ISSN: 1693-6930
199
EVALUASI SISTEM PENERANGAN JALAN H.R. SOEBRANTAS KOTA PEKANBARU Hamzah Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lancang Kuning Jl. Yos Sudarso km 8 Rumbai, Pekanbaru 28265, 0761-52324 e-mail:
[email protected] Abstract The using of road light which is inappropriate for road category and the illegal street light are the two main problem of roadway lighting (PJU). These problems encumber the budget paid by local government (Pemda). Local government paid electric energy for PJU based on the usage of electricity recorded by KWH meter. Meanwhile the payload of the varied roadway lightings without KWH meter will be calculated based on basic monthly rate according to name plate of power and type of the lamp. Local government applies the roadway lighting taxes (PPJU) collected by state company (PLN) from every customers based on percentage of monthly expenses of electricity. Along with the growth of town, there would be more roadways to be illuminated. It will increase the payment of electricity for roadway lighting in every each town and sub-province. This condition would progressively burden the government to settle the expense of electricity for PJU. Therefore, the existing roadway lighting system should be reevaluated to increase efficiency of electrical usage. In additional, this evaluation will give contribution to save the budget for the roadway lighting electrical payment and with the same existing cost more roadways will get lighting. Keyword: energy saving, lighting, lighting evaluation, roadway lighting
Abstrak Penggunaan lampu yang tidak sesuai dengan kelas jalan dan lampu jalan yang tidak berizin, merupakan dua hal utama persoalan penerangan jalan umum (PJU). Hal ini merupakan beban berat yang ditanggung pemerintah daerah (Pemda). Tagihan rekening listrik oleh PLN kepada Pemda adalah berdasarkan pemakaian energi listrik yang dicatat dengan menggunakan kWH meter, sedangkan PJU yang tidak dipasang KWH meter beban lampu yang bervariasi dihitung berdasarkan abonemen perbulan sesuai dengan jenis dan daya lampu. Sementara sumber dana Pemda untuk pembayaran rekening PJU adalah dari Pajak PJU (PPJU) yang dipungut pada setiap pelanggan PLN dengan prosentase dari biaya bulanan listrik per pelanggan. Seiring dengan perkembangan kota, maka semakin banyak jalan yang harus diterangi. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya beban pembayaran rekening listrik PJU pada masing-masing Kabupaten dan Kota. Kondisi ini tentu saja akan semakin memberatkan Pemda dan Pemkot untuk menutup kekurangan biaya listrik untuk PJU. Oleh karena itu, sistem PJU yang ada perlu ditinjau ulang, agar lebih efisien. Selanjutnya pihak Pemda dapat menghemat anggaran pembayaran rekening listrik untuk PJU, atau dengan biaya yang sama Pemda dapat menerangi lebih banyak jalan. Kata kunci: evaluasi sistem penerangan, lampu jalan, penghematan energi, PJU
1. PENDAHULUAN Sebagai ibu kota propinsi, kota Pekanbaru senantiasa selalu membenahi diri untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakatnya. Untuk itu, perbaikan sarana dan prasarana kota selalu dirawat dan diperbaiki serta dilengkapi. Semua ini diperlukan agar warga kota Pekanbaru dapat merasa nyaman melaksanakan aktifitas kehidupannya sehari-hari. Salah satu sarana yang telah diperbaiki pemerintah kota Pekanbaru sejak tahun 2005 silam adalah sistem penerangan yang terdapat pada jalan-jalan protokol. Perubahan yang dilakukan adalah dengan mengganti tiang penyangga, dan lampu serta instalasinya. Dengan Evaluasi Sistem Penerangan Jalan H.R. Soebrantas Kota …… (Hamzah)
200
ISSN: 1693-6930
