Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda Studi Kasus di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

Artikel Penelitian

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda Studi Kasus di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

The Factors That Cause The Young Age Of Marriage In The Village Of Case Studies Across The Sawit Seberang SubDistricts Across The Langkat District

Eka Khaparistia1 dan Edward2 1)

Alumni Program Studi/Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 2) Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Abstrak Banyak remaja terjebak dalam pernikahan usia muda, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga mereka memilih menikah di usia muda untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Banyak kemungkinan resiko pernikahan usia muda, baik resiko fisik maupun psikis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda, studi kasus di kelurahan sawit seberang kecamatan sawit seberang kabupaten langkat. Penelitian ini tergolong ke dalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu informan utama dan informan tambahan. Informan utama berjumlah 4 orang remaja yang melakukan pernikahan di bawah usia 20 tahun dan informan tambahan berjumlah 4 orang, yaitu orangtua dan kepala lingkungan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beragam faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda. Factor utama penyebabnya adalah faktor ekonomi dan faktor pendukung lainnya adalah pengaruh teman sebaya, keinginan dari informan, keluarga, dan hamil di luar nikah. Kata Kunci: faktor, pernikahan usia muda

39

Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 14, No. 1, Juni 2015

Abstract Many teenagers trapped in marriage a young age, especially those from poor families, so they chose to marry at a young age to reduce the economic burden of the family. Many possible risk of early age marriage, be it physical or psychological risk. This study aims to determine the factors that cause the young age of marriage. This research is classified into type descriptive study using descriptive data analysis. Informants in this study is divided into two kinds, is key informants and informant addition, key informants numbering four teenagers who perform the first wedding under the age of 20 years and add itional informants amounted to 4 people, is parents and their head of the environment. Method of data collection is through in-depth interviews and observation. The results showed that there are various factors that influence the occurrence of marriage at a young age. The main factor is the cause of economic factors and other supporting factors such as the influence of peers, the desire of the informant, families, and pregnant out of wedlock. Keywords: factors, marriage age young kematian mencapai separuh lebih. Atau Pendahuluan setiap satu jam, seorang wanita meninggal Indonesia menempati peringkat ke-37 karena mengindap serviks. Kanker leher negara dengan persentase pernikahan dini rahim merupakan masalah kesehatan yang yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di tidak hanya mengganggu fisik dan kehidupan Asia Tenggara setelah Kamboja. Riset seksual. Tetapi juga mengganggu psikologis. kesehatan dasar 2010, sekitar 22.000 Pernikahan usia muda merupakan penyebab perempuan usia 10-14 tahun di Indonesia utama terjadinya kanker leher rahim pada terikat pernikahan, sementara hasil survei wanita. Perempuan yang menikah di bawah demografi dan kesehatan tahun 2012 umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher menunjukkan 10 persen remaja usia 15-19 rahim. Pada masa transisi (remaja) sel-sel tahun sidah pernah melahirkan atau sedang leher rahim belum matang, rawan akan hamil anak pertama (BPS, 2010). terjadinya infeksi saat berhubungan suamiHasil Sensus Penduduk 2010 istri. Terlalu sering melahirkan, kontrasepsi menunjukkan laju pertumbuhan penduduk oral jangka panjang dan kurangnya Indonesia selama tahun 2000-2010 sebesar perawatan kebersihan juga berpeluang 1,49 persen pertahun. Laporan kerja BKKBN terkena serviks (http://serbapada tahun 2012 menunjukan bahwa salah makalah.blogspot.com/2013/02/ketahuisatu penyebab tingginya laju pertumbuhan resiko-pernikahandini.html, diakses pada penduduk Indonesia adalah pernikahan usia tanggal 8 januari 2015). muda. Masalah penelitian ini adalah: “Apa Data pernikahan usia dini, Bappenas saja faktor-faktor penyebab terjadinya (2008) menemukan bahwa 34,5% dari pernikahan usia muda (studi kasus dilakukan 2.049.000 perkawinan pada tahun 2008 di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan adalah perkawinan anak. Hal serupa Sawit Seberang Kabupaten Langkat)?”. ditujunkkan oleh riset kesehatan dasar (2010) Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk yang menemukan bahwa pernikahan usia 15mengetahui faktor-faktor penyebab 19 tahun mencapai 41,9%. Terdapat pula terjadinya pernikahan usia muda. pernikahan usia 10-14% tahun sebesar 4,8%. Pernikahan adalah awal dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pembentukan keluarga. Dari sudut pandang mencatat kasus baru sebanyak 40-45 orang psikologis, keluarga dapat dilihat dari per hari terkena kanker. Dengan resiko individu-individu yang ada dalam satu

