FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DI DESA DALAM PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN BOJONEGORO PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Wahyu Rusmitawati, Ede Surya Darmawan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Kebidanan Komunitas ABSTRAK Faktor penting dalam tingginya angka kematian maternal di negara berkembang adalah pelayanan kesehatan, penanganan yang tidak tepat/kurang memadai oleh petugas kesehatan dilaporkan ikut berperan dalam 11 sampai 47 persen. Pemberian pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas diperkirakan akan menurunkan AKI sampai 20%. Kematian ibu bisa dicegah bila komplikasi kehamilannya dapat dideteksi secara dini dan mendapat pertolongan pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat melalui pelayanan antenatal dengan pencatatan yang benar sesuai standar antenatal care. ANC merupakan salah satu aspek dari kinerja bidan di desa, dimana secara kuantitas diukur dengan pencapaian cakupan K1 dan K4 dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimum. Cakupan K4 Kabupaten Bojonegoro belum mencapai target selama 3 tahun dan pada tahun 2011 hanya ada 10 Puskesmas yang sudah mencapai target. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tentang kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tersebut. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional. Hasil penelitian menunjukkan kinerja bidan di desa yang baik 69,9%. Variabel yang mempunyai hubungan dengan kinerja bidan adalah supervisi dan kelengkapan sarana. Kata kunci: Antenatalcare, kinerja bidan di desa, kelengkapan sarana dan supervisi ABSTRACT The key factor of high maternal mortality rate in developed country is health care. Besides, improper and inadequate treatment is also part of it with 11-47 percent participation. Administering quality basic health care is expected to lower maternal mortality rate (AKI) to 20 percent. Maternal mortality can be prevented if pregnancy complication is to be detected early and treated with correct and quick health care through antenatal care suited to its recording standard. ANC is one of performance of rural midwives aspects, where its quantity is measured with achievement range K1 and K4 according to Minimum Service Standard. K4 range in Bojonegoro county does not reach its target for three years and there are only 10 clinics that have reached target in 2011. The research objective is to comprehend the big picture about the performance of rural midwives in antenatal care and the factors associated with it. This study uses cross-sectional design. The results show good performance of rural midwives of 69.9%. Variables that have a relationship with the performance of midwives are supervision and completeness of facilities. Keywords: Antenatal care, performance of rural midwives, supervision, completeness of facilities.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
PENDAHULUAN Menurut WHO dalam Edwards Grace14 di seluruh dunia sekitar 600.000 wanita berusia 15 dan 49 tahun meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Derajat kesehatan masyarakat telah menunjukkan perbaikan, seperti dapat dilihat dari penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB)7. Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari 307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007 dan AKB 34/1000 KH pada tahun 2007 menjadi 32/1000 KH pada tahun 2012 3. Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR), selain dijadikan suatu indikator kesehatan wanita, AKI juga menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektivitas sektor kesehatan6. Salah satu faktor yang penting dalam tingginya angka kematian maternal di negara berkembang adalah pelayanan kesehatan, penanganan yang tidak tepat /kurang memadai oleh petugas kesehatan dilaporkan merupakan faktor yang ikut berperan dalam 11 sampai 47 persen kejadian kematian maternal7,22. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas diperkirakan akan dapat menurunkan AKI sampai 20%5. Hal ini penting karena diperkirakan sekitar 15-20% dari seluruh ibu hamil akan mengalami keadaan resiko tinggi dan komplikasi obstetri, yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janin5. Seperti yang diungkapkan BP4K1 bahwa kematian ibu bisa dicegah bila komplikasi kehamilannya dapat dideteksi secara dini dan mendapat pertolongan pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat. Pencegahan komplikasi kehamilan dan deteksi dini risiko tinggi dapat dilakukan melalui pelayanan antenatal dengan pencatatan yang benar sesuai standar antenatal care, yang dilanjutkan dengan persiapan dan pertolongan persalinan yang memadai sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya gangguan dalam proses persalinan dan pertolongan oleh tenaga yang terampil. ANC