1
FAKTOR DETERMINAN FUNGSI PENGHIDU PENDERITA RINITIS ALERGI MENGGUNAKAN SNIFFIN’ STICKS TEST DETERMINANT FACTOR OLFACTORY FUNCTION IN ALLERGIC RHINITIS USING THE SNIFFIN’ STICKS TEST Ied Rakhma1, Amsyar Akil1, Qadar Punagi1 1
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, Fakultas Kedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat korespondensi : dr. Ied Rakhma Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90223 HP : 081355678074 E-mail :
[email protected]
2
Abstrak Fungsi penghidu sangat berperan dalam aspek nutrisi dan penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat. Saat ini belum adanya data mengenai fungsi penghidu pada pasien-pasien rinitis alergi (RA). Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode cross sectional bertujuan menilai faktor determinan fungsi penghidu (umur, jenis kelamin dan kebiasaan merokok) pada pasien RA menggunakan pemeriksaan Sniffin’ sticks test yaitu menilai. ambang, diskriminasi, dan identifikasi (ADI). Penelitian ini dilakukan pada 50 pasien RA yang datang berobat di poliklinik THT-KL RS Wahidin Sudirohusodo. Semua pasien yang memenuhi kriteria dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, nasoendoskopi, skin prick tes dan Sniffin’ Sticks test. Hasil penelitian didapatkan, jenis kelamin : Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang, Identifikasi dan ADI, Ada perbedaan signifikan fungsi Diskriminasi. Usia : Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Usia dengan fungsi Ambang. Kebiasaan merokok: Ada perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI. Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi. Kata kunci: Rinitis alergi, fungsi penghidu, Sniffin’ sticks Abstrack The olfactory function plays an important role in the nutritional aspects and it is important to maintain a healthy lifestyle. The current lack of data on olfactory function in patients with AR. This study with cross sectional method., aimed to assess the olfactory function is the determinant factor of sex, age and smoking habits in patient with AR using the Sniffin’ Sticks test examination that assesses threshold, discrimination and identification (TDI). This study was conducted on 50 AR patients who come for treatment at the ENT department of dr. Wahidin Sudirohusodo hospital. We perform history taking, ENT examination, nasoendoskopi, skin prick test and sniffin’ sticks test. The result showed discrimination function. Sex : correlation is not significant between threshold, identification and TDI, a significant correlation in discrimination function. Age : there is a significant negative correlation between age and threshold functions. Smoking habits : there was a significant difference between identification function and TDI. Identification function and ADI. Lowest identification function in heavy smokers. There is no significant difference between threshold and discrimination function.
Key word : Allergic rhinitis, olfactory function, sniffin’ sticks test
3
PENDAHULUAN Fungsi penghidu dan pengecapan sangat berperan dalam aspek nutrisi dan penting untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat, fungsi penghidu memegang peranan penting dalam mendeteksi aroma, merasakan makanan serta menghidu bau yang ada di sekitar kita misalnya saat ada kebakaran atau kebocoran gas. Gangguan fungsi penghidu dapat membuat orang mengalami depresi dan dapat mengganggu fungsi sosial (Lalwani, 2004; Mangunkusumo, 2007). Fungsi penghidu yang baik sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang pekerjaannya mengandalkan fungsi penghidu, seperti anggota pemadam kebakaran, juru masak, tukang pipa, pekerja pabrik bahan kimia dan lain sebagainya (Doty,2003; Eibenstein dkk,2005). Gangguan penghidu dapat sekunder akibat proses perjalanan penyakit atau bisa juga sebagai keluhan primer. Secara keseluruhan, penyebab gangguan penghidu adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus. Proses inflamasi atau peradangan seperti rinitis termasuk rinitis alergi, rinitis akut atau rinitis toksik ( Frye, 1990; Leopold,2006). Rinitis alergi (RA) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas tipe
