FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)
PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya produktifitas kerja dan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin masih didalam kandungan, bayi, anak– anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). Status gizi
baik merupakan perwujudan dan terpenuhinya konsumsi pangan sesuai dengan
anjuran kecukupan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Akhir-akhir ini masalah gizi makro mulai bergeser pada masalah gizi mikro, yaitu karena kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin dan mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 disebutkan bahwa masalah gizi mikro terjadi disebabkan karena distribusi sayuran terhadap konsumsi zat gizi, khususnya vitamin dan mineral ternyata sangat rendah (WKNPG, 1998). Di Indonesia, kasus anemia gizi sangat umum dan mudah dijumpai pada semua kelompok umur baik laki-laki maupun perempuan. Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat anemia gizi terjadi karena kekurangan zat besi. Anemia zat besi ini banyak diderita oleh wanita hamil, laki –laki dewasa, pekerja penghasilan rendah, balita dan anak sekolah. Pada remaja putri, anemia gizi besi dapat mengurangi kemampuan belajar, sehinggga dapat menurunkan prestasi di sekolah. Dalam kondisi anemia, tubuh mudah terkena infeksi. Keadaan ini tentunya dapat menghambat perkembangan kualitas sumber daya manusia (Depkes ,1995). Kasus anemia di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh rendahnya asupan zat besi atau Fe dalam tubuh. Hal ini karena masyarakat Indonesia khususnya wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron). Sedangkan bahan makanan nabati (non-heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap, sehingga dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya. Anemia gizi karena kekurangan zat besi masih merupakan masalah gizi utama yang banyak menimpa kelompok rawan yaitu ibu hamil, anak balita, wanita usia subur (WUS) dan pekerja berpenghasilan rendah. Di tingkat nasional, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2005, menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil 50,9%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun 57,1% dan pada wanita usia subur (WUS) usia 17-45 tahun sebesar 39,5%. Sedangkan di Jawa Timur berdasarkan kajian data anemia tahun 2002, ditemukan 16% wanita
1
usia subur menderita anemia, sedangkan untuk remaja putri dan calon pengantin ditemukan masingmasing 80,2% dan 91,5% menderita anemia (Dinkes Prop. Jatim, 2002) Masih tingginya prevalensi anemia gizi besi terutama pada remaja putri dan setelah sekian lama program penanggulangan anemia gizi ini dijalankan, namun kasus anemia masih cukup tinggi dan tidak kunjung menurun, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja wanita di PT HM Sampoerna Lamongan. Permasalahan yang timbul adalah :
Adakah hubungan antara umur, status pernikahan,
pendidikan, status gizi berdasarkan LILA dan IMT dengan anemia gizi besi pada pekerja wanita ? Hipotesis : Ada hubungan antara umur, status pernikahan, pendidikan, status gizi berdasarkan LILA dan IMT dengan anemia gizi besi Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui status anemia pada tenaga kerja wanita.
Sedangkan tujuan khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik responden (umur, status
pernikahan, pendidikan), mengukur status gizi berdasarkan LILA dan IMT, mengukur kadar haemoglobin (Hb) responden dan menganalisis hubungan antara karakteristik responden (umur, status pernikahan, pendidikan), status gizi (LILA dan IMT) dengan anemia.
2
METODOLOGI PENELITIAN Rancang bangun penelitian Desain penelitian ini bersifat studi observasional dengan menggunakan metode observasi, wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Adapun berdasarkan waktunya jenis penelitian ini bersifat cross sectional yaitu semua data variabel yang diteliti dikumpulkan pada waktu yang sama. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja wanita di PT Sampoerna Lamongan, sedangkan sebagai sampel adalah pekerja wanita yang terpilih, dengan kriteria eklusi tidak dalam keadaan hamil dan tidak sedang sakit, dan kriteria inklusi berbadan sehat, bersedia ikut dalam penelitian, usia > 17 tahun dan < 45 tahun. Besar sampel sebanyak 362 orang (sampel diambil antara 10-20% populasi), yang diambil secara random (Nursalam, 2002) Cara pengumpulan data Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner, untuk mengetahui
data tentang
karakteristik responden yang meliputi umur, status pernikahan dan tingkat pendidikan. Pengukuran antropometri dilakukan untuk mendapatkan data tentang status gizi. Pengukuran status gizi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu lingkar lengan atas (LILA) dan status IMT. Status IMT dilakukan dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat badan diukur dengan timbangan seca, sedangkan untuk tinggi badan dengan microtoise. Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap sampel darah,
untuk mengetahui kadar
haemoglobin dengan menggunakan alat spektrophotometer Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Sampoerna unit produksi Lamongan, pada bulan Desember 2010. Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan diproses dengan tahapan, pengeditan, pengkodean, pemasukan data ke komputer, pembuatan tabulasi. Analisis data dengan menggunakan uji statistik Chi Square.
