FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FREKUENSI TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAJAH I KABUPATEN DEMAK , Abstrak Saat ini diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Ditinjau dari angka kesakitan dan kematian. Berdasarkan penelitian survai Depkes pernah dilakukan diketahui bahwa angka kesakitan diare masih tinggi yaitu pada semua kelompok umur sebanyak 280 kasus per 100 penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi terjadinya diare pada balita Di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak”. Jenis penelitian ini adalah diskriptif korelasi yaitu peneliti melakukan pengukuran variabel dependen dan independen, kemudian menganalisa data yang terkumpul dan mencari hubungan antar variabel dengan menggunakan pendekatan cross sectional , penelitian diatur dan data dikumpulkan dalam waktu bersamaan, Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai balita yang menderita diare yang dibawa ke Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak yaitu sebanyak 70 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Analisa yang digunakan menggunakan analisa non parametrik dengan rumus uji chi square. Menunujukkan bahwa tidak ada hubungan faktor kualitas sumber air dan kebersihan jamban dengan frekuensi terjadinya diare pada balita Di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Ada hubungan antara faktor tingkat pengetahuan ibu, perilaku mencuci tangan ibu, antara faktor status pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan status gizi balita dengan terjadinya diare pada balita Di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Hasil penelitian mununjukkan bahwa perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat khususnya pada ibu-ibu yang memilki balita untuk diberikan penyuluhan mengenai penyakit diare. Kata Kunci: faktor, frekuensi diare. Abstract In this time diarrhea was society health problem in Indonesia evaluated from number of illness and death. Based of research survey Health Departement ever done we know that number or diarrhea diseases are still high that at all group age there are 280 cases per 1000 society. Objective of this research was to know factors related to frequency the happened or diarrhea on children under five years in Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. The type of this research was Corelation descriptive there was reseacher will to measurement of dependent and independent variable later than will analysis data gathered to look for relation between variable by using approach of sectional cross, research arranged and data collected during at the same time. Sample at this research is mothers having children under five year who experience diarrhea that brought her children to Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak with amount of 70 responder with technique intake sampel by consecutive sampling. The data analysis used non parametric analysis with chisquare. The result of research show that no correlatoin between, source water quality, and latrine hygiene with frequency the happening or diarrhea at children under five years in Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. There was correlation between mother knowledge level, cleaning hand behavior, mother work status factor, mother education level, nutrition status of children under five years with frequency the happening or diarrhea at children under five years Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. The result of research shows that socialization to society needed especially to mother having children under five year to give counseling about diarrhea disease. Keyword: factor, frequency of diarrhea.
PENDAHULUAN Di negara berkembang, balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun (Soebagyo, 2008). Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupun perempuan, penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia, anak-anak menderita lebih dari 12 kali diare per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 1534% dari semua penyebab kematian (Depkes, 2010). Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak, konsistensi encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Masyarakat perlu memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi terjadinya diare diantaranya umur ibu, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan ibu, perilaku mencuci tangan ibu, hygiene dan sanitasi (meliputi kualitas sumber air dan kebersihan jamban), status gizi balita (Suharyono, 2003). Semakin tua umur ibu maka kesiapan dalam mencengah diare akan semakin baik, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik dalam mengatasi masalah diare sedangkan ibu yang tidak memilki pekerjaan serta pendapatan keluarga yang kurang maka dalam penanaganan diare akan lambat, dalam hal ini terkendala oleh biaya, begitu pula pengetahuan ibu yang baik, memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan baik, serta pengadaan sumber air bersih, dan penggunaan jamban yang bersih dan benar maka balita akan terhindar dari diare (Suharyono. 2003). Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya interaksi yang timbal balik. Diare dapat mengakibatkan