40

Khaparistia & Edward, Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda Keluarga

keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut. Dengan demikian, persiapan psikologis individu/tokoh utama yang disoroti adalah muda-mudi calon pengantin, sedang dalam pasca nikah yang di soroti adalah pasangan suami isteri. Adapun individu-individu lain di pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan dengan fase pra nikah maupun pasca nikah (Setiono, 2011:12&13). Perkawinan adalah penyatuan jiwa dan raga dua manusia yang berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia di bawah lindungan hukum Tuhan Yang Maha Esa (Widyasih, 2009:105). Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, didefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No 1 Tahun 1974). Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan menegaskan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan persetujuan dari kedua belah pihak dimana untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, yaitu orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas. Kurt Lewin menggambarkan tingkahlaku yang menurut pendapatnya akan selalu terdapat pada remaja, yaitu: 1) Pemalu dan Perasa, Tetapi sekaligus juga cepat

marah dan agresif sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan psikologi remaja; 2) Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup. Konflik ini dipertajam dengan keadaan diri remaja yang berada di ambang peralihan antara masa anak-anak dan dewasa, sehingga ia dapat disebut manusia marginal; 3) Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang meningkat; 4) Ada kecendrungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat ekstrim dan merubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul tingkahlaku radikal dan memberontak di kalangan remaja; 5) Bentuk bentuk khusus dari tingkahlaku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat di tentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan yang saling berkonflik tersebut (Sarwono,1989:43-44). Proses perkembangan yang di alami remaja akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya. Dari semua perubahan yang telah dan akan di alami pada masa remaja, tertinggal aspek aspek yang berarti bagi remaja, yang akan di persatukan dalam suatu identitas diri. Sesungguhnya semua permasalahan selama masa peralihan di warnai oleh masalah utama, yakni pembentukan identitas diri. Dalam pertaliannya dengan lingkungan dekat dan perubahan peranan sosial, akan di hadapi masalah pelepasan diri dari orang tua. Masih banyak permasalahan sehubungan dengan masa peralihan yang di alami pada masamasa remaja (Gunarsa,1978:3-4). Pernikahan usia muda adalah sebuah pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah mengenah atas. Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau salah

41


satu pasangan masih berusia dibawah 18 tahun (masih berusia remaja). Konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab, kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya. Rata-rata usia pernikahan adalah 25 tahun untuk wanita dan 27 tahun untuk pria. Usia ideal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perceraian pada pasangan menikah. BKKBN mewanti-wanti agar anak Indonesia tidak menikah di usia muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah idel untuk perempuan adalah 20 35 tahun dan 25 - 40 tahun untuk pria. Pada umur 20 tahun keatas, organ reproduksi perempuan sudah siap mengandung dan melahirkan.Sedangkan pada usia 35 tahun sudah mulai terjadi proses regeneratif. Secara psikologis, umur 20 juga sudah matang, bisa mempertimbangkan secara emosional dan nalar. Sudah tahu menikah bertujuan untuk apa. Kalau menikah di usia 12 tahun, pasti tidak tahu menikah itu bagaimana.Di Indonesia, kebanyakan pernikahan dini terjadi karena masalah ekonomi. Banyak dijumpai di daerah pedesaan dan daerah tertentu masih sangat memegang pemikiran lama, dimana perempuan tidak perlu mendapat pendidikan tinggi karena hanya bergulat di dapur, kasur dan sumur.Masih

42

ada orangtua yang bangga kalau anaknyamenikah di usia muda, apalagi jika pasangannya kaya dan terkenal.Seperti banyak hal lainnya dalam kehidupan, selalu ada waktu yang tepat untuk berbagai hal, begitu juga dengan menikah. Menurut sebuah artikel dari USA Today, banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin dekat usia seseorang pada 20 tahun saat menikah, maka kemungkinan berisiko lebih kecil mengalami perceraian (http://genbagus. blogspot. Com /2013/06/usia-ideal-untuk-menikah.html diakses pada tanggal 25 maret 2015 pukul 8:50) Faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda adalah kemauan sendiri karena sudah merasa saling mencintai, faktor dorongan orang tua atau keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah yang di sebabkan oleh kondisi ekonomi yang serba pas-pasan (Naibaho, 2013: 72). Di beberapa daerah di Indonesia, pernikahan dini masih marak terjadi. Secara umum, penyebab utamanya ada sebagai berikut: 1) Keinginan untuk segera mendapat tambahan anggota keluarga; 2) Tidak adanya pengetahuan mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai maupun keturunannya; 3) Mengikuti adat secara mentah-mentah. Menurut Hollean dan Suryono, perkawinan di usia muda terjadi karena masalah ekonomi keluarga terutama di keluarga si gadis. Orang tuanya meminta keluarga laki-laki untuk mengawinkan anak gadisnya, sehingga dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarga yang jadi tanggungjawab (makanan, pakaian, pendidikan dan sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65). Tetapi, sebab di atas sudah semakin berkurang sekarang ini. Namun, mengapa jumlah pernikahan dini masih tetap tinggi? Ada faktor penyebab lainnya yang membuat pernikahan dini masih tetap marak. Berikut


beberapa faktor penyebab pernikahan dini seperti faktor ekonomi, pendidikan, faktor Orang tua, faktor media massa dan internet, faktor biologis, dan faktor hamil di luar nikah (http://genbagus.blogspot.com /2014/05/ faktor-penyebab-pernikahan-dini.html, diakses pada tanggal 4 maret 2015 pukul 10:50 WIB) Metode Penelitian Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskritif, yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang di teliti. Termasuk yang di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variable penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52). Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sawit Seberang, Kecamatan Sawit Seberang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat sebagai lokasi penelitian karena Kelurahan Sawit Seberang memiliki tingkat pernikahan usia muda yang cukup tinggi. Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, yaitu 4 individu yang telah melakukan pernikahan di bawah usia 20. Sedangkan informan tambahan yaitu orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang di perlukan dalam penelitian. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah orang tua dan kepala lingkungan. Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses sistematis dalam pengumpulan data, pencatatan, dan penyajian fakta untuk keperluan penelitian (Sumarsono, Sonny 2004:134). Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah teknik pengumpulan data primer, yaitu observasi dan wawancara mendalam. Sedangkan teknik