3
HASIL PENELITIAN PT Sampoerna unit produksi Lamongan dalam melakukan produksinya bermitra kerja dengan koperasi unit desa (KUD) Tani Mulyo Lamongan, terletak disebelah barat jantung kota Lamongan + 6 km, berada di jalan raya Sukoanyar Desa Karanglangit Kecamatan Lamongan, dengan produksi utamanya adalah rokok jenis sigaret. Perusahaan ini mempekerjakan karyawan lebih dari 1.500 orang, dengan jadual kerja mulai hari Senin s.d. Sabtu jam 07.00 – 17.00 Wib. 1. Karakteristik Responden 1.1. Usia Responden Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar (70%) dalam kategori usia produktif yaitu 21 – 35 tahun. Rata-rata (mean) usia responden adalah 25 tahun, dengan standar deviasi (SD) adalah 5 tahun. Usia responden termuda 17 tahun dan tertua 45 tahun. Untuk lebih jelasnya distribusi usia responden dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia Usia (tahun) < 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35 >= 36 Total
n 70 134 108 37 13 362
% 19,30 37 29,80 10,20 3,60 100
1.2. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden sebagian besar (79%)
berpendidikan menengah atau tamat
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Responden yang berpendidikan rendah atau tamat sekolah dasar (SD) sebesar 17,10% dan yang berpendidikan tinggi sebesar 3,90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Rendah (SD) Menengah (SLTP + SLTA) Tinggi (Diploma + Sarjana) Total
n 62 286 14 362
% 17,10 79 3,90 100
1.3. Status Pernikahan Responden Sebagian besar (71%) responden sudah menikah, dengan distribusi status pernikahan adalah sebagai berikut : Tabel 1.3 Distribusi responden berdasarkan status pernikahan Status pernikahan Menikah Belum menikah Total
n 257 105 362
% 71 29 100
4
1.4. Status Gizi Responden Dalam penelitian ini status gizi responden diukur berdasarkan lingkar lengan atas (LILA) dan indeks massa tubuh (IMT). Status LILA Lingkar lengan atas (LILA) digunakan untuk mengetahui gambaran status gizi terutama bagi orang dewasa wanita. Untuk mengetahui status gizi responden dengan menggunakan pita Lila dalam satuan sentimeter (cm). Dinyatakan KEK (kurang energi kronis) apabila hasil pengukurannya < 23,5 cm dan tidak KEK (kurang energi kronis) apabila > 23,5 cm. Dari hasil pengukuran diperoleh hasil bahwa rata-rata (mean) LILA responden adalah 24,08 cm, dengan LILA terendah 17,50 cm dan tertinggi 35 cm dengan standar deviasi (SD) sebesar 3,20 cm. Gambaran status gizi responden berdasarkan LILA adalah sebagai berikut : Tabel 1.4 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan lingkar lengan atas (LILA) Status LILA KEK (<23,5 cm) Non KEK (>23,5 cm) TOTAL
n 165 197 362
% 45,60 54,40 100
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa responden yang kurang energi kronis (KEK) atau LILA < 23,5 cm sebanyak 45,60%, sedangkan yang tidak KEK atau LILA nya > 23,5 cm sebanyak 54,40%. Status IMT Indeks massa tubuh (IMT) merupakan gambaran postur tubuh seseorang. Dalam penelitian sebagai indikator yang digunakan adalah dengan membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan. Dinyatakan kurus bila IMT < 18,5, Normal bila IMT 18,5-25,0 dan gemuk bila IMT > 25,0. Ratarata (mean) berat badan responden adalah 47,88 kg, dengan berat badan terendah adalah 30,70 kg dan tertinggi 87,30 kg, dengan standar deviasi (SD) 8,86 kg. Rata-rata (mean) tinggi badan adalah 153 cm, dengan tinggi badan terendah adalah 136,50 cm dan tertinggi 164,30 cm dan standar deviasi (SD) 4,80 cm. Status gizi responden berdasarkan indeks masa tubuh berturut-turut adalah sebagai berikut, 59,10% mempunyai status gizi yang normal, 26,50% kurus dan 14,40% gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.5 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) Status IMT Kurus ( < 18,5 ) Normal ( 18,5 – 25,0 ) Gemuk ( > 25,0 ) Total
n 96 214 52 362
% 26,50 59,10 14,40 100
1.5. Status Anemia Responden Untuk mengetahui status anemia gizi responden dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin (Hb) dengan menggunakan alat spektrophotometer, yang dinyatakan dalam satuan g/dl. Dinyatakan anemia apabila kadar hb < 12 g/dl, dan tidak anemia bila kadar Hb > 12 g/dl.