gangguan
status
gizi
dan
gangguan
status
gizi
dapat
mengakibatkan diare. Gangguan status gizi dapat terjadi akibat dari penurunan
asupan zat gizi dikarenakan berkurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan cairan/ gizi akibat penyakit diare yang terus menerus sehingga tubuh lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi dengan infeksi diare pada anak balita. Apabila asupan makanan atau zat gizi kurang akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang menderita penyakit diare. Oleh sebab itu asupan makanan atau zat gizi harus diperhatikan agar tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh ( Suhardjo, 2003). Pada tahun 2011 di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak ditemukan kasus diare pada balita sebanyak 256 penderita. Diare merupakan salah satu penyakit yang masih banyak ditemukan pada balita terutama yang berhubungan dengan frekuensi terjadinya diare karena disebabkan oleh beberapa faktor. Begitu juga kasus-kasus diare pada balita yang banyak ditemukan di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Hal itu diperkuat dengan hasil dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap petugas Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak yang menunjukkan bahwa kasus diare yang terjadi pada balita khususnya frekuensi terjadinya diare pada balita disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah pengetahuan ibu mengenai diare, hygiene sanitasi, perilaku mencuci tangan ibu, pendidikan ibu, umur ibu, dan status gizi anak. Adapun tujuan dari penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi yaitu
penilitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan korelatif antara variabel independent dan variabel dependent. Sedangkan desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional yaitu peneliti mempelajari dinamika korelasi antara faktor- faktor resiko dengan efek dimana pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independet dan variabel dependent hanya satu kali dan secara bersama. Sampel
dalam penelitian ini adalah semua ibu dari balita yang mengalami diare yang dibawa ke Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak pada 29 Juni-7 Agustus 2012 yaitu sebanyak 70 responden. Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan tehnik consecutive sampling. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner dam lembar observasi yang telah di uji cobakan sebelumnya. Proses penelitian berlangsung dari minggu ke-4 Juni sampai dengan minggu ke-1 Agustus 2012. Data di analisis secara univariat, bivariat (chi-square). HASIL Hasil dari analisis univariat diperoleh bahwa sebagian besar jenis kelamin balita adalah perempuan, tingkat pengetahuan ibu adalah dalam kategori tidak baik, perilaku mencuci tangan ibu adalah dalam kategori tidak baik, tingkat pendidikan ibu adalah dalam kategori rendah, status pekerjaan adalah dalam kategori tidak bekerja, kualitas sumber air adalah dalam kategori baik, kebersihan jamban adalah dalam kategori tidak kotor, status gizi balita adalah dalam kategori buruk, frekuensi terjadinya diare adalah dalam kategori sering (tabel 1). Rata-rata umur ibu 27 tahun, rata-rata umur balita 19 bulan (tabel 2). Dari analisis bivariat diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara faktor tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita (tabel 3), ada hubungan antara perilaku mencuci tangan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita (tabel 4), ada hubungan antara faktor status pekerjaan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita (tabel 5), ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita (tabel 6), ada hubungan antara status gizi balita dengan terjadinya diare pada balita (tabel 7), tidak ada hubungan antara faktor kualitas sumber air dengan frekuensi terjadinya diare pada balita (tabel 8), dan tidak ada hubungan antara kebersihan jamban dengan frekuensi terjadinya diare pada balita (tabel 9).
