1
EVALUASI KEMAMPUAN MIKORIZA UNTUK MENINGKATKAN PENYERAPAN P TANAMAN SORGUM MENGGUNAKAN TEKNIK ISOTOP
NURROBIFAHMI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
32
P
2
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kemampuan Mikoriza Untuk Meningkatkan Penyerapan P Tanaman Sorgum Menggunakan Teknik Isotop 32P adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2017
Nurrobifahmi A154130191
4
RINGKASAN NURROBIFAHMI. Evaluasi Kemampuan Mikoriza untuk Meningkatkan Serapan P Tanaman Sorgum Menggunakan Teknik Isotop 32P. Dibimbing oleh ISWANDI ANAS, YADI SETIADI dan ISHAK. Mikoriza merupakan pupuk hayati yang mampu menghasilkan enzim fosfatase dan mampu melepaskan P dari Fe2+, Al3+ dan Ca2+ sehingga fosfat dapat diserap oleh tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh kombinasi antara mikoriza dan berbagai sumber fosfat terhadap serapan P, pertumbuhan tanaman sorgum serta untuk mendapatkan data kuantitatif kontribusi P dari seluruh sumber P yang ada dalam percobaan ini. Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam dapat meningkatkan penyerapan P didalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman sorgum meningkat. Teknik isotop 32P digunakan untuk mengetahui jumlah P berasal dari tanah, P yang disumbangkan oleh adanya aktivitas dari mikoriza dan P berasal dari pupuk. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Pemupukan dan Nutrisi Tanaman Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2016. Penelitian tentang pengaruh metode sterilisasi radiasi sinar Gamma dan autoklaf terhadap bahan pembawa, viabilitas spora Gigaspora margarita dan kelarutan Fe, Mn dan Zn menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan tersusun dari 14 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Penelitian evaluasi kemampuan mikoriza untuk meningkatkan serapan P tanaman sorgum menggunakan teknik isotop 32P menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang tersusun dari 10 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pengaruh metode sterilisasi radiasi sinar Gamma dan autoklaf terhadap bahan pembawa, viabilitas spora Gigaspora margarita dan kelarutan Fe, Mn dan Zn bertujuan untuk menguji jumlah mikrob, kelarutan Fe, Mn, Zn yang ada di dalam bahan pembawa akibat dari pengaruh sterilisasi, menguji pengaruh metode sterilisasi dan jenis bahan pembawa terhadap viabilitas spora Gigaspora margarita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pembawa zeolit yang disterilisasi menggunakan autoklaf, radiasi sinar Gamma dosis 40 dan 50 kGy membunuh semua mikrob sedangkan bahan pembawa kompos yang disterilisasi dengan radiasi dosis 50 kGy lebih efektif dari sterilisasi autoklaf. Metode sterilisasi radiasi sinar Gamma pada dosis 10-50 kGy dan sterilisasi autoklaf selama 60 menit tidak berpengaruh terhadap viabilitas spora Gigaspora margarita. Metode sterilisasi autoklaf dan radiasi sinar Gamma pada zeolit dan tanah tidak berpengaruh terhadap kelarutan Fe2+. Sterilisasi autoklaf pada kompos menyebabkan penurunan kelarutan Fe2+, Mn2+, Zn2+. Sterilisasi radiasi sinar Gamma dosis 50 kGy pada zeolit mampu meningkatkan kelarutan Mn2+ dan Zn2+. Sterilisasi autoklaf pada tanah mampu meningkatkan kelarutan Mn2+ yaitu 326.66%. Sterilisasi autoklaf dan radiasi sinar Gamma pada tanah tidak berpengaruh terhadap kelarutan Zn2+. Pengaruh teknik sterilisasi terhadap viabilitas spora Gigaspora margarita menunjukkan bahwa pada inkubasi 1 bulan proses sterilisasi dengan autoklaf untuk zeolit dapat mencapai viabilitas spora
5
Gigaspora margarita yaitu 46.95%, sedangkan untuk kompos viabilitas spora tidak ada yang berkecambah. Hasil analisis menunjukkan pada inkubasi 3 bulan proses sterilisasi radiasi pada zeolit menunjukkan tercapainya viabilitas spora Gigaspora margarita tertinggi yaitu sebesar 45.81% pada dosis 10 kGy, sedangkan pada kompos viabilitas sporanya tidak ada yang berkecambah. Hasil penelitian menggunakan tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan hasil tertinggi pada bobot biji sebesar 22.53 g tanaman-1, serapan P biji sebesar 71.56 mg tanaman-1, sumbangan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza atau sumber P (P-bdp) biji sebesar 24.71 mg tanaman-1. Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Maroko meningkatkan bobot biji sebesar 28.74%; serapan P biji sebesar 5.99%, sumbangan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza atau sumber P (P-bdp) P-bdp biji sebesar 31.50% atau sebesar 5.92 mg tanaman-1 dibandingkan dengan tanaman yang diberikan pupuk SP 36 saja dan meningkatkan bobot biji sebesar 109.19%; serapan P biji sebesar 87.82%; sumbangan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza/sumber P (P-bdp) sebesar 11.76 mg tanaman-1 dibandingkan dengan tanaman kontrol. Hasil penelitian menggunakan tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Blora memberikan hasil tertinggi pada bobot brangkasan sebesar 6.18 g tanaman-1, serapan P brangkasan sebesar 59.96 mg tanaman-1, sumbangan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza atau sumber P (P-bdp) biji sebesar 36.77 mg tanaman-1. Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Blora memberikan peningkatan bobot brangkasan sebesar 77.58%, serapan P brangkasan sebesar 136.43%, sumbangan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza/sumber P (P-bdp) sebesar 216.2% atau sebesar 25.14 mg tanaman-1 dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan pupuk SP 36 saja dan meningkatkan bobot brangkasan sebesar 2372%, serapan P brangkasan sebesar 2484.48% dan sumbangan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza/sumber P (P-bdp) sebesar 36.77 mg tanaman-1 dibandingkan dengan tanaman kontrol. Persentase derajat kolonisasi akar pada tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa rata-rata perlakuan kontrol, mikoriza tanpa fosfat sampai mikoriza dan pupuk SP 36 memiliki kriteria persentase kolonisasi akar kategori rendah sampai tinggi. Demikian pula halnya dengan persentase derajat kolonisasi akar pada tanah Latosol Cikabayan yang menunjukkan kondisi yang sama. Meskipun demikian, pemberian mikoriza mampu meningkatkan efisiensi penggunaan fosfat alam dan SP 36. Dalam percobaan ini juga ditunjukkan bahwa teknik isotop 32P mampu menjelaskan secara rinci kontribusi P dari berbagai sumber selain tanah secara kuantitatif. Kata kunci: mikoriza, teknik isotop 32P, fosfat alam
6
SUMMARY NURROBIFAHMI. Evaluation of Mycorrhiza Capability to Increase the P uptake on Sorghum Plant Using 32P Isotope Technique. Supervised by ISWANDI ANAS, YADI SETIADI and ISHAK Mycorrhiza is biological fertilizer which is having ability to produce the phosphatase enzym and release P from Fe2+, Al3+, and Ca2+ so that phosphate can be taken up by plants. The objectives of this research were to review the effect of the mycorrhiza and phosphate sources combination of the P uptake and growth of sorghum plant as well as to obtain the quantitative data of P contributions from all P sources in this research. The combination of mycorrhiza with rock phosphate can increase the absorption of P in the soil so that the growth of the sorghum plant increase. The 32P isotope technique is used to quantify the number of P derived from soil, P from mycorrhiza activities and P derived from fertilizer. This research was conducted in the greenhouse of Fertilization and Plant Nutrition Laboratory, Isotopes and Radiation Application Center, National Atomic Energy Agency of Jakarta from March 2015 to April 2016. Effect of sterilization using Gamma ray radiation and autoclave on carrier materials, viability of spore Gigaspora margarita and solubility of Fe, Mn and Zn using Complete Randomized Design (RAL). The experiment composed of 14 treatments and each treatment was repeated 3 times. The research on ability evaluation of mycorrhiza in improving P uptake of sorghum plant using isotope 32 P techniques was used Complete Randomized Design (RAL) which composed of 10 treatments and each treatment was repeated 3 times. Effect of sterilization using Gamma ray radiation and autoclave on carrier materials, viability of spore Gigaspora margarita and solubility of Fe, Mn and Zn was conducted to investigate the number of microbes, the availability of Fe, Mn, Zn in the carrier material as the result of the sterilization, the effect of the sterilization methods and carrier materials types on the viability spores of Gigaspora margarita. The different method of sterilization and types of carrier materials might affect the number of microbes, the availability of Fe, Mn, Zn in carrier materials and the viability spores of Gigaspora margarita. The results showed that the sterilized zeolite carrier materials using autoclave, Gamma ray radiation doses of 40 and 50 kGy remove all microbes while the sterilized compost carrier with 50 kGy dose radiation was more effective than autoclave sterilization. The method of Gamma ray radiation sterilization at 10-50 kGy and autoclave sterilization for 60 minutes did not affect the viability of Gigaspora margarita spores. The sterilization methods autoclave and Gamma ray radiation on zeolite and soil did not affect solubility of Fe2+. Autoclave sterilization on compost caused decrease in solubility of Fe2+, Mn2+, Zn2+. Sterilization Gamma radiation dose of 50 kGy in the zeolite increases the solubility of Mn2+ and Zn2+. Sterilization autoclave on the soil can increases the solubility of Mn2+ that is 326.66%. Sterilization autoclave and Gamma radiation on the soil does not affect the solubility of Zn2+. The effect of method sterilization on viability spore of Gigaspora margarita suggested that on 1 month incubation sterilization process with autoclave for zeolite could reach spore viability of Gigaspora margarita
7
is 46.95%, while for compost the viability was no germination. The results of the analysis showed on 3 months incubation sterilization process with autoclave for zeolite could reach the highest spore viability of Gigaspora margarita that is 45.81% at doses of 10 kGy, while for compost the viability is no germination. The results of research using the Latosol soil of Pasar Jumat showed that the combination of the mycorrhiza with rock phosphate of Morocco gave the highest yield on the seed weight of 22.53 g per plant, P uptake by seed of 71.56 mg per plant, P contributions of the mycorrhiza activity or P sources (P-dfp) of seeds of 24.7 mg per plant. The soil Latosol of Pasar Jumat showed that the combination of mycorrhiza with rock phosphate of Morocco was able to increase the weight of seeds of 28.74%; P uptake by seed of 5.99%, P contribution of mycorrhiza activity/P sources (P-dfp) on P-bdp seeds of 31.50% or to 5.92 mg per plant compared to the plant given SP 36 fertilizer; and be able to increase the seed weight of 109.19%; P uptake by seeds of 87.82%; contribution of P derived from mycorrhiza activity/P sources (P-dfp) of 11.76 mg per plant compared to the control plant. The results of research used the Latosol soil of Cikabayan showed that the combination of mycorrhiza with rock phosphate of Blora suggested the highest yield on stover weight of 6.18 g per plant, P uptake by stover of 59.96 mg per plant, P contributions of the mycorrhiza activity or P sources (P-dfp) of seeds of 36.77 mg per plant. Research used the soil Latosol of Cikabayan, Dramaga, Bogor showed that the combination of mycorrhiza with rock phosphate of Blora provided the increase of stover weight to 77.6%, P uptake by stover amounted to 136.43%, P contributions derived from mycorrhiza activity or P sources (P-dfp) amounted to 216.16% or 25.14 mg per plant compared to plants which only used SP 36 fertilizers and was able to increase the weight of 2372%, P uptake by stover of 2484.48% and P contributions derived from mycorrhiza activity/source P (P-dfp) amounted to 36.77 mg per plant compared to the control plant. The percentage degree of root colonization of Latosol soil on the Pasar Jumat, showed that the average of treatment control, mycorrhiza without phosphate fertilizer and mycorrhiza and SP 36 fertilizer had the low to high category of criteria root colonization percentage. So it was with the percentage degree of root colonization of Latosol soil on Cikabayan that showed the same condition. However, the application of mycorrhiza was able to increase the efficiency of the use of rock phosphate and SP 36. This experiment was also showed that the technique of isotope 32P was able to explain in detail of the P contribution from various sources other than the soil quantitatively. Keywords: mycorrhiza, 32P isotope techniques, rock phosphate
8
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB .
9
EVALUASI KEMAMPUAN MIKORIZA UNTUK MENINGKATKAN PENYERAPAN P TANAMAN SORGUM MENGGUNAKAN TEKNIK ISOTOP 32P
NURROBIFAHMI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
10
Penguji luar komisi pada ujian Tesis : Dr Ir Atang Sutandi, MSi
12
PRAKATA Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas ijin-Nyalah saya dapat menyelesaikan tesis ini. Adapun tesis ini berjudul “Evaluasi kemampuan mikoriza untuk meningkatkan penyerapan P tanaman sorgum menggunakan teknik isotop 32P. Tesis ini merupakan pedoman dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilaksanakan pada tahap selanjutnya. Dalam tesis ini akan dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Pada bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai tahapan dari pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan berikut dengan alat dan bahan yang akan digunakan. Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu penelitian skala labolatorium yang akan dilakukan di Labolatorium Bioteknologi Kehutanan PAU, IPB serta Labolatorium Pemupukan Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta. Penghargaan dan terimakasih yang sedalam – dalamnya penulis ucapkan kepada, 1. Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku pembimbing pertama dan bapak Dr Ir Yadi Setiadi, MSc selaku pembimbing kedua serta Prof (R) Dr Drs Ishak, MSc MID selaku pembimbing ketiga yang telah banyak membantu saya dalam menyusun tesis ini. 2. Staff laboratorium bioteknologi kehutanan PAU IPB yaitu ibu Nana, ibu Susan, ibu Faqih, bapak Ari, dan ibu Eni atas bantuan dalam menyiapkan alat dan bahan untuk penelitian ini. 3. Staff Laboratorium Kelompok Pemupukan dan Nutrisi Tanaman PAIR BATAN yaitu Anggi Nico Flatian, bapak Haryanto, ibu Elsje Sisworo, ibu Ania Citra Resmini, ibu Halimah, bapak Soedono Slamet, bapak Munata, Taufiq Bachtiar, bapak Setiyo Hadi Waluyo, bapak Irawan Soegoro, ibu Tita Puspitasari, bapak Aviantara dan rekan-rekan lainnya atas saran yang telah diberikan dalam penyelesaian tesis ini. 4. Bapak Sihono atas bantuan benih sorgumnya yang digunakan dalam penelitian ini. 5. Rekan – rekan di jurusan Bioteknologi Tanah dan Lingkungan angkatan 2013 yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. 6. Bapak, ibu, kakak dan seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, semangat dan kasih sayangnya. 7. Seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas segala bantuan yang telah diberikan untuk penyelesaian tesis ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk kemajuan teknologi terutama di bidang pertanian Indonesia. Demi lancarnya kegiatan tersebut agar para pembaca dapat memberikan kritik berupa saran dan masukan agar hasil dari penelitian nantinya akan lebih baik. Bogor, Mei 2017
Nurrobifahmi
13
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Penelitian Hipotesis
1 1 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Fungi Mikoriza Arbuskula Peran Mikoriza terhadap Penyerapan Fosfor Mycofer Sorgum Batuan Fosfat Alam Teknik Isotop 32P Radiasi Sinar Gamma untuk Sterilisasi Bahan Pembawa
3 3 4 6 7 9 11 12
3 METODE PENELITIAN
13
Percobaan Pengaruh Metode Sterilisasi Radiasi Sinar Gamma dan Autoklaf terhadap Bahan Pembawa, Viabilitas Spora Gigaspora margarita dan Kelarutan Fe, Mn dan Zn Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Persiapan dan Sterilisasi Media Tanam Persiapan Isolat Mikoriza Pengamatan Analisis Data
13 13 13 14 14 14 15 15
Percobaan Evaluasi Kemampuan Mikoriza untuk Meningkatkan Penyerapan P Tanaman Sorgum Menggunakan Teknik Isotop 32P
15
Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan Percobaan Pengamatan Analisis Data
15 15 16 16 18 19
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan Pengaruh Metode Sterilisasi Radiasi Sinar Gamma dan Autoklaf terhadap Bahan Pembawa, Viabilitas Spora Gigaspora margarita dan Kelarutan Fe, Mn dan Zn Efektifitas Metode Sterilisasi Bahan Pembawa Zeolit dan Kompos Pengaruh Metode Sterilisasi terhadap Kelarutan Fe, Mn, Zn dari Bahan Pembawa Zeolit, Kompos dan Tanah Viabilitas Spora Gigaspora margarita pada Bahan Pembawa Zeolit dan Kompos Percobaan Evaluasi Kemampuan Mikoriza untuk Meningkatkan Penyerapan P Tanaman Sorgum Menggunakan Teknik Isotop 32P Pengujian Viabilitas Spora Mikoriza Derajat Kolonisasi Akar Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Bobot Akar Tanaman Sorgum Aktifitas Jenis 32P Tanaman Sorgum Kontribusi P Berasal dari Berbagai Sumber P dan Total Serapan P pada Tanaman Sorgum Bobot Brangkasan dan Biji Sorgum
19 19 19 20 23 26 26 26 28 30 31 32 36
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
42 42 42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
50
15
DAFTAR TABEL 1
Efektifitas sterilisasi bahan pembawa zeolit menggunakan radiasi sinar Gamma dan autoklaf
kompos
14
2
Pengaruh mikoriza dan pupuk P (fosfat alam dan SP 36) terhadap peningkatan serapan P tanaman sorgum Jumlah mikrob total di bahan pembawa zeolit dan kompos
16
4
Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Fe dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah
21
5
Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Mn dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Zn dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah Pengaruh sterilisasi pada bahan pembawa zeolit dan kompos terhadap viabilitas spora G. margarita setelah disimpan selama 1 dan 3 bulan Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap derajat kolonisasi akar pada tanah Latosol Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap derajat kolonisasi akar pada tanah Latosol Cikabayan Korelasi Pearson (r) antara bobot biji pada tanah Latosol Pasar Jumat dan bobot brangkasan pada tanah Latosol Cikabayan dengan persentase derajat kolonisasi akar Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun brangkasan sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun brangkasan sorgum pada tanah Latosol Cikabayan Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap bobot akar tanaman sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap aktivitas jenis 32P tanaman sorgum pada tanah Latosol Cikabayan dan Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap kontribusi P berasal dari berbagai sumber P pada brangkasan sorgum 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap kontribusi P berasal dari berbagai sumber P pada biji sorgum 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap kontribusi P berasal dari berbagai sumber P pada brangkasan sorgum 63 HST pada tanah Latosol Cikabayan Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap bobot brangkasan dan biji sorgum pada tanah Latosol Cikabayan dan Pasar Jumat
21
3
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
16
17
18
dan
20
23 24 27 27 28
29 29 30 32
33
34
35 37
16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Spora Gigaspora margarita yang berkecambah pada bahan pembawa zeolit dan kompos pada penyimpanan 1 bulan Spora Gigaspora margarita yang berkecambah pada bahan pembawa zeolit dan kompos pada penyimpanan 3 bulan Kolonisasi akar oleh mikoriza Mycofer Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat pada tanaman sorgum umur 145 HST 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat pada biji sorgum umur 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat pada tanaman sorgum umur 63 HST di tanah Latosol Cikabayan
25 25 27 39 40 41
DAFTAR LAMPIRAN 1 1.