5
Tabel 1.5 Status Anemia Responden berdasarkan kadar haemoglobin (Hb) Status Anemia Anemia Tidak Anemia Total
n 121 241 362
% 33,40 66,60 100
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar haemoglobin dapat diketahui prevalensi anemia sebesar 33,40% anemia.
2. Hubungan anemia gizi besi dengan beberapa variabel 2.1. Hubungan usia dengan anemia gizi besi Tabel 2.1. Hubungan antara usia dengan anemia gizi besi Usia (tahun) < 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35 > 36 Total
Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia n % n % 23 32,9 47 67,1 42 31,3 92 68,7 36 33,3 72 66,7 16 43,2 21 56,8 4 30,8 9 69,2 121 33,4 241 66,6
Total n 70 134 108 37 13 362
% 100 100 100 100 100 100
Dari tabel diatas, menggambarkan prevalensi kejadian anemia pada pekerja wanita sebesar 33,40%, dengan distribusi kejadian anemia yang hampir merata, kecuali pada kelompok umur 31-35 tahun yang mencapai 43,2%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada pekerja wanita masih cukup tinggi. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan anemia pada pekerja wanita (p=0,751 > α =0,05). 2.2. Hubungan tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi Tabel 2.2 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi Tingkat Pendidikan Rendah (SD) Menengah (SLTP + SLTA) Tinggi (Diploma + Sarjana) TOTAL
Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia n % n % 27 43,5 35 56,5 91 31,8 195 68,2 3 21,4 11 78,6 121 33,4 241 66,66
Total n 62 286 14 362
% 100 100 100 100
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa responden yang berpendidikan rendah yaitu Sekolah Dasar atau yang sederajat sebanyak 43,5% anemia dan 56,5% tidak anemia, sedangkan responden yang berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) atau yang sederajat, 31,8% anemia dan 68,2 % tidak anemia.
6
Selanjutnya responden yang berpendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) ditemukan sebanyak 21,4% anemia dan 78,6% tidak anemia. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi (p=0,129 > α = 0,5). 2.3. Hubungan status pernikahan dengan anemia gizi besi Tabel 2.3 Hubungan antara status pernikahan dengan anemia gizi besi Status pernikahan Menikah Belum menikah TOTAL
Kejadian anemia Anemia Tidak Anemia n % n % 86 33,5 171 66,5 35 33,3 70 66,7 121 33,4 241 66,6
Total n 257 105 362
% 100 100 100
Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa responden yang belum menikah sebanyak 33,3% anemia dan 66,7% tidak anemia, sedangkan responden yang sudah menikah ditemukan sebanyak 33,5% anemia dan 66,5% tidak anemia. Dari hasil uji statistik dengan chi square diketahui nilai p = 0,981 > α = 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan anemia gizi besi. 2.4. Hubungan status LILA dengan anemia gizi besi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa sebanyak 34,5% responden yang status gizinya KEK mengalami anemia, sedangkan responden yang status gizinya tidak KEK terdapat 32,5% yang mengalami anemia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.4 Hubungan antara status LILA dengan anemia gizi besi Status gizi Berdasarkan LILA KEK Non KEK TOTAL
Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia n % n % 57 34,5 108 65,5 64 32,5 133 67,5 121 33,4 238 66,6
Total n 165 197 362
% 100 100 100
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status LILA dengan anemia gizi besi (p=0,679 < α : 0,05). 2.5. Hubungan status IMT dengan anemia gizi besi Tabel 2.5. Hubungan antara status IMT dengan anemia gizi besi Status Gizi Berdasarkan IMT Kurus Normal Gemuk TOTAL
Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia n % n % 29 30,2 67 69,8 75 35 139 65 17 32,7 35 67,3 121 33,4 241 66,6
Total n 96 214 52 362
% 100 100 100 100
7
Tabel 2.5. tersebut menunjukkan bahwa pada pekerja wanita yang status gizinya kurus cenderung mengalami anemia dibanding dengan pekerja wanita yang status gizinya baik atau gemuk berdasarkan IMT (Indek Massa Tubuh), Namun berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status IMT dengan anemia gizi besi (p=0,701 > α = 0,05).