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita, tingkat pengetahuan ibu, perilaku mencuci tangan ibu, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, kualitas sumber air, kebersihan jamban, status gizi balita, frekuensi terjadinya diare balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak Jenis kelamin balita Laki-laki Perempuan Total Tingkat pengetahuan ibu Baik Tidak baik Total Perilaku mencuci tangan ibu Baik Tidak baik Total Tingkat pendidikan ibu Rendah Menegah Total Status pekerjaan ibu Tidak bekerja Bekerja Total Kualitas sumber air Baik Tidak baik Total Kebersihan jamban Tidak kotor kotor Total Status gizi balita Normal Kurang Buruk Total Frekuensi terjadinya diare Jarang Sering Total
Frekuensi (n)
Presentase (%)
26 44 70
37.1 62.9 100
22 48 70
31.4 68.6 100
30 40 70
42.9 57.1 100
42 28 70
40 60 100
44 26 70
62.9 37.1 100
48 22 70
68.6 31.4 100
36 32 70
51.4 48.6 100
22 22 23 70
31.4 31.4 37.1 100
32 38 70
45.7 54.3 100
Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan umur ibu dan umur balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak Variabel
Mean
SD
Min -Max
95% CI
Umur ibu
27 tahun
4.877 tahun
18-36 tahun
25.22-27.85 tahun
Umur balita
19 bulan
12.951 bulan
2-48 bulan
16.08-22.65 bilan
Tabel 3 Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak Tingkat pengetahuan ibu
Frekuensi terjadinya diare pada balita Jarang sering n % n % 18 81.8 4 18.2
n 22
% 100
Tidak baik
14
29.2
34
70.8
48
100
Total
32
45,7
38
54.3
70
100
Baik
total
OR (95% CI)
P value
10.929 (3.133-38.124)
0.000
Tabel 4 Hubungan perilaku mencuci tangan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak Perilaku mencuci tangan ibu Baik Tidak baik Total
Frekuensi terjadinya diare pada balita Jarang sering n % n % 22 73,3 8 26,7
n 30
% 100
10
25
30
75
40
100
32
45,7
38
54,3
70
100
total
OR (95% CI)
P value
8.250 (2.801-24.3)
0.000
Tabel 5 Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Tingkat pendidi kan ibu
total
Frekuensi terjadinya diare pada balita Jarang sering n % N % 10 23.8 32 76.2
n 42
% 100
Meneg ah
22
78.6
6
21.4
28
100
Total
32
45.7
38
54.3
70
100
Rendah
OR (95% CI)
P value
0.085 (0.27-2.69)
0.000
Tabel 6 Hubungan status pekerjaan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak Status pekerjaan ibu Tidak bekerja
total
Frekuensi terjadinya diare pada balita Jarang sering n % n % 14 31.8 30 68.2
n 44
% 100
Bekerja
18
69.2
8
30.8
26
100
Total
32
45.7
38
54.3
70
100
OR (95% CI)
P value
0.207 (0.73-0.591)
0.005
Tabel 7 Hubungan kualitas sumber air dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Kualitas sumber air
Frekuensi terjadinya diare pada balita jarang sering n % n % 24 50 24 50
n 48
% 100
Tidak baik
8
36.4
14
63.6
22
100
Total
32
45.7
38
54.3
70
100
Baik
OR (95% CI)
P value
1.750 (0.621-4.935)
0.421
total
Tabel 8 Hubungan kebersihan jamban dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Kebersihan jamban Tidak kotor
Frekuensi terjadinya diare pada balita jarang sering n % n % 51.4 19 48.6 18
total n 37
% 100
Kotor
14
42.4
19
57.6
33
100
Total
32
45.7
38
54.3
70
100
OR (95% CI)
P value
1.286 (0.5-3.306)
0.778
Tabel 9 Hubungan status gizi balita dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Status gizi balita
Frekuensi terjadinya diare pada balita jarang
Total
P value
sering
Gizi normal
n 18
% 81.8
n 4
% 18.2
n 22
% 100
Gizi kurang
8
36.4
14
63.6
22
100
Gizi buruk
6
23.1
20
76.9
26
100
Total
32
45.7
38
54.3
70
100
0.000
PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu sebagian besar dalam kategori tidak baik. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di dapatkan nilai p sebesar 0,000 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Ernawanti (2008) yang menemukan bahwa pengetahuan berperan penting dalam mengenal masalah kesehatan seseorang dimana status kesehatan yang baik dapat menunjang kemampuan seseorang untuk hidup sehat, terutama terhindar dari berbagai penyakit di masyarakat khususnya penyakit yang menyerang anak misalnya diare. Pengetahuan tentang suatu hal akan mempengaruhi
seseorang
dalam
berperilaku.
