FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN PENEMUAN KASUS BARU TB BTA POSITIF DI PUSKESMAS WILAYAH KOTA BEKASI TAHUN 2012 Idris Ahmad*, Sandi Iljanto** Abstract Tuberculosis is a disease that caused by the Mycobacterium tuberculosis. In 2012, the prevalence of the cases reached 12 million and caused 990 thousand death cases in the world. In Indonesia, the prevalence of this disease is 423/100.000 with 27/100.000 for the mortality rate. One of the provinces which have a higher prevalence than the national average is West Java. Bekasi, as one of the city in West Java still has problem in TB control. In the last ten years, the Case Detection Rate has not reached the national target. In addition, there are only 3 (10%) health centers in Bekasi City which are achieved the national target. This reaserch is aimed to determine the factors related to the scope of tuberculosis new cases detection in Bekasi Regional Health Center Area in 2012. It then cross-sectional analysis with the T and Chi square test. The research was conducted on April- June 2013 by using secondary data from health centers, health departments, and other supporting reports. Furthermore, a system approach is used in this study. The result for the process and output is obtained that there is a significant correlation between the number of crawl suspected to number of coverage of the Tuberculosis (+) new case detection. Meanwhile, there is no significant correlation between KIE TB, contact examination and as well as community partnerships. The conclusion of this study is the crawl of the suspect affects number of coverage of the Tuberculosis (+) new case detection. Keywords : New Case Detection, Tuberculosis (TB) *Mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (email:
[email protected]) ** Dosen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (email:
[email protected]) 1. Pendahuluan Penyakit TB di dunia diperkirakan telah menginfkesi sekitar sepertiga penduduk dunia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Negara-negara berkembang menyumbang permasalahan TB terbesar di dunia, 95% kasus dan 98% kematian akibat TB terjadi di wilayah tersebut. Perkiraan prevalensi penyakit TB di dunia sebesar 12 juta prevalensi kasus atau besaran ini setara dengan 170 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian penyakit TB di dunia sebesar 990 ribu kematian atau setara degan 14 kematian per 100.000 penduduk. Di Indonesia angka insidens TB sebesar 189 per 100.000 penduduk sedangkan prevalensi sebesar 423 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas akibat penyakit TB sebesar 27 per 100.000 penduduk¹.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
Salah satu provinsi di Indonesia yang masih memiliki permasalahan dalam penanggulangan TB adalah Jawa Barat. Prevalensi TB di Jawa Barat sebesar 0,98 dan tingkat nasional sebesar 0,99. Sedangkan hasil Riskesdas 2010 dilaporkan periode prevalensi TB berdasarkan diagnosis kesehatan melalui pemeriksaan dahak dan atau foto paru untuk propinsi Jawa Barat yang dinyatakan dengan BTA (+) sebesar 937/100.000 penduduk sedangkan tingkat nasional sebesar 725/100.000 penduduk. Salah satu kota di wilayah provinsi Jawa Barat yang masih memiliki tantangan dalam penanggulangan TB adalah Kota Bekasi. Pada tahun 2012 jumlah kasus TB paru BTA (+) berjumlah 1495 kasus. Dari jumlah kasus pada tahun 2012, 26% kasus berada pada usia produktif.