pengumpulan data skunder adalah studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan memakai rumusrumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. Temuan Informan Utama Informan Utama 1 Nama: ST; Usia: 20 tahun; Jenis kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Tempat dan Tanggal Lahir: Kebun sayur, 9-8-1994; Alamat: Kebun Sayur; Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga; Status: Menikah; Pendidikan Terakhir: SMP; Tanggal Pernikahan: 31-102011; Usia Anak: 2 tahun. Orangtua ST tidak lengkap lagi, Ayahnya meninggal ketika ST masih duduk di bangku SD. Kini orang tua yang dimilikinya hanya ibu. Sejak ayahnya meninggal hanya sang ibu yang bekerja menghidupi 4 orang anaknya. Ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ibunya bekerja di sekitar kampungnya, seperti mencuci pakaian, menyetrika, dan sebagainya. Karena jarak tempat kerja dengan rumah sangat dekat ibunya tidak menginap melainkan, pulang hari. Saat itu kakak ST juga masih bersekolah, yakni SMA dan SMP. ST sangat bersyukur pada saat itu kakak pertama sudah tidak bersekolah lagi jadi bisa membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan bekerja. Dahulu kakak pertama bekerja menjaga toko kain di pasar, dengan upah sekitar Rp 250.000 perbulan. Sedangkan sang ibunya diupah sekitar Rp 600.000. Upah yang di dapatkan itulah yang nantinya

43


digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anaknya. Tetapi saat ini orangtua sudah tidak bekerja lagi, karena anaknya sudah menikah semua. Untuk kebutuhan sehari-hari sudah di tanggung anak-anaknya yang kebetulan masih tinggal satu rumah dengan ibunya. T mulai mengenal pacaran pada usia 15 tahun, saat masih duduk di bangku SMP. Sejak duduk di bangku SMP hingga menikah, ST sudah bolak-balik berganti pacar, tetapi sekarang tinggal beberapa orang saja yang diingat. Tempat favorit yang sering dikunjungi informan ST adalah “pantai banyurip”, sekilas namanya memang pantai, namun itu bukan pantai, melainkan hanya sebuah sungai dengan tepi bebatuan di pinggirnya. Sungai ini memang cukup indah dan dangkal jika tidak banjir, tepinya cukup luas dan biasanya di belakang tepinya terdapat semak-semak seperti tumbuhan rumput lalang yang menjulang cukup tinggi, perkebunan kelapa sawit juga mengelilingi sungai ini. Penduduk sekitar sering menyebutnya dengan sebutan “pantai”. Di situlah tempat hiburan penduduk setempat. Biasanya mereka datang bersama keluarga untuk berekreasi di pantai ini. Namun kebanyakan pengunjung yang terlihat adalah para muda-mudi yang datang bersama sahabat dan pacarnya. Mereka duduk di tepian bebatuan sambil bercengkramah. Di sinilah tempat yang dimaksud informan. Selain pantai tempat hiburan yang sering dikunjungi saat berkencan adalah keyboard (sebuah pertunjukan musik jika ada orang yang berpesta). Biasanya kibot dikunjungi pada malam hari, karena jika siang masih sepi yang menontonnya. Dahulu dalam seminggu biasanya ST dengan pacarnya berkencan tiap malam minggu, terkadang malam kamis juga hari-hari tertentu. Tetapi dalam keadaan tertentu bisa jadi tidak datang kerumah. Mereka biasa berkencan di depan rumah saja, atau jika bosan di rumah atau kebetulan ada hiburan

44

malam seperti kibot mereka biasanya pergi menonton berdua. ST diberikan izin orangtua jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainya. jika ibu ST sudah percaya pada pacarnya. Biasanya ketika pacarnya datang orang tua ST juga menyambut baik dan memberikan kepercayaan kepada anaknya. Orangtua ST tidak menyuruh anaknya untuk cepat menikah. Semua hal dipasrahkan pada anaknya, kapan anaknya merasa sudah ingin dan siap untuk menikah. Dalam hal ini ST tidak dijodohkan, melainkan karena keinginan informan pribadi untuk menikah. Menikah adalah pilihan ST karena bosan hidup sendiri dan niat yang sebenarnya ST menikah juga untuk hidup mandiri dan mengurangi beban orang tuanya. Menurutnya, dengan menikah, ada yang mencarikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain ST, juga ada teman-teman sebaya dan sahabatnya yang menikah di usia muda, yaitu di bawah 20 hingga dibawa 18 tahun. ST sendiri memiliki 4 kakak. Kakak ke-2 (perempuan) juga menikah di usia muda, yaitu kisaran usia 17 tahun. ST tidak memahami resiko seorang perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun, dimana seorang perempuan yang menikah di bawah umur sanga membahayakan kehamilan dan kesehatan fisik perempuan itu sendiri.Berikut merupakan pernyataan informan. Saat di wawancarai mengenaipengetahuan tentang resiko pernikahan usia muda: “gak pernah ku denger tentang resiko pernikahan muda, gak ada lah menurut ku, palingan kadang memang belum nalar nanti terakhir nikah cepet carai kayak kawan ku, kalau bahayanya yang lain ya gak ada lah. Informan Utama 2 Nama: LL; Usia: 17 tahun; Jenis kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Tempat dan Tanggal Lahir: Kebun sayur, 16-02-1998;