Perilaku
seseorang
sangat
berhubungan erat dengan pengetahuan tantang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Pengetahuan ibu tenteng diare yang tepat dapat mengurangi atau mengatasi terjadinya diare pada anak, dimana ibu mengetahui gejala dan tanda diare maka dengan baik pula ibu dapat melakukan penanganan diare, begitu juga sebaliknya (Notoadmodjo,2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan ibu sebagian besar dalam kategori tidak baik. Hal ini menggambarkan rendahnya kesadaran ibu yang berhubungan dengan kebersihan yang merupakan bagian penting dalam penularan kuman penyakit, misalnya kuman diare. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di dapatkan nilai OR sebesar 10,929 dengan nilai p sebesar 0,000 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku mencuci tangan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ernawanti (2008) yang menemukan bahwa perilaku mencuci tangan merupakan salah satu pencengahan penularan kuman infeksi diare, dengan mengubah kebiasaan dari tidak mencuci tangan menjadi mencuci tangan dapat memutuskan penularan,
sehingga dapat mencengah atau mengurangi terjadinya diare pada anak. Semakin baik perilaku mencuci tangan maka semakin kecil pula kemungkinan terjadinya diare. Menurut Potter (2005), tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel di tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan infeksi. Menurut Notoadmodjo (2003), kebersihan pada ibu dan anak terutama dalam hal perilaku mencuci tangan setiap makan, merupakan suatu yang baik. Sebagian besar kuman infeksi diare ditularkan melalui jalur fecal-oral. Dapat ditularkan dengan masuknya ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum dan makanan. Kebiasaan dalam kebersihan adalah bagian penting dalam penularan kuman diare, dengan mengubah kebiasaan dari tidak mencuci tangan menjadi mencuci tangan dapat memutuskan penularan, sehingga dapat mencengah atau mengurangi terjadinya diare pada anak. Berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu sebagian besar dalam kategori rendah. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di dapatkan nilai OR sebesar 0,085 dengan nilai p sebesar 0,000 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat pendidikan ibu dengan frekuensi
terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sintamurniwaty (2006) yang memberikan kesimpulan bahwa pendidikan yang rendah akan memperbesar kemungkinan terjadinya diare, sehingga dengan perbaikan tingkat pendidikan ibu balita diharapkan insidensi diare pada balita akan menurun. Pendidikan ibu akan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku ibu dalam memelihara kesehatan diri dan balita karena ibu yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memperhatikan kesehatan diri dan anak. Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan
tekhnologi. Tingkat pendidikan turut
menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh terutama pengetahuan mengenai diare (Notoadmodjo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu sebagian besar dalam kategori tidak bekerja. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di dapatkan nilai OR sebesar 0,207 dengan nilai p sebesar 0,005 < α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Pekerjaaan adalah kegiatan tertentu yang harus dilakukan, terutama untuk menunjang kehidupan dan keluarganya (Nursalam, 2002). Pekerjaan ibu yang diperkirakan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu dan kesempatan ibu dalam memberikan pengetahuan responden yang bekerja lebih baik bila dibadingkan dengan pengetahuan responden yang tidak bekerja, semua itu disebabkan karena ibu yang bekerja diluar rumah (sektor formal) memilki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi (Depkes RI, 2002). Menurut Azwar (2005), status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada anak. Pada pekerjaan ibu atau keaktifan ibu dalam berorganisasi sosial berpengaruh pada kejadian diare anak. Dengan pekerjaan tersebut diharapkan ibu mendapat informasi tentang pencengahan diare. Terdapat 9,3 % anak menderita diare pada ibu yang bekerja, sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 12%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kualitas sumber air responden dalam kategori baik. Responden yang mempunyai kualitas sumber air yang tidak baik mereka berusaha mencari air dengan menyalurkan sumber air pada warga yang mempunyai kualitas sumber air yang baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada umumnya responden terlebih dahulu memasak air yang ingin dikonsumsi sampai mendidih, sehingga dimungkinkan dapat mencengah timbulnya sakit perut dan diare akibat air yang tidak matang yang kemungkinan mengandung bekteri penyebab penyakit pada saluran pencernaan. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di
dapatkan nilai OR sebesar 1,750 dengan nilai p sebesar 0,421 > α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas sumber air dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawanti (2008) bahwa tidak ada hubungan antara kualitas sumber air dengan frekuensi terjadinya diare balita