8
PEMBAHASAN 1. Karakteristik responden Dari hasil penelitian nampak bahwa sebagian besar (70%) responden dalam kategori usia produktif yaitu berusia 21 – 35 tahun, sehingga dalam penelitian ini didominasi kelompok usia muda. Bila dilihat dari kejadian anemia, maka responden yang mengalami anemia didominasi oleh responden pada kelompok umur 31-35 tahun yaitu mencapai 43,2%.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua,
kemungkinan untuk mengalami anemia lebih besar dibandingkan dengan responden yang berusia lebih muda. Hal ini selaras dengan bertambahnya usia, seseorang maka akan mengalami penurunan kemampuan yang dapat mempengaruhi kapasitas kerjanya (Depkes RI, 1995). Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar (79%) responden berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA). Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan rendah (Sekolah Dasar) mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia dibandingkan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi yaitu menengah dan tinggi. Pendidikan bukan merupakan faktor yang dominan terhadap kejadian anemia pada pekerja wanita, karena meskipun mempunyai pendidikan yang tinggi akan tetapi bila perilaku yang mendukung terhadap pencegahan anemia masih rendah, misalnya tidak biasa mengkonsumsi sayuran hijau, tidak minum tablet tambah darah secara rutin selama haid, maka akan tetap mengalami anemia, sebaliknya bagi pekerja wanita yang mempunyai pendidikan rendah namun konsumsi makanan sumber zat besinya tinggi, maka akan terhindar dari anemia. Pendidikan juga akan menentukan tingkat pengetahuan seseorang, paling tidak kemampuan berpikir seseorang dengan pendidikan tinggi akan lebih luas. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 1993). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebagai penyebab anemia, disamping pendidikan masih ada faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat pengetahuan, perilaku, sosial budaya, pendapatan, pola asuh dan lain-lain. Untuk status pernikahan, responden yang sudah menikah mencapai 71%. Pekerja yang sudah menikah mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang belum menikah. Bagi pekerja wanita yang sudah menikah, maka secara tidak langsung mempunyai fungsi dan peran ganda. Disamping berfungsi untuk pencari nafkah bagi keluarganya, juga berperan sebagai seorang ibu rumah tangga yang secara kodrati akan mengalami kehamilan, melahirkan dan memberikan ASI bagi bayinya. Sehingga keadaan ini perlu diperhatikan agar perannya sebagai wanita sekaligus pencari nafkah dapat berjalan dengan baik. Keadaan inilah sebagai salah satu pemicu timbulnya anemia bagi wanita yang bekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu perlu diperhatikan asupan zat besi baik dari makanan maupun tambahan zat besi. Kejadian anemia pada wanita pekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perilaku untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan minum tablet tambah darah selama masa haid. Pekerja wanita terutama pada usia produktif, diperlukan tambahan zat besi yang lebih besar dibandingkan dengan usia yang belum
9
dan tidak produktif, karena pada usia produktif kegunaan zat besi, disamping sebagai kebugaran tubuh juga digunakan untuk mengganti zat besi yang hilang pada masa haid. 2.
Status Gizi Status gizi adalah keadaan seseorang yang merupakan gambaran sejauh mana orang tersebut telah
memperhatikan nilai gizi dari makanan yang dikonsumsinya (Apriaji, 1983).
