EVALUASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT Ulva lactuca SEBAGAI PENGGANTI POLLARD DALAM PAKAN IKAN NILA SULTANA Oreochromis niloticus
NUR HIKMA MAHASU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Nur Hikma Mahasu NIM C151130501
RINGKASAN NUR HIKMA MAHASU. Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus. Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan MIA SETIAWATI. Dalam rangka mengurangi bahan baku impor di Indonesia, maka dicari pemanfaatan bahan baku lokal potensial. Salah satu bahan baku lokal potensial adalah rumput laut jenis Ulva lactuca. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi tepung Ulva lactuca sebagai bahan baku pakan ikan nila sultana. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu uji kecernaan rumput laut Ulva lactuca, uji pertumbuhan ikan nila dan uji kecernaan pakan. Pengukuran uji kecernaan rumput laut Ulva lactuca dan pakan dilakukan dengan menambahkan Cr2O3 sebagai penanda dan metode penyiponan feses. Ikan yang digunakan pada uji kecernaan rumput laut Ulva lactuca yaitu ikan nila dengan bobot 7,00±0,8 g dan pada uji kecernaan pakan menggunakan ikan nila dengan bobot 18,98±0,67 g. Parameter uji yang diamati adalah kecernaan total dan protein. Uji pertumbuhan dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap yang terdiri dari lima perlakuan dan tiga ulangan, yaitu penggunaan tepung Ulva sebesar 0, 3, 6, 9, dan 12%. Ikan nila (4,08±0,15 g) dipelihara dalam akuarium (50×40×35 cm) dengan kepadatan sepuluh ekor/akuarium selama 55 hari. Ikan diberi pakan secara at satiation sebanyak tiga kali sehari pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB. Parameter uji yang diamati yaitu jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan glukosa darah. Hasil menunjukkan bahwa kecernaan total dan kecernaan protein dari tepung Ulva sebesar 66,49% dan 83,00%. Nilai kecernaan protein tersebut masuk dalam kisaran nilai kecernaan protein yang baik bagi ikan, yaitu sebesar 75-95%. Hasil uji pertumbuhan menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva sebesar 0, 3, 6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh berbeda (P>0,05) terhadap bobot akhir, jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan retensi lemak. Hal ini disebabkan oleh energi yang terdapat pada pakan uji relatif sama. Hasil uji kecernaan pakan juga menunjukkan tidak ada pengaruh berbeda antar perlakuan baik pada kecernaan total maupun kecernaan protein. Hasil dari pengamatan parameter glukosa darah menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi pascapemberian pakan yaitu pada perlakuan penggunaan tepung Ulva 6%. Sebagai kesimpulan, penggunaan tepung Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dapat digunakan sebesar 12% dalam pakan ikan nila sultana Oreochromis niloticus. Kata kunci: Ulva lactuca, Oreochromis pertumbuhan, glukosa darah.
niloticus,
kecernaan,
performa
SUMMARY NUR HIKMA MAHASU. Evaluation of Seaweed Ulva lactuca utilization as Substitute Pollard for Sultana Tilapia Oreochromis niloticus Diets. Supervised by DEDI JUSADI and MIA SETIAWATI. Efforts to reduce import of raw materials in Indonesia, then it was looked for utilization of potential raw materials locally. One of the locally potential raw material is seaweed Ulva lactuca. This research was conducted to evaluate Ulva lactuca meal as a raw material for Tilapia Sultana diets. This research consisted of three stages namely digestibility test of seaweed Ulva lactuca, growth performance test of tilapia and digestibility test of diets. The measurement of digestibility test of seaweed Ulva lactuca and diets were conducted by adding Cr2O3 as a marker and was carried out faecal syphon method. The fish used in digestibility test of seaweed Ulva lactuca was tilapia with an average body weight of 7,00±0,8 g and in digestibility test of diets with an average body weight of 18,98±0,67 g. The parameters measured were total and protein digestibility. The growth perfomance test was conducted by using completely randomized design with five treatments and three replicates, namely the use of Ulva meal approximately 0, 3, 6, 9, dan 12%. The fish (4,08±0,15 g) were cultured for 55 days in the aquarium (50×40×35 cm) with a stocking density of ten fish/aquaria. The fish were fed at satiation three times a day at 7 am, 12 pm and 5 pm. The parameters observed were the amount of feed intake, daily growth rate, survival rate, feed efficiency, protein retention, lipid retention, and blood glucose. The results showed that total and protein digestibility of Ulva meal up to 66.49% and 83.00%. Protein digestibility value was still within the proper ranges of protein digestibility values for the fish, which was up to 75-95%. The result of growth performance test showed that using Ulva meal 0, 3, 6, 9 and 12% in the diets did not significantly different (P>0.05) to final weight, the amount of feed intake, daily growth rate, feed efficiency, protein retention, and lipid retention. It was caused by energy content in the test diets relatively same. The result of digestibilty test of diets also showed did not significantly different to total digestibility and protein digestibility. Results of blood glucose parameters showed that the highest increase in post-feeding time that fish was fedding with 6% of Ulva meal. Therefore the conclusion of this experiment is Ulva lactuca meal as substitute pollard can be used up to 12% in the Tilapia Sultana Oreochromis niloticus diet. Keywords: Ulva lactuca, Oreochromis niloticus, digestibility, growth performance, blood glucose.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EVALUASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT Ulva lactuca SEBAGAI PENGGANTI POLLARD DALAM PAKAN IKAN NILA SULTANA Oreochromis niloticus
NUR HIKMA MAHASU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Nur Bambang Priyo Utomo, MSi
Judul Tesis : Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus Nama : Nur Hikma Mahasu NIM : C151130501
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Dedi Jusadi Ketua
Dr Mia Setiawati Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni MSi
Dr Ir Dahrul Syah MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Maret 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus” pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Dedi Jusadi dan Ibu Dr Mia Setiawati selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, masukan, kesabaran, nasehat, serta semangat yang telah diberikan hingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr Nur Bambang Priyo Utomo, MSi sebagai dosen penguji luar komisi dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi sebagai komisi program studi yang telah memberikan saran dalam ujian sidang tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada suami tercinta Firman Syah, AMa dan anak tercinta Raisya Rahma Khairunnisa Firmansyah atas doa, semangat, cinta dan kasih sayang yang tulus serta keikhlasan memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Kepada orangtua tercinta Bapak Mahasu Muslim (Alm.) dan Ibu Zahara, serta mertua tersayang Bapak Serma Purn. Lantaura dan Ibu Suriati, SPd yang telah tulus mendoakan, memberi kasih sayang serta semangat dalam menyelesaikan studi. Adik-Adik tersayang Muhammad Nur Al Rasyid, AMd. TEM, Nurhidayah Mahasu, Prada Suratman, Alfian, Chandra Septiawan, Rahmi Febriani dan Muh. Putra Sandi serta keluarga besar atas semangat yang diberikan. Terimakasih juga kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEKDIKTI) atas penyediaan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) sehingga penulis dapat menempuh Program Magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terimakasih kepada rekan-rekan yang telah membantu, serta memberikan masukan dan ide membangun, Babeh Didi Humaedi Yusuf, Adun Radhi Fadhillah, Mommy Fahmi Akbar, Andi Tiara Eka Diana Puteri, Ardyen Saputra, Andre Rachmat Scabra, Windu Sukendar, Muhammad Herjayanto, Wastu Ayu Diamahesa, Dwi Febrianti, Sheny Permatasari, Lilis Nurjanah, Wahyu serta temanteman mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur Angkatan 2013 atas kebersamaan dan motivasinya selama menempuh studi. Selain itu ucapan terimakasih kepada laboran Laboratorium Nutrisi Ikan yaitu Mba Retno, Bapak Wasjan dan Kang Yosi yang telah membantu dalam kelancaran penelitian. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan umumnya dan perikanan khususnya.
