PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO TAHUN 2013
Arnold Hongdiyanto1), Paulina V. Y. Yamlean1) dan Hamidah Sri Supriati 1) 1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
ABSTRACT This study aimed to evaluating the rational of in patients Diabetes Mellitus type 2 medication in RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado at 2013. This study was conducted on 46 medical record of patients of Diabetes Mellitus type 2. The result showed that 46 in patient Diabetes Mellitus type 2 in RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado at 2013 were 51-60 years old (58,7%). Diabetes Mellitus type 2 patients comprised 16 men and 30 women. 15 cases (32,6%) were Diabetes Mellitus type 2 without complication diseases and 31 cases (67,4%) Diabetes Mellitus type 2 with complication diseases. Patients had indication appropriate were 40 patients (86,96%), drug choise appropriate 40 patients (100%). Dosis appropriate were 36 patients (97,32%), patient appropriate were 40 patients (100%), while for drug interaction not interaction. Key words : Rational evaluation, Diabetes Mellitus type 2, RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk Mengevaluasi kerasionalan pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat inap di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado tahun 2013. Penelitian ini dilakukan terhadap 46 catatan rekam medik pasien penderita Diabetes Melitus tipe 2. Hasilnya menunjukkan bahwa dari 46 pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado tahun 2013 adalah berusia 51-60 tahun (58,7%). Pasien Diabetes Melitus tipe 2 terdiri dari 16 pasien pria dan 30 pasien wanita, dengan 15 (32,6%) kasus pasien Diabetes Melitus tipe 2 tanpa penyakit komplikasi dan 31(67,4%) kasus pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan penyakit komplikasi. Pasien yang memeliki tepat indikasi adalah 40 pasien (86,96%), tepat pemilihan obat adalah 40 pasien (100%), tepat dosis adalah 36 pasien (97,32%), tepat pasien sebanyak 40 pasien (100%), sedangkan untuk interaksi obat tidak terjadi interaksi. Kata kunci : Evaluasi Kerasionalan, Diabetes Melitus tipe 2, BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado
77
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
PENDAHULUAN Diabetes Mellitus merupakan kondisi kronik yang terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja secara efektif. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas dan berfungsi untuk memasukkan glukosa yang diperoleh dari makanan ke dalam sel yang selanjutnya akan diubah menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan untuk bekerja sesuai fungsinya. Seseorang yang terkena Diabetes Melitus tidak dapat menggunakan glukosa secara normal dan glukosa akan tetap pada sirkulasi darah yang akan merusak jaringan. Kerusakan ini jika berlangsung kronis akan menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti penyakit kardiovaskular, nefropati, retinopati, neuropati dan ulkus pedis (International Diabetes Federation, 2012). Penggunaan obat yang rasional mengharuskan pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis, dalam dosis yang diperlukan tiap individu dalam kurun waktu tertentu dengan biaya yang paling rendah (WHO, 2012). Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang membahayakan jiwa maupun mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Pada tahun 2000, jumlah penderita Diabetes Melitus mencapai 150 juta dan diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 300 juta orang dewasa dengan Diabetes Melitus (Poretsky, 2002). Indonesia berada diperingkat keempat jumlah penyandang Diabetes Melitus di dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina (Hans, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi Diabetes Melitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan NAD (8,5 persen). Prevalensi Diabetes Melitus terendah ada di provinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8 persen). Prevalensi Diabetes di Sulawesi Utara
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