Sedangkan Suharjo
mendefinisikan bahwa status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan oleh jumlah, dan jenis makanan yang dikonsumsinya (Suhardjo, 1985) Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran cadangan zat-zat gizi di dalam tubuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang kurang energi kronis (KEK) atau LILA < 23,5 cm sebanyak 34,5%, sedangkan yang tidak kurang energi kronis (non KEK) atau LILA nya > 23,5 cm sebanyak 32,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja dengan status gizi (KEK) mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia gizi besi dibandingkan yang tidak KEK. Hal ini dapat dijelaskan bahwa terbentuknya haemoglobin dalam darah dipengaruhi pula oleh ketersediaan zat-zat gizi lain seperti protein. Sehingga hal ini dimungkinkan pekerja yang mempunyai status Lila nya kurang baik kemungkinan untuk mengalami anemia cukup besar. Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status LILA dengan kejadian anemia (p=0,551 > α = 0,05). Keadaan LILA merupakan gambaran cadangan makanan di dalam tubuh, bila seseorang mempunyai LILA yang baik maka cadangan makanan di dalam tubuh juga baik. LILA bagi pekerja wanita harus diperhatikan, mengingat fungsi dan peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga yang secara kodrati akan mengalami kehamilan, melahirkan anak dan memberikan ASI bagi bayinya. Oleh karena itu seorang ibu harus mempunyai cadangan makanan yang cukup dalam tubuh agar dapat menjalankan peranannya baik sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah / pekerja dengan baik. Indeks massa tubuh (IMT) adalah merupakan gambaran tentang postur tubuh seseorang. Indikator ini digunakan dengan membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebagian besar responden (59,1%) mempunyai IMT normal (18,5-25). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus gizi baik. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kejadian anemia pada pekerja wanita (p=0,701 > α : 0,05). 3.Status anemia Dari hasil pemeriksaan darah reponden, menunjukkan bahwa kadar Hb responden sebagian besar (66,6%) dalam kategori normal (tidak anemia). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi responden berdasarkan kadar Hb dalam keadaan normal. Pembentukan haemoglobin (Hb) sangat dipengaruhi dan sangat tergantung cukup tidaknya asupan zat gizi lain seperti protein, zat besi dan vitamin C. Menurut Darwin Karyadi (1996), bahwa konsumsi zat gizi dari makanan diharapkan seimbang dalam kandungan zat gizinya, sehingga proses metabolisme tubuh akan bekerja dengan optimal. Sebaliknya apabila salah satu zat gizi tidak terpenuhi, maka metabolisme tubuh tidak dapat bekerja dengan optimal pula.
10
SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : :1) Berdasarkan lingkar lengan atas, diperoleh hasil bahwa pekerja wanita dengan kurang energi kronis (KEK) mengalami anemia gizi besi sebesar 34,5% .2) Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), diperoleh hasil pekerja wanita yang mengalami anemia gizi besi adalah status gizi kurus sebesar 30,2%, normal 35% dan gemuk 32,7%. 3) Ditemukan sebanyak 33,40% pekerja wanita mengalami anemia gizi besi. 4) Tidak ada hubungan antara karakteristik responden (usia, status pernikahan, pendidikan), status gizi (LILA dan IMT) dengan anemia gizi besi.
SARAN 1) Perlu pendekatan baru untuk menanggulangi masalah, terutama pekerja dengan memprioritaskan faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan anemia gizi besi 2) Perlu dikaukan penelitian lebih lanjut, faktor-faktor penting lainnya dengan menggunakan sample yang lebih besar.
*) Widyaiswara Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI
11
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 1995, Tiga Belas Pesan Dasar Gizi Seimbangrogram Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI, 2001, Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta, Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI, 2005, Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah (TTD), untuk Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta, Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes RI, 2006, Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2002, Jurnal Data dan Info 2001, Prevalensi Anemia Ibu Hamil di Jawa Timur dan Prevalensi WUS di 30 Kab/Kota Propinsi Jawa Timur), Surabaya Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2006, Hasil Kajian Data Anemia WUS di Pondok Pesantren Propinsi Jawa Timur, Surabaya Kuntoro, Purnomo Windhu, dkk, 2007, Modul SPSS, Bagian Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya Muhilal, 1998, Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan, Jakarta, Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Notoatmojo, 1992, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Karnisius, Yogyakarta Nursalam, 2002, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta Suhardjo, 1985, Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak, Karnisius, Yogyakarta, WHO, 2002, Physical Status, The Use And Interpretation of Antropometri Report of a WHO Expret Committe, WHO, Genewa
12