Bogor, April 2016 Nur Hikma Mahasu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 3 3
2 METODE PENELITIAN Pakan Uji Pemeliharaan Ikan Uji Tahap Kecernaan tepung Ulva Pemeliharaan Ikan Uji Tahap Performa Pertumbuhan Ikan Nila Pemeliharaan Ikan Uji Tahap Kecernaan Pakan Parameter yang diamati Analisis Kimia Analisis Data
3 3 4 5 5 6 8 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
8 8 10
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
13 13 13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Hasil analisis proksimat tepung Ulva dan pollard (% berat basah) Komposisi pakan uji kecernaan tepung Ulva Komposisi dan proksimat pakan uji Kecernaan tepung Ulva Hasil analisis proksimat tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan akhir (setelah pemeliharaan) 6 Bobot ikan pada hari ke-0 (Wo), bobot ikan pada hari ke-55 (W55), jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) ikan nila 7 Kecernaan pakan yang ditambahkan tepung Ulva dengan persentase berbeda
3 3 4 8 9
9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Formulasi pakan uji kecernaan 2 Prosedur analisis Cr2O3 (Takeuchi 1988) 3 Prosedur analisis proksimat (AOAC 1999)
17 17 17
1 PENDAHULUAN Pada tahun 2014, produksi pakan ikan dan udang di Indonesia mencapai 1.411.000 ton (GPMT 2015). Untuk memproduksi pakan dengan jumlah tersebut dibutuhkan bahan baku pakan, tetapi saat ini sekitar 70% bahan baku pakan masih mengandalkan impor (GPMT 2015). Salah satu bahan baku yang merupakan produk impor adalah pollard. Data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 impor pollard Indonesia sebesar 5.500.054 ton. Upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor tersebut telah banyak dilakukan penelitian untuk mencari bahan baku alternatif berbasis lokal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan baku lokal seperti bungkil kelapa sawit (Pamungkas et al. 2011), kopra (Suprayudi et al. 2012), kulit buah kakao (Jusadi et al. 2013), daun lamtoro (Fitriliyani 2010), biji karet (Suprayudi et al. 2014), tepung onggok singkong (Afebrata et al. 2014) dapat digunakan sebagai bahan baku pakan. Namun, ketersediaan bahan baku tersebut masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan Indonesia. Oleh karena itu, perlu dicari bahan baku alternatif lainnya yang ketersediannya melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu bahan baku lokal potensial adalah rumput laut (makroalga). Hal tersebut didukung oleh potensi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Luasan lahan pesisir yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut mencapai 769.452 ha, tetapi hingga saat ini baru sekitar 50% secara efektif termanfaatkan untuk budidaya rumput laut penghasil karaginan (Eucheuma spinosum, E. edule, E. serra dan E. cottonii), penghasil agar (Glacilaria spp, Gelidium spp dan Gelidiella spp), penghasil alginat (Sargassum spp, Laminaria spp, Ascophyllum spp, dan Macrocytis spp) (Sahat 2013). Kadar karaginan pada jenis Eucheuma sp dapat mencapai 65% (Sari et al. 2013). Kandungan karaginan atau agar yang tinggi pada jenis rumput laut menjadi faktor pembatas dalam pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan ikan karena sifat fisik dari karaginan dan agar adalah membentuk gel dan kaku (Widyastuti 2010). Sehingga, dicari jenis rumput laut lain yang memiliki kandungan karaginan atau agar yang rendah, seperti Ulva lactuca. U. lactuca (Phylum Chlorophyta, Class Ulvophyceae, Order Ulvales, Family Ulvaceae) pertama kali diidentifikasi oleh Linnaeus pada tahun 1753 (Kong et al. 2011). Ulva merupakan salah satu jenis rumput laut dari golongan alga hijau. Pada umumnya memiliki morfologi warna hijau terang dan berbentuk lembaran dengan tepi yang halus tapi bergelombang. Siklus hidup Ulva merupakan suatu contoh pegiliran generasi isomorfik yaitu generasi seksual haploid (gametofit) dan generasi diploid (sporofit), identik dengan penampakan (isomorfik). Ulva hidup di area intertidal dan subintertidal hingga kedalaman 10 m serta dapat menutupi substrat 85%–100% (Giannoti & Mc.Glathery 2001). Habitat Ulva yaitu melekat pada substrat dengan bantuan holdfast. Ulva banyak dijumpai di pantai berdasar batu karang mati terutama pada rataan terumbu karang contohnya di pantai Ujung Genteng, pantai Selatan dan banyak pada pulau-pulau Indonesia bagian timur.
