FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PENCABUTAN GIGI DI RSGMP DRG. HJ. HALIMAH DAENG SIKATI FKG UNHAS PERIODE APRIL – MEI 2013
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
OLEH A. RASDIANTI INRA P. J 111 10 305
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Faktor-Faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati Fkg Unhas Periode April – Mei 2013
Oleh
: Andi Rasdianti Inra P. / J111 10 305
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal
September 2013
Oleh : Pembimbing
Drg. Netty N. Kawulusan, M.Kes NIP. 19541126 198403 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D NIP. 19540625 198403 1 001
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan mahasiswa yang tercantum di bawah ini: Nama
: Andi Rasdianti Inra P.
NIM
: J 111 10 305
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati Fkg Unhas Periode April – Mei 2013 Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan adalah judul baru dan tidak terdapat di perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Makassar,
September 2013
Staf Perpustakaan FKG Unhas
Nuraeda, S.Sos
iii
KATA PENGANTAR Syukur yang tak terkira penulis panjatkan atas nikmat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Faktor-Faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi Di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati Fkg Unhas Periode April – Mei 2013” sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin Makassar. Segala usaha dan upaya telah dilakukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan sebagai akibat dari adanya berbagai keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu, saran dan kritik serta koreksi dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi tersebut yang akan penulis terima dengan baik. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan. Maka dari itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2. Drg. Netty N. Kawulusan selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan banyak waktunya di tengah-tengah kesibukannya untuk
iv
membimbing, mengarahkan, dan memberi nasehat pada penulis dalam pembuatan skripsi ini dari awal hingga akhir penulisan. 3. Prof. Dr. drg. Sherly Horax, MS selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, dan arahan kepada penulis. 4. Kepada orangtuaku tercinta, Radja Siknong dan Makkasuddin (Alm) atas segala kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil, inspirasi, serta semangat yang tiada henti mereka berikannya selama hidup penulis selama ini yang tidak dapat tergantikan. Semoga apa yang dicapai penulis hingga saat ini dapat membuat kedua orangtua penulis bangga dan senang, walaupun penulis tahu bahwa itu semua tidak pernah cukup menggantikan apa yang mereka berikan kepada penulis selama ini. 5. Kepada teman seperjuangan skripsiku, Arfina Eka Priana yang telah banyak membantu dan mendukung selama ini. 6. Kepada seniorku, Abadi Abdillah yang telah banyak membantu dan mendukung selama ini. 7. Kepada sahabat-sahabatku, Anindyaningrum Zainal Putri, Arianti Arifin, Novia Fridayanti, dan Raihana Natsir yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis. 8. Kepada Resya Permatasari, Anha Maknunah, Dian Ika Pratiwi, dan seluruh teman-teman Atrisi 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, kakak-kakak Insisal 2009, Halitosis 2008, Mamelon 2007,
v
Ekstraksi 2006, dan seluruh Keluarga Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas yang telah banyak membantu dan mendukung selama ini. 9. Kepada Armanita Rahayu, Intan Fatmasari, dan seluruh teman-teman Pappalovers KKN-PK Unhas angkatan 44, yang telah memberikan banyak bantuan dan hiburan bagi penulis. 10. Dan yang terakhir kepada semua pihak, baik yang secara langsung maupun secara tidak langsung, memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tiada imbalan yang dapat penulis berikan selain mendoakan semoga bantuan dari berbagai pihak kepada penulis diberi balasan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semoga karya sederhana ini dapat membawa suatu manfaat bagi perkembangan dunia kesehatan nantinya, terutama bidang kesehatan gigi dan mulut. Amin. Makassar,
September 2013
Penulis
vi
ABSTRAK Latar Belakang : Pencabutan gigi seharusnya dilakukan hanya jika semua alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur dental yang dapat menimbulkan resiko komplikasi. Hal ini disebabkan karena prosedur penatalaksanaannya yang kompleks. Keadaan gigi, jaringan sekitar gigi, dan kondisi umum pasien harus diperiksa secara seksama sebelum dilakukan pencabutan gigi. Kasus komplikasi bukan hal yang langka ditemui di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas. Komplikasi biasanya terjadi selama atau setelah prosedur pencabutan gigi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik lokal maupun sistemik. Komplikasi dapat dicegah dengan membatalkan atau menunda tindakan pencabutan gigi. Langkah tersebut juga sering dilakukan oleh dokter gigi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar jumlah penundaan pencabutan gigi yang terjadi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei dan faktorfaktor penyebabnya. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan desain cross-sectional pada 125 orang pasien pencabutan gigi RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei. Pengambilan data dilakukan menggunakan lembar penelitian. Pengolahan data dilakukan secara manual Hasil : Besar penundaan pencabutan gigi selama periode April – Mei adalah sebanyak 35 orang (28%) dari 125 sampel, dengan prevalensi sebesar 11,2% untuk hipertensi, 0,8% untuk penyakit jantung, 4,8% untuk hipotensi, 0,8% untuk asma, 1,6% untuk penyakit periapikal, 4% untuk rasa sakit, 1,6% untuk inflamasi, 3,2% untuk perujukan, dan 0% untuk DM, terapi steroid, kehamilan, diskrasia darah, terapi antikoagulan, gondok beracun, dan penyakit kuning tidak ditemukan dalam penelitian. Simpulan : Faktor-faktor penyebab yang ditemukan menyebabkan penundaan pencabutan gigi selama periode April – Mei terdiri dari hipertensi, jantung, hipotensi, asma, penyakit periapikal, rasa sakit, inflamasi, dan perujukan. Kata Kunci : penundaan, pencabutan, gigi, lokal, sisemik.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN .........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
ABSTRAK ...............................................................................................
vii
DAFTAR ISI ............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN .....................................................................
1
I.1
LATAR BELAKANG ...................................................
1
I.2
RUMUSAN MASALAH ...............................................
5
I.3
TUJUAN PENELITIAN ................................................
6
I.4
MANFAAT PENELITIAN ...........................................
6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
7
II.1
PENCABUTAN GIGI ...................................................
7
II.1.1 Definisi Pencabutan Gigi ......................................
7
II.1.2 Indikasi Pencabutan Gigi ......................................
8
II.1.3 Kontraindikasi Pencabutan Gigi ...........................
11
II.1.4 Anestesi Lokal .....................................................
15
viii
II.2
FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PENCABUTAN GIGI ...................................................
18
II.2.1 Diabetes ...............................................................
18
II.2.2 Hipertensi ............................................................
19
II.2.3 Jantung ................................................................
21
II.2.4 Pasien Terapi Steroid ...........................................
22
II.2.5 Kehamilan ............................................................
23
II.2.6 Diskrasia darah ....................................................
23
II.2.7 Terapi antikoagulan ..............................................
24
II.2.8 Gondok Beracun ..................................................
25
II.2.9 Penyakit Kuning ..................................................
28
II.2.10 Hipotensi ............................................................
28
II.2.11 Asma ..................................................................
30
II.2.12 Penyakit Periapikal .............................................
31
II.2.13 Rasa sakit (pain) ................................................
32
II.2.14 Inflamasi ............................................................
32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................
34
III.1
KERANGKA KONSEP ................................................
34
III.2
JENIS PENELITIAN ....................................................
35
III.3
DESAIN PENELITIAN ................................................
35
III.4
LOKASI PENELITIAN ................................................
35
III.5
WAKTU PENELITIAN ................................................
35
ix
III.6
SAMPEL .......................................................................
35
III.6.1 Metode Sampling ................................................
35
III.6.2 Jumlah Sampel ....................................................
36
III.7
VARIABEL PENELITIAN ...........................................
36
III.8
DEFINISI OPERATIONAL ..........................................
36
III.9
ALUR PENELITIAN ....................................................
37
III.10 ALAT dan BAHAN PENELITIAN ...............................
38
III.11 PROSEDUR KERJA .....................................................
39
III.12 ANALISIS DATA .........................................................
39
BAB IV HASIL PENELITIAN ...............................................................
40
BAB V
PEMBAHASAN .......................................................................
43
BAB VI PENUTUP ................................................................................
48
VI.1 KESIMPULAN .................................................................
48
VI.2 SARAN ............................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
50
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pencabutan gigi menggunakan tang .............................
8
Gambar 2.2 Teknik anestesi lokal ....................................................
16
Gambar 4.1 Diagram prevalensi pencabutan gigi .............................
41
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Fungsi anestesi lokal ........................................................
17
Tabel 4.1 Prevalensi penundaan pencabutan gigi ..............................
40
xii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Profesi dokter gigi seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum, demikian pula dengan kesehatan gigi dan mulut. Masyarakat menganggap prosedur atau tindakan dalam bidang kedokteran gigi adalah hal yang menakutkan. Akibatnya, mereka baru datang ke dokter gigi jika keluhan yang mereka alami sudah berada pada tingkat lanjut. Itulah sebabnya di Makassar, khususnya di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas, tindakan yang paling banyak dilakukan dilakukan dokter gigi di klinik adalah tindakan kuratif. Berbagai macam tindakan kuratif dilakukan oleh dokter gigi. Salah satu yang paling dikenal masyarakat adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi atau yang dalam istilah kedokteran gigi dikenal sebagai exodontia/ekstraksi gigi merupakan tindakan yang paling sering dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Walaupun demikian, tidak jarang kita temukan kesulitan dan kegagalan dari tindakan pencabutan gigi ini. Pencabutan gigi dikatakan ideal jika tidak menimbulkan rasa sakit, dengan trauma minimal pada jaringan sekitar, sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan pasca pencabutan.
1
Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan umum pasien dalam keadaan yang sehat. Jika keadaan umum pasien kurang baik, kemungkinan dapat terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan. Pencabutan gigi seharusnya dilakukan hanya jika semua alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena pencabutan gigi bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi. Walaupun gigi telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan pencabutan, namun ada beberapa keadaan yang tidak boleh dilakukan pencabutan gigi. Hal ini disebabkan oleh karena beberapa faktor yang disebut kontraindikasi pencabutan gigi. Kontraindikasi pencabutan gigi atau tindakan bedah lainnya dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun sistemik. Menurut Balaji, kontraindikasi pencabutan gigi dibedakan menjadi kontraindikasi relatif dan mutlak. Adapun kontraindikasi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: A. Kontraindikasi Relatif 1)
Penyakit periapikal terlokalisir
2)
Keberadaan infeksi oral
3)
Perikoronitis akut
4)
Tumor ganas
5)
Post-radioterapi
6)
Diabetes mellitus tidak terkontrol
7)
Hipertensi
2
8)
Penyakit jantung
9)
Diskrasia darah
10) Pasien kompromi medis 11) Penyakit Addison dan pasien terapi steroid jangka panjang 12) Demam yang tidak jelas asalnya 13) Nefritis 14) Kehamilan 15) Selama siklus menstruasi 16) Penyakit kejiwaan B. Kontraindikasi Mutlak 1)
Gigi yang terlibat dalam malformasi arterio-vena
2)
Leukimia
3)
Gagal ginjal
4)
Sirosis hati
5)
Gagal jantung
Kontraindikasi ini bisa bersifat mutlak atau relatif tergantung pada kondisi umum pasien. Sifat dari suatu kontraindikasi berperan penting dalam penundaan pencabutan gigi. Sehubungan dengan hal ini, pengetahuan lebih dan keterampilan khusus dituntut dari seorang dokter gigi. Ketika seorang dokter gigi merasa pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya tidak cukup untuk
3
menangani komplikasi yang mungkin terjadi, biasanya dokter gigi akan membatalkan atau menunda pencabutan gigi. Pada masa penundaan ini, pasien biasanya diberikan obat premedikasi dan jika perlu pasien akan dirujuk ke internis. Obat premedikasi diberikan dengan harapan dapat memberikan prognosis yang baik pada pencabutan giginya nanti. Penundaan berlangsung sampai pasien dianggap sudah bisa menerima suatu tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan bagi pasien. Beberapa referensi dan penelitian terdahulu telah menyinggung mengenai penundaan pada pencabutan gigi. Penundaan tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi pencabutan gigi yang sifatnya fatal. Hal ini disebabkan karena banyak kasus pencabutan gigi yang menimbulkan komplikasi berat setelahnya. bahkan ada yang menyebabkan kematian pasien. Namun, informasi tersebut belum cukup. Penundaan pencabutan gigi belum dibahas secara lebih mendalam dan terperinci. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti seberapa besar jumlah penundaan pencabutan gigi yang terjadi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei dan faktor-faktor penyebabnya. Selain merasa tertarik, penulis juga merasa penelitian ini perlu dilakukan sebab data-data penelitian terdahulu belum cukup menjelaskan faktorfaktor yang dapat menyebabkan penundaan pencabutan gigi, terutama di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas.
