“EVALUASI KINERJA LAPIS PERKERASAN JALAN SOIL-CEMENT DENGAN ECOMIX SC-100 DI PROPINSI PAPUA” Ferdinand R. Kuheba1 dan Indra Surya B. Mochtar2. 1. Mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November, Kampus ITS Sukolilo Surabaya Telp. 031-5946094, email :
[email protected] 2. Dosen Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-5946094, email:
[email protected] Abstrak Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi masalah kelangkaan dan kemahalan material batuan sebagai bahan dasar perkerasan jalan di Kabupaten Merauke propinsi Papua, yaitu dengan memanfaatkan material di sekitar lokasi pekerjaan dengan konstruksi jenis soil-cement. Walaupun mempunyai beberapa kelemahan, konstruksi soil-cement tetap menjadi pilihan terbaik dalam pelaksanaan pembangunan perkerasan jalan. Adapun kelemahan konstruksi ini antara lain retaksusut dan partikel bebas (sisa humus), yang menjadi penghambat pengikatan semen. Untuk mengatasi kelemahan kelemahan ini, pada tahun 2002, Pemda Propinsi Papua (Dinas PU), mencoba melakukan uji hampar soil-cement sepanjang 300 m dengan 75 m diantaranya menggunakan larutan bahan additive ecomix SC-100 sebanyak 0,1 %, Selain uji hampar, juga dilakukan uji laboratorium yang menggunakan 2 jenis tanah yang berbeda, dengan variasi penggunaan semen dengan hasil yang cukup baik dalam hal mengatasi retak-susut dan peningkatan pengikatan semen. Penggunaan additive Ecomix SC-100 dimulai sejak tahun 2003 dan tidak kurang dari 100 km jalan konstruksi soil-cement telah memakai additive ini, tetapi hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu evaluasi terhadap hasil pekerjaan, oleh sebab itu dirasa perlu untuk melakukan evaluasi, untuk mengetahui bagaimana hasil pelaksanaan dibandingkan hasil uji laboratorium atau hasil uji penghamparan di lapangan? atau bagaimana hasil pelaksanaan konstruksi soil-cement dengan additive ini dibandingkan soil-cement tanpa additive?. Dengan diadakannya evaluasi, diharapkan diperoleh suatu saran atau rekomendasi terhadap penggunaan additip jenis ini. Kesimpulan 1. Additive Ecomix SC-100 sangat evektif mengatasi retak susut. 2. Kerusakan yang terjadi pada soil-cement dengan additive terjadi karena kesalahan pelaksanaan/tidak mematuhi spesifikasi teknis. Kata kunci : Soil, cement, susut, retak.
1. Pendahuluan Pembangunan jalan merupakan hal yang sangat penting untuk pemerataan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, juga menjadi kunci utama dalam semua aspek pengembangan suatu wilayah. Pada daerah-daerah terpencil, selain masalah biaya, kesulitan mendapatkan sumber material yang baik (batuan) menjadi masalah lain yang mengakibatkan melambungnya harga pengadaan material. Untuk mengatasi masalah kelangkaan ini berbagai pihak telah melakukan percobaan penghamparan yang memanfaatkan tanah di lokasi pekerjaan dengan
1
mencampurkannya langsung dengan beberapa bahan kimia, tetapi semuanya tidak memberikan hasil yang memadai. Satu-satunya konstruksi yang dianggap layak adalah dengan mencampurkan tanah dengan semen (soil-cement) walaupun dengan berbagai kelemahan seperti : Adanya susut yang sangat besar, sehingga terjadi retak pada permukaan perkerasan, dan konstruksi menjadi rentan terhadap pengaruh air. Pengikatan semen dengan tanah tidak sempurna karena adanya ion-ion aktiv yang dapat menghambat pengikatan semen dengan partikel tanah. Untuk mengatasi kelemahan - kelemahan tersebut, sejak tahun 2002 di Papua telah dilakukan percobaan terhadap aplikasi zat additive jenis Ecomix SC-100, suatu produk yang diproduksi oleh Doosung Chemical Korea. Dengan