2 Menurut Anggadiredja et al. (2008), sebaran U. lactuca yaitu pada perairan Lombok, Sulu, Sulawesi, Banda, Solor, Sumba, Jawa Barat dan Lampung. U. lactuca merupakan rumput laut yang berpotensi untuk dijadikan bahan baku lokal alternatif karena ketersediaananya melimpah di Indonesia, namun belum termanfaatkan secara ekonomis. Selain itu U. lactuca memiliki kandungan nutrien cukup tinggi yaitu kandungan protein 7,13–27,2 %, karbohidrat 50–61,5 %, abu 11–49,6 % (Ortiz et al. 2006; Abirami & Kowsalya 2011; Peña-Rodríguez et al. 2011; Murugaiyan & Narasimman 2013). Menurut Ortiz et al. (2006), kandungan asam amino esensial (% protein) pada U. lactuca yaitu arginin 0,49%; valine 0,34%; metionin 0,67%; isoleusin 0,55%; leusin 1,03%; fenilalanin 1,25%; lisin 0,72%; histidin 0,13%; treonin 0,80%. Umumnya kandungan nutrien rumput laut sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor musim, lokasi geografi tempat tumbuh (habitat), jenis spesies, umur panen, dan kondisi lingkungan (Ortiz et al. 2006). Potensi Ulva sebagai bahan baku pakan ikan telah dilaporkan oleh beberapa penelitian. Kut-Guroy et al. (2007) melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva rigida sebesar 10% dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan. Natify et al. (2015) juga melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva sebesar 10% masih dapat digunakan tanpa menghambat laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan komposisi tubuh ikan nila. Namun berbeda dengan penelitian El-Tawil (2010) yang melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva sp. sebesar 15% meningkatkan kinerja pertumbuhan, tanpa efek menurunkan efisiensi pakan dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah. Diler et al. (2007) juga melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva sebesar 15% meningkatkan komposisi kimia tubuh, laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan metabolisme lemak pada ikan mas. Emre et al. (2013) melaporkan bahwa penambahan tepung Ulva sp. dapat meningkatkan petumbuhan ikan kakap dibandingkan dengan tanpa penambahan tepung Ulva sp. Ulva lactuca yang diperoleh dari pesisir Bali Utara mengandung kadar protein 14,7%. Kadar protein ini mirip dengan pollard (12,5%) yang merupakan produk impor. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini, U. lactuca diujicobakan sebagai bahan baku pakan untuk menggantikan pollard pada ikan nila sultana Oreochromis niloticus. Evaluasi dilakukan melalui uji kecernaan Ulva serta efek penambahan Ulva untuk mengganti pollard di dalam pakan terhadap performa pertumbuhan ikan nila. Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain sultana. Ikan tersebut merupakan varietas unggul hasil pemuliaan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang dirilis pada tanggal 7 juni 2012 dengan nomor KEP.28/MEN/2012 tentang pelepasan ikan nila sultana (KEPMEKEPRI 2012). Perumusan Masalah Bahan baku pakan di Indonesia sebesar 70% masih mengandalkan impor. Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor tersebut perlu dicari bahan baku lokal yang potensial. Salah satu bahan yang berpotensi sebagai bahan baku alternatif adalah Ulva lactuca. U. lactuca merupakan rumput laut golongan alga hijau yang memiliki kandungan nutrien tinggi, ketersediaannya melimpah dan belum termanfaatkan secara ekonomis. Penggunaan tepung Ulva sp. sebagai bahan baku pakan ikan telah dilakukan dan terbukti memberikan pengaruh yang baik
3 terhadap performa pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan pada ikan nila, ikan mas dan ikan kakap. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait penggunaan tepung rumput laut jenis U. lactuca pada pakan ikan nila sultana O. niloticus. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan tepung Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dalam pakan ikan nila sultana Oreochromis niloticus. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bahan baku alternatif untuk pakan ikan nila dan menjadi bahan baku alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan.
2 METODE PENELITIAN Pakan Uji Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu uji kecernaan tepung Ulva, uji performa pertumbuhan ikan nila dan uji kecernaan pakan. Tepung Ulva yang digunakan diperoleh dari Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali. Pada penelitian ini, tepung Ulva digunakan sebagai pengganti pollard pada pakan. Kandungan nutrien pada tepung Ulva dan pollard disajikan pada Tabel 1. Pakan yang digunakan untuk uji kecernaan tepung Ulva sesuai dengan Watanabe (1988) terdiri dari pakan kontrol yaitu 100% pakan acuan (reference diet) dan pakan uji yaitu 70% pakan acuan (reference diet) + 30% tepung Ulva. Pakan ditambahkan kromium (Cr2O3) sebesar 0,5% sebagai indikator. Komposisi pakan uji kecernaan tepung Ulva disajikan pada Tabel 2. Formulasi pakan uji kecernaan tepung Ulva dilampirkan pada Lampiran 1. Tabel 1. Hasil analisis proksimat tepung Ulva dan pollard (% berat basah) Bahan baku Tepung Ulva Pollard
Protein 14,79 12,51
Lemak 2,45 4,62
Parameter (%) Abu Serat Kasar 37,07 13,72 4,32 7,22
BETN 23,66 57,39
Tabel 2. Komposisi pakan uji kecernaan tepung Ulva Bahan (%) Pakan Tepung Ulva Total
Pakan acuan 100 100
Pakan uji 70 30 100
Air 10,32 12,51
4 Pakan untuk uji performa pertumbuhan terdiri dari lima perlakuan dengan penambahan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% pada pakan. Seluruh pakan dibuat dengan kandungan protein sama yaitu 32% dan energi sama. Pakan dibuat dalam bentuk pelet pada mesin pencetak pelet berdiameter 1-2 mm, kemudian dikeringkan pada oven bersuhu 40˚C selama 24 jam. Pakan yang sudah jadi dikemas dalam plastik kemudian disimpan dalam wadah yang tidak lembab. Komposisi dan proksimat pakan disajikan pada Tabel 3. Pakan untuk uji kecernaan pakan menggunakan formula yang sama dengan pakan untuk uji performa pertumbuhan, namun pada pakan uji kecernaan pakan perlakuan ditambahkan kromium (Cr2O3) sebesar 0,5% sebagai indikator. Komposisi dan proksimat pakan uji disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi dan proksimat pakan uji Penggunaan tepung Ulva pada pakan Bahan Baku (%)
0%
3%
6%
Komposisi pakan (%) Tepung ikan Tepung kedelai Tepung Ulva Pollard Minyak ikan Minyak jagung Tepung tapioka Premix Jumlah
12 34 0 43 2 1 3 5 100
12 34 3 40 2 1 3 5 100
12 34 6 37 2 1 3 5 100
9% 12 34 9 34 2 1 3 5 100
12% 12 34 12 31 2 1 3 5 100
Proksimat pakan (% bobot basah) Protein 31,62 31,67 32,29 31,57 31,62 Lemak 5,10 4,99 5,31 4,74 4,84 Abu 10,03 10,73 11,25 12,92 13,47 Serat Kasar 8,53 8,93 7,79 8,82 8,12 BETN 46,27 46,33 45,71 44,94 44,58 Kadar Air 6,98 6,28 5,44 5,83 5,49 GE (kkal/kg) 3797,5 3776,1 3862,1 3694,4 3720,6 C/P ratio 12,00 11,92 11,96 11,70 11,76 Keterangan : BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen; GE = Gross Energy, 1 g protein = 5,6 kkal, 1 g lemak = 9,4 kkal, 1 g karbohidrat/BETN = 4,1 kkal (Watanabe 1988)
Pemeliharaan ikan uji tahap kecernaan tepung Ulva Ikan nila sultana (O. niloticus) yang digunakan memiliki bobot awal 7,00±0,8 g yang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Ikan didatangkan dari Sukabumi pada tanggal 11 Maret 2015. Ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama tujuh hari, kemudian ikan ditebar ke dalam akuarium berukuran 50×40×35 cm dengan padat tebar sepuluh ekor/akuarium dan dipelihara selama 28 hari di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan frekuensi sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 09.00 dan 15.00 WIB. Pengukuran uji kecernaan menggunakan metode pengumpulan feses. Pengumpulan feses dimulai pada hari ke–4 setelah ikan diberi pakan. Pengambilan feses menggunakan selang sifon dan saringan yang halus untuk menampung feses. Pengumpulan feses