22. 3 4 5
Hasil analisis sifat fisik, kimia tanah dan peta tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan Analisis kandungan hara pupuk Deskripsi tanaman sorgum varietas Pahat Deskripsi tanaman sorgum varietas Samurai 2 Prosedur pencacahan aktivitas 32P tanaman
51 53 54 55 56
6 7
Radioisotop yang digunakan dalam penelitian 58 Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap 59 pertumbuhan tanaman sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat
8
Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap 59 pertumbuhan tanaman sorgum pada tanah Latosol Cikabayan Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap 59 brangkasan sorgum umur 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat
9 10 11 12 13 14
Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap 59 biji sorgum umur 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap 60 brangkasan sorgum umur 63 HST pada tanah Latosol Cikabaya Hasil sidik ragam pengaruh metode sterilisasi dan jenis bahan pembawa 60 terhadap viabilitas spora mikoriza Foto-foto penelitian 61 Riwayat hidup 63
17
1
1 PENDAHULUAN Latar belakang
Produksi inokulan mikoriza umumnya menggunakan kultur pot dimana mikoriza yang telah diketahui keefektifannya diinokulasikan pada tanaman inang tertentu dengan menggunakan bahan pembawa yang sudah steril. Berbagai macam bahan pembawa yang dapat digunakan untuk perbanyakan inokulan mikoriza yaitu arang sekam, jerami, tanah, pasir, zeolit, vermikulit, biochar (Ridgway et al. 2006, Prafithriasari dan Nurbaity 2010, Saranya dan Kumutha 2011; Nurbaity et al. 2011; Douds et al. 2014). Secara alamiah di dalam bahan pembawa masih terdapat mikrob indigenus (bawaan). Apabila bahan pembawa tersebut tidak disterilisasi, maka akan mengganggu pertumbuhan mikoriza tersebut. Jenis sterilisasi yang digunakan dapat berpengaruh terhadap jumlah mikrob indigenus, kelarutan Fe, Mn, Zn di dalam bahan pembawa sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan spora G. margarita. Sterilisasi bahan pembawa merupakan tahap yang harus dilakukan sebelum proses inokulasi. Pemilihan metode sterilisasi diperlukan agar bahan pembawa tidak mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi viabilitas inokulan. Metode sterilisasi bahan pembawa yang umum digunakan adalah metode fisik yaitu meliputi pemanasan, pengeringan dan radiasi. Metode sterilisasi pemanasan (panas lembab) biasanya menggunakan autoklaf yang memanfaatkan panas dalam suatu ruangan bertekanan dengan temperatur 121oC selama 60 menit. Autoklaf memiliki kekurangan yaitu menimbulkan kerusakan sifat kimia bahan pembawa dan menghasilkan unsur beracun. Menurut Toharisman (1989) intensitas sterilisasi tanah menggunakan autoklaf dapat meningkatkan kelarutan Fe, Mn dan Zn yang tinggi sehingga dapat meracuni mikrob yang ada di dalamnya. Metode sterilisasi fisik lainnya adalah radiasi. Radiasi sinar Gamma Co-60 yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik untuk meradiasi bahan pembawa. Radiasi sinar Gamma memiliki efektivitas yang berbeda dalam mematikan mikrob tergantung pada besaran dosis yang diberikan di dalam bahan pembawa. Semakin besar dosis yang diberikan, maka daya mematikan akan semakin besar (Sindy et al. 2010). Pemberian pupuk P ke dalam tanah dengan tujuan memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara P, tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya oleh tanaman. Hal ini terutama terjadi pada lahan-lahan masam yang umumnya memiliki kandungan Al dan Fe cukup tinggi. Unsur P diikat dalam bentuk senyawa Al-P serta Fe-P yang sukar larut. Akibatnya unsur P banyak tertimbun di dalam koloid tanah, sehingga menjadi bentuk P yang tidak tersedia bagi tanaman (Citraresmini 2009). Dengan demikian efisiensi pemupukan P menjadi rendah. Efisiensi pemupukan P nilainya berkisar antara 10% - 20% (Johnston dan Syers 2009). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman dapat dilakukan melalui pengaturan pola tanam, penambahan bahan organik, pemberian fosfat alam, penambahan mikrob untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
2
Penggunaan fosfat alam secara langsung sebagai pupuk diharapkan mempunyai efektivitas yang sama dengan pupuk P yang mudah larut. Efektivitas fosfat alam ditentukan oleh beberapa faktor antara lain reaktivitas, ukuran butiran, pH tanah dan respon tanaman. Fosfat alam yang mempunyai reaktivitas dan nilai RAE rendah perlu diperbaiki dengan melakukan penambahan teknologi pupuk yang lebih efisien untuk keperluan tanaman, tanah maupun nilai ekonominya. Teknologi pupuk untuk mengefisienkan pupuk P dapat dilakukan dengan cara membuat fosfo kompos (mencampurkan fosfat alam dengan kompos) atau dapat dilakukan dengan cara biologi antara lain dengan inokulasi mikoriza (Kasno et al. 2009). Mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang dapat berfungsi untuk proses mineralisasi senyawa P organik di dalam tanah (Suparno et al. 2012) dan menurut (Klugh dan Cumming 2007; Plassard C dan Fransson P 2009) mikoriza juga menghasilkan asam organik sehingga dapat mengurangi toksisitas logam dan meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah. Mikoriza adalah simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman. Mikoriza bersifat simbion obligat yang tidak dapat melestarikan tubuh dan reproduksinya bila terpisah dari tanaman inang (Parniske 2008; Hodge dan Fitter 2010; Denison dan Kiers 2011; Kheyrodin 2014). Mikoriza berperan untuk meningkatkan penyerapan unsur hara P, meningkatkan penyerapan air di daerah kering, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, memperbaiki struktur tanah, melindungi tanaman dari keracunan logam berat (Joachim et al. 2009). Penggunaan fosfat alam dan mikoriza dapat dijadikan sumber P alternatif karena relatif murah, ramah lingkungan dan dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa kombinasi mikoriza dan fosfat alam dapat meningkatkan serapan P tanaman, meningkatkan hasil tanaman dari berbagai jenis tanaman (Ouahmane et al. 2007; Sabannavar dan Lakshman 2009; Ramirez et al. 2009; Sabrina et al. 2013). Metode konvensional yang dapat digunakan hanya dapat menghitung kandungan P-total tanaman, tetapi metode ini tidak dapat dapat merinci asal sumbangan P yang diserap oleh tanaman. Untuk dapat mengetahui asal sumbangan P yang diserap oleh tanaman maka dapat digunakan radioisotop 32P sebagai perunut (tracer). Kelebihan dari metode isotop 32P yaitu metode ini dapat merinci sumbangan P berasal dari tanah, sumbangan berasal dari pupuk dibandingkan dengan metode lainnya yang hanya dapat menghitung secara kuantitatif kandungan P dalam tanah (Citraresmini 2009). Isotop 32P digunakan secara akurat untuk menentukan efisiensi pupuk P, mengetahui sumbangan P berasal dari tanah, mempelajari residu pupuk P, mengetahui jumlah P yang diserap oleh tanaman berasal dari sumber P yang berbeda (Noack et al. 2014; Achat et al. 2014; Citraresmini et al. 2013; Suyono dan Citraresmini 2010).
Tujuan Penelitian 1.
Menguji pengaruh metode sterilisasi dan jenis bahan pembawa terhadap jumlah mikrob, kelarutan Fe, Mn dan Zn dan viabilitas spora G. margarita.
3
2.
Menguji kemampuan mikoriza dalam meningkatkan penyerapan P, pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum serta mengetahui sumbangan P berasal dari tanah, aktivitas mikoriza, pupuk (fosfat alam dan SP 36) pada tanaman sorgum dengan menggunakan teknik isotop 32P.
Hipotesis 1. 2.
Metode sterilisasi dan jenis bahan pembawa berpengaruh terhadap viabilitas spora G. margarita. Mikoriza dan sumber fosfat (fosfat alam dan SP 36) meningkatkan serapan P tanaman serta meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sorgum serta sumbangan P berasal dari tanah, aktivitas mikoriza, pupuk (fosfat alam dan SP 36) pada tanaman sorgum yang dapat diketahui dengan menggunakan teknik isotop 32P.
2 TINJAUAN PUSTAKA Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Mikoriza adalah asosiasi simbiotik mutualisme antara fungi (myces) dan sistem perakaran (rhiza) tanaman tingkat tinggi. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara, terutama fosfat bagi tanaman melalui kolonisasi akar tanpa menimbulkan nekrosis seperti halnya terjadi pada kolonisasi jamur patogen (Rao 1994). Mikoriza ini mempunyai kemampuan spesifik dalam meningkatkan penyerapan P yang sukar larut, baik yang terdapat secara alami maupun yang berasal dari pupuk pada tanah-tanah marginal yang kandungan P-nya rendah (Abdalla dan Fattah 2000). Menurut Setiadi (1999) pemanfaatan mikoriza dapat meningkatkan zona penyerapan dan ketersediaan hara serta resistensi terhadap cekaman air dan serangan hama penyakit. Berdasarkan struktur tubuh dan cara kolonisasi terhadap tanaman inang, Fakuara (1988) mengelompokkan mikoriza ke dalam tiga kelas yaitu : 1) Endomikoriza: perakaran yang terkolonisasi tidak membesar dan tidak memiliki selubung cendawan. Adanya hifa-hifa cendawan yang menembus akar secara intraseluler yang membentuk vesikula dan arbuskula, jenis ini lebih dikenal sebagai cendawan mikoriza arbuskula. 2) Ektendomikoriza: mempunyai ciri-ciri antara ekto dan endo mikoriza, tetapi kepentingan ekologisnya lebih sedikit dibandingkan dengan kelas lainnya. Ektendomikoriza mempunyai penyebaran terbatas pada tanah-tanah hutan dan ditemukan pada pohon hutan yang secara normal membentuk ektomikoriza. 3) Ektomikoriza: mudah dikenali karena perakaran yang terkolonisasi membesar dan hifa seperti jala. Hifa cendawan tidak menembus sel, tetapi hanya berada di dinding-dinding sel jaringan korteks. Ciri khas mikoriza terletak pada adanya arbuskula yang bercabang dan berkembang dalam sel-sel korteks tanaman dan umumnya berumur
4
pendek. Struktur lain yang dibentuk mikoriza adalah vesikula, hifa ekstra matrikal dan spora (Bertham 2003). Mikoriza merupakan simbion obligat karena memerlukan hadirnya tanaman inang yang dapat dikolonisasi agar terbentuk asosiasi dengan jaringan akar (Bertham 2003). Kolonisasi akar merupakan proses dinamis karena komponen akar dan fungi tumbuh dan berkembang (Smith dan Read 1997). Akar yang terkolonisasi mikoriza dapat membentuk hifa eksternal yang merupakan kelanjutan dari hifa internal yang mampu menambah luas serapan akar dengan laju penyerapan hampir empat kali dibandingkan dengan perakaran normal (Adinurani et al. 1999). Hasil penelitian Abdullah et al. (2005) mengenai jenis isolat mikoriza pada lima varietas jagung menunjukkan bahwa jenis spora Glomus sp. lebih banyak terbentuk dibandingkan dengan jenis lainnya. Hal ini disebabkan genus Glomus mempunyai kemampuan membentuk spora maupun mengkolonisasi akar lebih tinggi dibandingkan genus yang lain seperti Gigaspora dan Acaulospora. Mikoriza yang umum digunakan dalam pupuk hayati adalah Gigaspora dan Glomus. Gigaspora memiliki ukuran besar, tidak mempunyai lapisan dinding dalam dan merupakan genus yang tidak membentuk vesikula di dalam akar, sedangkan Glomus memiliki ukuran lebih kecil dari Gigaspora dan mempunyai dinding spora yang lebih dari satu lapis (Prihastuti 2007). Bahan pembawa anorganik yang baik digunakan adalah zeolit, karena bersifat stabil dan tidak mudah berubah atau rusak (Bertham 2003). Zeolit merupakan mineral yang mampu memperbaiki produktivitas tanah dan tanaman karena bersifat basa sehingga dapat menetralkan tanah yang bersifat asam, mengurangi daya fiksasi P oleh koloid tanah dan meningkatkan KTK serta aktivitas mikroorganisme dalam tanah (Deptan 2001).
Peran Mikoriza terhadap Penyerapan Fosfor Fosfor (P) di dalam tanah pada umumnya dalam bentuk tidak larut sehingga sebagian kecil yang dapat diserap oleh tanaman. P yang ada dalam tanah sama banyaknya antara yang organik dan yang anorganik. Banyaknya rambut akar akan meningkatkan kesempatan untuk menyerap P. Sistem serapan P oleh mikoriza dianggap sebagai hasil dari tiga tahapan: penyerapan oleh hifa, translokasi di dalam hifa dan transfer melalui bidang kontak simbiotik. Tumbuhan yang diinokulasi mikoriza dapat tumbuh dengan baik daripada tumbuhan yang tidak diinokulasi. Hal ini disebabkan oleh kerja hifa eksternal yang mampu mengakumulasi dan mentranslokasikan logam. Mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dalam tanah yaitu karena mikoriza dapat : (a) mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, (b) meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan penyerapan, (c) mengubah secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapannya ke dalam akar tanaman (Abbot dan Robson 1982). Intensitas kolonisasi mikoriza dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, meliputi pemupukan dan nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH, kepadatan inokulum dan tingkat ketahanan tanaman (Fakuara 1988).
5
Mekanisme yang terlibat sehingga mikoriza dapat meningkatkan ketersediaan dan penyerapan P yaitu : 1. Mekanisme kimia Muin (2003) mengemukakan bahwa tanaman yang bermikoriza sering memberikan respon yang baik akibat penambahan fosfat tidak mudah larut seperti trikalsium fosfat dan batuan fosfat. Efektivitas pupuk fosfat alam sangat tergantung pada sifat fosfat alam itu sendiri, faktor tanah (pH) dan status mikoriza pada tanaman (Muin 2003). Mikoriza dapat membantu ketersediaan sumbersumber P lambat larut seperti batuan apatit, FePO4, AlPO4 dan kalium serta besi fitat. Mikoriza dapat membantu tanaman-tanaman seperti ketela pohon, jeruk, jambu biji dan kedele bertahan atau toleran pada kondisi tanah mineral masam seperti tanah oxisol dan ultisol. Sehubungan dengan kedua keadaan tersebut, diduga jamur dapat mendorong perubahan pH rizosfer menjadi sekitar 6.3 (Mosse 1981). Menurut Mosse (1981) perubahan pH tersebut dapat terjadi melalui produk eksudat akar jamur berupa anion poligalakturonat, sitrat dan oksalat yang akan menggantikan posisi ion phospat pada situs adsorpsi. Kemungkinan lainnya, jamur ini dapat memacu dan memproduksi enzim fitase. Mekanisme fisiologi 2. Menurut Hayman (1983) akar bermikoriza atau hifa jamur dapat menyerap P dari larutan tanah, pada jamur dapat menyerap P dari larutan tanah, pada konsentrasi dimana akar tidak bermikoriza tidak dapat menjangkaunya, meskipun dengan rambut akar yang melimpah, diameter hifa jamur yang relatif kecil, yaitu 2–5 um akan mudah menembus pori-pori tanah yang tidak bisa dimasuki rambut akar yang berdiameter relatif lebih besar (10-20 um). Graham (1988) melaporkan bahwa kandungan fosfor tersedia dalam tanah akan mempengaruhi kemampuan mikoriza dalam mengkolonisasi akar. Tanaman yang mengalami kahat fosfor, permeabilitas membran sel akar akan meningkat sehingga banyak mengeluarkan eksudat akar. Keadaan ini mendukung terjadinya kolonisasi mikoriza. Sebaliknya apabila suplai P yang berlebihan akan berakibat buruk bagi mikoriza karena akan meningkatkan konsentrasi fosfolipid serta menurunkan permeabilitas sel membran sehingga menghambat kolonisasi akar (Thomson et al. 1986). 3. Mekanisme fisik Miselium mikoriza yang berada diluar akar sebagai rambut untuk mengambil bahan makanan dan air. Miselium mikoriza dapat tumbuh menyebar keluar akar untuk beberapa sentimeter (>9cm), sehingga dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan zona kekosongan (deplesi) bahan makanan terutama P disekitar akar dengan tanah. Menurut Hayman (1983), zona ini muncul karena akar tanaman menyerap P lebih cepat dari gerakan P yang berdifusi lambat ke permukaan akar. Hal ini disebabkan kurangnya mobilitas ion-ion phospat dalam tanah dan juga mudahnya ion-ion fosfat tersebut teradsorpsi oleh komplek lempung seperti kaolinit, montmorilonit dan lilit. Menurut Soepardi (1978) efek pengikatannya serupa apabila P diikat oleh bentuk senyawa Fe dan Al yang sederhana. Total panjang hifa jamur dapat mencapat 2.6-54 m gram-1 tanah. Akar bermikoriza dapat mengeksplorasi volume tanah cukup besar, sehingga P yang dapat diserap oleh akar bermikoriza akan semakin banyak. Menurut Setiadi (1989) peningkatan penyerapan unsur hara oleh mikoriza karena terbentuknya selubung hifa yang tebal, jaring hartig dan peningkatan permukaan karena hypertropi memungkinkan system perakaran mengambil unsur
6
hara lebih baik dan kegiatan metabolisme akar yang bermikoriza lebih baik karena konsumsi oksigen dari akar yang bermikoriza adalah 2-4 kali lebih tinggi dari akar non mikoriza. Dengan demikian akar-akar mikoriza dapat memperbesar penyerapan garam-garam mineral dengan memperbesar supplai ion hidrogen yang dapat dipertukarkan serta jamur mikoriza mempunyai enzim fosfatase yang dapat membantu penyerapan fosfor tak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Tanaman berbeda-beda kebutuhan dan ketergantungannya terhadap mikoriza, tanaman dengan ketergantungan fosfatnya yang tinggi cenderung untuk berasosiasi dengan mikoriza (Setiadi 1990). Swift (2004) menyatakan bahwa keuntungan yang tinggi dari simbiosis mikoriza dengan tanaman diperoleh pada tanah yang defisien P dan turun pada tanah yang ketersediaan P-nya tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa apabila level P tanah lebih dari 140 mg.kg-1 (140 ppm), maka kolonisasi mikoriza akan menurun, sedangkan apabila level P tanah 50 mg kg-1 (50 ppm), maka diperoleh perkembangan mikoriza yang tinggi. Berdasarkan penelitian (Suparno 2008) penambahan mikoriza Mycofer dengan fosfat alam Ayamaru pada dosis 2 g P2O5 bibit-1 mampu meningkatan jumlah daun dan bobot kering tajuk sebesar 64.1% dan 127.5%. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza telah dengan nyata meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat alam. Inokulasi mikoriza meningkatkan serapan P tajuk sebesar 21.3% untuk M1, 45.2% untuk M2. Pada perlakuan tanpa fosfat alam pun inokulasi mikoriza telah meningkatkan serapan P tajuk dibandingkan dengan kontrol pada dosis fosfat alam 2 g P2O5 bibit-1. Inokulasi mikoriza mampu meningkatkan kolonisasi akar sebesar 1399.2%. Baik pada perlakuan tanpa fosfat alam maupun pemberian fosfat alam, inokulasi mikoriza telah dengan nyata meningkatkan aktivitas asam fosfatase pada akar. Serapan P tajuk bibit yang dipupuk dengan 2 g P2O5 SP 36 lebih tinggi dibandingkan dengan pemupukan 2 g P2O5 fosfat alam terhadap kolonisasi akar oleh mikoriza maupun aktivitas asam fosfatase menunjukkan bahwa bibit yang dipupuk dengan fosfat alam Ayamaru lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang dipupuk dengan SP 36. Menurut Pamuna et al. 2013 bahwa penambahan pupuk SP 36 sampai pada dosis 30 kg ha-1 menyebabkan kenaikan pH secara linier. Mikoriza digunakan secara bersama-sama dengan pupuk SP 36 maka perannya mencapai 85% dalam meningkatkan pH, bila dibandingkan hanya menggunakan pupuk SP 36. Penelitian Nyimas et al. 2006 melaporkan bahwa mikoriza dapat meningkatkan produksi bahan kering tanaman kudzu tropika dimana dengan pemberian batuan fosfat 200 kg ha-1 P2O5 dicapai hasil bahan kering paling tinggi yaitu 3.6 g pot-1. Pemberian batuan fosfat 300 kg ha-1 tidak berbeda nyata dengan pemberian 200 kg ha-1. Hal ini disebabkan bahwa dengan pemberian 200 kg ha-1 kebutuhan P sudah terpenuhi.
Mycofer Mycofer (Mycorrhiza fertilizer) adalah pupuk hayati yang dikembangkan dari konsorsium beberapa jenis mikoriza terpilih yaitu Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus etunicatum dan Acaulospora tuberculata merupakan inokulum mikoriza dengan media berupa zeolit dan telah diujicobakan secara luas
7
oleh Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor. Menurut Nurmalasari 2009 manfaat dari Mycofer antara lain: 1. Meningkatkan pertumbuhan tanaman 2. Meningkatkan kualitas semai bibit 3. Meningkatkan daya hidup bibit setelah transplanting (penyapihan) 4. Meningkatkan penyerapan fosfat dari tanah ke tanaman 5. Mengefisiensikan penyerapan unsur hara makro, mikro dan air 6. Memperluas daerah menyerapan akar 7. Meningkatkan asimilasi karbon, fitohormon dan transfer nutrisi 8. Membantu pembentukan akar baru dan memperbaiki morfologi akar 9. Melindungi akar dari serangan patogen 10. Memperbaiki struktur tanah (drainase dan aerasi) 11. Bio-indikator untuk menentukan kualitas lingkungan
Sorgum Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi berasal dari wilayah sekitar sungai Niger di Afrika. Tanaman ini digolongkan tanaman utama di peringkat 5 dari seluruh tanaman di dunia setelah gandum, jagung, padi dan barley. Dilihat dari pusat asalnya, tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada daerah sekitar khatulistiwa. Oleh karena itu, iklim makro di Indonesia secara agroklimat dapat memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan tanaman. Tanaman sorgum merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili graminae yang mampu tumbuh tinggi hingga 6 meter. Bunga sorgum termasuk bunga sempurna dimana kedua alat kelaminnya berada di dalam satu bunga. Bunga sorgum merupakan bunga tipe panicle (susunan bunga di tangkai). Rangkaian bunga sorgum berada di bagian ujung tanaman. Bentuk tanaman ini secara umum hampir mirip dengan jagung yang membedakan adalah tipe bunga dimana jagung memiliki bunga tidak sempurna, sedangkan sorgum bunga sempurna. Biji sorgum ada yang tertutup rapat oleh sekam yang liat, ada pula yang tertutup sebagian atau hampir telanjang. Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas. Tanaman sorgum memiliki akar serabut. Rismunandar (2006) menyatakan bahwa sorgum merupakan tanaman biji berkeping satu tidak membentuk akar tunggang dan hanya akar lateral. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung. Batang tanaman sorgum beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenkim). Daun tumbuh melekat pada buku-buku batang dan tumbuh memanjang yang terdiri dari kelopak daun, lidah daun dan helaian daun. Daun tanaman sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin
8
tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah. Lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan. Daun berlapis lilin yang dapat menggulung bila terjadi kekeringan. Sorgum memiliki beberapa keunggulan dibandingkan tanaman pangan lainnya seperti daya adaptasi yang luas (Sirappa 2003), kandungan protein sorgum 10.4 g per 100 g lebih tinggi dibandingkan kandungan protein beras dan jagung masing-masing hanya 7.9 g per 100 g dan 9.2 g per 100 g (Susila 2005). Hasil rata-rata varietas sorgum yang telah dilepas di Indonesia sekitar 3-4 ton ha-1 (PPPTP 2009). Keunggulan sorgum dalam budidaya, kandungan nutrisi dan potensi hasil menjadikan tanaman ini berpotensi untuk mendukung keberhasilan program diversifikasi pangan. Kadar tanin dalam sorgum ditentukan dari warna bijinya, seperti biji dengan warna putih mengandung tanin sebesar 0.1-0.12% (Nurmala dan Wawan 2007). Sedangkan untuk bahan baku industri, biji sorgum mengandung 65-71% pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana, bahan perekat, bahan pengental dan aditif pada industri tekstil (Sirappa 2003). Sorgum dapat bertoleransi pada keadaan panas dan kering, tetapi juga dapat tumbuh pada daerah yang bercurah hujan. Keadaan lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan sorgum adalah penyebaran hari hujan yang teratur terutama pada saat tanaman berumur 4 sampai 5 minggu yaitu pada saat perkembangan perakaran sampai pada akhir pertumbuhan vegetatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23 sampai 30°C dengan kelembaban relatif 20-40%, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 6-7.5. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dpl dengan suhu kurang dari 20° C pertumbuhan tanaman akan terhambat (Laimeheriwa 1990). Di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dilakukan pemuliaan tanaman sorgum dengan teknik mutasi menggunakan radiasi sinar Gamma bersumber Co-60. Benih sorgum galur mutan Zh-30 diradiasi dengan dosis 300 Gy. Dari hasil penelitian tersebut telah didapat 10 galur mutan harapan sorgum yang memiliki sifat produksi biji, biomassa dan kadar nira batang tinggi, sedangkan sorgum yang dikembangkan oleh BATAN sudah menjadi varietas yaitu Samurai 1 dan Samurai 2 (sorgum hasil mutasi radiasi). Hasil varietas Pahat (Pangan Sehat) hasil panennya dibanding dengan produksi nasional terbilang cukup tinggi yaitu 5.5-7 ton ha-1. Sorgum memiliki kadar protein yang tinggi dan rendah kalori. Samurai 1 adalah jenis sorgum manis yang produksinya lebih tinggi dari Pahat yaitu potensinya 7.5 ton ha-1. Batangnya bisa diperas jadi nira sebagai bahan bioetanol. Rata-rata kadar gula batang 12.02%. Pada sorgum ini ada 3 komponen yang bisa dimanfaatkan yaitu buahnya sebagai pangan, batangnya bisa sebagai nira dan biomassa itu sendiri bisa digunakan untuk pakan ternak yang bagus. Samurai 2 adalah jenis sorgum yang produksinya lebih tinggi dari samurai 1 yaitu potensinya 8.5 ton ha-1, rata-rata kadar gula batang 7.8%, memiliki rendemen beras tinggi dan hasil pengujian pembuatan kue caramel dan brownies memiliki tekstur empuk dan rasa kue enak sehingga cocok digunakan sebagai bahan pangan (Sihono 2013).