masa pengerjaan yang dilaksanakan dalam 2 (dua) bulan lebih, sudah terlihat manfaatnya bagi masyarakat kota yang melewati jalan-jalan tersebut. Namun ditengah gencarnya pemerintah kota dalam memperbaiki sistem penerangan tersebut, pihak penyedia sistem ketenagalistrikanpun lagi galak-galaknya mensosialisasikan program hemat energi. Hal ini terkait dengan sudah berkurangnya ketersediaan energi tersebut. Ditambah lagi karena lebih dari 50% energi yang digunakan oleh PT. PLN adalah merupakan energi yang tak terbarukan (berupa minyak diesel), sehingga biaya operasionalnya semakin besar dengan kenaikan harga BBM. Untuk itu diperlukan pengukuran intensitas cahaya (lumens) pada jalan-jalan yang ada di kota Pekanbaru agar bisa dipantau apakah sistem penerangan yang digunakan di tempat tersebut berada di bawah standard atau bahkan sebaliknya. Sehingga untuk tempat-tempat yang di atas standard dapat dikurangi untuk mencukupi daerah-daerah yang kurang. Ataupun untuk menghemat energi yang digunakan. Semenjak digantinya sistem penerangan jalan yang ada dengan yang baru, terlihat pada daerah-daerah tertentu terkesan terlalu terang (berlebihan) sementara pada daerah lain belum dipasang penerangan sama sekali. Untuk itu diperlukan pengukuran, agar penggunaan energi untuk penerangan jalan dapat lebih tepat. Sehingga masyarakat dapat merasakan penerangan yang merata di kota Pekanbaru ini. Untuk menentukan besarnya lumen pada sistem penerangan, dapat digunakan lumen meter. Hasil pengukuran nantinya akan dibandingkan dengan standar penerangan jalan. Hasil analisa nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pemerintah kota dalam menerangi jalan-jalan di kota ini. 2. STANDAR PENERANGAN JALAN UMUM Luminansi (L) adalah suatu ukuran untuk menentukan tingkat kecerahan suatu benda. Luminansi yang terlalu besar akan menyilaukan mata, seperti misalnya sebuah lampu pijar tanpa armatur. Luminansi (L) suatu sumber cahaya atau suatu permukaan yang memantulkan cahaya adalah intensitas cahayanya dibagi dengan luas semu permukaan, atau dalam bentuk persamaan sebagai berikut [1]:
L=
I cd/cm2 AS
(1)
dimana:
L = luminasi dalan satuan cd/cm2 I = Intensitas Cahaya dalam satuan cd 2 AS = Luas semu permukaan dalam satuan cm
2.1. Efikasi Cahaya Menurut Hermawan, Efikasi cahaya dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:
K = ϕ /P
(2)
dimana: K = efikasi cahaya dalam lumen /Watt (lm/Watt) P = daya listrik dalam watt (W) 2.2. Efisiensi Cahaya Sementara efisiensi cahayanya dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut [2]:
η = φ /φmaks
(3)
Pada sistem penerangan jalan raya, digunakan faktor daya guna luminair yang ditentukan dari rasio antara lebar jalan dengan tinggi luminairnya. Untuk penghitungan koefisien daya guna ini, lebar jalan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian depan luminair (street side), dan bagian belakang luminair (house side). Dari rasio lebar jalan dan tinggi luminairnya dapat ditentukan besar CU-nya. Selanjutnya jarak dan tinggi luminair jalan raya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
TELKOMNIKA Vol. 6, No. 3, Desember 2008 : 199 - 208
ISSN: 1693-6930
Jarak =
φL × CU
201
(4)
Em × lebar jalan
2.3. Kelas Jalan Fasilitas jalan yang selama ini kita gunakan dibedakan atas beberapa kriteria kelas jalan. Berikut ini adalah kriteria kelas jalan tersebut [2]: a. Jalan arteri primer: jalur jalan penampung kegiatan lokal dan regional, lalu-lintas sangat padat pada jalan ini, sehingga perlu penerangan jalan yang optimal. Lux penerangan jenis dan kelas jalan ini adalah lampu dengan 50 lux, menurut SNI 2000. b. Arteri sekunder: merupakan arteri penampung kegiatan lokal dan regional sebagai pendukung jalan arteri primer. Dimana kondisi lalu lintas pada jalur ini padat, sehingga memerlukan jenis lampu yang sama dengan arteri primer. Lux penerangan jalan ini menurut SNI 2000 adalah 50 lux. c. Kolektor primer: jalur pengumpul dari jalan-jalan lingkungan di sekitarnya yang akan bermuara pada jalan arteri primer maupun arteri sekunder. Lux penerangan jenis dari kelas jalan ini, menurut SNI 2000 adalah 30 lux d. Kolektor sekunder: jalur pengumpul dari jalanjalan lingkungan di sekitarnya yang akan