merupakan salah satu aspek dari kinerja bidan di desa, dimana secara kuantitas diukur dengan pencapaian cakupan K1 dan K4 dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimum (SPM). Sedangkan secara kualitas kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal diukur dengan Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Berdasarkan data profil kesehatan Propinsi Jawa Timur Tahun 2011 cakupan K1 sebesar 96,63 % dari target sebanyak 100% dan K4 sebesar 86,7% dari target sebanyak 95%. Sedangkan data profil kesehatan Kabupaten Bojonegoro cakupan K4 selama 3 tahun berturut-turut10,11,12 adalah 85.04%, 85.02%, 90.63%, dan pada tahun 2011 dari total 36 puskesmas, yang sudah mencapai target K4 hanya 10 puskesmas. Masih rendahnya cakupan K4 memberikan gambaran awal adanya permasalahan pada kinerja bidan di desa.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal di Kabupaten Bojonegoro tahun 2013 dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa tersebut, dilihat dari variabel individu (umur, pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti dan lama kerja) dan variabel organisasi (beban kerja tambahan, insentif, supervisi dan kelengkapan sarana). TINJAUAN TEORI Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya19. Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja dalam upaya peningkatan produktivitas organisasi dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan18. Dalam Simanjuntak31 disebutkan bahwa penilaian kinerja atau evaluasi kinerja individu dapat dilakukan oleh: (1)atasan langsung; (2)evaluasi diri sendiri (self assesment); (3)tim penilai khusus; (4)pihak terkait. Pendapat Timpe33 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eskternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti: perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Faktor eskternal dan faktor internal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Sedangkan menurut Gibson16 ada tiga faktor yang berpengaruh pada kinerja seseorang, yaitu: (1) Faktor individu: kemampuan dan keahlian (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman) dan demografi (umur, asal-usul, jenis kelamin); (2) faktor psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi; (3) faktor organisasi: sumber daya, kepemimpinan, penghargaan/imbalan, struktur dan desain pekerjaan (supervisi dan kontrol).
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
Bidan di desa adalah: Bidan yang berstatus Pegawai Negeri (PN) dan berstatus pegawai tidak tetap (PTT) yang ditempatkan di desa mempunyai wilayah kerja 1 sampai 2 desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan kebidanan di dalam maupun diluar jam kerjanya bidan harus bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas36. Tujuan utama penempatan bidan di desa yaitu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan Posyandu dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, bayi, anak balita dan angka kelahiran serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Tugas pokok bidan di desa diprioritaskan sebagai pelaksana pelayanan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas, pelayanan KB, pelayanan kesehatan bayi dan pembinaan dukun bayi. Sedangkan fungsinya adalah memberikan pelayanan kesehatan, khususnya pelayan KIA termasuk KB, di wilayah desa tempat tugasnya. Pelayananan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian program kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan23. Secara umum tujuan antenatal care adalah menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Pemeriksaan antenatal di tingkat puskesmas dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal dimulai dengan urutan sebagai berikut8: anamnesa, pemeriksaan umum, penanganan tindak lanjut kasus, pemberian obat-obatan: imunisasi TT dan tablet Fe, pencatatan hasil pemeriksaaan antenatal dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang efektif METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional, dilakukan di Kabupaten Bojonegoro pada bulan April-Mei 2013. Populasi penelitian adalah seluruh bidan di desa yang ada Kabupaten Bojonegoro sebanyak 345 orang. Sampel penelitian dengan kriteria inklusinya bidan di desa yang memberikan pelayanan antenatal di wilayah kerja Kabupaten Bojonegoro yang bersedia menjadi responden, sehingga diperoleh jumlah sampel 83 orang, metode pengambilan sampel yang dipilih adalah cluster sampling. Dalam penelitian ini yang dimaksud cluster adalah puskesmas. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden untuk mendapatkan data mengenai kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal dan faktor-faktor yang berhubungan yaitu variabel individu (umur, pendidikan terakhir, pelatihan yang diikuti dan lama kerja) dan variabel organisasi (beban kerja tambahan, insetif, supervisi dan kelengkapan sarana).