berdasarkan profil kesehatan provinsi SULUT tahun 2008 di dapatkan angka lebih tinggi di tingkat provinsi SULUT (1,6 %) daripada angka nasional (1,0%). Penyakit ini tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Sulawesi Utara dengan prevalensi tertinggi di kota manado. Tingginya angka kejadian serta pentingnya penanganan secara tepat terhadap penyakit Diabetes Melitus dan komplikasi yang ditimbulkannya, maka terapi Diabetes Melitus harus dilakukan secara rasional. Kerasionalan pengobatan terdiri atas ketepatan terapi yang dipengaruhi proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi terapi. Evaluasi penggunaan obat merupakan suatu proses jaminan mutu yang terstruktur dan dilakukan secara terus menerus untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan tepat, aman dan efisien (Kumolosari et al., 2011). Berbagai komplikasi penyakit yang dapat mengakibatkan kematian serta banyaknya penderita penyakit Diabetes Melitus yang diperkirakan meningkat, maka perlu dilakukan penelitian dalam mengevaluasi kerasionalan pengobatan penyakit Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 sampai bulan April 2014 di bagian Rekam Medik RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif non-analitik. Populasi yang di ambil ialah data rekam medik seluruh pasien dengan diagnosa utama Diabetes Melitus tipe 2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ialah pasien dengan diagnosa utama Diabetes Melitus tipe 2 di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 yang memenuhi kriteria inklusi. Data pola penggunaan obat pada pasien penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang dirawat di BLU RSUP Prof. dr. R.D. 78
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
Kandou Manado pada tahun 2013 dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang kerasionalan dalam penggunaan obat yang diperoleh pasien Diabetes Melitus tipe 2 selama menjalani perawatan di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado. Hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan Standar Pengobatan Diabetes Melitus menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2011 (Perkeni, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
Karakteristik Pasien a. Karakteristik Berdasarkan Usia Usia merupakan salah satu faktor resiko Diabetes Melitus tipe 2. Karakteristik pasien Diabetes Melitus tipe 2 pada instalasi rawat inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 berdasarkan usia pada penelitian ini digolongkan menjadi tiga kelompok untuk mempermudah melihat gambaran usia pasien yang mengalami Diabetes Melitus tipe 2 di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013 Berdasarkan Usia No 1 2 3
Kelompok Usia (Tahun) 30 – 40 41 – 50 51 – 60 Jumlah
Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 paling banyak terjadi pada umur 51 – 60 tahun yaitu sebanyak 27 pasien (58,7%). Data yang diperoleh sesuai dengan peryataan dari American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa usia diatas 45 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit Diabetes Melitus tipe 2 (ADA, 2004). Orang yang mempunyai usia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan diet glukosa yang rendah akan mengalami penyusutan sel – sel beta pankreas. Sel beta pankreas yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang (Tjay dan Rahardja, 2003). b. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Berikut ini disajikan tabel karakteristik pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang dirawat pada instalasi rawat inap di BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
Jumlah Pasien 6 13 27 46
Persentase (%) 13,0% 28,3% 58,7% 100%
selama tahun 2013 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013 Berdasarkan Jenis Kelamin
No
Jenis Kelamin 1 Pria 2 Wanita Jumlah
Jumlah Pasien 16 30 46
Persentase (%) 34.8% 65,2% 100%
Berdasarkan karakteristik dari jenis kelamin dapat di lihat bahwa, prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada Wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih berisiko mengidap Diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar, Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita 79
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
berisiko menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (Irawan, 2010). c. Karakteristik Berdasarkan Diagnosis Karakteristik pasien Diabetes Melitus tipe 2 pada instalasi rawat inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 berdasarkan diagnosis dapat dilihat pada Tabel 5. Dari
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
data yang diperoleh terdapat 46 kasus yang terdiri dari 15 kasus dengan diagnosis tanpa penyakit komplikasi dan 31 kasus dengan diagnosis yang disertai penyakit komplikasi. Dari 31 kasus Diabetes Melitus tipe 2 dengan penyakit komplikasi ditemukan 5 jenis penyakit komplikasi yang tersaji pada Tabel 6.
