produk Bank Syariah masih terbatas. Jika menabung di bank syariah, tidak akan mendapat manfaat praktis dari produk yang ditawarkan. Aturan – aturan perbankan syariah yang ketat dan rumit. Bank Syariah belum terbukti dalam kinerjanya. Keuntungan dari sistem bagi hasil lebih rendah dari bunga di bank konvensional. Tidak mendukung kegiatan dan bisnis dalam mengelola keuangan. Kesulitan mendapatkan ATM bank syariah. Sulit menjangkau kantor bank syariah, karena jauh dari pusat aktivitas.
STS
TS
S
SS
Dan SEBERAPA BESAR kemungkinan hal-hal di bawah ini MENGHAMBAT Anda untuk menabung di bank syariah ? No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Faktor Informasi tentang Produk Bank Syariah masih terbatas. Jika menabung di bank syariah, tidak akan mendapat manfaat praktis dari produk yang ditawarkan. Aturan syariah yg ketat dan rumit. Bank Syariah belum terbukti dalam kinerjanya. Keuntungan dari sistem bagi hasil lebih rendah dari bunga di bank konvensional. Bank syariah tidak mendukung kegiatan dan bisnis dalam mengelola keuangan. Kesulitan mendapatkan ATM bank syariah. Sulit menjangkau kantor bank syariah, karena jauh dari pusat aktivitas.
SK
K
B
KETERANGAN: STS TS
: SANGAT TIDAK SETUJU : TIDAK SETUJU
S SS
: SETUJU : SANGAT SETUJU
SK K
: SANGAT KECIL : KECIL
B SB
: BESAR : SANGAT BESAR
SB
Skala 4 SIKAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
STS TS
PERNYATAAN Saya merasa bank konvensional lebih terjamin dari pada bank syariah. Kemungkinan saya merasa percaya diri jika sewaktuwaktu saya menunjukkan pada orang lain bahwa saya telah menabung di bank syariah. Saya tidak tertarik melihat produk-produk perbankan syariah. Saya meragukan kinerja bank syariah. Saya pikir bank syariah lebih terpercaya dibandingkan bank konvensional. Saya yakin bank syariah bisa menyaingi bank konvensional . Saya tidak ragu jika suatu saat ingin menabung di bank syariah Saya yakin produk-produk yg ditawarkan bank syariah tak kalah baik dari produk-produk perbankan konvensional. Saya pikir menabung di bank syariah merupakan salah satu pilihan yang tepat bagi orang yang ingin menabung. Saya merasa malu menabung di bank syariah. Kemungkinan ketika ingin membuka rekening baru, saya lebih memilih untuk menggunakan bank syariah. Kemungkinan ketika ingin meminjam dana, saya lebih memilih untuk menggunakan jasa bank syariah. Saya sama sekali tidak berminat terhadap jasa bank syariah. Saya kurang tertarik menabung di bank syariah. Saya sering membaca di media atau internet tentang produk-produk menarik yang ditawarkan perbankan syariah. : Sangat Tidak Setuju : Tidak Setuju
S SS
: Setuju : Sangat Setuju
STS
TS
S
SS
Skala 5 INTENSI No PERNYATAAN 1. Saya kemungkinan akan mulai menabung di Bank syariah dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. 2. Saya berencana akan mulai menabung di bank syariah dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. 3. Saya berkomitmen untuk mulai menabung di bank syariah dalam kurun waktu 1 tahun ke depan.
Keterangan; STS TS
: Sangat Tidak Setuju : Tidak Setuju
S SS
STS
TS
S
SS
: Setuju : Sangat Setuju
Selesai.. Harap periksa kembali seluruh jawaban Anda, jangan sampai ada halaman maupun nomor yang terlewatkan...
Terima kasih banyak atas waktu yang telah Anda luangkan untuk berpartisipasi dalam proses pengumpulan data ini. Selamat melanjutkan aktivitas Anda. Sukses , Kebahagiaan & Rizki yang berlimpah semoga selalu menyertai langkah Anda, keluarga Anda, serta orang-orang yang Anda sayangi.