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
Analisis data menggunakan analisis univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing. Analisis bivariat untuk mengetahui dan menguji kemaknaan hubungan dari masing-masing variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen (variabel terikat). Kemaknaan diukur dengan menggunakan derajat kemaknaaan (nilai p) 5%. Kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal diukur dengan instrumen baku dari Standar Pelayanan Kebidanan yang ditetapkan Depkes, dimana responden diminta menentukan skor 1 sampai 4 untuk variabel kinerja dengan 63 pertanyaan. Kinerja dikatakan baik bilaskor yang didapat ≥80% skor maksimal. HASIL Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal cukup baik (69,9%). Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik dan Kinerja di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013 Variabel
Kategori
Kinerja Bidan Umur Pendidikan Pelatihan Masa kerja Beban kerja tambahan Insentif Supervisi Kelengkapan sarana
Baik Kurang baik Tua (≥mean) Muda (< mean) D3 kebidanan D4 kebidanan Pernah Tidak pernah Baru (≤mean) Lama (>mean) Tidak ada Ada Tidak baik (<mean) Baik (≥mean Kurang baik Baik Tidak lengkap Lengkap
Jumlah (N=83) 58 25 44 39 70 13 11 38 36 47 45 38 52 31 40 43 61 22
% 69,9 30,1 53 47 84,3 15,7 15,7 45,8 43,4 56,6 54,2 45,8 62,7 37,3 48,2 51,8 73,5 26,5
Dari Tabel 1 diatas diketahui sebanyak 53% bidan berumur ≥36,05 tahun, dengan pendidikan mayoritas adalah D3 kebidanan (84,3%) dan dari distribusi pelatihan yang diikuti
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
hanya 15,7% yang pernah mengikuti pelatihan. Dilihat dari masa kerja, sebagian besar 56,6% bidan memiliki masa kerja > 13,5 tahun. Bidan di desa yang mempunyai beban kerja tambahan sebanyak 38 orang (45,8%). Persepsi terhadap insentif yang diterima yang menyatakan tidak baik sebesesar 62,7%, sedangkan persepsi terhadap supervisi yang baik sebanyak 51,8 %. Sebagian besar bidan di desa memiliki kelengkapan sarana yang tidak lengkap yaitu 73,5%. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Yang Diamati Kinerja Variabel
Umur Pendidikan Pelatihan Masa kerja Beban kerja tambahan Insentif Supervisi Kelengkapan sarana
Kategori
Total
Kurang
Baik
baik
p value
n
%
n
%
N
%
Tua (≥mean)
34
77,3
10
22,7
44
100
Muda (< mean)
24
61,5
15
38,5
39
100
D4 kebidanan
8
61,5
5
38,5
13
100
D3 kebidanan
50
71,4
20
28,6
70
100
Pernah
9
81,8
2
18,2
11
100
Tidak pernah
49
68,1
23
31,9
72
100
Baru (≤mean)
22
61,1
14
38,9
36
100
Lama (>mean)
36
76,6
11
23,4
47
100
Ada
25
65,8
13
34,2
38
100
Tidak ada
33
73,3
12
26,7
45
100
Baik (≥mean
21
67,7
10
32,3
31
100
Tidak baik (<mean)
37
71,2
15
28,8
52
100
Baik
39
90,7
4
9,3
43
100
Kurang baik
19
47,5
21
25,5
40
100
Lengkap
21
95,5
1
4,5
22
100
Tidak lengkap
37
60,7
24
39,3
61
100
0,19 0,52 0,49 0,20 0,61 0,94 0,00 0,002
PEMBAHASAN Penelitian ini mengunakan data primer, dimana responden mengisi sendiri kuesioner (self administered questionare), sehingga dalam pengisian kuesioner dibutuhkan pemahaman yang baik dari responden agar dapat mengisi pertanyaan dan pernyataan sesuai dengan respon
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
yang diinginkan peneliti. Pengisian kuesioner tidak tepat juga bisa dikarenakan jawaban responden bersifat subyektif karena berdasarkan apa yang diingat responden dan tergantung dari kejujuran responden, selain itu juga peneliti tidak melakukan observasi langsung saat responden memberikan pelayanan antenatal dan melakukan cross check terhadap pencapaian cakupan kinerja bidan dalam pelayanan antenatal. Adanya perasaan takut, malu, khawatir terhadap kinerja menyebabkan terjadinya bias informasi. Upaya untuk menghindari hal ini, maka diberikan pemahaman terlebih dahulu kepada responden bahwa data yang diberikan hanya untuk kepentingan penelitian semata, tidak mempengaruhi hasil kinerja responden. Pada pertanyaan variabel pelatihan hanya terbatas pada pernah dan tidak pernah mengikuti pelatihan, serta manfaatnya. Akan tetapi kualitas dan kuantitas pelatihan yang didapat tidak diketahui, sehingga tidak dapat diketahui pelatihan bagaimana yang sebaiknya diperlukan oleh bidan desa dalam pelayanan antenatal. Variabel beban kerja tidak dapat mengetahui sejauh mana pekerjaan tersebut mengganggu kelancaran pelaksanaan pelayanan antenatal. Umar34 mengatakan bahwa kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi akibat konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap layanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu/kualitas tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan bahwa kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar besar berkinerja baik 69,9%, sedangkan 