i
EVALUASI DAN DESAIN STRUKTUR KELEMBAGAAN KETRANSMIGRASIAN PADA KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
AFIED ARDY AKBAR
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan Ketransmigrasian Pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Afied Ardy Akbar NIM H24114017
iii
ABSTRAK AFIED ARDY AKBAR. Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan Ketransmigrasian pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan LINDAWATI KARTIKA. Pemerintah melalui lembaga ketransmigrasian pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenekartrans) memiliki peran penting dalam penyelenggaraan urusan ketransmigrasian. Namun seiring dengan perkembangan konteks transmigrasi dari masa ke masa, maka struktur organisasi Kemenakertrans tahun 2009-2014 dinilai belum efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan memberikan grand design arsitektur struktur lembaga, serta merberikan rekomendasi terbaik pada struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan Soft System Methodology (SSM) yang dilakukan secara kualitiatif. Data primer diperoleh melalui FGD dan wawancara. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dokumen seperti buku literatur, hasil laporan penilaian, serta peraturan perundangan-undangan. Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat temuan bahwa permasalahan yang harus menjadi fokus perbaikan meliputi: struktur belum efektif dan efisien, belum memiliki prinsip right sizing, adanya beban kerja yang tidak berimbang, dan ketidaksesuaian konsep kinerja lembaga terhadap tantangan bisnis ketransmigrasian. Terdapat dua alternatif usulan struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019, yakni usulan tetap bergabung dengan Kemenakertrans dan usulan bergabung dengan beberapa core business di lembaga atau kementerian lain. Rekomendasi terbaik adalah skenario bergabung dengan core bussiness Pengembangan Desa dan PDT, yakni dengan nomenklatur Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Kata kunci: SSM, desain, right sizing , lembaga, transmigrasi.
ABSTRACT AFIED ARDY AKBAR. Evaluation and Design Structure of Transmigration Institutional at The Ministry of Manpower and Transmigration Republic of Indonesia. Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and LINDAWATI KARTIKA. Government through Transmigration Institution in The Ministry of Labour and Transmigration (Kemenakertrans) has important roles to organized the transmigration bussiness. But along with the context of transmigration so far, the organizational structure of the Kemenakertrans for 2009-2014 are considered not effective and efficient. The purposes of this study are to evaluate and providing grand design architectural about institutional structure, and also providing the best proposed institutional structure for the agencies on period 2015-2019. This research is using Soft System Methodology (SSM) approach which was done qualitatively. The primary data obtained through the FGD and interview. The secondary data were obtained by studying documents such as literature books, the result of assessment reports, laws and regulation as well. The results of this study concluded that the problems for the focus of improvement including: the structure has not been effective and efficient, yet principled right sizing, their workload is not balanced, and the mismatch between the institution's performance and transmigration business challenges. There are two alternative proposed institutional structures for transmigration period 2015-2019, the proposal for keep joining the Kemenakertrans and the proposal to be joining with several core business in other institution or ministry. The best recommendation is to join the core business Rural Development and PDT scenarios, which with the nomenclature of The Ministry of Rural, PDT and Transmigration. Keywords: SSM, designs, right sizing , institutions, transmigration.
v
EVALUASI DAN DESAIN STRUKTUR KELEMBAGAAN KETRANSMIGRASIAN PADA KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
AFIED ARDY AKBAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
vii
ix
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil laporan penelitian dengan judul Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan Ketransmigrasian pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemenakertrans) yang diselesaikan sejak bulan Mei 2014 hingga bulan November 2014. Karya ilmiah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir (skripsi) dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor (IPB), yang mana sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Manajemen. Dengan ini penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam kegiatan penelitian maupun penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Lindawati Kartika, SE, MSi selaku Dosen Pembimbing II yang selalu mengarahkan, membimbing dan mendukung penulis selama menempuh kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 2. Ibu Dra. Hj. Siti Rahmawati, MPd selaku Dosen Penguji pada sidang skripsi yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis dalam penulisan laporan karya ilmiah ini. 3. Bapak Ir. Harry Heriawan Saleh, MSc selaku Ketua Tim dan Bapak Komaruddin Makki, SH selaku Wakil Ketua Tim pada Proyek Manajemen Perubahan dalam rangka Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kemenakertrans yang telah memberikan kesempatan dan dukungan selama melakukan kegiatan penelitian. 4. Kedua orang tua dan keluarga penulis, serta Nissya Maulidina dan keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayang yang senantiasa menyertai penulis. 5. Tim Ahli IPB yang terlibat di dalam proyek penelitian di Kemenakertrans (Bapak Deddy Cahyadi Sutarman, STP, MM dan Mba Heni) yang senantiasa menularkan semangat dan kerja kerasnya. 6. Teman satu bimbingan (Bimo Aulia Rasyid, SE), teman-teman PSAJM IPB, serta sahabat-sahabat seperjuangan di Kost Asri yang selalu membantu, menyemangati dan memberikan kesan yang berarti bagi penulis selama dalam menghadapi tugas akhir skripsi. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, April 2015 Afied Ardy Akbar
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Organisasi
4
Struktur Organisasi
4
Evaluasi
4
Desain Organisasi
4
Penelitian Terdahulu
5
METODE PENELITIAN
5
Kerangka Pemikiran
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Pengumpulan Data
7
Metode Pengolahan dan Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Mengkaji Masalah Tidak Berstruktur
8 8
Mengekspresikan Situasi Masalah
12
Membangun Definisi Permasalahan
14
Membangun Model Konseptual
19
Membandingkan Model Konseptual dengan Situasi Masalah
25
Menetapkan Perubahan yang Layak dan Diinginkan
26
Melakukan Tindakan Perbaikan
26
Implikasi Manajerial
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