bermuara pada jalur jalan kolektor primer, jalan arteri primer maupun sekunder pada jaur jalan ini diperlukan lampu setingkat dibawah lampu untuk kolektor primer. Lux penerangan jenis dari kelas jalan ini, menurut SNI 2000 adalah 30 lux. e. Jalan lingkungan: jalur jalan di lingkungan perumahan, pedesaan atau perkampungan. Jalur jalan ini membutuhkan penerangan, yang menurut SNI 2000 adalah 15 lux. 2.4. Desain Penerangan Jalan Dalam melakukan suatu perencanaan penerangan jalan diperlukan beberapa data pendukung, diantaranya adalah: Data jalan; meliputi kelas jalan, panjang jalan, dan lebar ruas jalan; Tingkat illumminasi yang dibutuhkan; Tingkat keseragaman yang dibutuhkan, datanya sebagaimana terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Sedangkan data-data lainnya adalah daya lampu yang akan dipakai, tinggi gantung (mounting height) bergantung pada jarak atau spasi yang akan dipakai. Data dalam besaran intensitasnya dapat dilihat pada Tabel 3, sementara data-data tersebut diperoleh dengan menggunakan persamaan (1) sampai dengan persamaan ( 4). Yang akhirnya juga bergantung pada lebar jalan yang ada [2]. Berdasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 104 Tahun 2003 tentang harga jual tenaga listrik tahun 2004 yang disediakan oleh perusahaan perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara, maka besarnya tarif untuk penerangan adalah sebesar Rp. 605,00 per kWh [3]. Sedangkan untuk penerangan jalan yang tidak memiliki kWh maka dasar perhitungan tarif menggunakan metode abonemen berdasarkan keputusan direksi PT. PLN nomor 335.K/010/DIR/2003 [2]. Tabel 1. Standar Penerangan Jalan berdasarkan CIE 114 Spesifikasi Jalan Berkecepatan tinggi, 1 arah dan mempunyai pemisah jalan, Jalan bebas hambatan Jalan Utama Berkecepatan tinggi, 2 arah tanpa pemisah jalan ; Jalan Utama Jalur - jalur penting distribusi; Jalan Penghubung
Jalan -Jalan Lingkungan / Lokal
Kondisi Jalan Tingkat kepadatan dan kompleksitas jalan ; Tinggi Sedang Rendah Pengkontrolan, Pemisahan dan pencampuran Lalu Lintas ;
Klasifikasi
Kurang Baik Baik Pengkontrolan, Pemisahan dan pencampuran Lalu Lintas;
M1 M2
Kurang baik Baik Pengkontrolan, Pemisahan dan pencampuran Lalu Lintas; Kurang baik Baik
M2 M3
M1 M2 M3
M4 M5
Evaluasi Sistem Penerangan Jalan H.R. Soebrantas Kota …… (Hamzah)
202
ISSN: 1693-6930 Tabel 2 Pembagian klasifikasi penerangan Semua Jalan
Klasifika si
E
Kerataan (Emin /Emax)
M1 M2 M3 M4 M5
50 30 20 15 10
0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
Jalan Dengan Persimpangan
Jalan Dengan Pedestrian
0.7 0.7 0.5
0.5 0.5 0.5
Tabel 3 Pembagian distribusi cahaya pada sudut vertikal besar Kontrol variabel Tipe Luminer Cutoff Semicutoff Noncutoff
Intensitas maksimum yang boleh dipancarkan 90o 80o 25 cd /1000 lm 100 cd /1000 lm 2,5% 10% 50 cd /1000 lm 200 cd /1000 lm 5% 20% -
3. METODE PENELITIAN Semakin pesatnya perkembangan kabupaten dan kota di Indonesia menuntut perbaikan sarana dan prasarana yang digunakan masyarakat. Perkembangan dan perbaikan jalan umum dari jalan propinsi sampai jalan lingkungan menuntut perlengkapan-perlengkapan jalan seiring dengan kepadatan aktivitas pemakai jalan. Salah satu perlengkapan jalan yang sangat dibutuhkan adalah Penerangan Jalan Umum (PJU). Kondisi PJU sebagian besar daerah belum menggunakan alat pencatat dan pengukur listrik. Lampu-lampu yang dipakai masih banyak yang menggunakan lampu yang tidak sesuai dengan kebutuhan kelas jalan (lampu dengan daya watt tinggi tetapi lux rendah), dan juga semakin banyaknya lampu penerangan jalan liar yang dipasang sendiri oleh masyarakat. Di lain pihak PLN sebagai penyedia sarana energi listrik, melakukan perhitungan pemakaian energi listrik yang digunakan untuk PJU adalah pemakaian daya yang tercatat di kWh meter bagi PJU yang telah dipasang kWh meter dan PJU yang tidak dipasang kWh meter berdasarkan kelompok daya yang telah ditetapkan. Biaya energi listrik untuk