9
Batuan Fosfat Alam Batuan Fosfat Alam (BFA) adalah batuan yang terbentuk secara alami antara lain dari mineral apatit. Menurut Suhala dan Arifin (1997) BFA mengandung kadar P2O5 antara 0.17 dan 43% untuk endapan Guano dan kadar P2O5 antara 20 dan 40% untuk fosfat marin. Fosfat Guano berasal dari akumulasi kotoran burung laut dan kotoran kelelawar. Fosfat Guano termasuk sumber P organik yang memiliki kelebihan karena selain sebagai pemasok P juga sebagai bahan organik yang memiliki kemampuan khelasi. Menurut Moersidi (1999) batuan fosfat alam dapat berupa batu fosfat beku, batu fosfat Guano dan batu fosfat sedimen atau massa tanah yang mengandung gugusan oksida fosfor [Ca3(PO4)3F2]. Pada batu fosfat beku gugusan oksida fosfor berada dalam mineral apatit, terutama fluorapatit [Ca5(PO4)3-F]. Pada mineral sedimen gugusan oksida fosfor terkandung dalam mineral francolite {Ca10-x-yNaxMgy(PO4)6-z(CO3)zFo4zF2}. Pada batu fosfat Guano gugusan oksida fosfor terkandung dalam karbonat hidroksi apatit (Ca10(PO4,CO3)6(OH)2). Deposit fosfat alam dari batuan beku dijumpai di alam sebagai terobosan magma dari batuan alkalin. Fosfat alam sedimen umumnya tersusun dari karbonat fluorapatit yang mempunyai kristal berukuran mikro dan dikenal sebagai frankolit (Khasawneh dan Doll 1978). Endapan fosforit ini umumnya ditemukan pada formasi-formasi tua. Fosfat alam tersebut dideposisikan di perairan dangkal di lempeng benua atau perairan yang lebih dalam di perbatasan lempeng benua dan samudra. Endapan Guano merupakan endapan yang lebih sedikit dijumpai diantara ketiganya. Fosfat Guano terbentuk melalui perembesan fosfat dari Guano (kotoran burung laut atau kelelawar) ke batuan kapur atau batuan beku dibawahnya. Pada umumnya deposit ini kecil dan tersebar tidak merata (Cathcart 1987). Fosfat Guano bereaksi dengan batu gamping akibat pengaruh air hujan dan air tanah. Fosfat Guano termasuk sumber P organik yang memiliki kelebihan karena selain sebagai pemasok P juga sebagai bahan organik yang memiliki kemampuan khelasi. Berdasarkan komposisi umum mineral penyusun yang ditemukan dalam tambang, fosfat alam dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: besi-aluminium fosfat; kalsium-aluminium-besi-fosfat dan kalsium fosfat (McClellan 1978; Khasawneh dan Doll 1978). Kelompok kalsium fosfat merupakan kelompok fosfat alam komersial terpenting. Kelompok ini mempunyai ciri umum bersusun ion-ion menyerupai mineral-mineral yang dikategorikan sebagai apatit. Diluar kemiripan struktur, mineral-mineral dalam kelompok tersebut berbeda dan fluorapatit diasumsikan sebagai komposisi umum fosfat alam (McClellan 1978; Khasawneh dan Doll 1978). Penilaian kualitas fosfat alam sebagai pupuk dapat dilakukan secara kimia yang ditetapkan dengan pengekstrak asam lemah, seperti asam sitrat 2% atau asam format 2% atau dapat juga ditetapkan dengan asam kuat seperti HCl untuk mengetahui kadar total P2O5. Fosfat alam yang digunakan secara langsung reaktifitasnya dipengaruhi oleh ukuran butir. Makin halus ukuran butir fosfat alam makin reaktif, karena semakin tinggi permukaan fosfat alam yang bersentuhan dengan permukaan koloid tanah. Hammond dan Diamond (1987) menegaskan bahwa penggunaan fosfat alam yang digiling halus umumnya direkomendasikan hanya di tanah dengan pH kurang dari 5.5.
10
McClellan dan Kauwenberg (1992); Moersidi (1999) menyatakan bahwa besarnya karbonat yang mensubstitusi fosfat berpengaruh besar terhadap kelarutan fosfat alam apatit. Semakin tinggi jumlah karbonat yang mensubstitusi fosfat menyebabkan reaktivitas semakin tinggi. Hal ini berhubungan dengan panjang sumbu a dari kristal hexagonal mineral apatit, makin banyak substitusi karbonat makin pendek sumbu a-nya. Substitusi karbonat pada batuan apatit bila diurut dari rendah ke tinggi adalah fluorapatit, batuan metamorf dan tertinggi adalah batuan sedimen. Di samping sifat internal, faktor lingkungan juga menentukan tingkat kelarutan fosfat alam. Menurut Khasawneh dan Doll (1978) bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pelarutan fosfat alam di dalam tanah yaitu pH tanah, konsentrasi Ca dan P di dalam larutan tanah. Kelarutan fosfat alam pada pH rendah lebih tinggi dibandingkan pada pH tinggi. Engelstad et al. (1974) melaporkan bahwa pada pH tanah rendah sekitar 4.6 kelarutan fosfat alam (dicerminkan oleh efektivitas agronomik) lebih tinggi dibanding pada pH tanah tinggi sekitar 8, karena pelarutan fosfat alam melepaskan ion Ca, maka tanah dengan kandungan Ca dapat ditukar tinggi akan menurunkan kelarutan fosfat alam sesuai dengan hukum aksi massa (Hammond et al. 1986). Untuk beberapa tanah tropik masam, Ca dapat ditukar umumnya rendah sehingga memberikan kondisi yang baik untuk pemberian fosfat alam. Faktor lain yang berhubungan dengan kelarutan fosfat alam adalah KTK tanah. Tanah berpasir dengan KTK rendah, tidak merangsang pelepasan Ca dari fosfat alam. Oleh karena itu pelarutan fosfat alam menjadi rendah yang pada akhirnya menurunkan efektivitas agronomik fosfat alam (Kanabo dan Gilkes 1988; Khasawneh dan Doll 1978). Hasil penelitian Purnomo et al. (1996) menunjukkan residu 3 tahun pemberian pupuk P ternyata masih dapat memperbaiki sifat-sifat tanah antara lain meningkatkan pH, kadar P potensial dan P tersedia, kadar Ca dan Mg serta menurunnya kejenuhan Al. Keunggulan fosfat alam dibandingkan dengan sumber pupuk P yang mudah larut adalah harga persatuan P2O5 lebih murah dan lambat melepaskan P sehingga efek residunya lebih baik dan lama serta ramah lingkungan (Sri et al. 1998). Reaktivitas atau kelarutan dari fosfat alam adalah suatu parameter yang menunjukkan kemampuan fosfat alam untuk melepaskan P yang dapat digunakan tanaman. Reaktivitas fosfat alam umumnya dapat ditentukan dengan tiga jenis pereaksi (larutan kimia) yaitu amonium sitrat pH 7, asam sitrat 2% dan asam format 2%. Ketiga pereaksi tersebut umumnya mempunyai efektivitas yang hampir sama untuk menduga reaktivitas fosfat alam (Kasno et al. 2009). Standar mutu yang digunakan untuk menentukan kualitas dari fosfat alam yaitu deskripsi sampel, besarnya kadar P2O5, Ca, Mg di dalam sampel, kelarutan dalam pereaksi ammonium sitrat pH 7, asam sitrat, asam format (Binh dan Zappata 2002). Reaktivitas fosfat alam hanya menunjukkan tingkat kemampuan fosfat alam melepaskan P yang potensial tersedia untuk tanaman, tetapi tidak dapat digunakan untuk menduga jumlah P tersedia untuk tanaman karena efektivitas agronomi dari fosfat alam di lapangan tergantung banyak faktor. Oleh karena itu penilaian kualitas fosfat alam selain dengan cara kimia juga dilakukan dengan cara penilaian respon tanaman yang disebut persentase tanggap tanaman atau lebih dikenal dengan istilah efektivitas relative agronomis (relative agronomic effectiveness = RAE). Penilaian RAE fosfat alam dapat diukur berdasarkan
11
persentase peningkatan hasil di lapangan antara tanaman yang dipupuk fosfat alam dibandingkan dengan TSP atau pupuk standar lain. Fosfat alam dengan RAE ≥100% mempunyai efektivitas yang sama atau lebih tinggi dari pupuk standar. Selain kualitas fosfat alam, regulasi untuk fosfat alam yang digunakan langsung perlu mempertimbangkan tiga faktor utama yaitu reaktivitas/kelarutan fosfat alam, sifat tanah (terutama pH tanah) dan jenis tanaman. Faktor sosio-ekonomi dan isu kebijakan akan menentukan produksi dan distribusi, serta adopsi dan penggunaan fosfat alam oleh petani (Kasno et al. 2009). Teknik Isotop 32P Inti atom terdiri atas proton yang bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral. Banyaknya proton dalam inti atom disebut nomor atom dan menentukan elemen dari suatu atom. Proton dan neutron memiliki masa yang sama dan jumlah dari kedua masa tersebut disebut nomor massa atom. Isotop merupakan beberapa nuklida yang mempunyai jumlah proton sama, tetapi jumlah neutron berbeda, missal oksigen mempunyai tiga isotop alam dengan massa 16, 17 dan 18. Contoh : 8O16, 8O17, 8O18. Isotop terdiri dari isotop stabil dan isotop tidak stabil atau radioisotop. Isotop stabil yaitu isotop yang tidak mengalami perubahan radioaktif, sedangkan isotop tidak stabil yaitu inti atom yang tidak stabil yang meluruh secara spontan dengan memancarkan radiasi (IAEA 1990). Fosfor memiliki satu isotop stabil (31P) dan beberapa radioisotop. Radioisotop yang dapat digunakan adalah 32P dan 33 P. Radioisotop 32P dapat menelusuri secara langsung pengukuran secara kuantitatif dan memiliki perilaku yang sama dengan P stabil 31P sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai perunut. Metode konvensional yang dapat digunakan hanya dapat menghitung kandungan P-total tanaman, tetapi metode ini tidak dapat dapat merinci asal sumbangan P yang diserap oleh tanaman. Terdapat berbagai sumber P di dalam tanah, di antaranya P berasal dari pupuk (contohnya pupuk TSP, SP 36 dan fosfat alam) dan P berasal dari bahan organik (contohnya humus, kotoran ternak dan mikrob pelarut P). Total kandungan P dalam sumber-sumber ini dapat diketahui dengan metode konvensional yang disebutkan di atas, sedangkan kontribusi P dari masing-masing sumber P belum dapat ditentukan. Selain itu ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh sifat pereaksi/reagen yang digunakan dalam masingmasing metode yang mengakibatkan perhitungan kurang akurat karena perubahan sifat kimia yang ditimbulkan saat terjadi reaksi antara reagen dengan contoh tanah. Untuk dapat mengetahui asal sumbangan P yang diserap oleh tanaman maka dapat digunakan radioisotop 32P sebagai perunut (tracer). Kelebihan dari metode isotop 32P yaitu metode ini dapat merinci sumbangan P berasal dari tanah, sumbangan berasal dari pupuk dibandingkan dengan metode lainnya yang hanya dapat menghitung secara kuantitatif kandungan P dalam tanah (Citraresmini 2009). Teknik isotop dapat menelusuri perilaku P di dalam tanah sehingga dapat menentukan secara kuantitatif kandungan P dalam tanah dan bagian-bagian tanaman (akar, batang, daun dan biji). Melalui teknik ini dapat diuraikan nilai sumbangan P dari masing-masing sumber P yaitu sumbangan P dari pupuk,
12
efisiensi serapan pupuk. Isotop 32P dapat digunakan untuk menentukan efisiensi pupuk P, untuk mempelajari residu pupuk P, P tersedia dalam tanah, pola perakaran aktif tanaman, distribusi perakaran dalam tanah, evaluasi agronomis fosfat alam dan ketersediaan P dari residu pupuk P (IAEA 1990). Komposisi isotopik P yaitu rasio 32P : total P dari setiap bahan dinamakan aktivitas jenis (spesific activity) (Sisworo et al. 2006). Penentuan aktivitas jenis dari suatu sampel membutuhkan dua pengukuran yang tidak saling mempengaruhi yaitu : (1) pengukuran aktivitas radioisotop dan (2) pengukuran total kandungan nutrisi. Terdapat 2 metode utama dalam penelitian hubungan tanah dan tanaman khususnya dalam mempelajari penyerapan unsur hara oleh tanaman secara kuantitatif dengan menggunakan teknik isotop. Metode yang digunakan yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung yaitu suatu percobaan yang langsung menandai bahan yang ingin digunakan dengan isotop kemudian pupuk tersebut diaplikasikan ke tanah dan dirunut secara langsung. Bahan yang bisa dilabel dengan menggunakan metode langsung yaitu pupuk dalam bentuk (15NH2)2CO,(15NH4)2SO4. Metode tidak langsung yaitu metode yang digunakan dengan cara metode pengenceran (dilution method) . Pelabelan isotop dilakukan kepada tanah sebagai media tumbuh tanaman. Cara yang digunakan dalam metode tidak langsung adalah dengan melabel tanah menggunakan larutan isotop dan penggunaan tanaman untuk mengukur rasio isotop (atom %32P untuk aktivitas fosfor) dari tanah yang dilabel. Bahan yang bisa dilabel dengan menggunakan metode tidak langsung yaitu pupuk hijau (azolla, sesbania), bahan pupuk alami seperti fosfat alam (Sisworo et al. 2006). Dengan adanya sumber hara dari luar yang diberikan ke tanah menyebabkan terjadinya pengenceran konsentrasi isotop dalam tanah. Teknik isotop 32P juga dapat digunakan untuk mengetahui sumbangan P dari beberapa jenis fosfat alam. Hasil penelitian Haryanto (1986) menunjukkan bahwa kualitas fosfat alam lokal sangat baik dengan total konsentrasi P2O5 berkisar 28-39% dan P dapat diekstrak berkisar 54-80% dari total P2O5. Fosfor yang dapat dipertukarkan ini mengindikasikan reaktivitas dari masing-masing jenis fosfat alam tersebut.
Radiasi Sinar Gamma untuk Sterilisasi Bahan Pembawa Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel. Radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu menghasilkan ion, langsung atau tidak langsung, dalam lintasannya menembus materi; missal sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar Gamma, proton, electron, positron dan partikel berat bermuatan (BATAN 2002). Ion-ion hasil ionisasi ini dapat menimbulkan pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup, yang berinteraksi dengan radiasi. Radiasi pengion dapat merusak jaringan biologis. Efek radiasi secara langsung dapat menyebabkan pemutusan ikatan kimia, ikatan gula dengan fosfat pada bahan dan secara tidak langsung proses ionisasi menghasilkan produk radiolisis air yaitu radikal bebas H, OH atau dari molekul organik. Radikal bebas menyerang DNA (Heslot 1971). Teknik radiasi digunakan untuk mensterilkan bahan pembawa pada produksi pupuk hayati. Radiasi sinar Gamma dapat menjadi teknologi sterilisasi
13
yang baik karena mudah, dapat digunakan dalam skala besar dan dapat mempertahankan populasi inokulan selama penyimpanan (Khavazi et al. 2007). Menurut Kume (2005), radiasi sinar Gamma memiliki efektivitas yang berbeda dalam mematikan mikrob seiring dengan besaran dosis yang diberikan. Semakin besar dosis yang diberikan maka daya mematikan mikrobnya semakin besar pula. Radiasi sinar Gamma atau elektron berenergi tinggi disebut juga radiasi pengion karena energi radiasi yang terserap oleh benda akan berinteraksi dengan benda tersebut dan menimbulkan efek biologi yang mengubah proses kehidupan normal dari sel hidup. Pada mikrob dapat berpengaruh terhadap DNA sehingga mikrob tidak dapat membelah diri akibat perubahan yang ditimbulkan oleh radiasi pengion (Hilmy 1980). Pengujian sterilisasi pada bahan pembawa yang disterilisasi dengan autoklaf dan radiasi Gamma juga telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya. Menurut penelitian (Sindy 2011) bahwa metode sterilisasi radiasi sinar Gamma pada dosis 50 kGy terhadap bahan pembawa zeolit mampu mengurangi jumlah sel hingga 0 spk g-1. Enjelia 2011 melaporkan bahwa metode sterilisasi radiasi sinar Gamma pada dosis 50 kGy terhadap bahan pembawa kompos Dramaga mampu mengurangi jumlah sel hingga 3 x 102 spk g-1, sedangkan dengan metode sterilisasi autoklaf memberikan hasil pengurangan total mikrob hingga 0 spk g-1 pada bahan pembawa kompos. Efektivitas dalam membunuh mikrob indigenus dari sterilisasi radiasi sinar Gamma Co-60, MBE dan autoklaf relatif sama, sedangkan dari hasil pengujian viabilitas inokulan, pengaruh sterilisasi radiasi sinar Gamma Co-60 dan MBE terhadap sifat bahan pembawa lebih baik dibandingkan autoklaf (Enjelia 2011).
3 METODE PENELITIAN
Percobaan Pengaruh Metode Sterilisasi Radiasi Sinar Gamma dan Autoklaf terhadap Bahan Pembawa, Viabilitas Spora Gigaspora margarita dan Kelarutan Fe, Mn dan Zn Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pemupukan dan Nutrisi Tanaman Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret - Desember 2015. Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: mikroskop (Olympus CX 21 dan XT 2 A), saringan bertingkat berukuran 710 µm, 125 µm dan 45 µm, autoklaf (Tomy SS-325), irradiator Gamma Chamber 4000 A sumber radiasi Co-60, timbangan (analitik Precissa XT-220). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: zeolit Dramaga ukuran 1-2 mm, kompos Super Grow, isolat mikoriza Mycofer G. margarita koleksi Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB Bogor, plastik HDPE (High Density Polyethylene).
14
Metode Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang tersusun dari 14 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pengamatan dibagi menjadi dua periode penyimpanan yaitu 1 bulan dan 3 bulan, sehingga jumlah satuan percobaan adalah 84 satuan percobaan. Perlakuan yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1 yaitu : Tabel 1 Efektifitas sterilisasi bahan pembawa zeolit dan kompos menggunakan radiasi sinar Gamma dan autoklaf No Perlakuan 1 Zeolit tanpa sterilisasi (Kontrol) 2 Zeolit sterilisasi autoklaf 3 Zeolit sterilisasi radiasi 10 kGy 4 Zeolit sterilisasi radiasi 20 kGy 5 Zeolit sterilisasi radiasi 30 kGy 6 Zeolit sterilisasi radiasi 40 kGy 7 Zeolit sterilisasi radiasi 50 kGy 8 Kompos tanpa sterilisasi (Kontrol) 9 Kompos sterilisasi autoklaf 10 Kompos sterilisasi radiasi 10 kGy 11 Kompos sterilisasi radiasi 20 kGy 12 Kompos sterilisasi radiasi 30 kGy 13 Kompos sterilisasi radiasi 40 kGy 14 Kompos sterilisasi radiasi 50 kGy Persiapan dan Sterilisasi Media Tanam Media zeolit dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Bahan pembawa zeolit dan kompos sebelum disterilisasi dikering-anginkan selama 7 hari, setelah itu dilakukan analisis kadar air awal. Bahan pembawa disaring menggunakan saringan ukuran 16 mesh. Sebanyak 50 g bahan pembawa dimasukkan ke dalam plastik tahan panas HDPE ukuran 1/2 kg. Selanjutnya dilakukan sterilisasi menggunakan radiasi sinar Gamma (tanpa radiasi (kontrol), dosis 10 kGy, 20 kGy, 30 kGy, 40 kGy, 50 kGy) dan autoklaf pada suhu 1210C selama 60 menit. Persiapan Isolat Mikoriza Isolat mikoriza Mycofer G. margarita yang digunakan berasal dari koleksi Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Pemisahan spora dilakukan dengan metode penyaringan basah yang sudah dimodifikasi (Brundrett et al. 1996). Spora mikoriza disaring menggunakan saringan bertingkat berukuran 710 µm, 125 µm dan 45 µm. Spora hasil saringan 45 µm dipisahkan pada cawan Petri dan dilakukan perhitungan di mikroskop. Sebanyak 50 spora G. margarita dimasukkan ke dalam plastik yang sudah berisi media dan sudah disterilisasi sesuai dengan perlakuan. Untuk memasukkan spora ke dalam bahan pembawa, spora diletakkan di dalam cawan Petri berisi 15 ml air steril lalu dimasukkan ke dalam bahan pembawa. Selanjutnya disimpan di baki yang ditutup rapat dengan plastik hitam. Penyimpanan dilakukan selama 1 dan 3 bulan.