Alamat: Kebun Sayur; Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga; Status: Menikah: Pendidikan Terakhir: SD; Tanggal Pernikahan: 01-112014; Usia Anak: 6 bulan. Ayah LL meninggal ketika LL masih duduk di bangku SD. Dan sekarang orangtua yang masih hidup tinggal ibunya, bekerja sebagai asisten rumah tangga. Dahulu sering memiliki pekerjaan sampingan seperti berjualan makanan ringan dan terkadang mocok tankos (tandang kosong kelapa sawit). Penghasilan pun tidak menentu. Saat LL bersekolah tanggungan orangtua berjumlah 4 orang, anak pertama tidak dihitung karena sudah menikah. Sekarang tanggungan orangtua LL sudah tidak ada lagi, karena semua anak sudah menikah. LL telah mulai mengenal pacaran pada usia kira-kira 15 tahun. Sejak pacaran hingga menikah LL sudah 4 kali berganti pacar, dimana tempat favorit yang sering di kunjungi LL pada saat berpacaran atau berkencan saat itu adalah pantai banyurip. Jika pada malam hari atau pada malammalam tertentu tempat hiburan atau tempat yang kerap kali dikunjungi saat kencan adalah di rumah atau menonton keyboard di pesta. Biasanya LL berkencan dua kali dalam seminggu, yaitu saat malam minggu dan malam kamis. Tanggapan tetangga saat melihat mereka berkencan baik itu di depan rumah maupun saat pergi jalan biasanya setau LL hanya membiarkan saja dan tidak ada komentar apapun. Menikah adalah pilihan LL. Hal yang mendorong LL menikah adalah ingin mengurangi beban orang tua, sudah tidak tahu lagi harus bagaimana karena ia sudah hamil di luar nikah. Dilema yang dihadapi LL adalah di satu sisi LL tamat SD, dan dia tidak tahulagi harus berbuat apa, dan kebetulan sudah ada laki-laki yang mapan dan sesuai, jadi LL memutuskan untuk menikah. Teman-teman sebaya LL juga sudah ada yang menikah. Tanggapan dan sikap orangtua LL baik, ketika melihat LL

berkencan dengan pacarnya. Orangtua LL juga tidak memerintahkan agar LL cepat menikah. Dalam hal ini LL juga memilih calon suaminya sendiri, tanpa ada dijodohkan oleh orangtuanya. Kakak LL juga menikah di umur belasan tahun. Sebelumnya LL juga tidak pernah mendengar maupun mengetahui tentang resiko pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun psikis, berikut merupakan pernyataan informan saat di wawancarai: “menurutku gak ada resikonya, malah membantu mengurangi tanggungan orang tua kak” Kemudian tingkat pendidikan terakhir LL adalah SD. Salah satu hal yang menyebabkan LL hanya mengenyam pendidikan SD adalah kemauan LL rendah dan masalah ekonomi keluarga. LL juga tidak pernah mengenyam pendidikan non formal, seperti pelatihan atau kursus. . Informan Utama 3 Nama: SS; Usia: 20 tahun; Jenis kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Tempat dan Tanggal Lahir: Kebun sayur, 05-12-1994; Alamat: Kebun Sayur, Sawit Seberang; Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga; Status: Menikah; Pendidikan Terakhir: SMA; Tanggal Pernikahan: 24-12-2011; Usia Anak: 2 tahun. SS adalah anak ke-1 dari 3 bersaudara. SS masih memiliki orangtua yang lengkap. Pekerjaan orangtua SS adalah memocok tankos kelapa sawit, dengan penghasilan perbulan lebih kurang Rp 600.000. Jumlah tanggungan orang tua dahulu sebanyak 3 orang, tetapi sekarang hanya 2 orang, karena SS sudah menikah dan sudah menjadi tanggung jawab suaminnya. Awalnya SS ingin melanjutkan studinya sampai ke perguruan tinggi, tetapi dia sadar akan kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan. SS mulai mengenal pacaran pada usia kira-kira 15 tahun. Sebelum menikah SS