1 yang diperantarai oleh lg E (Gell & Comb tipe I) ditandai oleh trias
gejala yaitu bersin-bersin, rinore encer, obstruksi nasi, selain dapat juga ditemukan penyerta lain seperti gatal pada hidung, mata, tenggorok, dan telinga. Saat ini WHO Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA) tahun 2008 mengklasifikasikan RA menjadi rinitis alergi intermiten (RAI) dan rinitis alergi persisten (RAP). Derajat beratnya RA dinilai berdasarkan beratnya gejala dan dampaknya terhadap aktivitas harian (bekerja, aktivitas sosial, maupun aktivitas tidur). Derajat ringan apabila tidak didapatkan hambatan dalam beraktivitas, sedang-berat bila terdapat satu atau lebih hambatan (Bousquet,2008; Irawati,2007). Data dari studi epidemiologi dilaporkan sekitar 10% - 25% dari seluruh populasi dunia menderita RA, diduga angka prevalensi ini mencapai 40% dan terus meningkat. Gangguan penghidu dapat muncul pada sekitar 21% sampai 23% pasien RA (Bachau, 2005). Di Indonesia, sekitar 10%-26% pengunjung poliklinik THT di beberapa rumah sakit besar datang dengan keluhan RA. Pada unit rawat jalan Alergi Imunologi THT RS dr. Wahidin Sudirohusodo selama 2 tahun (2004-2006) didapatkan 64,4% pasien RA dari 236 pasien yang menjalani tes cukit kulit (Skin Prick Test) (Rahmawati, 2008). Pemeriksaan olfaktorius terbagi dua, yaitu pemeriksaan olfaktorius subjektif dan objektif. Pemeriksaan olfaktorius subjektif dilakukan menggunakan alat test yang siap pakai, misalnya
4
Sniffin’ Sticks. Sniffin’ Sticks menggunakan sejumlah pulpen n-butanol yang berbentuk pulpen dan mengandung bau dengan konsentrasi yang berbeda. Melalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi ambang bau, membedakan bau-bau yang berlainan (diskriminasi) serta kemampuan mengidentifikasi bau dapat dinilai. Pemeriksaan olfaktorius objektif yaitu odor event-related potensials (OERPs) dan electro-olfactogram (EOG) (Lay,2003; Benedetto,2007; Doty,2006). Menurut Ardianti NE, karakteristik nilai fungsi penghidu pada penderita rinitis alergi di Divisi Alergi-Imunologi poliklinik THT RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
berdasarkan
pemeriksaan Sniffin’ sticks didapatkan nilai ambang 0,25, nilai diskriminasi 7,00, nilai identifikasi 10,10, serta nilai ADI 23,50 (Ardianti NE, 2011). Faktor determinan fungsi penghidu adalah usia, jenis kelamin dan kebiasaan merokok. Daya penghidu yang hilang atau berkurang terjadi pada kira-kira 1% pada mereka yang berusia di bawah 60 tahun dan lebih 50% pada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun (Lalwani,2004; Leopold,2006). Sensitivitas penghidu pada wanita diketahui lebih tinggi dibandingkan pria karena adanya faktor hormonal (Katotomichelakis, 2007). Kebiasaan merokok berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi bau dan sifat hubungannya adalah bergantung dari jumlah rokok yang dikonsumsi menurut Frye dkk (Frye, 1990). Besarnya jumlah pasien RA yang berobat ke poliklinik THT divisi Alergi-Imunologi RS dr. Wahidin Sudirohusodo, belum adanya data mengenai fungsi penghidu pada pasien-pasien RA dan faktor determinan yang mempengaruhi fungsi penghidu oleh karena belum tersedianya alat untuk pemeriksaan fungsi penghidu tersebut di Makassar mendasari peneliti untuk menilai faktor determinan fungsi penghidu pada penderita RA menggunakan Sniffin’ sticks .Tujuan penelitian ini adalah Menilai faktor determinan fungsi penghidu menggunakan sniffin’ sticks Test pada pasien RA di Makassar.