Dalam pencapaian indikator penanggulangan TB tingkat
nasional, Kota Bekasi masih belum mencapai target dalam target kesembuhan (Cure Rate) dan penemuan kasus baru baru (Case Detection). Angka Kesembuhan (Cure Rate) wilayah Kota Bekasi dalam 6 tahun terakhir belum mencapai target nasional (85%), pencapaian paling besar terjadi pada tahun 2009 sebesar 82%. Selain itu pencapaian penemuan kasus baru TB BTA positif (CDR) dalam 6 tahun terakhir belum mencapai target nasional sebesar 70%. Grafik 1. Cakupan CDR Kota Bekasi tahun 2002-2012
Pada Grafik di atas terlihat bahwa dalam 10 tahun terakhir pencapaian penemuan pasies TB paru BTA postif (CDR) di wilayah Kota Bekasi tidak mencapai target nasioanal. Pencapaian paling besar terjadi di tahun 2011 sebesar 62,2% dan paling kecil sebesar 20% pada tahun 2002. Dan apabila pada tahun 2012 penemuan kasus baru
dibagi berdasarkan 31 puskesmas yang ada di wilayah kota bekasi akan
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
diperoleh informasi bahwa hanya tiga (10%) puskesmas yang mencapai target nasional (70%). Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang berhubungan terhadap cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif di puskesmas wilayah Kota Bekasi Tahun 2012. 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penilitian kuantitatif dengan desain Cross Sectional (potong lintang). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Puskesmas di wilayah Kota Bekasi. Penelitian ini tidak dilakukan sampling, karena seluruh unit pelayanan Puskesmas dijadikan sebagai sampel, yaitu sebanyak 31 (tiga puluh satu) Puskesmas di Wilayah Kota Bekasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder yang diperoleh dari register TB01,TB03, TB 06, dan beberapa dokumen pendukung serta laporan Dinas Kesehatan Kota Bekasi melalui register TB 07 dan dokumen lain yang telah direkapitulasi pada tahun 2012. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara dan kuesioner yang diisi oleh penanggung jawab program TB di puskesmas. Konsep yang diguakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem. Analisis dibagi menjadi dua yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisi Univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi dari masing-masing variabel, baik variabel independen (Input dan proses) maupun varibel dependen (output). Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen (proses) dengan dependen (output). 3. Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Kota bekasi merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kota Bekasi memiliki jumlah penduduk 2.447.930 jiwa yang terdiri dari penduduk lakilaki sebanyak 1.250.435 dan perempuan 1.197.495 jiwa serta luas wilayah 210.49 km² dengan kepadatan penduduk 11.629 penduduk/km² . Kota Bekasi memiliki 31 puskesmas. Dari 31 puskesmas tersebut 14 puskesmas berjenis PPM (Puskesmas Pelaksana Mandiri), 9 Puskesmas dengan jenis PRM (Pusat Rujukan Mikroskopis), dan 8 Puskesmas dengan jenis PS (puskesmas Satelit).
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
B. Distribusi Puskesmas menurut faktor Input (masukan) Tabel 1 Distribusi puskesmas menurut kondisi Faktor Input (masukan) Kondisi Faktor Masukan
Frekuensi
Presentase (%)
Baik
14
45,2
Kurang
14
45,2
Missing system
3
9,7
Total
31
100
Frekuensi
Presentase
Baik
17
45,2
Kurang
14
54,8
Rendah
8
25,8
Tinggi
23
74,2
Baik
26
83,9
Kurang
5
16,1
Tinggi
16
51,6
Rendah
15
48,4
Kondisi SDM
Tanggung Jawab
Tingkat Pengetahuan
Proporsi Pelatihan
Alokasi Dana
Frekuensi
Presentase (%)
Tinggi
14
45,2
Rendah
14
45,2
Missing Data
3
9,7
Kondisi Sarana dan
Frekuensi
Presentase (%)
Baik
23
74,2
Kurang
8
25,8
Prasarana
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
