EVALUASI OUTCOME LULUSAN D2 PGSD FIP UNNES (Analisis Kinerja dan Performansi Mengajar Lulusan D2 PGSD pada Sekolah Dasar) Ali Sunarso Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Abstrak Penelitian ini dimaksudkankan untuk mengetahui tingkat kematangan kerja, kualitas performansi mengajar dan besarnya hubungan antara tingkat kematangan kerja para guru SD alumni D2 – PGSD. Penelitian ini menggunakan dua dimensi kematangan kerja guru, yakni tingkat berpikir abstrak dan tingkat komitmen terhadap tugas yang dikembangkan melalui 3 tingkatan. Ketiga tingkatan tersebut yaitu rendah, sedang dan tinggi. Guru-guru yang memiliki tingkat kematangan kerja tinggi sebanyak 69 orang (31,36%), kemampuan sedang 77 orang (35%) dan kemampuan rendah sebanyak 74 orang (33,64%). Adapun guru-guru yang berperformansi mengajar baik 45 orang (20,91%), sedang 145 orang (65,91%), kurang 29 orang (13,18%). Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa kematangan kerja guru-guru SD alumni program D2-PGSD FIP UNNES termasuk cukup baik, dan performansi mengajar para guru tersebut cenderung berada dalam kategori sedang. Adapun hubungan antara tingkat kematangan kerja para guru dan tingkat performansi kerja mengajar mereka signifikan. Kata Kunci : Kinerja Guru, Performansi Mengajar Abstract The objective of this research is to understand the maturity of work, the quality of teaching performance and the relationship among teachers of elementary school from graduation of D2-PGSD. This research used two dimension of maturity of teachers’ work, i.e. the degree of abstract thought and degree of commitment in three kinds of assignments that were low, intermediate, and advance. The result showed that teachers had different degree of maturity of work, i.e. 69 persons who had high degree (31. 36%), 77 persons who had intermediate degree (35%), and 74 persons who had low degree (33.64%). Besides, according to the result, it shown that 45 persons had good in teaching performance 92
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
(20.91%), 145 persons who were in intermediate (65.91%) and 29 persons were in low (13.18%). According to the result and the discussion, it could be concluded that the maturity of Graduation of D2-PGSD FIP UNNES were good and their teaching performance were in intermediate. Besides, there was a significant relation between maturity of the teachers’ work and their teaching performance. Keyword : teaching performance
Pendahuluan Parameter kualitas kerja guru lulusan program D2 PGSD dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru di sekolah dasar, tidak hanya diukur dari tingkat kemampuannya dalam berpikir abstrak, akan tetapi ia juga dituntut untuk memiliki komitmen tinggi terhadap tugasnya. Guru dengan kemampuan berfikir abstrak yang tinggi akan mampu melihat setiap persoalan yang berhubungan dengan tugas-tugas pengajaran yang dihadapi dalam berbagai perspektif, mampu mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, dan mampu memilih cara menentukan alternatif pemecahan alternatif yang terbaik berdasarkan langkah-langkah dan pertimbangan rasional. Guru yang memiliki kematangan kerja yang baik, memiliki kecenderungan untuk merasa terlibat secara aktif dan penuh tanggung jawab dalam tugas-tugas pengajaran. Tingkat kematangan kerja guru ini dapat dilihat dari segi perhatian terhadap tugas, terhadap siswa, dan tingkat kepedulian terhadap orang lain dalam lingkungan kerjanya. Tingkat kematangan kerja guru dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan berpikir abstrak dan tingkat komitmen guru terhadap tugas (Glickman, 1981). Guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi dan berkomitmen tinggi terhadap tugas/kerjanya dapat dikategorikan sebagai guru aktif, kreatif, inovatif dan partisipatif yang memiliki kematangan kerja yang tinggi. Sebaliknya guru yang memiliki tingkat kemampuan berpikir abstrak rendah dan berkomitmen rendah terhadap kerja/tugasnya, dapat dikategorikan sebagai guru yang pasif, stagnan, dan statis yang memiliki kematangan kerja rendah. Guru yang berkemampuan berfikir abstrak tinggi, tetapi ia berkomitmen kerja rendah dan guru yang berkemampuan berpikir abstrak rendah dan komitmen kerja tinggi keduanya dapat dikategorikan sebagai guru yang berkemampuan kerja sedang. Performansi mengajar guru sangat bergantung pada guru itu sendiri. Oleh sebab itu, selain pembinaan yang diberikan oleh kepala sekolah, maka 93