5
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dari bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014 di poliklinik THT-KL RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang berumur 15-55 tahun yang datang berobat di
poliklinik THT-KL RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar selama masa
penelitian. Sampel penelitian sebanyak 50 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam penelitian ini. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan setelah sebelumnya mendapatkan rekomendasi persetujuan dari komisi etik penelitian biomedis pada manusia Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis THT, nasoendoskopi dan skin prick test pada sampel penelitian, kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi penghidu menggunakan Sniffin’ Sticks Test. Metode Analisa Data Analisis data menggunakan program computer. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan atau grafik disertai penjelasannya. Hasil uji normalitas data terhadap variabel penelitian yang bersifat numerik, menunjukkan bahwa variabel Ambang yang memiliki data tidak berdistribusi normal (p<0,01), sedangkan lainnya berdistribusi normal. Dengan demikian, maka dalam analisis statistik terhadap variabel Ambang akan digunakan uji non-parametrik. HASIL Karakteristik Sampel Penelitian ini melibatkan 50 subjek RA dengan perolehan jumlah subjek laki-laki lebih banyak, dan rerata usia 33 + 14 tahun sebagai nilai tengah. Keluhan rinorea merupakan keluhan terbanyak yang dirasakan oleh subjek, diikuti secara berurutan bersin-bersin dan hidung tersumbat. Mayoritas subjek memiliki tingkat pendidikan SMA dan S1 . Sebagian besar subjek tidak memiliki kebiasaan merokok. Pada penelitian ini telah ditetapkan 21 subjek dengan RAI ringan, 6 subjek dengan RAI sedang-berat, 14 subjek dengan RAP ringan dan 9 subjek dengan RAP sedang-berat. Pada tabel 1 diperlihatkan sebaran jumlah subjek berdasarkan diagnosis dari ARIA 2008. Pada seluruh subjek RA diperoleh jumlah terbanyak adalah subjek dengan RAI
6
ringan. Fungsi Penghidu menurut Jenis Kelamin menggambarkan ada perbedaan signifikan fungsi Diskriminasi menurut Jenis Kelamin (p<0,05). Fungsi Diskriminasi pada laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang, Identifikasi dan ADI menurut Jenis Kelamin (masing-masing dengan nilai p>0,05) (tabel 2). Fungsi Penghidu menurut kebiasaan merokok Terdapat perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI menurut Merokok (masing-masing dengan p<0,05 dan p<0,01). Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi menurut kebiasaan merokok (masing-masing dengan nilai p>0,05) (tabel 3). Korelasi Usia dengan Fungsi Penghidu Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Usia dengan fungsi Ambang (p<0,001). Semakin tua usia semakin rendah nilai fungsi Ambang. Tidak ada korelasi signifikan antara Usia dengan fungsi Diskriminasi, Identifikasi dan ADI (masingmasing dengan nilai p>0,05) (tabel 4)
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang, Identifikasi dan ADI menurut Jenis Kelamin (masing-masing dengan nilai p>0,05) Ada perbedaan signifikan fungsi Diskriminasi menurut Jenis Kelamin (p<0,05). Fungsi Diskriminasi pada laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Penelitian oleh Ardianti NE, 2011 terdapat 40 subjek dengan perolehan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Kadi menyatakan tidak adanya perbedaan bermakna pada usia antara laki-laki dan perempuan (p > 0,05). Dhong dkk seperti dikutip oleh Katotomichelakis meneliti efek positif estrogen dalam mencegah terjadinya gangguan fungsi penghidu dimana penggunaan kontrasepsi oral tampaknya memberikan efek protektif terhadap terjadinya gangguan ini. Namun suatu studi oleh Hummel dkk tahun 2010 yang mengukur secara kuantitatif penghidu menggunakan Sniffin’ sticks sebanyak dua kali, dengan interval sekitar satu tahun, didapatkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menyebabkan adanya perbedaan status fungsi penghidu. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut hubungan antara fungsi penghidu dan jenis kelamin. Pada penelitian ini Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara Usia dengan fungsi Ambang (p<0,001). Semakin tua usia semakin rendah nilai fungsi Ambang. Studi yang dilakukan Katotomichelakis dkk17 serta Hummel dkk. menyebutkan bahwa fungsi penghidu berhubungan dengan usia dimana bertambahnya usia akan menyebabkan fungsi penghidu