berpedoman hasil uji lapangan dan Laboratorium yang cukup baik, pelaksanaan lapis pondasi soil-cement dengan additive dilakukan secara luas dan hingga tahun 2006, telah diterapkan di 8 kabupaten di Propinsi Papua (Merauke, Nabire, Sorong, Sorong Selatan, Maapi, Bovendigul, Teluk Bintuni dan Kaimana) dengan panjang jalan tidak kurang dari 100 Km. Evaluasi Kinerja Lapisan Perkerasan Jalan Soil-cement Dengan Ecomix SC-100, ini ditujukan untuk perkerasan Soil-Cement dengan Additive yang selama ini dilaksanakan dibandingkan dengan hasil uji hamparan, atau dengan hasil Soil-Cement tanpa additive, sehingga diperoleh saran atau rekomendasi untuk pelaksanaan yang lebih baik dikemudian hari. 2. Kepustakaan Soil-cement adalah campuran tanah (gembur) dan sejumlah tertentu semen portland dan air yang dipadatkan hingga mencapai kepadatan maksimum, kemudian mengeras dengan hidrasi semen (PCA-1969 - Soil-cement Construction Handbook) dan biasanya permukaannya ditutup dengan suatu lapis perkerasan beraspal, yang digunakan terutama sebagai pondasi jalan, jalan raya, airport, bahu jalan dan tempat parkir. Soil-cement juga sering digunakan sebagai : Subbase untuk perkerasan rigid (kaku) atau Flexible, Area penumpukan, Perbaikan pada pondasi berbutir (Patching), Pengamanan tebing pada bendungan tanah dan pekerjaan timbunan, Lapis reservoar, Stabilisasi tanah dasar. Dalam kondisi campuran yang telah mencapai kepadatan maksimum kemudian mengeras akibat proses hidrasi semen, maka akan terbentuk suatu material yang sangat kuat, yang secara struktur bekerja layaknya sebuah plat beton dan tidak akan mengalami perubahan bentuk pada saat pembebanan. Oleh karena itu pula kapasitas daya dukung soil-cement jauh lebih basar dibandingkan pondasi dengan agregat (granular). Dalam umur layanan, semen yang terkandung dalam campuran Soil-Cement terus mengalami proses hirasi dalam waktu yang amat panjang, dan proses hidrasi ini selalu diikuti oleh susut material yang mengakibatkan retak yang diawali oleh retak rambut. Retak ini akan bertambah dalan jumlah dan besar retakan seiring berjalannya waktu, dan retak-retak demikian sudah menjadi ciri khas konstruksi Soil-Cement.
2
Karena stabilitas soil-cement diperoleh hanya dari hidrasi semen dan bukan karena kohesi atau gesekan internal partikel tanah, maka praktis hampir semua jenis tanah dapat dikeraskan dengan semen (kecuali humus), walaupun tetap harus melakukan seleksi dan pengelompokan material terkait dengan jumlah penggunaan semen. Secara teori, semakin halus gradasi material, luas permukaan per satuan kilogram semakin besar, sehingga pemakaian semen akan semakin besar pula oleh sebab itu ASSHTO melakukan identifikasi tanah dan pengelompokannya dalam 2 jenis tanah yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus (Tabel 1). Semen yang digunakan adalah semen portland yang sesuai dengan persyaratan dari ASTM, ASSHTO, CSA atau spesifikasi lainnya yaitu semen tipe I dan I.a, yaitu tipe normal dan tipe kedap air, paling sering digunakan, (PCA-1969. Essential of Soil-cement) dengan air bersih dan bebas dari zat alkali, asam atau zat organik lain yang berbahaya, dan lebih baik lagi jika air yang dapat diminum dengan jumlah pemakaian air, sangat tergantung pada kadar air optimum material yang dipakai, karena pada kondisi ini kepadatan maksimum soil-cement dapat dicapai, (PCA – Soil-cement Laboratory Handbook). Tabel 1 Sistim Klasifikasi Tanah oleh AASHTO Kelompok Klasifikasi
A-1 A-1-a
A-2 A-3
A-1-b
A-2-4
A-2-5
A-7 A-2-6
A-2-7
A-4
A-5
A-6
A-7-5 A-7-6
Analisa Saringan Persen lolos No. 10
50 max.