28 28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29
RIWAYAT HIDUP
40
xiii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Realisasi Penempatan Transmigrasi tahun 2010-2013 Fungsi-fungsi Lembaga Ketransmigrasian pada Kemenakertrans IKU Hebat Lembaga Ketransmigrasian Output RPJP Ketransmigrasian Hasil Analisa CATWOE Benchmarking Ketransmigrasian Output Fungsi pada Core Business Penyiapan Kawasan Output Fungsi pada Core Business Perwujudan Kawasan Peleburan Core Bussiness Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Rantai Efisiensi Struktur Skenario Pertama Rantai Efisiensi Struktur Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi Program Kerja Pemerintah 2015-2019 (Nawacita Jokowi-JK) Prinsip Penataan Struktur Kementerian Kemenpan dan RB
2 12 17 17 18 20 22 22 23 25 25 26 27
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Penilaian PMPRB 2012 Kerangka Pemikiran Perencanaan dan Alur Penataan Organisasi Struktur Organisasi Kemenakertrans Periode 2009-2014 Analisis Fishbone, Penyebab Perubahan Struktur Kelembagaan Rich Picture terhadap Kelemahan Struktur Ketransmigrasian Rangkaian Proses dalam Membangun Definisi Permasalahan Makro Model Bisnis Ketransmigrasian Sumber Laporan Pemerintah dalam Penyusunan IKU Hebat Model Konseptual Sistem Skenario Pertama Usulan Lembaga Ketransmigrasian Skenario Kedua Usulan Lembaga Ketransmigrasian Makro Model Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
2 6 8 11 13 14 15 15 16 19 21 23 28
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Notulensi Kegiatan FGD 1 Notulensi Kegiatan FGD 2 Notulensi Kegiatan FGD 3 Notulensi Indepth Interview Struktur Lembaga Ketransmigrasian Periode 2009-2014 Susunan Lembaga Ketransmigrasian Skenario Pertama
32 35 36 37 32 38
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk berada pada peringkat keempat tertinggi di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukan bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa. Kondisi tersebut disertai dengan kriteria penduduk yang meliputi: fenomena pertumbuhan yang sangat cepat, persebaran yang tidak seimbang, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan komposisi yang sebagian besar berusia muda. Dengan karateristik yang demikian, pada periode 2020-2030 Indonesia diperkirakan akan memasuki window of opportunity, sehingga dapat memanfaatkan keunggulan demografi dalam pembangunannya. Suatu upaya yang tepat untuk menjawab problematika dan tantangan ini adalah pelaksanaan program transmigrasi. Pemerintah melalui Kelembagaan Ketransmigrasian pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenekartrans) memiliki peran penting dalam penyelenggaraan urusan ketransmigrasian. Bergabungnya struktur lembaga Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) dengan transmigrasi di dalam satu kementerian dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya pada susunan Kabinet Pembangunan II tahun 1973-1978. Kondisi tersebut terus berlanjut dan tidak mengalami banyak perubahan hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu I dan II), yakni hanya sebatas perubahan dalam nomenklatur menjadi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Namun seiring dengan perkembangan konteks transmigrasi dari masa ke masa, maka struktur organisasi Kemenakertrans tahun 2009-2014 dinilai sudah tidak relevan terhadap tantangan bisnis ketransmigrasian yang ada sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perubahan agar struktur organisasi Kemenakertrans dapat efektif dan efisien. Proses evaluasi dan perubahan untuk membentuk suatu struktur lembaga kementerian yang efektif dan efisien harus memperhatikan dua aspek, yakni aspek yuridis dan aspek normatif. Aspek yuridis merupakan aspek yang menegaskan bahwa struktur kelembagaan harus berpedoman terhadap arahan dan kebijakan yang mengacu pada Peraturan Menteri PER./04/M.PAN/2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah, serta didukung dengan Permen PAN dan RB nomor 1 tahun 2012 tentang pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Selain aspek yuridis, terdapat juga aspek normatif yang menjadi dasar mengapa Kementerian harus melakukan evaluasi dan perubahan. Aspek normatif merupakan aspek yang melibatkan beberapa laporan penilaian dari pihak eksternal, dimana penilaian tersebut dilakukan oleh pihakpihak yang dipercaya dan memiliki kapabilitas dibidangnya. Salah satu penilaian kinerja Kemenakertrans yang dilakukan oleh pihak eksternal adalah Penilaian Kinerja Berbasis Balanced Score Card (BSC) yang dilakukan pada tahun 2012. Hasil penilaian kinerja Kemenakertrans berbasis BSC pada tahun 2012 didapatkan temuan bahwa terdapat tiga perspektif kunci BSC yang dinilai sudah memiliki kinerja
2
yang baik, yakni: 1) perspektif keuangan dengan perolehan skor BSC sebesar 8,85% dari skala 10,7%, 2) perspektif manajemen internal dengan perolehan skor BSC sebesar 10,2% dari skala 16,2%, dan 3) perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dengan perolehan skor BSC sebesar 9,53% dari skala 12,7%. Sedangkan pada perspektif pelanggan memiliki skor BSC yang rendah, yakni sebesar 30,15 % dari skala 58,73% sehingga masih membutuhkan perbaikan dan peningkatan dalam kinerjanya. Interpretasi terhadap perspektif pelanggan ketransmigrasian secara kompehensif salah satunya adalah pencapaian realisasi penempatan transmigrasi yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Realisasi Penempatan Transmigrasi tahun 2010-2013 Tahun 2010 2011 2012 2013 Total Transmigran (KK) Tahun 2010-2013
Jumlah Penempatan Transmigrasi (KK) Transmigrasi Transmigrasi Swakarsa Transmigrasi Swakarsa Umum Berbantuan Mandiri 4.124 897 1.475 5.977 360 260 12.666 1.840 756 50 23.523
3.147
1.735
Sumber: Naskah Akademik Departemen Transmigrasi (2013) Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah transmigrasi swakarsa mandiri terus mengalami penurunan yang signifikan setiap tahunnya, bahkan mencapai jumlah nol (nihil) pada tahun 2012-2013. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam penyelenggaraan transmigrasi berbasis kawasan dengan menggunakan cara pandang people follow jobs masih belum dapat direalisasikan secara efektif, dimana pada faktanya jumlah transmigran secara mandiri (TSM) diharapakan dapat terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab dari belum optimalnya pecapaian target transmigrasi tersebut adalah perencanaan kawasan transmigrasi belum sepenuhnya didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu menurut laporan PMPRB yang dikeluarkan oleh Kemenpan dan RB pada tahun 2012 menunjukan beberapa faktor yang perlu dilakukan evaluasi dan perubahan di dalam lembaga ketransmigrasian. Penilaian ini menunjukan sasaran dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional, seperti ditunjukan pada Grafik 1.