4
Penelitian dilakukan di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas, yang merupakan tempat dokter gigi muda memperoleh ilmu keprofesiannya. Umumnya, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter gigi mudah masih terbatas sedangkan pasien yang datang ke RSGMP sangat bervariasi baik dalam hal keluhan maupun kondisi umum pasien itu sendiri. Penulis berharap penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan tambahan informasi dan wawasan pada masyarakat luas, khususnya pada mahasiswa FKG Unhas mengenai besar jumlah penundaan pencabutan gigi yang terjadi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei dan faktor-faktor penyebabnya. Mahasiswa FKG Unhas terutama dokter gigi muda bisa lebih waspada pada faktor penyebab penundaan pencabutan gigi tertentu.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan untuk penelitian ini, yaitu berapa besar jumlah penundaan pencabutaan gigi yang terjadi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas periode April – Mei dan faktor-faktor penyebabnya?
5
I.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besar jumlah penundaan pencabutan gigi yang terjadi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei dan faktorfaktor penyebabnya.
I.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah menambah wawasan dan memberikan informasi pada masyarakat luas, khususnya pada mahasiswa FKG Unhas mengenai besar jumlah penundaan pencabutan gigi yang terjadi di RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei dan faktor-faktor penyebabnya. Mahasiswa FKG Unhas terutama dokter gigi muda bisa lebih waspada pada faktor penyebab penundaan pencabutan gigi tertentu.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 PENCABUTAN GIGI
II.1.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi atau yang dalam ilmu kedokteran gigi biasa disebut ekstraksi gigi adalah suatu prosedur dental mengeluarkan gigi dari soketnya. Pencabutan gigi dikatakan ideal jika dalam pelaksaannya tidak disertai rasa sakit, trauma yang terjadi pada jaringan sekitar gigi seminimal mungkin, luka pencabutan dapat sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan pasca pencabutan.1 Pencabutan gigi adalah suatu tindakan operasi yang dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar. Oleh karena sifatnya yang irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi, pencabutan gigi seharusnya dilakukan hanya ketika semua alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Namun, pada beberapa pasien lebih memilih pencabutan gigi sebagai alternatif yang lebih murah daripada dilakukan perawatan lain seperti penambalan atau pembuatan mahkota pada gigi dengan karies besar. Pada keadaan tersebut, gigi harus dicabut dan pencabutan gigi merupakan bagian dari fungsi dokter gigi.2
7
Gambar 2.1 Pencabutan gigi mengunakan tang (Sumber: Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. China: Churchill Living Stone Elsevier; 2007, p.27)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pencabutan gigi merupakan
suatu
prosedur
mengeluarkan
menggunakan tang dan elevator
gigi
dari
(closed method),
perlekatannya
atau
pendekatan
transalveolar (open method) dengan teknik yang aman untuk meminimalkan trauma.
II.1.2 Indikasi Pencabutan Gigi Gigi perlu dicabut karena berbagai alasan, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 3,4,5 a. Persistensi gigi sulung dan supernumerary teeth/crowding teeth Keadaan tersebut dapat menyebabkan maloklusi pada gigi permanen. Oleh karena itu, pencabutan gigi harus segera dilakukan. Juga merupakan predisposisi terjadinya penyakit periodontal yang prematur pada gigi geligi
8
permanen karena adanya akumulasi dental plak dan kalkulus, serta akan menyebabkan trauma pada jaringan lunak. b. Penyakit periodontal yang parah Yaitu apabila terdapat abses periapikal, poket periodontal yang meluas ke apeks gigi, atau yang menyebabkan gigi goyang. c. Gigi yang fraktur dan gigi yang menyebabkan abses periapikal Perlu dilakukan pencabutan apabila sudah tidak dapat dilakukan perawatan endodontik atau bila pasien menolak perawatan endodontik. d. Gigi dengan karies yang dalam Gigi tidak dapat dipertahankan lagi apabila gigi sudah tidak dapat direstorasi e. Gigi yang terletak pada garis fraktur Gigi ini harus dicabut sebelum dilakukan fiksasi rahang yang mengalami fraktur karena gigi tersebut dapat menghalangi penyembuhan fraktur. f. Gigi impaksi Gigi impaksi harus dicabut jika menyebabkan gangguan-gangguan misalnya pada hidung, kepala, TMJ, atau rasa sakit pada wajah. g. Tujuan ortodontik Untuk tujuan perawatan ortodontik beberapa gigi premolar atau molar permanen harus dicabut (pencabutan terapeutik). Serial extraction juga merupakan salah satu wujud tindakan yang bijaksana ketika beberapa gigi
9
sulung dicabut untuk memberikan ruang yang cukup bagi erupsi gigi permanen. h. Tujuan prostetik Pencabutan satu atau dua gigi dibenarkan jika dilakukan untuk menunjang desain atau stabilitas protesa agar lebih baik. i. Sebelum perawatan radioterapi Pada pasien yang harus menjalani terapi radiasi untuk tumor ganas sebaiknya dilakukan pencabutan pada gigi yang mempunyai prognosis buruk dan yang rawan terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya osteoradionekrosis. j. Pencabutan profilaksis Prosedur ini dilakukan setelah melalui pemeriksaan medis pada pasien dengan demam yang persisten (menetap) atau dengan suatu bentuk arthritis dan iritis. Tindakan ini membutuhan pencabutan semua gigi non-vital serta yang diragukan kevitalannya dalam upaya untuk menghilangkan semua fokal infeksi atau yang berpotensi menjadi fokal infeksi. k. Sisa akar Sisa akar harus dicabut segera setelah ditemukan. Meskipun bagian kecil dari akar ini dapat dibiarkan begitu saja dalam soket selama tidak menimbulkan masalah, namun seiring berjalannya waktu dapat menjadi berbahaya sehingga harus segera dicabut. Pada pasien tak bergigi, keberadaan segmen fraktur di bawah mukosa akan terus menurus teriritasi
10
oleh gigi tiruan di atasnya hingga menghasilkan ulkus kronis yang kadangkadang mengalami perubahan neoplastik. Sisa akar juga bisa mengalami perubahan kistik atau perubahan patologis lainnya.
II.1.3 Kontraindikasi Pencabutan Gigi Semua kontraindikasi baik lokal maupun sistemik dapat menjadi relatif atau mutlak (absolut) tergantung pada kondisi umum pasien. Ketika kontraindikasi itu mutlak, perawatan ekstra perlu dilakukan sebelum pencabutan gigi untuk menghindari berbagai resiko yang dapat terjadi pada pasien. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kontraindikasi pencabutan gigi. A. Kontraindikasi Relatif 1,4 A.1 Lokal 1 a. Penyakit periapikal terlokalisir Jika pencabutan gigi telah dilakukan dan infeksi tersebar menyeluruh dan tersebar secara sistemik, maka antibiotik harus diberikan sebelum pencabutan. b. Keberadaan infeksi oral Infeksi oral seperti vincent’s angina, herpetic gingivostomatitis, harus dirawat terlebih dahulu. Setelah itu, dapat dilakukan pencabutan.
11
c. Perikoronitis akut Perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu, kemudian dicabut gigi yang terlibat. Jika tidak, infeksi bakteri bisa turun ke daerah kepala bagian bawah dan leher. d. Penyakit ganas Misalnya gigi yang berada di area tumor. Jika dicabut bisa menyebarkan sel dan dengan demikian mempercepat proses metastatik. e. Pencabutan gigi pada pasien terapi radiasi Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya diiradiasi dapat menyebabkan osteoradionekrosis dan karena itu harus dilakukan dengan tindakan pencegahan ekstra.
A.2 Sistemik 4 a. Diabetes Pasien dengan penyakit diabetes tidak terkontrol cenderung lebih rentan mengalami infeksi pada luka bekas pencabutan gigi dan dapat meluas ke jaringan sekitarnya. b. Hipertensi Pencabutan gigi dapat dilakukan pada pasien dengan hipertensi ringan (derajat 1) dan hipertensi sedang (derajat 2), atau ketika tekanan sistolik kurang dari 200 mmHg dan tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg.
12
c. Penyakit jantung Kondisi jantung yang paling sering menyulitkan pencabutan gigi adalah infark miokard, angina pektoris, dan dekompensasi jantung. d. Pasien terapi steroid Pasien yang menjalani terapi steroid akan terhambat produksi hormone adrenokortikotropinnya. Bahkan pada pasien yang sudah satu tahun berhenti terapi menunjukkan sekresi adrenal tersebut tidak cukup untuk menahan stres pencabutan gigi. e. Kehamilan Faktor risiko tinggi yang timbul ketika merawat pasien hamil adalah menghindari kecacatan genetik pada janin. Selain itu, perawatan ekstra harus dilakukan selama prosedur radiografi dental dan pemberian obat. f. Diskrasia darah Anemia, penyakit perdarahan seperti hemofilia dan leukemia adalah diskrasia darah yang menimbulkan banyak masalah selama pencabutan gigi. Komplikasi pendarahan yang berlebihan pasca operasi harus ditangani dengan hati-hati. g. Pasien terapi antikoagulan Pasien terapi antikoagulan yang menjalani prosedur bedah mulut dapat mengalami pendarahan yang berkepanjangan pasca operasi dan/atau kecelakaan tromboembolik yang fatal
13
h. Gondok beracun Ekstraksi dapat memicu krisis tiroid. Gejalanya adalah setengah sadar, gelisah (yang tidak terkendali bahkan dengan sedasi berat), sianosis dan delirium yang sangat cepat, dll. Pada kondisi ini, tidak ada prosedur bedah yang dapat dilakukan dan pasien harus dirujuk ke dokter. i. Penyakit kuning Komplikasi postoperative dari keadaan ini adalah pendarahan. Jika pencabutan gigi sangat dibutuhkan, dosis vitamin K profilaksis harus diberikan sebelum operasi.
