EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
MUH. FATONI K 100090046
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015
i
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta di Surakarta
Oleh :
MUH. FATONI K 100090046
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015 ii
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI Berjudul : EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y PERIODE JUNI 2009-MEI 2015
Oleh :
MUH. FATONI K 100090046
Dipertahankan dihadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Padatanggal : 22 September 2015 Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Dekan,
Azis Saifudin, Ph.D., Apt. Penguji : 1. Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt 2. Zakky Cholisoh, Ph.D., Apt
2.__________
3. Dr. dr. EM. Sutrisna, M.Kes 4.
1. ___________
3. ___________
Tanti Azizah, M.Sc., Apt
4. ___________
iii
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TOKSOPLASMOSIS DI RS X SERTA RS Y PERIODE JUNI 2009-MEI 2015 DRUG USE EVALUATION OF PATIENTS WERE TREATED FOR TOXOPLASMOSIS AT X AND Y HOSPITAL OVER JUNE 2009- MAY 2015 PERIOD Muh. Fatoni, EM Sutrisna, dan Tanti Azizah Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 ABSTRAK Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi Toxoplasmas gondii dapat menyebabkan terjadinya infertilitas, abortus, dan kecacatan fisik maupun mental. Terapi farmakologi dalam penanganan penyakit ini sangatlah diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran terapi serta untuk mengetahui tingkat ketepatan pengobatan toksoplasmosis pada pasien terinfeksi toksoplasma di instalasi rawat inap RS X serta RS Y periode Juni 2009-Mei 2015. Penelitian dilakukan secara non eksperimental dengan metode deskriptif. Data bersumber dari data rekam medis yang ditelusuri secara retrospektif. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi: pasien terdiagnosis akhir menderita toksoplasmosis dan mendapatkan terapi obat-obatan antitoksoplasmosis. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan menilai tepat atau tidak tepatnya terapi. Hasilnya didapatkan Hasilnya didapatkan pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin (25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan trisulfapirimidin (8,33%). Hasil analisis ketepatan penggunaan obat toksoplasmosis diperoleh 100% tepat indikasi, 75% tepat pasien, 100% tepat obat dan 83,33% tepat dosis. Dari 24 rekam medis yang masuk dalam kriteria inklusi, berdasarkan analisis diperoleh 15 pasien (62,50%) mendapatkan terapi obat antitoksoplasmosis secara rasional. Kata kunci: Toksoplasmosis, obat antitoksoplasmosis, terapi rasional
ABSTRACT Toxoplasmosis is a disease caused by the protozoan Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii infection can lead to infertility, abortion, and physical or mental disability. Pharmacological therapy in the treatment of this disease is needed. The aim of this study is to obtain an overview of therapy and to determine the level of the toxoplasmosis treatment accuracy in patients infected with Toxoplasma inpatient in X and Y hospital in period of June 2009-May 2015. The study is conducted in a non-experimental descriptive method. Data derived from medical records were traced retrospectively. The sampling technique is done by purposive sampling with inclusion criteria: patients suffering from toxoplasmosis diagnosed and got drug therapy anti-toxoplasmosis. The data analysis is conducted using qualitative descriptive to assess the theraphy is exactly right or not. The results obtained pyrimethamine is the main regimen in the treatment of toxoplasmosis and combined with other antibiotics such as sulfadiazine (25%), clindamycin (25%), Spiramycin (16.67%), Sulfadoxin (8.33%), cotrimoxazol (12.5%) and trisulfapirimidin (8.33%). The results analysis of drug use toxoplasmosis accuracy acquired 100% precise indication, 75% right patients, 100% right drug and the right dose of 83.33%. From the 24 medical records based on the analysis obtained 15 patients (62.50%) received drug therapy antitoxoplasmosis rationally.
