Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
Evaluasi Modulus Elastisitas Beton (Ec) berdasarkan Analisis Karakteristik Agregat Yoppy Soleman
Masalah Modulus Elastisitas Modulus elastisitas atau modulus Young adalah ukuran kekerasan (stiffness) dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda dengan regangan yang dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu angka limit untuk regangan-regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan pertambahan tegangan. Dan, secara eksperimental, modulus ini dapat ditentukan dari perhitungan atau pengukuran slope (kemiringan) kurva teganganregangan (stress-strain) yang dihasilkan dalam uji tekan suatu sampel atau spesimen. yang seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Suatu plot dari diagram tegangan-regangan Beton untuk mengukur kemiringan kurva Ec Modulus Elastisitas Beton)
Berdasarkan teori elastisitas, secara umum kemiringan kurva pada tahap awal atau pada jangkauan proporsional elastis menggambarkan angka modulus elastisitas beton (Gambar 2).
Gambar 2. Kurva tegangan-regangan dari kuat tekan fc’ (compressive strength) yang berbeda-beda.
1
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
Batas-batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode-92: 0.40fc’, modulus secant) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus sangat penting, sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear atau elasto-plastik, dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping memperlihatkan kemampuan elastis bahan juga menunjukkan deformasi permanen. Angka modulus elastis yang didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji kuat tekan) disebut modulus elastis statik. Tulisan ini membatasi persoalan terdapatnya variansi pengukuran modulus elastis dengan memfokuskan pada modulus elastis statik (yang diperoleh melalui uji kuat-tekan) dan modulus elastis berdasarkan rumus hanya pada limit regangan proporsional elastik, atau membatasi definisi Masalah kedua yang timbul adalah kenyataan bahwa angka modulus elastisitas beton itu sendiri dalam praktek telah dibawa kepada suatu formulasi empiris yang mengandung faktor kuat tekan fc’ (compressive strength) beton, seperti dalam beberapa standar di bawah ini:
Berdasarkan ACI 318-M-83:
Ec = 33 wc1.5 fc0.5 dibatasi untuk fc ≤ 6000 psi dimana: Ec = modulus elastisitas beton (psi) wc = berat satuan beton (pcf) fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (psi)
Berdasarkan ACI 363-M-90:
Ec = 40000fc0.5 untuk: 3000 ≤ fc ≤ 6000 psi dimana: Ec = modulus elastisitas beton (psi) wc = berat satuan beton (pcf) fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (psi)
Berdasarkan Eurocode 2-1992: Ec =
0 . 4 fc ' ( 0 . 4 fc ' )
[interval
0 0.4 fc' ]
dimana: Ec = modulus elastisitas statik (MPa) = regangan aksial (mm/mm) fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (psi)
Berdasarkan ASTM C469:
Ec =
0 . 4 fc ' 1 ( 0 . 4 fc ' ) 1
dimana: Ec = modulus elastisitas statik (MPa) 1 = regangan aksial (mm/mm)
1 = tegangan yang berhubungan dengan 1 fc’ = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (MPa)
Berdasarkan SKSNI T-15-1991: Ec = 0.043 wc1.5 fc0.5 untuk: 1500 ≤ wc ≤ 2500 kgf/m3 dimana: Ec = modulus elastisitas beton (MPa) wc = berat satuan beton (kgf/m3) fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (MPa) Ec = 4700fc’0.5 untuk wc = ± 23 kN/m3 dimana: (beton normal) Ec = modulus elastisitas beton (MPa) wc = berat satuan beton (kN/m3) fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (MPa)
Dua prosedur estimasi atau penentuan angka modulus elastis Ec akan dievaluasi di bawah ini:
2
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation Prosedur estimasi menggunakan kurva stress-strain uji tekan Estimasi kurva stress-strain: 1. Buat garis lurus yang menghubungkan titik 1 (0 m) dengan limit pengukuran regangan modulus secant 2(475 m), strain=475 – 0 = 475 m. 2. Tentukan stress=2 –1 =12.8 – 0 = 12.8 Mpa 3. Hitung kemiringan garis (sope) yang menyatakan angka modulus elastis untuk sampel tersebut,
12 .80 MPa 475 m 26947 MPa
E sampel Gambar 3. Plot nilai tegangan-regangan dari suatu kuat tekan fc’ (compressive strength) tertentu yang akan diestimasi angka modulus elastisitasnya. Uji kuat-tekan dari sampel ini menghasilkan pembacaan fc’ sebesar ± 32 MPa. Metoda modulus secant (EC-92 dan ASTM C469) mengharuskan 0.40 x ultimate stress = 0.40fc’ = 12.8 Mpa tegangan tekan yang diperiksa. [1 micro = 1 m = 10-6 m]
Tabel 1. Langkah-langkah perhitungan estimasi angka modulus elastisitas dengan kurva stress-strain.