LAMPIRAN 2 Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik DATE: 6/27/2011 TIME: 10:26 L I S R E L
8.30
BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
the
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file D:\SKRIPS~1\SKRIPSI\LISREL\INT.LS8: UJI VALIDITAS INTENSI MENABUNG DA NI=3 NO=200 MA=KM LA X1 X2 X3 KM SY FI=INT.COR SE 1 2 3/ MO NX=3 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK INTENSI FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 PD OU TV SS MI UJI VALIDITAS INTENSI Number Number Number Number Number Number
of of of of of of
Input Variables 3 Y - Variables 0 X - Variables 3 ETA - Variables 0 KSI - Variables 1 Observations 200
Contoh Output Analisis Faktor Konfirmatorik (CFA) DATE: 6/25/2011 TIME: 10:39 L I S R E L
8.30
BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\ARTIKE~1\PRIVATE.LS8: UJI VALIDITAS PRIVATE DA NI=38 NO=200 MA=KM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X37 X38 KM SY FI=PAPER.COR SE 16 17 18 19 20 21/ MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI LK PRIVATE FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 FR TD 3 1 TD 5 2 PD OU TV SS MI UJI VALIDITAS PRIVATE Number Number Number Number Number Number
of of of of of of
Input Variables 38 Y - Variables 0 X - Variables 6 ETA - Variables 0 KSI - Variables 1 Observations 200
UJI VALIDITAS PRIVATE Correlation Matrix to be Analyzed
X16 X17 X18 X19 X20 X21
X16 -------1.00 0.36 0.08 0.46 0.25 0.31
X17 --------
X18 --------
X19 --------
X20 --------
X21 --------
1.00 0.29 0.39 0.39 0.27
1.00 0.40 0.34 0.07
1.00 0.28 0.25
1.00 0.13
1.00
UJI VALIDITAS PRIVATE Parameter Specifications LAMBDA-X
X16
PRIVATE -------1
X17 X18 X19 X20 X21
2 3 4 5 6
THETA-DELTA
X16 X17 X18 X19 X20 X21
X16 -------7 0 9 0 0 0
X17 --------
X18 --------
X19 --------
X20 --------
X21 --------
8 0 0 12 0
10 0 0 0
11 0 0
13 0
14
X18 --------
X19 --------
X20 --------
X21 --------
UJI VALIDITAS PRIVATE Number of Iterations = 19 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X
X16
PRIVATE -------0.67 (0.08) 8.38
X17
0.55 (0.07) 7.41
X18
0.55 (0.08) 6.62
X19
0.70 (0.07) 9.51
X20
0.45 (0.08) 5.82
X21
0.35 (0.08) 4.51
PHI PRIVATE -------1.00 THETA-DELTA
X16
X16 -------0.55 (0.09) 6.42
X17 --------
X17
- -
0.69 (0.08) 8.64
X18
-0.28 (0.06) -4.44
- -
0.70 (0.09) 7.76
X19
- -
- -
- -
0.52 (0.08) 6.84
X20
- -
0.14 (0.06) 2.32
- -
- -
0.80 (0.09) 9.22
X21
- -
- -
- -
- -
- -
0.88 (0.09) 9.61
X20 -------0.20
X21 -------0.12
Squared Multiple Correlations for X - Variables X16 -------0.45
X17 -------0.31
X18 -------0.30
X19 -------0.48
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 7 Minimum Fit Function Chi-Square = 12.07 (P = 0.098) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 12.27 (P = 0.092) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 5.27 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 19.14) Minimum Fit Function Value = 0.061 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.027 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.096) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.062 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.12) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.32 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.20 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.18 ; 0.27) ECVI for Saturated Model = 0.21 ECVI for Independence Model = 1.13 Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 213.24 Independence AIC = 225.24 Model AIC = 40.27 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 251.03 Model CAIC = 100.45 Saturated CAIC = 132.26 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.044 Standardized RMR = 0.044 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.98 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.33 Normed Fit Index (NFI) = 0.94 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.95 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.44 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.88 Critical N (CN) = 305.54 UJI VALIDITAS PRIVATE Modification Indices and Expected Change No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for THETA-DELTA
X16
X16 -------- -
X17 --------
X18 --------
X19 --------
X20 --------
X21 --------
X17 X18 X19 X20 X21
0.21 - 0.01 0.04 0.71
- 1.08 0.08 - 2.72
- 0.46 5.19 5.69
- 1.05 0.02
- 0.68
- -
Expected Change for THETA-DELTA
X16 X17 X18 X19 X20 X21
X16 -------- -0.03 - 0.01 -0.01 0.06
X17 --------
X18 --------
X19 --------
X20 --------
X21 --------
- -0.07 0.02 - 0.10
- 0.06 0.15 -0.16
- -0.06 0.01
- -0.05
- -
Maximum Modification Index is
5.69 for Element ( 6, 3) of THETA-DELTA
UJI VALIDITAS PRIVATE Standardized Solution LAMBDA-X