15
Pengamatan 1. Keefektifan metode sterilisasi autoklaf dan radiasi sinar Gamma pada bahan pembawa zeolit dan kompos menggunakan metode total plate count (TPC). 2. Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Fe, Mn dan Zn dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah dengan menggunakan ekstrak DTPA (dietilene triamine penta acetic acid) (Balai Penelitian Tanah 2009). 3. Viabilitas spora pada bahan pembawa zeolit dan kompos setelah penyimpanan selama 1 bulan dan 3 bulan dengan metode penyaringan basah yang sudah dimodifikasi (Brundrett et al. 1996). Analisis Data Analisis statistik dengan menggunakan software SAS 9.1. Analisa menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis yang menunjukkan adanya pengaruh nyata pada perlakuan diuji lanjut dengan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan 95%.
Percobaan Evaluasi Kemampuan Mikoriza untuk Meningkatkan Penyerapan P Tanaman Sorgum Menggunakan Teknik Isotop 32P Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pemupukan dan Nutrisi Tanaman Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2015 sampai April 2016. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: mikroskop (Olympus CX 21 dan XT 2 A), saringan bertingkat berukuran 710 µm dan 45 µm, spektrofotometer (Optima SP 300), Liquid Scintillation Counter (Beckman LS 6500), furnace (pyrolab). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: benih sorgum varietas Pahat BATAN dan Samurai 2 BATAN. Deskripsi varietas sorgum terdapat pada Lampiran 3 dan 4. Zeolit komersial asal Dramaga Bogor ukuran 1 sampai 2 mm, isolat mikoriza Mycofer yang terdiri atas Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus etunicatum dan Acaulospora tuberculata yang berasal dari koleksi Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, fosfat alam Guano (14.69% P2O5), fosfat alam Maroko (27.7% P2O5), fosfat alam Blora (26.61% P2O5), pupuk urea (45.18% N), pupuk SP 36 (36.38% P2O5), pupuk KCl (61.09% K2O) dan trypan blue 0.05%, HC1 2%, KOH 10%. Hasil analisis kandungan pupuk disajikan pada Lampiran 2.
16
Metode Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang tersusun dari 10 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga jumlah satuan percobaannya adalah 30 satuan percobaan. Perlakuan yang dicobakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pengaruh mikoriza dan pupuk P (fosfat alam dan SP 36) terhadap peningkatan serapan P tanaman sorgum No Perlakuan 1 Tanpa mikoriza dan tanpa sumber P (Kontrol) 2 Fosfat alam Guano 3 Fosfat alam Maroko 4 Fosfat alam Blora 5 SP 36 6 Mikoriza 7 Mikoriza + Fosfat alam Guano 8 Mikoriza + Fosfat alam Maroko 9 Mikoriza + Fosfat alam Blora 10 Mikoriza + SP 36 Pelaksanaan Percobaan 1. Pengujian Viabilitas Spora Pengujian viabilitas spora dilakukan dengan menggunakan metode Brundrett et al. 1996 yang sudah dimodifikasi. Penyaringan spora menggunakan saringan bertingkat yang berukuran 710 µm dan 45 µm. Hasil saringan 45 µm diletakkan pada cawan Petri. Sebanyak 60 spora isolat mikoriza Mycofer diletakkan di atas kertas saring steril yang bagian bawahnya sudah ditaburi oleh zeolit berukuran 1 sampai 2 mm seberat ± 10 gram. Sampel diulang sebanyak 4 x. Selanjutnya dibasahi hingga kondisi lembab. Cawan Petri kemudian ditutup rapat dan disimpan di dalam ruang gelap. Umur 3 hari spora dapat dilihat perkecambahan sporanya di mikroskop. Dari jumlah spora mikoriza yang berkecambah tersebut dihitung persentase viabilitasnya. 2. Persiapan Tanah Tanah yang digunakan pada percobaan adalah jenis Latosol Pasar Jumat Lebak Bulus Jakarta Selatan dan Latosol Cikabayan Dramaga Bogor (Lampiran 1). Tanah tersebut diambil dari lapisan olah yaitu pada kedalaman 0-20 cm. Tanah Latosol Pasar Jumat dimasukkan ke dalam pot sebanyak 12 kg berat kering mutlak (BKM) per pot, sedangkan tanah Latosol Cikabayan 5 kg berat kering mutlak (BKM) per pot. Sampel tanah untuk analisis sifat kimia tanah awal dan jumlah spora mikoriza awal diambil secara komposit sebelum tanah digunakan dalam percobaan. Hasil analisis tanah disajikan pada Lampiran 1. 3. Aplikasi Isotop 32P Penelitian ini menggunakan isotop 32P dengan metode tidak langsung. Isotop 32P yang digunakan pada tanah Latosol Pasar Jumat dalam bentuk larutan KH 2 32 PO 4 yang diaplikasikan pada setiap pot dengan aktivitas
17
4.
5.
6.
7.
305.1 µCi atau setara dengan 11.28 MBq setiap potnya. Pada penelitian dengan tanah Latosol Cikabayan dalam bentuk larutan Na 2 H 32 PO 4 yang diaplikasikan pada setiap pot dengan aktivitas 267.4 µCi atau setara dengan 9.9 MBq setiap potnya. Pelabelan tanah dilakukan dengan cara mengaduk tanah dengan larutan isotop hingga merata. Tanah yang sudah diberi larutan isotop 32P diaduk sampai homogen kemudian tanah diinkubasi selama 3 hari. Perhitungan radioisotop yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 6. Penanaman sorgum dan Aplikasi Mikoriza Inokulasi mikoriza dilakukan dengan dua cara inokulasi (double inoculation). Inokulasi mikoriza dilakukan dua cara bertujuan untuk memastikan agar mikoriza yang diberikan ke tanaman dapat masuk menginfeksi ke akar tanaman. Inokulasi pertama yaitu dengan menggunakan baki kecambah. Propagul mikoriza Mycofer dimasukkan ke dalam baki dengan ketebalan 2-4 cm. Benih sorgum ditebarkan ke dalam larikan tersebut. Umur 3 hari dilihat perkembangan miseliumnya dengan menggunakan mikroskop. Bibit tanaman sorgum yang sudah terkolonisasi mikoriza umur 7 hari setelah tanam (HST) dipindahkan dari baki ke pot. Bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 4 bibit tanaman, kemudian setelah umur 14 HST dipilih 2 tanaman yang seragam dalam masing-masing pot. Inokulasi kedua yaitu digunakan propagul mikoriza yang berasal dari hasil perbanyakan kultur pot yang baru panen. Propagul mikoriza yang berasal dari kultur pot tersebut dimasukkan ke dalam toples kemudian diaduk sampai homogen. Propagul mikoriza Mycofer di aplikasikan ke dalam lubang tanam sebanyak 10 gram. Selanjutnya bibit tanaman sorgum dimasukkan ke dalam lubang tanam kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pemupukan Dalam penelitian ini pupuk yang digunakan adalah pupuk urea (45.18% N), pupuk KCl (61.09% K2O), pupuk SP 36 (36.38% P2O5), fosfat alam Guano (14.7% P2O5), fosfat alam Maroko (27.70% P2O5), fosfat alam Blora (26.61% P2O5). Fosfat alam Blora memiliki kandungan larutan asam sitrat 2% sebesar 18.07%, larut dalam air 0.01%, fosfat alam Maroko memiliki kandungan larutan asam sitrat 2% sebesar 12.71%, larut dalam air 0.041%, fosfat alam Guano memiliki kandungan larutan asam sitrat 2% sebesar 3.23%, larut dalam air 0.021%. Dosis pemupukan yang digunakan pada penelitian ini adalah 100 ppm N, 50 ppm P2O5, dan 50 ppm K2O. Pupuk K (KCl) dan N(Urea) diberikan pada seluruh perlakuan sedangkan pupuk P (SP 36 dan fosfat alam) diberikan sesuai perlakuan. Pupuk KCl, SP 36 dan fosfat alam diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan secara bertahap yaitu 50 ppm N pada saat tanam, 50 ppm N pada saat tanaman umur 30 HST. Analisis kandungan hara pupuk disajikan dalam Lampiran 2. Pemanenan Pemanenan tanaman sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat dipanen pada fase generatif umur 145 hari setelah tanam (HST) sedangkan pada tanah Latosol Cikabayan dipanen pada fase vegetatif akhir umur 63 hari setelah tanam (HST). Identifikasi Derajat Kolonisasi Akar Mikoriza pada Contoh Akar Tanaman Pengamatan kolonisasi mikoriza pada contoh akar tanaman dilakukan melalui
18
teknik pewarnaan akar (staining) pada saat tanaman berumur 145 HST (tanah Latosol Pasar Jumat) dan 63 HST (tanah Latosol Cikabayan). Metoda yang digunakan adalah metoda Kormanik dan McGraw (1982). Langkah pertama adalah memilih akar-akar halus segar dengan diameter 0.5-2 mm (Rajapakse dan Miller Jr 1992) dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Contoh akar dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama 24 jam sehingga akar akan berwarna putih atau pucat. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan pengamatan struktur kolonisasi mikoriza. Larutan KOH kemudian dibuang dan contoh akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit. Contoh akar selanjutnya direndam dalam larutan HC1 2% selama satu malam. Larutan HCI 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan. Contoh akar selanjutnya direndam dalam larutan trypan blue 0.05%, setelah 24 jam larutan trypan blue kemudian dibuang. Selanjutnya kegiatan pengamatan siap dilakukan. Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metoda akar terkolonisasi (O’ Connor et al. 2001). Secara acak diambil potongan akar yang telah diwarnai sebanyak 10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat, untuk setiap tanaman sampel dibuat dua preparat akar. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat spora, hifa, arbuskula, vesikula). Persentase akar yang terkolonisasi oleh mikoriza dihitung dengan rumus: %kolonisasi akar= ∑ jumlah akar yang bermikoriza dalam bidang pandang x 100 ∑ bidang pandang akar yang diamati
Pengamatan Pengamatan pada penelitian ini terdiri dari : 1. Penelitian dengan menggunakan tanah Latosol Pasar Jumat dilakukan pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun umur 35 dan 77 HST, bobot biji umur 145 HST sedangkan pada penelitian dengan tanah Latosol Cikabayan dilakukan pengamatan tinggi tanaman jumlah daun umur 35 dan 63 HST, bobot brangkasan sorgum umur 63 HST. 2. Penelitian dengan menggunakan tanah Latosol Pasar Jumat dilakukan penetapan serapan P biji pada saat fase generatif umur 145 HST sedangkan penelitian dengan tanah Latosol Cikabayan dilakukan penetapan serapan P tanaman pada saat vegetatif umur 63 HST. Penetapan P-total dalam jaringan tanaman yang sudah digunakan oleh metode Zapata dan Axmann 1995. 3. Identifikasi derajat kolonisasi akar mikoriza pada berumur 145 HST (tanah Latosol Pasar Jumat) dan 63 HST (tanah Latosol Cikabayan) dengan metoda Kormanik dan McGraw (1982). 4. Pengukuran aktivitas 32P yaitu Liquid Scintillation Counter (LSC) berdasarkan metode Cerenkov (IAEA 2001). Perhitungan aktivitas jenis 32P, P berasal dari pupuk (P-bdp), P berasal dari tanah (P-bdt). Prosedur pencacahan aktivitas 32P tanaman disajikan pada Lampiran 5.
19
P berasal dari pupuk dan tanah dihitung berdasarkan nilai aktivitas jenis dengan tanaman kontrol (tanpa mikoriza dan sumber P) digunakan sebagai acuan. Tahapan untuk perhitungannya adalah sebagai berikut : Hasil perhitungan dari alat LSC dalam bentuk cpm (count per minute)
(1)
Diubah ke dpm (desintegrasi per minute) = cpm x efisiensi alat 40% Faktor peluruhan
(2)
Dari dpm di ubah menjadi aktivitas 32P = dpm *0.016667 Aktifitas Jenis = Aktifitas 32P dalam contoh tanaman (Bq) Total P dalam contoh tanaman (mg P)
(3) (4)
%P-bdt = Aktifitas jenis perlakuan P (pupuk atau mikrob) x 100 Aktifitas jenis kontrol
(5)
%P-bdp = 100% - %Pbdt
(6)
P-bdt = %P-bdt x serapan P tanaman
(7)
P-bdp = %P-bdp x serapan P tanaman
(8)
Analisis Data Analisis statistik dengan menggunakan software SAS 9.1. Analisa menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis yang menunjukkan adanya pengaruh nyata pada perlakuan diuji lanjut dengan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan 95%.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Pengaruh Metode Sterilisasi Radiasi Sinar Gamma dan Autoklaf terhadap Bahan Pembawa, Viabilitas Spora Gigaspora margarita dan Kelarutan Fe, Mn dan Zn Efektifitas Metode Sterilisasi Bahan Pembawa Zeolit dan Kompos Perbandingan metode sterilisasi menggunakan autoklaf dan radiasi sinar Gamma menunjukkan hasil bahwa zeolit dan kompos mempunyai tingkat keefektifan yang berbeda. Sterilisasi dengan autoklaf pada bahan pembawa zeolit lebih efektif dibandingkan kompos (Tabel 3). Hal ini terlihat tidak adanya pertumbuhan mikrob kontaminan pada zeolit sedangkan sterilisasi autoklaf pada kompos masih terdapat adanya mikrob yang hidup. Sterilisasi radiasi sinar Gamma dosis 40 dan 50 kGy pada zeolit mampu mematikan semua mikrob. Sterilisasi autoklaf mampu menurunkan populasi mikrob pada kompos dari 1.8 x 107 cfu g-1 menjadi 3.8 x 103 cfu g-1 dan 5 x 101 cfu g-1 (radiasi 50 kGy). Dibandingkan sterilisasi dengan radiasi sinar Gamma, sterilisasi autoklaf yang bekerja dengan memanfaatkan panas lembab yaitu suhu 121oC selama 60 menit lebih efektif membunuh sel-sel vegetatif mikrob (Sindy et al. 2010).
20
Tabel 3 Jumlah mikrob total di bahan pembawa zeolit dan kompos Jenis sterilisasi Non sterilisasi Autoklaf Radiasi 10 kGy Radiasi 20 kGy Radiasi 30 kGy Radiasi 40 kGy Radiasi 50 kGy
Zeolit (cfu g-1) 3.9 x 104 0 7.9 x 103 7.1 x 103 6.8 x 102 0 0
Kompos (cfu g-1) 1.8 x 107 3.8 x 103 1.1 x 107 8.8 x 106 5.6 x 103 2.1 x 102 5.0 x 101
Keterangan: cfu g-1: coloni forming unit atau satuan pembentuk koloni per gram bahan pembawa.
Pengujian sterilisasi dengan autoklaf dan radiasi sinar Gamma juga telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya. Menurut penelitian (Sindy et al. 2010) metode sterilisasi menggunakan radiasi sinar Gamma dosis 50 kGy pada zeolit mampu mematikan semua mikrob sedangkan dengan metode sterilisasi autoklaf mematikan sel hanya pada zeolit. Enjelia (2011) melaporkan bahwa metode sterilisasi radiasi sinar Gamma pada dosis 50 kGy pada kompos Dramaga hanya mampu mengurangi jumlah mikrob hingga 3 x 102 cfu g-1 sedangkan dengan metode sterilisasi autoklaf mampu mematikan semua mikrob pada kompos. Sterilisasi radiasi sinar Gamma dengan energi tinggi mampu mematikan sel mikrob atau merusak rantai DNA sebagai sumber kehidupan bakteri dalam berkembangbiak (Narumi 2006). Dari uraian diatas bahwa penggunaan sterilisasi radiasi sinar Gamma dosis 40 dan 50 kGy pada zeolit mampu mematikan semua mikrob sedangkan pada kompos yang disterilisasi dengan radiasi sinar Gamma dosis 50 kGy terjadi penurunan jumlah mikrob sebanyak 76 kali dibandingkan dengan menggunakan sterilisasi autoklaf. Pengaruh Metode Sterilisasi terhadap Kelarutan Fe, Mn, Zn dari Bahan Pembawa Zeolit, Kompos dan Tanah Hasil uji statistik pada Tabel 4 menunjukkan jenis sterilisasi tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan Fe2+ pada bahan pembawa zeolit dan tanah. Hal ini terlihat dari tidak ada penurunan kandungan logam ini secara drastis. Diduga Fe terjerap (adsorbed) cukup kuat pada matriks tanah Latosol dan zeolit sehingga ekstraksi yang digunakan pada kedua matriks tersebut tidak cukup kuat menarik Fe keluar dari jerapan. Keadaan ini yang menunjukkan bahwa kelarutan Fe tidak signifikan di dalam tanah. Hal ini diperlihatkan oleh hasil penelitian Rengel (2015) yang menyimpulkan bahwa kelarutan senyawa Fe di dalam tanah relatif rendah. Kompos yang disterilisasi dengan autoklaf menunjukkan terjadi penurunan Fe yang signifikan. Hal ini disebabkan pada autoklaf dalam operasinya menggunakan steam high pressure untuk proses pensterilan. Kemungkinan dalam kondisi tekanan tinggi kompos akan mudah lemah ikatan kimianya dibandingkan dengan zeolit atau tanah. Secara fisik kompos lebih lunak dibandingkan zeolit atau tanah. Hal ini dapat berakibat terjadinya leaching logam dari matriks kompos dengan adanya uap panas selama proses sterilisasi. Diduga jika kompos dikeluarkan dari autoklaf dan dilanjutkan dengan penetapan logam maka
21
kemungkinan besar telah terjadi penurunan jumlah logam lebih signifikan dibandingkan dengan matriks yang berupa zeolit atau tanah. Tabel 4 Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Fe dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah Perlakuan Non sterilisasi Autoklaf Radiasi 10 kGy Radiasi 20 kGy Radiasi 30 kGy Radiasi 40 kGy Radiasi 50 kGy
Zeolit 6.34 a 4.86 a 7.44 a 6.86 a 5.98 a 6.45 a 4.39 a
Fe terlarut (ppm) Kompos 106.87 a 50.03 d 81.60 c 115.24 a 112.53 a 111.88 a 95.59 b
Tanah 28.10 a 28.12 a 37.03 a 25.64 a 32.47 a 28.18 a 29.10 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sterilisasi tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan Mn2+ pada kompos sedangkan jenis sterilisasi radiasi sinar Gamma pada dosis 50 kGy pada zeolit dan tanah berpengaruh nyata terhadap kelarutan Mn2+. Hal ini kemungkinan disebabkan kompos merupakan bahan organik. Bahan organik mampu mengkhelat kation ion logam (Husna 2014). Kemungkinan Mn sudah banyak mengalami leaching dalam matriks kompos sehingga ekstraksi yang diterapkan pada matriks tersebut tidak banyak menemukan Mn dalam matriks kompos. Tabel 5 Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Mn dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah Perlakuan Non sterilisasi Autoklaf Radiasi 10 kGy Radiasi 20 kGy Radiasi 30 kGy Radiasi 40 kGy Radiasi 50 kGy
Zeolit 15.43 b 13.13 b 13.49 b 13.56 b 14.49 b 16.22 b 37.52 a
Mn terlarut (ppm) Kompos 73.85 a 58.62 a 56.35 a 61.94 a 58.98 a 65.20 a 63.59 a
Tanah 115.54 d 534.56 a 227.25 c 218.75 c 208.68 c 207.98 c 302.92 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik pada Tabel 5 menunjukkan jenis sterilisasi autoklaf pada bahan pembawa tanah berpengaruh signifikan terhadap kelarutan Mn2+. Berdasarkan Tabel 5 juga terlihat pada tanah menunjukkan kelarutan Mn2+ pada jenis sterilisasi autoklaf lebih tinggi yaitu 534.56 ppm dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sterilisasi autoklaf meningkatkan Mn tersedia sebesar 362.65%
22
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena kekuatan jerapan di dalam tanah menurun dengan naiknya temperatur (Ellis dan Knezek 1972). Selain itu bentuk Mn di dalam tanah yaitu MnO42-. Tanah mengandung liat dan bahan organik. Liat dan bahan organik mengandung muatan negatif. Adanya muatan negatif tersebut maka antara senyawa MnO42- dengan liat terjadi interaksi tolak menolak. Begitu juga antara senyawa MnO42- dengan bahan organik juga tidak terjadi pembentukan senyawa kompleks. Dengan demikian menyebabkan terjadinya reduksi ion MnO42- menghasilkan Mn2+, sehingga Mn yang semula tidak larut menjadi larut di dalam sampel tanah. Selanjutnya pada bahan pembawa zeolit dan tanah yang disterilisasi dengan radiasi sinar Gamma dosis 50 kGy menghasilkan kelarutan Mn2+ tertinggi yaitu masing-masing 37.52 ppm dan 302.92 ppm. Hal ini disebabkan energi yang diberikan oleh radiasi sinar Gamma akan diserap oleh bahan pembawa. Energi tersebut kemudian ditransfer ke dalam komponen bahan pembawa tersebut. Interaksi energi radiasi dengan material bahan pembawa menyebabkan terjadinya proses eksitasi. Proses eksitasi juga kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya proses ionisasi dan radiolisis. Radiasi akan menghasilkan produk radiolisis air yaitu radikal H, OH dan e- (elektron terlarut) (Padmini 1998). Adanya e- yang terlarut akan menyebabkan terjadinya reduksi ion MnO42menghasilkan Mn2+. Dengan demikian Mn yang semula tidak larut menjadi larut di dalam sampel tanah. Reaksi kimia yang terjadi yaitu : MnO42- + 8 H+ + 4 e-
Mn2+ + 4 H2O (reduksi)