Keywords : Toxoplasmosis, antitoxoplasmosis drugs, rational therapy
1
PENDAHULUAN Toksoplasmosis adalah penyakit zoonis yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Parasit tersebut mampu menginfeksi hampir semua jenis sel berinti (nucleated cell) termasuk leukosit pada manusia dan berbagai jenis mamalia darat maupun air, bangsa burung bahkan serangga (Subekti dan Arrasyid, 2005). Pada kehidupan manusia, ada dua populasi yang kemungkinan beresiko tinggi terinfeksi parasit Toxoplasma gondii, yaitu wanita hamil dan individu yang mengalami defisiensi sistem imun (Yowani dkk, 2007). Toksoplasmosis mungkin bukanlah penyakit yang fatal, tetapi apabila tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menimbulkan masalah mulai infertilitas, abortus, kecacatan fisik maupun mental. Dengan meningkatnya kasus HIV-AIDS, kanker maupun kasus gizi buruk maka toksoplasmosis harus diwaspadai, karena terbukti toksoplasmosis dapat menimbulkan kelainan yang nyata pada penderita dengan status imun yang rendah (Palgunadi, 2011). Pada penderita imunosupresi, Toxoplasma gondii dapat menjadi penyebab utama infeksi sistem saraf pusat dan encephalitis yang diakibatkan oleh terapi maupun proses penyakitnya (Sanjaya, 2007). Salah satu obat yang menjadi pilihan utama dalam terapi toksoplasmosis adalah pirimetamin yang diketahui memiliki efek antitoksoplasmosis. Namun, pada dosis dan jangka pemakaian tertentu pirimetamin dapat menimbulkan kejang, leukositopenia dan teratogenik sehingga perlu pemantauan dalam penggunaanya terutama pada wanita hamil dan pasien dengan imunodefisiensi (Subekti dkk, 2005).
METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa data rekam medik pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis serta data uji laboratorium. Alat Alat yang digunakan berupa lembar pengumpul data penelitian dan buku rujukan maupun jurnal penelitian.
2
Jalannya Penelitian Pengajuan proposal penelitian: Proposal penelitian yang telah disetujui oleh pembimbing penelitian diajukan kepada pihak fakultas farmasi. Persiapan administrasi: Persiapan administrasi disini adalah perizinan penelitian yang telah disetujui oleh pihak fakultas farmasi dengan pihak rumah sakit tempat dilakukannya penelitian. Pengumpulan data: Pengumpulan data melalui rekam medik pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis meliputi data pasien, diagnosis, terapi yang diberikan serta data uji laboratorium (SGOT, SGPT, ureum, dan serum kreatinin). Analisis Hasil: Dilakukan analisis menggunakan metode analisis deskriptif, secara kualitatif dengan menilai kualitas tepat atau tidak tepatnya terapi toksoplasmosis mengacu pada pedoman terapi toksoplasmosis merujuk mengacu pada pedoman penatalaksanaan toksoplasmosis yaitu Principles and Practice of Infectious Diseases 7th edition 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pasien Dari hasil rekam medis pasien toksoplasmosis selama tahun 2009 hingga 2015 di RS X dan RS Y yang telah ditelusuri, didapatkan 24 data rekam medis. Berikut ini Tabel 1 menunjukkan demografi pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis. Tabel 1. Demografi Pasien Toksoplasmosis Tahun Juni 2009-Mei 2015 di RS X dan RS Y No Umur Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (tahun) (%) Laki-laki Perempuan jumlah Persentase Jumlah Persentase (%) (%) 1 2 3 4 5 6
0 – 10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 Jumlah
2 0 5 5 2 0 14
8,33 0 20,83 20,83 8,33 0 58,32
3 1 0 4 1 1 10
12,50 4,17 0 16,67 4,17 4,17 41,68
5 1 5 9 3 1
20,83 4,17 20,83 37,50 12,50 4,17
24
100
Penyakit toksoplasmosis tidak hanya menyerang pada wanita, melainkan juga dapat menginfeksi pada pria. Berdasarkan penelitian Chiou dkk., (2002)
3
didapatkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan prevalensi toksoplasmosis (Wiyarno, 2013). Jones dkk., (2005) menyatakan bahwa usia merupakan faktor resiko yang penting dalam epidemiologi toksoplasmosis. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
semakin
banyak
umur,
semakin
besar
pula
angka
prevalensi
toksoplasmosis. Angka prevalensi toksopalsmosis terbesar pada usia subur yaitu 25-40 tahun (Wiyarno, 2013). Deskripsi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Lama Rawat Inap serta Keadaan Pasien Saat Keluar dari Unit Rawat Inap Berdasarkan catatan rekam medis yang tersedia, didapatkan informasi lamanya pasien dirawat di unit rawat inap, serta keadaan keluarnya pasien dari unit rawat inap dihitung berdasarkan sejak dimulainya rawat inap sampai meninggalkan unit rawat inap. Tabel 2. Demografi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Lamanya Rawat Inap di RS X dan RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. Lama Rawat Inap (hari) Jumlah Persentase (%) n=24 1 0-7 9 37,50 2 8-14 6 25,0 3 15-21 6 25,0 4 22-28 3 12,50 5 29-35 0 0 Jumlah 24 100
Keadaan pasien saat keluar dari unit rawat inap dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 3. Demografi Pasien Toksoplasmosis Berdasarkan Keadaan Keluar dari Unit Rawat Inap RS X dan RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. Kondisi Jumlah Persentase (%) n=24 1 Sembuh 0 0 2 Dalam perbaikan 12 50,0 3 Belum sembuh 1 4,17 4 Meninggal 7 29,17 5 Tanpa keterangan 4 16,67 Jumlah 24 100,01
Pada pasien dengan imunokompeten menunjukkan hasil yang positif dan tidak terpengaruh lama tidaknya proses terapi. Pada pasien imunodefisiensi juga menunjukkan hasil yang baik apabila cepat mendapatkan terapi, akan tetapi sering terjadi kekambuhan. Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil apabila menginfeksi secara kongenital kepada janin, semakin muda usia kehamilan akan semakin berat akibatnya kepada janin seperti abortus sampai lahir cacat sehingga diperlukan
4
penanganan lebih awal. Infeksi kongenital jarang terjadi pada usia kehamilan trimester terakhir (Laksemi, 2013). Deskripsi Pengobatan Toksoplasmosis Berdasarkan hasil pengumpulan data, tidak didapatkan pengobatan tunggal pada kasus toksoplasmosis. Terapi kombinasi dilakukan pada keseluruhan pasien yang terdiagnosis toksoplasmosis. Pemakaian obat kombinasi untuk toksoplasmosis paling banyak ialah kombinasi antara pirimetamin dengan clindamycin sebanyak 25 %, serta kombinasi antara pirimetamin dengan sulfadiazin yang juga sebanyak 25 %. Tabel 4. Distribusi Penggunaan Obat Toksoplasmosis di RS X dan RS Y Kombinasi Obat Pirimetamin + Sulfadiazin Pirimetamin + Clindamycin Pirimetamin + Spiramycin Pirimetamin + Cotrimoxazol Pirimetamin + Sulfadoxin Pirimetamin + Trisulfapirimidin Pirimetamin + Cotrimoxazol + Cindamycin Jumlah
Frekuensi 6 6 4 3 2 2 1 24
Persentase 25% 25% 16,67% 12,5% 8,33% 8,33% 4,17% 100%
Pirimetamin dikombinasikan dengan sulfadiazin terbukti tetap sebagai pengobatan dasar untuk infeksi toksoplasmosis pada manusia. Sulfadiazin memiliki efek sinergis untuk meningkatkan aktivitas pirimetamin 6-8 kali lipat terhadap takizoit. Selain itu, kombinasi antara pirimetamin dengan clindamycin juga terbukti efektif pada pasien imunodefisiensi dengan toksoplasma encephalitis (Montoya dkk, 2007). Analisis Kerasionalan Obat Antitoksoplasma Pemberian obat antitoksoplasmosis yang tepat merupakan hal yang sangat penting, mengingat efek dari penyakit toksoplasmosis bisa beresiko pada cacat maupun kematian. Maka terapi toksoplasmosis harus dilakukan secara rasional baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Ketepatan terapi dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi terapi. Evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang terstruktur serta dilakukan secara terus menerus untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan tepat, aman, dan efisien (Kumolosari dkk, 2001).
