Fabrikasi Nanofiber Gelatin Dengan Metode Electrospining Dan Efek Penambahan Ethylene Glycol Morfologinya
FABRIKASI NANOFIBER GELATIN DENGAN METODE ELECTROSPINING DAN EFEK PENAMBAHAN ETHYLENE GLYCOL PADA MORFOLOGINYA Elly Indahwati Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy’ari, E-mail:
[email protected]
Kuwat Triyana Grup Riset Interdisipliner Nanomaterial Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Fabrikasi nanofiber gelatin telah dilakukan dengan metode electrospinning menggunakan pelarut utama asam asetat (AA). Pengaruh penambahan ethylene glycol (EG) sebagai co-solvent juga dikaji kaitannya dengan morfologi nanofiber.Dari penyiapan larutan umpan electrospinning, penambahan ethylen glycol (EG) menyebabkan penurunan konduktivitas, viskositas dan tegangan permukaan (surface tension larutan gelatin. Selama proses electrospinning, tegangan tinggi yang diterapkan adalah 15 kV dan jarak antara ujung jarum dengan kolektor adalah 11 cm. Hasil analisis morfologi menggunakan scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan bahwa penabahan) EG menyebabkan peningkatan diameter nanofiber sebesar sekitar 27 nm. Sementara itu, hasil analisis spektroskopi infra merah (FTIR) menunjukkan bahwa penambahan EG tidak mempengaruhi pergeseran gugus fungsi utama serapan gelatin. Kata kunci : nanofiber, asam asetat, ethylene glycol, electropinning, gelatin ABSTRACT Nano fiber fabrication has been held by using Electro Spinning method using the main solvent of acetate acid (AA). ethylene glycol additional effect as co-solvent also has been studied its relation with nano fiber morphology. From feed electro spinning solvent, ethylen glycol additional (EG) cause reduction to the conductivity, viscosity and surface tension (Gelatine Surface Tension. During the process of electro spinning, high tension which given was 15 kV and the distance between the end of pin with collector was 11 cm. Result of morphology analyzing used electron microscopy scanning (SEM) showed that additional. EG caused escalation to diameter of nano fiber as many as 27 nm. Meanwhile, result of IRDA spectroscopic analyzing (FTIR) showed that EG additional didn’t affect the friction to the main functional groups of gelatin uptake.
Keywords: nanofiber, acetate acit , ethylene glycol, electropinning, gelatine PENDAHULUAN Karakteristik serat atau fiber berubah drastis ketika diameternya menyusut dari rentang micrometer ke nanometer. Salah satu karakteritik tersebut adalah meningkatnya luas permukaan terhadap rasio volumenya hingga ratusa kali, fleksibilitas dalam fungsi permukaan, dan sifat mekanik yang unggul (misalnya stiffness atau kekakuan dan strength atau kekuatan tarik) dibandingkan dengan bentuk lain yang dikenal dari materi. Karakteristik yang luar biasa tersebut membuat nanofibers polimer mempunyai potensi aplikasi yang luas [1]. Elektrospining adalah salah satu metode fabrikasi nanofiber yang sangat populer karena relatif murah dan mudah dalam operasionalnya. Istilah "electrospinning", berasal dari "putaran elektrostatik". Alat ini bekerja menggunakan gaya elektrostatik [2]. Analisis nanofiber pada umumnya meliputi diameter fiber, distribusi diameter fiber, orientation fiber dan morfologi. Serbuk gelatin dapat larut dengan baik dalam AA [3]. Penelitian ini mengkaji efek penambahan EG pada nanofiber yang terbentuk. Citra SEM digunakan sebagai acuan dalam analisis meliputi
diameter rata-rata, distribusi diameter dan morfologi nanofiber, sedangkan spektrum FTIR digunakan untuk analisis gugus dalam nanofiber. Elektrospining adalah salah satu metode untuk fabrikasi nanofiber. Proses elektrospining menurut [2] menggunakan medan listrik yang tinggi antara ujung jarum atau tip dengan kolektor untuk menarik jet larutan polimer pada ujung taylor cone. Jet larutan selanjutnya mengalami bending instability yang mengakibatkan terjadinya penipisan dan bergerak membentuk lintasan spiral menuju kolektor. Proses pergerakan jet larutan menuju kolektor diiringi dengan penguapan pelarut pada jet tersebut sehingga terbentuk nanofiber berwujud padat.