Penelitian yang dilakukan oleh Skipper dan Westermann (1973) memperlihatkan bahwa autoklaf dapat menghasilkan peningkatan 3 kali lipat Mn di dalam tanah Dayton (Typic Albaqualfs dan Jory Xeric Haplohumults, laterit coklat kemerahan) sedangkan pada tanah Woodburn (Aquultic Argixerolls, podsolik abu-abu coklat) Mn di dalam tanah meningkat kira-kira 90 hingga 120 kali lipat, tergantung pada lamanya perlakuan. Hasil uji statistik pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa menunjukkan metode sterilisasi pada tanah tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan Zn2+. Hal ini kemungkinan karena tanah mempunyai ikatan Zn dengan ligand nya paling kuat. Hal ini terlihat dari deret Irving-Williams (urutannya: Mn < Fe < Co < Ni < Cu > Zn) (Ante 2011). Hal ini menunjukkan bahwa logam Zn terjerap cukup kuat dalam matriks tanah sehingga ekstraksi yang diterapkan pada matriks tersebut tidak cukup kuat untuk menarik Zn keluar dari jerapan. Pada zeolit dan kompos menunjukkan bahwa metode sterilisasi terjadi perbedaan yang signifikan terhadap Zn2+. Data Tabel 6 terlihat sterilisasi radiasi sinar Gamma 50 kGy pada meningkatkan kelarutan Zn2+ tertinggi yaitu 7.98 ppm dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan energi yang diberikan oleh radiasi sinar Gamma akan diserap oleh bahan pembawa. Energi tersebut kemudian ditransfer ke dalam komponen bahan pembawa tersebut. Interaksi energi radiasi dengan material bahan pembawa menyebabkan terjadinya proses eksitasi. Proses eksitasi juga kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya proses ionisasi dan radiolisis. Radiasi akan menghasilkan produk radiolisis air yaitu radikal
23
H, OH dan e- (elektron terlarut) (Padmini 1998). Dengan demikian Zn yang semula tidak larut menjadi larut di dalam sampel. Tabel 6 Pengaruh autoklaf dan radiasi sinar Gamma terhadap kelarutan Zn dari bahan pembawa zeolit, kompos dan tanah Perlakuan Non steril Autoklaf Radiasi 10 kGy Radiasi 20 kGy Radiasi 30 kGy Radiasi 40 kGy Radiasi 50 kGy
Zeolit 0.57 f 5.13 e 5.70 ed 6.06 cd 6.66 bc 7.15 b 7.98 a
Zn terlarut (ppm) Kompos 9.05 a 5.49 c 6.91 b 8.76 a 7.04 b 9.20 a 7.60 b
Tanah 3.33 a 3.36 a 3.41 a 3.47 a 3.20 a 3.45 a 3.50 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Seperti pada penjelasan sebelumnya pada Fe bahwa kompos yang disterilisasi dengan autoklaf menunjukkan terjadi penurunan Zn yang signifikan. Hal ini disebabkan karena dalam kondisi tekanan tinggi, ikatan kimia pada kompos lemah dibanding zeolit atau tanah, sehingga berakibat terjadinya leaching logam dari matriks kompos dengan adanya uap panas selama proses sterilisasi. Dengan demikian terjadi penurunan jumlah logam lebih signifikan dibandingkan degan matriks yang berupa zeolit atau tanah. Menurut penelitian Padhan et al. 2016 bahwa batas kritis Zn tersedia di dalam tanah yaitu 0.6 mg kg-1, semua tanah yang dalam penelitiannya menggunakan DTPA untuk mengekstrak Zn. Kandungan karbon organik tanah (SOC) berkorelasi positif dan signifikan dengan kandungan seng yang tersedia di tanah. Namun pH tanah menunjukkan korelasi yang signifikan namun negatif dengan kandungan seng yang tersedia di dalam tanah. Berdasarkan uraian Fe, Mn dan Zn tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode sterilisasi autoklaf dan radiasi sinar Gamma pada zeolit dan tanah tidak berpengaruh terhadap kelarutan Fe. Sterilisasi autoklaf pada kompos menyebabkan penurunan kelarutan Fe, Mn, Zn. Sterilisasi radiasi sinar Gamma dosis 50 kGy pada zeolit mampu meningkatkan kelarutan Mn dan Zn. Sterilisasi autoklaf pada tanah mampu meningkatkan kelarutan Mn yaitu 326.66%. Sterilisasi autoklaf dan radiasi sinar Gamma pada tanah tidak berpengaruh terhadap kelarutan Zn2+. Peningkatan unsur mikro dapat berpengaruh buruk bagi viabilitas spora G. margarita. Viabilitas Spora G. margarita pada Bahan Pembawa Zeolit dan Kompos Hasil viabilitas awal spora G. margarita sebagai kontrol yang disimpan di dalam cawan Petri bahwa spora yang hidup yaitu 61.67%. Hasil viabilitas spora G. margarita sebagai kontrol yang disimpan di dalam cawan Petri selama 1 bulan spora yang hidup yaitu 47.50%. Pada penyimpanan 3 bulan proses sterilisasi hasil viabilitas awal spora G. margarita sebagai kontrol yang disimpan di dalam cawan
24
Petri bahwa spora yang hidup yaitu 44.17%. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase dari 50 jumlah spora G. margarita. Perhitungan ini didasarkan dari jumlah spora yang disaring dan jumlahnya tidak sama untuk setiap perlakuan (Tabel 7). Berdasarkan hasil uji statistik pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sterilisasi autoklaf pada zeolit berpengaruh nyata terhadap viabilitas spora setelah penyimpanan selama 1 bulan, sedangkan jenis sterilisasi pada kompos tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas spora setelah penyimpanan selama 1 bulan. Viabilitas spora G. margarita yang disimpan selama 1 bulan pada zeolit yang disterilisasi dengan autoklaf memberikan hasil tertinggi yaitu 46.95%, sedangkan proses sterilisasi radiasi dan autoklaf pada kompos viablitas spora G. margarita tidak ada yang hidup. Proses sterilisasi radiasi pada zeolit viabilitas spora G. margarita tertinggi yaitu sebesar 27.72% pada dosis 30 kGy, sedangkan proses sterilisasi radiasi dan autoklaf pada kompos viablitas spora G. margarita tidak ada yang hidup. Hal ini kemungkinan kelarutan Fe, Mn dan Zn pada dosis 30 kGy jumlahnya sedikit dan spora yang terdapat di dalam tersebut memiliki kualitas yang lebih baik. Dengan demikian pada dosis 30 kGy memiliki viabilitas spora yang tinggi dibandingkan dengan dosis radiasi lainnya. Tabel 7 Pengaruh sterilisasi pada bahan pembawa zeolit dan kompos terhadap viabilitas spora G. margarita setelah disimpan selama 1 dan 3 bulan Persentase spora Persentase spora Persentase spora yang Persentase spora yang ditemukan berkecambah ditemukan setelah berkecambah Perlakuan setelah 1 bulan 1 bulan 3 bulan 3 bulan Zeolit Kompos Zeolit Kompos Zeolit Kompos Zeolit Kompos Non 56.66 14.66 14.97 bcd 0a 84.00 14.66 35.42 ab 0a sterilisasi Autoklaf 58.66 26.00 46.95 a 0a 81.34 23.34 21.59 bc 0a 10 kGy 68.00 16.66 24.98 bc 0a 76.66 14.66 45.81 a 0a 20 kGy 70.66 10.66 14.35 cd 0a 90.00 12.66 21.33 bc 0a 30 kGy 60.00 14.66 27.72 b 0a 72.66 14.66 36.80 ab 0a 40 kGy 84.00 18.66 16.76 bcd 0a 94.66 23.34 11.26 c 0a 50 kGy 81.34 28.66 10.38 d 0a 80.00 26.66 17.30 bc 0a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan data Tabel 7 menunjukkan pada radiasi dosis 10 kGy pada zeolit berpengaruh nyata terhadap viabilitas spora setelah penyimpanan selama 3 bulan sedangkan metode sterilisasi pada kompos tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas spora setelah penyimpanan selama 3 bulan. Proses sterilisasi radiasi pada zeolit viabilitas spora G. margarita tertinggi yaitu sebesar 45.81% pada dosis 10 kGy, sedangkan proses sterilisasi radiasi dan autoklaf pada kompos viablitas spora G. margarita tidak ada yang hidup. Hal ini kemungkinan kelarutan Fe, Mn dan Zn pada dosis 10 kGy jumlahnya sedikit dan spora yang terdapat di dalam tersebut memiliki kualitas yang lebih baik. Dengan demikian pada dosis 10 kGy memiliki viabilitas spora yang tinggi dibandingkan dengan dosis radiasi lainnya. Hasil sidik ragam pengaruh jenis sterilisasi dan jenis bahan pembawa terhadap viabilitas spora mikoriza terdapat di Lampiran 12.
25
Mikoriza hidup lebih baik pada zeolit bila dibandingkan pada kompos. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah mikrob yang tumbuh di zeolit lebih sedikit (0-3.9 x 104 cfu g-1) dibandingkan dengan yang ada di kompos (5 x 101-1.8 x 107 cfu g-1) (Tabel 4). Kemungkinan mikrob indigenus yang ada di dalam bahan pembawa memakan dinding spora tersebut sehingga spora tidak mampu berkecambah dengan baik. Pada kompos terjadi persaingan yang tinggi antara mikrob indigenus dengan spora G. margarita di dalam bahan pembawa kompos, sehingga spora G. margarita tidak ada yang hidup (Tabel 7).
a)
b)
Hifa mikoriza
Gambar 1
(a) Spora Gigaspora margarita yang berkecambah pada bahan pembawa zeolit pada penyimpanan 1 bulan (b) Spora Gigaspora margarita yang tidak berkecambah pada bahan pembawa kompos penyimpanan 1 bulan rusak karena terserang oleh fungi
a)
b)
Hifa mikoriza Gambar 2
(a) Spora Gigaspora margarita yang berkecambah pada bahan pembawa zeolit pada penyimpanan 3 bulan (b) Spora Gigaspora margarita yang tidak berkecambah pada bahan pembawa kompos penyimpanan 3 bulan rusak karena terserang oleh fungi
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan mikroskopis (Gambar 1 & 2). Selain itu pada perlakuan kompos menunjukkan hasil analisis Mn yang sudah tinggi (Tabel 5), sehingga menyebabkan viabilitas G. margarita tidak ada yang hidup. Keadaan ini didukung oleh penelitian Cardoso et al. 2002 yang melaporkan bahwa pemberian dosis 30 ppm ion Mn2+ dalam larutan MnCl2.4H2O mikoriza jenis Scutellospora dan Gigaspora mampu berkecambah sedangkan pada penambahan 75 ppm ion Mn2+ mengalami penurunan viabilitas hingga 75%. Menurut Cardoso et al. (2002) menunjukkan kenaikkan konsentrasi Mn mampu menghambat pertumbuhan mikoriza. Pada umumnya viabilitas spora G. margarita pada zeolit yang diradiasi dengan dosis 40-50 kGy mengalami penurunan dibandingkan dengan yang disterilisasi menggunakan autoklaf (Tabel 7). Keadaan ini disebabkan oleh efek
26
radiasi secara langsung dapat menyebabkan pemutusan ikatan kimia, ikatan gula dengan fosfat pada bahan (Heslot 1971) dan kerusakan DNA sehingga sel mati. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mikoriza G. margarita hidup lebih baik pada zeolit bila dibandingkan dengan yang disimpan pada kompos. Viabilitas spora G. margarita yang disimpan selama 1 bulan pada zeolit yang disterilisasi dengan autoklaf memberikan hasil tertinggi yaitu 46.95%, sedangkan pada penyimpanan selama 3 bulan pada zeolit yang disterilisasi radiasi sinar Gamma dosis 10 kGy memberikan viabilitas spora G. margarita tertinggi yaitu sebesar 45.81%. Dosis radiasi 40 dan 50 kGy tidak terdeteksi mikrob pada zeolit tetapi mempunyai viabilitas spora G. margarita kecil sedangkan dosis radiasi 30 kGy masih terdapat mikrob pada zeolit tetapi mempunyai viabilitas spora G. margarita lebih besar.
Percobaan Evaluasi Kemampuan Mikoriza untuk Meningkatkan Penyerapan P Tanaman Sorgum Menggunakan Teknik Isotop 32P Pengujian Viabilitas Spora Mikoriza Berdasarkan hasil pengujian perkecambahan spora mikoriza dari 240 spora yang diuji perkecambahannya pada tanah Latosol Pasar Jumat spora yang berkecambah yaitu 41.25%. Pada percobaan tanah Latosol Cikabayan spora yang berkecambah yaitu 10.41%. Jenis spora mikoriza yang terdapat pada Mycofer yaitu Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Acaulospora tuberculata. Derajat Kolonisasi Akar Kolonisasi akar merupakan bentuk awal dari proses simbiosis antara mikoriza dengan akar tanaman inang. Persentase derajat kolonisasi akar dengan menggunakan pewarnaan akar metode Kormanik dan McGraw (1982). Berdasarkan data Tabel 8 pada tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa rata-rata perlakuan kontrol, mikoriza tanpa fosfat sampai mikoriza dan pupuk SP 36 memiliki kriteria persentase kolonisasi akar kategori rendah sampai tinggi. Data Tabel 9 pada tanah Latosol Cikabayan menunjukkan rata-rata perlakuan kontrol, mikoriza tanpa fosfat sampai perlakuan mikoriza dan pupuk SP 36 memiliki kriteria persentase kolonisasi akar kategori rendah sampai tinggi. Kategori penilaian derajat kolonisasi akar menurut O’ Connor et al. 2001. Besarnya tingkat persentase derajat kolonisasi akar tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Powell dan Bagyaraj (1984) kolonisasi pada akar tanaman yang diinokulasi oleh mikoriza tidak berhubungan erat dengan keefektifan mikoriza. Hubungan antara persentase derajat kolonisasi akar tanaman dengan pertumbuhan dapat dilihat dari hasil analisis korelasi antara bobot brangkasan dan bobot biji sorgum dengan dengan persentase derajat kolonisasi akar pada taraf nyata 5%.
27
Tabel 8 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap derajat kolonisasi akar pada tanah Latosol Pasar Jumat Perlakuan Persentase (%) Kategori Kontrol 2.51 ± 2.42 Rendah Mikoriza 39.83 ± 11.86 Sedang - Tinggi Mikoriza + FA Guano 32.30 ± 25.88 Rendah - Tinggi Mikoriza + FA Maroko 20.00 ± 11.26 Rendah - Tinggi Mikoriza + FA Blora 6.67 ± 2.93 Rendah Mikoriza + SP 36 9.47 ± 8.75 Rendah - Sedang Keterangan : Nilai rata-rata persentase derajat kolonisasi akar. Kategori penilaian derajat kolonisasi akar menurut O’ Connor et al. 2001.
Tabel 9 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap derajat kolonisasi akar pada tanah Latosol Cikabayan Perlakuan Persentase (%) Kategori Kontrol 0.50 ± 0.87 Rendah Mikoriza 12.48 ± 3.29 Rendah - Sedang Mikoriza + FA Guano 5.55 ± 0.73 Rendah Mikoriza + FA Maroko 13.94 ± 9.32 Rendah Mikoriza + FA Blora 7.10 ± 4.70 Rendah - Sedang Mikoriza + SP 36 7.26 ± 6.56 Rendah - Sedang Keterangan : Nilai rata-rata persentase derajat kolonisasi akar. Kategori penilaian derajat kolonisasi akar menurut O’ Connor et al. 2001.
a)
Vesicula
c)
b)
Spora
Hifa
FMA
Gambar 3 Kolonisasi akar oleh mikoriza Mycofer : a) Vesicula, b) spora, c) Hifa Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi tidak terdapat korelasi antara bobot brangkasan dan bobot biji sorgum dengan persentase derajat kolonisasi akar pada taraf nyata 5%. Hal ini terlihat dalam Tabel 8 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza saja dengan persentase derajat kolonisasi akar tertinggi yaitu 39.83±11.86% hanya menghasilkan bobot biji sebesar 12.87 g tanaman-1. Kombinasi mikoriza dan fosfat alam Maroko dengan persentase derajat kolonisasi akar yaitu 20.00±11.26% menghasilkan bobot biji tertinggi yaitu 22.53 g tanaman-1 (Tabel 19).
28
Tabel 10 Korelasi Pearson (r) antara bobot biji pada tanah Latosol Pasar Jumat dan bobot brangkasan pada tanah Latosol Cikabayan dengan persentase derajat kolonisasi akar Peubah Korelasi Pearson Bobot brangkasan pada tanah Latosol 0.19tn Pasar Jumat dengan derajat kolonisasi akar Bobot biji pada tanah Latosol Pasar Jumat 0.57tn dengan derajat kolonisasi akar Bobot brangkasan pada tanah Latosol 0.44tn Cikabayan dengan derajat kolonisasi akar Keterangan: tn = korelasi tidak signifijkan, korelasi signifikan = P-value < taraf nyata 5% .
Data Tabel 9 pada penelitian di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa kombinasi mikoriza dan fosfat alam Maroko dengan persentase derajat kolonisasi akar tertinggi yaitu 13.94±9.32% hanya menghasilkan bobot tanaman sebesar 4.07 g tanaman-1. Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Blora yang memiliki persentase derajat kolonisasi akar yaitu 7.09±4.70% menghasilkan bobot biji tertinggi yaitu 6.18 g tanaman-1 (Tabel 19). Keadaan ini sejalan dengan penelitian Nasution 2014 yang melaporkan bahwa tanaman yang diinokulasi jamur pelarut fosfat dengan mikoriza menghasilkan derajat kolonisasi akar tertinggi yaitu 71% tetapi tidak memberikan bobot biji tertinggi (26 g tanaman-1), sedangkan tanaman yang terkolonisasi mikoriza sebesar 57% memberikan hasil bobot biji tertinggi yaitu 29.15 g tanaman-1 . Hal yang mempengaruhi dalam keefektifan mikoriza adalah terbentuknya miselium di akar tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat Harley dan Smith (1997) bahwa peningkatan efisiensi dari penerimaan nutrisi dengan adanya cendawan tergantung kepada: 1) pengambilan nutrisi oleh miselium dalam tanah; 2) translokasi untuk beberapa jarak dalam hifa untuk struktur cendawan intra radikal dalam akar; 3) memindahkan ke sel tanaman melewati permukaan yang komplek diantara simbion. Berdasarkan uraian derajat kolonisasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa persentase derajat kolonisasi akar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Hasil uji statistik data Tabel 11 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman berumur 35 dan 77 hari setelah tanam (HST) tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap pemberian mikoriza dan sumber fosfat. Hal ini disebabkan pada tanah Latosol Pasar Jumat memiliki kandungan P2O5 tersedia di dalam tanah kategori sedang yaitu 29 ppm (Lampiran 1) sehingga pemberian nutrisi dan mikoriza tidak memberikan respon yang signifikan terhadap pertumbuhan vegetatif tinggi tanaman dan jumlah daun. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002 tanah dengan kriteria sedang menunjukkan keadaan hara dalam tanah cukup produksi dan juga cukup memadai bila dipupuk dengan pupuk yang mengandung hara maka sedikit menunjukkan kenaikkan produksi atau masih respon terhadap pemupukan. Hasil analisis sidik ragam terdapat dalam Lampiran 7 dan 8.
29
Tabel 11 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun brangkasan sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat Tinggi tanaman Jumlah daun (cm) (helai tanaman-1) Perlakuan 35 77 35 77 HST HST HST HST Kontrol 51.16 a 88.83 a 5.00 a 7.50 a Fosfat alam Guano 56.00 a 92.50 a 5.83 a 8.50 a Fosfat alam Maroko 65.00 a 93.83 a 6.16 a 8.33 a Fosfat alam Blora 57.83 a 90.17 a 5.66 a 8.50 a SP 36 64.83 a 93.33 a 5.50 a 8.00 a Mikoriza 54.50 a 92.50 a 4.83 a 7.50 a Mikoriza + FA Guano 53.16 a 90.33 a 5.16 a 7.33 a Mikoriza + FA Maroko 58.33 a 94.83 a 5.33 a 7.83 a Mikoriza + FA Blora 52.50 a 88.33 a 5.50 a 7.33 a Mikoriza + SP 36 55.50 a 91.00 a 5.66 a 8.00 a Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Tabel 12 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun brangkasan sorgum pada tanah Latosol Cikabayan Tinggi tanaman Jumlah daun (cm) (helai tanaman-1) Perlakuan 35 63 35 77 HST HST HST HST Kontrol 19.67 d 22.33 a 2.83 d 2.67 b Fosfat alam Guano 44.17 bc 77.33 a 4.17 bcd 4.67 a Fosfat alam Maroko 53.17 ab 79.83 a 4.67 abc 4.50 a Fosfat alam Blora 53.17 ab 77.00 a 4.50 abc 4.67 a SP 36 67.50 ab 80.67 a 5.50 ab 4.00 a Mikoriza 24.17 cd 33.50 b 3.33 cd 2.17 b Mikoriza + FA Guano 55.33 ab 83.33 a 5.50 ab 5.17 a Mikoriza + FA Maroko 59.17 ab 83.33 a 5.17 ab 5.00 a Mikoriza + FA Blora 71.00 a 96.00 a 6.00 a 5.00 a Mikoriza + SP 36 66.17 ab 82.17 a 4.83 abc 4.67 a Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik data Tabel 12 pada penelitian di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza dengan sumber fosfat berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 35 dan 63 HST. Hal ini disebabkan oleh kandungan P2O5 tersedia di dalam tanah memiliki kategori rendah yaitu 7.26 ppm (Lampiran 1). Dengan adanya kombinasi mikoriza dengan sumber P maka akan mampu membantu meningkatkan aktivitas penyerapan P dari tanah maupun pupuk sehingga dapat diserap oleh tanaman dan tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Data pada tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza dengan sumber fosfat mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 35 dan 63 HST.