disebabkan karena masyarakat yang tidak
memiliki sumber air dengan kualitas baik mereka berusaha mendapatkan sumber air dengan kualitas baik dari masyarakat lainnya. Sebagian besar kuman-kuman infeksius penyebab diare ditulakan melalui jalur fecal-oral yang dapat ditularkan dengan masuknya kuman-kuman infeksius tersebut ke dalam mulut melalui cairan atau benda yang tercemar oleh tinja. Sumber air yang bersih baik kualitas maupun kuantitasnya akan dapat mengurangi tertelannya kuman penyebab diare oleh balita. Kualitas air minum hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan kesehatan, diusahakan mendekati persyaratan air sehat yaitu persyaratan fisik yang tidak berasa, bening atau tidak berwarna (Notoadmodjo,2003). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebersihan jamban sebagian besar dalam kategori tidak kotor. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di dapatkan nilai OR sebesar 1,286 dengan nilai p sebesar 0,778 > α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa
tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara kebersihan jamban dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Dengan adanya jamban dalam rumah mempengaruhi kesehatan lingkungan sekitar. Untuk mencengah atau mengurangi kontaminasi tinja dengan lingkungan maka tinja harus dibuang pada tempat tertentu. Agar menjadi yang sehat untuk daerah pedesaan harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengotori permukaan air disekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara (Notoadmodjo, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawanti (2008) bahwa tidak ada hubungan antara kebersihan jamban dengan frekuensi terjadinya diare balita disebabkan karena sebagian masyarakat sudah sadar akan perilaku hidup bersih terutama dalam hal
kebersihan jamban mereka. Kebersihan jamban merupakan salah satu pedoman dalam pencengahan diare. kondisi jamban yang bersih dan baik merupakan salah satu sarana yang penting dan berdampak pada kebersihan jamban serta berkaitan dengan terjadinya diare. hal ini perlu diperhatikan bahwa dengan kebersihan jamban yang baik dapat meningkatkan kebersihan lingkungan dan menurunkan pencemaran (Depkes, 2004). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi balita sebagian besar dalam kategori buruk. Berdasarkan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Chi-Square di dapatkan nilai p sebesar 0,000 > α (0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak. Ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya interaksi yang timbal balik. Terjadinya diare dapat mengakibatkan gangguan status gizi dan gangguan status gizi dapat mengakibatkan terjadinya diare. Gangguan status gizi dapat terjadi akibat dari penurunan asupan zat gizi dikarenakan berkurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan cairan/ gizi akibat penyakit diare yang terus menerus sehingga tubuh lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi dengan infeksi diare pada anak balita. Apabila asupan makanan atau zat gizi kurang akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang menderita penyakit diare. Oleh sebab itu asupan makanan atau zat gizi harus diperhatikan agar tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh ( Suhardjo, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sintamurniwaty (2006) bahwa pada balita penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering. Semakin buruk keadaan / status gizi balita, semakin sering dan berat diare yang diderita. Di duga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Status gizi mempengaruhi kejadian dehidrasi pada pasien diare, kejadian dehidrasi lebih sering dijumpai pada pasien yang memiliki status gizi
kurang dan buruk. Hal itu disebabkan karena pada pasien dengan status gizi kurang dan buruk akan terjadi atrofi vilus usus halus dan atrofi mukosa kolon yang akan menganggu penyerapan cairan pada usus dan menurunnya kapasitas reabsorbsi air dan elektrolit pada kolon yang kemudian akan menimbulkan dehidrasi (Pudjiadi, 2005). Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu terkait perolehan data dari responden, karena masih ada responden yang pada saat penilitian kurang maksimal dalam memberikan jawaban atau keterangan, sehingga kondisi ini menyebabkan kurang maksimalnya hasil jawaban yang diberikan responden. PENUTUP Hasil penelitian yang dilakukan terhadap di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak menunjukkan bahwa umur ibu sebesar 95% berada pada umur 25,22-27,85 tahun, umur balita sebesar 95% berada pada umur 16,08-22,65 tahun, jenis kelamin balita terbanyak adalah perempuan sebesar 62,9%. Tingkat pengetahuan ibu sebagian besar dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 68,8%. Perilaku mencuci tangan ibu sebagian besar
dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 57,1%.