5 dilakukan dua kali dalam sehari satu jam setelah pemberian pakan. Feses yang telah diambil dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian disimpan dalam freezer agar feses tidak membusuk. Feses yang terkumpul dikeringkan menggunakan oven kemudian dianalisis kandungan Cr2O3 dan proteinnya. Analisis Cr2O3 menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang 350 nm dan analisis protein menggunakan metode Kjeldhal. Pemeliharaan ikan uji tahap performa pertumbuhan ikan nila Ikan yang digunakan pada tahap ini memiliki bobot awal 4,08±0,15 g kemudian dipelihara selama 55 hari. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan frekuensi sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB. Selama pemeliharaan, kualitas air dijaga dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila. Kualitas air dijaga dengan cara pergantian air sebanyak 30% setiap tiga hari sekali. Setiap akuarium dilengkapi dengan aerasi untuk menjaga kelarutan oksigen dan top filter untuk mengurangi kekeruhan akibat bahan organik di dalam akuarium. Parameter kualitas air yang dimonitoring yaitu suhu, oksigen terlarut (DO), total amonia nitrogen (TAN) dan pH. Kisaran nilai oksigen terlarut adalah 4,9–6,6 mg/L, pH 6,72–7,44, total amonia 0,48–0,70 mg/L, suhu 28–31˚C. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari, sedangkan DO, pH dan TAN diukur tiga kali selama pemeliharaan yaitu pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Sebelum dan sesudah pemeliharaan dilakukan penimbangan bobot tubuh ikan. Sebelum dilakukan penimbangan, terlebih dahulu ikan dibius menggunakan Ocean free special arowana stabilizer sebanyak 0,6 ppm (2 mL/3 L air) kemudian ikan ditimbang menggunakan timbangan digital. Selain itu, sebelum pemeliharaan ikan diambil sebanyak 15 ekor dan setelah pemeliharaan ikan diambil dua ekor dari masing-masing akuarium untuk dianalisis proksimat tubuh. Pada akhir pemeliharaan sebanyak tiga ekor ikan diambil darahnya untuk pengukuran kadar glukosa darah. Sebelum pengambilan darah, ikan terlebih dahulu dipuasakan selama 36 jam. Sampel darah yang diambil yaitu dengan selang waktu 0, 1, 3 dan 5 jam setelah pemberian pakan. Kadar glukosa darah diukur dengan metode uji enzimatik kolorimetri menggunakan uji GLUCOSE liquidcolor (Human mbH Jerman). Pemeliharaan ikan uji kecernaan pakan Pemeliharaan ikan uji kecernaan pakan dilakukan selama 21 hari setelah pemeliharaan uji performa pertumbuhan. Pemberian pakan diberikan secara at satiation pada pukul 09.00 dan 15.00 WIB. Pengukuran uji kecernaan menggunakan metode pengumpulan feses. Pengumpulan feses dimulai pada hari ke–3 setelah ikan diberi pakan dengan cara mengambil feses menggunakan selang sifon dan saringan yang halus untuk menampung feses. Pengumpulan feses dilakukan dua kali dalam sehari satu jam setelah pemberian pakan. Feses yang telah diambil dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian disimpan dalam freezer agar feses tidak membusuk. Feses yang terkumpul dikeringkan menggunakan oven kemudian dilakukan analisis Cr2O3 dan proteinnya. Analisis
6 Cr2O3 menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 350 nm dan analisis protein menggunakan metode Kjeldhal. Parameter yang Diamati Kecernaan pakan perlakuan Kecernaan pakan perlakuan yang diukur yaitu kecernaan total dan kecernaan protein dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988) dan NRC (2011), yaitu: Kecernaan total
= 100 - [100 × b/b’] %
Kecernaan protein = [1 - a’/a × b/b’] × 100 Keterangan: a = % protein dalam pakan a’ = % protein dalam feses b = % Cr2O3 dalam pakan b’ = % Cr2O3 dalam feses Kecernaan tepung Ulva Kecernaan tepung Ulva dihitung menggunakan persamaan dikemukakan oleh Watanabe (1988), yaitu:
yang
Kecernaan bahan = (ADT – 0,7 AD) / 0,3 Keterangan: ADT = nilai kecernaan pakan uji AD = nilai kecernaan pakan acuan Jumlah konsumsi pakan Jumlah konsumsi pakan (JKP) ditentukan dengan cara menimbang pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung berdasarkan persamaan berikut (Huisman 1987): 𝑡 𝑊𝑡 𝐿𝑃𝐻 = (√ − 1) × 100 𝑊𝑜
Keterangan: LPH = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Bobot rata-rata ikan ke-t (g) Wo = Bobot rata-rata ikan ke-0 (g) t = Lama pemeliharaan (hari)
7 Tingkat kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup (TKH) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Goddard 1996): TKH (%) =
∑ total ikan akhir (ekor) ∑ total ikan awal (ekor)
x 100
Efisiensi pakan Efisiensi pakan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Takeuchi 1988): [(Wt+Wd)− Wo] EP = × 100 F Keterangan: EP = Efisiensi pakan (%) Wt = Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g) Wd = Biomassa ikan yang mati selama pemeliharaan (g) F = Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian (g) Retensi protein Retensi protein dihitung melalui analisis kandungan protein tubuh ikan uji pada awal dan akhir penelitian serta pakan yang diberikan. Rumus perhitungan retensi protein adalah sebagai berikut (Takeuchi 1988): RP
=
F−I P
× 100
Keterangan: RP = Retensi protein (%) F = Jumlah protein ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah protein ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah protein yang dikonsumsi ikan (g) Retensi lemak Retensi lemak dihitung melalui analisis kandungan lemak tubuh ikan uji pada awal dan akhir penelitian. Rumus perhitungan retensi lemak adalah sebagai berikut (Takeuchi 1988): RL
=
F−I L
× 100
Keterangan: RL = Retensi lemak (%) F = Jumlah lemak ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah lemak ikan pada awal pemeliharaan (g) L = Jumlah lemak yang dikonsumsi ikan (g) Glukosa darah Analisis glukosa darah dilakukan untuk mengevaluasi laju pemanfaatan karbohidrat pakan yang diberikan. Kadar glukosa darah diukur dengan metode uji enzimatik kolorimetri menggunakan uji GLUCOSE liquicolor (Human mbH Jerman). Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar glukosa darah adalah sebagai berikut:
8 GD
=
Au x Cs As
Keterangan: GD = Kandungan glukosa darah (mg/100 mL) Au = Absorbansi sampel Cs = Konsentrasi standar As = Absorbansi standar Analisis Kimia Analisis kimia meliputi analisis kromium dan analisis proksimat. Analisis kromium pada pakan dan feses dengan metode spektrofotometrik (Lampiran 2). Analisis proksimat meliputi pakan uji, tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan tubuh ikan akhir (setelah pemeliharaan). Analisis proksimat meliputi kadar air, protein, lemak, serat kasar, abu dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen). Analisis kadar air dilakukan dengan metode Gravimetric, protein dengan metode Kjeldhal, lemak dengan metode Soxhlet, kadar abu dengan metode Gravimetric dan serat kasar dengan metode Vansus. Analisis proksimat ini sesuai dengan prosedur AOAC (1995) (Lampiran 3). Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Parameter proksimat tubuh ikan, performa pertumbuhan dan kecernaan pakan ditabulasi dengan program Microsoft Excel 2013 dan dianalisis ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan perangkat lunak SPSS ver. 16.0. Parameter kecernaan tepung Ulva, dan kadar glukosa darah dianalisis secara deskriptif.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil uji kecernaan tepung Ulva disajikan pada Tabel 4. Hasil menunjukkan bahwa kecernaan total tepung Ulva yaitu 66,26% dan kecernaan proteinnya sebesar 83%. Tabel 4. Kecernaan tepung Ulva Parameter uji Kecernaan (%) Kecernaan total 66,26±5,70 Kecernaan protein 83,00±1,59 Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan nilai setelah ± merupakan standar deviasi.