Prosedur Estimasi menggunakan rumus 3.1.5. SKSNI-T-15-1991 [dari ACI 318-M-83]
Formulasi: dimana:
Ec = 0.043 wc1.5 fc’0.5 Ec = modulus elastisitas beton (MPa) wc : 1500 - 2500 kgf/m3 (kisaran berat isi beton) fc’ = 32 Mpa
maka:
Ec bervariasi sebanding berat volume beton sbb, wc1 = 1500 kgf/m3 Ec1 = 0.043(1500)1.5(32)0.5 = 14131 MPa wc2 = 2000 kgf/m3 Ec2 = 0.043(2000)1.5(32)0.5 = 21756 MPa wc3 = 2300 kgf/m3 berat volume beton normal Ec3 = 0.043(2300)1.5(32)0.5 = 26830 MPa
Hubungan Implisit antara Agregat dengan Modulus Elastisitas Beton dalam Rumus Agregat adalah satu dari empat bahan campuran dasar untuk pembuatan beton (lainnya adalah semen Portland, air dan udara) yang menempati 70% - 75% massa padat beton. Agregat halus umumnya terdiri dari pasir atau partikel-partikel yang lewat saringan #4 atau 5 mm, sedangkan agregat kasar adalah yang tidak lewat saringan tersebut. Secara umum diketahui bahwa terdapat relasi linear antara karakteristik agregat, seperti kekerasan dan densitas massa agregat, dengan angka modulus elastisitas beton. Sebab modulus elastisitas beton, Ec, yang menggambarkan ketahanan material (beton) terhadap deformasi, diukur dari skema pengujian
3
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
tegangan tekan maksimum fc’. Hal ini khususnya, jelas sekali dalam formulasi empiris untuk menghitung angka modulus elastisitas beton, dimana suatu parameter dikalikan dengan parameter fc' , sehingga Ec = fc' . Parameter ditentukan oleh tingkat pembebanan dan metoda pengukuran, sedang kuat ultimit atau kuat tekan beton fc’ ditentukan oleh proporsi campuran, karakteristrik agregat dan kondisi perawatan (curing).
Metoda Analisis 3 Bagian Tujuan utama kita adalah menyelidiki bagaimana mengestimasi atau menghitung angka modulus elastisitas ( ketahanan deformasi beton terhadap pembebanan) berdasarkan karakteristik tertentu dari agregat yang digunakan dalam suatu desain campuran (mix design) beton. Bagian pertama dari analisis adalah yang bersifat pemeriksaan kuantitatif matematik, yaitu memeriksa hubungan teoretik-empirik antara karakteristik tertentu dari agregat dengan modulus elastis beton. Bagian kedua mengevaluasi karakteristik tertentu agregat sehubungan tegangan ultimit beton fc’ atau modulus elastisitas (Ec = fc' ) yang dihasilkan. Pada Bagian ketiga, suatu perhitungan estimasi dijalankan melalui pengambilan beberapa parameter yang diketahui (diperoleh) untuk perhitungan pemeriksaan. Tiga prosedur ini akan dilaksanakan melalui tinjauan literatur (hasil) penelitian dan beberapa perhitungan matematik yang relatif sederhana.