5
Pasien bisa dikatakan telah mencapai terapi yang rasional apabila memenuhi unsur ketepatan tersebut. Jika terdapat salah satu yang tidak tepat diantaranya, maka pasien tidak dapat memenuhi evaluasi ketepatan. Sehingga pasien dapat dikatakan tidak mendapatkan pengobatan toksoplasmosis secara rasional (Safitri, 2011). Tepat Indikasi Tepat indikasi adalah ketepatan penggunaan obat antitoksoplasmosis berdasarkan pada diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang tercantum pada rekam medis pasien. Penegakan diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan uji serologis antibodi spesifik yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Tabel 5. Data Ketepatan Indikasi pada Pasien Toksoplasmosis di Periode Juni 2009-Mei 2015 Hasil Jumlah Obat yang Diberikan Kasus Tepat 6 Pirimetamin+Sulfadiazin Indikasi 6 Pirimetamin+Clindamycin 4 Pirimetamin+Spiramycin 3 Pirimetamin+Cotrimoxazol 2 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Pirimetamin+Trisulfapirimidin 1 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin Total Kasus 24
RS X Serta RS Y Keterangan Pasien mendapatkan pengobatan sesuai indikasi infeksi Toxoplasma gondii
Pada hasil analisis didapatkan data pemberian obat toksoplasmosis tepat indikasi sebesar 100%. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan. Penggunaan obat pirimetamin adalah terapi primer untuk pasien yang terinfeksi toksoplasmosis. Dalam literatur yang ada, penggunaan pirimetamin terbukti efektif sebagai regimen antitoksoplasmosis. Pirimetamin dikombinasikan dengan antibiotik golongan sulfonamid, umumnya digunakan sulfadiazin. Pada kasus tertentu sulfadiazin dapat diganti dengan clindamycin (Montoya dkk, 2010). Tepat Pasien Tepat pasien menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian rasionalitas terapi, dimana pemberian obat antitoksoplasmosis harus sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Dari hasil analisis diperolah nilai 75% untuk pasien yang telah memenuhi kriteria tepat pasien.
6
Tabel 6. Data Kasus Tepat Pasien di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. Kasus
Obat yang Diberikan
2
Pirimetamin Clindamycin Cotrimoxazol Pirimetamin Trisulfapirimidin
3
4
8
9
10
11
12
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
Kondisi Pasien Fungsi Fungsi Ginjal Hati (U/l) (mg/dl) SGOT: 37 Ur: 33 SGPT: 24 SeCr: 0,9 SGOT: 31 SGPT: 32
Ur: 24 SeCr: 0,8
Pirimetamin Sulfadoxin
SGOT: 29 SGPT: 19
Ur: 29 SeCr: 1,2
Pirimetamin Clindamycin
SGOT: 37 SGPT: 21
Ur: 25 SeCr: 1,2
Pirimetamin Spiramycin
SGOT: 19 SGPT: 22
Ur: 21 SeCr: 1,3
Pirimetamin Cotrimoxazol Dapsone Pirimetamin Spiramycin
SGOT: 17 SGPT: 25
Ur: 33 SeCr: 0,8
SGOT: 38 SGPT: 33
Ur: 17 SeCr: 0,7
Pirimetamin Cotrimoxazol
SGOT: 16 SGPT: 26
Ur: 22 SeCr: 0,7
Pirimetamin Sulfadiazin
SGOT: 19 SGPT: 24
Ur: 31 SeCr: 0,5
Pirimetamin Sulfadiazin
SGOT: 18 SGPT: 27
Ur: 36 SeCr: 0,7
Pirimetamin Trisulfapirimidin
SGOT: 27 SGPT: 41
Ur: 29 SeCr: 1,3
Pirimetamin Clindamycin
SGOT: 24 SGPT: 40
Ur: 32,5 SeCr: 0,8