Gambar 1 Penilaian PMPRB 2012 (Laporan Kinerja Akuntabilitas Pemerintah, 2012)
3
Berdasarkan Gambar 1 menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang memerlukan fokus dalam melakukan perbaikan, antara lain: a) penataan dan penguatan organisasi, b) penataan sistem manajemen SDM, dan c) penguatan pengawasan. Faktor-faktor tersebut diduga menjadi penyebab belum tercapainya target yang telah ditetapkan lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Hal ini juga dapat menjadi indikator terhadap ketidaksesuaian penataan struktur kelembagaan yang ada dengan struktur kelembagaan yang seharusnya. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan evaluasi dan rancangan ulang terhadap struktur kelembagaan ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah di dalam penelitian ini meliputi: (1) Bagaimana evaluasi struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans ? (2) Bagaimana grand design arsitektur mengenai usulan struktur lembaga ketransmigrasian ? (3) Bagaimana usulan terbaik struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019 ? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan meliputi: (1) Melakukan evaluasi struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans, (2) Menyusun grand design arsitektur terhadap usulan struktur lembaga ketransmigrasian, (3) Memberikan rekomendasi alternatif terbaik pada struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada beberapa pihak yang berkepentingan antara lain: (1) Kemenakertrans, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan, referensi dan rekomendasi dalam memutuskan lembaga ketransmigrasian untuk tetap bergabung atau berpisah dengan Kementerian Tenaga Kerja, (2) Pihak yang akan menjadikan penelitian ini sebagai acuan untuk melanjutkan penelitian berikutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada evaluasi dan desain struktur kelembagaan ketransmigrasian pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, dimana kegiatan penelitian ini hanya untuk menghasilkan suatu bahan pertimbangan, referensi dan rekomendasi terhadap penetapan usulan struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019.
4
TINJAUAN PUSTAKA Organisasi Robbins (2008) menyatakan bahwa teori organisasi yang berkembang sekarang adalah hasil dari sebuah proses evolusi. Pada hakekatnya organisasi tidak akan mampu berdiri sendiri. Organisasi merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dengan memuat banyak unsur lain seperti pendidikan, politik, pemerintahan, dan organisasi lainnya. Lebih lanjut lagi Robbins menjelaskan bahwa suatu organisasi dibangun untuk mencapai tujuan, karenanya harus fleksibel, tidak kaku, memiliki sistem terbuka, rasional dan konstelatif serta mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi. Struktur Organisasi Jennifer (2008) mendefinisikan struktur organisasi sebagai sistem formal hubungan tugas dan pelaporan yang mengontrol, koordinat, dan memotivasi karyawan sehingga mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Jennifer juga mendefinisikan struktur organisasi sebagai pola hubungan antara posisi dalam organisasi dan di antara anggota organisasi. Struktur organisasi mencerminkan penerapan proses manajemen dengan kegiatan organisasi yang dapat direncanakan, diorganisir, diarahkan, dan dikontrol. Sedangkan Robbins dan Coulter (2007) menyatakan bahwa struktur organisasi sebagai kerangka kerja formal organisasi, dimana dengan kerangka kerja tersebut tugas-tugas pekerjaan dibagi, dikelompokan, dan dikoordinasikan. Evaluasi Wirawan (2009) menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh. Sedangkan Hariandja (2002) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai. Desain Organisasi Robbins (2008) menyatakan bahwa desain organisasi adalah suatu model yang dipilih oleh organisasi untuk melakukan koordinasi dan pengendalian tugastugas dalam organisasi termasuk di dalamnya bagaimana seluruh anggota organisasi dimotivasi agar mengeluarkan segenap energi dan kemampuannya untuk memaksimalkan kemampuan dan sumberdaya organisasi dalam memproses, menciptakan menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi organisasi baik barang maupun jasa. Sedangkan Griffin (2004) mendefinisikan desain organisasi sebagai keseluruhan rangkaian elemen struktural dan hubungan di antara elemen-elemen tersebut yang digunakan untuk mengelola organisasi secara total.