1. Evaluasi Kuantitatif Modulus Elastisitas Beton Berdasarkan Karakteristik dan Volume Fraksi Agregat A. Model 2 Fase Voight, Reuss, Hirsch and Counto (Dr. Kimberly Curtis, Stress-Strain Behaviour in Concrete) masing-masing telah mengemukan suatu model 2 fase yang sederhana untuk mengestimasi modulus elastisitas. a. Model Paralel dari Voight
massa padat
agregat
Model Paralel Voight Ec = VpEp + VaEa dimana: Ec = modulus elastisitas beton Ep = modulus elastisitas pasta semen Ea = modulus elastisitas agregat Vp = volume pasta semen Va = volume agregat
Gambar 4. Skema Model Paralel dari Voight
Berdasarkan model ini, modulus elastisitas beton berbanding langsung (linear) dengan modulus elastisitas agregat, atau
Ec Ea Dengan model ini, suatu peningkatan dalam karakteristik kekuatan agregat (misalnya kuathancur/crushed strength) akan meningkatkan angka modulus elastisitas beton. Dengan demikian, bila kita mengganti split batu gamping dengan split batu granit/gneiss, maka modulus elastisitas beton akan meningkat secara proporsional.
4
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
b. Model Seri dari Reuss
massa padat
agregat
Model Seri Reuss
V p Va 1 Ec E p E a dimana: Ec = modulus elastisitas beton Ep = modulus elastisitas pasta semen Ea = modulus elastisitas agregat Vp = volume pasta semen Va = volume agregat
Gambar 5. Skema Model Seri dari Reuss
Berdasarkan model ini, modulus elastisitas beton berbanding lurus non-proporsional dengan modulus elastisitas agregat, atau,
Ec
Ea , p = parameter p
Dengan model ini, suatu peningkatan dalam karakteristik kekuatan agregat (misalnya kuat-hancur/crushed strength) akan meningkatkan angka modulus elastisitas beton, tetapi peningkatan tersebut tidak proporsional dengan angka modulus elastisitas agregat.
c. Model Hirsch
massa padat
agregat
Model Hirsch
V p Va 1 1 ( x) (1 x) Ec (V p E p Va E a ) E p E a dimana: Ec = modulus elastisitas beton Ep = modulus elastisitas pasta semen Ea = modulus elastisitas agregat Vp = volume pasta semen Va = volume agregat x = faktor pengaruh atau proporsi Gambar 6. Skema Model Hirsch
Berdasarkan model ini, modulus elastisitas beton berbanding non-proporsional dengan modulus elastisitas agregat, tetapi ditentukan oleh variabel x. Rumus di atas merupakan kombinasi dari kesebandingan paralel [dalam suku pertama yang dikali faktor (x)] dan kesebandingan seri [dalam suku kedua persamaan yang dikali faktor (1-x)].
5
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
d. Model Counto
massa padat
agregat
Model Counto
Va 1 1 Va Ec E p (1 Va ) E p Va E a dimana: Ec = modulus elastisitas beton Ep = modulus elastisitas pasta semen Ea = modulus elastisitas agregat Vp = volume pasta semen Va = volume agregat Gambar 7. Skema Model Counto
Semua model 2 fase yang telah disebutkan menerangkan hubungan kesebandingan linear dan non-linear antara modulus elastisitas beton dan modulus elastisitas agregat. Untuk menentukan yang mana dari 4 model yang telah diusulkan tersebut yang dapat mereprentasikan angka aktual modulus elastisitas beton, kita merujuk kepada plot grafik persamaan dalam Gambar 8. Dr. Kimberly Curtis (Stress-Strain Behaviour in Concrete). Penelitian menunjukkan bahwa model-model Hirsch, dan Counto dapat mereprentasikan angka modulus elastisitas beton dengan cukup baik. Sedangkan model-model proporsonal linear dari Voight dan Reuss, tidak memberikan angka aproksimasi yang cukup baik atau menghasilkan penyimpangan yang cukup besar. Faktor utama yang menyebabkan terjadi deviasi perhitungan dari Rumus Voight dan Reuss, adalah tidak memperhitungkan pengaruh lapisan antarmuka (ITZ).