45


sudah beberapa kali berganti pacar. Tempat favorit yang sering dikunjungi SS saat berkencan adalah pantai banyurip di saat sore hari dan biasanya jika berkencan pada malam hari SS cukup di rumah. Keluar rumah hanya jika ada kebutuhan tertentu atau jika ada hiburan keyboard atau hiburan yang lainnya. Dalam seminggu biasanya SS dua kali berkencan atau apel, yang mana biasanya pada malam-malam tertentu dan paling sering malam minggu dan malam kamis. Dahulu pada saat berkencan, tetangganya juga tidak peduli dan mereka bersikap biasa saja. Menikah adalah keinginan SS, dengan alasan bahwa orangtuanya juga mengizinkan SS. Menurut orangtua SS jika sudah ada yang cocok atau saling mencintai dan calon suami memiliki pekerjaan, anaknya diizinkan menikah. Hal lain yang mendorong informan untuk menikah adalah karena SS sudah tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi setelah tamat SMA karena faktor ekonomi keluarga. Tujuan utama SS menikah adalah untuk mengurangi beban tanggungan orang tua. Selain itu SS beranggapan jika menikah di usia muda, kelak jika anak-anak telah tumbuh dewasa maka usia orang tua juga masih muda. Kemudian selain SS diketahui bahwa beberapa teman-teman SS ternyata juga ada yang melakukan pernikahan usia muda(pernikahan dibawah 20 tahun). Dahulu saat berpacaran SS juga diberikan izin terhadap orangtua jika akan pergi keluar jalan-jalan pada saan malam minggu atau malam-malam lainya asalkan jam 11 malam sudah di rumah dan pergi keluar harus pamit dulu terhadap orang tuanya. Orangtua SS juga mengizinkan SS menikah di usia muda, asalkan keduanya sudah saling cocok. Dalam hal ini SS tidak di jodohkan, calon suami SS adalah murni pilihan informan sendiri, bukan karena hasil perjodohan orangtua.

46

Kemudian dari hasil wawancara juga di ketahui tingkat pendidikan terakhir SS adalah SMA (Sekolah Menengah Atas).Selain pendidikan formal sebelumnya SS memang pernah mengikuti pendidikan nonformal seperti kursus komputer tetapi tidak lama hanya sebentar saja. Dan untuk pendidikan nonformal yang lain SS tidak pernah mengikuti. Tingkat pendidikan formal ibu SS adalah SMP (Sekolah Menengah Pertama). Ternyata sebelumnya SS juga pernah mendengar resiko pernikahan usia muda yaitu resiko perceraian yang mana di sebabkan oleh terganggunya keberfungsian, keluarga sehingga menyebabkan keharmonisan keluarga juga terganggu dimana dampak negatifnya adalah mengarah ke perceraian. Dan SS juga mengetahui bahwa jika menikah di usia muda atau di bawah umur kemungkinan yang terjadi adalah kehamilan yang beresiko pada perempuan. Informan Utama 4 Nama: NM; Usia: 18 tahun; Jenis kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Tempat dan Tanggal Lahir: Kebun sayur, 05-08-1997; Alamat: Kebun Sayur, Sawit Seberang; Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga; Status: Menikah; Pendidikan Terakhir: SMP; Tanggal Pernikahan: 22-04-2014; Usia Anak: 1,4 tahun. NM menikah pada usia 17 tahun. Dia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ayah dan ibu NM masih hidup. Ayah NM bekerja merantau di Pekanbaru, bulan lalu ibu NM menyusul ayahnya ke pekanbaru. Penghasilan orangtua NM tidak menentu, dan NM tidak mengetahui persis berapa penghasilan ayahnya perbulan. Sebelumnya tanggungan orangtua NM hanya dua orang, yaitu NM dan adiknya. Tetapi sekarang NM sudah menjadi tanggungan suaminya. NM mulai pacaran pada saat NM duduk di bangku SMP, sejak pacaran hingga


menikah, NM lima kali berganti pacar. Tempat favorit yang sering dikunjungi NM ketika berkencan adalah di pantai banyurip pada siang, dan jika malam minggu atau malam tertentu NM lebih sering di rumah, hanya sekali-sekali keluar rumah. Dalam satu minggu biasanya NM dengan pasangannya pergi berkencan atau melakukan apel umumnya dua minggu sekali, yaitu pada malam minggu dan malam kamis. Tanggapan tetangga biasa saja atas aktivitas pacaran NM. Menikah adalah pilihan NM. Alasan NM menikah adalah hamil duluan. Saat ini usia anak pertama NM adalah 1,4 tahun. Teman-teman NM juga ada yang melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 tahun. NM tidak menamatkan pendidikan SMA nya. NM juga tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal seperti les atau kursus tertentu. NM tidak pernah mendengar resiko pernikahan usia muda. Baik itu resiko fisik maupun fisikis yang kemungkinan besar di alami oleh pernikahan pasangan usia muda. Berikut pernyataan NM saat di wawancarai pengetahuannya tentang resiko pernikahan usia muda : “ gak tau aku kak, apa ya kak, gak ada aku rasa kak. Kawan kawan ku yang udah nikah pun gak papanya kak, samanya umur kami kak, aku pun gak papa sehatsehat aja kak. Informan Tambahan Informan Tambahan 1 Nama: MJ (Ibu ST, Informan Utama1); Usia: 60 Tahun; Jenis Kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Alamat: Kebun Sayur, Sawit Seberang; Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga; Tanggungan: Tidak Ada; Status: Janda; Pendidikan Terakhir: SD. Menurut MJ, sikap anaknya selama ini adalah baik, pendiam, dan tidak terlalu lasak. MJ jarang mendengar anaknya curhat. Namun MJ sering memberikan nasihat dan solusi ketika anaknya sedang ada masalah.