9 Hasil analisis proksimat tubuh ikan nila disajikan pada Tabel 5. Hasil menunjukkan bahwa kandungan protein dan lemak tubuh ikan meningkat setelah pemeliharaan dibandingkan sebelum pemeliharaan. Penggunaan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air, protein dan lemak tubuh ikan akhir. Tabel 5. Hasil analisis proksimat tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan akhir (setelah pemeliharaan) Parameter uji (%)
Awal
Penggunaan tepung Ulva dalam pakan
0% 3% 6% 9% 12% a a a a Kadar air 77,84 73,24±0,36 73,51±0,74 73,89±1,34 74,09±1,87 72,90±1,99a Kadar abu 4,26 4,82±0,83ab 4,53±0,36abc 3,86±0,22c 4,06±0,45bc 5,27±0,10a Protein 12,83 15,93±0,38a 16,35±0,14 a 15,31±0,25a 15,78±0,41a 15,53±1,33a Lemak 2,73 4,61±0,84a 4,58±0,64a 4,91±0,96a 4,73±1,02a 4,07±0,91a c bc a ab Serat kasar 0,82 0,20±0,03 0,50±0,40 0,89±0,10 0,76±0,05 0,87±0,10ab ab b ab b BETN 1,53 1,19±0,39 0,53±0,42 1,15±0,40 0,58±0,47 1,36±0,05a Keterangan : Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan nilai setelah ± merupakan standar deviasi. BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen
Performa pertumbuhan ikan nila yang diberi pakan dengan penambahan tepung Ulva yang berbeda disajikan pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva sebesar 0, 3, 6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap parameter performa pertumbuhan meliputi bobot akhir (W55), jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat kelangsungan hidup (TKH). Tabel 6. Bobot ikan pada hari ke-0 (W0), bobot ikan pada hari ke-55 (W55), jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) ikan nila. Parameter Uji W0 (g) W55 (g) JKP (g) LPH (%) EP (%) RP (%) RL (%) TKH (%) Keterangan :
Penggunaan tepung Ulva dalam pakan 0% 3% 6% 9% 12% 4,18±0,10a 3,96±0,16a 3,95±0,01a 4,12±0,06a 4,15±0,18a 19,24±0,57a 19,07±2,53a 19,91±0,03a 18,45±1,35a 18,22±1,06a a a a a 38,01±0,13 39,71±4,59 37,82±0,50 36,95±2,20 39,04±4,33a a a a a 2,81±0,04 2,89±0,32 2,98±0,01 2,76±0,15 2,72±0,03a a a a a 39,61±1,20 38,42±7,95 42,20±0,45 38,71±1,56 36,22±2,95a a a a a 21,03±0,46 19,38±4,00 21,82±1,24 20,40±0,78 18,69±2,23a a a a a 39,77±7,57 38,71±7,84 39,72±5,17 39,93±5,88 36,22±3,17a a a a a 90,00±0,00 86,67±1,15 100,00±0,00 93,33±0,58 90,00±1,00a Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan nilai setelah ± merupakan standar deviasi.
Uji kecernaan pakan disajikan pada Tabel 7. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan total dan kecernaan protein pakan uji.
10 Tabel 7. Kecernaan pakan yang ditambahkan tepung Ulva dengan persentase berbeda Penambahan tepung Ulva dalam pakan Parameter Uji 0% 3% 6% 9% 12% KT (%) 53,10±3,85a 52,04±1,43a 52,75±0,12a 49,69±4,42a 49,66±7,11a KP (%) 80,26±4,10a 80,89±1,26a 81,46±0,67a 81,03±3,32a 77,04±5,75a Keterangan : KT = Kecernaan total; KP= kecernaan protein Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan nilai setelah ± merupakan standar deviasi.
Kadar glukosa (mg/dL)
Kadar glukosa ikan nila yang diberi pakan dengan penggunaan tepung Ulva disajikan pada Gambar 1. Hasil menunjukkan bahwa kadar glukosa darah ikan nila pada jam ke–1 mengalami peningkatan pada semua perlakuan, kemudian mengalami penurunan pada jam ke–3 selain perlakuan kontrol. Peningkatan tertinggi ditunjukkan pada perlakuan penggunaan tepung Ulva 6% dibandingkan perlakuan lainnya. Pengamatan pada jam ke-5, penggunaan tepung Ulva 6% dan tanpa penggunaan tepung Ulva mengalami penurunan sementara untuk perlakuan penggunaan tepung Ulva 3, 9, dan 12% mengalami kenaikan kembali. 100 80
Kontrol
60
3% Ulva
40
6% Ulva 9% Ulva
20
12% Ulva
0 0
1
3
5
Waktu pengambilan sampel darah (jam ke- ) Gambar 1. Kadar glukosa darah ikan nila. Pembahasan Kecernaan nutrien merupakan tahap awal yang menentukan dalam mengevaluasi potensi bahan baku yang akan digunakan untuk spesies akuakultur. Informasi nilai kecernaan dari kandungan pakan diperlukan untuk memaksimalkan pertumbuhan ikan dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dan hasil metabolisme yang dibuang (Zhou et al. 2004). Kecernaan menunjukkan banyaknya komposisi nutrien yang diserap dan digunakan untuk pertumbuhan dan proses metabolisme (NRC 2011). Sementara itu, menurut Megawati et al. (2009) menyatakan bahwa daya cerna merupakan kemampuan untuk mencerna suatu bahan pakan, sedangkan bahan yang tercerna adalah bagian dari pakan yang tidak diekresikan dalam feses. Proses pencernaan ikan merupakan serangkaian kegiatan mulai pakan dimakan kemudian dicerna, diserap dan masuk ke dalam jaringan tubuh ikan. Tepung Ulva dalam penelitian ini digunakan sebagai pengganti pollard
11 pada pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila mampu mencerna tepung Ulva dengan baik yaitu kecernaan total sebesar 66,26% dan kecernaan proteinnya sebesar 83,00% (Tabel 4). Nilai kecernaan protein tepung Ulva tersebut masuk dalam kisaran kecernaan protein yang baik bagi ikan, yaitu sebesar 75–95% (NRC 2011). Nilai tersebut hampir sama dengan kecernaan protein pollard pada ikan nila mencapai 82,87% (Ribeiro et al. 2011), sehingga tepung Ulva dapat digunakan sebagai pengganti pollard pada pakan ikan nila. Nilai kecernaan tepung Ulva yang baik ini disebabkan oleh kandungan serat polisakarida jenis xilan dan ulvan pada Ulva sehingga mudah dicerna (Burtin 2003). Tepung Ulva mengandung serat kasar berupa lignin lebih rendah dibandingkan pollard. Lignin merupakan komponen polisakarida rantai panjang yang sulit dicerna dan mengurangi penyerapan nutrien (Kusharto 2006). Menurut Santi et al. (2012) bahwa serat kasar yang berupa lignin pada rumput laut lebih rendah dibandingkan dengan lignin pada tanaman darat, sehingga memberikan peluang pengembangan biomassa rumput laut sebagai bahan baku pakan dan bioenergi yang lebih mudah dikonversi daripada biomassa lignoselulosik dari darat. Penggunaan tepung ulva sebesar 0, 3, 6, 9 dan 12% dalam pakan tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan total pakan (Tabel 7) yaitu berkisar 49,66–53,10% dan kecernaan protein berkisar 77,04– 81,46%. Hal ini diduga oleh serat kasar yang terkandung dalam semua pakan memiliki nilai yang sama (Tabel 3). Selain itu, tepung Ulva memiliki kadar abu tinggi (mineral) hingga mencapai 