7
menurun, terutama di atas usia 65 tahun. Hal tersebut dapat dijelaskan karena faktor fisiologik, dimana pertambahan usia akan mempengaruhi memori ataupun atensi pasien. Faktor lain adalah adanya perubahan morfologi mukosa hidung seperti aliran darah serta metabolisme yang menurun, meningkatnya viskositas mukus, serta penurunan respon terhadap stimulasi otonom. Penurunan fungsi penghidu merupakan hasil akumulasi dari faktor-faktor tersebut yang menyebabkan epitelium olfaktori menjadi rentan karena sudah tidak dapat lagi melakukan regenerasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Robinson dkk serta Conley dkk, dikutip oleh Litvack menyatakan bahwa terdapat peningkatan ekspresi gen pro-apoptosis pada mukosa olfaktori hewan percobaan mencit yang sudah tua serta kematian sel reseptor neuron olfaktori yang meningkat. Banyak penelitian yang menduga adanya efek samping merokok pada kemampuan menghidu. Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa paparan terhadap asap rokok sebanyak satu atau dua kali setiap harinya selama enam hingga sembilan hari, dapat menyebabkan perubahan anatomi di dalam epitelium olfaktori, termasuk berkurangnya jumlah serta ukuran dari silia. Terdapat 13 subjek yang merokok pada penelitian ini, 3 subjek perokok ringan, 4 subjek perokok sedang dan 6 subjek perokok berat. Ada perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI menurut Merokok (masing-masing dengan p<0,05 dan p<0,01). Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi menurut Merokok (masing-masing dengan nilai p>0,05). Frye dkk pada tahun 1990 meneliti tentang kemampuan identifikasi odoran berdasarkan pemeriksaan UPSIT pada perokok. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa kebiasaan merokok berhubungan dengan kemampuan mengidentifikasi odoran dan sifat hubungannya adalah bergantung dari jumlah rokok yang dikonsumsi (dose-related).
KESIMPULAN DAN SARAN Karakteristik nilai fungsi penghidu pada seluruh subjek rinitis alergi di Makassar berdasarkan pemeriksaan Sniffin’ sticks didapatkan nilai mean : ambang 7,2; diskriminasi 12,1; identifikasi 12,4; serta nilai ADI 31,8. Terdapat perbedaan signifikan nilai ADI menurut hasil tes cukit kulit dimana nilai ADI yang rendah didapatkan pada RA persisten sedang-berat. Terdapat perbedaan signifikan fungsi diskriminasi menurut jenis kelamin. Fungsi diskriminasi pada lakilaki lebih rendah dibandingkan perempuan. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi ambang,
8
identifikasi dan ADI menurut jenis kelamin. Terdapat korelasi negatif yang signifikan antara usia dan fungsi ambang. Semakin tua usia semakin rendah nilai fungsi ambang. Tidak ada korelasi signifikan antara usia dengan fungsi diskriminasi, identifikasi dan ADI. Terdapat perbedaan signifikan fungsi Identifikasi dan ADI berdasarkan kebiasaan merokok. Fungsi Identifikasi dan ADI paling rendah pada perokok berat. Tidak ada perbedaan signifikan fungsi Ambang dan Diskriminasi berdasarkan kebiasaan merokok. Diperlukan
penelitian
lebih
lanjut
untuk
mencari
cut
of
poin
dengan
menggunakansampel yang besar, sesuai syarat untuk menghitung cut of poin. Penggunaan Sniffin’ Sticks Test perlu dilakukan pada setiap pasien yang telah terdiagnosis sebagai rinitis alergi untuk mengetahui nilai ambang, diskriminasi. Identifikasi dan ADI.Sebaiknya Sniffin’ Sticks Test dibuat di Indonesia agar sesuai dengan bau-bauan yang ada di Indonesia, mudah mendapatkannya dan harga terjangkau.
UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini; khususnya kepada Dr. dr. Arifin Seweng, MPH dan Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K), dan teman-teman sejawat peserta PPDS THT-KL FK-UNHAS. DAFTAR PUSTAKA Ardianti N.E. (2011). Gambaran Fungsi Penghidu dengan Sniffin’ Sticks pada Pasien Rinitis Alergi di Divisi Alergi-Imunologi Poliklinik THT RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Bachau V.,Durham S.R.(2005). Epidemiological characterization of the intermittent and persistent types of allergic rhinitis. Allergy. 60:350-3. Benedetto M.D. (2007). Chemosensory Evaluation Tests, Available from: http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/pmr Bousquet J., Khaltaev N., Cruz A.A., Denburg J, Fokkens W.J., Togias A, et al. (2008). Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA) update (in collaboration with the World Health Organization, GA2LEN and AllerGen). Allergy. p.8-160. Doty R.L. (2003). Assesment of Olfaction. In: Doty R.L., ed. Handbook of Olfaction and Gustation. New York: Marcel Dekker, Inc, p. 235-58. Doty R.L., Bromley S.M., Panganiban W.D.(2006).Olfactory function and dysfunction. In: Bailey B.J., Johnson J.T., Newlands S.D., editors. Head & Neck Surgery- Otolaryngology. Fourth edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins;. p. 289-305. Eibenstein A., Fioretti A.B., Lena C., Rosati N., Amabile G., Fusetti M. (2005). Modern psychophysical tests to assess olfactory function. Neurol Sci.p.26:147-55. Frye R.E., Schwartz B.S., Doty R.L. (1990). Dose-related effects of cigarette smoking on olfactory function. JAMA. p.1233-6.
9
Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. (2007). Rinitis alergi. Dalam: Soepardi E.A., Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai penerbit FKUI.hal.128-33. Lalwani A.K., (2004). Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery, , McGraw Hill Inc : united States of America. Lay A.M., McGinley C.M. ( 2003). A Nasal Chemosensory Performance Test for Odor Inspectors, , A Nasal Chemosensory Performance Test for Odor Inspectors.pdf Leopold D.A., Holbrook E.N. (2006). Disorder of Taste and Smell, www.emedicine/disorderoftasteandsmell.html Mangunkusumo E,. (2007). Gangguan Penghidu. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok-Kepala leher. Edisi ke6. Jakarta. Balai penerbit FKUI .hal. 160-61. Rahmawati, Punagi, A.Q., Savitri,E.(2008). Relationship Between Rhinitis Severity, Skin Prick Test Reactivity and Mite-Specifik Imunoglobulin E in Allergic Rhinitis Patient in Makassar. The Indonesia Journal of Medical Science.
Lampiran
10
Tabel 1. Statistik Diskriptif Fungsi Penghidu N 50 50 50 50
Ambang Diskriminasi Identifikasi ADI
Minimum 2,5 6,0 5,0 14,5
Maximum 10,0 15,0 15,0 38,2
Mean 7,2 12,1 12,4 31,8
SD 1,7 1,8 2,2 4,3
Tabel 2. Fungsi Penghidu menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Ambang
1
Diskriminasi Identifikasi
2
2
2
ADI
n 27 23 27 23 27 23 27 23
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Mean 7,0 7,4 11,6 12,7 12,1 12,8 30,8 33,0
SD 1,9 1,5 2,2 1,2 2,4 1,9 4,7 3,5
Tabel 3. Fungsi penghidu menurut Usia Usia 1
Ambang
Diskriminasi Identifikasi ADI
R P R P R P R P
2
2
2
-0,448 0,001 -0,060 0,681 -0,068 0,638 -0,179 0,215
Tabel 4. Fungsi Penghidu menurut kebiasaan Merokok 1
Ambang
Diskriminasi
Identifikasi
ADI
2
2
2
Tidak Ringan Sedang Berat Tidak Ringan Sedang Berat Tidak Ringan Sedang Berat Tidak Ringan Sedang Berat
n 37 3 4 6 37 3 4 6 37 3 4 6 37 3 4 6
Mean 7,6 7,5 6,3 5,3 12,4 11,3 12,3 10,7 12,8 14,0 11,0 10,5 32,8 32,8 29,5 27,0
SD 1,5 ,6 1,3 2,2 1,8 ,6 1,0 2,3 2,0 1,7 ,8 2,8 3,7 ,5 1,0 6,2
P 0,211
0,160
0,029
0,009
p 0,775 0,022 0,259 0,071