5
Penelitian Terdahulu Rinawati (2013) dengan penelitian bertema Evaluasi Struktur Organisasi dan Tata Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilakukan di Kabupaten Probolinggo. Maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan Rinawati adalah untuk mengevaluasi urusan dan tugas pokok, serta fungsi SKPD, sehingga memudahkan untuk membentuk struktur organisasi perangkat daerah yang sesuai. Terdapat beberapa nomenklatur SKPD yang tidak sesuai dengan fungsi dan peraturan perundangan yang berlaku. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif dan dianalisis secara deskriptif ini menghasilkan sebuah rancangan struktur organisasi dan tatakerja (SOTK) dari SKPD yang dievaluasi. Murwani (2002) dengan penelitian berjudul “Evaluasi terhadap Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Grobogan” dengan Perda Kabupaten Grobogan Nomor 2 Tahun 2001. Tujuan dari penelitian yang dilakukan Murwani adalah melakukan evaluasi terhadap penyusunan struktur organisasi perangkat daerah dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyusunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Grobogan. Penelitian dengan metode kualitatif ini menghasilkan temuan diantaranya: fokus dan nomenklatur tidak jelas, serta terjadi overlap terhadap tugas dan fungsi di dalam struktur organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan struktur organisasi tersebut antara lain: sikap ego sektoral pada beberapa pejabat organisasi dan praktik politik yang mengakomodasi beberapa kepentingan. Laila Azkia (2012) dengan penelitian berjudul “Pemanfaatan Moment Produktif dalam Tambang Rakyat” sebuah aplikasi Soft System Methodology (SSM) yang dilakukan pada para penambang rakyat di Kaliman Selatan. Maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan Laila Azkia adalah untuk melakukan konstruksi rekomendasi tata kelola sumber daya alam non-korporasi, khususnya tambang rakyat intan yang lebih mensejahterakan kaum marginal yaitu pendulang. Penelitian yang menggunakan pendekatan konsep Soft System Methodology (SSM) ini menghasilkan suatu rancangan rekomendasi terhadap tata kelola sumber daya alam non-korporasi.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konsep penelitian ini didasari pada hasil temuan pada kegiatan FGD mengenai quick assessment (Lampiran 1) yang menyatakan bahwa struktur organisasi kelembagaan ketransmigrasian pada Kemenakertrans belum mengacu kepada prinsip right sizing. Untuk itu diperlukan penataan ulang terhadap struktur kelembagaan ketransmigrasian. Penelitian ini menggunakan pendekatan Soft System Methodology (SSM), yang terdiri dari tujuah langkah yang meliputi: 1) Mengkaji masalah tidak berstruktur melalui quick assessment terhadap struktur kelembagaan ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014, 2) Mengekspresikan situasi masalah melalui analisis fishbones dan rich picture, 3) Membangun definisi permasalahan melalui: CATWOE analysis, Benchmarking, serta perumusan bisnis proses dan indikator kinerja utama hebat (IKU Hebat), 4)
6
Membangun model konseptual dalam menghasilkan usulan struktur kelembagaan ketransmigrasian, 5) Membandingkan model dengan situasi masalah melalui pengukuran nilai efisiensi terhadap usulan struktur lembaga yang dihasilkan, 6) Menetapkan perubahan yang layak dan diinginkan melalui pengujian efektivitas usulan struktur lembaga ketransmigrasian terhadap program kerja pemerintah yang baru (Nawacita Jokowi-JK), 7) Melakukan tindakan perbaikan melalui pengukuran keberhasilan (efficacy) usulan struktur lembaga terhadap kesesuaian dengan prinsip penataan struktur lembaga kementerian dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Kerangka pemikiran seperti yang dijelaskan di atas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yang berlokasi di jalan Gatot Subroto Kav. 51 dan jalan TMP Kalibata nomor 17 Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus sampai November 2014.
7
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pihak terkait, sedangkan data sekunder merupakan yang bersumber dari beberapa literatur yang digunakan untuk mempelajari aspek yuridis di dalam penelitian ini. Masingmasing data tersebut diperoleh melalui: a) Data Primer: kegiatan Focus Group Disscussion (FGD) dan In Depth Interview Satuan Kerja Eselon I, II, III, di Kelembagaan Ketransmigrasian pada Kemenakertrans, serta di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi. b) Data Sekunder: Rencana Pemerintah Jangka Menengah dan Jangka Panjang, Rencana Strategik, Undang-undang, Peraturan Menteri, Keputusan Presiden, serta Laporan Penilaian Kinerja Kemenakertrans dari internal dan eksternal. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh baik primer maupun sekunder diolah secara manual dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel dan Microsoft Visio. Metode pengolahannya menggunakan beberapa metode sesuai dengan permasalahan yang diselesaikan. Assessment (penilaian) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) dari suatu individu atau kelompok (Veithzal Rivai, 2005). Proses penilaian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode quick assessment (penilaian cepat) terhadap kondisi dan situasi lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014. Penilaian tersebut ditujukan untuk mengetahui gambaran sekilas mengenai kesesuaian antara visi, misi, tugas dan fungsi serta susunan organisasi yang terdapat pada lembaga tersebut, sehingga dapat diketahui juga permasalahan secara umum mengenai perlunya perubahan di dalam struktur lembaga tersebut. Analisis fishbone merupakan suatu alat yang sistematis yang menampilkan suatu keadaan dengan melihat efek dan sebab-sebabnya yang berkontribusi pada suatu keadaan tersebut (Mulyadi, 2007). Pada penelitian ini analisis fishbone digunakan untuk menunjukan alasan-alasan mengapa perlu dilakukannya perubahan pada struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Analisis CATWOE merupakan alat bantu di dalam konsep SSM untuk menjelaskan proses tranformasi yang terjadi, meliputi analisis terhadap: Customer, Actor, Transformation, Worldview, Owner dan Environment yang terlibat di dalam suatu sistem aktivitas manusia yang relevan (Checkland and Scholes 1990). Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui cara dan alasan suatu organisasi yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugastugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya (Steven et al, 2003). Kegiatan benchmarking pada penelitian ini diarahkan pada praktik terbaik terhadap usulan struktur lembaga ketransmigrasian periode 20015-2019 melalui wujud perbandingan fokus core bussiness yang terdapat pada struktur lembaga ketransmigrasian di beberapa negara.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Mengkaji Masalah Tidak Berstruktur Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang dibutuhkan seperti sejarah, budaya, struktur sosial, jenis, dan jumlah serta pandangan dan asumsi pihak-pihak yang terlibat atau pihak yang dieksplorasi di dalam lingkungan lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Informasi yang dikumpulkan diarahkan untuk satu tema, yakni beberapa faktor penyebab diperlukan suatu evaluasi dan perubahan pada struktur lembaga ketransmigrasian. Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam penataan organisasi lembaga Ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2015-2019. Proses penataan struktur kelembagaan ini sangat dipengaruhi oleh komitmen dan keinginan pimpinan untuk melakukan perubahan. Keterlibatan stakeholders juga berperan penting. Komunikasi yang harus terjalin secara reguler untuk membangun partisipasi dari semua elemen. Setelah itu perlu diadakan banyak pelatihan untuk mendapatkan hasil yang optimal sebagai dampak dari terjadinya perubahan. Segenap rangkaian proses itu dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Perencanaan dan Alur Penataan Organisasi, (Arahan Kemenpan dan RB dalam FGD 1 di Kemenakertrans, 2014) Berdasarkan Gambar 3 menunjukan bahwa alur penataan organisasi kementerian dimulai dengan assessment, dimana kegiatan tersebut dilakukan ada objek yang meliputi: visi-misi, struktur, tugas dan fungsi yang terdapat pada lembaga ketransmigrasian di Kemenakertrans periode 2009-2014. Penataan struktur organisasi yang efektif dan efisien sangat berhubungan erat terhadap pencapaian visi dan misi organisasi. Keberadaan “nomenklatur transmigrasi” secara filosofis berkembang dari masa ke masa. Dengan berkembangnya paradigma transmigrasi sebagaimana tampak dalam Amandemen UU ketransmigrasian (UU No. 15 Tahun 1997 dengan UU No. 29 Tahun 2009) tidak hanya mengandung konteks perpindahan penduduk (demografi), melainkan pengembangan kawasan sebagai satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah yang menarik gerak perpindahan penduduk secara mandiri. Dengan sudut pandang transmigrasi tersebut, maka kelembagaan ketransmigrasian memiliki visi: “Mewujudkan Masyarakat Transmigrasi yang Produktif dan Sejahtera di Kawasan Transmigrasi yang Berdaya Saing”. Dalam usahanya mencapai visi tersebut, maka misi yang telah dirumuskan oleh kelembagaan ketransmigrasian adalah sebagai berikut: 1) Membangun kawasan transmigrasi secara hirarkis yang inklusif dan responsif terhadap lingkungan strategi sebagai wahana bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mempercepat pembangunan daerah,
9
2) Mengembangkan masyarakat transmigrasi yang sejahtera dan produktif dengan kapasitas SDM yang mumpuni, integrasi lintaskultural yang harmonis, modal sosial yang berlimpah, dan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang responsif. 3) Mengembangkan kawasan transmigrasi sebagai satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah dan 4) Mewujudkan penyelenggaraan transmigrasi yang berasaskan good governance melalui reformasi birokrasi. Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor PER.03/MEN/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2010-2014, Kemenakertrans mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Kemenakertrans melaksanakan fungsi yang meliputi: merumuskan, menetapkan, melaksanakan kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Selain itu Kemenakertrans juga memiliki kewajiban dalam mengelola barang milik / kekayaan Negara serta mengawasi pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga ketransmigrasian di atas merujuk pada susunan kabinet kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Kabinet Indonesia Bersatu II) yang diputuskan melalui Keppres Nomor 84/P TAHUN 2009, dimana departemen transmigrasi bergabung dengan departemen ketenagakerjaan, sehingga dikenal dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Meskipun dengan konsep transmigrasi tersebut telah memperlihatkan hasil yang signifikan, namun keterkaitan core bussiness bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian merupakan perihal yang berbeda. Core bussiness ketenagakerjaan adalah bagian dari bidang ekonomi makro-mikro, sedangkan core bussiness ketransmigrasi merupakan bidang multi disiplin. Berbagai pertimbangan lain yang mengarah terhadap asumsi bahwa peletakan core bussiness ketransmigrasian yang tidak tepat di dalam wadah Kemenakertrans adalah tantangan penyediaan lapangan kerja yang belum dicapai optimal oleh pemerintah sehingga berdampak pada masih tingginya jumlah angka pengangguran di Indonesia. Kondisi tersebut menuntut core bussiness ketenagakerjaan diletakan di dalam suatu wadah kementerian khusus (tanpa digabung dengan core bussiness ketransmigrasian). Meskipun begitu keberadaan core bussiness ketransmigrasian pada wadah Kemenakertrans dapat juga dinilai tepat sesuai pertimbangan agenda kerja yang digagas seorang presiden. Agenda kerja tersebut akan merujuk kepada keputusan presiden mengenai susunan kabinet kerja pada masa pemerintahannya, dimana presiden memiliki kewenangan dalam menyusun kabinet kerja pada masa pemerintahannya sebagaimana diatur di dalam Bab V Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan lembaga ketransmigrasian pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II berada di dalam wadah Kemenakertrans, dimana susunan struktur lembaga tersebut telah diatur dalam Permen nomor PER.12/MEN/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenakertrans yakni terdiri dari 2 unit kerja Eselon I, 10 unit kerja Eselon II, 40 unit kerja Eselon III dan 80 unit kerja Eselon IV. Struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014 dapat dilihat pada Gambar 4.