37,07% (Tabel 1), sehingga penggunaan tepung Ulva meningkatkan kadar abu pada pakan (Tabel 3). Kadar abu pada kontrol (tanpa Ulva) yaitu 10% dan meningkat seiring peningkatan tepung Ulva, yaitu pada penggunaan Ulva 12% kadar abu pada pakan mencapai 13,47%. Konsumsi kadar abu tinggi pada pakan akan menyebabkan penurunan penyerapan nutrien yang berakibat pada penurunan pertumbuhan (Sugiura et al. 1998). Shearer et al. (1992) melaporkan bahwa ikan salmon yang diberi pakan dengan kadar abu yang berasal dari tepung ikan dan tepung tulang ikan lebih dari 12% menunjukkan penurunan pertumbuhan. Namun, dalam penelitian ini, peningkatan kadar abu pakan hingga 13,47% tidak menurunkan kecernaan pakan. Hal ini diduga oleh komposisi mineral dari tepung Ulva yang memiliki bioavailability tinggi (Garcı´a-Casa et al. 2007). Nilai kecernaan yang tidak berbeda nyata tersebut selanjutnya memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pula terhadap performa pertumbuhan (Tabel 6). Bobot akhir ikan nila yang dipelihara selama 55 hari yaitu berkisar 18,22–19,91 g, laju pertumbuhan harian 2,72–2,98%, efisiensi pakan 36,22–42,20%, retensi protein 18,69–21,82%, retensi lemak 36,22–39,93% dan tingkat kelangsungan hidup berkisar 90–100%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva dapat digunakan hingga 12% pada pakan ikan nila yang ditandai tidak ada efek negatif terhadap pertumbuhan ikan nila. Hasil penelitian ini sejalan dengan Natify et al. (2015) yang melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva pada pakan hingga 10% tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja pertumbuhan, rasio efisiensi protein, indeks somatik, indeks hepasomatik, indeks gonadosomatik, dan indeks viscerosomatik pada ikan nila. Hal ini disebabkan oleh komposisi nutrien dan energi dari pakan yang menggunakan tepung Ulva 5% dan 10% hampir sama dengan perlakuan kontrol. Kut-Guroy et al. (2007) juga melaporkan bahwa penggunaan tepung U. rigida pada penggunaan dosis 5% dan 10% menghasilkan kinerja pertumbuhan ikan nila yang sama dengan perlakuan kontrol, sementara pada
12 dosis 15% dapat menurunkan kinerja pertumbuhan ikan nila. Hal berbeda pada penelitian El-Tawil (2010) yang melaporkan bahwa maksimal penggunaan tepung Ulva sp. adalah sebesar 15% pada pakan ikan, dosis yang tinggi terbukti mengurangi kinerja pertumbuhan dan mengurangi efisiensi pakan serta tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah. Hasil dosis optimum yang berbeda pada penelitian tersebut dikarenakan kandungan nutrien pada tepung Ulva dan ukuran ikan uji yang digunakan berbeda. Ortiz et al. (2006) mengemukakan bahwa kandungan kimia rumput laut sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musim, lokasi geografi tempat tumbuh, jenis spesies, umur panen, dan kondisi lingkungannya. Sementara Natify et al. (2015) menyebutkan bahwa perbedaan persentase optimum tepung Ulva pada pakan disebabkan oleh jenis ikan, jenis alga, ukuran ikan dan kondisi lingkungan pemeliharaan. Komposisi kimia tubuh ikan nila setelah pemeliharaan pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dibandingkan sebelum pemeliharaan (Tabel 5). Penggunaan tepung Ulva 0, 3, 6, 9 dan 12% pada pakan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein tubuh ikan nila. Hal ini sesuai dengan Natify et al. (2015) yang melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva pada pakan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan protein dan lemak tubuh ikan nila. Kut-Guroy et al. (2007) melaporkan bahwa peningkatan tepung Ulva pada pakan hingga 15% tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein tubuh ikan tetapi dapat menurunkan kandungan lemak tubuh ikan nila. Diler et al. (2007) juga melaporkan bahwa penggunaan tepung Ulva tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein tubuh ikan, tetapi penambahan tepung Ulva 20% dapat menurunkan kandungan lemak tubuh ikan mas. Kadar glukosa darah pada ikan nila mengalami kenaikan pada jam ke–1 setelah pemberian pakan (Gambar 1). Kenaikan tertinggi ditemukan pada penggunaan tepung Ulva 6%. Kenaikan kadar glukosa darah yang terlihat pada titik puncak glukosa darah mengindikasikan adanya respon hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan menjadi glukosa untuk menghasilkan energi. Menurut Hasser (1960), meningkatnya glukosa darah menandakan bahwa ikan sedang kenyang, artinya nafsu makan berkurang karena energi yang dibutuhkan oleh tubuh telah terpenuhi. Kadar glukosa mencerminkan ketersediaan energi pada ikan (Rachmawati et al. 2010). Sementara rendahnya kadar glukosa darah pada jam ke– 0 dikarenakan selama pemuasaan tidak adanya suplai makanan sehingga ikan menggunakan glukosa yang tersimpan dalam bentuk glikogen untuk menyediakan energi. Pada jam ke–3 pasca pemberian pakan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan tepung Ulva 3, 6, 9 dan 12% mengalami penurunan kadar glukosa darah. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar glukosa yang beredar didalam darah telah diserap oleh tubuh ikan. Hasil pengamatan jam ke–5 menunjukkan bahwa penggunaan tepung Ulva 3, 9, dan 12% mengalami peningkatan kembali. Hal ini disebabkan adanya proses glikogenolisis yaitu proses pemecahan glikogen menjadi glukosa. Kadar glukosa pada perlakuan penggunaan tepung Ulva 9 dan 12% menunjukkan lebih dahulu kembali ke kadar glukosa awal pada jam ke–3. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa hasil pencernaan karbohidrat yang telah diserap ke dalam aliran darah telah digunakan untuk proses metabolisme. Matthews et al. (2003) mengemukakan
13 bahwa peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung cepat dapat meningkatkan aktifitas insulin sehingga aliran glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa darah segera menurun. Ketersediaan glukosa dalam sel digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi, setelah terpenuhi maka asupan glukosa darah yang tinggi akan merangsang terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis.
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan tepung Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dapat digunakan sebesar 12% dalam pakan ikan nila sultana Oreochromis niloticus. Saran 1. 2.