Faktor masukan merupakan gambaran kondisi Puskesmas menurut kondisi SDM, Sarana dan prasarana, dan alokasi dana. Sumber Daya Manusia yang terdiri dari jumlah tanggung jawab. Proporsi pelatihan yang diikuti oleh tim TB DOTS Puskesmas dalam kurun waktu 2009-2012, dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh penanggung jawab program TB. Distribusi puskesmas menurut tingkat tanggung jawab didominasi oleh puskesmas yang memiliki penanggung jawab program TB dengan tanggung jawab lebih dari 2 yaitu sebanyak 23 (74,2%) puskesmas. Dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa 26 (83,9%) puskesmas sudah memiliki penanggung jawab program TB dengan tingkat pengetahuan baik. Sedangkan menurut proporsi pelatiham masih ada 15 puskesmas (48,4%) dengan petugas DOTS puskesmas yang belum mendapatkan pelatihan diantara tahun 2009-2012. Faktor sarana dan prasarana merupakan variabel yang menggambarkan kondisi puskesmas terhadapa ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dalam upaya penemuan kasus baru TB. Dari tabel diperoleh gambaran bahwa 23 (74,2%) puskesmas di wilayah kota ekasi sudah memiliki sarana dan prasarana yang baik. Dan distribusi puskesmas menurut alokasi dana yang bersumber dari dana BOK dalam upaya mendukung program TB didapatkan gambaran masih ada 14 (45,2%) puskesmas yang memiliki alokasi dana rendah. C. Distribusi Puskesmas menurut faktor Proses Tabel 2 Distribusi Puskesmas Menurut Faktor Proses Variabel
Frekuensi
Presentase (%)
Tinggi
16
51,6
Rendah
15
48,4
Tinggi
26
83,9
Rendah
5
16,1
Tinggi
11
35,5
Rendah
20
64,5
Angka Penjaringan Suspek
KIE TB
Periksa Kontak
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
Tabel 3 Distribusi Puskesmas menurut Tngkat Kemitraan Masyrakat Kemitraan Masyarakat Tinggi
15
48,4
Rendah
16
51,6
Faktor proses menggambarkan kondisi puskesmas dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung penemuan pasien TB paru BTA (+). Distribusi puskesmas dalam penjaringan suspek diperoleh gambran bahwa masih ada 15 (48,4%) puskesmas yang memiliki tingkat penjaringan suspek rendah. Puskesmas di wilayah Kota Bekasi dengan frekuensi KIE TB tinggi mendominasi yaitu sebanyak 26 (83,9%) puskesmas. Sedangkan apabila dilihat menurut tingkat pmeriksaan kontak didominasi oleh puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak rendah yaitu sebanyak 20 (64,5%) puskesmas. Upaya kemitraan dengan masyrakat atau gambaran tingkat kader terlatih TB di wilayah kerja puskesmas diperoleh gambaran bahwa 16 puskesmas (51,6%) memiliki tingkat kemitraan rendah sedangkan 15 (48,4%) puskesmas dengan tingkat kemitraan tinggi.
D. Gambaran Selisih cakupan Penemuan Kasus Baru TB BTA (+) Tabel 4 Distribusi Selisih Cakupan Penemuan Kasus Baru TB BTA (+)
Variabel
Mean
SD
20,62
14,37
Minimal-
95%CI
maksimal
Cakupan Penemuan kasus baru TB BTA
-7 – 44
15,35-25,89
positif Selisish cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif merupakan gambaran selisih pencapaian penemuan kasus di puskesmas dengan target nasional (70%) .Dari tabel diatas diperoleh informasi bahwa dari 31 puskesmas rata-rata selisish cakupan penemuan kasus baru TB BTA (+) sebesar 20,62. Selisiih terendah adalah sebesar -7 dan tertinggi adalah 44.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
E. Hubungan Faktor Proses Dengan Selisih Cakupan Penemuan Kasus Baru TB BTA Positif Tabel 5 Selisih Cakupan Penemuan Kasus Baru TB BTA Positif Menurut Faktor Proses
Selisih Cakupan penemuan kasus baru Variabel
TB BTA positif Mean
SD
SE
Penjaringa
Rendah 26,77
13,24
3,42
n Suspek
Tinggi
14,86
13,27
3,32
KIE TB
Rendah 23,16
17,25
7,71
Tinggi
14,1
2,76
20,13
Periksa
Rendah 21,41
16,73
5,04
Kontak
tinggi
20,18
13,35