Pirimetamin Sulfadiazin
SGOT: 17 SGPT: 28
Ur: 24 SeCr: 0,6
Pirimetamin Cotrimoxazol
SGOT: 23 SGPT: 37
Ur: 38 SeCr: 1,4
Pirimetamin Spiramycin
SGOT: 21 SGPT: 38
Ur: 22 SeCr: 1,2
Pirimetamin Clindamycin
SGOT: 14 SGPT: 32
Ur: 19 SeCr: 0,7
Pirimetamin Sulfadiazin
SGOT: 15 SGPT: 21 Bayi usia 3 bln 18 hr SGOT: 19 Ur: 33,5 SGPT: 36 SeCr: 0,9
Pirimetamin Sulfadiazin
Kontraindikasi
Referensi
Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal Gangguan fungsi hati ginjal
Essential Drugs (Practical Guidelines) 2013
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
7
Tabel 7. Data Kasus Tidak Tepat Pasien 2015 No. Kasus Obat yang Diberikan 1 Pirimetamin Sulfadiazin 5 Pirimetamin Clindamycin 6 Pirimetamin Spiramycin 7 Pirimetamin Sulfadoxin 13
Pirimetamin Clindamycin
di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei Kondisi Pasien Gangguan fungsi hati dengan nilai SGOT: 53 U/l dan SGPT: 240 U/l Hamil trimester 1 Gangguan fungsi hati dengan nilai 43 U/l dan SGPT: 38 U/l Bayi umur 2 bulan 21 hari gangguan fungsi hati, dengan nilai 72 U/l dan SGPT: 119 U/l Gangguan fungsi hati dengan nilai 57 U/l dan SGPT: 80 U/l
SGOT: dengan SGOT: SGOT:
Contoh kasus nomor 5 menunjukkan ketidaktepatan karena pasien yang sedang hamil trimester pertama tidak tepat jika diberikan terapi dengan clindamycin. Penelitian mengenai kemungkinan peningkatan resiko teratogenik pada ibu hamil yang sedang dalam terapi clindamycin masih terbatas, meskipun demikian resiko tersebut tidak dapat dikesampingkan. Resiko pada janin dari wanita yang diobati dengan clindamycin mungkin saja terjadi (Nahum, 2006). Tepat Obat Ketepatan obat adalah kesesuaian pemilihan suatu obat diantara beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi untuk penyakit toksoplasmosis yang telah ditetapkan pada literatur standar. Dari hasil deskriptif tersebut, didapatkan seluruh pasien (100%) diberikan
obat
antitoksoplasmosis
sesuai
algoritma
pemilihan
obat
toksoplasmosis. Tabel 8. Data Kasus Tepat Obat pada Pasien Toksoplasmosisdi RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. Obat yang Diberikan Jumlah Referensi Kasus 1 Pirimetamin+Sulfadiazin 6 Montoya dkk (2010) 2 Pirimetamin+Clindamycin 6 Montoya dkk (2010) 3 Pirimetamin+Spiramycin 4 Montoya dkk (2010) 4 Pirimetamin+Cotrimoxazol 3 Montoya dkk (2010) 5 Pirimetamin+Sulfadoxin 2 Corvaisier dkk (2004) 6 Pirimetamin+Trisulfapirimidin 2 Harrel & Carvounis (2014) 7 Pirimetamin+Cotrimoxazol+Clindamycin 1 Schweitzer dkk (200) Jumlah 24
8
Tepat Dosis Dosis merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam penilaian ketepatan. Besaran dosis yang diberikan, frekuensi pemberian serta durasi pengobatan kepada pasien harus sesuai dengan yang telah ditetapkan pada Principles and Practice of Infectious Diseases. Dari hasil penilaian ketepatan dosis, terdapat jumlah pemberian antitoksoplasmosis yang tepat dosis sebanyak 37,50%. Tabel 9. Data Kasus Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. Kasus 3 4 7 10
12 16 17 20 23
Obat
Dosis
Frek.