10
Gambar 4 Struktur Organisasi Kemenakertrans Periode 2009-2014 (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2010)
11
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa struktur organisasi lembaga ketransmigrasian pada Kemenaketrans pada tingkat Eselon I telah menunjukkan suatu struktur berbasis proses. Proses kerja di Kemenakertrans khususnya di bidang Ketransmigrasian diawali dengan kegiatan pembangunan kawasan dan penataan persebaran penduduk yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal P2KTRANS. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal P2MKT. Untuk mengetahui susunan satker secara keseluruhan pada struktur organisasi Kemenakertrans periode 2009-2014 dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut ini adalah pemaparan hasil quick asessement terhadap tugas dan fungsi kelembagaan ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014: 1. Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KTRANS); Mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan pembangunan kawasan transmigrasi. Ditjen P2KTRANS telah memiliki struktur berbasis proses dimana alur prosesnya tidak berhenti di satu direktorat saja. yakni meliputi kegiatan: perencanaan pembangunan, penyediaan tanah, pembangunan permukiman dan infrastruktur, fasilitasi penempatan transmigran serta partisipasi masyarakat. Setiap kegiatan tersebut dilaksanakan dan dilanjutkan oleh direktorat-direktorat (Eselon II) yang berada pada Ditjen P2KTRANS. 2. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2MKT); Mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi. Ditjen P2MKT juga memiliki struktur berbasis proses dengan melanjutkan alur proses dari Ditjen P2KTRANS. Alur proses tersebut dilanjutkan oleh Ditjen P2MKT meliputi kegiatan: perencanaan teknis pengembangan masyarakat dan kawasan, peningkatan kapasitas SDM dan masyarakat, pengembangan usaha, pengembangan sarana dan prasarana, serta penyerasian lingkungan. Masing-masing kegiatan tersebut dilaksanakan oleh direktorat-direktorat (Eselon II) yang berada pada Dirjen P2MKT. Berdasarkan hasil quick assessment di atas didapatkan hasil temuan bahwa terdapat basis struktur yang sama pada tingkat Eselon I dan II, yakni struktur berbasis proses. Dengan kondisi tersebut dapat menjadi indikator bahwa struktur organisasi lembaga ketransmigrasian telah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Kemenpan dan RB, dimana alur proses tidak hanya berhenti pada satu Direktorat Jenderal saja. Kesamaan basis merupakan salah satu cerminan dari pencapaian tujuan organisasi. Selain itu kesamaan basis juga dapat menjadi salah satu pemicu terbentuknya organisasi yang lebih efektif dan efisien. Meskipun terdapat kesesuaian basis struktur pada tingkat Eselon I dan II, struktur lembaga ketransmigrasian dinilai masih belum dapat menjawab tantangan bisnis ketransmigrasian yang berkembang saat ini. Hal tersebut dapat juga menjadi indikator bahwa struktur lembaga ketransmigrasian belum mengarah kepada konsep right sizing terhadap fungsi-fungsi yang terkandung di dalamnya. Susunan fungsi-fungsi lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014 dapat dilihat pada Tabel 2.
12
Tabel 2 Fungsi-fungsi Lembaga Ketransmigrasian pada Kemenakertrans
Ditjen P2MKT
Ditjen P2KTRANS
Dir.Perencanaan Pembangunan Perencanaan Kawasan Perencanaan Permukiman Perencanaan Sarana dan Prasarana Perencanaan SDM Dir.Perencanaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Bina Sistem Informasi Perencanaan Pengembangan Kawasan Perencanaan Pengembangan Masyarakat Perencanaan Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Dir.Penyediaan Tanah
Dir.Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur
Pengadaan Tanah
Penyiapan Lahan
Pengurusan Legalitas Tanah
Penyiapan Sarana
Dokumentasi Pertanahanan
Dir.Penempatan Transmigrasi
Dir.Partisipasi Masyarakat
Penyiapan Calon Transmigran Penyiapan Perpindahan
Promosi dan Motivasi Kerjasama Kelembagaan
Penyiapan Prasarana
Pelaksanaan Perpindahan
Kerjasama Antar Daerah
Advokasi Pertanahan
Evaluasi Permukiman
Penataan dan Adaptasi
Pelayanan Investasi
Dir.Peningkatan Kapasitas SDM dan Masyarakat
Dir.Pengembangan Usaha
Dir.Pengembanga n Sarana dan Prasarana
Dir.Penyerasian Lingkungan
Bantuan Pangan dan Kesehatan
Kewirausahaan
Analisis dan Standarisasi Prasana dan Sarana
Fasilitasi Sosial Budaya
Produksi
Pengembangan Sarana
Pengembangan Kelembagaan
Pengolahan Hasil dan Pemasaran
Pengembangan Prasarana
Pendampingan Masyarakat Transmigrasi
Lembaga ekonomi dan Permodalan
Evaluasi Pengembangan Prasarana dan Sarana
Persiapan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Adaptasi dan Mitigasi Lingkungan Evaluasi Perkembangan Permukiman Evaluasi Perkembangan Pusat Pertumbuhan
Sumber: Peraturan Menteri Kemenakertrans Nomor 12, Tahun 2010 Mengekspresikan Situasi Masalah Tahapan ini merupakan proses mengilustrasikan masalah, peran, dan elemen lingkungan yang terlibat di dalam perubahan struktur lembaga ketransmigrasian. Proses ilustrasi tersebut dilakukan melalui analisis sebab-akibat (fishbones analysis) dan tampilan rich picture agar mudah dipahami. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing analisis tersebut: Analisis Sebab-Akibat (Fishbone) Analisis fishbones digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab untuk dilakukannya perubahan terhadap struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Faktor-faktor penyebab tersebut secara umum dibagi menjadi dua kategori, yakni: faktor internal dan eksternal. Berdasarkan hasil kegiatan FGD mengenai quick assessment (Lampiran 2) dengan jajaran pimpinan lembaga ketransmigrasian pada tanggal 16-17 September 2014 didapatkan hasil temuan bahwa terdapat beberapa kelemahan pada struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014, sebagaimana tampak pada Gambar 5.