PJU diperoleh pemerintah daerah dari pajak penerangan jalan yang dipungut pada setiap bulan dari setiap pelanggan PLN berdasar prosentase rekening pelanggan listrik. Beban pembayaran rekening listrik PJU pada masing-masing Kabupaten dan Kota semakin lama semakin meningkat sering dengan bertambahnya lampu PJU yang terpasang di Jalan. Kondisi ini sangat memberatkan Pemerintah Kabupaten dan kota yang untuk menutup kekurangan biaya listrik untuk PJU. Karena beban yang semakin besar tersebut maka tak jarang di beberapa daerah, seringkali dijumpai pemerintah daerah (pemda) atau pemerintah kota (pemkot) yang mempunyai tunggakan rekening listrik PJU yang tidak sedikit. Dalam penelitian ini, akan mencoba memberikan alternatif penghematan energi yang digunakan untuk penerangan lampu jalan yang dapat dilakukan oleh pemda dan atau pemkot. Analisis dilakukan dengan membuat beberapa model sistem penerangan dengan memanfaatkan kondisi (sistem) yang sudah ada. Pertimbangan yang diambil adalah, agar biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan model yang disarankan tidak memerlukan biaya yang besar. Studi Literatur untuk dapat memahami permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan Sistem penerangan umumnya guna memperoleh informasi yang lengkap bagaimana sistem penerangan itu bermula dan tahapan-tahapan perkembangannya. Selanjutnya mencari informasi bagaimana membangun sistem penerangan lampu jalan, guna mendapatkan standar yang digunakan untuk penerangan jalan umum (PJU). Setelah itu, melakukan pengukuran langsung ke lokasi penelitian, untuk mendapatkan intensitas cahaya yang ada pada Penerangan Jalan Umum. Akhirnya, dilakukan analisis terhadap data lapangan yang didapat lalu membandingkannya dengan standard yang ada, dan selanjutnya dicari solusi yang paling efisien dalam konsumsi energi yang digunakan. Standard yang digunakan bersumber dari ”Badan Standardisasi Nasional”, adalah sesuai dengan Tabel 4 berikut [4,5]: TELKOMNIKA Vol. 6, No. 3, Desember 2008 : 199 - 208
ISSN: 1693-6930
203
Tabel 4. Kualitas pencahayaan normal Jenis/ klasifikasi jalan
Kuat pencahayaan (Iluminansi) E Kemerataan rata-rata (uniformity) (lux) g1 1-4 0,10
Luminansi L rata-rata (cd/m2) 0,10
Batasan silau
Kemerataan (Uniformity) VD VI 0,40 0,50
Trotoar Jalan lokal: - Primer 2-5 0,10 0,50 0,40 - Sekunder 2-5 0,10 0,50 0,40 Jalan kolektor: - Primer 3-7 0,14 1,00 0,40 - Sekunder 3-7 0,14 1,00 0,40 Jalan arteri: - Primer 11 - 20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 - Sekunder 11 - 20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 Jalan arteri dengan 15 - 20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 akses kontrol, jalan bebas hambatan Jalan layang, simpang susun, 20 - 25 0,20 2,00 0,40 terowongan Keterangan: g1 = Emin/E maks, VD = L min/L maks, VI = L min/L rata-rata, G = Silau (glare), TJ = Batas ambang kesilauan
G
TJ (%)
4
20
0,50 0,50
4 4
20 20
0,50 0,50
4-5 4-5
20 20
0,50 - 0,70 0,50 - 0,70
5-6 5-6
10 - 20 10 - 20
0,50 - 0,70
5-6
10 - 20
0,70
6
10
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Teknis Penelitian ini membahas sistem penerangan jalan umum (PJU) yang terdapat pada jalan H.R. Subrantas – Pekanbaru. Jalan ini merupakan jalan masuk ke kota Pekanbaru dari arah Bangkinang kabupaten Kampar. Jalan ini juga sebagai pintu utama masuknya kendaraan yang berasal dari propinsi Sumatera Barat ke kota Pekanbaru, sehingga jalan ini memegang peranan penting dalam lalu lintas perekonomian antara kedua propinsi. Adapun struktur pemasangan lampunya adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
A
A
B
C
B
C
D
D