B. Kontraindikasi Mutlak 1 B.1 Lokal a. Gigi yang terlibat dalam malformasi arterio-vena b. Jika pencabutan dilakukan, maka dapat menyebabkan kematian.
B.2 Sistemik a. Leukimia b. Gagal ginjal c. Sirosis hati d. Gagal jantung
14
II.1.4 Anestesi Lokal Anestesi adalah hilangnya perasaan atau sensasi di bagian tertentu atau di seluruh tubuh. Anestesi dapat terjadi sebagai akibat dari cedera atau penyakit saraf, tetapi istilah anestesi sebagian besar diterapkan pada teknik mengurangi atau menghilangkan sensasi sakit individu untuk memudahkan operasi yang akan dilakukan. Ini dipengaruhi oleh pemberian obat (anestesi lokal atau anestesi umum) atau dengan menggunakan metode lain seperti, akupunktur atau hipnosis.1 Saat ini, perawatan gigi umumnya dilakukan di bawah pengaruh anestesi lokal. Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi yang bersifat sementara di daerah yang terbatas dari tubuh disebabkan oleh depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer.4 Anestesi lokal adalah bentuk anestesi yang paling banyak digunakan dalam kedokteran gigi untuk meringankan nyeri. Penggunaan teknik dan obatobatan anestesi dapat bervariasi tergantung pada riwayat medis dan dental pasien, serta efek farmakologi dari agen. Pada sebagian besar aplikasi dental, anestesi ini memungkinkan penghilangan rasa sakit sepenuhnya selama prosedur operasi.2
15
a
b
Gambar 2.2 a,b Teknik anestesi lokal. a infiltrasi. b block (Sumber: Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJ. Textbook of general and oral surgery. Philadelphia: Elsevier; 2003, p.203-4)
Kontrol rasa sakit atau nyeri ini sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, dan tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter giginya. Keadaan ini akan sangat membantu bagi seorang dokter gigi. 6 Fungsi anestesi lokal dibedakan menjadi fungsi diagnostik, fungsi terapeutik, fungsi perioperatif, dan fungsi postoperatif sebagaimana yang tertera dalam tabel berikut.7
16
Tabel 2.1 Fungsi anestesi lokal.
Fungsi Anestesi Lokal Diagnostik
: Untuk mengisolasi sumber rasa sakit
Terapeutik
: Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit pada kondisi ptologis
Perioperatif : Untuk mendapatkan kenyamanan selama prosedur Operasi Postoperatif : Untuk mengurangi rasa sakit pasca operasi (Sumber: Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJ. Textbook of general and oral surgery. Philadelphia: Elsevier; 2003, p.200.)
Lidokain dengan epinefrin merupakan agen anestesi lokal yang paling umum yang digunakan dalam praktek dokter gigi. Epinefrin sebagai vasokonstriktor ditambahkan ke lidokain dimaksudkan untuk: 8 a. Memperpanjang durasi anestesi lokal b. Memperdalam anestesi lokal c. Mengurangi resiko toksis sistemik d. Mengontrol pendarahan pada lokasi operasi Salah satu efek samping yang paling penting dari lidokain dengan epinefrin adalah efek kardiovaskular yang membatasi penggunaannya pada beberapa kasus tertentu. Dengan dosis yang dianjurkan, efek kardiovaskular lidokain dengan epinefrin disebabkan karena penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau injeksi intravaskulernya. Penyerapan sistemik epinefrin menyebabkan efek kardiovaskular seperti hipertensi, nyeri dada,
17
takikardia, dan aritmia jantung lainnya. Dosis maksimum epinefrin pada pasien yang sehat adalah 200 mikrogram 1/250000 laturan.9
II.2 FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PENCABUTAN GIGI
Penundaan pencabutan gigi erat hubungannya dengan kontraindikasi relatif pencabutan gigi. Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan umum (sistemik) pasien dalam keadaan yang sehat. Jika keadaan umum pasien kurang baik, kemungkinan dapat terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan. Kelompok kontraindikasi ini disebut bersifat relatif sebab pada beberapa kasus tetap dapat dilakukan pencabutan, meskipun banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan tindakan operasi. Ketika seorang dokter gigi merasa pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya tidak cukup untuk menangani komplikasi yang mungkin terjadi, biasanya dokter gigi akan membatalkan atau menunda pencabutan gigi tersebut.
II.2.1 Diabetes Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis adalah suatu penyakit kronis yang terjadi ketika konsentrasi glukosa darah dalam tubuh
berlebih. Ini
biasanya terjadi ketika produksi insulin, hormon pengatur kadar glukosa darah, dari pankreas tidak memadai, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Diabetes mellitus ditandai dengan
18
hiperglikemia dan intoleransi glukosa. Hiperglikemia digunakan untuk menggambarkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah, sedangkan intoleransi glukosa dikaitkan dengan resistensi insulin.10 Penyakit
ini
dikaitkan
dengan
berbagai
komplikasi
mikro
dan
makrovaskuler dalam tubuh. Komplikasi dan manifestasi oral dalam bentuk gingivitis, periodontitis, xerostomia, infeksi oportunistik, akumulasi plak yang lebih besar, parestesi oral, gangguan pengecapan, kandidiasis, terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang juga menjadi masalah yang muncul di bidang kedokteran gigi.11 Dari sekian banyak komplikasi dan manifestasi oral yang telah diuraikan di atas, dua faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pencabutan gigi pada penderita diabetes mellitus adalah terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang.
II.2.2 Hipertensi Hipertensi atau yang dikenal sebagai tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastole lebih dari 90 mmHg, dengan diagnosis didasarkan pada hasil yang sama pada dua atau lebih kunjungan setelah pemeriksaan awal. Hipertensi ditandai adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan resistensi dari arteri perifer.8 Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
19
satu periode. Konstriksi arteriol membuat darah sulit untuk mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.12 Hipertensi menjadi kontraindikasi relatif dalam pencabutan gigi berkaitan dengan penggunaan anestesi lokal. Adanya vasokonstriktor dalam anestesi lokal merupakan masalah tersendiri berkaitan dengan tekanan darah pasien. Anestetikum lidokain dengan epinefrin (adrenalin) sebagai vasokonstriktornya merupakan yang paling umum digunakan dalam praktek dokter gigi. 8 Salah satu efek samping yang paling penting dari campuran lidokain dengan epinefrin adalah efek kardiovaskular yang membatasi penggunaannya pada beberapa kasus tertentu. Hal ini disebabkan karena penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau injeksi intravaskulernya. Efek kardiovaskular yang dimaksud seperti hipertensi, nyeri dada, takikardia, dan aritmia jantung lainnya.9 Beberapa bukti penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor dalam dosis yang dianjurkan tidak mengakibatkan peningkatan perubahan tekanan darah yang signifikan. Bila ada perubahan, hanya bersifat sesaat. Sehingga, dalam beberapa literatur menyatakan bahwa anestesi lokal dengan vasokonstriktor dapat dengan aman digunakan selama pencabutan gigi pada pasien hipertensi. Meskipun demikian, masih ada kontroversi tentang hal ini. Komplikasi mengancam nyawa yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah secara spontan dapat terjadi selama prosedur pencabutan gigi pada pasien hipertensi.13
20
Selain itu, konsumsi obat-obatan pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol juga dapat memicu terjadinya pendarahan setelah pencabutan gigi. Obat-obatan
yang
umumnya
dikonsumsi
pasien
hipertensi
adalah
antikoagulan.
II.2.3 Penyakit Jantung Penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung merupakan faktor resiko dalam praktek kedokteran gigi, terutama karena tidak adanya kontrol medis yang memadai. Oleh karena itu penting bagi dokter gigi untuk mengetahui masalah medis setiap pasien, perawatan yang diterima, dan kemungkinan pengobatan yang akan dilakukan. Penyakit jantung yang paling sering terlihat dalam praktek kedokteran gigi, seperti hipertensi arteri, penyakit jantung iskemik, aritmia dan gagal jantung.14 Peran dokter gigi pada pasien penderita penyakit jantung meliputi mendeteksi penyakit, merujuk pasien, edukasi dan konseling, penundaan perawatan gigi, serta pencegahan dan perawatan kondisi mulut. Dokter gigi bertugas memeriksa tekanan darah pasien selama kunjungan rutin atau skrining dan memberi konseling berkaitan dengan faktor risiko seperti diet, merokok, dan gaya hidup. Ketika seorang pasien diduga menderita penyakit jantung, tetapi tidak memperoleh pengobatan atau dengan kata lain penyakit tersebut tidak terkontrol, maka dokter gigi dapat merujuk pasien ke dokter ahli jantung. Pemahaman tentang pengobatan dan status kesehatan kardiovaskular
21
pasien betujuan untuk memberikan penanganan yang tepat dan menghindari potensi interaksi obat.15
II.2.4 Pasien Terapi Steroid Sejak diperkenalkan untuk praktek klinis, 60 tahun yang lalu, kortikosteroid atau steroid telah banyak digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit dan merupakan yang paling kuat dari semua agen antiinflamasi yang dikenal. Penggunaan steroid telah banyak mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada individu dengan kondisi yang serius, seperti penyakit autoimun, alergi, transplantasi organ, insufisiensi adrenal, hiperplasia adrenal kongenital, dll.16 Pada dasarnya, steroid merupakan terapi pengganti hormon yang dihasilkan oleh adrenal ketika produksinya tidak normal. Kelenjar adrenal memproduksi hormon aldosteron dan kortisol yang memungkinkan tubuh untuk beradaptasi dengan stres dan sangat penting untuk kelangsungan hidup. Ketika kekurangan hormon tersebut, tubuh kurang mampu beradaptasi dengan situasi yang penuh tekanan atau yang menimbulkan stress. Pada keadaan inilah terapi pengganti diindikasikan.17 Penggunaan jangka panjang steroid menyebabkan insufisiensi adrenal sekunder dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Intervensi bedah pada pasien yang menerima pengobatan steroid harus dilakukan dengan
22
pertimbangan untuk mencegah krisis adrenal, penyembuhan luka tertunda, dan infeksi.18