MJ memberikan kepada anaknya dalam melakukan sesuatu. MJ sendiri menikah pada usia 16 tahun. MJ juga mengizinkan anaknya untuk menikah di usia muda, menurutnya hal itu bukan suatu masalah. MJ merasa aman jika anak-anaknya sudah pada menikah. MJ setuju dengan pernikahan usia muda. Dia tidak memahami tentang resiko pernikahan Usia Muda, baik itu resiko fisik maupun resiko fisikis. Informan Tambahan 2 Nama : NW (Ibu dari LL, Informan Utama 2); Usia: 56 Tahun; Jenis Kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Tempat Tanggal Lahir : Sawit Seberang, 16-07-1959; Alamat: Kebun Sayur Sawit Seberang: Pekerjaan: Wiraswasta; Penghasilan : ± Rp. 500.000; Tanggungan: tidak ada; Status: Janda; Pendidikan Terakhir: SD. Pekerjaan NW tidak menentu. Dahulu ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di Pekan Baru dan sekarang juga masih bekerja sebagai asisten rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya. Dahulu tanggungan NW lima orang anak, dimana LL merupakan anak terakhir. Suami NW telah lama meninggal dunia, yaitu ketika LL duduk di bangku SD. Menurut NW, sikap anaknya selama ini baik. NW jarang mendengarkan curhat anaknya karena anaknya sendiri yang jarang curhat ke orangtuanya. Namun NW sering memberikan masukan-masukan serta solusi ketika anaknya sedang ada masalah. Hasil observasi yang di lakukan, kontrol yang diberikan terhadap pergaulan anaknya sangat kurang. NW terlalu memberikan kebebasan terhadap anaknya, percaya begitu saja dengan apa yang dilakukan anaknya tanpa kotrol yang cukup. NW menikah pada usia 16 tahun. NW mengizinkan anaknya menikah di usia muda. NW setuju dengan pernikahan usia muda. NW tidak memahami tentang

47


resiko pernikahan usia muda, baik resiko fisik maupun resiko fisikis. Berikut merupakan pernyataan ibu NW Saat di wawancarai mengenai anaknya LL: “LL itu anaknya baik, menurut sama perintah orangtua. Dia jarang curhat sama ibu, kalok dia punya masalah lebih ke kawannya ceritanya. Ibu gak pernah ngaturngatur Dia harus gini-gitu. Ibu percaya aja dan bolehin aja asal yang dilakukan baik. Ibu pun dulu nikah umur 16 tahun, ya ibu izinkan aja kalau anakku mau menikah, kalau anak udah mau minta nikah gak dinikahkan nanti orangtuanya yang dosa. Menurut ibu nikah muda itu ya wajar aja. Apalagi kalau kondisinya kayak anak ku itu, udah gak sekolah, udah punya pacar, dan pacarnya udah kerja. Apalagi kalau gak di nikahkan. Kalau resiko pernikahan di bawah usia 20 tahun gak tau ibu, tetapi memang ibu rasa belum nalar aja” Informan Tambahan 3 Nama: DH (Ibu dari SS, Informan Utama 3); Usia: 38 Tahun; Jenis Kelamin: Perempuan; Suku: Jawa; Tempat Tanggal Lahir: Sawit Seberang, 24-07-1977; Alamat: Kebun Sayur Sawit Seberang; Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga; Tanggungan: 2 orang; Status: Menikah; Pendidikan Terakhir: SMP. Dahulu tanggugan DH adalah tiga orang anak, dimana SS merupakan anak pertama. DH memiliki suami yang pekerjaannya wiraswasta. Menurut DH sikap anaknya selama ini adalah baik. DH jarang mendengarkan curhat anaknya, karena anaknya sendiri jarang curhat ke orangtuanya, namun DH sering memberikan masukan-masukan serta solusi ketika anaknya sedang ada masalah. Kontrol yang diberikan DH terhadap pergaulan anaknya juga kelihatan cukup baik. DH memberikan kebebasan kepada anaknya dalam melakukan sesuatu, namun tetap dalam pengawasannya. DH sendiri menikah pada usia 16 tahun. DH juga 48

mengizinkan anaknya menikah di usia muda. DH setuju dengan pernikahan usia muda, karena beliau sendiripun dahulu menikah pada usia muda. Menurutnya pernikahan pada usia muda bukanlah suatu masalah yang berarti. Ternyata DH memahami tentang resiko pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun resiko fisikis. Informan Tambahan (Kepala Lingkungan KebunSayur) Nama: Dahlan; Jenis Kelamin: Laki-laki; Suku: Jawa; Alamat: Kebun Sayur Sawit Seberang; Pekerjaan: Wiraswasta; Status: Menikah; Pendidikan Terakhir: SMA. Sebagai Kepal Lingkungan, tanggapan bapak kepala lingkungan, Dahlan sebenarnya tidak setuju dengan pernikahan usia muda. Pasangan usia muda menurutnya belum matang dan biasanya penalaran juga masih kurang. Dahlan menyadari kemungkinan resiko-resiko yang dapat terjadi pada pasangan usia muda. Tetapi biasanya jika ada seseorang yang hamil duluan, hal ini mau tidak mau terpaksa dinikahkan walaupun usia orang tersebut masih tergolong anak-anak. Kemudian selain itu jika pasangan mempelai sudah saling cocok dan orang tua juga sudah memberikan restu, dalam hal ini juga tidak dapat dipungkiri pasangan tersebut untuk melakukan pernikahan. Menurut Dahlan, pernikahan usia muda memang sering terjadi, tetapi jumlahnya tidak sebanyak dahulu atau tahuntahun sebelumnya. Terkait dengan tindakan masyarakat tentang aktivitas dan pergaulan remaja di lingkungannya baik selama pergaulannya tidak melanggar aturan yang berlaku dalam masyarakat. Menurutnya pengawasan orangtua juga berperan penting dalam perkembangan anak remajanya guna mencegah terjadinya pernikahan usia di bawah umur. Didikan orangtua yang efektif itu menghasilkan anak