Gambar 1. Gambar Lay Out Lampu Jalan yang diteliti Sementara data-data dari PJU yang digunakan pada jalan H.R. Soebrantas di Pekanbaru ini adalah sebagai berikut: a. Lampu Bagian terpenting dari sistem penerangan adalah lampu sebagai sumber penerangan itu sendiri, reflector dan refractor serta armatur yang digunakan. Pada lokasi yang diteliti, untuk lampu digunakan dari jenis HPS merek philips SON-T 400 Watt. Lampu yang menghasilkan 55.000 lumen [6] dipasang sebanyak 262 titik. b. Armatur Armatur yang digunakan untuk dapat menghasilkan intensitas cahaya yang baik, pada lokasi penelitian adalah dari jenis ”Cobra Head”. Sesuai dengan jumlah lampu yang dipasang, maka jumlah armatur yang digunakan adalah sebanyak 262 unit. Evaluasi Sistem Penerangan Jalan H.R. Soebrantas Kota …… (Hamzah)
204
ISSN: 1693-6930
Gambar 2. HPS Philips SON-T 400 Watt Gambar 3. Armatur ”Cobra Head” c.
Tiang Sebagai tempat kedudukan sumber cahaya berupa lampu beserta kelengkapannya, dipasang tiang dengan ketinggian 11 meter. Jenis tiang yang digunakan adalah standard octagonal lighting pole dari jenis parabola, cabang 2T (double ornament) dan 3T (triple ornament). Model ini juga dikenal dengan Double & Triple Davit Arm. Jumlah tiang yang digunakan adalah sebanyak 125 tiang cabang 2T dan 4 tiang cabang 3T, dengan total 129 unit tiang. Tiang yang digalvanis ini terdiri atas tiga bahagian yang dapat disambung, sehingga pada saat mobilisasi kelokasi dapat lebih mudah. Ketiga bagian tersebut terdiri dari bagian bawah, tengah dan bagian atas yang berbentuk parabola.
Gambar 4. Bentuk bagian atas Tiang Lampu Jalan ”Double Ornament”
Gambar 5. Bentuk bagian bawah / tapak tiang Lampu Jalan. d. Pondasi Untuk dapat menopang tiang lampu beserta kelengkapannya, dibutuhkan pondasi kuat dan kokoh. Tujuannya adalah agar beban yang disangganya dalam hal ini berupa
TELKOMNIKA Vol. 6, No. 3, Desember 2008 : 199 - 208
ISSN: 1693-6930
205
tiang lampu jalan, dapat tetap berdiri lurus pada waktu yang lama. Jika pondasinya kurang baik, maka dalam beberapa waktu saja (kurang dari tiga bulan) akan terlihat tiang lampu menjadi miring dan bahkan dapat pula jatuh. Hal ini selain akan mengurangi keindahan kota dan intensitas penerangan lampu jalan, juga akan membahayakan keselamatan pengguna lalu-lintas jalan yang bersangkutan. Jenis pondasi yang digunakan pada lokasi ini adalah beton bertulang. Pertama-tama ditentukan dulu lokasi titik tempat pemasangan tiang lampu. Kemudian pada titik yang telah ditentukan digali sedalam lebih kurang satu meter. Selanjutnya dibuat pembesiannya dan juga memasang baut yang ditanamkan pada pondasi tersebut. Baut ini berguna sebagai pegangan dari tapak tiang lampu jalan. Berikut salah satu bentuk pondasi dari lampu jalan yang banyak digunakan. e. Kabel Sebagai sarana mengalirkan arus listrik yang bertegangan 220V, untuk mensuplai daya kepada lampu, digunakan kabel dengan kapasitas kemampuan hantar arus yang cukup. Jenis kabel yang digunakan juga disesuaikan dengan peruntukannya, yaitu dari jenis kabel tanah dan kabel indoor. Jenis dan ukuran kabel yang digunakan adalah sebagai berikut: (1). Kabel NYFGbY dengan ukuran 4x16 mm2: digunakan untuk menghubungkan gardu PLN yang berada dipinggir jalan ke panel Penerangan Jalan Umum (PJU) yang terletak di ’tengah jalan’ (jalur hijau). Panjang kabel keseluruhan adalah 300m. (2). Kabel NYFGbY dengan ukuran 4x10 mm2: digunakan untuk menghubungkan panel Penerangan Jalan Umum (PJU) ke terminal di hand-hole yang berada pada setiap tiang lampu. Panjang kabel keseluruhan yang digunakan adalah 6.912m. (3). Kabel NYM dengan ukuran 3x2,5mm2: digunakan untuk menghubungkan terminal di hand-hole langsung ke armatur lampu. Panjang kabel keseluruhan yang digunakan adalah 3.537m. f. Panel Untuk mendistribusikan daya dari gardu PLN ke sistem penerangan jalan, digunakan 6 (enam) buah panel PJU. Masing-masing panel PJU memiliki peralatan utama sebagai berikut: (1). kWh meter: untuk mencatat besar energi yang terpakai. (2). MCB 3 Pole 63 Ampere: sebagai peralatan pengaman terhadap gangguan hubung singkat. (3). Sistem Pentanahan: berguna untuk menyalurkan arus gangguan ke tanah. Gambar skedul ke enam panel tersebut ditunjukkan pada Gambar 6-11.