II.2.5 Kehamilan Saat hamil, wanita mengalami berbagai perubahan pada tubuhnya. Perubahan tersebut meliputi perubahan sistem kardiovaskular, pernapasan dan pencernaan, serta perubahan dalam rongga mulut dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi oral. Hal ini terutama dipengaruhi oleh sirkulasi hormon seks wanita, yaitu estrogen dan progesteron.19 Kehamilan normal berlangsung sekitar 38 minggu atau 9 bulan. Masa kehamilan dibagi menjadi trimester (periode 3 bulan), sebab setiap trimester membutuhkan penanganan medis dan dental yang berbeda. 20 Trimester pertama dan terakhir merupakan kontraindikasi pada pencabutan gigi. Hal ini disebabkan oleh adanya resiko kelahiran prematur dan sindrom hipotensi supinasi. Hanya pada trimester kedua pencabutan gigi aman untuk dilakukan.21
II.2.6 Diskrasia darah Anemia, penyakit hemoragik seperti hemofilia dan leukemia merupakan jenis diskrasia darah yang menimbulkan banyak kesulitan selama pencabutan gigi.4 Diskrasia darah membuat pasien rentan terhadap infeksi pasca operasi dan pendarahan. Pencabutan sebaiknya dilakukan hanya setelah konsultasi
23
dengan hematologis dan persiapan yang tepat dari pasien. Pendapat dari hematologis dibutuhkan untuk menghindari komplikasi selama pemulihan pasien. 20
II.2.7 Pasien Terapi Antikoagulan Terapi antikoagulan adalah salah satu bentuk yang paling umum digunakan dalam pengobatan kontemporer. Seiring bertambahnya usia penduduk dan tingginya insiden penyakit kardiovaskular pada masyarakat maju, jutaan subjek menjalani terapi antikoagulan. Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya tromboemboli, karena itu biasanya dianjurkan pada semua pasien dengan risiko tromboemboli. Risiko tromboemboli
dapat
terjadi
pada
subyek
dengan
riwayat
angina,
aterosklerosis, fibrilasi atrium, kecelakaan cerebrovaskular, trombosis vena dalam, penyakit arteri perifer, penyakit jantung iskemik, infark miokard dan emboli paru, dan juga pada pasien setelah angioplasty dan pemasangan stent, operasi bypass dan prostetik pemasangan katup jantung.22 Antikoagulan saat ini terdiri dari dua obat dasar yaitu natrium warfarin dan heparin. Antikoagulan sering dikombinasikan dengan obat antiplatelet seperti asam asetilsalisilat atau sulfat clopidogrel untuk mencegah agregasi trombosit.22 Pasien yang mengkonsumsi antikoagulan dan obat antiplatelet lebih beresiko
mengalami perdarahan
oleh
karena
prosedur dental
dibandingkan pasien lain. Namun, menghentikan penggunaan obat-obatan ini
24
dapat memicu peristiwa trombotik (misalnya, deep vein thrombosis (DVT), stroke) pada pasien. Oleh karena itu, risiko perdarahan harus dipertimbangkan bersama dengan risiko dan konsekuensi dari trombosis.23 Status koagulasi pasien, berdasarkan international normalized ratio (INR), harus dievaluasi sebelum prosedur bedah dental dilakukan dan segala bentuk perubahan pada terapi antikoagulannya harus didiskusikan dengan internis yang menangani pasien. 24 Dokter gigi harus memastikan INR pasien terapi antikoagulan berada dalam kisaran terapeutik. Ketika nilai INR pasien berada pada kisaran terapeutik (INR 2,0 - 4,0), prosedur bedah minor dental dapat dilakukan tanpa perubahan pada terapi antikoagulannya. Nilai INR yang optimal adalah 3 karena meminimalkan risiko komplikasi baik perdarahan maupun tromboemboli.25
II.2.8 Gondok Beracun (Toxic Goitre) Gondok beracun biasa juga disebut tirotoksikosis. Referensi-referensi lain menyamakan tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. 26,27,28 Oleh karena itu, informasi yang dipaparkan mengacu pada tirotoksikosis dan hipertiroidisme. Penyakit ini merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah. Salah satu penyebab terjadinya tirotoksikosis yaitu ekses yodium. Jumlah yodium yang berlebihan dapat memblok fungsi tiroid, sehingga aktivitas tiroid dalam membuat hormon menjadi tidak terkontrol.29
25
Gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita tirotoksikosis yaitu meningkatnya laju metabolik, rasa cemas yang berlebihan, meningkatnya nafsu makan tetapi berat badan menurun, gerakan yang berlebihan, gelisah dan instabilitas emosi, penonjolan pada bola mata, dan tremor halus pada jari tangan. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, namun lebih banyak terjadi pada usia 40-50 tahun. Selain itu, lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Bedasarkan data tahun 2000, dua persen perempuan dan 0,2 persen laki-laki menderita penyakit ini di dunia.29 Adapun manifestasi oral dari tirotoksikosis yaitu meningkatnya kerentanan terhadap
karies,
penyakit
periodontal,
pembesaran
jaringan
tiroid
extraglandular, osteoporosis maksila atau mandibula, erupsi gigi prematur, perkembangan penyakit jaringan ikat dan sindrom mulut terbakar.30 Perawatan pasien penderita tirotoksikosis dapat berupa antitiroid (propylthiouracil, karbimasol, dan metimasol) yang menghambat sintesis hormon; asam iopanoic dan ipodate natrium yang merupakan penghambat konversi periferal dari T4 ke T3; beta-bloker (propanolol) yang memperlambat aktivitas adrenergik dan mengatasi takikardi, kecemasan, gugup, tremor dan berkeringat; glukokortikosteroid, seperti deksametason, yang mengurangi sekresi hormon tiroid dan yodium yang menghambat pelepasan hormon preformed.27 Pasien hipertiroid rentan terhadap penyakit kardiovaskular. Sebelum melaksanakan prosedur perawatan dental, terutama bedah mulut, dokter gigi
26
sebaiknya mengkonsultasikan riwayat jantung pasien dengan dokter yang merawatnya. Pada keadaan ini, penggunaan epinefrin harus dihindari dan tindakan bedah mulut harus ditunda untuk pasien yang menunjukkan tandatanda atau gejala penyakit yang tidak terkontrol seperti takikardi, denyut nadi tidak teratur, berkeringat, hipertensi, tremor, atau telah mengabaikan instruksi dari dokternya. Segala bentuk perawatan dental invasif harus ditunda selama lebih dari enam bulan atau hingga satu tahun.30 Pasien penderita penyakit ini juga memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi, sehingga keadaan yang penuh tekanan seperti prosedur bedah mulut dapat memicu krisis tirotoksis. Manajemen stres dalam hal ini merupakan hal sangat penting.30 Berikut ini garis besar modifikasi perawatan dental untuk pasien penderita penyakit tirokotoksis: 30 a. Menghindari penggunaan adrenalin dan mengontrol penyebaran infeksi. b. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan c. NSAID dan aspirin harus digunakan dengan hati-hati d. Perawatan harus dihentikan jika tanda-tanda atau gejala krisis tirotoksis berkembang e. Pasien rentan terhadap obat depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat f. Pasien rentan terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga dibutuhkan pemeriksaan darah yang tepat dan konsultasi dengan dokter yang menangani pasien
27
g. Manajemen stres sangat penting pada pasien ini
II.2.9 Penyakit Kuning Penyakit kuning adalah kondisi dimana konsentrasi bilirubin dalam darah meningkat secara abnormal. Seluruh jaringan tubuh, termasuk sklera dan kulit, menjadi warna kuning atau hijau kekuningan. Penyakit ini tampak secara klinis ketika tingkat bilirubin serum melebihi 2,5 mg/dl.31 Penyakit kuning menyebabkan peradangan hati (liver), sehingga dalam ilmu kedokteran disebut sebagai hepatitis. Ada tujuh jenis virus yang diketahui menjadi agen hepatitis. Ketujuh jenis tersebut yaitu hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G.32 Namun, referensi lain menyatakan hanya ada lima tipe hepatitis dengan lima jenis virus yang berbeda. Hepatitis F dan G teridentifikasi tidak menyebabkan hepatitis.33 Virus hepatitis B, C, D dan G ditularkan melalui darah, sedangkan hepatitis A dan E Penularannya melalui jalur fekal-oral. Makanan dan minuman yang terkontaminasi akibat pengelolaan yang tidak tepat dan tidak higienis berkaitan dengan jalur fekal-oral penularan hepatitis A dan E.34
II.2.10 Hipotensi Hipotensi adalah tekanan darah yang rendah sehingga tidak mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan adekuat.35 Hipotensi meningkatkan
28
resiko terjadinya hipotensi ortostatik ketika mengubah posisi pasien dari posisi supine menjadi duduk atau berdiri.36 Hipotensi ortostatik didefiinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik >20 mmHg atau tekanan darah diastolik >10 mmHg. Keadaan ini terbukti telah menjadi faktor risiko terjadinya sinkop. Gejala klinis dari hipotensi ortostatik yaitu ketidakstabilan posisi tubuh, pusing, atau pingsan.37 Prosedur perawatan gigi sering menyebabkan pasien mengalami stres psikis akibat perasaan takut, ngeri atau rasa nyeri yang hebat. Ketika hipotensi diperparah dengan kondisi psikologis tersebut, akan terjadi penurunan cerebral blood flow. Berkurangnya aliran darah ke otak dapat memicu terjadinya kegawatdarutan medik sinkop. 38 Sinkop merupakan keadaan dimana seseorang mengalami penurunan atau hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan bersifat sementara akibat tidak adekuatnya cerebral blood flow. Selain disebabkan oleh faktor psikogenik seperti rasa takut dan tegang, keadaan ini juga dapat dipicu oleh faktorfaktor non-psikogenik seperti rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, serta lingkungan yang panas, lembab dan padat. Sinkop dapat muncul selama prosedur pencabutan gigi, pembedahan, injeksi anestesi lokal, atau bahkan saat penderita duduk dalam posisi tegak sebelum ada tindakan perawatan giginya sama sekali. 38
29
II.2.11 Asma Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari. Umumnya, penyakit ini bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.39 Oleh karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obat-obat antiinflamasi berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas. Kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara oral, inhalasi maupun sistemik.40 Adapun kaitannya dengan prosedur dental, penting bagi dokter gigi untuk mengetahui apakah seorang penderita memiliki asma yang terkontrol dengan mengajukan pertanyaan spesifik tentang obat asma, frekuensi serangan asma dan kebutuhan perawatan darurat.41 Prosedur dental umumnya dianggap sebagai keadaan yang penuh tekanan, sehingga tidak jarang pasien mengalami kecemasan atau rasa takut yang berlebihan ketika akan atau sedang berhadapan dengan rangkaian penatalaksaan pencabutan gigi. Kecemasan dental ini dapat memicu
30
serangan asma. Pasien harus dibuat nyaman dan santai agar komplikasi akibat kecemasan dental dapat dihindari.