13
Gambar 5 Analisis Fishbone, Penyebab Perubahan Struktur Kelembagaan Faktor internal yang paling mendasari secara langsung mengapa harus dilakukan perubahan terhadap struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans ialah struktur organisasi yang belum efektif dan efisien. Kondisi struktur organisasi yang belum efektif dan efisien salah satunya disebabkan karena adanya ketimpangan beban kerja pada beberapa satuan kerja (satker) di struktur lembaga ketransmigrasian. Sebagai contoh: Direktorat Jenderal Penyediaan Tanah memiliki beban kerja yang sangat berat jika dilakukan dalam satu wadah direktorat jenderal (ditjen). Hal tersebut dikarenakan dalam ditjen tersebut terdapat permasalahan tunggakan sertifikasi yang selama ini sangat sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pada Ditjen Penyerasian Lingkungan dinilai memiliki beban kerja yang relatif lebih ringan dari ditjen lainnya, sehingga secara prinsip anggaran kementerian sangat tidak efisien jika ditempatkan di dalam satu wadah direktorat jenderal. Kelemahan paling mendasar yang disebakan oleh faktor eksternal adalah belum optimalnya hasil penilaian kinerja dari pihak luar, beberapa contoh berasal dari penilaian Balanced Score Card (BSC) dan Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB) dari Kemenpan dan RB sebagaimana dijelaskan pada latar belakang penelitian. Selain itu kelemahan dari faktor eksternal juga terjadi karena konteks nomenklatur “transmigrasi” yang berkembang dari masa ke masa, dimana awalnya hanya semata perpindahan penduduk/demografi berubah menjadi pengembangan kawasan sebagai satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah untuk menarik gerak perpindahan penduduk secara mandiri. Oleh karena itu struktur lembaga ketransmigrasian saat ini dinilai belum dapat menjawab tantangan dari berkembanganya konteks “transmigrasi” tersebut. Salah satu contoh tantangan transmigrasi yang dimaksud adalah perolehan anggaran bisnis ketransmigrasian secara mandiri (di luar anggaran yang berasal dari pemerintah). Hal tersebut harus dicapai dengan struktur organisasi yang memiliki salah satu core bussiness-nya berfokus terhadap peningkatan kerjasama dan investasi di bidang ketransmigrasian. Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal terhadap kelemahan struktur lembaga ketransmigrasian pada tahap ini selanjutnya digunakan untuk membangun rich picture mengenai dampak dari permasalahan yang terjadi.
14
Rich Picture Rich picture merupakan alat yang bermanfaat untuk menjelaskan kepada para pihak yang terlibat di dalam dampak dari permasalahan yang ada (Checkland dan Scholes 1990). Pada penelitian ini permasalahan yang terjadi merupakan kelemahan-kelemahan yang ada pada struktur lembaga ketransmigrasian, dimana pada tahap sebelumnya telah diidentifikasi melalui analisis fishbones. Rich picture mengenai dampak dari kelemahan yang terdapat pada struktur lembaga ketransmigrasian periode 2009-2014 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Rich Picture terhadap Kelemahan Struktur Ketransmigrasian Berdasarkan tampilan rich picture pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa kelemahan-kelemahan pada struktur lembaga ketransmigrasian dapat memberikan dampak yang luas terhadap stakeholders ketransmigrasian, yakni kementerian/lembaga, pemerintah dan masyarakat. Dampak yang timbul pada kementerian/lembaga adalah sulitnya memperoleh perizinan dan persetujuan. Sedangkan pada pemerintah adalah tidak optimalnya pencapaian Rencana Pemerintah Jangka Panjang dan Rencana Pemerintah Jangka Menengah (RPJP dan RPJM). Sementara dengan tidak tercapainya target nasional ketransmigrasian yang disebabkan struktur lembaga yang tidak efektif adalah timbulnya kritik masyarakat terhadap bisnis ketransmigrasian. Selama ini kritik masyarakat lebih mengarah kepada aspek politis, yakni meliputi: program sentralistik, pemindahan kemiskinan, peminggiran masyarakat adat, deforestasi, jawanisasi, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan sebagainya. Membangun Definisi Permasalahan Definisi permasalahan dibangun untuk mengidentifikasi sistem aktivitas manusia yang relevan pada tahap sebelumnya. Definisi permasalahan menyatakan tujuan inti dari tujuan yang mendasari setiap sistem. Rangkaian proses dalam membangun definisi permasalahan dapat dilihat pada Gambar 7.
15
Gambar 7 Rangkaian Proses dalam Membangun Definisi Permasalahan Berdasarkan Gambar 7 memperlihatkan bahwa tahap pembangunan definisi permasalahan dimulai dengan perumusan bisnis proses, indikator kerja utama (IKU) hebat dan output ketransmigrasian terhadap Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP). Setelah itu dilakukan analisis CATWOE untuk mendefinisikan permasalahan berdasarkan komponen-komponen yang terlibat di dalamnya. Perumusan Bisnis Proses Ketransmigrasian Perumusan bisnis proses merupakan suatu tahapan untuk menjelaskan bagaimana urutan aktivitas lembaga ketransmigrasian dalam menjalankan bisnisnya. Selain itu Bisnis Proses juga menjadi dasar yang kuat bagi penyusunan Standard Operating System (SOP) yang mencakup standar pelayanan yang lebih sederhana, efektif, efisien, produktif dan akuntabel. Bisnis proses secara rinci akan dijelaskan melalui makro model bisnis ketransmigrasian yang terdapat pada Gambar 8.