30
Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002 tanah dengan kriteria rendah menunjukkan bila dipupuk dengan pupuk yang mengandung hara maka produksi naik cukup memadai atau menunjukkan respon terhadap pemupukan. Berdasarkan uraian tinggi tanaman dan jumlah daun di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada tanaman sorgum ditanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa pemberian mikoriza tidak berpengaruh signifikan dibandingkan dengan tanpa menggunakan mikoriza, sedangkan pada tanaman sorgum di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa pemberian mikoriza berpengaruh signifikan dibandingkan dengan tanpa menggunakan mikoriza. Bobot Akar Tanaman Sorgum Data Tabel 13 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat berdasarkan hasil uji statistik bahwa pemberian mikoriza dengan fosfat alam Blora menunjukkan terjadinya perbedaan yang signifikan. Bobot akar tertinggi yaitu terdapat pada kombinasi perlakuan mikoriza dan fosfat alam Blora yaitu sebesar 15.30 g tanaman-1. Kombinasi mikoriza dan fosfat alam Blora mampu meningkatkan bobot akar sebesar 132.52% dibandingkan fosfat alam Blora, sebesar 118.25% dibandingkan pupuk SP 36, sebesar 40.62% dibandingkan kombinasi mikoriza dengan SP 36, sebesar 92.45% dibandingkan mikoriza saja dan sebesar 199.41% dibandingkan kontrol. Bobot akar pada perlakuan mikoriza dan fosfat alam Maroko yaitu sebesar 10.68 g tanaman-1. Kombinasi mikoriza dan fosfat alam Maroko mampu meningkatkan bobot akar sebesar 95.96% dibandingkan fosfat alam Maroko, sebesar 52.35% dibandingkan pupuk SP 36, sebesar 34.33% dibandingkan mikoriza saja dan sebesar 109% dibandingkan kontrol. Tabel 13
Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap bobot akar tanaman sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan Bobot akar sorgum Bobot akar sorgum pada tanah Latosol pada tanah Latosol Perlakuan Pasar jumat Cikabayan (g tanaman-1) (g tanaman-1) Kontrol 5.11 c 0.03 a Fosfat alam Guano 5.95 bc 0.88 a Fosfat alam Maroko 5.45 bc 0.97 a Fosfat alam Blora 6.58 bc 1.05 a SP 36 7.01 bc 1.07 a Mikoriza 7.95 bc 0.08 a Mikoriza + FA Guano 10.20 abc 1.78 a Mikoriza + FA Maroko 10.68 abc 1.81 a Mikoriza + FA Blora 15.30 a 2.57 a Mikoriza + SP 36 10.88 ab 1.65 a Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Data Tabel 13 pada penelitian di tanah Latosol Cikabayan berdasarkan hasil uji statistik bahwa pemberian mikoriza dengan fosfat alam Blora menunjukkan terjadinya perbedaan yang tidak signifikan. Bobot akar tertinggi yaitu terdapat
31
pada kombinasi perlakuan mikoriza dan fosfat alam Blora yaitu sebesar 2.53 g tanaman-1. Kombinasi mikoriza dan fosfat alam Blora mampu meningkatkan bobot akar sebesar 144.8% dibandingkan fosfat alam Blora saja, sebesar 140.2% dibandingkan pupuk SP 36, sebesar 55.7% dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36%, sebesar 3112% dibandingkan mikoriza saja dan sebesar 8466.6% dibandingkan kontrol. Keadaan ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dapat membantu meningkatkan penyerapan P dari tanah maupun pupuk sehingga dapat diserap oleh akar tanaman. Hasil analisis sidik ragam bobot akar pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan terdapat dalam Lampiran 9 dan 11. Menurut Hellal dan Sauerbeck 1984 bahwa sekitar 44% dari karbon hasil asimilasi tanaman dipindahkan ke akar. Sebagian dari fotosintat akan dipakai untuk perkembangan akar, sumber energi untuk serapan unsur hara dan sebagian lagi digunakan oleh mikoriza. Umumnya pada tanaman bermikoriza translokasi hasil fotosintesis ke akar lebih besar daripada tanaman yang tidak memiliki mikoriza. Perbedaan tersebut disebabkan oleh sistem perakaran bermikoriza yang lebih berkembang. Dengan demikian bobot akar dan tanaman menjadi meningkat. Suparno (2008) melaporkan bahwa pada semua tingkat dosis fosfat alam 0.5-2 g P2O5/bibit dengan pemberian inokulasi mikoriza Mycofer memberikan bobot kering akar lebih tinggi yaitu 18.93% dibandingkan dengan inokulasi mikoriza indigenus Manokwari, sedangkan tanpa mikoriza yaitu sebesar 99.01%. Ouahmane et al. 2007 melaporkan bahwa pemberian mikoriza (Scutellospora spp., Glomus spp. and Acaulospora spp.) dengan pemberian fosfat alam Khouribga mampu meningkatkan bobot akar pada tanaman Cupressus atlantica yaitu sebesar 51% dibandingkan kontrol. Berdasarkan uraian bobot akar di atas maka dapat disimpulkan bahwa tanaman yang diberi mikoriza mampu meningkatkan bobot akar tanaman sorgum dibandingkan tanaman yang tidak menggunakan mikoriza. Aktifitas Jenis 32P Tanaman Sorgum Hasil data Tabel 14 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan menunjukkan bahwa semua tanaman yang diberi perlakuan dengan pupuk P (fosfat alam dan SP 36) saja maupun mikoriza + pupuk P (fosfat alam dan SP 36) memperlihatkan aktifitas jenis yang lebih rendah daripada kontrol (tanpa pupuk dan mikoriza). Pada perlakuan pupuk P, mikoriza dan kombinasinya menunjukkan bahwa tanaman menyerap P bukan hanya berasal dari sumber P yang ditambahkan tetapi juga berasal dari P-tanah. Keadaan ini menyebabkan dalam tubuh tanaman 32P diencerkan oleh P yang lebih banyak daripada tanaman kontrol yang hanya menyerap P dari tanah. Pengenceran dapat menyebabkan menurunnya rasio isotop 32P/31P yang tergambar dari menurunnya aktivitas jenis. Hal ini berarti semakin rendah nilai aktivitas jenis suatu perlakuan menggambarkan perlakuan tersebut semakin tinggi dalam menyumbang P bagi tanaman. Nilai aktifitas jenis menjadi dasar bagi perhitungan P-berasal dari berbagai sumber baik tanah, pupuk maupun sumber lainnya. Hasil analisis sidik ragam aktivitas jenis disajikan pada Lampiran 9,10,11.
32
Tabel 14 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap aktivitas jenis tanaman sorgum pada tanah Latosol Cikabayan dan Pasar Jumat Brangkasan Brangkasan Biji Perlakuan 63 HST 145 HST 145 HST (Bq mg-1 P) (Bq mg-1 P) (Bq mg-1 P) Kontrol 512 a 3044 a 2155 a Fosfat alam Guano 213 bc 1902 b 1516 a Fosfat alam Maroko 185 bc 2132 b 1400 a Fosfat alam Blora 235 bc 1621 b 1459 a SP 36 242 bc 1872 b 1459 a Mikoriza 262 b 1791 b 1741 a Mikoriza + FA Guano 215 bc 1616 b 1540 a Mikoriza + FA Maroko 178 c 1459 b 1339 a Mikoriza + FA Blora 182 bc 1803 b 1581 a Mikoriza + SP 36 204 bc 1679 b 1640 a
32
P
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Pemberian fosfat alam dan pupuk SP 36 mampu menyumbang 31P yang lebih besar daripada kontrol. Semakin besarnya 31P yang diserap oleh tanaman maka akan mengakibatkan terjadinya pengenceran 32P di dalam tanaman. Adanya sumbangan P dari sumber tidak berlabel isotop menyebabkan jumlah 31P dalam tanah meningkat yang selanjutnya menurunkan nilai aktivitas jenis (32P/31P) di dalam tanah (Flatian et al. 2016). Pemberian mikoriza dan sumber fosfat menyebabkan miselium mikoriza secara efektif mampu membantu melepaskan ion fosfat (31P), baik berasal dari P tanah maupun fosfat alam. Pelepasan P menjadi bentuk tersedia bagi tanaman akan menyebabkan penambahan 31P dan menyebabkan penurunan aktivitas jenis (32P/31P) pada tanah berlabel isotop (Toro et al. 1997). Berdasarkan uraian aktivitas jenis diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan menunjukkan bahwa semua tanaman yang diberi perlakuan dengan pupuk P (fosfat alam dan SP 36) saja maupun mikoriza + pupuk P (fosfat alam dan SP 36) memperlihatkan aktifitas jenis yang lebih rendah daripada kontrol (tanpa pupuk dan mikoriza). Kontribusi P Berasal dari Berbagai Sumber P dan Total Serapan P pada Tanaman Sorgum Hasil uji statistik data Tabel 15 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antar semua perlakuan kecuali kontrol terhadap kontribusi P berasal dari tanah atau sumber berlabel (%P-bdt) dan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza atau sumber P (%P-bdp) pada brangkasan tanaman sorgum umur 145 HST maupun biji. Data Tabel 15 disajikan %P-bdt dan %P-bdp dari tanaman sorgum. Serapan P berasal dari tanah ditunjukkan dengan nilai persentase P berasal dari tanah (%P-bdt) dan P berasal dari tanah (P-bdt). Serapan P berasal dari perlakuan P (aktivitas mikoriza, fosfat alam dan SP-36) ditunjukkan dengan nilai persentase P berasal dari perlakuan P (%P-bdp) dan P berasal dari perlakuan P (P-bdp).
33
Hasil analisis statistik data Tabel 15 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antar semua perlakuan kecuali kontrol terhadap kontribusi P berasal dari tanah atau sumber berlabel (P-bdt) dan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza atau sumber P (P-bdp) pada tanaman maupun biji sorgum umur 145 HST. Hasil uji statistik data Tabel 15 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap serapan P brangkasan sorgum umur 145 HST. Pemberian fosfat alam Maroko saja menunjukkan hasil tertinggi pada serapan P tanaman sorgum yaitu 41.06 mg tanaman-1. Hal ini disebabkan pada perlakuan fosfat alam Maroko mendapatkan sumbangan P berasal dari tanah %Pbdt sebesar 61.43% , memberikan sumbangan P berasal dari pupuk (%P-bdp) sebesar 38.57% dari total P yang diserap tanaman atau sebesar 16.22 mg tanaman-1. Hasil analisis sidik ragam kontribusi P disajikan pada Lampiran 9,10,11. Tabel 15 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap kontribusi P berasal dari berbagai sumber P pada brangkasan sorgum 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat P-bdt (mg tanaman-1) 21.31 a
P-bdp (mg tanaman-1) 0 b
Total Serapan P (mg tanaman-1) 21.31 a
45.03 a
19.96 a
16.67 a
36.63 a
61.43 b
38.57 a
24.84 a
16.22 a
41.06 a
Fosfat alam Blora
55.08 b
44.92 a
18.52 a
15.69 a
34.21 a
SP 36
53.94 b
46.06 a
18.58 a
14.72 a
33.30 a
Mikoriza
62.35 b
37.65 a
16.60 a
10.41 a
27.01 a
Mikoriza + FA Guano
55.40 b
44.60 a
19.93 a
15.18 a
35.11 a
Mikoriza + FA Maroko
49.54 b
50.46 a
17.33 a
17.41 a
34.74 a
Mikoriza + FA Blora
60.85 b
39.15 a
23.42 a
14.77 a
38.20 a
Perlakuan
%P-bdt
%P-bdp
100 a
0
Fosfat alam Guano
54.97 b
Fosfat alam Maroko
Kontrol
b
Mikoriza + SP 36 55.56 b 44.44 a 15.29 a 12.71 a 28.00 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Data Tabel 16 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat terlihat bahwa perlakuan mikoriza mendapatkan sumbangan P berasal dari tanah (%P-bdt) tertinggi yaitu sebesar 76.86% dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan sumbangan P tertinggi yaitu sebesar 36.61%. Data Tabel 16 terlihat bahwa pada perlakuan pupuk SP 36 saja tanaman mendapatkan sumbangan P berasal dari tanah (P-bdt) tertinggi pada biji tanaman sorgum umur 145 HST yaitu sebesar 48.46 mg tanaman-1. Pemberian mikoriza dan sumber P memberikan pengaruh terhadap P-bdp. Pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan hasil sumbangan P-bdp biji tertinggi yaitu sebesar 24.71 mg tanaman-1 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Maroko meningkatkan P-bdp biji sebesar 59.62% atau sebesar 9.23 mg tanaman-1 dibandingkan tanaman yang diberikan fosfat alam Maroko saja, sebesar 31.50% atau sebesar 5.92 mg tanaman-1 dibandingkan pupuk SP 36 saja, sebesar 70.29% atau sebesar
34
10.2 mg tanaman-1 dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36, sebesar 102.37% atau sebesar 12.5 mg tanaman-1 dibandingkan mikoriza saja. Tabel 16 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap kontribusi P berasal dari berbagai sumber P pada biji sorgum 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat P-bdt (mg tanaman-1) 38.10 a
P-bdp (mg tanaman-1) 0 c
Total Serapan P (mg tanaman-1) 38.10 e
25.17 a
43.77 a
14.75 b
60.84 abcd
32.63 a
30.85 a
15.48 b
46.32 cde
71.19 b
28.81 a
35.68 a
14.48 b
50.16 bcde
SP 36
72.19 b
27.81 a
48.46 a
18.79 ab
67.51 ab
Mikoriza
76.86 b
23.14 a
41.11 a
12.21 b
53.32 abcde
Mikoriza + FA Guano
74.92 b
25.08 a
46.56 a
15.53 b
59.80 abcd
Mikoriza + FA Maroko
63.39 b
36.61 a
46.85 a
24.71 b
71.56 a
Mikoriza + FA Blora
73.10 b
26.90 a
35.87 a
13.13 b
41.96 de
Perlakuan
%P-bdt
%P-bdp
100 a
0
Fosfat alam Guano
74.83 b
Fosfat alam Maroko
67.37 b
Fosfat alam Blora
Kontrol
b
Mikoriza + SP 36 76.38 b 23.62 a 47.39 a 14.51 b 61.90 abc Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik data Tabel 16 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan perbedaan yang signifikan terhadap serapan P biji tanaman sorgum umur 145 HST. Pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko menunjukkan hasil tertinggi pada serapan P biji yaitu 71.56 mg tanaman-1 . Hal ini disebabkan pada perlakuan mikoriza dengan fosfat alam Maroko mendapatkan sumbangan P berasal dari tanah %Pbdt sebesar 63.39% , memberikan sumbangan P berasal dari pupuk (%P-bdp) sebesar 36.61% dari total P yang diserap tanaman atau sebesar 24.71 mg tanaman-1. Pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko dapat meningkatkan serapan P biji sebesar 54.50% dibandingkan fosfat alam Maroko saja, sebesar 5.99% dibandingkan pupuk SP 36 saja, sebesar 15.60% dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36, sebesar 34.20% dibandingkan mikoriza saja, sebesar 87.82% dibandingkan kontrol. Data pada Tabel 15 dan 16 terlihat bahwa serapan P baik untuk brangkasan dan biji memperlihatkan pola serupa dengan %P-bdt dan %P-bdp pada brangkasan maupun biji. Pola tersebut menunjukkan bahwa P-bdt lebih besar daripada P-bdp. Hal ini disebabkan bahwa tanaman menyerap P-bdt lebih banyak daripada P-bdp. Jika P-tanah dikuras secara terus menerus maka akan berpengaruh pada penurunan kesuburan tanah. Keadaan ini diharapkan dapat diperbaiki dengan menambah pupuk P terutama fosfat alam yang dikombinasikan dengan mikoriza sehingga dapat terjadi penyerapan P pupuk yang lebih banyak sehingga P dari tanah dapat dihemat. Hasil analisis sidik ragam kontribusi P disajikan pada Lampiran 9,10,11. Hasil uji statistik data Tabel 17 pada penelitian di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antar semua perlakuan kecuali kontrol terhadap kontribusi P berasal dari tanah atau sumber berlabel
35
(%P-bdt) dan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza atau sumber P (%P-bdp) brangkasan sorgum umur 63 HST. Data Tabel 17 terlihat bahwa perlakuan mikoriza tanpa sumber P, tanaman mendapatkan sumbangan P berasal dari tanah (%P-bdt) tertinggi yaitu sebesar 50.52% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena P yang tersedia pada perlakuan ini hanyalah berasal dari P-tanah. Tabel 17 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap kontribusi P berasal dari berbagai sumber P pada brangkasan sorgum 63 HST pada tanah Latosol Cikabayan Perlakuan
%P-bdt
%P-bdp b
P-bdt (mg tanaman-1) 2.30 c
P-bdp (mg tanaman-1) 0 c
Total Serapan P (mg tanaman-1) 2.32 d
Kontrol
100 a
0
Fosfat alam Guano
42.79 b
57.21 a
9.19 bc
15.14 bc
24.77 bcd
Fosfat alam Maroko
36.96 b
63.04 a
10.07 bc
19.09 abc
30.14 bc
Fosfat alam Blora
46.46 b
53.54 a
13.59 b
18.76 abc
32.13 b
SP 36
48.87 b
51.13 a
11.94 bc
11.63 bc
25.36 bcd
Mikoriza
50.52 b
49.48 a
2.05 c
2.00 c
4.06
Mikoriza + FA Guano
43.25 b
56.75 a
14.70 ab
24.09 ab
37.56 ab
Mikoriza + FA Maroko
35.14 b
64.86 a
12.41 b
31.20 ab
36.88 ab
Mikoriza + FA Blora
36.05 b
63.95 a
23.30 a
36.77 a
59.96 a
cd
Mikoriza + SP 36 41.20 b 58.80 a 12.08 bc 27.40 ab 38.10 ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik data Tabel 17 pada penelitian di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata terhadap total serapan P brangkasan , kontribusi P berasal dari tanah/sumber berlabel (P-bdt) dan P berasal dari perlakuan aktivitas mikoriza/sumber P (P-bdp). Berdasarkan data pada Tabel 17 menunjukkan pemberian mikoriza dengan fosfat alam Blora memberikan hasil serapan P brangkasan tertinggi yaitu 59.96 mg tanaman-1. Hal ini disebabkan pada perlakuan mikoriza dengan fosfat alam Blora mendapatkan sumbangan P berasal dari tanah %Pbdt sebesar 36.05% dari total P yang diserap tanaman atau sebesar 23.30 mg tanaman-1 dan juga memberikan sumbangan P berasal dari pupuk (%P-bdp) sebesar 63.95% dari total P yang diserap tanaman atau sebesar 36.77 mg tanaman-1. Pemberian mikoriza dan fosfat alam Blora meningkatkan sumbangan P berasal dari perlakuan (P-bdp) sebesar 96% atau sebesar 8 mg tanaman-1 dibandingkan fosfat alam Blora, sebesar 216.16% atau sebesar 25.14 mg tanaman-1 dibandingkan pupuk SP 36, sebesar 34.20% atau sebesar 9.37 mg tanaman-1 dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36, sebesar 1788.50% atau sebesar 34.77 mg tanaman-1 dibandingkan mikoriza saja. Pemberian mikoriza dengan fosfat alam Blora juga mampu meningkatkan serapan P sebesar 86.61% dibandingkan fosfat alam Blora saja, sebesar 36.77% dibandingkan pupuk SP 36, sebesar 57.37% dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36, sebesar 1376.84% dibandingkan mikoriza saja dan sebesar 2484.48% dibandingkan kontrol.
36
Hal ini terlihat bahwa ada perbedaan dalam hal serapan P-bdt antar perlakuan. Ini berarti bahwa P-tanah yang diserap oleh semua perlakuan dalam jumlah yang kecil. Keadaan ini mungkin disebabkan bahwa P tanah yang tersedia rendah yaitu sebesar 7.26 ppm dengan kriteria sangat rendah. Adanya penambahan sumber P maupun mikoriza maka dapat meningkatan jumlah P di dalam tanah sehingga banyak P yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman sehingga pertumbuhan menjadi optimal. Data pada Tabel 17 juga terlihat bahwa pada umumnya %P-bdp lebih besar daripada %P-bdt kecuali untuk perlakuan mikoriza tanpa fosfat. Dengan dapat menyimpan P tanah yang memadai maka diharapkan kesuburan tanah dapat dipertahankan unsur hara P. Hal ini menyebabkan P-bdt dapat disimpan dalam jumlah yang lebih banyak daripada bila tidak digunakan pupuk sama sekali. Dengan adanya penambahan sumber P ke dalam tanah dapat meningkatkan serapan P tanaman. Hasil analisis sidik ragam kontribusi P dan serapan P disajikan pada Lampiran 9,10,11. Berdasarkan uraian kontribusi P dan serapan P diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada tanaman sorgum umur 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan hasil tertinggi pada serapan P biji yaitu 71.56 mg tanaman-1, memberikan sumbangan P berasal dari pupuk (%P-bdp) sebesar 36.61% dari total P yang diserap tanaman atau sebesar 24.71 mg tanaman-1. Tanaman sorgum umur 63 HST di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan hasil tertinggi pada pemberian mikoriza dengan fosfat alam Blora terhadap serapan P brangkasan yaitu 59.96 mg tanaman-1, memberikan sumbangan P berasal dari pupuk (%P-bdp) sebesar 63.95% dari total P yang diserap tanaman atau sebesar 36.77 mg tanaman-1. Bobot Brangkasan dan Biji Sorgum Hasil uji statistik data Tabel 18 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap bobot brangkasan sorgum umur 145 HST. Pemberian fosfat alam Maroko saja menunjukkan hasil tertinggi pada bobot tanaman yaitu 27.30 g tanaman-1. Hal ini disebabkan pada tanah Latosol Pasar Jumat memiliki kandungan P2O5 tersedia di dalam tanah kategori sedang yaitu 29 ppm (Lampiran 1) sehingga pemberian nutrisi dan mikoriza tidak memberikan respon yang signifikan terhadap pertumbuhan brangkasan sorgum umur 145 HST. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002 tanah dengan kriteria sedang menunjukkan keadaan hara dalam tanah cukup produksi dan juga cukup memadai, bila dipupuk dengan pupuk yang mengandung hara maka sedikit menunjukkan kenaikkan produksi atau masih respon terhadap pemupukan. Hasil uji statistik Tabel 18 pada penelitian di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan perbedaan yang signifikan terhadap bobot biji tanaman sorgum umur 145 HST. Pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko menunjukkan hasil tertinggi pada bobot biji yaitu 22.53 g tanaman-1. Pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko dapat meningkatkan bobot biji sebesar 54.31% dibandingkan fosfat alam Maroko saja, sebesar 28.74% dibandingkan pupuk SP 36 saja, sebesar 239.93% dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36, sebesar 75.05% dibandingkan mikoriza saja, sebesar 109.19% dibandingkan kontrol.