Gambar 8. Penjabaran grafis model-model 2 fase modulus elastisitas
6
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu estimasi angka modulus elastisitas beton dapat dilakukan melalui pemeriksaan karakteristik fisis modulus elastisitas agregat dan penentuan proporsi agregat dalam campuran (fraksi volume) dengan menggunakan persamaan-persamaan Hirsch, dan Counto. Perolehan data aktual angka modulus elastisitas agregat kasar (misalnya: split batu lempung, split kuarsa, split granit) merupakan suatu faktor yang sangat menentukan.
B. Model 3 Fase Suatu model 3 fase yang disebut Aturan Campuran skala Logaritma telah diusulkan untuk mengestimasi modulus elastisitas. Plot grafis aturan campuran logaritma ini telah diperiksa ketepatannya dalam estimasi modulus elastisitas beton dan menghasilkan nilai-nilai yang sangat representatif (telah diperiksa, penulis). Gambar 9 menunjukkan plot grafik dari rumus aturan campuran dengan model 3 fase. Model Logaritma 3 Fase log Ec = Vp log Ep + Va log Ea + Vi log Ei atau, Ec = EpVEaVEiV dimana: Ec = modulus elastisitas beton Ep = modulus elastisitas pasta semen Ea = modulus elastisitas agregat Ei = modulus elastisitas lapisan antarmuka (interzone/ITZ) Vp = volume pasta semen Va = volume agregat Vi = volume lapisan antarmuka (ITZ) Plot Grafis dari persamaan Aturan Campuran Logaritma ini telah diperiksa dan menghasilkan estimasi yang representatif untuk modulus elastisitas beton.
Gambar 9. Kurva stress-strain dengan model logaritma 3 fase.
7
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
2. Evaluasi Modulus Elastisitas Beton Berdasarkan Karakteristik Agregat Berdasar suatu laporan penelitian yang sangat luas (Satkar and Aitcin: High Performance Concrete, 1990), ada 2 faktor yang sangat dominan dalam menentukan kekuatan maksimum (ultimit) yang mungkin dicapai suatu campuran beton (mix design) dalam uji kuat-tekan (compressive strength), yaitu: 1. Karakteristik Agregat Kasar 2. Karakteristik Pasta Semen Tetapi kita akan membatasi lingkup masalah dengan mengambil hanya poin 1 yaitu pengaruh karakteristik tertentu dari agregat terhadap kekuatan beton atau modulus elastisitas. Diberikan rangkuman hasil-hasil penelitian dalam skala luas mengenai pengaruh karakteristik agregat terhadap kekuatan maksimum campuran beton.
A. Karakteristik Tekstur Agregat Kasar (Coarse Aggregate) Parameter penting dari karakteristik agregat kasar adalah bentuk, tekstur dan ukuran maksimum (diameter). Parameter agregat yang demikian menjadi semakin penting dalam kasus beton kekuatan tinggi (high-strength concrete) dan beton agregat ringan (lightweight aggregate concrete). Tekstur permukaan dan susunan mineral agregat mempengaruhi kualitas ikatan (bond) diantara agregat-agregat dan pasta semen pada saat retak-mikro dimulai dalam massa beton (Gambar 10).
Gambar 10. Skema perilaku stress-strain beton dalam uji pembebanan uniaksial. Perkembangan retak-mikro (micro-cracking) dalam massa beton meningkat sebanding tingkat beban yang diterapkan (©J. Glucklich: Proc.Int.Conf.of the Structure of Concrete, Cement and Concrete Association, pp. 176-85, 1963).
Tekstur permukaan agregat juga mempengaruhi angka modulus elastisitas beton, kelengkungan kurva tegangan-regangan dan pada suatu tingkat yang lebih kecil, tekstur permukaan mempengaruhi kekuatan tekan maksimum beton dalam pengujian. Karena tegangan ikatan antara agregat dan pasta semen dalam massa beton meningkat lebih lambat daripada tegangan tekan, efek ini menjadi semakin penting dalam desain beton mutu tinggi.