2,3
Kemitraan
Rendah 23,24
16,42
4,24
12,38
3,2
Masyarakat Tinggi
17,62
p-Value
N
0,018
15 16
0,674
5 26
0,825
11 20
0,3
15 15
E.1 Hubungan Angka penjaringan Suspek dengan Selisih Cakupan penemuan kasus baru TB BTA (+) Hasil uji T test diperoleh informasi bahwa nilai p-value= 0,018. Nilai p-value ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara rata-rata puskesmas dengan tingkat penjaringan suspek tinggi. Dari uji tersebut juga terlihat perbedaan rata-rata cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif pada puskesmas dengan ringkat penjaringan suspek baik adalah sebesar 14,86, sedangkan pada puskesmas dengan tingkat penjaringan kurang rata-rata cakupan sebesar 26,77. Hal ini dengan penelitian lain di Kota Palu yang menunjukkan petugas yang melakukan penjaringan suspek TB memiliki peluang 8,92 kali untuk mendapatkan cakupan penemuan kasus yang lebih tinggi . Penjaringan suspek merupakan upaya pasif dari puskesmas karena metode yang digunakan adalah puskesmas hanya menunggu pasien datang ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan. Ini menjadi tantangan dalam upaya peningkatan penjaringan suspek di lapangan, oleh karena itu faktor lain yang menjadi penting dalam upaya peningkatan
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
penjaringan suspek adalah peningkatan kesadaran masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat diperoleh dari
penyuluhuhan (KIE TB) dan optimalisasi kader di
masyrakat. E.2 Hubungan Antara KIE TB Dengan Selisih Cakupan Penemuan Kasus Baru TB BTA Positif Dari hasil uji t diperoleh nilai p-value=0,674, hal ini berarti tidak ada hubungan yang signikan antara puskesmas dengan tingkat penyuluhan tinggi dengan tingkat penyuluhan rendah terhadap cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif. Dari penelitian ini diperoleh informasi rata-rata cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif pada puskesmas dengan tingkat KIE TB tinggi adalah 20,13% sedangkan pada puskesmas dengan tingkat KIE TB rendah adalah 23,16%. Hal ini sejalan dengan penelitian di Kota Cianjur tahun 2004 .diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna anatara kegiatan penyuluhan dengan cakupan penemuan penderita TB paru dengan nilai p-value=0,219. Dalam penelitian ini hanya menilai KIE TB berdasarakn kuantitas ,hasil enelitian ini menunjukkan ada faktor lain dalam KIE TB selain kuantitas (frekuensi) kegiatan yang mempengaruhi cakupan penemuan kasus baru TB BTA (+). Faktor lain yang dapat mempengaruhi untuk menuju terjadinya perubahan perilaku tersebut diantaranya adalah faktor metode, materi, petugas yang melakukan, dan alat bantu. Materi yang ada harus disesuaikan dengan sasaran. Sehingga hasil yang optimal dapat dicapai dengan mengharmoniskan berbagai faktor yang ada. E.3 Hubungan Antara Pemeriksaan Kontak dengan Selisih Cakupan Penemuan kasus baru TB BTA positif Dari hasil uji T antara cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif dengan tingkat pemeriksaan kontak menunjukan nilai p value = 0,825, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara cakupan penemuan kasus baru BTA TB positif pada puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak tinggi dan rendah. Dari penelitian ini diperoleh informasi ratarata cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif pada puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak tinggi adalah 20,18% sedangkan pada puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak rendah adalah 21,41%.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
Pemeriksaan kontak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah kontak serumah yang diperiksa dengan total kontak serumah dari seluruh pasien TB BTA positf di puksesmas yang terdata dalam register TB 01. Dari temuan di lapangan, faktor