Hal penting yang juga perlu
diperhatikan pada penderita asma adalah efek dari obat-obatan yang digunakan. Dosis tinggi (> 400 mg) steroid inhalasi dapat menyebabkan supresi adrenal dan menempatkan penderita pada risiko krisis adrenal. Jika ada keraguan mengenai apakah cover steroid diperlukan, dokter gigi sebaiknya menghubungi dokter saluran pernapasan yang menangani penderita sebelum pengobatan dimulai.41
II.2.12 Penyakit Periapikal Pencabutan gigi hanya akan dilakukan jika telah dilakukan pemeriksaan yang mendetail dan pertimbangan yang matang. Ada berbagai hal yang harus diperhatikan sebelum prosedur dental ini dilaksanakan. Salah satunya adalah alasan dilakukannya pencabutan gigi. Pencabutan gigi karena alasan karies sudah melibatkan jaringan periapikal merupakan yang paling umum ditemukan.42 Pencabutan gigi karena penyakit periapikal juga harus melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu. Jika kondisi gigi dan jaringan sekitarnya masih memenuhi persyaratan untuk dilakukan perawatan endontitik, sebaiknya gigi tidak dicabut.43
31
II.2.13 Rasa Sakit (Pain) Rasa sakit didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan. Pengalaman nyeri bersifat subjektif dan dibangun dari pengalaman masa lalu seseorang. Rasa sakit merupakan suatu bentuk respon fisiologis.44 Sebagaimana yang telah diketahui, pencabutan gigi umumnya dilakukan dibawah pengaruh anestesi lokal. Anestesi ini berfungsi mengontrol rasa sakit atau nyeri selama prosedur operasi. Pada beberapa kasus, rasa sakit dapat muncul sebagai reaksi terhadap efek anastesi yang sudah mulai habis atau anestesi tidak bekerja sebagaimana mestinya.45 Prosedur dental umumnya dianggap sebagai keadaan yang penuh tekanan, sehingga tidak jarang pasien mengalami kecemasan atau rasa takut yang berlebihan terhadap prosedur dental. Kecemasan dan ketakutan dental telah terbukti memiliki pengaruh terhadap derajat rasa sakit yang dirasakan pasien. Semakin cemas atau takut seorang pasien, maka semakin kuat rasa sakit yang dirasakan pasien ketika menjalani prosedur pencabutan gigi.46
II.2.14 Inflamasi Inflamasi merupakan reaksi jaringan tubuh terhadap iritasi, cidera, atu infeksi. Tanda utama inflamasi adalah panas setempat (calor), kemerahan (rubor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan kehilangan fungsi (function-laesa).47
32
Ketika seorang pasien mengalami inflamasi pada jaringan di sekitar giginya disertai tanda-tanda infeksi sistemik, seperti demam dan malaise, maka inflamasi harus ditangani terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan gigi. Pada kondisi ini, dokter gigi biasanya akan meresepkan parasetamol atau obat antiinflamasi non-steroid. Obat-obatan tersebut merupakan analgesik yang dianjurkan sebagai pengobatan awal pada kebanyakan kasus sakit gigi. Jika terdapat pus, pemberian antibiotik juga diperlukan.48
33
BAB III METODE PENELITIAN III.1
Kerangka Konsep Pencabutan Gigi
Kontraindikasi
Indikasi Relatif
Mutlak
Anestesi lokal +
Lokal
Lokal
Vasokonstriktor Penyakit periapikal Rasa sakit Inflamasi
DM Hipertensi Penyakit jantung Terapi steroid Kehamilan Diskrasia darah Terapi antikoagulan
Faktor-faktor penyebab penundaan pencabutan gigi di RSGM Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas
Besar jumlah penundaan pencabutan gigi yang terjadi di RSGM Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas selama periode April – Mei 2013
Sistemik
Sistemik
Gondok beracun Penyakit kuning Hipotensi Asma
Keterangan: Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
34
III.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif.
III.3 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi transversal (cross sectional).
III.4 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian Bedah Mulut, RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas, Jalan Kandea, Makassar.
III.5 Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan April – Mei 2013.
III.6 Sampel Semua pasien pencabutan gigi di bagian Bedah Mulut, RSGMP Hj. Halimah Dg. Sikati FKG Unhas, Jalan Kandea, Makassar. III.6.1 Metode Sampling Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan convenience sampling.
35
III.6.2 Jumlah Sampel Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sejumlah pasien yang datang untuk pencabutan gigi selama masa penelitian, yaitu 125 sampel.
III.7
Variabel Penelitan Variabel Sebab/Independen : Faktor penyebab penundaan Variabel Akibat/Dependen
III.8
: Penundaan pencabutan gigi
Definisi Operasional 1. Faktor penyebab penundaan adalah hal-hal menjadi alasan dokter gigi untuk membatalkan atau menunda tindakan pencabutan gigi. 2. Penundaan pencabutan gigi adalah pencabutan gigi yang dibatalkan atau ditunda untuk sementara waktu karena mempertimbangkan resiko komplikasi.
36
III.9 Alur Penelitian RSGMP Kandea Unhas
Bagian Bedah Mulut
Tindakan operator
Pemeriksaan pasien
Pencabutan gigi
Pencabutan gigi ditunda
Pengambilan data pasien
Besar jumlah penundaan
Faktor penyebab
Perhitungan data
Analisa
Kesimpulan
37
III.10
Alat dan Bahan Penelitian 1. Kartu status 2. Alat tulis 3. Jas Praktikum
Alat dan Bahan Operator 1. Jas praktek 2. Masker 3. Handskun 4. Traysekat 5. Alat OD (oral diagnostic) 6. Bein 7. Tang 8. Spoit 9. Larutan anestesi 10. Cotton roll 11. Kapas 11. Betadine
38
III.11
Prosedur Kerja 1. Peneliti mengambil data pasien dari kartu status (nomor kartu, nama, usia, jenis kelamin, diagnosis, gigi yang akan dicabut, dan jenis anestesi, dll.) 2. Peneliti mencatat semua data pasien di kartu penelitian 3. Peneliti mengamati prosedur pencabutan gigi yang dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan bagian ilmu bedah mulut 4. Peneliti mencatat penyebab penundaan pencabutan gigi yang terjadi 5. Peneliti menghitung hasil pengumpulan data penundaan pencabutan gigi 6. Peneliti menganalisis data dan menarik kesimpulan
III.12
Analisis Data a. Jenis data
: Data primer
b. Pengolahan data
: Secara manual
c. Penyajian data
: Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang
39
BAB IV HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 125 orang, jumlah kasus penundaan sebanyak 35 orang. Itu artinya 28% dari keseluruhan sampel mengalami penundaan pencabutan gigi. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Prevalensi penundaan pencabutan gigi di RSGMP
No.
Penundaan Pencabutan Gigi
Frekuensi
Persentase (%)
1.
DM
0
0
2.
Hipertensi
14
11,2
3.
Jantung
1
0,8
4.
Terapi steroid
0
0
5.
Kehamilan
0
0
6.
Diskrasia darah
0
0
7.
Terapi antikoagulan
0
0
8.
Gondok beracun
0
0
9.
Penyakit kuning
0
0
10.
Hipotensi
6
4,8
11.
Asma
1
0,8
12.
Penyakit Periapikal
2
1,6
40
13.
Rasa sakit
5
4
14.
Inflamasi
2
1,6
15.
Lain-lain (rujukan)
4
3,2
35
28
Total
Gambar 4.1 Diagram prevalensi penundaan pencabutan gigi
Faktor penyebab penundaan pencabutan gigi
Lain-lain
Inflamasi
Rasa sakit
Asma
Penyakit periapikal
Hipotensi
Penyakit kuning
Gondok beracun
Terapi antikoagulan
Diskrasia darah
Kehamilan
Jantung
Terapi steroid
Hipertensi
DM
12 10 8 6 4 2 0
Faktor penyebab penundaan pencabutan gigi
Pada tabel dan diagram di atas, dapat dilihat prevalensi penyebab penundaan pencabutan gigi. Penundaan pencabutan gigi yang disebabkan oleh hipertensi sebanyak 14 orang (11,2%). Penundaan pencabutan gigi karena penyakit jantung sebanyak 1 orang (0,8%). Penundaan pencabutan gigi karena hipotensi sebanyak 6 orang (4,8%). Penundaan pencabutan gigi karena asma sebanyak 1 orang (0,8%). Penundaan pencabutan gigi karena penyakit periapikal sebanyak 2 orang (1,6%).
41
Penundaan pencabutan gigi karena rasa sakit sebanyak 5 orang (4%). Penundaan pencabutan gigi karena inflamasi sebanyak 2 orang (1,6%). Penundaan pencabutan gigi karena faktor lain-lain sebanyak 4 orang (3,2%). Faktor lain-lain yang dimaksud adalah pasien yang dirujuk ke bagian lain untuk dirawat sesuai dengan indikasi perawatannya. Sedangkan, penundaan pencabutan gigi karena DM, terapi steroid, kehamilan, diskrasia darah, terapi antikoagulan, gondok beracun, dan penyakit kuning tidak ditemukan dalam penelitian (0%).
42
BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada pasien pencabutan gigi di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas. Berdasarkan hasil penelitian, dari 125 orang sampel diperoleh jumlah kasus penundaan penundaan pencabutan gigi sebanyak 35 orang atau 28% dari keseluruhan sampel. Jumlah kasus penundaan pencabutan gigi yang diperoleh dari hasil penelitian terbilang sedikit. Hal ini disebabkan karena umumnya pasien telah diseleksi terlebih dahulu oleh dokter gigi muda yang akan menanganinya. Fasilitas RSGMP kurang memadai untuk menangani kasus-kasus tertentu yang sifatnya emergency. Oleh karena itu, calon operator lebih memilih untuk menghindari kasus-kasus yang beresiko tinggi. Selain itu, calon operator juga akan mempertimbangkan skill yang dimilikinya ketika akan mengerjakan suatu kasus. Jika menurutnya suatu kasus akan sangat menyulitkan atau calon operator tidak mampu menanganinya, maka kasus tersebut akan dibatalkan atau ditunda sampai calon operator merasa sudah mampu untuk menanganinya. Jika diurutkan berdasarkan prevalensinya, penyebab penundaan pencabutan gigi yang paling banyak ditemui adalah hipertensi, sebanyak 11,2%. Hipotensi memiliki prevalensi terbanyak kedua, yaitu 4,8%. Rasa sakit berada di urutan ketiga, sebanyak 4%. Faktor lain-lain di urutan keempat, sebanyak 3,2%. Penyakit periapikal dan
43
inflamasi memiliki prevalensi yang sama, yaitu 1,6% berada di urutan kelima. Penundaan pencabutan gigi karena penyakit jantung dan asma merupakan yang paling jarang ditemui, prevalensinya hanya 0,8%. Sedangkan, penundaan pencabutan gigi karena DM, terapi steroid, kehamilan, diskrasia darah, terapi antikoagulan, gondok beracun, dan penyakit kuning tidak ditemukan selama masa penelitian (0%). Tingginya prevalensi penundaan pencabutan gigi karena hipertensi relevan dengan referensi yang menyatakan bahwa jumlah penderita penyakit hipertensi di Indonesia masih cukup tinggi. Penyakit ini dapat diderita oleh siapa saja, baik itu tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, kaya maupun miskin. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Rikesdas) tahun 2007, prevalensi penderita hipertensi di Indonesia berkisar 30% dan tahun 2008 mecapai 31,7% dari populasi usia 18 tahun keatas. Hipertensi paling umum terjadi pada orang dewasa dan prevalensinya cenderung meningkat sesuai dengan pertambahan usia.12,49 Hipertensi menjadi pertimbangan dalam pencabutan gigi karena operator menghindari resiko pendarahan. Berdasarkan referensi, hipertensi tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko pendarahan pasca operasi dikarenakan efek obat antihipertensi.50 Pada penelitian ini, ditemui satu kasus penundaan pencabutan gigi karena penyakit jantung. Operator yang menangani pasien memutuskan untuk menunda tindakan pencabutan gigi setelah memperoleh informasi dari anamnesis. Alasan operator adalah dikhawatrikan ada komplikasi yang muncul berkaitan dengan obatobatan yang dikonsumsinya. Kaitan antara penyakit jantung dan penundaan pencabutan gigi belum pernah dibahas sebelumnya. Namun, beberapa referensi