X16 X17 X18 X19 X20 X21
PRIVATE -------0.67 0.55 0.55 0.70 0.45 0.35
PHI PRIVATE -------1.00 The Problem used
6608 Bytes (= Time used:
0.0% of Available Workspace)
0.027 Seconds
LAMPIRAN 3 Analisis Faktor Konfirmatorik Intensi Menabung
Analisis Faktor Konfirmatorik Afektif
Analisis Faktor Konfirmatorik Kognitif
Analisis Faktor Konfirmatorik Konatif
Analisis Faktor Konfirmatorik Normatif Belief
Analisis Faktor Konfirmatorik Motivation To Comply
Analisis Faktor Konfirmatorik Control belief pendukung
Analisis Faktor Konfirmatorik Power belief pendukung
Analisis Faktor Konfirmatorik Control belief penghambat
Analisis Faktor Konfirmatorik Power belief penghambat
Analisis Faktor Konfirmatorik Daily Spiritual Experience
Analisis Faktor Konfirmatorik Meaning
Analisis Faktor Konfirmatorik Value dan Belief
Analisis Faktor Konfirmatorik Forgiveness
Analisis Faktor Konfirmatorik Private Religious Practice
Analisis Faktor Konfirmatorik Religious Support
Analisis Faktor Konfirmatorik Religious/ Spiritual Coping
Analisis Faktor Konfirmatorik Commitment dan Organizational
LAMPIRAN 3 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Faktor Afektif 1 1 V
2
3
10
13
14
1 2 1 3 1 4 1 13 V V 1 14 1 Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Kognitif 4 1
5
6
7
8
9
4 5 1 6 V V 1 7 V 1 8 V 1 9 1 Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Normative belief 1 2 3
1 1
2 1
4
V
7
V
5 6 8 9
V
V V
3 1
V V
4
1
5
1
6
V
1
V
V
V
7
1
8
1
V
9
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Motivation to comply 1 2 3
1 1
2 1
4
V
7
V
5 6 8 9
V
3
4
1
V
V
1
V
V
5
6
1
V
1
V
V
V
7
8
1
1
V
9
1
Ket : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Control belief Pendukung 1
1
1
2 3
2
3
V
1
1
4 5
V
6
4
5
1
V
6
1
V
V
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Power belief Pendukung 1 1
2
3
4
5
6
1 2 1 3 V 1 4 1 5 V V 1 6 V V V 1 Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Control belief Penghambat 1
1
2
1
2
V
3 4 5 6 7
1
V
8
3
4
1
5
1
1
V
V
6
7
1
V
V
1
V
8
1
Ket : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Power belief Penghambat 1
1
2
1
2
V
3 4 5 6 7
1
V
8
3
4
1
5
1
1
V
V
6
7
1
V
V
1
V
8
1
Ket : tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Daily spiritual experience 1 2 3 4 5 6
1 1
V
2 1
3 1
4
1
V
5
1
6
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Meaning 7
7
1
8 9
8
9
V
1
1
10
V
10
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Private religious practice 16
16
17
1
17 18
1
V
19 20
18 1
V
21
19
20
1
21
1
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Pada Butir-Butir Item Commitment dan Organizational 32 33 34 35 36
32 1
V
33 1
V
34 1
35
1
36
1
Ket: tanda V menunjukkan item yang kesalahannya saling berkorelasi
LAMPIRAN 4 OUTPUT SPSS 19 ANALISIS REGRESI BERGANDA Model Summary Model
R
1
.678
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.459
.440
4.68567
a. Predictors: (Constant), Usia, Religiusitas, Sikap, Pendidikan, Norma Subjektif, PBC, Penghasilan
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
3582.536
7
511.791
Residual
4215.464
192
21.956
Total
7798.000
199
F
Sig.
23.310
.000
a
a. Predictors: (Constant), Usia, Religiusitas, Sikap, Pendidikan, Norma Subjektif, PBC, Penghasilan b. Dependent Variable: Intensi
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
31.010
4.490
Sikap
.190
.019
NormaSubjektif
.002
PBC
Coefficients Beta
t
Sig.
6.906
.000
.575
10.100
.000
.001
.199
3.530
.001
.000
.000
.032
.559
.577
Religiusitas
.006
.006
.053
.998
.319
Penghasilan
.240
.246
.063
.977
.330
Pendidikan
.423
.334
.072
1.267
.207
Usia
.032
.049
.042
.654
.514
a. Dependent Variable: Intensi
Model Summary Model
R
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
.632
a
.400
.397
4.86259
.662
b
.438
.432
4.71742
c
.438
.430
4.72739
.665
d
.442
.430
4.72494
.673
e
.453
.439
4.68870
6
.677
f
.458
.441
4.67872
7
g
.459
.440
4.68567
1 2 3 4 5
.662
.678
Model Summary Change Statistics R Square Model
Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
.400
131.799
1
198
.000
2
.038
13.373
1
197
.000
3
.000
.171
1
196
.680
4
.003
1.203
1
195
.274
5
.011
4.025
1
194
.046
6
.005
1.829
1
193
.178
7
.001
.427
1
192
.514
a. Predictors: (Constant), Sikap b. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subjektif c. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subjektif, PBC d. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subjektif, PBC, Religiusitas e. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subjektif, PBC, Religiusitas, Penghasilan f. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subjektif, PBC, Religiusitas, Penghasilan, Pendidikan g. Predictors: (Constant), Sikap, Norma Subjektif, PBC, Religiusitas, Penghasilan, Pendidikan, Usia