Tabel 5. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013 Berdasarkan Diagnosis No 1 2
Diagnosis DM tipe 2 tanpa penyakit komplikasi DM tipe 2 dengan penyakit komplikasi Jumlah
Jumlah Pasien 15 31 46
Persentase (%) 32,6% 67,4% 100%
Tabel 6. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013 Berdasarkan Diagnosis Penyakit Komplikasi No 1 2 3 4 5
Diagnosis dan Penyakit Komplikasi DM tipe 2 dengan hipertensi DM tipe 2 dengan hipertensi dan gagal ginjal DM tipe 2 dengan ulkus DM tipe 2 dengan ulkus dan gagal ginjal DM tipe 2 dengan gangrene Jumlah
Berdasarkan hasil penelitian, penyakit komplikasi berupa hipertensi paling banyak ditemukan pada pasien penderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2 yang berjumlah 18 pasien atau sebesar 58,1% . Penyakit DM dengan kadar gula yang tinggi dapat merusak organ dan jaringan pembuluh darah serta dapat terbentuknya aterosklerosis, hal tersebut menyebabkan arteri menyempit dan sulit mengembang sehingga dapat memicu terjadinya hipertensi. Penyakit hipertensi lebih banyak 1,5 sampai 3 kali lipat ditemukan pada penderita Diabetes Melitus dibandingkan dengan penderita tanpa Diabetes Melitus. Setiap tekanan 5 mmHg tekanan darah sistolik atau diastolik akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 20-30% pada penderita Diabetes Melitus (Yudha, 2005).
Jumlah Pasien 18 6 4 2 1 31
Persentase (%) 58,1% 19,4% 12.9% 6,4% 3,2% 100%
Penyakit komplikasi pada Diabetes Melitus tipe 2 yang terbanyak selain hipertensi adalah ulkus. Diabetes Melitus yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya yaitu ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien dengan diabetes melitus yang menyebabkan kelainan neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan automik. Kelainan tersebut akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus, dengan adanya kerentanan terhadap infeksi dapat menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah kesulitan dalam 80
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
pengelolahan ulkus diabetikum (Waspadji, 2009). Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis. Ulkus diabetikum terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga pasien tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2006). Selain itu adanya infeksi juga sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi (Perkeni, 2011). 4.2 Pola Pengobatan pada Diabetes Melitus Tipe 2 Berikut ini ialah pola pengobatan pada penyakit Diabetes Melitus tipe 2 yang meliputi: a. Penggunaan Obat Antidiabetik Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 pada pasien yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 golongan obat yang digunakan meliputi golongan biguanid, insulin atau kombinasi dari obat tersebut, dapat di lihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Penggunaan Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013 N o
Golonga n Obat
Jenis Obat
1 2 3
Biguanid Insulin Kombina si
Metformin Insulin Glikuidon (Sulfonilure a) + Metformin (Biguanid) Glimepirid (Sulfonilure a) + Metformin (Biguanid) Insulin + Metformin (Biguanid)
Jumlah
Jumla h Pasien 1 30 3
Persentas e (%)
1
2,5%
5
12,5%
40
100%
2,5% 75% 7.5%
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
Pengunaan obat antidiabetik untuk pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 yang paling banyak digunakan adalah Insulin. Pada terapi dengan penggunaan insulin kadar gula darah sewaktu melebihi rentang 200 mg/dl. Insulin dibutuhkan oleh sel tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah, dari glukosa sel membuat energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya. Pasien Diabetes Melitus tidak memeliki kemampuan untuk mengambil dan menggunakan gula darah, sehingga kadar gula darah meningkat. Pada Diabetes Melitus tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Sehingga pemberian insulin diperlukan. Pada Diabetes Melitus tipe 2, pasien memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak merespon insulin dengan normal. Namun demikian, insulin juga digunakan pada Diabetes Melitus tipe 2 untuk mengatasi resistensi sel terhadap insulin (Anonim, 2010). Pasien DM tipe 2 yang memiliki kontrol glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas. Hal tersebut diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pankreas. Insulin juga memeliki efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM. Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki profil lipid. Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran klinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin analog, merupakan jenis yang baik karena memeliki profil sekresi yang sangat mendekati pola sekresi insulin normal atau fisiologis (Gklinis, 2004). Pada terapi kombinasi, pemberian obat antidiabetik oral maupun insulin 81
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Perkeni, 2011). Penggunaan kombinasi obat golongan biguanid berupa metformin secara bersamaan dengan insulin memberi manfaat bagi pasien dengan resistensi insulin. Keuntungan penggunaan metformin ialah dapat mengurangi peningkatan berat badan yang sering ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi insulin. Kombinasi obat metformin dengan insulin yang telah diberikan pada seorang pasien DM dapat menyederhanakan jadwal pemberian insulin. Golongan sulfonilurea memeliki efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih (Perkeni, 2011) Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Anonim, 2005) b. Penggunaan Obat Penyerta Pengobatan penyakit komplikasi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di instalasi rawat inap di BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada tahun 2013 menggunakan obat – obat golongan antihipertensi, serta obat golongan antibiotik. Distribusi penggunaan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit komplikasi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di instalasi rawat inap di BLU RSUP
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada tahun 2013 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Penggunaan Obat Penyerta pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013
Obat golongan ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan hipertensi. Mekanisme kerja dari golongan obat ini yaitu dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya sekresi natrium 82
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
dan air. Golongan ACE inhibitor tidak menimbulkan efek samping metabolik pada penggunaan jangka panjang yaitu tidak mengubah metabolisme karbohidrat maupun kadar lipid dan asam urat dalam plasma. Di samping itu juga golongan ACE inhibitor dapat mengurangi resistensi insulin, sehingga obat golongan ini sangat menguntungkan untuk penderita DM tipe 2 yang disertai hipertensi (Ganiswarna, 1995). ACE Inhibitor dan ARB menjadi pilihan pertama pada pasien DM dengan hipertensi karena secara farmakologi kedua agen ini bersifat nefroprotektor yang menyebabkan vasodilatasi pada arteriola efferent ginjal. (Govindarajan, 2006). ACE Inhibitor memiliki manfaat dalam menghambat perkembangan DM bahkan mencegah komplikasi DM pada pasien dengan hipertensi melalui mekanisme penghambatan RAAS (Renin-AngiotensinAldosteron System) (Hansson et al, 1999). Ulkus merupakan salah salah satu penyakit komplikasi dari penyakit Diabetes Melitus tipe 2. Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang disertai dengan penyakit ulkus mendapatkan terapi DM berupa obat golongan insulin serta golongan obat-obat oral. Sedangkan untuk terapi ulkus sendiri digunakan golongan obat antibiotik. Kulit pada daerah ekstrimitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi. Ulkus kaki biasanya melibatkan banyak mikroorganisme seperti Staphylococcus, Streptococcus, batang garam negatif dan kuman anaerob (Perkeni, 2011). Pemberian antibiotik bagi pasien ulkus diabetik yang terinfeksi harus memperhatikan derajat beratnya infeksi karena pada infeksi akut umumnya didapatkan kuman gram positif aerobik dan untuk luka kronik atau berat didapatkan mikroorganisme multipel sehingga perlu diberikan antibiotic spektrum luas, jadi pemberian antibiotik perlu mempertimbangkan tingkat derajat infeksi ulkus diabetic (Sarwono, 2005).