44
memang menyatakan bahwa penyakit jantung memang beresiko dalam pencabutan gigi dikarenakan interaksi obat-obatannya. Konsumsi antikoagulan dan antiplatelet oleh penderita penyakit jantung dapat memicu perdarahan pada prosedur dental. Disisi lain, menghentikan penggunaan obat-obatan ini dapat memicu peristiwa trombotik (misalnya, deep vein thrombosis (DVT), stroke) pada pasien.22,23 Oleh karena itu, penderita penyakit jantung perlu mendapat perhatian khusus dan dikonsultasikan dengan dokter ahli yang merawatnya. Penundaan pencabutan gigi karena hipotensi yang ditemukan selama masa penelitian sebanyak 6 kasus. Jumlah ini menunjukkan bahwa hipotensi merupakan faktor kedua yang paling banyak menyebabkan penundaan pencabutan gigi. Pada pasien dengan hipotensi, pencabutan gigi ditunda untuk menghindari terjadinya sinkop. Sinkop adalah suatu kegawatdaruratan medik yang paling sering dijumpai di tempat praktek dokter gigi, di mana penderita mengalami penurunan atau kehilangan kesadaran secara tiba-tiba dan bersifat sementara akibat tidak adekuatnya cerebral blood flow.38 Tingginya prevalensi kejadian sinkop pada perawatan dental dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Khan dkk, dilaporkan 38,0% kasus sinkop terjadi selama perawatan dental.51 Beberapa refrensi juga memberikan keterangan yang sama, kejadian sinkop di tempat praktek dokter gigi berkisar 50-53%.36,52 Prosedur pencabutan gigi merupakan keadaan yang penuh tekanan. Penderita asma rentan terhadap keadaan yang dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan. Oleh karena itu, operator yang menangani pasien asma memilih untuk menunda pencabutan gigi yang akan dilakukannya. Sebagaimana yang dipaparkan dalam
45
referensi, asma adalah suatu kondisi yang berpotensi mengancam jiwa dan harus selalu ditanggapi dengan serius. Serangan asma bisa dipicu oleh aktivitas, kecemasan, infeksi atau paparan alergen. Penting sifatnya untuk memperhatika apakah pasien asma membawa inhalernya. Jika pasien tidak membawanya, pastikan inhaler tersedia dalam kotak P3K atau pengobatan harus ditangguhkan. Jika asma berada dalam fase yang sangat berat, pengobatan lebih baik ditunda. Obat yang dapat diresepkan oleh dokter gigi, terutama obat antiinflamasi non-steroid (NSAID), dapat memperburuk asma dan karena itu sebaiknya dihindari.53 Jika diakumulasikan, penundaan pencabutan gigi di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas lebih banyak disebabkan oleh faktor sistemik (total dari prevalensi hipertensi, hipotensi, asma, dan jantung). Hal ini disebabkan karena anestesi lokal yang digunakan dalam pencabutan gigi dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi sistemik.46 Penundaan pencabutan gigi karena faktor lokal (penyakit periapikal, rasa sakit, inflamasi) memiliki alasan yang bervariasi. Penyakit periapikal yang ditemui pada penelitian masih memenuhi persyaratan untuk dilakukan perawatan endodontik. Pencabutan gigi diindikasikan hanya bila penyakit periapikal sudah terlalu besar.54 Inflamasi menjadi penyebab penundaan pencabutan gigi karena kondisi ini harus ditangani terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan operatif. Operator menangani inflamasi dengan meresepkan obat-obatan yang sesuai. Umumnya, obat yang diberikan pada pasien dengan inflamasi di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas adalah cataflam. Jika terdapat pus, pasien biasanya diresepkan
46
amoxicilin.48 Penundaan pencabutan gigi karena sakit terjadi pada saat pasien masih mengeluhkan rasa sakit padahal telah dianestesi berulang kali. Pada beberapa kasus, rasa sakit dapat muncul sebagai reaksi terhadap efek anastesi yang sudah mulai habis atau anestesi tidak bekerja sebagaimana mestinya.45 Kecemasan dan ketakutan dental juga telah terbukti memiliki pengaruh terhadap derajat rasa sakit yang dirasakan pasien. Semakin cemas atau takut seorang pasien, maka semakin kuat rasa sakit yang dirasakan pasien ketika menjalani prosedur pencabutan gigi.46 Faktor lain-lain penyebab penundaan pencabutan gigi yang dimaksud pada hasil penelitian adalah kasus-kasus rujukan. Beberapa kasus ditunda karena dianggap bukan atau belum menjadi indikasi pencabutan gigi. Ada satu kasus yang dirujuk ke radiologi karena kasus tersebut membutuhkan pemeriksaan tambahan rontgen foto. Tiga kasus dirujuk ke konservasi karena kerusakan gigi belum terlalu parah dan masih bisa dirawat. Keterbatasan dari penelitian ini yaitu penundaan pencabutan gigi karena faktor DM, terapi steroid, kehamilan, diskrasia darah, terapi antikoagulan, gondok beracun, dan penyakit kuning tidak ditemukan selama masa penelitian. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian lanjutan dari penelitian ini. Selain itu, tidak adanya penelitian terdahulu yang khusus membahas mengenai penundaan pencabutan gigi menjadi kendala tersendiri. Tidak ada data valid yang bisa dibandingkan dengan hasil penelitian ini.
47
BAB VI PENUTUP VI.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Besar penundaan pencabutan gigi selama periode April – Mei adalah sebanyak 35 orang (28%) dari 125 sampel. 2. Faktor-faktor penyebab
yang ditemukan menyebabkan penundaan
pencabutan gigi selama periode April – Mei terdiri dari hipertensi, jantung, hipotensi, asma, penyakit periapikal, rasa sakit, inflamasi, dan perujukan. 3. Jika dilihat berdasarkan prevalensinya, penyebab penundaan pencabutan gigi yang paling banyak ditemui adalah hipertensi, sebanyak 11,2%. 4. Jika diakumulasikan, penundaan pencabutan gigi di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas lebih banyak disebabkan oleh faktor sistemik
48
VI.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan, selanjutnya dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel penelitian yang lebih besar dan periode waktu yang lebih lama. 2. Setiap faktor perlu dikaji lebih mendalam dan dijadikan bahan untuk membuat penelitian yang baru. 3. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut anak. 4. Fasilitas untuk kasus emergency perlu disediakan di RSGMP Drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG Unhas. 5. Operator harus mengadakan pemeriksaan yang komprehensif sebelum melakukan pencabutan gigi untuk menghindari terjadinya komplikasi. 6. Mahasiswa perlu mengasah keterampilan dan meningkatkan pengetahuan agar dapat memberikan pelayanan dental yang optimal.
49
DAFTAR PUSTAKA 1.
Sanghai S, Chatterjee P. A concise textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Jaypee Publisher; 2009, p.67,91-2.
2.
Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. China: Churchill Living Stone Elsevier; 2007, p.15,27.
3.
Loekman M. Teknik dasar pencabutan gigi, Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi; 2006: 3(3): 82.
4.
Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier. 2007, p.167,213-5.
5.
Timby BK. Fundamental nursing skills and concepts 9 th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2009, p.199 [Internet]. Available from: http://books.google.co.id/books. Accessed December 20, 2012.
6. Dym H, Ogle OE. Atlas of minor oral surgery. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001, p.30. 7.
Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJ. Textbook of general and oral surgery. Philadelphia: Elsevier; 2003, p.200-1.
8.
Rahajoe PS. Pengelolaan pasien hipertensi untuk perawatan di bidang kedokteran gigi, Maj Ked Gi; Juni 2008: 15(1): 75-7.
9.
Haghighat A, Kaviani N, Panahi R. Hemodynamic effects of 2% lidocaine with 1:80000 epinephrine in inferior alveolar nerve block. Dental Research Journal; Spring - Summer 2006: 3(1): 4
10. Loo WTY, Jin LJ, Cheung MNB, Wang M. The impact of diabetes on the success of dental implants and periodontal healing, J Biotechnol; October 2009: 8(19): 5122-3.
50
11. Bangash RY, Khan A, Rasheed D, Manzoor MA. Diabetic patients; level of awareness about oral health knowledge, attitude, and practices, Pakistan Oral & Dental Journal; December 2011: 31(2): 292. 12. Suherly M, Ismonah, Meikawati W. Perbedaan tekanan darah pada pasien hipertensi sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan; Juni 2012: 1(1): 2. 13. Ezmek B, Arslan A, Delilbasi C, Sencift K. Comparison of effect hemodynamic lidocaine, prilocaine, mepivacaine, without vasokontriktor hipersensitive patient. J Appl Oral Sci; July-August 2010: 18(4): 354-5. 14. Pamplona MC, Soriano YJ, Perez MGS. Dental considerations in patients with heart disease, J Clin Exp Dent; 2011: 3(2): e98. 15. Collins FM. Cardiovascular disease and the dental office. http://www.ineedce.com/courses/1422/PDF/CardiovascularDisease.pdf 16. Alves CS, Robazzi TCV, Mendoca Milena. Withdrawal from glucocorticosteroid therapy: clinical practice recommendations, J Pediatr; 2008: 84(3): p.192. 17. Sharuga CR. Corticosteroid supplementation is it still relevant?, Dimension of Dental Hygiene; June 2008: 6(6): 16. 18. Nakano M, Onizawa K, Namai T, Yamagata K, Shirato T, Yoshida H. Experience of tooth extraction in patients undergoing steroid therapy, Journal of The Japanese Stomatological Society; 2002: 51(5): 335. 19. Nayak AG, Denny C, Veena KM. Oral healthcare considerations for the pregnant woman, Dent Update; 2012: 39(1): 51,53. 20. Datarkar AN. Exodontia practice. Jaypee: New Delhi; 2007, p.115 [Internet]. Available from: http://books.google.co.id/books. Accessed March 5, 2013.
51
21. Ghosh PK. Synopsis of oral and maxillofacial surgery (an update overview). Jaypee: New Delhi; 2006, p.6 [Internet]. Available from: http://books.google.co.id/books. Accessed March 5, 2013. 22. Madrid C, Sanz M. What influence do anticoagulants have on oral implant therapy? a systemic review, Clin Oral Impl Res; 2009: 20(4): 96-7. 23. Cupp M. Managing anticoagulant and antiplatelet drugs before dental procedures, Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter; 2011: 2. Available from: http://drkney.com/pdfs/dentist_anticoag_0511.pdf. Accessed March 5, 2013. 24. Moursi AM, Fonseca MA, Truesdale AL. Clinical cases in pediatric dentistry. Oxford: Wiley-Blackwell; 2012, p.9 [Internet]. Available from: http://books.google.co.id/books. Accessed March 5, 2013. 25. Nooh N. Dental management of patients receiving anticoagulant therapy, Saudi Dental Journal; 2009: 21(1): 7. 26. Kumar S, Swapna M. Dental pulse 6th ed. Hyderabad: Swapna Medical Publishers; 2012, p.608 [Internet]. Available from: http://books.google.co.id/books. Accessed March 8, 2013. 27. Fabuel LC, Soriano YJ, Perez MGS. Dental management of patients with endocrine disorders, J Clin Exp Dent; 2010: 2(4): e197. 28. Ali N, Madziga AG, Dogo D, Gali BM, Gadzama AA. Outcome of surgery for toxic goitres in Maiduguri: a single teaching hospital’s perspective, Nigerian J Clin Pract; Jul-Sep 2012: 15(3): 283. 29. Rusda H, Oenzil F, Alioes Y. Hubungan kadar ft4 dengan kejadian tirotoksikosis berdasarkan penilaian indeks new castle pada wanita dewasa di daerah ekses yodium, Jurnal Kesehatan Andalas; 2013: 2(2): 86. 30. Nagendra J, Srinivasa J. Dental treatment alteration in thyroid disease, Pakistan Oral & Dental Journal; June 2011: 31(1): 25-6.