37
Hal ini disebabkan adanya sumbangan dari mikoriza dengan fosfat alam Maroko yang mampu menyumbang P berasal dari aktivitas mikoriza atau sumber P (P-bdp) sebesar 24.71 mg tanaman-1(Tabel 16). Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh jenis mikoriza tersebut sesuai dengan jenis sumber fosfat alam Maroko yang diberikan sehingga miselium mikoriza mampu bekerja dengan optimal dalam membantu meningkatkan penyerapan hara untuk tanaman. Dengan demikian unsur hara P lebih mudah tersedia di dalam tanah dan mudah diserap oleh tanaman. Keadaan ini sama seperti penelitian oleh Powell (1979) yang menyatakan bahwa jenis mikoriza, sumber fosfat dan jenis tanah yang berbeda menyebabkan perbedaan bobot tanaman dan serapan P pada tanaman gandum hitam. Hasil analisis sidik ragam bobot tanaman dan bobot biji disajikan pada Lampiran 9,10,11. Tabel 18 Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap bobot brangkasan dan biji sorgum pada tanah Latosol Cikabayan dan Pasar Jumat Bobot brangkasan Bobot Bobot biji pada pada tanah brangkasan tanah Latosol Latosol pada tanah Pasar Jumat Perlakuan Cikabayan Latosol 145 HST 63 HST Pasar Jumat 145 HST (g tanaman-1) (g tanaman-1) (g tanaman-1) 0.25 d 16.83 a 10.77 c Kontrol 2.56 bc 23.73 a 17.47 ab Fosfat alam Guano 3.30 b 27.30 a 14.60 bc Fosfat alam Maroko 3.48 b 20.80 a 14.63 bc Fosfat alam Blora 3.65 b 21.77 a 17.50 ab SP 36 0.49 cd 20.90 a 12.87 bc Mikoriza 4.10 ab 26.13 a 17.03 abc Mikoriza + FA Guano 4.06 ab 23.67 a 22.53 a Mikoriza + FA Maroko 6.18 a 23.27 a 12.93 bc Mikoriza + FA Blora 4.05 ab 21.03 a 16.10 bc Mikoriza + SP 36 Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik data Tabel 19 pada penelitian di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa kombinasi pemberian mikoriza dan fosfat alam Blora berpengaruh signifikan terhadap bobot brangkasan sorgum umur 63 HST. Data pada tanah Latosol Cikabayan menunjukkan kombinasi pemberian mikoriza dan fosfat alam Blora memberikan hasil bobot brangkasan sorgum tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 6.18 g tanaman-1 (Tabel 19). Pemberian mikoriza dan fosfat alam Blora mampu meningkatkan bobot brangkasan sebesar 77.58% dibandingkan fosfat alam Blora saja, sebesar 69.31% dibandingkan pupuk SP 36 saja, sebesar 52.59% dibandingkan kombinasi mikoriza dengan pupuk SP 36, sebesar 1161.22% dibandingkan mikoriza saja, sebesar 2372% dibandingkan kontrol. Hal ini disebabkan adanya sumbangan dari
38
mikoriza dengan fosfat alam Blora yang mampu menyumbang P berasal dari aktivitas mikoriza atau sumber P (P-bdp) sebesar 36.77 mg tanaman-1 (Tabel 17). Pemberian mikoriza dan fosfat alam Blora dapat meningkatkan bobot brangkasan dan serapan P brangkasan sorgum umur 63 HST juga disebabkan oleh kandungan P2O5 tersedia di dalam tanah memiliki kategori rendah yaitu 7.26 ppm (Lampiran 1). Dengan adanya kombinasi mikoriza dengan sumber P maka akan mampu membantu meningkatkan aktivitas penyerapan P dari tanah maupun pupuk sehingga dapat diserap oleh tanaman dan tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002 tanah dengan kriteria rendah menunjukkan bila dipupuk dengan pupuk yang mengandung hara maka produksi naik cukup memadai atau menunjukkan respon terhadap pemupukan. Selain itu keadaan ini disebabkan oleh fosfat alam Blora memiliki kelarutan asam sitrat paling besar di antara perlakuan fosfat alam lainnya yaitu sebesar 18.07% (Lampiran 2). Reaktivitas atau kelarutan dari fosfat alam merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kemampuan fosfat alam untuk melepaskan P yang dapat digunakan tanaman. Standar mutu yang digunakan untuk menentukan kualitas dari fosfat alam yaitu deskripsi sampel, besarnya kadar P2O5, Ca, Mg di dalam sampel, kelarutan dalam pereaksi ammonium sitrat pH 7, asam sitrat, asam format (Binh dan Zappata 2002). Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam dapat membuat miselium mikoriza berkembang dan membantu meningkatkan penyerapan P sehingga bobot tanaman meningkat. Kombinasi pemberian mikoriza dan pupuk SP 36 mampu meningkatkan sumbangan P-bdp yaitu sebesar 135% atau 15.8 mg tanaman-1 dibandingkan dengan pupuk SP 36 saja. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas dari mikoriza mampu membantu meningkatkan penyerapan P dari tanah maupun pupuk SP 36 sehingga bisa diserap oleh tanaman dan bobot tanaman meningkat. Peningkatan bobot tanaman yang disebabkan oleh pemberian mikoriza telah dinyatakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Bogidarmanti 2008 melaporkan bahwa mikoriza Glomus sp BA 13 dengan pemberian fosfat alam Citeureup Bogor mampu meningkatkan bobot tanaman dan serapan P tanaman mahoni masing-masing sebesar 6.28%, 38.23% dibandingkan dengan mikoriza saja dan sebesar 14.96%, 62.06% dibandingkan dengan kontrol. Suparno (2008) melaporkan pada semua tingkat dosis fosfat alam 0.5-2 g P2O5 bibit-1 dengan pemberian inokulasi mikoriza Mycofer memberikan bobot kering tajuk, serapan P tajuk bibit kakao dan aktivitas fosfatase asam lebih tinggi yaitu 16.11-50.85, 19.68-40.43% dan 0.18-53.93% dibandingkan dengan inokulasi mikoriza indigenus Manokwari, sedangkan tanpa mikoriza yaitu sebesar 102.55-27.55%, 45.16-90.70% dan 58.73-70.06%. Berdasarkan uraian bobot brangkasan dan bobot biji tanaman sorgum diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada tanaman sorgum umur 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dengan fosfat alam Maroko memberikan bobot biji tertinggi yaitu 22.53 g tanaman-1, sedangkan tanaman sorgum umur 63 HST di tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dengan fosfat alam Blora memberikan bobot brangkasan tertinggi yaitu 6.18 g tanaman-1.
39
a)
b)
Gambar 4
Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat pada tanaman sorgum umur 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat
Keterangan : a) M0P0 : kontrol, M0P1 : fosfat alam Guano, M0P2 : fosfat alam Maroko, M0P3 : fosfat alam Blora, M0P4: SP 36 b) M1P0 : mikoriza, M1P1 : mikoriza + fosfat alam Guano, M1P2 : mikoriza + fosfat alam Maroko, M1P3 : mikoriza + fosfat alam Blora, M1P4 : mikoriza + SP 36
40
a)
b)
Gambar 5
Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat pada biji sorgum umur 145 HST di tanah Latosol Pasar Jumat
Keterangan : a) M0P0 : kontrol, M0P1 : fosfat alam Guano, M0P2 : fosfat alam Maroko, M0P3 : fosfat alam Blora, M0P4: SP 36 b) M1P0 : mikoriza, M1P1 : mikoriza + fosfat alam Guano, M1P2 : mikoriza + fosfat alam Maroko, M1P3 : mikoriza + fosfat alam Blora, M1P4 : mikoriza + SP 36
41
a)
b)
Gambar 6
Pengaruh mikoriza dan sumber fosfat pada tanaman sorgum umur 63 HST di tanah Latosol Cikabayan
Keterangan : a) M0P0 : kontrol, M0P1 : fosfat alam Guano, M0P2 : fosfat alam Maroko, M0P3 : fosfat alam Blora, M0P4: SP 36 b) M1P0 : mikoriza, M1P1 : mikoriza + fosfat alam Guano, M1P2 : mikoriza + fosfat alam Maroko, M1P3 : mikoriza + fosfat alam Blora, M1P4 : mikoriza + SP 36
42
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Sterilisasi radiasi Gamma dengan menggunakan dosis 40 dan 50 kGy tidak terdeteksi mikrob pada zeolit tetapi mempunyai viabilitas spora G. margarita kecil sedangkan dosis radiasi 30 kGy masih terdapat mikrob pada zeolit tetapi mempunyai viabilitas spora G. margarita lebih besar. Radiasi sinar Gamma tidak berpengaruh terhadap kelarutan Fe, Mn, Zn di dalam bahan pembawa. Autoklaf dapat meningkatkan kelarutan Mn pada tanah sebesar 362.66% dan menurunkan viabilitas spora G. margarita. 2. Berdasarkan teknik isotop 32P pada tanah Latosol Pasar Jumat bahwa kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Maroko menyebabkan sumbangan P berasal dari aktivitas mikoriza dan pupuk P (fosfat alam dan SP 36), serapan P dan bobot biji sorgum tertinggi. Tanaman dengan menggunakan tanah Latosol Cikabayan menunjukkan bahwa kombinasi mikoriza dengan fosfat alam Blora menyebabkan sumbangan P berasal dari aktivitas mikoriza dan pupuk P (fosfat alam dan SP 36), serapan P dan bobot brangkasan sorgum tertinggi.
Saran 1. Penyimpanan spora mikoriza lebih baik menggunakan bahan pembawa zeolit daripada menggunakan bahan pembawa kompos. 2. Sebelum menggunakan mikoriza sebaiknya dilakukan uji viabilitas spora untuk dapat mengetahui persentase spora mikoriza yang berkecambah. 3. Kombinasi mikoriza dengan fosfat alam maupun SP 36 dapat digunakan untuk meningkatkan produksi tanaman.
43
DAFTAR PUSTAKA Abbot LK , Robson AD. 1982. The role of VA mycorrhiza fungi in agriculture and the selection of fungi for inoculation. J Agriculture. 33:389-395. Abdalla ME, Fattah GM. 2000. Influence of the endomycorrhizae fungus Glomus mossae on the development of peanut pod root disease in Egypt. Springer Verlag. Berlin, Heidelberg. Abdullah S, Musa Y, Feranita. 2005. Perbanyakan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) pada berbagai varietas jagung (Zea mays L.) dan pemanfaatannya pada dua varietas tebu (Saccharum officinarum L.). J Sains dan Teknologi. 5(1):12-20. Achat DL, Sperandio M, Daumer ML, Santellani AC, Prud'homme L, Akhtar M, Morel C. 2014 Plant-availability of phosphorus recycled from pig manures and dairy effluents as assessed by isotopic labeling techniques. Geoderma. 232-234. Adinurani PG, Mulyati M, Hendroko R. 1999. Pengaruh cendawan mikoriza arbuskular (CMA) pada tebu di tanah mineral masam PG Tolongohua, Gorontalo. Majalah Penelitian Gula XXXV. Ante M, Gina B, Nenad R. 2011. Irving-williams order in the framework of connectivity index 3χv enables simultaneous prediction of stability constants of bivalent transition metal complexes. Molecules. 16:1103-1112. doi:10.3390/ molecules 16021103. [BATAN] Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2002. Glosarium Ilmu dan Teknologi Nuklir. Ed ke-1. Jakarta. Bertham YH. 2003. Teknik pemurnian biakan monoxonic mikoriza dengan metode cawan petri dan tabung reaksi. J Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 5(1):18-26. Binh T, Zapata F. 2002. Standard characterization of phosphate rock samples from the FAO/IAEA phosphate project. In: IAEA Vienna. 9-22. Bogidarmanti R. 2008. Pemanfaatan pupuk fosfat alam dan fungi mikoriza arbuskula dalam mempercepat pembentukan kayu pada bibit Maesopsis eminii Engl dan Swietenia macrophylla King. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Brundrett MC, Bougher N, Dells B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR. Canberra. [BPT] Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Ed ke-2. Prasetyo H, Santoso D, Retno LW, editor. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Departemen Pertanian RI. Cathcart JB. 1987. Phosphate resources of the world and models for exploration with special reference to Southeast Asia. Di dalam Fertilizers Minerals in Asia and the Pacific. Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Bangkok (TH): United Nation. Cardoso EJBN, Navarro RB, Nogueira MA. 2002. Manganese and spore germination of arbuscular mycorrhizal fungi in vitro. Revista Brasileira de Ciência do Solo. 26(3). Citraresmini A. 2009. Fosfor tersedia dan serapan P-tanaman yang ditetapkan dengan teknik isotop 32P dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.) akibat
44
pemberian pupuk P dan bahan organik pada tanah Ultisol [tesis]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran. Citraresmini A, Anas I, Nurmayulis. 2013. The use of 32P method to evaluate the growth of lowland rice cultivated in a system of rice intensification (SRI). Atom Indonesia. 39(2):88-94. Denison RF, Kiers ET. 2011. Life histories of symbiotic rhizobia and review mycorrhizal fungi (review). Current Biology 21. 21(18):775-785. doi:10.1016/j.cub.2011.06.018. Deptan. 2001. Zeolit untuk Pertanian. Lembar Informasi Pertanian 15: Tanaman Pangan/2001/: 530. Jawa Barat, Bandung. Douds DD, Lee J, Uknalis J, Akwasi A, Boateng, Ulsh CZ. 2014. Pelletized biochar as a carrier for AM fungi in the on-farm system of inoculum production in compost and vermiculite mixtures. Compost Science and Utilization. 22:253-262. Ellis BG , Knezek 1972. Adsorption reaction of micronutrients in soils. In:. Mortvedt JJ, Giordano PM, and Lindsay WL, editor. Micronutrients in Agriculture. Soil Sci. Soc. Of Amer., Inc., Madison, Wisconsin. Enjelia. 2011. Penggunaan sterilisasi iradiasi sinar Gamma Co-60 dan mesin berkas elektron pada viabilitas inokulan dalam bahan pembawa (kompos dan gambut) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Engelstad OP, Jugsujinda A, de Datta SK. 1974. Response by flooded rice to phosphate rocks varying in citrate solubility. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 38:524-529. Fakuara MY. 1988. Mikoriza, teori dan kegunaan dalam praktek. Pusat Antar Universitas. Bogor (ID): IPB. Flatian AN, Anas I, Sutandi A, Ishak. 2016 Kontribusi P berasal dari aktivitas mikrob pelarut fosfat, fosfat alam dan sp-36 yang ditentukan menggunakan teknik isotop 32P. J Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 12(1):57-68 Graham JH.1988. Interaction of fungi with soilborne plant pathogents and other organisme : an introduction. Phytopathology. 78:365-371. Hammond SH, Chien, Mokwunye AU. 1986. Agronomic value of unacidulated and partially acidulated phophate rock indigenous to the tropics. Adv. Agron. 40:89–140. Hammond LL, Diamond RB. 1987. Effectiveness of alternative phosphate fertilizer in tropical agriculture. Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Fosfat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor (ID). 91-117. Harley JL, Smith SE. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press. New York. Haryanto. 1986. Phosphate deposits in Indonesia. Workshop on Occurrence, Exploration and Development of Fertilizer Minerals in The ESCAP region Bangkok. 191-197. Hayman DS. 1983. The physiology of vesicular arbuscular endo symbiosis. Can. J.Bot. 61: 944- 963. Heslot H 1971. Molecular mechanism of mutation. Proceedings Radiation and Radioisotopes for Industrial Microorganisms. Vienna. 13-38. Hilmy N. 1980. Penetapan dosis sterilisasi dan pasteurisasi radiasi. Seminar Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta.
45
Hodge A, Fitter AH. 2010. Substantial nitrogen acquisition by arbuscular mycorrhizal fungi from organic material has implications for N cycling. PNAS. 107(31):13754 -13759. Husna N. 2014. Pengelolaan bahan organik di tanah sulfat masam organic matter management in acid sulphate soil. Seminar Nasional Lahan Sub optimal. [IAEA] International Atomic Energi Agency. 1990. Use of Nuclear Techniques in Studies of Soil-Plant Relationships. Vienna (AT): International Atomic Energi Agency. [IAEA] International Atomic Energy Agency. 2001. Use Isotope and Radiation Method in Soil and Water Management and Crop Nutrition. Vienna (AT): International Atomic Energy Agency. Joachim HJR, Makoi, Ndakidemi PA. 2009. Review: The agronomic potential of vesicular-arbuscular mycorrhiza (VAM) in cereals – legume mixtures in Africa. African J of Microbiology Research. 3(11):664-675. Johnston AE, Syers JK. 2009. A new approach to assessing phosphorus use efficiency in agriculture. Better Crops. 93(3). Kanabo IAK , Gilkes RJ. 1988. The effect of soil teksture on the dissolution of North Carolina phosphate rock. J. Soil Sci. 39:191-198. Kasno A, Rochayati S, Prasetyo BH. 2009. Pemanfaatan Fosfat Alam yang Digunakan Langsung Sebagai Pupuk Sumber P. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Departemen Pertanian. hlm 17-18. Khasawneh FE , Doll EC. 1978. The use of phosphate rock for direct application to soil. Advances in Agronomy 30:159-206. Kheyrodin H. 2014. Plant and soil relationship between fungi. International J of Research Studies in Biosciences (IJRSB). 2(9):42-49. Kormanik PP, McGraw AC. 1982. Quantification of VA mycorrhizae in plantroot. In: N.C.Schenk, editor. Methods and principles of mycorrhiza research. The American Phytop. Soc. 46:37-45. Kume T. 2005. Radiation sterilization of carrier. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Biofertilizer Project Technical meeting on Sterilization of Carrier by Irradiation. Tokyo (JPN). Khavazi K, Rejali F, Seguin P, Miransari M. 2007. Effects of carrier, sterilization method, and incubation on survival of Bradyrhizobium japonicum in soybean (Glycine max L.) inoculants. Enzyme and Microbial Technology. 41:780-784. Klugh KR, Cumming JR. 2007. Variations in organic acid exudation and aluminum resistance among arbuscular mycorrhizal species colonizing Liriodendron tulipifera. Tree Physiology. 27, 1103-1112. Laimeheriwa J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Balai Informasi Pertanian. Departemen Pertanian Papua. Jayapura. McClellan GH. 1978. Mineralogy and reactivity of phosphate rock. In: Seminar on Phosphate Rock for Direct Application. IFDC. Haifa. Israel. McClellan GH , Van Kauwenberg SJ. 1992. Relationship of mineralogy to study phosphate rock reactivity. Proc. Workshop on Phosphate Sources for Acid Soil in the Humid Tropics of Asia. Kuala Lumpur, Malaysia. 1-17. Moersidi S. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Bogor (ID) : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
46
Mosse B. 1981. Vesicular - arbuscular mycorrhiza. Research For Tropical Agriculture. Res. Bul. Hawai Inst. Trop. Agric and Human Resources. Hawai. Muin A. 2003. Pertumbuhan anakan ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) dengan inokulasi cendawan mikoriza arbuskula pada berbagai intensitas cahaya dan dosis fosfat alam [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Narumi I. 2006. Biofertilizer Manual. Carriers for Biofertilizers. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Tokyo (JPN). Nasution RMT, Sabrina, Fauzi. 2014. Pemanfaatan jamur pelarut fosfat dan mikoriza untuk meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada tanah alkalin. J Online Agroekoteknologi. 2(3):1003-1010. Noack SR, Therese M, Mcbeath, Mike J, Mclaughlin, Ronald J. Smernik, Roger D. Armstrong. 2014. Management of crop residues affects the transfer of phosphorus to plant and soil pools: Results from a dual-labelling experiment. Soil Biology and Biochemistry. 71:31-39. Nurbaity A, Setiawan, Mulyani O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai bahan pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskula pada produksi sorgum. Agrinimal. 1(1):1-6. Nurmala T, Wawan A. 2007. Pangan alternatif berbasis serealia minor. Giratuna. Bandung. Nurmalasari D 2009. Efektivitas mycofer terhadap tanaman kehutanan, pertanian, perkebunan, bioremediasi dan pakan hijau ternak (kajian pustaka) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nyimas PI, Mansyur, Iin S, Lizah K . 2006 . Pengaruh pemberian bahan organik, mikoriza, dan batuan fosfat terhadap produksi, serapan fosfor pada tanaman kudzu tropika (Pueraria Phaseoloides). J Ilmu Ternak. 6(2):158-162. O’ Connor PJ, Smith SE, Smith FA. 2001. Arbuscular associations in the sothern Southern Simpson desert. Aust J Bot. 49:493-499 Ouahmane L, Thioulouse J , Hafidi M, Prin Y, Ducousso MA, Galiana, Plenchette C, Kisa M, Duponnois R. 2007. Soil functional diversity and P solubilization from rock phosphate after inoculation with native or allochtonous arbuscular fungi. Forest Ecology and Management. 241:200-208. Padhan D, Sen A, Pal B. 2016. DTPA extractable zinc in rice soils and its availability to rice. Current World Environment. 11(2):662-669. Padmini OS, Rumawas F, Aswidinoor H, Sisworo E. 1998. Pengaruh nitrogen dan Bradyrhizobium japonicum terhadap pertumbuhan kedelai (Glyicine max (l.) Merr) dengan metode 15N. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. BATAN. Pamuna K, Darman S, Pata YS. 2013. Pengaruh pupuk SP 36 dan fungi mikoriza arbuscula terhadap serapan fosfat tanaman jagung (Zea mays L.) pada Oxic Distrudepts Lembang Tongoa. J Agrotekbis. 1(1):23-29. Parniske M. 2008. Arbuscular mycorrhiza: The mother of plant root endosymbioses. Nature Reviews Microbiology. 6:763-775. Plassard C, Fransson P. 2009. Regulation of low-molecular weight organic acid production in fungi. British Mycological Society. 30-39.