Gambar 6. Skedul Panel PJU 1.
Gambar 7. Skedul Panel PJU 2.
Gambar 8. Skedul Panel PJU 3.
Gambar 9. Skedul Panel PJU 4.
Evaluasi Sistem Penerangan Jalan H.R. Soebrantas Kota …… (Hamzah)
206
ISSN: 1693-6930
Gambar 10. Skedul Panel PJU 5.
Gambar 11. Skedul Panel PJU 6.
4.2. Hasil Pengukuran Untuk memperoleh data intensitas penerangan pada lokasi yang diteliti, dilakukan pengukuran intensitas cahaya dengan menggunakan lumen meter. Peralatan yang digunakan adalah alat ukur jenis analog merek Hioki Lux Hi Tester 3421. Guna memudahkan dalam melakukan analisis, Sistem Penerangan Jalan Umum yang ada di jalan H.R. Subrantas ini dikelompokkan dalam 4 (empat) model. Pengelompokan dibedakan berdasarkan susunan atau struktur lampu yang hidup dan yang mati. Dari susunan tersebut diharapkan dapat terlihat pola intensitas cahaya yang dimanfaatkan sebagai penerangan jalan. Keempat Model tersebut adalah sebagai berikut: a. Model 1 Model 1 adalah suatu bentuk dimana semua lampu pada PJU dalam kondisi hidup (menyala) dengan simbol ”◊”. Model 1 adalah kondisi intensitas cahaya maksimal yang diperoleh untuk penerangan jalan H.R. Subrantas (lokasi yang diteliti). Dengan model ini, penggunaan energi listrik adalah maksimal. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 12. Untuk jalan yang memiliki bahu tengah, maka pengaturan PJU-nya sama dengan jalan tanpa bahu tengah, dengan menganggap tiap jalan merupakan jalan yang berbeda. Setelah mengisi form pengaturan PJU, maka kemudian dilakukan perhitungan untuk mengetahui jarak paling optimal. 85
80
68
62
50
42
37
28
21
20
22
20
22
25
22
20
21
28
37
42
50
62
68
80
85
86
82
75
70
58
50
40
32
28
25
22
21
21
22
22
25
28
32
40
50
58
70
75
82
86
90
82
75
60
57
48
40
32
30
30
25
21
21
21
25
30
30
32
40
48
57
60
75
82
90
90
80
72
60
52
42
37
30
30
27
22
20
20
20
22
27
30
30
37
42
52
60
72
80
90
110 82
70
60
50
45
35
30
25
20
20
20
17
20
20
20
25
30
35
45
50
60
70
82
110
90
80
72
60
52
42
37
30
30
27
22
20
20
20
22
27
30
30
37
42
52
60
72
80
90
90
82
75
60
57
48
40
32
30
30
25
21
21
21
25
30
30
32
40
48
57
60
75
82
90
86
82
75
70
58
50
40
32
28
25
22
21
21
22
22
25
28
32
40
50
58
70
75
82
86
85
80
68
62
50
42
37
28
21
20
22
20
22
25
22
20
21
28
37
42
50
62
68
80
85
Gambar 12. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 1. b. Model 2 Model 2 adalah model dimana lampu yang hidup (menyala) dengan simbol ”◊”. dan mati simbol ”♦” bergantian atau selang seling pada tiap tiangnya. Model ini sama artinya kita menambah jarak antara satu tiang lampu jalan dengan tiang lampu jalan berikutnya menjadi dua kali jarak sebelumnya. Dengan kondisi ini, penggunaan energi listrik dapat dikurangi setengahnya. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 13.