Durasi
Dosis Standar
Referensi
Pirimetamin Trisulfapirimidin Pirimetamin Sulfadoxin Pirimetamin Sulfadoxin Pirimetamin Cotrimoxazol Dapsone Pirimetamin Cotrimoxazol Pirimetamin Clindamycin Pirimetamin Trisulfapirimidin Pirimetamin Cotrimoxazol Pirimetamin Sulfadiazin
25 mg 500 mg 25 mg 500 mg 1,5 mg 45 mg 25 mg 960 mg 50 mg 25 mg 960 mg 2 mg 20 mg 25 mg 500 mg 25 mg 960 mg 1,5 mg 150 mg
12 jam 6 jam 12 jam 12 jam 12 jam 12 jam 12 jam 12 jam 24 jam 8 jam 12 jam 12 jam 8 jam 12 jam 6 jam 8 jam 12 jam 12 jam 12 jam
7 hari 7 hari 6 hari 6 hari 14 hari 14 hari 20 hari 20 hari 20 hari 15 hari 15 hari 16 hari 16 hari 7 hari 7 hari 8 hari 8 hari 13 hari 13 hari
50-75mg/hari 2-6 g/hari 50-75 mg/hari 1-1,5 g/hari 1 mg/kg/hari 25 mg/kg/hari 50-75 mg/hari 960 mg/12 jam 50 mg/hari 50-75 mg/hari 960 mg/12 jam 1 mg/kg/hari 15 mg/kg/hari 50-75 mg/hari 2-6 g/hari 50-75 mg/hari 960 mg/12 jam 1 mg/kg/hari 50 mg/kg/12jam
Hiswani (2001) Corvaisier dkk (2004) Corvaisier dkk (2004) Montoya dkk (2010) Schweitzer (2000) Buck (2008) Hiswani (2001) Schweitzer (2000) Serranti dkk (2011)
Pirimetamin terabsorbsi secara lambat, dimana waktu paro pirimetamin 4 hari dan konsentrasi plasma efektif supresif dapat berakhir 14 hari. Pada dosis yang lebih besar dapat menyebabkan atrofik glositis, nyeri abdominal dan muntah, anemia megaloblastik, leukopenia, trombositopenia dan pansitopenia, sakit kepala dan pusing. Overdosis akut pirimetamin menyebabkan gangguan saluran cerna dan stimulasi susunan saraf pusat dengan efek muntah, eksitabilitas dan konvulsi yang diikuti dengan takhikardia, depresi respirasi, kolaps sirkulasi dan kematian (DEPKES RI, 2008).
9
Tabel 10. Data Kasus Tidak Tepat Dosis pada Pasien Toksoplasmosis di RS X Serta RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. Kasus 1 2 5 6 8 9 11 13 14 15 18 19 21 22 24
Obat Pirimetamin Sulfadiazin Clindamycin Clindamycin Spiramycin Pirimetamin Clindamycin Pirimetamin Spiramycin Spiramycin Clindamycin Pirimetamin Sulfadiazin Sulfadiazin Clindamycin Sulfadiazin Spiramycin Clindamycin Sulfadiazin
Dosis Pemberian 25 mg 500 mg 300 mg 300 mg 500 mg 25 mg 300 mg 25 mg 500 mg 500 mg 300 mg 25 mg 500 mg 200 mg 300 mg 500 mg 500 mg 300 mg 500 mg
Frek. 6 jam 6 jam 8 jam 6 jam 8 jam 6 jam 8 jam 6 jam 8 jam 12 jam 6 jam 6 jam 6 jam 12 jam 8 jam 8 jam 8 jam 8 jam 8 jam
Dosis Standar 50-75 mg/hari 4-6 g/hari 2400 mg/hari 2400 mg/hari 3000 mg/hari 50-75 mg/hari 2400 mg/hari 50-75 mg/hari 3000 mg/hari 3000 mg/hari 2400 mg/hari 50-75 mg/hari 4-6 g/hari 50 mg/kgBB/12 jam 2400 mg/hari 4-6 g/hari 3000 mg/hari 2400 mg/hari 4-6 g/hari
Referensi Principles and Practice of Infectious Diseases 7th edition 2010
Evaluasi Kerasionalan Analisis evaluasi kerasionalan dilakukan dengan memperhatikan hasil evaluasi ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan obat, serta ketepatan pasien. Keempat aspek ketepatan ini harus menunjukkan nilai tepat hingga hasil akhir evaluasi dinyatakan tepat seluruhnya. Sehingga dapat dinyatakan rasional dalam terapi farmakologi pasien yang terinfeksi toksoplasmosis apabila memenuhi keempat analisis ketepatan. Tabel 13. Data Hasil Penilaian Kerasionalan Terapi Toksoplasmosis RS Y Periode Juni 2009-Mei 2015 No. No. Kasus Frek Tepat Tepat Tepat Tepat Indikasi Pasien Obat Dosis 1 2,3,4,10,11,12, 15 Tepat Tepat Tepat Tepat 15,17,18,19,20, 21,22,23,24 2 1 1 Tepat Tidak Tepat Tidak Tepat Tepat 3 5,6,7,13,16 5 Tepat Tidak Tepat Tepat Tepat 4 8,9,14 3 Tepat Tepat Tepat Tidak Tepat Jumlah 24
di RS X Serta Kerasionalan Rasional
Tidak Rasional Tidak Rasional
Dari hasil analisis kerasionalan terapi toksoplasmosis dapat disimpulkan bahwa pemberian obat toksoplasmosis dilihat dari keseluruhan kerasionalan pada pasien, terdapat 15 pasien yang telah memenuhi kerasionalan obat.