30,1% kurang baik. Penelitian ini memberi gambaran bahwa masih ada bidan di desa di Kabupaten Bojonegoro dalam pelayanan antenatal kurang mengacu pada Standar Pelayanan Kebidanan, sehingga diperlukan upaya yang intensif dalam pembinaan teknis baik dari pihak Dinas Kesehatan maupun pihak Puskesmas yang penekanannya pada pelayanan antenatal sesuai Standar Pelayanan Kebidanan. Selain itu juga menekankan kembali tugas dan kompetensi bidan di desa pada saat supervisi, karena mereka merupakan lini terdepan dalam pelayanan antenatal. Proporsi responden berumur tua mempunyai kinerja baik adalah sebesar 77,3%, lebih tinggi dibandingkan proporsi responden berumur muda yang mempunyai kinerja baik sebesar 61,5%. Peneliti berasumsi bahwa hal ini bisa dimungkinkan karena semakin tua usia seseorang, maka semakin banyak jumlah pasien yang ditangani dalam pelayanan antenatal sehingga diperoleh banyak pengalaman dan lebih bijaksana dalam pengambilan keputusan yang akan berkorelasi positif terhadap kinerjanya. Usia harus mendapatkan perhatian karena
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Akan tetapi hasil analisis hubungan antara umur dengan kinerja menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil survey di Amerika Serikat yang menunjukkan 93% pekerja usia lanjut sama baiknya dengan usia muda4. Penelitian Riyani24 juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kinerja walaupun perbedaan proporsinya cukup tinggi. Responden dengan pendidikan D4 kebidanan mempunyai kinerja baik 61,5%, sedangkan responden yang berpendidikan D3 kebidanan yang mempunyai kinerja baik sebanyak 50 orang (71,4%). Hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara responden yang berpendidikan D3 kebidanan dan D4 kebidanan untuk mempunyai kinerja baik sejalan dengan peneltian Swisari32 di Kota Serang. Hal ini dimungkinkan karena peneliti membagi pendidikan dengan pendidikan D3 kebidanan dan D4 kebidanan, dimana semuanya sudah memenuhi standar minimal pendidikan bidan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan mencantumkan bahwa bidan yang melaksanakan praktik di berbagai tatanan pelayanan adalah bidan dengan kualifikasi pendidikan D3 kebidanan, sehingga mereka mempunyai kompetensi minimal klinik yang sama. Notoatmodjo21 menyatakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidkan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan khusus bagi seseorang atau sekelompok orang. Proporsi responden yang pernah mengikuti pelatihan antenatal mempunyai kinerja baik sebesar 81,8% lebih banyak dibadingkan dengan yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Samsudin29 menyatakan bahwa pelatihan mengajarkan keahlian baru, memperbaiki keahlian yang ada, dan mempengaruhi sikap dan tanggung jawab para karyawan. Akan tetapi pada hasil analisis disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pelatihan antenatal dengan kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal, hal ini dimungkinkan karena responden yang mengikuti pelatihan hanya sedikit yaitu 13,3% sehingga tidak memberikan variasi pada kelompok secara keseluruhan. Tidak terjadinya peningkatan kinerja yang signifikan dari responden yang mengikuti pelatihan dimungkinkan karena pelatihan yang diberikan belum dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan bidan, pelatihan yang diikuti sudah terlalu lama dan tidak ada penyegaran kembali sehingga tujuan pelatihan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik ataupun karena waktu pelatihan yang terlalu singkat sehingga berkorelasi terhadap kualitas materi yang diberikan dalam pelatihan oleh karenanya pelatihan menjadi tidak berhubungan signifikan dalam penelitian ini.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
Hasil analisis lama kerja tidak menunjukkan hubungan dengan kinerja bidan, sejalan dengan pendapat Siagian30 menyatakan masa kerja tidak berhubungan dengan kinerja seseorang, semakin senior seseorang pekerja bukanlah berarti akan lebih baik kinerjanya karena pengalaman lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya, tetapi belum menjamin bahwa mereka lebih produktif daripada karyawan yang belum lama bekerja Muchlas20. Proporsi responden yang mempunyai masa kerja lama mempunyai kinerja baik sebanyak 36 (76,6%) responden, dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden yang mempunyai masa kerja lama mempunyai kinerja baik lebih banyak daripada yang masa kerja baru. Hasil penelitian bertolak belakang dengan dengan pendapat Gibson16 yang menyatakan bahwa lamanya masa tugas dan mengelola kasus berhubungan dan berpengaruh terhadap ketrampilan seseorang, dimana pengalaman adalah latar belakang yang menentukan secara tidak langsung kinerja dan perilaku personil. Pendapat