Tingkat pendidikan ibu sebagian besar dalam kategori rendah yaitu sebanyak 60%. Status pekerjaan ibu sebagian besar dalam kategori tidak bekerja yaitu 62,9%. Kualitas sumber air sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 68,6%. Kebersihan jamban sebagian besar dalam kategori tidak kotor yaitu sebanyak 51,4%. Status gizi balita sebagian besar dalam kategori buruk yaitu sebanyak 37,1%. Frekuensi terjadinya diare pada balita sebagian besar dalam kategori sering yaitu 54,3%. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak dengan nilai OR sebesar 10,929 dan nilai p sebesar 0,000 < α (0,05). Ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak dengan nilai OR sebesar 8,250 dan nilai p sebesar 0,000 < α (0,05). Ada hubungan antara faktor pendidikan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten
Demak dengan nilai OR sebesar 0,085 dan nilai p sebesar 0,000 < α (0,05). Ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak dengan nilai OR sebesar 0,207 dan nilai p sebesar 0,005 > α (0,05). Tidak ada hubungan antara kualitas sumber air dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak dengan nilai OR sebesar 1,750 dan nilai p sebesar 0,421 > α (0,05). Tidak ada hubungan antara kebersihan jamban dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak dengan nilai OR sebesar 1,286 dan nilai p sebesar 0,778 > α (0,05). Ada hubungan antara faktor status gizi anak dengan frekuensi terjadinya diare pada balita di Puskesmas Gajah I Kabupaten Demak dengan nilai p sebesar 0,000 > α (0,05). Melihat dari hasil penelitian maka peneliti menyarankan kepada pihak puskesmas megenai pentingnya sosialisasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai balita supaya diberikan penyuluhan mengenai diare terkait cara pencengahan, mengatasi, serta sebab dan akibat yang ditimbulkan olah diare sehingga diharapkan dengan hal tersebut ibu-ibu mengerti dan dapat melakukan tindakan pencengahan serta mengerti cara merawat balita dengan diare. sedangkan untuk penelitian selanjutnya perlu melibatkan orang yang berpengaruh dalam masyarakat pada saat penilitian sehingga diharapkan pada saat pengambilan data, masyarakat benar-benar memberikan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan yang sesuai dengan kondisi yang dialami. Dan harapkan hasil dari penelitian ini bisa dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dari variabel-variabel yang belum diteliti pada penelitian ini, misalnya variabel pendapatan keluarga serta penelitian mengenai hubungan antara faktor infeksi, malabsorpsi atau makanan dengan kejadian diare pada anak. 1. 2. 3.
Kus Arifin: Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang Ns. Dera Alfiyanti, M.Kep: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Anak FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang Dr. Ir. Nurrahman, M. Si: Dosen Jurusan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang
KEPUSTAKAAN
Depkes, RI. (2002). Perencanaan Sumber Daya Manusia. Depkes RI Asian Development Bank Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Notoadmodjo. (2003). Pendidikan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Potter, P., Graffin, P.A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume I. Alih bahasa: Asih, Y., et. al,. Edisi 4. Jakarta: EGC Pudjiadi, S. (2005). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: FKUI Sinthamurniwaty. (2006). Faktor-Faktor Resiko Kejadian Fiare Akut pada Balita Studi Kasus di Kabupaten Semarang. Semarang: UNDIP Soebagyo. (2008). Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Suhardjo. (2003). Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius IKAPI Suharyono. (2003). Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta: FKUI