TELKOMNIKA Vol. 6, No. 3, Desember 2008 : 199 - 208
ISSN: 1693-6930
97
95
207
92
90
82
75
65
62
55
53
35
30
20
16
15
15
14
14
14
12
12
12
11
11
10
105 100
97
90
85
78
70
65
50
45
40
35
25
20
15
15
14
14
14
12
12
12
15
15
15
110 105
100 95
85
80
75
70
62
60
53
45
38
35
32
32
35
35
35
40
40
40
45
50
50
105 105
100 95
87
82
78
70
65
62
55
45
38
45
55
62
65
65
65
70
70
75
75
80
80
100 97
95
90
85
82
75
68
65
55
50
45
40
50
55
65
68
75
82
85
90
95
95
97
100
80
80
75
75
70
70
65
65
65
62
55
45
38
45
55
62
65
70
78
82
87
95
100
105 105
50
50
45
40
40
40
35
35
35
32
32
35
38
45
53
60
62
70
75
80
85
95
100
105 110
15
15
15
12
12
12
14
14
14
15
15
20
25
35
40
45
50
65
70
78
85
90
97
100 105
10
11
11
12
12
12
14
14
14
15
15
16
20
30
35
40
45
50
65
75
82
90
92
95
97
Gambar 13. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 2 c. Model 3 Model 3 ide dasarnya adalah sama dengan model 2, yaitu mengurangi konsumsi energi listrik yang digunakan untuk penerangan jalan umum. Perbedaan model dengan model 2 adalah lampu yang hidup (menyala) dengan simbol ”◊” pada tiap tiang (double ornament) hanya satu, dan dibuat selang seling hidupnya. Dengan model ini diharapkan diperoleh pemanfaatan cahaya yang dihasilkan lampu lebih maksimal untuk menerangi jalan dengan konsumsi energi listrik yang lebih rendah. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 14. 3
5
6
7.5
10
11
14
15
17
20
25
30
35
42
50
53
55
62
65
75
82
90
92
95
97
3
5
6
8
11
12
12
14
17
20
25
30
35
42
52
57
60
65
70
78
85
90
97
100 105
5
6
7.5
8
11
12
12
14
17
22
25
32
38
45
53
60
62
70
75
80
85
95
100 105 110
5
6
8
9
12
14
15
16
18
22
27
35
38
45
55
62
65
70
78
82
87
95
100 110 115
5
7.5
9
9
12
14
15
16
18
23
27
35
40
50
55
65
68
75
82
85
90
95
110 120 125
5
6
8
9
12
14
15
16
18
22
27
35
38
45
55
62
65
70
78
82
87
95
100 110 115
5
6
7.5
8
11
12
12
14
17
22
25
32
38
45
53
60
62
70
75
80
85
95
100 105 110
3
5
6
8
11
12
12
14
17
20
25
30
35
42
52
57
60
65
70
78
85
90
97
100 105
3
5
6
7.5
10
11
14
15
17
20
25
30
35
42
50
53
55
62
65
75
82
90
92
95
97
Gambar 14. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 3 d. Model 4 Model 4 adalah penerangan lampu jalan yang menggunakan 3 (tiga) buah sumber cahaya yang diletakkan pada 3 (tiga) buah armatur yang berbeda. Penggunaannya adalah pada titik akhir / awal dari sistem penerangan lampu jalan. Sistem ini juga digunakan bila jarak antara tiang cukup jauh, akibat adanya persimpangan jalan. Lampu yang ketiga diletakkan tegak lurus terhadap dua lampu lainnya, sehingga membentuk sudut segitiga sama kaki. Lampu ini berguna untuk menerangi jalan yang pada sisi awal atau akhir penerangan. Sementara pada persimpangan, sisi yang diteranginya adalah sisi yang jaraknya ke tiang berikutnya lebih jauh. Untuk model ini, pengukuran intensitas cahayanya dilakukan pada sisi lampu yang ketiga, guna melihat sejauhmana pengaruh lampu ketiga tersebut untuk dapat menambah intensitas cahaya pada persimpangan jalan dan pada akhir atau awal penerangan jalan. Sedangkan sisi sebelahnya digunakan data pengukuran dari model 1. Hasil pengukurannya dapat dilihat seperti Gambar 15.