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
4.3 Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Berikut ini merupakan kerasionalan dari pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 : a. Tepat Indikasi Tepat indikasi merupakan pemberian obat yang sesuai dengan ketepatan diagnosis dan keluhan dari pasien. Tepat indikasi dalam pengobatan penyakit Diabetes Melitus yaitu ketepatan dalam penggunaan obat antidiabetetik berdasarkan diagnosis yang ditetapkan oleh dokter pada berkas lembar rekam medik sesuai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah yang melewati batas rentang normal atau kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL. Menurut perkeni tahun 2011 diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Yang pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus. Kedua pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik dan yang ketiga tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik di banding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memeliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Berdasarkan hasil penelitian dari berkas rekam medik yang dikaji, jumlah pasien yang terdiagnosis penyakit DM tipe 2 berjumlah 46 pasien, untuk pasien yang memenuhi kriteria kerasionalan pengobatan berupa tepat indikasi berjumlah sebanyak 40 pasien (86,96%) b. Tepat Obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat 83
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Tepat obat dalam terapi Diabetes Melitus tipe 2 yaitu suatu kesesuaian dalam pemilihan obat dari beberapa jenis obat yang mempunyai indikasi terhadap penyaki DM tipe 2 (Perkeni, 2011). Tabel 9 akan menyajikan ketepatan dari penggunaan obat antidiabetik baik insulin maupun Obat Golongan Hipoglikemik Oral (OHO) berdasarkan kajian dari hasil penelitian. Berdasarkan Tabel 9 dapat dikatakan bahwa penggunaan obat antidiabetik di BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou manado selama tahun 2013 menurut Standar Perkeni tahun 2011 telah memenuhi kesesuaian sebesar 100%. Hasil tersebut dihitung berdasarkan pasien yang memenuhi kriteria tepat indikasi. Tabel 9. Kesesuaian Penggunaan Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013
Keterangan : Standar Perkeni 2011
Dari tabel 9 dapat dilihat penggunaan obat antidiabetik untuk pengobatan penyakit Diabetes Melitus tipe 2 yang paling banyak digunakan yaitu insulin sebanyak 30 pasien (75%) serta diikuti dengan pengunaan kombinasi antara insulin dengan OHO sebanyak 5 pasien (12,5%). Menurut Perkeni 2011, penggunaan insulin diperlukan pada saat keadaan dekompensasi metabolik berat, penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
stroke), gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO. c. Tepat Dosis Pengobatan pada Diabetes Melitus tipe 2 dikatakan tepat dosis apabila, pemberian dosis obat antidiabetik diberikan sesuai dengan standar perkeni tahun 2011. Dalam pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 pemberian dosis obat sedapat mungkin harus mempertimbangkan kondisi keadaan dari fungsi organ-organ tubuh, misalnya keadaan dari fungsi organ ginjal yang mengalami penurunan fungsi kerja sehingga dalam pemberian dosis obat sebagai terapi akan berpengaruh. Pemberian dosis obat antidiabetik pada pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 10. Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 10 dapat dilihat bahwa pada pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 menurut perkeni tahun 2011 berdasarkan kriteria kerasionalan tepat dosis dinyatakan memenuhi kriteria sebesar 97,32% . Tabel 10. Kesesuaian Pemberian Dosis dan Cara Penggunaan Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013
Keterangan : Standar Perkeni 2011
d. Tepat Pasien Berdasarkan hasil penelitian dari berkas data rekam medik yang dikaji, pasien yang menjalani pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama 84
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
tahun 2013 tidak memeliki kontraindikasi terhadap terapi obat antidiabetik berupa insulin maupun Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Kesesuaian pasien terhadap pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado selama tahun 2013 sebesar 100% berdasarkan Standar Informatorium Obat Nasional Indonesia tahun 2008. Kesesuaian pasien terhadap pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 dapat di lihat pada tabel 11. Tabel 11. Kesesuaian Pasien pada Pemberian Obat Antidiabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado pada Tahun 2013
Keterangan : Standar IONI 2008