8
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
B. Karakteristik Bahan Penyusun Agregat Kasar Efek dari tipe agregat dari komposisi bahan penyusun yang berbeda-beda telah diteliti oleh Satkar dan Aitcin (High Performance Concrete, 1989-1994). Penelitian menggunakan 12 tipe agregat berdasarkan komposisi bahan penyusun yang diklasifikasikan atas perbedaan dalam susunan mineral, rincian petrologi, dan petrografik. Penelitian itu menyimpulkan bahwa efek dari angka tegangan-hancur agregat (crushed-strength) menjadi tidak berguna apabila rasio air-semen (w/c ratio) yang digunakan dalam desain campuran berada dalam interval 0.50 – 0.70. Hal ini disebabkan karena kegagalan dalam pengikatan (bonding failure) agregat-semen atau kegagalan proses hidrasi pasta semen terjadi jauh lebih dahulu daripada tercapainya nilai tegangan-hancur agregat. Akan tetapi efek kebalikannya terjadi pada pemakaian rasio air-semen (w/c ratio) sebesar 0.20- 0.30. Dalam desain beton mutu tinggi, dimana harus membatasi efek kegagalan antar-butir dan kegagalan permukaan, tipe agregat dari komposisi bahan mineral penyusun yang kuat, keras dan memiliki jaring-jaring halus, adalah suatu faktor yang menentukan. Retakan butiran dan retak antar-butir, dekomposisi butiran, dan pemisahan bidang lapisan adalah tanda-tanda dari karakteristik kekuatan agregat yang rendah yang mempengaruhi pencapaian kekuatan ultimit beton. Peneliti Aitcin dan Mehta (P-C. Aitcin and P. K. Mehta. 1990. Effect of CoarseAggregate Characteristics on Mechanical Properties of High-Strength Concrete. ACI Materials Journal, Mar-Apr, Vol. 87, No. 2, pp. 103-107) menguji 4 tipe agregat dari
komposisi bahan penyusun yang berbeda dengan proporsi rasio air-semen (w/c ratio) sebesar 0.275 yang sama untuk membuat beton mutu tinggi dengan interval tegangan ultimit dari 85 – 105 MPa (12 – 15 ksi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat-tekan (compressive strength) dan modulus elastisitas beton sangat dipengaruhi oleh karakteristik mineral bahan penyusun agregat. Agregat batu pecah dari batuan basalt berbutir-halus dan batu gamping memberi hasil yang paling baik. Sedangkan agregat yang berasal dari batu kerikil sungai tekstur halus dan batu pecah granit yang terkontaminasi mineral lunak menghasilkan kekuatan tekan yang relatif lebih lemah. Penelitian ini menganjurkan bahwa suatu pemilihan tipe agregat kasar untuk desain beton mutu tinggi sebaiknya melalui pengujian kurva tegangan-regangan dan uji pembebanan berulang. Peneliti Chang dan Su (T-P. Chang and N-K. Su. 1996. Estimation of Coarse Aggregate Strength in High-Strength Concrete. ACI Materials Journal, Jan-Feb, Vol. 93, No.1, pp. 3-9), menemukan adanya korelasi positif diantara angka kuat-tekan rata-
rata aggregat (mean crushed/compressive strengh of aggregate) dan angka kuat-tekan beton yang dihasilkannya. Dengan menggunakan 4 tipe agregat split batu lempung dan 3 tipe agregat komposisi batuan lainnya, penelitian itu menghasilkan nilai kuat-tekan beton usia 7 dan 28 hari sebesar 35 – 75 Mpa (5000 – 10700 psi). Tegangan tekan atau tegangan hancur rata-rata agregat ditentukan berdasarkan rumus,
22
1 Ph V
dimana 22 adalah tegangan tekan atau tegangan hancur rata-rata agregat, V adalah volume satu keping agregat yang diukur menurut prinsip Archimedes (setelah pengukuran berat kering sempurna), P adalah beban maksimum yang diberikan untuk keping tunggal agregat, dan h adalah jarak beban P diantara 2 titik pembebanan berhadapan. Peneliti Leming (M.L. Leming: Comparison of Mechanical Properties of High-Strength Concrete Made with Different Raw Materials. Transportation Research Record, No. 1284, pp. 23-30. 1999) membandingkan karakteristik mekanik beton mutu tinggi yang