No. 40
30 max.
50 max.
51 min.
No. 200
15 max.
25 max
10 max 35 max
35 max 35 max 35 max 36 min 36 min 36 min
36 min
Sifat fraksi lolos saringan 40 Batas Cair Indeks Plastis Jenis Tekstur Tanah
40 max. 41 min. 40 max. 41 min. 40 max. 41 min. 40 max. 41 min. 6 max
NP
10 max. 10 max. 11 min. 42 min. 10 max. 10 max. 11 min. 11 min.
Tanah Berbutir Kasar
Tanah Berbutir Halus
Tabel 2 Perkiraan Kebutuhan Semen Berdasarkan Klasifikasi Tanah Klasifikasi Menurut AASHTO A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-3 A-4 A-5 A-6 A-7
Kubutuhan (%) terhadap volume 5-7 7-9
Kebutuhan (%) terhadap berat 3-5 5-8
7 - 10
7 - 10
8 - 12 8 - 12 8 - 12 10 - 14 10 - 14
7 - 11 7 - 12 8 - 13 9 - 15 10 - 16
3
Zat tambahan (Additive) diperlukan hanya untuk memperbaiki kinerja soil-cement konvensional untuk mengurangi retak-susut akibat hidarasi semen, dan membantu meningkatkan pengikatan semen melalui proses elekto-kimia dengan menetralisir ionion aktiv sehingga diperoleh kuat tekan material yang lebih besar. 3. Metodologi Penelitian Metoda yang digunakan dalam evaluasi ini adalah metode H & M 2005, suatu metoda evaluasi secara viasual yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, yaitu dengan melakukan pembacaan langsung secara visual di atas permukaan badan jalan yang menjadi objek evaluasi. Dalam menentukan ruas jalan yang menjadi objek, menggunakan kriteria pemilihan berdasarkan panjang ruas jalan yang dibangun dalam satu periode dengan pelaksana yang sama untuk mendapatkan homogenitas pelaksanaan dan perawatan dalam proses pelaksanaan, pada dua jenis perkerasan soil-cement, yaitu soil-cement dengan additive dan soil-cement tanpa menggunakan additive. Karena pembacaan hanya dilakukan pada lokasi tertentu, maka suatu ruas objek, perlu dibagi ke dalam beberapa segmen yang dianggap mempunyai kondisi yang relativ sama. Pembacaan akan dilakukan pada lokasi inti-sample (core) yang dipilih, yang dianggap mewakili kondisi masing-masing segmen (Gambar 1). Adapun panjang ruas inti sample adalah + 250 meter, dengan jumlah jalur tergantung lebar ruas jalan objek evaluasi. Lebar jalan < 5,5 meter dianggap sebagai jalan 1 jalur, dan selanjutnya jumlah jalur adalah kelipatan dari 2,75 meter (Gambar 2). Awal
Inti (core) segmen 2 (C2) 250 m
Inti (core) segmen 1 (C1) 250 m
L2
Akhir
Gambar 3.2 Penentuan inti (core) sample pada ruas yang dievaluasi
C1
C2 Lc (250 m)
> 5,5 M
Gambar 2. Pembagian Sel lajur Inti (core)
4
Kegiatan survey dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah tahap orientasi lapangan yang dilakukan dengan cara peninjauan lapangan dengan dilengkapi camera tustel atau handycam, yang bertujuan untuk mengenali kondisi ruas secara keseluruhan untuk pembagian segmen jalan serta lokasi inti. Tahap kedua yaitu tahap pembacaan tingkat kerusakan pada lokasi inti. Tahap ketiga yaitu melakukan survey tingkat kenyamanan (Tabel. 3) pada lokasi inti dengan mengendarai kendaraan roda 4. Data yang diperoleh pada tahap 2 dan 3 dimasukan dalam form infetory data. Langkah keempat yaitu, mengamati secara visual faktor penyabab kerusakan yang terjadi dan mencatat jenis kerusakan, penyebab dan indikasi yang ada dalam tabel tersendiri. Tabel 3. Kriteria Tingkat Kenyamanan Berkendara Tingkat Kenyamanan Sempurna Baik
Sedang
Buruk
Sangat Buruk
Keterangan Kecepatan batas dapat dijalani dengan nyaman tanpa menjalani goncangan. Kecepatan batas dapat dicapai tetapi ada goncangan. Di satu atau dua tempat terasa kasar dan bergelombang. Kecepatan batas tetap dapat dicapai tetapi kendaraan terasa bergoncang-goncang. Di banyak tempat terasa kasar dan bergelombang Kecepatan kendaraan terpaksa dikurangi dari kecepatan batas. Jika terpaksa pengemudi menghindar dari jalur karena bahaya. Kekasaran dan goncangan terasa sepanjang jalan. Kecepatan batas tidak mungkin dicapai sepanjang jalan yang ditinjau.