Evaluasi Sistem Penerangan Jalan H.R. Soebrantas Kota …… (Hamzah)
208
ISSN: 1693-6930
15
20
30
35
40
45
50
55
65
75
85
90
95
105
110 115 110 105
105 100 90
65
50
45
30
17
23
33
37
42
47
55
60
70
80
90
95
110 118
125 125 120 115
110 105 95
72
55
48
35
22
25
35
40
45
50
57
65
75
85
95
100 125
115 100 75
65
50
35
23
25
35
40
45
50
57
65
75
85
95
115 130 145
85
65
50
40
25
30
35
55
50
52
57
65
75
90
95
125 140
155 160 185 155
160 160 142
125 95
70
55
40
23
25
35
40
45
50
57
65
75
85
95
115 130
145 150 150
150 147 145 132
115 85
65
50
40
22
25
35
40
45
50
57
65
75
85
95
100 125
140 145 145
145 130 120 115
100 75
65
50
35
17
23
33
37
42
47
55
60
70
80
90
95
110
118 125 125
120 115 110 105
95
72
55
48
35
15
20
30
35
40
45
50
55
65
75
85
90
95
105 110 115
110 105 105 100
90
65
50
45
30
140 145 145
145 130 120
150 150 150 147
145 132 115
Gambar 15. Hasil Pengukuran Intensitas cahaya untuk Model 4 5. SIMPULAN Berdasarkan uraian, hasil pengukuran intensitas cahaya, dan hasil perhitungan yang telah diberikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Total konsumsi daya listrik yang digunakan untuk penerangan lampu jalan H.R. Subrantas yang terpasang pada saat ini (model 1) adalah 262 x 400 Watt = 104.800 Watt, dengan asumsi seluruh lampu dalam kondisi hidup. Jika Lampu tersebut hidup selama 12 jam tiap harinya, maka dengan tarif listrik Rp. 605,00 per kWh, pihak pemerintah kota Pekanbaru akan memerlukan dana sebesar Rp. 760.848 per hari atau Rp. 22.825.440 per bulan. Penggunan model 2 dengan kondisi intensitas penerangannya masih layak dapat menghemat konsumsi daya listrik mencapai 50.000 Watt, atau dapat menghemat energi sebesar 47.71%. Nilai tersebut setara dengan Rp. 10.890.000 perbulan dengan asumsi hidup tiap hari selama 12 jam. Sementara model 3 dengan penghematan energi yang sama dengan model 2, namun dari sisi intensitas penerangan jalannya lebih rendah dibandingkan dengan model 2. Untuk keperluan penghematan energi dan anggaran yang dikerluarkan pemda, sebaiknya digunakan model 2. DAFTAR PUSTAKA [1]. Harten P. Van, ”Instalasi Listrik Arus Kuat jilid 2”, Bina Cipta, Bandung. 2002,. [2]. Hermawan, Karnoto, ”Perancangan Software Aplikasi Optimasi Penataan Lampu PJU Sebagai Upaya Penghematan Biaya Energi Listrik”, Transmisi, Volume 9 Nomor 1, Teknik Elektro Undip, Semarang, 15-21, 2005 [3]. Lampiran VI B Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres RI) No. 89 Tahun 2002, Tarif Dasar Listrik untuk Keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan Umum http://www.pln.co.id/PelayananPelanggan/TDL/TDL2003/TDLKantorPemerintahPenerangan JalanJulDes/tabid/159/language/id-ID/Default.aspx, 2003 [4]. Direktorat Pembinaan Jalan Kota, ”Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan”, NO. 12/S/BNKT/ 1991, Direktorat Jenderal Binamarga, Jakarta, 8, 1992. [5]. Badan Standardisasi Nasional, ”RSNI S-XX-2006 Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan”, Standar Nasional Indonesia, Jakarta, 8, 2005. [6]. Leatman Trading, ”Philips SON-T Plus 400 watt bloom bulb”, https://www.leafman.nl/philips-sont-plus-watt-bloeilamp-p-2682.html?language=en, 2006.
TELKOMNIKA Vol. 6, No. 3, Desember 2008 : 199 - 208