dibuat dari 4 tipe agregat yang berbeda, masing-masing adalah: (1). split-batu lempung/crushed shell-limestone, (2). Batu pecah-granit/crushed granite, (3). Batu kerikil pecah sebagian/partially crushed gravel, dan (4) Batuan dasar/basalt/diabase. Kuat-
9
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
tekan beton usia 28 hari yang dihasilkan berkisar 51 - 81 MPa (7.35 - 11.57 ksi) dengan faktor air semen (w/c ratio) bervariasi mulai 0.28 sampai 0.42. Leming menemukan bahwa karakteristik mekanik beton mutu tinggi (compressive strength) bervariasi tergantung pada tipe agregat kasar yang telah digunakan. Hasil kedua dari penelitian itu menunjukkan bahwa angka rasio air-semen (w/c ratio) tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat prediksi pencapaian kekuatan beton mutu tinggi apabila digunakan tipe agregat dan komposisi pasta semen yang berbeda-beda.
Gambar 11. Pengaruh komposisi bahan penyusun agregat yang berbeda-beda pada pencapaian kuat-tekan (compressive strength) beton. (©J. Lindgard and S. Smeplass. 1993. High Strength Concrete
Containing Silica Fume — Impact of Aggregate Type on Compressive Strength and E – Modulus. Fly Ash, Silica Fume, Slag, and Natural Pozzolans in Concrete. Proceedings of the Fourth International Conference, Istanbul, Turkey, May 1992; Ed. by V. M. Malhotra; American Concrete Institute, Detroit, MI, Vol. 2, pp. 1061-1074. (ACI SP-132))
Peneliti Lindgard dan Smeplass [1993] menguji 6 tipe agregat yang dari tingkat kekerasan dan tegangan-hancur yang berbeda-beda: (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Bauksit kering (dehydrated bauxite) Kuarsa (quartzite) Kuarsa-Diorit (quartz-diorite) Gneiss/Granit (granite) Basal (Basalt) Batu lempung (limestone)
Efek yang dihasilkan pada kuat-tekan beton ditunjukkan dalam Gambar 11. Kecuali granit, semua tipe agregat lainnya dihancurkan (crushed) dengan mesin. Perbedaan diantara kekuatan tertinggi dan terendah yang dicapai adalah 40%. Peneliti Giaccio [Giaccio et al. 1992] menguji tiga tipe agregat yaitu basalt, granite dan batu lempung pada suatu rasio air-semen konstan sebesar 0.30 yang tambahkan superplasticizer berbahan dasar 2.5% naphthalene. Pengujian menggunakan tabung silinder 100x200 mm. Hasil penelitian ini menunjukkan variasi kuat-tekan beton yang signifikan yaitu: tipe agregat basalt 92 MPa (13 ksi), tipe granit 80 MPa (11.5 ksi), dan tipe batu lempung 62 MPa (8.86 ksi).
10
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
C. Diameter Butir Agregat Kasar Ukuran butir maksimum agregat mempengaruhi kekuatan beton dalam beberapa cara. Pertama, ukuran diameter agregat yang lebih besar berarti luas bidang kontak (atau zona antarmuka, ITZ) yang lebih sedikit dan ikatan pasta semen-agregat yang kurang, maka sebagai akibatnya akan mengurangi kuat-tekan beton. Kedua, ukuran diamater agregat yang lebih besar akan mengurangi volume pasta semen, kemudian menghasilkan tegangan tambahan dalam pasta semen, dan menciptakan lebih banyak retak-mikro akibat penerapan beban. Karena itu, harus ada pembatasan ukuran agregat maksimum untuk menghasilkan kuat-tekan beton yang lebih tinggi. Peneliti Cook (1992) memberikan kesimpulan dalam penelitiannya bahwa secara umum untuk rasio air-semen yang sama, penggunaan ukuran agregat yang lebih kecil akan menghasilkan kuat-tekan yang lebih tinggi. Suatu pembatasan diameter agregat maksimum sebesar 25 mm (1 in.) diperlukan dalam memproduksi beton dengan kuattekan di atas 69 Mpa (10 ksi) atau beton berkekuatan tinggi. Peneliti lainnya (Larrard and Belloc, 1992) merekomendasikan ukuran maksimum agregat 20 – 25 mm (3/4 – 1 in.) sebagai ukuran agregat maksimum dalam desain campuran, dann menyarankan diameter agregat maksimum 10 – 12 mm untuk menghasilkan desain campuran beton kuat-tinggi.