Tepung Ulva dapat digunakan sebesar 12% dalam menggantikan tepung pollard pada pakan ikan nila. Tepung Ulva memiliki kandungan mineral tinggi sehingga perlu penelitian lebih lanjut dalam penggunaan tepung Ulva sebagai sumber mineral.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official methods of analysis of AOAC Intl. 16th ed. Maryland (US): Association of Official Analytical Chemists. [APTINDO] Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2012. Pertumbuhan Indonesia Tahun 2012-2030 dan Overview Industri Tepung Terigu Nasional Tahun 2012-2030, http://www.aptindo.or.id/pdfs/Aptindo%2017%20Desember%202012.html. [GPMT] Gabungan Pengusaha Makanan Ternak. 2015. Data produksi dan distribusi pakan. Dari Indonesian Feedmills Association, http://www.asosiasi-gpmt.blogspot.co.id/p/data-produksi-pakan.html. [Retrieved on 15 Januari 2016]. [KEPMENKEPRI] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2012. Tentang pelepasan ikan nila sultana. Nomor KEP.28/MEN/2012. [NRC] National Research Council. 2011. Nutrient requirements of fish. Washington DC (US): National Academy of Sciences. Abirami RG, Kowsalya S. 2011. Nutrient and nutraceutical potentials of seaweed biomass Ulva lactuca and Kappaphycus alvarezii. Journal of Agricultural Science and Technology 1(32):109–115. Afebrata DR, Santoso L, Suparmono. 2014. Substitusi tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan pada budidaya nila (Oreochromis niloticus). EJurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 2(2):233–240. Anggadiredja. 2008. Rumput laut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
14 Burtin P. 2003. Nutritional value of seaweed. Journal of Agricultural Food Chemistry 2(4):1–6. Diler IA, Tekinay A, Guroy D, Guroy BK, Soyuturk M. 2007. Effects of Ulva rigida on the growth, feed intake and body composition of common carp Cyprinus carpio L. Journal of Biological Sciences 7(2):305–308. El-Tawil NE. 2010. Effects of green seaweed (Ulva sp.) as feed supplements in red tilapia Oreochromis sp. diet on growth performance, feed utilization and body composition. Journal of the Arabian Aquaculture Society 5(2):179–193. Emre Y, Ergiin S, Kuroglu A, Guroy B, Guroy D. 2013. Effects of ulva meal on growth performance of gilthead seabream Sparus aurata at different levels of dietary lipid. Turkish jurnal of Fisheries and Aquatic Sciences 13:841–846. Fitriliyani I. 2010. Evaluasi nilai nutrisi tepung daun lamtoro gung Leucaena leucophala terhidrolisis dengan ekstrak cairan rumen domba Ovis aries terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akuakultur Indonesia 9(1):30–37. Garcı´a-Casal, M.N., A.C. Pereira, I. Leets, J. Ramı´rez, and M.F. Quiroga. 2007. High iron content and bioavailability in humans from four species of marine algae. Journal of Nutrition 137:2691–2695. Giannoti AL, Mc.Glathery KJ. 2001. Consumption of Ulva lactuca chlorophyta by the omnivorous mud snail Ilyanassa obsoleta (Say). Jurnal of Phycology 37:209–215. Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. New York (US): Chapman and Hall. 194p. Hasser EF. 1960. Methodes for routine fish hematology. Progressive Fish Culturist. 22:164–170. Huisman EA. 1987. Principles of fish production. Departement of Fish Culture and Fisheries Netherland (NL): Wageningen Agricultural University Press. Jusadi D, Ekasari J, Kurniansyah A. 2013. Efektivitas penambahan enzim cairan rumen domba pada serat kasar dan nilai ketercernaan kulit buah kakao sebagai bahan pakan ikan nila. Jurnal Akuakultur Indonesia 12(1):43–51. Kong F, Mao Y, Cui F, Zhang X, Gao Z. 2011. Morphology and molecular identification of Ulva forming green tides in Qingdao China. Jurnal Ocean University of China 10:73–79. Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan 1(2):45-54. Kut-Guroy B, Cirik S, Guroy D, Sanver F, Tekinay AA. 2007. Effects of Ulva rigida and Cystoseiro barbata meals as a feed additive on growth performance, feed utilization, and body composition of nile tilapia Oreocrhromis niloticus. Journal of Veterinary Animal Science 31(2):91–97. Matthews JO, Higbie AD, Souther LL, Coombs DF, Bidner TD, Odgaard RL. 2003. Effect of chromium propionate and metabolizable energy and growth, carcass trait and pork quality of growing-finishing pigs. Animal science 81:191–196. Megawati RA, Arief M, Alamsjah MA. 2009. Pemberian pakan dengan kadar serat kasar yang berbeda terhadap daya cerna pakan pada ikan berlambung dan ikan tidak berlambung. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4:187–192. Murugaiyan K, Narasimman S. 2013. Biochemical and mineral contents of selected green seaweeds from Gulf of Mannar coastal region, TamilNadu, India. International Journal of Research in Plant Science 3(4):96–100.
15 Natify W, Droussi M, Berday N, Araba A, Benabid M. 2015. Effect of the seaweed Ulva lactuca as a feed additive on growth performance, feed utilization and body composition of nile tilapia Oreochromis niloticus L. International Journal of Agronomy and Agricultural Research 7(3):85–92. Pamungkas W, Jusadi D, Utomo NBP. 2011. Uji kecernaan bungkil kelapa sawit yang dihidrolisis dengan enzim cairan rumen domba sebagai pakan benih ikan patin siam Pangasius hypophthalmus. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011:795–800. Ortiz J, Romero N, Robert P, Araya J, Lopez-Hernandez J, Bonzzo C, Navarrete E, Osorio A, Rios A. 2006. Dietary fiber, amino acid, fatty acid and tocopherol contents of the edible seaweeds Ulva lactuca and Durvilaea antartica. Food chemistry 99:98–104. Peña-Rodríguez A. Mawhinney TP, Ricque-Marie D, Cruz-Suárez LE. 2011. Chemical composition of cultivated seaweed Ulva clathrata (Roth) C. Agardh. Food Chemistry 129:491–498. Rachmawati FN, Susilo U, Sistina Y. 2010. Respon fisiologi ikan nila Oreochromis niloticus yang distimulasi dengan daur pemuasaan dan pemberian pakan kembali. Seminar Nasional Biologi 24–25 September 2010. Yogyakarta. Ribeiro FB, Lanna EAT, Bomfim MAD, Donzele JL, Quadros M, Cunha PSL. 2011. True and apparent of protein and amino acids of feed in nile tilapia. Revista Brasileira de Zootecnia 40(5):939–946. Sahat HJ. 2013. Rumput Laut Indonesia. Warta Ekspor edisi September. Hal. 3-12. Santi RA, Sunarti TC, Santoso D, Triwisari DA. 2012. Komposisi kimia dan profil polisakarida rumput laut hijau. Jurnal Akuatika 3:105–114. Sari DK, Wardhani DH, Prasetyaningrum A. 2013. Kajian isolasi senyawa fenolik rumput laut Eucheuma cottonii berbantu gelombang micro dengan variasi suhu dan waktu. Jurnal Teknik Kimia 19:38–43. Shearer KD, Maage A, Opstvedt J, Mundheim H. 1992. Effects of high-ash diets on growth, feed efficiency, and zinc status of juvenil Atlantic salmon Salmon salar. Journal of Aquaculture 106:345–355. Sugiura SH, Dong FM, Rathbone CK, Hardy RW. 1998. Apparent protein digestibility and mineral availabilities in various feed ingredients for salmonid feeds. Aquaculture 159:177–202. Suprayudi MA, Edriani G, Ekasari J. 2012. Evaluasi kualitas produk fermentasi berbagai bahan baku hasil samping agroindustri lokal: pengaruhnya terhadap kecernaan serta kinerja pertumbuhan juvenil ikan mas. Jurnal Akuakultur Indonesia 11(1):1–10. Suprayudi MA, Irawan WS, Utomo NBP. 2014. Evaluasi tepung bungkil biji karet difermentasi cairan rumen domba pada pakan ikan patin. Jurnal Akuakultur Indonesia 13(2):146–151. Takeuchi T. 1988. Laboratory Work Chemical Evaluation of Dietary Nutrients, p 179-225. In: Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe T (ed). Tokyo (JP): Department of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. Watanabe T. 1988. Nutrition and Mariculture. Tokyo (JP): Department of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA. Widyastuti S. 2010. Sifat fisik dan kimiawi karagenan yang diekstrak dari rumput laut Eucheuma cottonii dan E. spinosum pada umur panen yang berbeda. Jurnal Agroteksos 20(1):41-50.