47
Powell C. 1979. Effect of mycorrhizal fungi on recovery of phosphate fertilizer from soil by ryegrass plants. New phytologist. 83:681-694. Powell CLJ, Bagyaraj DJ. 1984. Vesicular arbuscula mycorrhiza. CRC Press Boca Raton. Florida. p 235. Prafithriasari M, Nurbaity A. 2010. Infektivitas inokulan Glomus sp. dan Gigaspora sp. pada berbagai komposisi media zeolit-arang sekam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan sorgum (Sorghum bicolor). J Agrikultura. 21(1):39-45. Prihastuti. 2007. Isolasi dan karakterisasi mikoriza vesikular arbuskular di lahan kering masam. Lampung Tengah. Berk. Penel Hayati: Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, Malang. 12:99-106. [PPPTP] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2009. Deskripsi Varietas Unggul Palawija Sorgum. Di dalam: Hermanto, Dedi SW, Hikmat E, editor. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 330. Purnomo J, Mulyadi, Wigena PIG. 1996. Pengaruh residu pupuk sumber P dan pengelolaan bahan organik terhadap sifat kimia tanah serta hasil padi dan jagung. Kumpulan Seminar Forum Komunikasi Penelitian Tanah dan Agroklimat. Puslitanah. Bogor. I. hlm 11-17. Rao NSS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Terjemahan dari : H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rajapakse S, Miller JR. 1992. Methods for studying vesicular-arbuscular root colonization and related root physical properties. In : Norris JR, Read DJ dan Varma AK, editor. Methods microbiology. 24:301-316. Ramirez R, Mendoza B, Lizaso JI. 2009. Mycorrhiza effect on maize P uptake from phosphate rock and superphosphate communications in soil science and plant Analysis. (40): 1-14. Rengel Z. 2015. Availability of Mn, Zn and Fe in the rhizosphere. J of Soil Science and Plant Nutrition, 15(2):397-409. Ridgway HJ, Kandula J, Stewart A. 2006 . Optimising the medium for producing arbuscular mycorrhizal spores and the effect of inoculation on grapevine growth. New Zealand Plant Protection. 59:338-342. Rosmarkam A, Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta (ID): Kanisius. Rismunandar. 2006. Sorgum Tanaman Serba Guna. Bandung (ID): Sinar Baru. Sabannavar SJ, Lakshman HC. 2009. Effect of rock phosphate solubilization using mycorrhizal fungi and phosphobacteria on two high yielding varieties of Sesamum indicum L. World J of Agricultural Sciences. 5(4):470-479. Sabrina DT, Hanafi MM, Gandahi AW, Mohamed MTM, Aziz NAA. 2013. Effects of earthworms, arbuscular mycorrhizae, and phosphate rock on setaria grass (Setaria splendida) and phosphorus availability in soil. Australian J of Crop Science. AJCS 7(13):2136-2144. Saranya K, Kumutha K. 2011. Standardization of the substrate material for large scale production of arbuscular mycorrhizal inoculum. International J of Agriculture Sciences. 3(1).71-77.
48
Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan mikro organisme dalam kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. hlm 38-39. Setiadi Y. 1990. Proses pembentukan mikoriza. Kerjasama Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dengan Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gajah Mada. Bogor. Setiadi Y. 1999. Pengembangan mikoriza sebagai pupuk hayati dalam bidang kehutanan. Makalah Workshop Mikoriza. Bogor. Sihono. 2013. Galur mutan sorgum PATIR-1 berdaya hasil biji , biomasa dan gula batang tinggi serta galur patir 4 hasil biji tinggi kualitas baik. BATAN. Jakarta. Sindy MP, Anas I, Hazra F, Citraresmini A. 2010. Viabilitas inokulan dalam bahan pembawa gambut, kompos, arang batok dan zeolit yang disteril dengan iradiasi sinar Gamma Co-60 dan mesin berkas elektron. J Tanah dan Lingkungan. 12(1):9-16. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sindy MP. 2011. Efektivitas sterilisasi iradiasi sinar Gamma Co-60 dan mesin berkas elektron terhadap berbagai bahan pembawa serta viabilitas inokulan dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan Sorgum di Indonesia Sebagai Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan, dan Industri. J Litbang Pertanian 22(4). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Selatan, Palembang. Sisworo EL. 2006. Swasembada pangan dan pertanian berkelanjutan tantangan abad dua satu : pendekatan ilmu tanah - tanaman dalam pemanfaatan Iptek Nuklir. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pertanian. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN. Jakarta. Skipper HD, Westermann DT. 1973. Comperative effects propylene oxide, sodium azide and autoclave on selected soil properties. Soil Biol. Biochem. 5(4): 409-414. Smith SE, Read DJ. 1997. Symbiosis. Academic Press. Harcourt Brace & Company. Publishers. San Diego. Soepardi, G. 1978. Sifat dan Ciri Tanah 2. Fakultas Pertanian, IPB Bogor. Sri AJU, Kurnia, Rochyati S. 1998. Prospek dan kendala penggunaan P alam untuk meningkatkan produksi tanaman pangan pada lahan masam marginal. Makalah Utama Puslitanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian. Bogor. hlm 1-33 . Suhala S, Arifin M. 1997. Bahan galian industri. Pusat Penelitian dan PengemBangan Teknologi Mineral. Bandung (ID). Suparno A. 2008. Tanggap morfofisiologi bibit kakao yang diberi fosfat alam ayamaru papua, asam humat, inokulasi mikoriza dan bakteri pelarut fosfat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suparno A, Yahya S, Sudrajat, Setiadi Y, Idris K. 2012. Respons of cacao seedlings fertilized with papuan ayamaru phosphate rock (papr) combined with humic acid, inoculation of amf and phosphate solubilizing bacteria. Bionatura - J Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. 14(1):78-86.
49
Susila BA. 2005. Keunggulan mutu gizi dan sifat fungsional sorgum (Sorghum vulgare). Seminar Nasional Teknologi lnovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. hlm 527-534. Suyono AD, Citraresmini A. 2010. Measurement of P contribution from several P sources by using 32P method. Atom Indonesia. 36(2):69-75. Swift CE. 2004. Mycorrhiza and soil phosphorus levels. Colorado State University. Cooperation Extention. 1-4. Thomson BD, Robson AD, Abbot LK. 1986. Effect of phosphorus on the formation of mycorrhizas by Gigaspora acaulospora and Glomus fasiculatum in relation to root carbohydrate. New Phytol. 103(4):751-766. Toharisman A. 1989. Evaluasi berbagai metode sterilisasi tanah dan pengaruh sterilisasi autoklaf terhadap beberapa sifat tanah dan pertumbuhan tanaman kedelai dan jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Toro M, Azco R, Barea JM. 1997. Improvement of arbuscular mycorrhiza development by inoculation of soil with phosphate solubilizing rhizobacteria to improve rock phosphate bioavailability (32P) and nutrient cycling. Applied and Environmental Microbiology. 63(11):4408-4412. Zapata F, Axmann H. 1995. 32P isotopic techniques for evaluating the agronomic effectiveness of rock phosphate materials. Fertilizer Research. 41(3): 189-195.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1 Hasil analisis sifat fisik, kimia tanah dan peta tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan *Analisis **Analisis Parameter tanah Kriteria tanah Kriteria Pasar Jumat Cikabayan pH H2O 5.6 Agak masam 4.54 Masam pH KCl 1N 4.7 4.08 N Total (%) 0.16 Rendah 0.15 Rendah C-organik (%) 1.1 Rendah 1.34 Rendah C/N rasio 6.9 Rendah 8.9 Rendah P2O5 HCl 25% 61 Sangat tinggi 23.27 Sangat tinggi (mg 100 g-1) P2O5 tersedia (ppm) 29 Sedang 7.26 Sangat rendah K2O HCl 25% 11 Sangat tinggi 235.46 Sangat tinggi (mg 100 g-1) Ca (cmolc kg-1) 6.9 Sedang 1.3 Sangat rendah H (cmolc kg-1) 0.14 0.45 Ca (cmolc kg-1) 6.9 Sedang 1.3 Sangat rendah Mg (cmolc kg-1) 1.8 Sedang 0.45 Rendah -1 K (cmolc kg ) 0.2 Rendah 0.15 Rendah Na(cmolc kg-1) 0.08 Sangat rendah 0.24 Rendah Al (cmolc kg-1) 0 2.91 H (cmolc kg-1) 0.14 0.4 KTK (cmolc kg-1) 10.95 Rendah 11.01 Rendah Kejenuhan basa (%) 82 Sangat tinggi 57.59 Tinggi Tekstur : Pasir (%) 3 23.62 Debu (%) 57 Liat berdebu 25.11 Liat (%) 40 51.27 Liat Keterangan : *) Hasil analisis dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor **) Hasil analisis dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Institut Pertanian Bogor Penilaian kriteria sifat fisik dan kimia tanah berdasarkan PPT. Bogor (1983) dalam Hardjowigeno (1995)
52
Peta tanah Latosol Pasar Jumat dan Cikabayan
2. Tanah Cikabayan Bogor
1. Tanah Pasar Jumah Jakarta
No Lokasi 1. Pasar Jumat
2.
Cikabayan
Jenis Tanah Latosol coklat kemerahan
Tekstur Halus
Latosol coklat kemerahan
Halus
Drainase Baik
Sedang
Sumber : 1. Lembaga Pusat Penelitian Tanah 1982 2. Lembaga Pusat Penelitian Tanah 1979
Bentuk Wilayah Dataran volak/datar sampai berombak Bergelombang dengan punggungpunggung memanjang (elongated)
Bahan Induk Tufa volkan intermedier
Tuf andesit
53
Lampiran 2 Analisis kandungan hara pupuk No Jenis pupuk Parameter Hasil (%) 1 Fosfat alam Blora Kadar P2O5 26.61 Larut asam sitrat 2% 18.07 Larut air (%) 0.01 2 Fosfat alam Maroko Kadar P2O5 (%) 27.70 Larut asam sitrat 2% 12.71 Larut air 0.041 Kadar P2O5 12.96 3 Fosfat alam Guano Larut asam sitrat 2% 3.23 Larut air 0.021 4 Urea Kadar N 45.18 5 SP 36 Kadar P2O5 36.38 6 KCl Kadar K2O 61.09 Keterangan : Hasil analisis dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor
54
Lampiran 3 Deskripsi tanaman sorgum varietas Pahat Tanggal dilepas 19 November 2013 Asal usul Varietas Zhengzu dari Cina diradiasi sinar Gamma dosis 300 Gy Umur berbunga 50 % ± 59 hari Umur panen ± 89 hari Tinggi tanaman 147.2 cm Bentuk daun Agak lebar memanjang Jumlah daun ± 10 helai Kedudukan tangkai Tegak Sifat malai Setengah kompak Bentuk malai Lonjong (elips) Sifat sekam Menutup 1/3 bagian biji Warna biji Putih bening Bobot 1000 biji ± 28 gram Sifat biji mudah rontok dan mudah disosoh Ukuran biji Relatif kecil Kerebahan Tahan rebah Potensi hasil 7.4 ton ha-1 Rata-rata hasil 5.8 ton ha-1 Hasil biomasa total ± 28.6 ton ha-1 Hasil biomasa MK ± 26.2 ton ha-1 Rasa Enak Kualitas tepung pati Baok untuk pangan Kadar protein ± 12.8% Kadar lemak ± 2.4% Kadar karbohidrat ± 72.9% Kadar serat ± 2.2% Kadar tannin ± 0.012% polifenol Ketahanan terhadap hama dan Rentan hama burung dan penyakit karat daun penyakit Keterangan Cocok ditanam pada musim kering. biji untuk pangan dan sisa tanaman (jerami) untuk pakan ternak Sumber : Deskripsi varietas unggul hasil pemuliaan mutasi BATAN
55
Lampiran 4 Deskripsi tanaman sorgum varietas Samurai 2 Tanggal dilepas 7 Februari 2014 Asal usul Galur Zh-30 diradiasi sinar Gamma dosis 300 Gy Umur berbunga 50 % 63 HST Umur panen ± 113 hari Tinggi tanaman 198.7 cm Bentuk daun Pita dan terkulai Jumlah daun 12 helai Kedudukan tangkai Di pucuk Sifat malai Mudah rontok Bentuk malai Lonjong (elips). semi kompak dan memiliki leher malai Panjang malai 33.9 cm Warna sekam Putih Sifat sekam Menutup setengah bagian biji dan tidak berbulu Warna biji Putih kapur Bobot 1000 biji ± 27.4 gram Sifat biji Permukaan biji agak kasar. mudah rontok dan disosoh Ukuran biji Sedang Kerebahan Tahan rebah Potensi hasil 8.5 ton ha-1 Rata-rata hasil ± 6.4 ton ha-1 (KA 12 %) Potensi produksi etanol 666 liter ha-1 Potensi produksi biomas batang 95.5 ton ha-1 Rata-rata bobot biomas batang 47.5 ton ha-1 Kadar protein ± 12.4% bk Kadar lemak ± 2.7% Kadar karbohidrat ± 56.4% Kadar gula (brix) ± 7.8% Kadar tannin ± 0.013% bk Ketahanan terhadap hama dan Tahan terhadap penyakit busuk pelepah penyakit dan penyakit karat daun Keterangan Dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan serta cocok sebagai bahan industri pangan Sumber : Deskripsi varietas unggul hasil pemuliaan mutasi BATAN
56
Lampiran 5 Prosedur pencacahan aktivitas 32P tanaman Alat-alat : -
Neraca Tanur listrik/furnace Cawan porselein Erlenmeyer, pipet Corong Kuvet Spektrofotometer
Bahan-bahan yang digunakan Bahan Kimia : -
KH2PO4 HNO3 1:2 Amonium vanadat 5% Amonium hepta molibdat 0.25% HNO3 1:2
Cara Kerja Pembuatan larutan 1. Larutan HNO3 1: 2 500 ml asam nitrat pekat dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan kemudian ditepatkan volumenya sampai tanda garis dengan air suling. 2. Larutan amonium molibdat 5% Sebanyak 5 gram amonium molibnat dilarutkan dengan air suling, dimasukan kedalam labu ukur 1000 ml dan volume ditepatkan menjadi 1000 ml dengan penambahan air suling. 3. Larutan amonium vanadat 0.25% Sebanyak 2.5 gram amonium vanadat dilarutkan dengan air suling, dimasukan kedalam labu ukur 1000 ml dan volume, ditambahkan 20 ml asam nitrat pekat dan ditepatkan menjadi 1000 ml dengan penambahan air suling. 4. Larutan standar P 1.0950 gram KH2PO4 dilarutkan dengan air suling dilarutkan dengan air suling kedalam labu ukur menjadi 1000 ml (250 ppm P). dari larutan stock standar P tersebut dibuat deret larutan standar P yaitu 25, 50, 75, 100, 200 ppm dengan memipet masing-masing 10,20,30,40 dan 80 ml dijadikan 100 ml dengan air suling.
57
Analisis aktivitas 32P -
Ditimbang 1 gram contoh yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 48 jam dan digiling sampai ukuran < 1 mm. Dimasukan kedalam cawan porselein Diabukan dalam furnace pada suhu 550°C selama 8 jam. Setelah dingin kedalam cawan porselein ditambahkan 10 ml larutan HNO3 1:2 Diuapkan pada penangas air sampai volume menjadi kira-kira 2 ml Disaring dengan penyaring Buchner dan volume ditepatkan menjadi 25 ml dengan air suling Diambil 15 ml dan dimasukkan ke dalam botol vial counting, kemudian sampel dianalisis Aktivitas 32P dengan menggunakan Liquid Scintillation Counter (LSC)
Analisis P-total -
-
Dibuat deret standar P dengan memipet masing-masing 5 ml. Diambil 5 ml dari larutan sampel yang berisi 25 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml kemudian ditambah 10 ml asam nitrat 1:2, 10 ml amonium vanadat 0.25%, 10 ml larutan amonium molibdat 5% kemudian volume ditepatkan menjadi 50 ml dengan air suling. Dibiarkan 45 menit Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 470 nm. Dibuat persamaan regresi dari kurva kalibrasi larutan standar.
Sumber : IAEA 2001
58
Lampiran 6 Radioisotop yang digunakan dalam penelitian
a) Penelitian tanah Latosol Pasar Jumat
Radioisotop Waktu paruh Jenis Volume Total aktivitas Konsentrasi aktivitas Paparan permukaan Paparan 1 meter Tingkat kontaminasi
: : : : : : : : :
32
P 14.262 hari Larutan KH32PO4 3 ml 13.56 mCi 7 mCi ml-1 0.4 mR jam-1 0.02 mR jam-1 Bebas kontaminasi (0.030334 Bq cm-2)
b) Penelitian tanah Latosol Cikabayan
Radioisotop Waktu paruh Jenis Volume Total aktivitas Konsentrasi aktivitas Paparan permukaan Paparan 1 meter Tingkat kontaminasi
: : : : : : : : :
32
P 14.262 hari Larutan Na2H32PO4 0.16 ml 15.28 mCi 100.25 mCi ml-1 0.4 mR jam-1 0.02 mR jam-1 Bebas kontaminasi (0.030334 Bq cm-2)
59
Lampiran 7 Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap pertumbuhan tanaman sorgum pada tanah Latosol Pasar Jumat Koef variasi P-value P-value Peubah (%) (5%) (10%) Tinggi tanaman 35 HST 24.10 0.0004 * 0.0004 * Jumlah daun 35 HST 18.62 0.0051 * 0.0051 * Tinggi tanaman 63 HST 21.33 0.0001 * 0.0001 * Jumlah daun 63 HST 17.04 0.0004 * 0.0004 * Keterangan : α = 0.05 , P-value > α = tn (tidak nyata), P-value < α = * (berbeda nyata)
Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap pertumbuhan tanaman sorgum pada tanah Latosol Cikabayan Koef variasi P-value P-value Peubah (%) (5%) (10%) Tinggi tanaman 35 HST 18.05 0.741 tn 0.741 tn Jumlah daun 35 HST 15.39 0.722 tn 0.722 tn Tinggi tanaman 77 HST 5.72 0.847 tn 0.847 tn Jumlah daun 77 HST 7.04 0.087 tn 0.087 tn
Lampiran 8
Keterangan : α = 0.05 , P-value > α = tn (tidak nyata), P-value < α = * (berbeda nyata)
Lampiran 9 Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap brangkasan sorgum umur 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat Koef variasi P-value P-value Peubah (%) (5%) (10%) Bobot brangkasan 19.89 0.285 0.285 Bobot akar 33.92 0.0069 * 0.0069* Serapan P 29.27 0.3964 tn 0.3964 tn Aktivitas jenis 22.07 0.010 * 0.010 * % P-bdt 14.30 0.0001 * 0.0001* % P-bdp 22.29 0.0001 * 0.0001* P-bdt 32.34 0.728 tn 0.728 tn P-bdp 38.21 0.019 * 0.019* Keterangan : α = 0.05 , P-value > α = tn (tidak nyata), P-value < α = * (berbeda nyata)
Lampiran 10 Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap biji sorgum umur 145 HST pada tanah Latosol Pasar Jumat Koef variasi P-value P-value Peubah (%) (5%) (10%) Bobot biji 21.76 0.026 * 0.026 * Serapan P biji 17.98 0.0071* 0.0071* Aktivitas jenis 22.37 0.301 tn 0.301 tn % P-bdt 10.73 0.0029* 0.0029* % P-bdp 32.23 0.0029* 0.0029* P-bdt 23.40 0.359 tn 0.359 tn P-bdp 29.19 0.0003* 0.0003* Keterangan : α = 0.05 , P-value > α = tn (tidak nyata), P-value < α = * (berbeda nyata)
60
Lampiran 11 Hasil sidik ragam pengaruh mikoriza dan sumber fosfat terhadap brangkasan sorgum umur 63 HST pada tanah Latosol Cikabayan Koef variasi P-value P-value Peubah (%) (5%) (10%) Bobot tanaman 40.18 0.0007 * 0.0007 * Bobot akar 88.16 0.153 tn 0.153 tn Serapan P 49.58 0.0042 * 0.0042 * Aktivitas jenis 17.55 0.0001 * 0.0001 * % P-bdt 16.90 0.0001 * 0.0001 * % P-bdp 15.68 0.0001 * 0.0001 * P-bdt 47.32 0.0047 * 0.0047 * P-bdp 56.01 0.0052 * 0.0052 * Keterangan : α = 0.05 , P-value > α = tn (tidak nyata), P-value < α = * (berbeda nyata)
Lampiran 12 Hasil sidik ragam pengaruh metode sterilisasi dan jenis bahan pembawa terhadap viabilitas spora mikoriza Peubah Koef variasi (%) P-value 5% Zeolit yang di inkubasi 1 bulan 30.96 0.0002 * Zeolit yang di inkubasi 3 bulan 40.67 0.0184 * Kompos yang di inkubasi 1 bulan 0 Kompos yang di inkubasi 3 bulan 0 Fe zeolit 21.16 0.1134 tn Fe kompos 6.02 0.0001 * Fe tanah 15.91 0.1508 tn Mn zeolit 31.15 0.0009 * Mn kompos 11.25 0.1279 tn Mn tanah 16.00 0.0001 * Zn zeolit 7.81 0.0001 * Zn kompos 4.99 0.0001 * Zn tanah 6.95 0.7541 tn Keterangan : α = 0.05 , P-value > α = tn (tidak nyata), P-value < α = * (berbeda nyata)
61
Lampiran 13 Foto-foto penelitian
Spora mikoriza Gigaspora margarita
Spora mikoriza Glomus etunicatum
Spora mikoriza Acaulospora tuberculata
Spora mikoriza Glomus manihotis
Hifa mikoriza
Akar tanaman sorgum yang sudah terkolonisasi mikoriza
Pengukuran kapasitas lapang dengan menggunakan alat pressure plate membrane
62
Radioisotop 32P
Lokasi tanam di rumah kaca BATAN Pasar Jumat Lebak bulus
Aplikasi isotop 32P
Lokasi tanam di rumah kaca BATAN Pasar Jumat Lebak bulus
63
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 November 1985. Anak kedua dari 2 bersaudara Bapak NurArifin dan Ibu Fatimah. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD IKKT Jakarta lulus tahun 1997 dan sekolah lanjutan pertama di SLTP Negeri 88 Jakarta lulus tahun 2000, sekolah lanjutan tingkat atas SMU Negeri 16 Jakarta lulus tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis menjadi mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai calon peneliti bidang Tanah dan Nutrisi Tanaman di Badan Tenaga Nuklir Nasional. Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di IPB program studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan. Beasiswa pascasarjana didapatkan dari Program Beasiswa Kementrian Riset dan Teknologi. Jurnal Pengaruh Metode Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 terhadap Bahan Pembawa dan Viabilitas Spora Gigaspora margarita di Jurnal Tanah dan Iklim, BBDSLP Kementerian Pertanian.