3. Perhitungan Evaluasi Modulus Elastisitas Beton Kita akan memeriksa hubungan teoretik-empirik modulus elastisitas beton dan karakteristik mekanik agregat menggunakan Rumus Counto. Jadi kita menyediakan dari kumpulan karakteristik material campuran beton data-data yang seperti dalam Tabel 2 – 3. Reliabilitas data yang disediakan dalam tabel-tabel di bawah ini diambil dari beberapa referensi, tetapi yang terpenting adalah memeriksa hasil estimasi angka modulus elastisitas beton dengan membandingkannya dengan rumusan fc' . Berdasarkan Rumus Counto, estimasi ditentukan oleh 3 faktor: (1) karakteristik mekanik atau modulus elastis agregat, (2) karakteristik mekanik atau modulus elastisitas pasta semen, dan (3) proporsi agregat dalam massa beton atau sebaliknya (volume fraksi). Tabel 2. Data Karakteristik 3 Sampel Agregat Tipe Agregat
Granit/Gneiss
Batu Lempung Kerikil Sungai
Komposisi
Feldspar Quartz Mika (biotit/muskovit) Zircon Apatit Magnetit Ilmenit Calsit (CaC03) Dolomit (CaMgC03)2 Fragmen Batuan (mineral dan logam)
Modulus Elastis, Ea (MPa)
Volume Fraksi Agregat (%)
7
137000
55
2.60
3.5
34000
40
2.65
4
13800
60
Densitas,
Kekeras an (Mohs)
2.70
Tabel 3. Data Karakteristik Pasta Semen dan Rasio Air-Semen (W/C Ratio) yang sama untuk tiga tipe agregat Tipe Semen
W/C Rasio
Modulus Elastis, Ea (Mpa)
Volume Fraksi Pasta Semen (%)
Portland Tipe-I
0.40
20000
40 - 60
11
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
12
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005
Aggregate Characteristic Analysis Based Modulus of Elasticity of Concrete Evaluation
Pemakaian Referensi : 1. Dr. Kimberly Curtis, Stress-Strain Behaviour in Concrete, 2004. 2. M.L. Leming: Comparison of Mechanical Properties of High-Strength Concrete Made with Different Raw Materials. Transportation Research Record, No. 1284, pp. 23-30. 1999) Earl W. Swokowski, Calculus With Analytic Geometry, 1988. 3. J. Lindgard and S. Smeplass. 1993. High Strength Concrete Containing Silica Fume — Impact of
Aggregate Type on Compressive Strength and E – Modulus. Fly Ash, Silica Fume, Slag, and Natural Pozzolans in Concrete. Proceedings of the Fourth International Conference, Istanbul, Turkey, May 1992; Ed. by V. M. Malhotra; American Concrete Institute, Detroit, MI, Vol. 2, pp. 1061-1074. (ACI SP-132))
4. T-P. Chang and N-K. Su. 1996. Estimation of Coarse Aggregate Strength in High-Strength Concrete. ACI Materials Journal, Jan-Feb, Vol. 93, No.1, pp. 3-9.
5. P-C. Aitcin and P. K. Mehta. 1990. Effect of Coarse-Aggregate Characteristics on Mechanical
Properties of High-Strength Concrete. ACI Materials Journal, Mar-Apr, Vol. 87, No. 2, pp. 103-107
13
Advanced Material Technology © Yoppy Soleman, 2005