21
Jurnal Reaktom Volume 01 Nomor 01 Tahun 2016, 21-24
Gambar 2. Muatan dalam larutan polimer pada syringe ketika medan listrik diaplikasikan pada tip [4] Proses elektrospining dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah konsentrasi larutan, konduktivitas, viskositas, volatilitas, tegangan permukaan, kuat medan listrik antara tip dengan kolektor, feed/ flow rate dan kondisi lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban dan komposisi udara. Parameter lainnya merupakan kondisi lingkungan yakni suhu, kelembaban, dan komposisi udara [5]. Larutan yang digunakan dalam proses elektrospining menggunakan bahan polimer yang dilarutkan dalam pelarut. Salah satu bahan polimer yang mudah diperoleh, berasal dari alam, dan memiliki harga yang relatif murah yakni gelatin. Gelatin merupakan polimer alami yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Gelatin memiliki sifat, biocompatible, tidak beracun, biodegradable, elastisitas dan interkonektivitas yang baik sehingga gelatin memiliki banyak aplikasi dalam berbagai bidang [6,7]. Pelarut yang digunakan memiliki beberapa karakteristik. seperti pelarut harus bersifat polar karena agar ketika proses elektrospinning, muatan yang terinduksi pada larutan dapat mengumpul pada salah satu sisi yakni pada ujung spinneret yang dekat dengan elekroda, sehingga larutan bermuatan positif dan dapat terbentuk taylor cone. Perbaikan struktur morfolgi nanofiber gelatin terus dikembangkan oleh para peneliti. Penambahan co-solvent pada larutan merupakan salah satu bentuk upaya untuk memperbaiki struktur morfologi secara efektif agar menghasilkan fiber yang potensial untuk skala industri. Choktaweeshap, et al (2007) juga mengemukakan bahwa AA glacial yang dipadu dengan co-solvent seperti ethylene glikol (EG), dimethyl sulfoxide (DMSO), formamide (F), dan TFE dapat mempengaruhi karakteristik morfogi dari fiber. Song et al (2008) mengemukakan bahwa gelatin tipe B sebesar 11 wt% dilarutkan pada AA 42 wt% dalam 20 wt% air yang ditambah dengan etil acetat sebanyak 28 wt% maka akan menghasilkan fiber tanpa beads dengan diameter 145 nm. Semakin banyak co-solvent yang digunakan maka diameter fiber yang terbentuk semakin besar. Penentuan diameter fiber dilakukan dengan mengamati dan menganalisis strutur morfologi dari nanofiber yang diperoleh dari hasil SEM. Secara umum, ukuran butir memenuhi fungsi distribusi Log Normal. Fungsi distribusi log normal diberikan oleh persamaan (1).