yang menyebabkan
pemeriksaan kontak tidak berhubungan secara signifikan adalah hasil pemeriksaan terhadap kontak pasien TB yang postif banyak yang tidak menunjukan kategori pasien TB BTA positif. E.4 Hubungan Kemitraan Masyrakat Dengan Selisih Cakupan Penemuan Kasus Baru TB BTA Positif Hasil uji statistik antara selisih cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif dengan tingkat puskesmas dengan tingkat kemitraan masyrakat menunjukan hasil p-value=0,3. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif antara puskesmas dengan tingkat keitraan tinggi dan rendah. Dari penelitian ini diperoleh informasi rata-rata selisih cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif pada puskesmas dengan kemitraan tinggi adalah 17,62% sedangkan pada puskesmas dengan tingkat kemitraan masyrakat rendah adalah 23,24%. Hal ini menunjukan bahwa pada puskesmas dengan tingkat kemitraan masyarakat tinggi rata-rata cakupann penemuan kasus baru BTA positif lebih tinggi sekitar 6% dibandingkan dengan kemitraan masyarakat yang rendah. Kader TB terlatih menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan TB baik di tingkat keluarga hingga komunitas. Dalam penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif dengan tingkat kemitraan. Dalam peneitian ini kemitraan masyarakat hanya mengukur jumlah kader terlatih TB yang ada di wilayah kerja puseksmas, sehingga faktor yang menyebabkan tidak berhubungannya tingkat kemitraan masyarakat terhadap cakupan adalah tidak selamanya kader terlatih yang ada di masyarakat secara aktif melakukan tugas dan fungsinya sebagi kader TB. Oleh karena itu peningkatan jumlah kader terlatih TB tidak sebanding dengan peningkatan penemuan kasus baru TB.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
F. Hubungan Faktor Input (masukan) dengan Angka Penjaringan Suspek Tabel 6 Angka Penjaringan Suspek Menurut Faktor Input (masukan)
Angka Penjaringan Suspek Rendah Variabel Kondisi
Kurang
Tinggi
Total
OR (95%-
N
%
N
%
N
%
CI)
6
42,9
8
57,1
17
100
0,7
pelatihan Tanggung
Baik
9
52,9
8
47,1
14
100
0,16-2,8
Rendah
7
46,7
8
53,3
15
100
0,87
tinggi
8
50
8
50
16
100
0,2-3,6
Tinggi
11
47,8
12
52,2
8
100
0,92
1
jawab
Tingkat Pengetahuan
Rendah
4
50
4
50
23
100
Kurang
1
20
4
80
5
100
1
5,45 0,2 0,33
14
53,8
12
46,2
26
100
O,02-2,2
Kurang
4
50
4
50
8
100
1,1
baik
11
47,8
12
52,2
23
100
Alokasi
Rendah
7
50
7
50
14
100
1,3
Dana
tinggi
6
42,9
8
57,1
14
100
0,3-5,9
prasarana
0,22-
Baik
Sarana dan
value
0,843
SDM
Proporsi
P
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
0,22-
1
5,45 1
Dari tabel di atas dapat dilihat berdasarakan uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel-variable yang berada di faktor masukan terhadap angka penjaringan suspek. Dari hasil terlihat variabel sarana dan prasarana serta alokasi dana mempunyai kecendenrungan untuk meningkatkan angka penjaringan suspek. G. Hubungan Faktor Input (masukan) dengan KIE TB Tabel 7 Frekuensi KIE TB Menurut Faktor Input (masukan)
KIE TB Variabel Kondisi
Kurang
rendah
Tinggi
n
%
N
2
14,3
%
12 85,7
Total
pelatihan
Tanggung
%
CI)
14
100
0,8
jawab
3
17,6
14 82,4
17
100
Rendah
2
13,3
13 86,7
15
100
Tinggi
3
18,8
13 81,3
16
100
Tinggi
3
13
20
23
100
0,1-
0,09-
1
0,45 0,29-
6
75
8
100
Kurang
1
20
4
80
5
100
Baik
4
15,4
22 84,6
26
100
Sarana dan
Kurang
0
0
8
100
8
100
prasarana
Baik
5
21,7
18 78,3
23
100 1,03-,6
Alokasi
Rendah
3
21,4
11 78,6
14
100
Tinggi
2
4,3
12 85,7
14
100
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
1
4,67
25
Dana
value
0,7
2
Pengetahuan
P
5,45
Rendah
Tingkat
Baik
87
(95%-
N
SDM
Proporsi
OR
0,58
16,55 1,38 0,12-
1
15,72 1,3
0,3