1 2
3
4
5
Tabel 4. Jenis Kerusakan dan Faktor Pangali Kategori Kategori I
Jenis
Kerusakan
P otholes
Faktor P engali 6
Raveling - Weathering Kategori II
2 Aligator Cracking & P rofile Distortion (Depression, Corrugation, Upheaval T ransverse
Kategori Kategori
III IV
Crack,
Logitudinal Crack,
1
Block Crack, Rutting Patching, Flushing, Edge Cracking
0,25
Kondisi kerusakan permukaan jalan dinyatakan dalam Nilai Kerusakan Visual (NKV) yang diperoleh dari nilai jenis kerusakan dalam data infentory (Tabel 5), dikalikan faktor pengali (Tabel 4). Ruas jalan yang terdiri dari satu segmen sample, NKV inti adalah VKV jalan secara keseluruhan, dan ruas jalan dengan lebih dari satu segmen, NKV yang digunakan adalah NKV gabungan.
5
Tabel 5 INVENTORY DATA FORM Street Name : From : RIDING QUALITY
DISTRESS POINTS
Section No. : To
PAVEMENT
1
2
3
4
DRAINAGE
5
PAVEMENT C O N D ITIO N
I
NONE POTHOLES 0 NONE RAVELING/WEATHERING
II
0 NONE ALLIGATOR CRACKING 0 NONE PROFILE DISTORTION 0 NONE BLOCK CRACKING 0 NONE TRANSVERSE CRACKING
III
0 NONE LONGITUDINAL CRACKING 0 NONE RUTTING 0 NONE EXCESS ASPHALT
IV
0 NONE BITUMINOUS PATCHING 0 NONE EDGE DETERIORATION 0
0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1 0-10% 3 2 1
E X TE N T 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2 10-30% 6 4 2
30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5 30-60% 15 10 5
> 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8 > 60% 24 16 8
S E VE R ITY AREA > 7,5 cm in depth 2,5 - 7,5 cm in depth < 2,5 cm in depth AREA highly pitted/rough some small/pit minor loss AREA spalled and loose spalled ang tight hair line AREA with cracks and holes with cracking plastic weaving AREA > 1 cm, spalled 0,5 - 1 cm, spalled < 0,5 cm, or sealed LENGTH > 2,5 cm, spalled, full 0,5 - 2,5 cm, spalled, half < 0,5 cm, sealed, part AREA > 2,5 cm, spalled 0,5 - 2,5 cm, spalled < 0,5 cm, or sealed LENGTH > 2,5 cm, in depth 0,5 - 2,5 cm in depth < 0,5 cm, in depth AREA little vizible aggr wheel track smooth occas. small patches AREA poor condition fair condition good condition LENGTH edge loose / missing cracked edge jagged cracked edge intact
DRAINAGE PAVEMENT SURFACE RETENTION (% luas genangan air banjir di permukaan jalan 0 CONDITION OF GUTTER AND DRAINS CHANNEL OR SIDE DITCH (Kondisi saluran tepi) OCCURANCE OF INNUNDATION BY WATER AFTER RAIN (Frekuensi banjir)
Lamanya terjadi Genangan sampai Surut
10-30% 30-60% > 60% Percent of water retained on surface 3 6 12 Water may drain easily from pavement surface POOR VERY POOR GOOD MODERATE
0-10% 1
0 NEVER
3
6
9
RARELY
OCCASION'LY
ALWAYS
0
8
12
24
< 3 JAM
3 - 6 JAM
6 - 24 JAM
> 24 JAM
1
3
6
12
REMARK :
6
4.