ini didukung oleh Robbins25 yang menyatakan masa kerja seseorang berkaitan dengan pengalaman seseorang dalam bidangnya dan terdapat suatu hubungan yang positif antara senioritas (masa kerja) dengan produktifitas (kinerja). Berdasarkan pengamatan kemungkinan bidan di desa dalam melaksanakan tugas sehari-hari di polindes sudah terbiasa dengan rutinitas pekerjaanya dan kemungkinan kurang terbiasa untuk bekerja sesuai dengan Standar Pelayanan Kebidanan, sehingga lamanya masa kerja tidak berkontribusi positif terhadap kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal. Menurut Ruhimat26, beban kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan perkerjaan yang dilakukan, beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Responden yang mempunyai tugas rangkap sedikit lebih kecil daripada yang tidak mempunyai tugas rangkap. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya tenaga magang yang ada di puskesmas sehingga sebagian tugas dibantu oleh tenaga tersebut. Proporsi responden yang tidak ada beban kerja dan berkinerja baik sebanyak 33 orang (73,3%), sedangkan hasil analisis disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang antara beban kerja dengan kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal. Dari hasil pengamatan di lapangan, kurangnya petugas mengharuskan seseorang dapat melakukan tugas di setiap bagian. Walaupun bidan di desa mempunyai tugas rangkap, namun pada suatu waktu pelayanan hanya dilakukan pada satu bagian saja, sehingga tugas rangkap tersebut tidak mempengaruhi kinerja. penelitian ini sejalan dengan Riyani24 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan kinerja bidan dalam melakukan
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
pelayanan antenatal. Hal tersebut bertentangan dengan teori Gibson16 yang menyatakan jika pekerjaan hanya terdiri dari sejumlah tugas terbatas, karyawannya dapat menjadi ahli dalam melaksanakan tugas tersebut. Responden yang mendapatkan insentif baik memiliki kinerja baik sebanyak 21 orang (67,7%), sedangkan responden yang mendapatkan insetif kurang baik memiliki kinerja baik 37 orang (71,2%). Tidak adanya hubungan hubungan antara insentif yang diterima bidan dengan kinerja dimungkinkan karena insentif yang diterima dianggap dalam jumlah kecil dan dinilai kurang memadai sehingga tidak cukup untuk memotivasi bidan memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya. Selain itu insentif yang diterima jumlahnya relatif sama dengan tenaga kesehatan yang lain sehingga tidak dapat memacu untuk mendapatkan insentif yang lebih baik. Oleh karenanya diharapkan pihak Puskesmas atau Dinas Kesehatan lebih memprioritaskan pemberian insentif berdasarkan beban kerja, selain itu hendaknya insentif diberikan tepat waktu sehingga bidan lebih termotivasi untuk berkinerja lebih baik. Hasil penelitian Riyani24 menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara insentif yang diperoleh bidan dengan kinerja bidan dalam melakukan pelayanan antenatal di Puskesmas Kota Bandar Lampung. Endang15 dan Nining17 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penghasilan tambahan dengan kinerja bidan, sesuai dengan Ilyas18 menyatakan bahwa insentif (imbalan) berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja. Begitu juga pendapat Gibson16 bahwa imbalan ekstrinsik dan intrinsik dapat digunakan untuk memotivasi, karyawan akan mengerahkan upaya untuk mencapai tingkat prestasi tinggi. Seseorang yang mendapatkan supervisi dari atasannya akan akan merasa mendapatkan perhatian dan dorongan sehingga menumbuhkan motivasi untuk bekerja lebih baik sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, supervisi yang baik juga akan memberikan masukan, bimbingan dan umpan balik kepada bidan sehubungan dengan kinerjanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 43 responden yang mendapatkan supervisi yang baik dari atasan mempunyai kinerja baik sebesar 90,7% (39 orang) dan supervisi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal. Rumisis27 dimana bidan yang mendapatkan supervisi mempunyai peluang 5 kali untuk mempunyai kinerja baik dibandingkan dengan bidan yang tidak mendapatkan supervisi. Menurut Ilyas18 dinegara berkembang seperti Indonesia, supervisi dan kontrol masih sangat penting pengaruhnya dengan kinerja individu. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