52
31. Smeltzer SCO, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner and Suddarth’s textbook of medical surgical nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010, p.1123 [Internet]. Available from: http://books.google.co.id/books. Accessed March 8, 2013. 32. Janjua OS, Manzoor A, Syed M, Jamil R, Abbas T, Amjad Y. Frequency of xerostomia in patients suffering from hepatitis b and c, Pakistan Oral & Dental Journal; April 2012: 32(1): 42. 33. Arora G, Sheikh S, Pallagatti S, Singh B, Singh VA, Singh R. Saliva as a tool in the detection of hepatitis b surface antigen in patients, Compendium [Internet] March 2012, 33(3), p.175. Available from: http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=b44f4339-b8bd-4c4c93c2-7b21aeb206b3%40sessionmgr112&vid=2&hid=122. Accessed March 8, 2013. 34. Puttaiah R, Verma M, Patil SG, Reddy A. The influence of infectious disease on dentistry, World Journal of Dentistry; October 2010: 1(3): 225. 35. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Alih bahasa: Hartono A, Pendit BU, Widiarti D, Tiar E. Jakarta: EGC; 2008, hal.195 [Internet]. Tersedia di: http://books.google.co.id/books. Diakses 10 Maret 2013. 36. Protzman S, Clark J, Leeuw W. Management of medical emergencies in dental office, Dentalcare.com Continuing Education Course; January 2012: 8. Available from: http://www.dentalcare.com/media/enUS/education/ce131/ce131.pdf. Accessed March 10, 2013. 37. Terezhalmy GT, Huber MA. Hypertension: risk stratification and patient management in oral healthcare settings, Dentalcare.com Continuing Education Course; October 2012: 10. Available from http://media.dentalcare.com/media/enUS/education/ce407/ce407.pdf. Accessed March 10, 2013. 38. Kamadjaja DB. Vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi: Bagaimana mencegah dan mengatasinya, Jurnal PDGI; Januari 2010: 59(1): 810.
53
39. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman pengendalian penyakit asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009, hal.7 40. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronchial, Maj Kedokt Indon; Nopember 2008: 58(11): 445. 41. Morgan A. Asthma and congenital heart defects in children, Dental Nursing; August 2013: 9(8): 471. 42. Haseeb M, Ali K, Munir MF. Causes of tooth extraction at a tertiary care centre in Pakistan, J Pak Med Assoc; August 2012: 62(8): 813-4. 43. Abbott P. Assessing restored teeth with pulp and periapical diseases for the presence of cracks, caries and marginal breakdown, Dentistry South Africa; 2004; 7(3); 59. 44. Naoumova J, Kjellberg H, Kurol J, Mohlin B. Pain, discomfort, and use of analgesics following the extraction of primary canines in children with palatally displaced canines, Int Journal Paediatr Dent; January 2012: 22(1): 17. 45. Australian Dental Association. Dental extraction. Brunswick: Australian Dental Association Inc; p.2 [Internet]. Available from http://www.brunswickdentist.com.au/pdf/Dental%20extractions.pdf. Accessed March 11, 2013. 46. Okawa K, Ichinohe T, Kaneko Y. Anxiety may enhance pain during dental treatment, Bull Tokyo Dent Coll; August 2005: 46(3): 51-2. 47. Sumawinata N. Senarai istilah kedokteran gigi. Jakarta: EGC; 2004, hal.93 [Internet]. Tersedia di: http://books.google.co.id/books. Diakses 12 Maret 2013. 48. Wetherell J, Richards L, Sambrook P, Townsend G. Management of acute dental pain: a practical approach for primary health care providers, Aust Prescr; 2001: 24(6): 146.
54
49. Rosyid FN, Efendi N. Hubungan kepatuhan diet rendah garam dan terjadinya kekambuhan pada pasien hipertensi di wilayah Puskesmas Pasongsongan Kabupaten Sumenep Madura. Proseding full paper seminar nasional – soft skill and character building; Universitas Muhammadiyah Surabaya, Surabaya 2011, hal.714. 50. Le BT, Woo I. Management of complications of dental extractions, Ineedce Academy of Dental Therapeutics; April 2006: p.2. Available from: http://www.ineedce.com/courses/1457/pdf/managmnt_comp_xtraction.pdf. Accessed August 21, 2013. 51. Khan ZA, Ali A, Ahmad M, Hussain B, Shaukat L. Prospective comparative study to determine the risk of syncope in a dental chair in supine position during administration of local anesthesia, Pakistan Oral & Dental Journal; December 2009: 29(2): 243. 52. Best JA. Practical review of the top ten most common medical emergencies in the dental office. Michigan Dental Association Annual Session; April 20, Division of Oral and Maxillofacial Surgery, Wisconsin, 2013, p.19. 53. Greenwood M. Medical emergencies in dental practice: management of specific medical emergencies, Dent Update; June 2009: 36(1): 263. 54. Widiyanta E. Apikoektomi gigi 12 dengan anestesi lokal, CDK; 2012: 39(2): hal.122.
55
DATA PENELITIAN
Hari/Tanggal: Selasa, 2 April 2013 No. Urut Kartu 1643/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
1.
Umur (tahun) 23
Yusmiati Ishaq/Jl. Batua Raya
085341999339
2.
21
1669/13
Rifai/Jl. Pelita Raya
-
GP Pulpitis Hiperplastik
No.
Anestesi Unsur
Penundaan
Blok
47
-
-
36
Asma
Ket.
Hari/Tanggal: Rabu, 3 April 2013 No. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Umur (tahun) 55 30 72 27 43 54 25 37 19
No. Urut Kartu 1596/13 1682/13 1368/13 1660/13 1524/13 1683/13 551/13 1694/13 1676/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Saleha/Sunggu Minasa Adrians/BTP Abdul Fattah/Sunggu Minasa Sukmawaty/Jl. Maccini Raya Sisi/Jl. Salemo Siti Aisyah Sam/Tanjung Rahiming/Jl. Taboloang Ramadhan/Jl. Talasallapang
08234477520 085241544475 085399444779 082192762213 081355341174 085340031667 081342731630 082344972379
GP PMK Resesi GP GP PMK Resesi PMK PMK Resesi Nekrose Radiks GP
Anestesi Unsur
Penundaan
Infiltrasi Blok Blok Infiltrasi Infiltrasi -
Hipertensi Hipotensi Rujukan Inflamasi
16 38 47 13 22 42 31 26 36
Ket.
90/60 mmHg Radiologi
56
Hari/Tanggal: Kamis, 4 April 2013 No. 12. 13. 14.
Umur (tahun) 23 40 60
No. Urut Kartu 1723/13 1722/13 1680/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi Unsur
Penundaan
Ket.
Muskar/Jl. Dg Tata Lama Nurlia/Jl. Kandea Zainal/Jl. Kanfer No.152
082318955542 085398836241 082196350733
GP PMK Resesi GP
Blok Infiltrasi -
48 45 38
Hipertensi
130/90 mmHg
Hari/Tanggal: Jumat. 5 April 2013 No. Urut Kartu 1676/13 1733/13 1721/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ket.
15. 16. 17.
Umur (tahun) 19 43 27
Ramadhan/Jl. Talassalapang Arsyad/Jl. Cakalang Naria/Jl. Malino Boato Tawba
082344972379 085796489999 085256626503
GP GR GP
Blok Infiltrasi
36 13, 14 25
Hipertensi -
140/100 mmHg
18.
20
1738/13
Masyhuri Wijaya/Jl. Rapokalling
085230688944
Pulpitis irreversibel
Blok
36
Rasa sakit
Anestesi tidak bekerja
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ket.
Pajja/Jl. Panamou Bakiah/Jl. Barukang Utara No. 118
-
PMK Resesi
-
37
Hipertensi
180/110 mmHg
-
Nekrose Radiks
-
16
Hipertensi
140/80 mmHg
No.
Hari/Tanggal: Senin, 8 April 2013
19.
Umur (tahun) 52
No. Urut Kartu 1749/13
20.
77
1752/13
No.
57
Hari/Tanggal: Selasa, 9 April 2013 No.
Umur (tahun)
No. Urut Kartu
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
21.
50
1532/13
Dg. Senga/Jl. Sunu
081342160609
PMK
Infiltrasi
22. 23. 24.
42 48 28
1773/13 1595/13 1774/13
085299222382 04115429237 087840097579
GP GR GP
25.
32
1783/13
081354761771
26. 27. 28. 29. 30. 31.
18 47 29 26 57 45
307/13 1785/13 1568/13 1782/13 1311/13 1750/13
Sunarti/Jl. Sukaria 1 Hamzah/Jl. Sukaria 1 No. 9 Habibi/Jl. Pampang Nurdiana Ibrahim/Jl. Bunga Eja Beru Yusran/Jl. Nuri Baru Muna/Jl. Nuri Saharuddin/Jl. Dg. Tata Marlina/Jl. Sabutung Baru Massenah/Jl. Panampu Hasnah/Jl. Abd. Dg. Sirua
Unsur
Penundaan
Ket.
Infiltrasi -
31, 32 24 23 18
Hipertensi Hipotensi
GR
Infiltrasi
46
-
085656032195 081355531550 085340089882 082344756028 082341580851 -
GP GP GP GR GR PMK resesi
Blok Infiltrasi Blok Infiltrasi Infiltrasi -
36 35 36 36 23 44
Hipertensi
150/100 mmHg
Ket.
130/90 mmHg 90/60 mmHg
Hari/Tanggal: Kamis, 11 April 2013 No. Urut Kartu 551/13 1311/13 1810/13 1817/13 1804/13 1819/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
32. 33. 34. 35. 36. 37.
Umur (tahun) 25 57 52 31 50 22
Sam/Tanjung Bunga Masannah/Jl. Panampu Murniati/Jl. Tinombu Lr. 148 Sri Rahaya/Jl. Sabutung Baru Dg. Tonji/Jl. Manunggal Tuti/BTN Tabaria
081342731630 085394118835 082343623314 08134234849 -
PMK Resesi PMK Resesi GR GR Nekrose Radiks Nekrose Radiiks
Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi -
41 25 14 24 42 46
38.
36
1805/13
Hajrah/Jl. Sabutung
082188347550
Karies Profunda
-
36
Hipertensi Inflamasi Penyakit Periapikal
No.
140/100 mmHg
58
Hari/Tanggal: Senin, 15 April 2013 No. Urut Kartu 1866/13 1858/13 1857/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
39. 40. 41.
Umur (tahun) 53 29 31
Hukma/Jl. Nuri Inriani/Jl. Regge Rahmatia/Jl. Regge 2
082394174496 085241919067 085241866032
GR GP GR
Infiltrasi Infiltrasi
13 24 14
42.
59
1535/13
Dg. Lebang/Barombong
085299341962
GP
Infiltrasi
26
43. 44. 45. 46.
33 25 46 57
1852/13 551/13 1255/13 1311/13
085241696032 081342731630 081398833335 -
GR GP GP Pulpitis irreversibel
Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi -
25 11 44 13
47.
49
1863/13
-
Nekrose Radiks
-
47
Hipertensi
160/80 mmHg
48.
45
1297/13
Husni/Jl. Gunung Bawakaraeng Sam/Tanjung Bunga Sayu/Maros Utara Massennah/Jl. Panampu Syamsiah/BTN Asabri Monconglohe Hasnah/Jl. Abd. Dg. Sirua
Hipotensi Fraktur Mahkota Rujukan
-
Nekrose Pulpa
-
13
Hipertensi
180/110 mmHg
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ket.