Gambar 1. Muatan dalam larutan polimer pada syringe ketika medan listrik diaplikasikan pada tip [4] Secara umum, pada elektrospining terdapat tiga komponen utama, yakni: sumber tegangan tinggi, pendorong pipa kapiler atau syringe yang ujungnya terhubung dengan ujung jarum dengan diameter yang kecil dan layar kolektor yang terbuat dari logam. Pada ujung jarum dihubungkan dengan pembangkit arus bertegangan tinggi. Layar yang terdapat jarum dengan diameter yang kecil dan ujungnya terhubung dengan ujung jarum, dan layar kolektor logam. Dalam proses elektrospining tegangan tinggi digunakan untuk menimbulkan jet bermuatan secara listrik dari larutan polimer atau untuk mengeluarkan larutan dari pipet. Sebelum mencapai layar kolektor, larutan jet menguap atau mengeras dan terkumpul. Satu elektroda dihubungkan pada ujung tip dan lainnya dihubungkan dengan kolektor. Sedangkan kolektor dihubungkan dengan ground. Medan listrik dapat digunakan untuk mendorong larutan polimer telepas dari ujung tip. Medan listrik ini berhubungan dengan tegangan permukaan yang menimbulkan muatan pada permukaan larutan. Ketika medan listrik tersebut diaplikasikan pada tip yang berisi larutan polimer maka muatan dalam larutan tersebut akan saling tolakmenolak dan memenuhi permukaan dengan elektroda yang berlawanan. Kondisi ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2 berikut ini:
= f ( D)
22
ln 2 D / D p 1 exp − 2σ 2 2π Dσ
(1)
Fabrikasi Nanofiber Gelatin Dengan Metode Electrospining Dan Efek Penambahan Ethylene Glycol Morfologinya
dengan D adalah diameter (nm), Dp adalah diameter pada puncak distribusi merupakan simpangan standar geometri. Penentuan diameter rata-rata menggunakan satu sifat dari fungsi log normal sehingga persamaan (1) menjadi: σ 2 D = D p exp 2 (2)
Tabel 2. Karakterisasi larutan sampel A dan B
adalahKa ra kterisas i La ruta n No. 1 2 3 4
pH Kondukti vi ta s (mS) Vi s kositas (mm 2/detik) Surface tension (mN/m)
A (ta npa EG) (4,00±0,01) (5,81±0,01) (104,70±0,01) (42,90±1,15)
B (denga n EG) (4,00±0,01) (5,64±0,01) (93,91 ±0,01) (41,57±0,61)
Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai pH untuk sampel A dan sampel B tidak mengalami perubahan yakni sebesar 4, sedangkan nilai konduktivitas menurun sebesar 0,18 mS. Hal ini dapat diperlihatkan nilai konduktivitas pada sampel A sebesar (5,81±0,01) mS dan sampel B sebesar (5,64±0,01) mS. Selain nilai konduktivitas, nilai surface tension dan viskositas juga mengalami penurunan. Surface tension pada sampel A sebesar (42,90±1,15) mN/m dan pada sampel B sebesar (41,57±0,61) mN/m. Sedangkan nilai Viskositas pada sampel A sebesar (104,70±0,00) mm2 /detik dan sampel B sebesar (93,91 ±0,01) mm2 /detik.
METODE Tahapan proses fabrikasi nanofiber terdiri dari dua bagian, yakni pembuatan larutan umpan dan pembuatan nanofiber melalui elektrospining. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan untuk membuat larutan umpan elektrospining seperti yang tertera pada Tabel 1. Gelatin yang digunakan adalah gelatin yang berasl dari hasil hidrolisis jaringan kolagen sapi (tipe B) yang diproduksi oleh GelitaSelandia Baru dan kemudian didistribusikan oleh PT Brataco. AA dan EG diperoleh dari E-Merck. Tabel 1. Bahan dan Keterangan No 1 2 3
Bahan Gelatin AA EG: AA
Keterangan 44% w/v 20% v/v (19:1)
Gambar
Sampel penelitian terdiri dari dua sampel yakni gelatin yang dilarutkan dalam AA 20% v/v (sampel A) dan gelatin yang dilarutkan dalam AA yang ditambah dengan EG (sampel B). Pembuatan larutan menggunakan pemanas magnetik stirrer dengan kecepatan putaran 1100 rpm selama 10 jam untuk menghomogenkan larutan. Setelah itu larutandidiamkan selama ±4 jam hingga larutan dingin dan menghilangkan gelembung busa yang terbentuk selama proses pembuatan larutan. Analisis nanofiber terdiri dari dua bagian yakni analisis parameter larutan dan nanofiber. Proses elektrospining sendiri menggunakan jarak antara tip atau ujung jarum dengan kolektor (d) sebesar 11 cm, tegangan tinggi sebesar 15 kV dan diameter tip (d needle) sebesar 25 G atau 0,5 mm. Data-data penelitian yang akan dianalisis parameter larutan dan analisis nanofiber. Analisis parameter larutan yang meliputi konduktivitas, pH, surface tension dan viskositas. Sedangkan analisis nanofiber meliputi morfologi, dan gugus fungsi.