berasumsi bahwa dalam pelaksanaan supervisi harus memperhatikan unsur-unsur supervisi sehingga bisa memberikan manfaat. Supervisor hendaknya mempunyai pengetahuan tentang pelayanan antenatal yang sesuai dengan Standar Pelayanan Kebidanan, karena bidan memerlukan bimbingan teknis dari atasan. Disamping itu menurut Umar35 yang tak kalah pentingnya adalah hubungan yang harmonis antara supervisor dengan bawahan, sebab hubungan yang tidak harmonis menjadi stessor tersendiri bagi bidan di desa sebagaimana pernyataan Cowford, dkk (1993) yang dikutip Ilyas18 menyatakan bahwa salah satu faktor yang signifikan terhadap kinerja adalah hubungan yang harmonis antara personel dan penyelia (supervisor). Oleh karena itu supervisi hendaknya dibuat senyaman mungkin sehingga tidak ada kesenjangan antar supervisor dan bawahan. Supervisi yang dilakukan hendaknya dilakukan lebih intensif, dengan fokus supervisi tersebut mencakup menetapkan masalah dan prioritasnya, menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya serta menilai hasil yang dicapai untuk menentukan tindak lanjut. Menekankan kembali tugas dan kompetensi bidan di desa pada saat supervisi, karena mereka merupakan lini terdepan dalam pelayanan antenatal. Dedikasi, kemapuan kerja, ketrampilan dan niat yang besar untuk mewujudkan prestasi kerja tidak akan besar manfaatnya tanpa didukung sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Sarana dalam penelitian ini adalah peralatan pelayanan antenatal yang sesuai standar. Depkes37 menyatakan bahwa salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang upaya kesehatan baik tingkat individu maupun masyarakat. Green (1980) dalam Notoatmodjo21 menyatakan bahwa kesediaan sumber daya dan sarana merupakan faktor pendukung seseorang untuk berperilaku (termasuk kinerja). Hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi bidan di desa mempunyai sarana lengkap berkinerja baik sebanyak 95,5% (21 orang), dan analisis hubungan menunjukkan hubungan yang signifikan antara kelengkapan sarana dengan kinerja bidan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nining17, Umar35 dan Riyani24 yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sarana dengan kinerja bidan. Bekerja memerlukan alat-alat atau perlengkapan yang cocok, peralatan merupakan jembatan antara kerja dan pekerjaan dan harus cocok kedua-duanya, peralatan dapat dipakai untuk mekanisme atau untuk mengautomasikan masing-masing dengan penerapan analisis, sintesis menjadi proses produksi. Adanya beberapa kendala tersebut akan mempengaruhi hasil yang didapat dalam pelayanan antenatal.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro diharapkan mengganti peralatan yang sudah rusak atau sudah tidak layak pakai yang dimiliki bidan desa sehingga akan memperlancar pekerjaan dalam pelayanan antenatal disamping itu mendistribusikan pengadaan alat dan obat yang memadai secara langsung kepada bidan desa sehingga apabila diperlukan mudah untuk mendapatkannya. SIMPULAN Kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal di Kabupaten Bojonegoro sebanyak 69,9% bidan di desa yang mempunyai kinerja baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal adalah supervisi dan kelengkapan sarana. Kinerja bidan di desa dalam pelayanan antenatal tidak dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, lama kerja, beban kerja tambahan dan insentif. SARAN Disarankan kepada Puskesmas agar supervisi yang dilakukan hendaknya dilakukan lebih intensif, dengan fokus supervisi tersebut mencakup menetapkan masalah dan prioritasnya, menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya serta menilai hasil yang dicapai untuk menentukan tindak lanjut. Menekankan kembali tugas dan kompetensi bidan di desa pada saat supervisi, karena mereka merupakan lini terdepan dalam pelayanan antenatal. Mengadakan pertemuan rutin minimal satu bulan sekali dengan semua bidan di desa sekaligus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap semua kegiatan bidan di desa, dimana kegiatan tersebut dilakukan tidak bersamaan dengan mini lokakarya. Mengusulkan secara kontinyu ke pihak Dinas Kesehatan untuk pengadaan peralatan pelayanan antenatal yang belum dimiliki bidan di desa sampai semua peralatan terpenuhi. IBI cabang hendaknya memfasilitasi seminar tentang pelayanan kebidanan terutama tentang pelayanan antenatal, karena diharapkan dengan adanya penyegaran tentang ilmu yang didapatkan maka akan berkontribusi positif terhadap kinerja bidan di desa. DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2000. Modul Standar Pelayanan kesehatan Ibu Hamil untuk Petugas Kesehatan Puskesmas. Jakarta. 2. Badan Pusat Statistik. 2008. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
3. Badan Pusat Statistik. 2012. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta. http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusdu/Hasil%20Penelitian/SDKI%202012/Laporan% 20Pendahuluan% 4. Budiono. 2002. Pengantar Administrasi Kesehatan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 5. Depkes, RI. 2007. Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI.