kematangan kerja guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan guru mengajar di kelas. Guru berkematangan kerja tinggi disebut sebagai guru profesional (Glickman, 1981). Guru-guru profesional akan menunjukkan kinerja berkualitas tinggi. Terdapat banyak faktor yang berperan dalam pembentukan guru profesional, diantaranya; tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pembinaan oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas di lingkungan kantor dinas depdiknas. Partisipasi dalam pertemuan-pertemuan ilmiah, kepribadian, dan kematangan kerja. Dalam penelitian ini, bagaimana kaitan antara kematangan kerja dan performansi mengajar guru di kelas diungkap dengan mengambil sampel guru-guru SD alumni program D2-PGSD FIP Universitas Negeri Semarang. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian itu mengajukan sejumlah masalah sebagai berikut : 1. Seberapa tinggi tingkat kematangan kerja para guru SD alumni D2-PGSD FIP Universitas Negeri Semarang? 2. Seberapa besar kualitas performansi mengajar para guru SD tersebut? 3. Apakah ada hubungan antara kematangan kerja dan performansi mengajar para guru tersebut? Secara umum penelitian ini berusaha mengungkapkan kematangan kerja dan performansi mengajar guru-guru SD alumni program D2-PGSD FIP Universitas Negeri Semarang. Secara rinci penelitian ini bertujuan : 1. Mendeskripsikan tingkat kematangan kerja guru-guru SD alumni program D2-PGSD tersebut. 2. Mendeskripsikan kualitas performansi mengajar guru-guru SD alumni program D2-PGSD tersebut. 3. Menguji hubungan antara tingkat kematangan kerja dan tingkat mutu performansi mengajar para guru SD alumni D2-PGSD tersebut. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan ilmu pendidikan, terutama kematangan kerja dan tingkat kualitas performansi mengajar guru-guru serta besarnya koefisiensi korelasi antara keduanya, hal tersebut akan berguna untuk kepala sekolah, para pengawas, lembaga pendidikan, dan terutama untuk program D2-PGSD FIP UNNES sebagai lembaga dan pencetak tenaga guru, agar dapat digunakan sebagai instrospeksi dari koreksi serta perbaikan diri. Tugas Guru Kematangan guru dapat dirumuskan sebagai kemampuan dan kemauan 94
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
guru untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang dibebankan kepadanya secara cepat dan cermat (Glickman, 1981). Dua elemen penting untuk mengukur keefektifan kerja guru, yaitu (1) kemampuan berfikir berpikir abstrak, dan (2) komitmen guru terhadap tugas (Glickman, 1981). Elemen-elemen yang diajukan oleh Glickman ini tidak sangat jauh berbeda dengan kemampuan dan kemauan sebagai dasar untuk mengukur kematangan kerja. Oleh karena itu, kedua elemen itu yaitu kemampuan abstraksi dan komitmen terhadap tugas dijadikan karakteristik utama variabel kematangan kerja guru. Komitmen itu merupakan sikap. Orang yang memiliki komitmen adalah orang yang bersedia melibatkan diri dalam organisasi. Keterlibatan dan hubungan itu terbentuk sedemikian rupa, sehingga orang tersebut mau menyumbangkan segala sesuatu yang ada padanya untuk kepentingan organisasi dengan maksud supaya organisasi tetap dalam keadaan baik (Steers dan Poster, 1983). Glickman (1981) mengemukakan bahwa orang dikatakan memiliki komitmen terhadap organisasi apabila ia bersedia mengorbankan tenaga dan waktunya secara relatif lebih banyak dari yang telah ditetapkan baginya, terutama dalam usaha-usaha meninggikan kualitas pekerjaannya. Komitmen seseorang guru dapat diartikan sebagai kemauan untuk berbuat lebih baik banyak lagi dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar demi peningkatan kualitas hasil belajar siswa. Siswa berkomitmen mau berbuat lebih banyak dalam usaha kerjasama dengan kepala sekolah serta guru-guru lainnya dan membantu teman mereka dalam usaha meningkatkan kualitas hasil belajar para siswa secara umum. Terdapat bermacam-macam tingkat komitmen yang dimiliki guru terhadapa kerjanya. Glickman menggambarkan tingkat komitmen guru