Hasil Survey
Tabel 6. Data Kondisi Jalan Soil Cement dengan Ecomix SC-100 Soil-cement tanpa Ecomix SC-100 Ruas Jalan Ruas Jalan Ruas Jalan Ruas Jalan Ruas Jalan Ruas Jalan Ruas Jalan Uraian Bupul - Muting Nabire - Paniai Sorong Klamono Merauke Sota -Bupul Kudamati Maknon Ayamaru Sota 2003 2007 2007 2007 1999 2005 1998 Tahun Pembuatan 7 3 3 3 10 4 11 Umur Konstruksi (Thn) Datar Berbukit Berbukit Berbukit Datar Datar Datar Kondisi Medan 11 1 2 5 3 2 1,5 Panjang Ruas (Km) 2 1 2 3 1 1 1 Jumlah Segmen Berbutir Halus Berbutir Kasar Berbutir Kasar Berbutir Kasar Berbutir Halus Berbutir Halus Berbutir Halus Jenis Tanah A.2.6 A.1.b A.3 A.1.b A.2.6 A.2.6 A.2.6 Klassisikasi ASSHTO ( *) 966,,8/80,2 724,3/77,7 562,5/86,7 1011,5/80,3 966,,8/80,2 966,,8/80,2 966,,8/80,2 LEP thn 2010 / % Truck Di tempat Di quary Di quary Di quary Di tempat Di tempat Di tempat Metoda Pencampuran Tidak Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Pemeliharaan (**) 3,67 15,25 16,5 68 112,25 16 132 NKV > 10 <1 <1 <1 >10 >10 >10 Pengalaman Kerja (Thn) (***) Kondisi Drainase Sedang Sedang Jelek Sedang Sedang Sedang Sedang Kerusakan Sebab Kerusakan Sebab Kerusakan Sebab Kerusakan Sebab Kerusakan Sebab Kerusakan Sebab Kerusakan Sebab Jenis Kerusakan I Potholes 6 A-1 1 B-3 2 B-3 4 A-1 4 B-1 7 B-1 Raveling 1 D-3 1 C-1 15 D-4 15 D-4 1 D-4 15 D-4 II Aligator Cracking 1 E-1 2 E-1 16 E-2 19 E-3 Profil Distortion 3 G-2 3 G 1 3 G-2 Block Cracking 4 H-2 1 H-2 Transverse Crack 1 I-1 1 I-1 1 I-1 18 I-1 8 I-1 18 I-1 Longitudinal Cracking 1 J-1 1 J-1 1 J-1 1 J-1 18 J-1 8 J-1 18 J-1 Rutting Edge Deterioration 1 1 Catatan : *. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan tekstur oleh ASSHTO **. Pernah/tidaknya Pemeliharaan dilakukan terhadap ruas jalan sebelumnya. ***. Pengalaman Kontraktor dalam melaksanakan kontruksi soil cement.
7
Tabel 7. Kerusakan, Penyebab dan Indikasi Lapangan Kategori dan Uraian Kerusakan I Potholes
Waktu terjadi Kerusakan A Tahun Awal B Tahun Layanan
Penyebab Kerusakann
Indikasi di lapangan
1 Campuran tidak merata 1 Retak yang berlebihan. 2 Kesalahan Operasional
- Terdapat material yang tidak tercampur semen - Telepasnya lapis aspal, hancurnya tepi retakan - Kerusakan pondasi akibat roda alat berat.