3. Hasil SEM Nanofiber Gelatin pada perbesaran 5.000 kali (a) Gelatin/AA 20% v/v (b) Gelatin/EG/AA 20% v/v
Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan EG dapat menurunkan konduktivitaas dan surface tension pada larutan Gelatin/AA sehingga dalam banyak kasus dapat mengurangi terbentuknya formasi bendolan atau beads. Pada dasarnya, pelarut serbuk gelatin adalah AA. Untuk aplikasi tertentu, larutan Gelatin/AA ditambahkan EG. Gambar 3(a) adalah citra SEM untuk nanofiber gelatin tanpa penambahan EG. Selain halus, masingmasing nanofiber juga tampak saling terpisah. Ukuran diameter nanofiber tampak tidak merata. Sementara itu, Gambar 3(b) adalah citra SEM untuk nanofiber gelatin dengan penambahan GE. Selain ukuran diameter semakin besar (lihat Gambar 4), penambahan GE juga mengakibatkan antar nanofiber tampak lengket dan melebar (Gambar 3(b)).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dibuat dua macam sampel yang masing-masing bervolume pelarut total 10 ml yang dilarutkan melalui pengadukan dengan magnetik stirer pada suhu 40o C dengan kecepatan pengadukan 1100 rpm selama 10 jam.
23
40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0
Serbuk Gelatin Gelatin 44/v + AA 20/v Gelatin 44/v + AA 20/v + EG
60 50 40
T (%)
Frekuensi kumulatif
Jurnal Reaktom Volume 01 Nomor 01 Tahun 2016, 21-24
30 20
40 80 120 160 200 240 280 320 360
10
Diameter fiber (nm)
(a) 0
Frekuensi kumulatif
4000
52 48 44 40 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0
3500
3000
2500
2000
1500
1000
Bilangan Gelombang (cm-1) Gambar 5. Spektrum FTIR (a) serbuk gelatin, (b) Sampel A, dan (c) sampel B Gelatin seperti umumnya protein memilki struktur yang terdiri dari karbon, hidrogen, gugus hiroksil (OH), gugus karbonil (C=O), dan gugus amina (NH). Spektra infra merah (Gambar 5 a,b,c) diatas menunjukkan adanya vibrasi stretching gugus fungsi OH pada bilangan gelombang sekitar 3800-3700 cm-1 . Sedangkan vibrasi stretching gugus fungsi NH pada bilangan gelombang sekitar 3500-3100 cm-1 . Bilangan gelombang 3078,39 menunjukkan adanya vibrasi stretching gugus fungsi =C-H yang terdapat pada daerah 3100-3000 cm-1 . Bending dan stretching CH ditunjukkan pada daerah 3000-2800 cm-1 ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2931,8 cm-1 pada Gambar 5(a) yang menunjukkan sampel serbuk gelatin. Sementara itu, vibrasi bending dan stretching CH pada nanofiber gelatin ditunjukkan pada Gambar 5(b) dan (c) ditunjukkan oleh panjang gelombang 2939,52 cm-1 dan 2877,79 cm-1 . Gambar 5(b) dan c merupakan identitas untuk sampel A dan B. Adanya pergeseran bilangan gelombang untuk stretching CH pada kedua sampel tersebut terhadap sampel serbuk gelatin diasumsikan adanya reaksi antara pelarut terhadap serbuk gelatin ketika proses preparasi nanofiber gelatin. Pada penelitian ini digunakan pelarut AA 20% yang ditambah dengan EG dengan perbandingan 19:1. AA merupakan kelompok asam karboksilat dengan rumus molekul C2H4O2 atau CH3COOH. Puncak CH aromatik pada daerah 3100-3000 cm-1 ditunjukkan oleh bilangan gelombang 3047,4 cm-1 [8]. Identifikasi penambahan EG pada penelitian ini terlihat dengan adanya serapan puncak gugus chain CC stretching pada daerah 1300-600 cm-1 ditunjukkan oleh bilangan gelombang 879,54 cm-1 pada sampel B. Selain itu, EG juga mempengaruhi serapan gugus chain C-C bending pelintiran pada daerah 400-250 cm-1 . Pada