dalam suatu kontinu yang bergerak dari tingkatan rendah sampai tingkatan tinggi (Glickman, 1981). Guru berkomitmen rendah nampak dari beberapa hal: 1) perhatian terhadap diri sedikit sekali, 2) waktu dan tenaga yang disediakan sedikit, 3) perhatian utamanya hanya pada satu macam tugas atau pekerjaan. Guru berkomitmen tinggi terhadap kerjanya dapat dirampakkan kepada : 1) perhatian terhadap siswa dan guru-guru lain tinggi, 2) waktu dan tenaga yang disediakan lebih banyak dan 3) perhatian utama diberikan dengan pemecahan masalah dan kemampuan memilih alternatif pemecahan masalah yang terbaik. Kemampuan berpikir abstrak dapat diartikan sebagai kemampuan guru dalam memandang setiap masalah dari berbagai perspektif, kemampuan menyusun dan mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, serta kemauan memilih alternatif pemecahan masalah yang terbaik. Kemampuan berpikir abstrak diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu rendah, menengah dan tinggi. Pengklasifikasian itu didasarkan pada respon 95
guru-guru apabila mereka menghadapi masalah dalam tugas mereka. Guru berkemampuan berpikir abstrak rendah bila mereka tidak merasa yakin ketika mereka menghadapi masalah atau jika mereka yakin sedang berhadapan dengan masalah dan mereka mengalami kebingungan menghadapinya, mereka tidak mengetahui apa yang dapat mereka lakukan dan mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk menetapkan apa yang seharusnya mereka lakukan, mereka hanya mengetahui satu atau dua cara yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Guru berkemampuan berpikir abstrak menengah dapat memberikan batasan mengenai masalah yang sedang dihadapi, mereka dapat memikirkan satu atau dua kemungkinan tindakan yang diperlukan, akan tetapi mereka merasakan adanya kesulitan mengkoordinasikan rencana secara keseluruhan. Guru berperan berpikir abstrak tinggi dapat melihat suatu masalah dari berbagai perspektif, dapat menelurkan pemecahan masalah dari berbagai perspektif, dapat menelurkan berbagai alternatif pemecahan yang mereka hadapi, dapat menyusun suatu rencana dan memikirkan setiap langkah, dapat memikirkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing langkah, dan bersedia mengubah rencana apabila diperkirakan dalam pelaksanaannya tidak akan terwujud. Dengan demikian, maka dapat dikemukakan bahwa tingkat kemampuan berpikir abstrak dan komitmen terhadap kerja merupakan dua elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka mengukur tingkat kematangan kerja guru. Performasi kerja meliputi berbagai komponen, 1) kualitas kerja, 2) kuantitas kerja, 3) kerjasama, 4) pengetahuan tentang pekerjaan, 5) keterandalan, 6) kehadiran dan ketepatan waktu, 7) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, dan 8) kemampuan teknis (Landy dan Trumbo, 1980). Komponen-komponen tersebut dapat digunakan untuk mengukur baik buruknya performansi kerja seseorang. Bidang pendidikan tidak dapat menggunakan pengukuran terhadap baik buruknya performansi kerja guru berdasarkan kriteria hasil kerja. Hal ini disebabkan bahwa hasil pendidikan baru akan dapat diketahui melalui waktu yang panjang. Performansi mengajar guru dapat dirumuskan sebagai unjuk kerja guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Unjuk kerja ini meliputi seperangkat tingkah laku, aktivitas, dan sikap yang pada umumnya direncang sebelumnya oleh guru. Performansi guru didasari oleh pandangan yang diyakininya, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya serta pendidikan prajabatan 96
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
yang diperolehnya. Oleh karena pandangan, pengetahuan, keterampilan, serta pendidikan persiapan yang diperoleh berbeda-beda antara guru yang satu dengan lainnya, maka performansi mereka juga berbeda-beda. Untuk mengetahui keberhasilan guru, performansi mengajar mereka dinilai berdasarkan perilaku atau aktivitas mengajar mereka di kelas. Keberhasilan guru dapat dilihat dari kesesuaian tingkah laku atau aktivitas melaksanakan tugas pengajaran yang mereka rancang sebelumnya, serta hasil belajar muridmurid yang mengikuti proses belajar mengajar tersebut. Untuk keperluan tersebut, suatu standar penilaian sebagai acuan menentukan tingkat keberhasilan