1,6 0,2311,7
1
Dari tabel di atas dapat dilihat berdasarakan uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel-variabel yang berada di faktor masukan terhadap Frekuensi KIE TB. Dari hasil uji statistik berdasarkan nilai OR dapat terlihat bahwa variabel tingkat pengetahuan PJ program, Sarana dan prasarana, serta alokasi dana memliki kecenderungan untuk meningkatkan frekuensi KIE TB. H. Hubungan Faktor Input (masukan) dengan Kemitraan Masyarakat Tabel 8 Kemitraan Masyarakat Menurut Faktor Input (masukan)
Kemitraan Masyarakat Variabel
Kondisi SDM Proporsi pelatihan
Tanggung jawab
Rendah
Kurang
OR
Total
(95%-
Tinggi
CI)
n
%
N
%
N
%
7
50
7
50
17
100
1
Baik
8
50
8
50
14
100
0,24-4,2
Rendah
5
35,7
9
64,3
14
100
0,3
tinggi
10
62,5
6
37,5
16
100
tinggi
11
47,8
12
52,2
23
100
0,07-
P value
1
0,272
1,48 0,7 0,12-
rendah
4
57,1
3
42,9
7
100
Tingkat
Kurang
4
80
1
20
5
100
5,09
Pengetahuan
Baik
11
44
14
56
25
100
0,5-52,3
Sarana dan
Kurang
1
12,5
7
87,5
8
100
0,08
prasarana
baik
14
63,6
8
36,4
22
100
0,01-0,8
Alokasi
Rendah
7
50,0
7
50
14
100
0,86
Dana
tinggi
7
53,8
6
46,2
13
100
0,2-3,9
1
3,78 0,33
0,035
1
Dari tabel di atas dapat dilihat berdasarakan uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel-variabel yang berada di faktor masukan terhadap tingkat kemitraan dengan masyarakat. Dari hasil uji statistik berdasarkan nilai OR dapat terliha bahwa variabel tingkat pengetahuan PJ program memiliki kecenderungan untuk meningkatkan kemitraan di masyarakat.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
I. Hubungan Faktor Input (Masukan) Dengan Pemeriksaan Kontak Tabel 9 Pemeriksaan Kontak Menurut Faktor Input (masukan)
Periksa Kontak Rendah Variabel Kondisi
Kurang
n
%
4
28,6
Tinggi n
%
10 71,4%
Total
OR (95%-
N
%
CI)
14
100
0,57
SDM
0,13-
Baik
7
41,2
10
58,8
17
100
Proporsi
Rendah
5
33,3
10
66,7
15
100
0,83
pelatihan
tinggi
6
37,5
10
62,5
16
100
0,2-3,64
Tanggung
Tinggi
9
39,1
14
60,9
23
100
1,9
jawab
0,08-
2
25
6
75
8
100
Kurang
2
40
3
60
5
100
Baik
9
34,6
17
65,4
26
100
Kurang
2
25
6
75
8
100
baik
9
39,1
14
60,9
23
100
Alokasi
Rendah
5
35,7
9
64,3
14
100
1
Dana
tinggi
5
35,7
9
64,3
14
100
0,21-4,7
Pengetahuan
Sarana dan prasarana
value
0,71
2,58
rendah
Tingkat
P
1
0,68
3,12 1,26 0,18-
1
8,97 0,52 0,08-
0,68
3,125 1
Dari tabel di atas dapat dilihat berdasarakan uji statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel-variabel yang berada di faktor masukan terhadap tingkat pemeriksaan kontak. Dari hasil uji statistik berdasarkan nilai OR dapat terliha bahwa variabel tingkat pengetahuan PJ program dan tingkat tanggung jawab memiliki kecenderungan untuk meningkatkan pemeriksaan kontak pasien TB BTA positif.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
4. Kesimpulan 1. Dari 31 puskesmas di wilayah kota Bekasi diperoleh rata-rata cakupan penemuan kasus baru TB BTA Positif sebesar 20,62%, cakupan penemuan kasus baru TB BTA Positif terendah sebesar -7% dan cakupan penemuan kasus baru TB BTA Positif tertinggi sebesar 44%. 2. Dilihat dari kondisi SDM diperoleh 17 (45,2%) puskesmas dengan kondisi baik dan 14 (54,8%) puskesmas dengan kondisi kurang. Menurut tingkat tanggung jawab yang dimiliki oleh penanggung jawab program TB, 23 (74,2%) puskesmas dengan tingkat taggung jawab tinggi, terdapat 26 (83,9%) puskesmas yang memiliki penanggung jawab program TB dengan tingkat pengetahuan baik, dan 16 (51,6%) puskesmas memiliki proporsi pelatihan tinggi. 3. Dilihat dari kondisi sarana dan prasarana diperoleh bahwa terdapat 23 (74,2%) puskesmas memiliki kondisi sarana dan prasarana yang baik, sedangkan 8 (25,8%) memiliki kondisi sarana dan prasarana buruk. 4. Dilihat dari alokasi dana untuk program TB diperoleh bahwa terdapat 14(45,2%) puskesmas dengan alokasi dana tinggi, sedangkan untuk