10
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Gambaran terapi yang digunakan di RS X serta RS Y menunjukkan bahwa pirimetamin adalah regimen utama dalam pengobatan toksoplasmosis dan dikombinasikan dengan antibiotik lain seperti sulfadiazin (25%), clindamycin (25%), spiramycin (16.67%), sulfadoxin (8,33%), cotrimoxazol (12,5%), dan trisulfapirimidin (8,33%). 2. Pemakaian obat kombinasi pada terapi toksoplasmosis paling banyak adalah pirimetamin-sulfadiazin (25%) dan pirimetamin-clindamycin (25%). 3. Berdasarkan jumlah pasien rawat inap penderita toksoplasmosis dapat dilihat aspek ketepatan sebagai berikut: a. Ketepatan indikasi
didapatkan 100% pasien mendapatkan terapi
toksoplasmosis yang sesuai dengan indikasi b. Ketepatan dosis didapatkan 83,33% pasien mendapatkan dosis yang tepat c. Ketepatan pasien, didapatkan 75% pasien mendapatkan terapi yang sudah sesuai dengan kondisi masing-masing pasien d. Ketepatan obat didapatkan 100% pasien toksoplasmosis mendapatkan obat yang tepat. 4. Dari jumlah total sampel 24 pasien, yang memenuhi keempat aspek ketepatan sejumlah 15 pasien (62,5%). Maka dapat disimpulkan terdapat 15 pasien rawat inap di RS X dan RS Y yang mendapatkan terapi toksoplasmosis yang rasional. Saran 1. Perlu diadakannya penelitian serupa pada rumah sakit yang berbeda untuk mengetahui gambaran pemberian terapi toksoplasmosis pada penderita toksoplasmosis. 2. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terapi toksoplasmosis secara sistematis dan teratur guna mencegah penggunaan obat toksoplasmosis yang tidak tepat.
11
DAFTAR PUSTAKA Chahaya, Indra., 2003, Epidemiologi Toxoplasma gondii, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Ernawati, 2008, Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya Gandahusada. S., 2003, Invasi T. gondii ke dalam sel hospes serta deferensiasinya dari takizoit ke bradizoit, Majalah Kedokteran Indonesia, 49(6), 209-212. Hiswani, 2005, Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu di Waspadai oleh Ibu Hamil, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Montoya J.G., Boothroyd J. C., & Kovacs J. A., 2010, Toxoplasma Gondii. In: Mandell G. L., John E. Bennett & Raphael D. seventh ed., Principles and Practice of Infectious Diseases, Philadelphia Montoya J. G. & Remington J. S., 2008, Management of Toxoplasma gondii Infection during Pregnancy, Infectious Diseases of America, California. Palgunadi. B. U., 2011, Toxoplasmosis dan Kemungkinan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Perilaku, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya. Sanjaya. A., 2007, Studi Uji Komparasi Hasil Pemeriksaan Metode Elisa dan Aglutinasi Latex dalam Pemeriksaan Antibodi Ig G Toxoplasma gondii Pada Wanita Hamil di Puskesmas Pegirian Surabaya, Universitas Airlangga, Surabaya. Sasmita, 2006, Toxoplasmosis Penyebab Keguguran dan Kelainan Bayi, Universitas Airlangga, Surabaya. Subekti. D. T. & Arrasyid. N. K., 2006, Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur, Wartazoa vol. 16 no. 3 (hal. 128-145) Yowani. S., Kumolosari. E., & Marlia. S. W., 2007, Karakterisasi Toxoplasma gondii Isolat Indonesia, Jurnal Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung, Bandung.
12