guru melaksanakan tugas pengajaran perlu ditetapkan. Tugas mengajar guru secara umum meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) merencanakan pengajaran, 2) melaksanakan pengajaran, dan 3) melaksanakan penilaian (Oliva, 1984). Secara lebih rinci Harris, dkk (1979) mengemukakan kegiatan-kegiatan guru meliputi sebagai berikut: 1) menciptakan suasana keakraban, 2) menggunakan teknik-teknik mengajar yang kreatif dan merangsang, 3) memberikan penguatan, 4) memberikan kebebasan, dapat dijadikan indikator mengukur performansi mengajar guru. Jadi performasi mengajar guru dapat diukur dari perilaku atau aktivitas berdasarkan tugas-tugas guru seperti dikemukakan di atas muncul ketika mereka melaksanakan pengajaran di kelas. Metode Penelitian Variabel, Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitiam ini adalah seluruh guru sekolah dasar (SD) negeri produk (alumni) D2-PGSD FIP UNNES di wilayah keresidenan Semarang dan beberapa guru di wilayah pantura yakni: Pekalongan, Batang dan Jepara. Sebagian besar populasi nya adalah mahasiswa PKG S1 yang telah lulus D2 PGSD yang pernah diajar oleh peneliti. Pengambilan subjek ditempuh dengan teknik proportional random sampling dengan cara mengundi subjek berdasar daftar nama yang telah disusun untuk itu. Besarnya sampel ditetapkan dengan merujuk kepada tabel sampel yang disusun oleh Harry King (Sugiono, 1992) sebesar 220 orang guru dari alumni program D2 FIP UNNES, jumlah poppulasi sebanyak 600. Data tentang kematangan kerja guru digali dari para guru yang bersangkutan dalam bentuk persepsi mereka tentang kematangan kerja mereka. Adapun sebagai instrument untuk itu telah dikembangkan suatu kuesioner oleh peneliti. Kuesioner ini disusun menggunakan indikator kematangan kerja berdimensi ganda: yakni, 1) tingkat berfikir abstrak guru, dan 2) komitmen kerja guru. 97
Data performansi mengajar guru diperoleh dari guru yang bersangkutan berupa laporan pribadi tentang kegiatan-kegiatan yang mereka laksanakan di dalam pengelolaan proses pembelajaran. Instrumen yang digunakan untuk itu adalah suatu kuesioner berisi pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan lima opsi jawaban. Penyajian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tingkat kematangan kerja guru dan performansi mengajar mereka. Suatu analisis korelasi kontingensi digunakan untuk melihat hubungan antara tingkat kematangan kerja dan tingkat performansi mengajar para guru. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan dua dimensi kematangan kerja guru, yaitu tingkat berfikir abstrak dan tingkat komitmen terhadap tugas, dikembangkan melalui tiga tingkatan kerja, yakni: rendah, sedang, dan tinggi. Terhadap kualitas performansi mengajar guru, pengelompokan terhadapnya mendasarkan diri pada nilai rerata dan standar deviasinya. Tabel berikut Tabel 1 Kematangan Kerja dan Performansi Mengajar Guru Alumni Program D2-PGSD di Wilayah Semarang
Kematangan kerja guru
Performansi mengajar guru Baik
Sedang
Total
Kurang
Baik
28
39
2
69
Sedang
15
54
8
77
Rendah
3
52
19
74
46
145
29
220
Total
memberikan gambaran tingkat kematangan kerja guru dan kualitas performansi mengajar mereka. Berdasarkan tabel di atas, hal-hal berikut dapat diajukan: 1. Tingkat kematangan kerja para guru alumni program D2-PGSD FIP UNNES cenderung menyebar merata ke semu kategori meliputi tingkat rendah, sedang, dan tingkat tinggi. Gambaran berikut akan lebih menjelaskan. a. Guru-guru yang memiliki tingkat kematangan kerja tinggi sebanyak 69 orang (31,36%); 98
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
b. Guru-guru yang memiliki tingkat kematangan kerja sedang sebanyak 77 orang (35%); dan c.
Guru-guru yang memiliki tingkat kematangan kerja rendah sebanyak 74 orang (33,64%)
2. Kualitas performasi mengajar para guru SD produk (alumni) program D2PGSD FIP UNNES memiliki kecenderungan ke tingkatan sedang, diikuti oleh peringkat baik, dan sebagian kecil berperingkat kurang. Gambaran keseluruhan performansi mengajar mereka adalah: a. Guru-guru berperformansi mengajar baik berjumlah 46 orang (20,91%); b. Guru-guru berperformansi mengajar sedang berjumlah 145 orang (65,91%); c.
Guru-guru berperformansi mengajar kurang berjumlah 29 orang (13,18%).