c. Interaksi Antidiabetik dengan Obat Lainnya Interaksi obat terjadi bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih obat berubah. Pada pengobatan Diabetes Melitus obat antidiabetik yang diberikan secara bersamaan dengan obatobat lainnya dapat berinteraksi sehingga menyebabkan efek dari obat antidiabetik dapat dihambat atau dapat juga ditingkatkan. Apabila terjadi penghambatan obat lain terhadap obat antidiabetik maka akan menyebabkan kadar gula dalam darah akan tetap tinggi
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
atau dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemik, tetapi sebaliknya bila efek antidiabetik ditingkatkan oleh obat lainnya maka akan terjadi penurunan gula darah sehingga akan menyebabkan kemungkinan besar terjadinya hipoglikemik. Berdasarkan hasil kajian data rekam medik pasien yang menjalani pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou selama tahun 2013 berdasarkan Stockley’s Drug Interactions tidak terdapat interaksi antara penggunaan obat antidiabetik dengan obat lainnya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan : 1. Terapi penggunaan antidiabetik pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 rawat inap di BLU RSUP Prof dr. R.D. Kandou Manado tahun 2013 adalah penggunaan golongan biguanid (metformin) sebanyak 1 pasien (2,5%), golongan insulin sebanyak 30 pasien (75%), kombinasi antara sulfonilurea (glikuidon) dan biguanid (metformin) sebanyak 3 pasien (7,5%), kombinasi sulfonilurea (glimepirid) dan biguanid (metformin) sebanyak 1 pasien (2,5%) dan kombinasi antara golongan insulin dan biguanid (metformin) sebanyak 5 pasien (12,5%). 2. Kerasionalan penggunaan antidiabetik di BLU RSUP Prof dr. R.D. Kandou Manado tahun 2013 dilihat berdasarkan kriteria tepat indikasi sebesar 86,96%, dan tepat dosis sebesar 97,32% sedangkan kriteria tepat obat dan tepat pasien sebesar 100%. 3. Pada penggobatan Diabetes Melitus tipe 2 penggunaan antidiabetik dengan obat lainnya tidak terjadi reaksi interaksi obat. DAFTAR PUSTAKA Andrajati, R., Adnyana, K.I., Kusnandar.,Sukandar, Y.E., Sigit, I.J.,dan Setiadi, P.A.A. 2009. Iso farmakoterapi. PT. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta
85
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
American Diabetes Association. 2012. Position statement: Standards of medical care in diabetes 2012. Diabetes Care, 33 (Suppl.1) http://care.diabetesjournals.org. Diperoleh 5 april 2012. Anonim. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta. Anonim. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Anonim. 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar. http://www.depkes.go.id. [Depkes RI, Jakarta]. Black, J.M. and Hawks, J.H. 2009. Medical-surgical nursing Clinical management for positive outcomes. Eighth edition. St. Louis : Saunders, an imprint of Elsevier, Inc. Guyton, A.C. and Hall, J.E. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa: Irawati, dkk. Editor: LuqmanYanuar Rachman, dkk. Edisi 11. Cetakan I. EGC, Jakarta. International Diabetes Federation (IDF). 2012. Diabetes Atlas 5th Edition. IDF, Belgium. Junaidi, I. 2009. Kencing Manis. PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta. Karen, B. 2008. Stockley’s Drug Interactions. Pharmaceutical Press, London. Kumolosari, E., Siregar, C.J.P.,Susiani, S., Amalia, L., dan Puspawati, F., 2001, Studi Pola Penggunaan Antibiotika Betalaktam di ruang Perawatan Bedah di Sebuah Rumah Sakit di Bandung, LaporanPenelitian, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI, Jakarta. Poretsky, L. 2002. Principles of Diabetes Mellitus. Massachusetts: Kluwer Academic Publishers. Ranahakusuma, A. B. 1992. Buku Ajar Praktis : Metabolik Endokrinologi Rongga Mulut. Universitas Indonesia, Jakarta Sterling, J.C. 2004. Virus Infections. Dalam Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C., (eds.). Rook’s Textbook of Dermatology., ed. VII. Massachusetts: Blackwell Publishing. Swandari, S. 2013. Penggunaan Obat Rasional (POR) melalui Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Kementerian Kesehatan BPPK: Makassar. http://bbpkmakassar.or.id/index.php/ Umum/Info-Kesehatan/Penggunaan Obat Rasional-POR-melaluiIndikator-8-Tepat-dan-1Waspada.phd (diakses 29 November 2013). Syarif, A. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi Ke-5. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Waspadji, S. 2006. Kaki diabetes. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K & S. Setiati (Eds.), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Penerbit FK UI, Jakarta. Waspadji, S. 2009. Kaki diabetes. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K & S. Setiati (Eds V), Buku ajar ilmu penyakit dalam. Interna Publising, Jakarta World Health Organization. 2012. Guidelines for ATC classification and DDD assignment 15th Edition. WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology Norwegian Institute of Public Health.
86
PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 2
Mei 2014 ISSN 2302 - 2493
1