puskesmas dengan
alokasi dana rendah sebanyak 14 (45,2%) puskesmas. 5. Dilihat dari angka penjaringan suspek diperoleh bahwa 16 (51,6%) puskesmas memiliki angka penjaringan suspek tinggi, dilihat menurut frekuensi kegiatan KIE TB terdapat 26 (83,9%) puskesmas dengan frekuensi KIE TB tinggi, terdapat 20 (64,5%) puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak tinggi, dan terdapat 16 (51,6%) puskesmas dengan tingkat kemitraan masyarakat rendah. 6. Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa faktor yang berhubungan dengan selisih cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif adalah angka penjaringan suspek dengan nilai p-value=0,018. 7. Berdasarkan analisis angka penjaringan suspek menurut faktor masukan diperoleh bahwa sarana dan prasarana memiliki kecenderungan 1,1 kali lebih besar untu mendapatkan angka penjaringan suspek tinggi sedangkan alokasi dana memiliki kecenderungan 1, 3 kali lebih besar untuk memiliki kecenderungan lebih besar untuk memiliki angka penjaringan suspek tinggi.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
8. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi input di Puskesmas terhadap Proses. Hal ini menunjukan bahwa kualitas proses dalam upaya pengendalian masalah TB tidak bergantung kepada kondisi input baik terkait kondisi SDM, sarana dan prasarana, dan besaran alokasi dana. 5. Saran 5.1 Dinas Kesehatan 1. Meningkatkan kapasitas puskesmas-puskesmas yang masih memiiki kondisi masukan dan proses yang rendah dengan melakukan kegiatan sebagai berikut. a. Melakukan pelatihan bagi petugas tim TB puskesmas untuk meningkatkan sikap, kemampuan, dan pengetahuan. Pelatihan dapat bersifat refresher (on the job training) dan Advanced training/ continued training. Referesher ditujukan untuk petugas yang sudah lama tidak mendapatkan pelatihan sedangkan advanced training ditujukan untuk puskesmas-puskesmas yang meiliki kendala–kendala khsusus berdasarakan pemetaan dan pengelompokan masalah. b. Meningkatakan
supervisi
dari
dinas
kesehatan
ke
puskesmas
berdasarkan prioritas masalah dan kendala yang sebelumnya telah dilakukan pemetaan. c. Mengoptimalisasi pemeriksaan kontak melalui monitoring dan evaluasi laporan TB 01 kolom kontak saat supervisi. 2. Dukungan penuh terkait regulasi kerjasama dengan institusi pelayanan kesehatan swasta sangat diperlukan untuk mendukung upaya penemuan kasus baru BTA postif di wilayah Kota Bekasi terutama terkait pelaporan data pasien/suspek TB ke Puskemas di wilayah kerja masing-masing.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
5.2 Puskesmas 1.
Melakukan peningkatan penjaringan suspek dengan melakukan optimalisasi sarana dan prasrana dan juga alokasi dana.
2.
Mengoptimalisasi pemeriksaan kontak melalui monitoring dan evalauai laporan TB 01 kolom kontak.
3.
Dengan Melihat keterbatasan yang ada dari faktor input (masukan) puskesmas, peneliti menyarankan untuk mengoptimaalkan kemitraan masyarakat dalam upaya penemuan kasus baru TB BTA positif.
5.3 Peneliti Lain 1.
Menambahkan responden tidak hanya melihat tingkat pengetahuan dan tangung jawab terbatas kepada penanggung jawab program TB , dapat menambahkan petugas laboratorium, dokter terlatih, dan kepala puskesmas guna melihat faktor SDM lebih komprehensif.
2.
Meningkatkan jumlah objek penelitian agar confidence interval yang memiliki rentang tidak terlalu jauh, sehingga dapat menggambarkan kondisi yang mendekati sebenarnya.
3.
Untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengeani faktor-faktor yang berhubungan dengan penemuan kasus baru TB BTA positif pada masyarakat baik dar tingkat pengetahuan maupun aksesbilitas.
4.
Melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dan penemuan kasus baru TB BTA positif
dengan menilai kontribusi institusi-institusi pelayanan
kesehatan swasata yang ada di Kota Bekasi.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
6. Kepustakaan Azwar, Azrul 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta. Balitbangkes RI,2010, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Kemenkes RI,Jakarta. Depkes RI 2009, 3B Bukan Batuk Biasa Bisa Jadi TB (Peganfan Untuk Kader dan Petugas Kesehatan), Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, Jakarta. Depkes RI 2007, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.Depkes RI, Jakarta. Depkes RI 2002, Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, Jakarta. Dowdy, David W, Chaisson & Richard E, 2009, ‘The Presistence of Tuberkulosis in The Age of DOTS : Reassessing
The Effect of Case Detection’ Bulletin World Health
Organization, vol .87., pp. 296-304. Kemenkes
RI
2009.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.384/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB), Kemenkes RI, Jakarta. Kemenkes RI 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kemenkes RI, Jakarta. Kemenkes
RI
2011,
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
565/Mekes/PER/III/2011 tentang Strategi Nasional Pengendalian TB Tahun 2010-2014, Kemenkes RI, Jakarta. Kemenkes RI
2011, Rencana Aksi Nasional Pengembangan SDM Pengendalian
Tuberkulosis 2011-2014, Kemenkes RI, Jakarta. Kemenkes RI 2011, Rencana Aksi Nasional Public Private Mix Pengendalian Tuberkulosis Indonesia 2011-2014, Kemenkes RI, Jakarta. KemenkesRI 2012, Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Bantuan Kesehatan, Kemenkes RI,Jakarta. Naipospos,Nila 2001, ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Puskesmas dalam Program Pemberantasan TB Paru di Kota Bogor Tahun 2000’, Tesis, Universias Indonesia, Depok. Notoadmojo, S 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Rhineka Cipta, Jakarta. Notoadmojo, S 2007, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Rhineka Cipta, Jakarta. Meliani, M 2005, ‘Gambaran Kinerja, Karakteristik Petugas Penanggulangan TB Paru Dan Faktor-Faktor Lain Yang Berhubungan Dengan Cakupan Penemuan Penderita TB Paru (CDR) Di Kabupaten Cianjur Tahun 2004’, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok. Munir, M 2011, ‘Hubungan Antara Pelatihan Kader Komunitas TB DOTS dengan Jumlah Suspek TB yang Terjaring di Puskesmas Kabupaten Tuban’, Sain Med Jurnal Kesehatan, vol.3, no. 2., pp. 46-49.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
Pertiwi, Nurul R.,Wuryanto, Arie M., & Sutiningsih, D 2012, ‘Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Tuberculosis di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2011’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.1no2., pp. 435-445. Priyadi, S 2003, ‘Analisis Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru BTA (+) di Kabupaten Wonosobo’, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Retnaningsih, E et al 2007, ‘Analisis Multilevel: Model Akses Layanan Kesehatan Suspek Penderita Tuberkulosis di Indonesia’, Buletin Penelitian Masyarakat, vol .35, no.34., pp. 156-166. Rianty, T 2008, ‘Cakupan Penemuan Kasus Baru Tuberculosis BTA (+) Berdasarkan Faktor Yang Berhubungan Pada Penanggung Jawab Tuberculosis Di Puskesmas Kota Bekasi Tahun 2008’, Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. RYE,A., Saleh, Y. D., & Hadiwijoyo,Y 2009, ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru Di Kota Palu Sulawesi Tengah,’, Berita Kedokteran Masyarakat, vol .25 no2. Tariswan 2012, ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Dalam Penemuan TB Paru BTA Positif di Puskesmas Wilayah Jakarta Utara Tahun 2012’, Tesis. Universitas Indonesia, Depok. Yassin, M 2003, ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penemuan Kasus TB Paru Oleh Petugas Pengelola Program
Di Wilayah Kerja Sudikesma Jakarta Utara’, Skripsi.,
Universitas Indonesia. Widjanarko,Bagoes, Prabamurti, Priyadi N., & Widayat,Edi, 2006, ‘Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora’, Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia , vol.1, no 1. World Health Organization 2012, Global Tuberculosis Report, WHO Press, Genewa.
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013
Faktor-faktor yang berhubungan…, Idris Ahmad, FKM UI, 2013