Besarnya hubungan antara tingkat kematangan kerja dan tingkat mutu performansi mengajar para guru dikerjakan melalui tabel kontingensi dengan perhitungan korelasi mereka. Berikut ini gambaran hubungan dua variabel tersebut. Tabel 2 Tabel Kerja untuk Menghitung X2 (Chi Kuadrat) Kematangan kerja guru
Performansi Mengajar guru
Fo
Fh
Fo-fh
(fo-fh)
Tinggi
Baik
28
14,43
13,57
184,14
12,7619
Sedang
39
45,4
- 6,48
71,99
0,923
Kurang
2
9,10
- 7,10
50,41
5,536
Baik
15
16,10
- 1,10
1,21
0,075
Sedang
54
50,75
3,25
10,56
0,208
Kurang
8
10,15
- 2,15
4,62
8,775
Baik
3
15,47
12,47
155,50
10,052
Sedang
52
48,77
3,23
10,43
0,214
Kurang
19
9,75
9,25
85,57
8,775
Total
220
220
0
39,003
Koreksi Yates
35,111
Korelasi
Kontingensi
0,388
Sedang
Rendah
2
(Fo-Fh) fh
2
99
Berdasarkan tabel kerja di atas, maka nilai chi kuadrat dapat diketahui yakni sebesar 39,003 sebagaimana tersapat pada sel sudut kanan bawah. Hitungan korelasi kontingensi memperoleh koefisien sebesar 0,338. Hasil Khi kuadrat Yates adalah 35,111 dimana hasil khi kuadrat Yates lebih kecil dari nilai kuadrat yaitu 39,003. Karena nilai khi kuadrat Yates < nilai kuadrat (35,111) < 39,003) maka koreksi masih diperlukan. Dengan demikian, digunakan nilai khi kuadrat Yates yaitu 35,111. Dari hasil khi kuadrat Yates dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara kematangan kerja guru dan performansi mengajar guru. (X2hit > X2 tabel = 35,111 > 15,507) Hasil penelitian seperti diajukan di atas menunjukkan bahwa tingkat kematangan kerja para guru SD alumni program D2-PGSD cukup baik yaitu dengan menggabungkan mereka yang berada pada peringkat oleh semakin terbukanya kesempatan tinggi (31,36%). Keadaan ini memungkinkan terbukanya kesempatan mereka mengikuti penataran serta pertemuan ilmiah lainnya. Di samping itu, usaha terus menerus kepala sekolah di tingkat sekolah membina para guru memiliki andil yang besar bagi peningkatan performansi mengajar mereka. Kematangan kerja sebagian guru yaitu sebesar 33,64 % masih tergolong rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesempatan mereka yang masih terbatas untuk berkembang dan oleh terbatasnya pembinaan terhadap mereka oleh kepala sekolah di unit kerja terutama menyangkut supervisi kelas untuk pengajaran dan penegakan disiplin dan wawasan kerja seperti dilaporkan oleh responden. Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa tingkat performansi mengajar para guru SD alumni D2-PGSD relatif berada pada tingkatan sedang (65,91 %). Mereka yang berada di tingkatan kurang relatif kecil, yaitu sebanyak 13,18 %. Keadaan seperti ini memberikan harapan akan adanya perbaikan dan peningkatan tingkat kematangan kerja pada guru SD tersebut. Pembinaan dan pengawasan oleh kepala sekolah dan para pengawas (on the job training program induksi) menampilkan kebanggaan tersendiri. Hal demikian tidak lepas dari pembinaan terhadap para guru SD melalui pendidikan dalam jabatan (in the job training), program peningkatan kualifikasi setara D2, penataranpenataran yang sering dilakukan baik oleh Kantor Dinas Depdiknas setempat, maupun oleh lembaga-lembaga terkait lainnya. Korelasi kontingensinya antara kematangan mengajar dan performansi kerja para guru menunjuk angka 0,388 dengan taraf signifikansi 5 % yang mengandung arti bahwa guru-guru yang memiliki tingkat kematangan kerja baik menunjukkan tingkat performansi yang baik pula. Hal serupa untuk para guru dengan tingkat kematangan sedang dan rendah berhubungan dengan 100
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