jadi mampu memahami aturan-aturan di masyarakat. Analisis Berdasarkan data tentang faktor ekonomi yang diperoleh, dua dari empat informan diketahui masih memiliki orang tua yang lengkap, lainnya adalah anak yatim (sudah tidak me miliki ayah). Status anak yang tidak memiliki orangtua juga turut mempengaruhi informan untuk melakukan pernikahan usia muda. Dalam hal ini kondisi ekonomi keluarga merupakan penyebab utama bagi informan untuk melakukan pernikahan pada usia muda, dengan alasan membantu mengurangi beban orangtua. Kondisi ekonomi keluarga mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda. Hal mana terjadi pada 4 informan utama. Salah satu fungsi keluarga adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi. Dalam hal ini keluarga memiliki hambatan dalam memenuhi kebutuhan anaknya, yaitu kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan primer terpenuhi. Contohnya kebutuhan rekreasi, kebutuhan transportasi, kesehatan dan pendidikan. Data mengenai faktor lingkungan dan kemauan sendiri dari 4 informan utama, mengindikasikan, bahwa menikah di usia muda adalah kemauan mereka sendiri. Pelaku melakukannya dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi. Rata-rata informan masih berusia 16 sampai dengan 17 tahun pada saat melakukan pernikahan. Berarti mereka menikah dalam usia remaja. Proses perkembangan yang dialami remaja pada umumnya akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya. Dari semua perubahan yang telah dan akan dialami pada masa remaja, tertinggal aspek aspek yang berarti bagi remaja, yang akan di persatukan dalam suatu identitas diri. Sesungguhnya semua permasalahan selama masa peralihan

diwarnai masalah utama, yakni pembentukan identitas diri. Lingkungan juga mempengaruhi tumbuh kembang seorang remaja. Dalam penelitian ini diketahui bahwa banyak teman sebaya informan yang juga melakukan pernikahan usia muda. Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat menyatakan, individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kecakapan dalam membuat keputusan. Terdapat hubungan erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi. Hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut sosial-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditiru sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan demikian, maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui peniruan. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga sesuai dengan keadaan dirinya atau tujuannya. Teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi.

49


Proses pembelajaran menurut Teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen, yaitu: 1) Perilaku Model (contoh). Dalam konteks ini individu melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan, dsb), maka perilaku itu akan ditiru. Pengaruh Perilaku Model. Untuk memahami pengaruh perilaku model, maka perlu diketahui fungsi model itu sendiri, yaitu: a) Untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu; b)Memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada; c) Memindahkan pola-pola perilaku yang baru. 2) Proses Internal Pelajar Model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan rangsangan kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balas apabila terjadi hubungkait antara ransangan dengan dirinya. Macam-macam model boleh berasal dari ibu-bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman sebaya, anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berpretise seperti penyanyi, pahlawan, bintang film dan sebagainya. Berdasarkan data tentang pola asuh orangtua, rata-rata informan menjawab diizinkan keluar malam hari oleh orangtuanya ketika hendak pergi berkencan, padahal dari usia mereka masih tergolong anak-anak. Dalam hal ini peran dari pengawasan orangtua juga berpengaruh dalam terjadinya pernikahan usia muda. Data yang ada menyatakan bahwa hanya satu informan yang mengetahui

50

tentang resiko bahaya pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik-dan fisikis. Dalam hal ini ketidaktahuan informan akan resiko pernikahan usia muda merupakan salah satu faktor pendukung informan melakukan pernikahan di usia muda. Mereka tidak mengetahui konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga. Resiko tidak siap mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab, kegagalan perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya. Wanita di bawah 20 tahun memiliki resiko tinggi untuk penyakit dan kematian ketika menjalankan fungsi reproduksi. Memasuki usia 20 tahun secara medik (fisik, biologis, endokrinologi serta psikologis, dan emosional), perempuan memiliki kematangan menjalankan hak reproduksinya secara aman terutama dalam menghasilkan generasi bangsa Indonesia yang berkualitas. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga. Resiko tidak siap mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Data yang diperoleh dari informan tambahan, khususnya orang tua informan utama diketahui bahwa mereka memberikan kepercayaan begitu saja terhadap anak tanpa pengawasan yang cukup. Mereka diizinkan