3 Kerusakan lanjutan dari P. Distortion /Aligator Crack.
- Lubang yang terjadi cukup luas / kubagan
C Tahun Awal D Tahun Layanan
1 1 2 3
-
E Tahun Layanan
1 Ketebalan tdk memenuhi 2 Campuran tidak merata 3 Kombinasi Retak susut memanjang dan melintag
- Tebal < 10 Cm. - Terdapat material yang tidak tercampur semen - Retak Susut membentuk kotak-kotak kecil dengan lokasi tersebar di sepanjang Ruas Jalan
Profil Distortion
F Tahun Awal G Tahun Layanan
- Terjadi Deformasi dan badan jalan hancur - Tebal < 8 Cm
Block Cracking
H Tahun Layanan
1 Campuran tdk merata 1 Tebal tidak memenuhi di atas tanah dasar jelek 2 Pondasi kehilangan daya dukung akibat rusaknya stabilitas tanah dasar. 1 Tebal yang tidak memenuhi 2 Kombinasi Retak susut memanjang dan melintag
Trans. Crack
I Tahun Layanan
1 Susut Material 2 Terdapat material asing, atau pergerakan tnh dasar
- Terjadi merata disepanjang ruas jalan - Terjadi setempat-setempat
III Long. Cracking
J Tahun Layanan
1 Susut Material 2 Terdapat material asing, atau pergerakan tnh dasar
- Terjadi merata disepanjang ruas jalan - Terjadi setempat-setempat
K Tahun Layanan
1 Terdapat material asing, atau penurunan tnh dasar
- Terjadi setempat-setempat.
L Tahun Layanan
1 Susut Material 2 Roda kendaraan yang menghindar lubang.
- Telepasnya lapis aspal, hancurnya tepi retakan - Terjadi setempat-setempat
Raveling
II Aligator Cracking
Rutting IV Edge Deterioration
Lapis Perekat tdk baik Aus Kesalahan Operasional Aspal kehilangan adhesi akibat retak yang rapat.
8
Aspal terlepas dari Pondasi Di sekitar area pengelupasan nampak gejala aus Kerusakan pondasi akibat roda alat berat Aspal terlepas dari Pondasi soil cement.
- Tebal < 12 Cm - Tersebar disepanjang Ruas Jalan
5.
Kesimpulan : Perkerasan soil-cement tanpa additive mengalami kerusakan yang umumnya diakibatkan oleh retak susut material (shrinkage) yang berlebihan. Secara keseluruhan kinerja Ecomix SC-100 cukup baik, sangat efektip mengatasi retak susut (shrinkage) dalam campuran soil-cement. Soil-cement dengan Ecomix SC-100, mengalami kerusakan, terkait dengan pengalaman kerja para pelaksana. Soil-Cement dengan Ecomix SC-100, mengalami kerusakan karena kesalahan pelaksanaan (tidak sesuai spesifikasi teknis) dan kesalahan operasional.
6.
Saran Memperketat pengawasan pelaksanaan pekerjaan. Memberikan brieving tentang sifat-sifat soil-cement dan tata cara kerja yang baik kepada para pelaksana dan pengawas lapangan. Memperbaiki metode pencampuran dengan menggunakan peralatan khusus untuk soil-cement. DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ditjen Bina Marga, 2006 Spesifikasi Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Dinas PU Papua, 2003 Laporan Hasil Uji Hampar, Papua. JICA & Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2005 Seri Panduan Pemeliharaan Jalan Kabupaten, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Mochtar I. B. 2005 Sistem Manajemen Perkerasan Jalan Bahan Kuliah Jurusan Teknik Sipil, ITS, Surabaya. Porland Cement Association (PCA) 1969 Soil-cement Construction Handbook Engineering Bulletin, Illinois. Porland Cement Association (PCA) .1969 - Essentials of Soil-cement Engineering Bulletin, Illinois. Porland Cement Association (PCA) 1971 - Soil-cement Laboratory Handbook Engineering Bulletin, Illinois. Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2003 Laporan Hasil Uji Laboratorium, Departemen Pekerjaan Umum Jakarta. RSNI, 2004 Standar Perencanaan Geometrik jalan Perkotaan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
9