tingkat performansi mengajar yang sedang dan rendah pula. Guru yang memiliki tingkat kematangan kerja yang tinggi ini oleh Glickman disebut sebagi profesional. Sedangkan para guru dengan tingkat kematanan rendah disebut guru “drop out” sebab selain tingkat berfikir abstark mereka rendah, tingkat komitmen meraka terhadap tugas juga cenderung rendah. Guru-guru kategori tingkat kematangan rendah ini memerlukan bimbingan sungguh-sungguh. Supervisi pengajaran oleh kepala sekolah seharusnya menggunakan pendekatan direktif terhadap kelompok terakhir. Meskipun hubungan antara kematangan kerja dan performansi mengajar guru-guru SD di wilayah eks karisidenan Semarang terbukti signifikan, namun adanya guru-guru yang secara individual memiliki komitmen kerja tinggi tetapi performansi kerja mengajar rendah perlu diperhatikan secara seksama. Memang jumlah mereka relatif kecil yaitu 2 orang (0,91 %), akan tetapi kepala sekolah tempat mereka bekerja perlu menyediakan waktu dan usaha lebih banyak supaya kemampuan mereka meningkat. Sebaliknya, ada juga guru yang memiliki kematangan rendah, tetapi mereka secara individualm menunjukkan tingkat performansi mengajar yang baik yang jumlahnya sangat kecil yaitu 3 orang (36 %). Mereka ini seperti halnya kelompok guru berkomitmen tinggi, tetapi berperformansi mengajar rendah perlu mendapatkan perhatian ekstra oleh kepala sekolah guna mengembangkan disiplin kerja mereka. Kesimpulan Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, beberapa kesimpulan dapat diajukan, yakni sebagai berikut : Kematangan kerja guru-guru SD alumni program D2-PGSD FIP UNNES termasuk cukup baik, dan performansi mengajara para guru tersebut cenderung berada dalam kategori sedang. Adapun hubungan antara tingkat kematangan kerja para guru dan tingkat performansi kerja mengajar mereka adalah positif dan signifikan. Adapun saran-saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut ; -
-
Kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan profesional para guru SD, terutama kepala sekolah sebagai supervisor pengajaran dan oleh para pengawas perlu diusahakan secara berkesinambungan. Kepala sekolah sebagai administrator sekolah perlu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatakan tanggung jawab dan disiplin kerja dan mengembangkan wawasan para guru yang dibinanya.
101
Daftar Pustaka Alfonso, J.A. Firt, G.R. & Neville, R.F. (1981). Instruction Supervision. London: Allyn and Bacon. Inc. Anderson, J.E. (1981). The Psychology of the Development and Adjusment. New York: Hendy Hall Company. Arikunto, Suharsimi. (1989). Manajemen Penelitian. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikti, Depdikbud. Ary D., Jacobs, L. Cheser, R., Asghar. (1985). Introduction to Research in Education.New York: Holt, Rinehart and Wiston. Beeby, C.E. (1982). Pendidikan di Indonesia. Jakarta: LP3ES. Cummings, L.L. and Schwad. (1973). Performance in Education: Determinant and Appraisal. Glenview III: Scot, Foresmen. Davis K., and Newtrom, J.W. (1985). Human Behavior and Work: Organizational Behavior. New York: Mc. Graw-Hill, Inc. DeRoche, E.F. (1985). Developmental Supervision. New York: National Curriculum Study Institute. ____________ (1982)., “Action in Teacher Education: Supervising the Developing Teacher”. Journal of the Association of Teacher Educator’s vol. III (4): 7-1. ____________ (1985)., Supervision of Instructional: A. Developmental Approarch. London: Allyn and Bacon, Inc. Hadi, Sutrisno (1983). Statistik Jilid III. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. Haris, B.N., Mc. Intrye, K.E. Littleton. V.C. & Long, D.F. (1979). Personal Administration in Education: Leadership for Instructional Improvement. Boston: Allyn & Bacon, Inc. Hasibuan, J.J. Moedjiono., (1988). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya. Landy, F.J. Nad Trumbo, D.A. (1980). Psychology of Work Performance: Method, Theory and Application. London: Academic Press. 102
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Lovell, J.T., & Wilew, K. (1983). Supervision for Better Schools. New York: Prentice Hall, Inc. Engelwood Cliffs. Mateheu, F. (1985). Motivasi Kerja. Malang: Pusat Penelitian IKIP Malang. Norman, E. Gronlund. (1976). Measurement and Evaluation Teaching. New York: Mc. Millan Publishing Co. Inc. Nurtain, H. (1989). Supervisi Pengajaran (Teori dan Praktik). Jakarta: Proyek Pengembangan Tenaga Kependidikan. Dirjen Dikti, Depdikbud. Sugiono. (1982). Model Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta. Steers, R. (1984). Introduction to Organizational Behavior. Clinview Illionis: Scoot Forestment and Company.
103