16 Zhou QC, Tan BP, Mai KS, Liu YJ. 2004. Apparent digestibility of selected feed ingredients for juvenile cobia (Rachycentron canadum). Aquaculture 241:441–451.
17 Lampiran 1. Formulasi pakan uji kecernaan bahan Bahan baku Reference diet Tepung ikan 11,58 Tepung kedelai 32,81 Pollard 41,50 Minyak ikan 1,93 Minyak jagung 0,97 Tepung tapioka 2,99 Premix 4,83 Cr2O3 0,5 Binder (tepung tapioka) 3,0 Tepung Ulva Total 100,00
Pakan uji 7,98 22,61 28,60 2,00 0,67 1,33 3,33 0,5 3,0 30,00 100,00
Lampiran 2. Prosedur analisis Cr2O3 (Takeuchi 1988) 1) Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,2 g sampel/bahan, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kedjhal; 2) Larutan asam nitrat pekat ditambahkan sebanyak 5 mL ke dalam labu; 3) Setelah itu, sampel dipanaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai volume larutan menjadi sekitar 1 mL; 4) Setelah sampel dingin, ditambahkan 3 mL asam perklorat pekat ke dalam labu kemudian dipanaskan kembali; 5) Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau orange, campuran dipanaskan selama 10 menit; 6) Larutan didinginkan, lalu diencerkan sampai volume 100 mL; 7) Absorban larutan ditentukan oleh spektrofotometer dengan panjang gelombang 350 nm.
Lampiran 3. Prosedur analisis proksimat (AOAC 1999) Kadar Air 1) Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2) Bahan ditimbang 2-3 g (A). 3) Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 4 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).
Kadar air (%) =
[(X1+A)− X2] A
X 100
Kadar Abu 1) Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1). 2) Bahan ditimbang 2-3 g (A).
18 3) Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). X2− X1 Kadar abu (%) = x 100 A
Kadar Serat Kasar 1) Kertas saring dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC-110oC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1). 2) Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g (A) lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. 3) H2SO4 0,3 N sebanyak 50 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu dipanaskan di atas pembakar bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit. 4) Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5) Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara berturut-turut dengan 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0,3 N, 50 mL air panas dan 25 mL aseton. 6) Kertas saring dan isinya lalu dimasukkan ke dalam cawan porselin dan kemudian dipanaskan dalam oven 105-110oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator 5-15 menit dan ditimbang (X2). 7) Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau abuabu (+ selama 4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan ditimbang (X3). X2− X1−X3 Kadar serat kasar = x 100 A
Kadar Protein Tahap Oksidasi 1) Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2) Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 3) Sebanyak 10 mL H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian labu tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi pada suhu 400oC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening. 4) Larutan didinginkan lalu ditambah 100 mL air destilasi. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 mL. Larutan sampel siap untuk didestilasi. Tahap Destilasi 1) Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi setengahnya dengan Aquades untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit
19 2) Erlenmeyer diisi 10 mL H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 3) Sebanyak 5 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan aquades dan ditambahkan 10 mL NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup. 4) Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit hingga terjadi pengembunan pada kondensor. 5) Labu erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada di leher labu pada permukaan larutan. Kondensor dibilas dengan aquades selama 12 menit. Tahap Titrasi 1) Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N. 2) Volume hasil titrasi lalu dicatat. 3) Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko 0.0007∗x (Vb−Vs)x 6,25∗∗x 20 x 100 Kadar protein = S Keterangan: Vb = volume hasil titrasi blanko (mL) Vs = volume hasil titrasi sampel (mL) S = bobot sampel (g) * = 1 mL 0,05 NaOh ekuivalen dengan 0,0007 g nitrogen ** = faktor nitrogen
Kadar Lemak Metode ekstraksi Soxhlet 1) Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC-110oC dalam waktu 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan bobot labu ditimbang (X1). 2) Sampel ditimbang sebanyak 3-5 g (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan diletakkan pemberat di atasnya. 3) N-hexan 100-150 mL dimasukkan ke dalam soxhlet hingga selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu. 4) Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath hingga cairan yang merendam sampel di dalam soxhlet berwarna bening. 5) Labu lalu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap. 6) Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15-60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit dan ditimbang (X2). Metode Folch 1) Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).
20 2) Sampel ditimbang sebanyak 2-3 g (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogen dan ditambahkan larutan kloroform/methanol (20 x A), sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan. 3) Sampel dihomogenkan selama 5 menit lalu disaring dengan vacuum pump. 4) Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan ke dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCI2 0,03 N (0,2 x C) lalu dikocok dengan kuat minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 1 malam. 5) Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring ke dalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform/methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum lalu ditimbang (X2). X2− X1 Kadar lemak (%) = x 100 A
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lamangga pada tanggal 25 November 1987 dari Bapak Mahasu Muslim dan Ibu Zahara. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di TK Lestari Kota Baubau, SDN 3 Baubau Kota Baubau, SMPN 4 Baubau Kota Baubau, SMKN 1 Baubau jurusan Akuntansi dan Manajemen Kota Baubau lulus tahun 2005. Tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Universitas Dayanu Ikhsanuddin pada Program Studi Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2007–2013, penulis menjadi tenaga kontrak sebagai staf keuangan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan studi dengan menempuh Program Magister pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Program Magister ditempuh melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) yang diberikan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tingkat Tinggi (Kemenristek Dikti). Penelitian yang dilakukan dalam menyelesaikan studi Magister berjudul “Evaluasi Penggunaan Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Sultana Oreochromis niloticus”. Artikel yang berjudul “Potensi Rumput Laut Ulva lactuca sebagai Pengganti Pollard dalam Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus” sedang dalam tahap review pada Jurnal Ilmu Kelautan dan Tropis.