pergi keluar malam saat pacaran, sedangkan anaknya masih berusia 15 tahun. Pada umumnya mereka pulang ke rumah pada Pukul 11 malam, bahkan ada yang pulang di atas jam 11 malam. Respon orangtua biasa saja, hanya teguran kecil bagi anaknya. Dalam konteks ini kontrol orangtua terhadap anaknya kurang baik. Menurut peneliti hal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda. Rata-rata orangtua informan utama juga menikah di usia muda yaitu usia sekitar 17 tahun. Mereka juga mengizinkan anaknya untuk menikah di usia muda, menurut analisis peneliti hal ini disebabkan faktor ekonomi keluarga. Jika anaknya sudah menikah mereka merasa aman, tandanya anaknya telah laku dan beban ekonomi keluarga juga berkurang, karena anak tersebut sudah ditangguing oleh suaminya. Faktor pendukung lain para orangtua tersebut memberikan izin kepada anaknya menikah di usia muda adalah bahwa dahulu orangtua informan utama juga menikah di usia muda. Dalam hal ini pemahaman orangtua dipengaruhi oleh proses belajar yang diperoleh dari pengalaman mereka sendiri, bahwa dahulu mereka juga menikah di usia muda. Namun menurut mereka kondisi mereka pada saat ini baik-baik saja. Jadi mereka juga mengizinkan anaknya untuk menikah muda. Orangtua tidak memahami resiko dalam pernikahan usia muda. Kesimpulan Analisis data yang dilakukan menjadi pedoman bagi penulis untuk merumuskan kesimpulan berikut: 1) Faktor-faktor utama penyebab terjadinya pernikahan usia muda adalah kondisi ekonomi keluarga. 2) Faktor pendukung penyebab terjadinya pernikahan usia muda adalah hamil di luar nikah (saat pacaran), faktor pengawasan orangtua, faktor lingkungan, faktor

kemauan sendiri, dan faktor ketidaktahuan informan terhadap resiko pernikahan usia muda, baik itu resiko fisik maupun fisikis. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran penulis adalah sebagai berikut: 1. Kepada Orangtua (Keluarga) Peran dan fungsi keluarga hendaknya ditingkatkan, seperti fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, pendidikan, dan kontrol yang baik dalam mendidik anak. 2. Kepada Masyarakat Sebagai lingkungan kedua setelah keluarga, masyarakat kembali menghidupkan kontrol sosial terhadap pergaulan remaja, sekaligus melakukan pencegahan atas pengaruh negatif lingkungan. 3. Kepada Pemerintah Pemerintah perlu melakukan peningkatan sosial ekonomi masyarakat, yang akan meningkatkan pendidikan seseorang. Kondisi ekonomi yang rendah dapat menyebabkan anak putus sekolah dan juga dapat menyebabkan seseorang tidak dapat melanjutkan studi hingga ke perguruan tinggi. Dimana kondisi seperti ini memberikan kontribusi atas keinginan menikah dalam usia muda. Selain itu, Pemerintah juga diharapkan agar lebih memperbanyak lagi sosialisasi tentang bahaya atau resiko pernikahan usia muda. Daftar Pustaka Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika Aditama. Bagong, Suyanto. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana Perdana Media Group. Dariyo, Agus. 2004.Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

51


Gunarsa, 2002.Asas Asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta: PT BPK Gunung. Gunarsa, Singgih D. 1978. Psikologi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Kartini Kartono. 2005. Patologi Sosial 2; Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Moleong, Lexy J, 2006. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Psikologi Remaja.Jakarta: Manajemen PT Raja Grafindo Persada. Setiono, 2011.Psikologi Keluarga.Bandung: PT Alumni. Siagian, Matias. 2012. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grasindo Monoratama Sibagariang E E., dkk., 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita, Trans Info. Silalahi, Ulber, 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama. Suryani, Widyasih.2010.Psikologi Ibu dan Anak.Yogyakarta:Citramaya Sumber Online: Astuti, Sitiyuli. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kalangan Remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP USU:medan. Maria, Ulfa. 2007. Peranan Persepsi Keharmonisan keluarga dan Konsep Diri Terhadap Kecendrungan Kenakalan Remaja, Tesis, Program

52

Studi Psikologi Perkembangan Sekolah Pasca Sarjana UGM: Jogjakarta. Diakses dari :http://www.damandiri.or.id/file/Tesis_ Ulfah%20Maria.pdf tanggal 12 januari 2015. Yanti,Erma.2012,Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Resiko Perkawinan Dini dalam Kehamilan di Kelurahan Tanjung Gusta Lingkungan II Kecamatan Medan Helvetia, Karya Tulis Ilmiah, Prodi Kebidanan UNPRI: Medan diakses darihttp://balitbang.pemkomedan.go.id/ tinymcpuk/gambar/file/Erma%20Yanth i.pdf tanggal 11 januari 2015 http://www.apikescm.ac.id/infokes/Volume1 Nomor1/Bahaya_Kehamilan/Bahaya% 20Kehamilan%20Pada.pdf diakses tanggal 10 januari 2015 http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/39469/4/Chapter%20II.pdf.) diakses tanggal 10 januari 2015) (http://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/k etahui-resiko-pernikahan-dini.html, diakses pada tanggal 8 januari 2015) (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt 542a69f1b601b/tiga-ahli benarkanresiko- nikah-dini.diakses tanggal 8 januari 2015 pukul 10:00 WIB http://genbagus. blogspot. com/2014/05/faktor-penyebabpernikahan-dini.html diakses tanggal 4 maret 2015 pukul 12:00 WIB http://dewikusumadian.blogspot.com/2012/1 1/teori-belajar-sosial-social learning.html di akses pada tanggal 24 maret 2015 pukul 13:00 WIB.

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda Studi Kasus di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

Recommend Documents