6. _________. 2008. Panduan Pelaksanaan Strategi Making Pregnancy Safer dan Child Survival. Jakarta : Depkes RI. 7. _________. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan 2005Jakarta: Depkes RI.
2025.
8. _________. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 9. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. 2012. Selayang Pandang 2011, September 25,2012. http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile/dokumen/Selayang%20Pandang%202011%20A 6%20Update%2012%20Juni%202012.pdf
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. 2010. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009. Bojonegoro: Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro.
11. Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro.n2011. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2010. Bojonegoro: Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. 12. Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. 2012. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011. Bojonegoro: Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro.
13. Drucker. 1983. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Pustaka Binaan Presindo.
14. Edwards Grace, Byrom Sheena. 2010. Praktik Kebidanan : Kesehatan Masyarakat. (Alih bahasa Dwi Widiarti, Editor bahasa Indonesia, Eka Anisa Mardella. Judul asli Essential Midwifery practice : public health). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 15. Endang. 2007. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan di Desa dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Neonatal di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2002. Tesis Pascasarjana. Depok: FKM UI.
16. Gibson, L.James, Ivancevich, M.John dan Donnelly, H.James. 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses Jilid 1 edisi kelima cetakan ketujuh. Jakarta : Erlangga.
17. Herawaty, Nining. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan di Desa Dalam Pelayanan Antenatal dan Pertolongan Persalinan di Kabupaten Bekasi. Tesis Pascasarjana. Depok: FKM UI.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
18. Ilyas, Yaslis. 2012. Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian Cetakan keempat. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
19. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2010. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung : Refika Aditama.
20. Muchlas, M. 1994. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Yogyakarta: Program Pendidikan Pascasarjana Magister Manajemen Rumah Sakit UGM.
21. Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia cetakan keempat (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
22. Oxorn, Harry & Forte, William.R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinanan. Yogyakarta : Andi Offset.
23. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta: Bina Pustaka.
24. Riyani, Ida Retno. 2008. Determinan Kinerja Bidan Dalam melakukan Pelayanan Antenatal di Puskesmas Kota Bandar Lampung tahun. 2008. Tesis Pascasarjana. Depok: FKM UI.
25. Robbins, Steven. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Gramedia.
26. Ruhimat. 1993. Beban Kerja, Konsep dan Pengukuran. Yogyakarta: UGM.
27. Rumisis. 2002. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan di Desa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2002. Tesis Pascasarjana. Depok: FKM UI
28. Saifuddin, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
29. Samsudin, Sadli. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.
30. Siagian, Sondang. 1994. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Cetakan ke 11. Jakarta : CV Haji Massagung
31. Simanjuntak, J.Payaman. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 32. Swisari, Gita. 2010. Analisis Kualitas Kinerja Bidan dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Neonatal di Kota Serang. Tesis Pascasarjana. Depok: FKM UI.
33. Timpe, Dale. A. 2000. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Kinerja cetakan kelima.Jakarta: Elex Media Komputindo.
34. Umar, Husein. 2005. Evaluasi Kinerja Perusahaan Teknik Evaluasi Bisnis dan Kinerja Perusahaan secara Komprehensif Kuantitatif dan Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013
35. Umar. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Bidan di Desa dalam Pelayanan Antenatal (ANC) berdasarkan Standar Pelayanan Kebidanan di Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi tahun 2007. Tesis Pascasarjana. Depok: FKM UI. 36. Depkes, RI. 1993. Panduan Bidan di Desa. Jakarta: Depkes RI. 37. Depkes, RI. 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010. Jakarta: Depkes RI.
Faktor-faktor..., Wahyu Rusmitawati, FKM-UI, 2013