Roslina/Jl. Panampu Hijrah/Jl. Mappaodang Cia/Tello Husnia/Jl. Sunu Ridha/Jl. Pampang Sam/Tanjung
085255388678 085255254240 085242857877 089680127654 087842132261 081342731630
GR Pulpitis Irreversibel GR GP GR Nekrose Pulpa
Infiltrasi Blok Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi -
27 46 36 14 36 13
Hipotensi
90/60 mmHg
No.
Ket. 100/70 mmHg
Konservasi
Hari/Tanggal: Selasa, 16 April 2013 No. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
Umur (tahun) 28 18 24 17 23 25
No. Urut Kartu 1538/13 1884/13 1893/13 1895/13 1898/13 551/13
59
Hari/Tanggal: Kamis, 18 April 2013 No. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64.
Umur (tahun) 37 16 20 53 64 19 20 24 43 50
No. Urut Kartu 1919/13 1942/13 1954/13 1454/13 1930/13 1506/13 1939/13 1891/13 1453/13 1536/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Nuraeni/Jl. Teuku Umar Irastuti/Jl. Hertasning Iin Adriani/Jl. Sabutung Baru Dg Kenang/Jl. Sabutung Baru Marhamah/Pa Baeng-baeng Angel/Jl. Tanjung X Blok C 16 Musdalifah/Jl. Beringin 1 Gowa Rezki/Jl. Pelita III Dg Ngasseng/Jl. Panampu Salmah/Jl. Sabutung Baru
085341025908 085241847752 081342218833 081935387682 085396380496 087841295795 085239646422 081342612142 085342272165 -
GP GP GR GP PMK Radiks GP Nekrose GP PMK Resesi Nekrose Pulpa
Blok Blok Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Blok Blok Infiltrasi -
36 46 36 46 22 36 36 47 17 24
Hipertensi Hipertensi
Ket.
140/100 mmHg
130/90
Hari/Tanggal: Jumat, 19 April 2013 No.
Umur (tahun)
No. Urut Kartu
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
65.
36
1827/13
Syamsiah/Jl. Sabutung Baru
082189407702
Nekrose
-
42
Penyakit Periapikal
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Hasma/Jl. Borong
085240729526
GR
Infiltrasi
34
-
Ket.
Hari/Tanggal: Selasa, 29 April 2013 No. 66.
Umur (tahun) 45
No. Urut Kartu 1464/13
Ket.
60
Hari/Tanggal: Rabu, 15 Mei 2013
67.
Umur (tahun) 49
No. Urut Kartu 2376/13
68.
21
2457/13
69. 70. 71. 72.
16 52 27 29
73.
22
No.
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ket.
085240729526
GR
Infiltrasi
14
-
085394764032
GR
Infiltrasi
26
-
2465/13 2399/13 2477/13 2294/13
Hasma/Jl. Borong Indriyani Baharuddin/Jl. Maccini Raya Michael Christian/Jl. Ternate Fatimah/Jl. Pampang Atman/Jl. Barawaja Nurul Hikmah/Jl. Kandea
085241854631 085256348722 081355535082 -
Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi -
24 17 18 16
Rujukan
Konservasi
2444/13
Suriani/BTP
085255679580
Gigi Vital Pulpitis Reversibel GP Pulpitis irreversibel Gigi vital (keperluan ortodontik)
-
24
Hipotensi
100/70 mmHg
Ket.
Hari/Tanggal: Kamis, 16 Mei 2013 No. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82.
Umur (tahun) 21 54 36 36 36 42 20 53 47
No. Urut Kartu 2506/13 1569/13 2510/13 1827/13 1827/13 2503/13 2505/13 1866/13 2096/13
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ririn/Jl. Banukang Hj. Kamariah/Kanuwisi Darma Syahrini/Jl. Kerung-kerung Syamsiah/Jl. Sabutung Baru Syamsiah/Jl. Sabutung Baru Jia/Jl. Kandea 3 Lr. 2 Suardi/Jl. Deppasawa Dalam Hikma/Jl. Kerung-kerung Jinne/Jl. Mesjid Raya
08986575542 081343582805 085298926987 082189407702 082189407702 085242643261 085256989776 085299384626 085757134702
GP PMK Resesi Pulpitis Reversibel PMK Resesi GR Pulpitis Irreversibel GR GR GP
Blok Infiltrasi Blok Infiltrasi Infiltrasi Blok Infiltrasi Infiltrasi Blok
36 31, 32 45 31 32 36 21 12, 22 37
Rasa sakit 61
83. 84. 85.
31 16 20
2498/13 2464/13 2454/13
86.
36
2050/13
87.
16
1942/13
Mustika Sari/Jl. Landak Baru Hasnia/Jl. Nuri Fadlan/Jl. Perintis Kemerdekaan 4 Hartati/Jl. Deppasawi Dalam No. 127 Irastuti/Jl. Hertasning
081242197192 08995629177 087840591386
GP Nekrose Pulpitis Irreversibel
Blok Blok Blok
37 36 46
-
085237415842
GP
Blok
37
-
-
Nekrose Radiks
Infiltrasi
36
Rasa sakit
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Suarni/Jl. Nuri Hj. St. Arfa/Jl. Perintis Kemerdekaan 3 Kaharuddin/Jl. Pampang Hj. Hasmah Devi/Jl. Perintis Kemerdekaan VI
082346200855
GR
Infiltrasi
36
-
085299724925
GR
-
23
Hipertensi
089655925385 085242519990 085256610683
GR Pulpitis Irreversibel GP
Infiltrasi Blok Infiltrasi
25 38 26
-
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Rahmatia/Maros Nurhayati/Jl. Mappoddang Sayu/Jl. Barombong Hj. Kamariah/Kanuwisi Sugira/Maros Hamzah Diah/Jl. Workshop
085395565295 085696495861 087740341107 081343582805 082393232817
GP GP GP PMK Resesi Nekrose Radiks Pulpitis Hiperplasia
Infiltrasi Blok Infiltrasi Infiltrasi -
32 36 16 44 12 48
Hipertensi Rasa sakit
Hari/Tanggal: Jumat, 17 Mei 2013
88.
Umur (tahun) 24
No. Urut Kartu 2338/13
89.
53
2528/13
90. 91. 92.
20 42 20
2347/13 2531/13 2212/13
No.
Ket.
140/100 mmHg
Hari/Tanggal: Rabu, 22 Mei 2013 No. 93. 94. 95. 96. 97. 98.
Umur (tahun) 50 44 33 54 60 24
No. Urut Kartu 2569/13 2626/13 2616/13 1569/13 1921/13 2650/13
Ket.
140/80 mmHg
62
Hari/Tanggal: Kamis, 23 Mei 2013
99. 100. 101. 102. 103. 104. 105.
Umur (tahun) 42 54 72 36 24 42 53
No. Urut Kartu 2614/13 2472/13 1368/13 1827/13 2619/13 2675/13 2672/13
106.
30
2681/13
107. 108. 109.
20 15 30
2586/13 2568/13 2532/13
No.
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Feby/Jl. Kerung-kerung Nurmalia/Jl. Mesjid Raya Abdul Fattah/Jl. Sunggu Minasa Samsiar/Jl. Sabutung Baru Haryati/Jl. Gunung Bawakaraeng Nurhayati/Jl. Kandea II Lr. 116 Jine/Pampang Asriadi/Jl. Bara Waja II Lr. 10 No. 6 Fauzi Albadila/BTP Blok L Lr. 2 Nilda/Jl. Palulan 2 Usman/Daya
082193104867 04113629762 085255874193 082189407702 085656433414 085342433560 085299504193
GR PMK Resesi GR GP GP GP GP
Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Blok Blok Blok
13 32 27 23 47 36 37
-
081935327765
GR
Infiltrasi
48
-
08982618239 08124220684 -
Pulpitis Irreversibel GR -
Infiltrasi Infiltrasi -
14 46 -
Jantung
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Purwati/Jl.Sahabat Raya Basmawati/Jl. Tinumbu Heri Supriyanto/Jl. Rajawali Riski Wahyu Utami/Perumahan NTI
081998401008 08982185643 081341979317
GR GR GP
Infiltrasi Infiltrasi Blok
36 24 46
-
-
Pulpitis irreversibel
Blok
37
Rasa sakit
Ket.
Hari/Tanggal: Jumat, 24 Mei 2013 Umur (tahun) 110. 19 111. 29 112. 17
No. Urut Kartu 2315/13 2526/13 2617/13
113.
2207/13
No.
22
Ket.
63
Hari/Tanggal: Senin, 27 Mei 2013
114. 115. 116. 117. 118. 119.
Umur (tahun) 52 64 40 58 46 24
No. Urut Kartu 2696/13 2347/13 2269/13 2742/13 1255/13 2741/13
120
36
2050/13
No.
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ket.
Ramlah/Jl. Kelapa 3 Muh. Asri/Jl. Kelapa 3 Sabang/Jl. Sabutung Baru Bau/Jl. Malino Sayu/Maros Utara Isa/Jl. Rajawali Lr. 10 Hartati/Jl. Deppasawi Dalam No. 127
081242370406 085399798889 085397715461 085656118644 085241566210 085756600878
GR GP GR GP GR GP
Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Blok
25 34 34, 35 34 47 38
-
085237415842
Pulpitis irreversibel
-
43
Rujukan
Konservasi
Nama/Alamat
No. Telp/Hp
Diagnosis
Anestesi
Unsur
Penundaan
Ket.
Bau/Jl. Malino Syamsiah/Jl. Sabutung Baru Hasmah/Jl. Pontiku Hernawati/Jl. Sahabat Rabiyatul Adawiah/Jl. Politeknik
085656118644 082189407702 082393359307 081342168412 -
PMK Resesi Gigi Vital GR GR Nekrose Pulpa
Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi Infiltrasi -
31 27 16 37 14
Hipotensi
100/70 mmHg
Hari/Tanggal: Rabu, 29 Mei 2013 No. 121. 122. 123. 124. 125.
Umur (tahun) 58 36 34 28 23
No. Urut Kartu 2742/13 1827/13 2812/13 2816/13 2477/13
64
LAMPIRAN
65
KARTU PENELITIAN FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PENCABUTAN GIGI DAN KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGMP KANDEA DRG. HALIMAH DG. SIKATI FKG UNHAS PERIODE APRIL-MEI 2013 No. Kartu Hari/Tanggal Nama Usia Jenis Kelamin Alamat No. Telp/Hp Diagnosis Gigi yang Dicabut Anastesi
: : : : : : : : : :
Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi *Faktor Lokal
*Faktor Sistemik
Penyakit Periapikal Rasa sakit Inflamasi
DM Hipertensi Jantung Terapi Steroid Kehamilan Diskrasia Darah Terapi Antikoagulan Gondok Beracun Penyakit Kuning Hipotensi Asma
*Komplikasi Pasca Pencabutan Gigi Perdarahan Fraktur Mahkota Fraktur Akar Dry Soket Pembengkakan Tidak Ada Komplikasi
C. Faktor penundaan lain atau komplikasi lain (jika tidak ada pada list di atas) : Keterangan * : dicentang
Mengetahui, Dosen Pembimbing
drg. Netty Nelly Kawulusan, M.Kes.
66
DOKUMENTASI PENELITIAN
67
68