80 120 160 200 240 280 320 360 400 440
Diameter fiber (nm)
(b) Gambar 4. Diagram distribusi diameter fiber (a) Gelatin/AA 20% v/v (b) Gelatin/EG/AA 20% v/v Penurunan nilai konduktivitas dan surface tension dari sampel A dan B pada penelitian ini mengakibatkan kenaikan diameter fiber. Larutan harus memiliki muatan yang cukup (konduktif) agar gaya tolakan antara larutan dapat melebihi surface tension larutan sehingga larutan dapat melalui proses elekrospining dan Taylor cone dapat terbentuk. Oleh karena itu, perubahan surface tension berbanding lurus dengan perubahan konduktivitas larutan. Hasil penentuan distribusi ukuran diameter fiber dapat dilihat pada Gambar 4. Tampak lengketnya nanofiber (Gambar 3(b)) disebabkan karena titik didih EG sangat tinggi dibandingkan AA [3]. Pada saat proses elektrospinning, idealnya semua pelarut segera menguap pada saat nanofiber mengenai kolektor. Penambahan EG menyebabkan proses penguapan pelarut mengalami hambatan sehingga tampak lengket. Berdasarkan hasil distribusi ukuran diameter fiber di atas, maka dapat ditentukan diameter rata-rata fiber dengan menggunakan Persamaan (2). Diameter ratarata fiber pada sampel A sebesar (180±54) nm dan sampel B sebesar (207±36) nm. Interaksi antara co-solvent dan larutan Gelatin/ AA 20% v/v pada nanofiber diketahui dengan analisis gugus fungsi melalui Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR).
24
Fabrikasi Nanofiber Gelatin Dengan Metode Electrospining Dan Efek Penambahan Ethylene Glycol Morfologinya
serbuk gelatin dan sampel A gugus tersebut terserap pada bilangan gelombang 300,9 [3,7].
PENUTUP Simpulan Penambahan co-solvent berpengaruh terhadap larutan Gelatin/ AA 20% yakni dapat menurunkan konduktifitas dan tegangan permukaan larutan sehingga dapat mengurangi terbentunya formasi beads dan meningkatkan diameter fiber secara signifikan. Penambahan EG tidak mempengaruhi pergeseran gugus fungsi utama serapan gelatin. DAFTAR PUSTAKA S. Agarwal., A. Greiner, J. H. Wendorff. Functional Materials by Electrospinning of Polymers, Progress in Polymer Science Journal, vol. 38, 2013, pp. 963-991. S.K. Nataraj, K.S. Yang, T.M. Aminabhavi. Polyacrylonitrile -Based Nanofibers a State-ofthe-Art Review, Progress in Polymer Science Journal, vol. 37, 2012, pp. 487– 513. N. Choktaweesap, K. Arayanakul, D. Aht-Ong, C. Meechaisue, P. Supaphol. Electrospun Gelatin Fibers: Effect of Solvent System on Morphology and Fiber Diameter, Polimer Journal, vol. 39, 6, 2007, pp. 622-631. S. A. Theron, E. Zussman, A. L, Yarin. Experimental Investigation of the Governing Parameters in the Electrospinning of Polymer Solutions, Polymer Journal, vol.45, 2004, pp. 2017-2030. A. L. Andrady, Science and Technology of Polymer Nanofibers (1st Ed.), John Wiley & Sons, New Jersey, 2008. J. Poppe, Gelatin : Thickening and Gelling Agents for Food, Blackie Academic and Professional, London, 1992. Ju-Ha. Song, Hyoun-Ee. Kim, Hae-Won. Kim. Production of Electrospun Gelatin Nanofiber by Water-Based co-Solvent Approach, Mater SciMater Med Journal, vol. 19, 2008, pp. 95-102. M.H. Norziah, A.Al-Hassan, A. B. Khairulnizam, M. N. Mordi, M. Norita. Characterization of Fish Gelatin from Surimi Processing Waste: Termal Analysis and Effect of Transglutaminase on Gel Properties, Food Hydrocolloid, vol. 23, 2009, pp. 1610-1616.
25