Gambar 8 Makro Model Bisnis Ketransmigrasian
16
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa visi dan misi transmigrasi dalam kerangka proses yang terintegrasi meliputi: perencanaan, pembangunan dan pengembangan kawasan dan masyarakat transmigrasi. Dengan demikian visi transmigrasi dipecah menjadi dua bagian yaitu kerangka pembangunan dan pengembangan kawasan sebagaimana bisnis proses transmigrasi. Visi pembangunan transmigrasi menekankan pada pembangunan kawasan transmigrasi yang didukung prasarana dan sarana dasar dengan sebaran penduduk yang serasi dan seimbang sebagai prasyarat bagi tumbuh dan berkembang menjadi satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Di sisi lain, pengembangan transmigrasi sebagai hilir dari bisnis proses menegaskan bahwa kawasan transmigrasi diharapkan menjadi satu kesatuan ekonomi wilayah yang berfungsi sebagai hinterland kota kecil atau menengah terdekat. Dalam rangka mendukung dan mewujudkan fungsi ketransmigrasian tersebut, maka disusun makro model ketransmigrasian. Makro model ketransmigrasian disusun dengan dua proses utama yaitu bidang hulu dan bidang hilir. Bidang hulu meliputi proses penyiapan dan pelayanan, sedangkan bidang hilir meliputu proses perwujudan. Pada bidang hulu yang meliputi proses penyiapan dan pelayanan, terdapat lima aktivitas yang dilakukan, antara lain: sosialisasi dan komunikasi pembuatan rencana kawasan transmigrasi, penilaian dan pengesahan kawasan transmigrasi melalui peraturan menteri; mediasi KSAD; penyusunan rencana pengembangan serta penyusunan dan pengintegrasian program. Sedangkan Pada bidang hilir (proses perwujudan), aktivitas yang dilaksanakan antara lain : pembangunan fisik satuan permukiman (SP); penataan dan penempatan penduduk; serta pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi. Akhir proses ketransmigrasian tersebut adalah mewujudkan kawasan perkotaan baru. Perumusan IKU Hebat Indikator Kinerja Utama (IKU) memiliki fungsi untuk mempertegas peran dan fungsi lembaga ketransmigrasian. Selain itu secara internal kelembagaan IKU juga dapat dijadikan dasar masukan untuk perbaikan dan peningkatan manajemen lembaga ketransmigrasian secara berkelanjutan, termasuk didalamnya penyusunan struktur organisasi, tugas dan fungsi, ketatalaksanaan, pemenuhan kebutuhan SDM, perencanaan program dan penyusunan anggaran, serta pelaporan dan evaluasinya. Penyusunan IKU Hebat lembaga ketransmigrasian pada penelitian ini bersumber pada beberapa laporan yang diterbitkan oleh pemerintah, dimana masing-masing indikator pada laporan tersebut akan dikelompokan berdasarkan kesesuaian nomenklatur dan kesamaan makna IKU yang terdapat di dalamnya. Beberapa sumber laporan pemerintah dalam penyusunan IKU Hebat dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Sumber Laporan Pemerintah dalam Penyusunan IKU Hebat
17
Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa setiap laporan yang diterbitkan oleh pemerintah merupakan sumber dalam penyusunan IKU Hebat yang meliputi: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015 yang disusun oleh pemerintah pusat melalui BAPPENAS, Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2010 -2014 dan periode 2015-2019, serta UU nomor 29 tahun 2009 tentang Ketransmigrasian. Kemudian dilakukan pengelompokan IKU Hebat dari setiap laporan tersebut sesuai dengan core bussiness yang terdapat di lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Hasil pengelompokan IKU tersebut diharapkan memiliki outcome yang sama di dalam kinerja lembaga ketransmigrasian. Hasil penyusunan IKU Hebat pada lembaga ketransigrasian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 IKU Hebat Lembaga Ketransmigrasian No. 1.
Core bussiness Penyiapan Kawasan
IKU Hebat Perencanaan Kawasan Perencanaan Perwujudan Kawasan Penyediaan dan Layanan Pertanahan Promosi dan Layanan Investasi
2.
Perwujudan Kawasan
Layanan Permukiman dan Kependudukan Infrastruktur Pengembangan Usaha Pengembangan Masyarakat Transmigrasi Integrasi Pembangunan Desa dan Kota
Sumber: Berbagai Laporan Pemerintah Bidang Ketransmigrasian Output Ketransmigrasian terhadap Rencana Pemerintah Jangka Panjang Pemerintah telah menyiapkan target dalam rangka menjawab tantangan isu dan permasalahan yang terjadi dalam konteks ketransmigrasian. Target ini merupakan turunan dari IKU yang lebih terukur. Pemerintah telah menetapkan target sesuai dengan masing-masing fungsi lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. Target tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP). Perincian target lembaga ketransmigrasian sebagaimana tercantum pada Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Output RPJP Ketransmigrasian Bidang Penyiapan Kawasan
Perwujudan Kawasan
Output RPJP 2015-2019 Consolidation & Recovery Phase Rencana pembangunan kawasan transmigrasi berupa WPT atau LPT sebanyak 25 dokumen perencanaan yang akan dilaksanakan pembangunannya pada periode 20202025 Pembangunan dan Pengembangan 25 kawasan transmigrasi baru
Output RPJP 2020-2025 Expansion & Development Phase Rencana pembangunan kawasan transmigrasi berupa WPT atau LPT yang akan dilaksanakan pembangunannya pada periode selanjutnya Pembangunan dan pengembangan 25 kawasan di kabupaten daerah perbatasan dan daerah tertinggal yang perencanaannya disusun pada periode tahun 2015-2019
18
Tabel 4 (Lanjutan) Output RPJP 2015-2019 Consolidation & Recovery Phase Revitalisasi 18 kawasan transmigrasi dengan skema KTM yang dibangun periode 2009-2013 menjadi WPT/LPT Pembangunan dan pengembangan sekurang-kurangnya 25 kawasan transmigrasi di kabupaten daerah perbatasan dan daerah tertinggal yang perencanaannya disusun pada periode tahun 2010-2014 Penataan penduduk setempat di 25 kawasan transmigrasi serta memfasilitasi kerjasama perpindahan dan penempatan transmigran dari daerah asal Revitalisasi 28 kawasan transmigrasi dengan skema KTM yang dibangun periode 2007-2010 menjadi WPT/LPT
Bidang Perwujudan Kawasan
Output RPJP 2020-2025 Expansion & Development Phase Revitalisasi 28 kawasan transmigrasi dengan skema KTM menjadi WPT/LPT yang dilaksanakan periode 2015-2019 Pembangunan dan pengembangan 25 kawasan transmigrasi baru berupa WPT atau LPT yang dilaksanakan periode 2015-2019
Pembangunan dan pengembangan 25 Kawasan Transmigrasi baru berupa WPT atau LPT yang diprioritaskan di kabupaten daerah tertinggal dan perbatasan Perpindahan transmigran dari daerah asal diharapkan melalui jenis TSB dan TSM sekurang-kurangnya 50 %.
Sumber: Naskah Akademik Departemen Transmigrasi (2013) Analisis CATWOE Analisis CATWOE bertujuan mengidentifikasi komponen yang terlibat di dalam proses perubahan struktur kelembagaan, meliputi: Customer, Actor, Transformation, Worldview, Owner dan Environment Constraint yang terlibat di dalam konsep permasalahan yang terjadi. Keterlibatan masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil Analisa CATWOE No.
Elemen
1
Customer
:
2
Actor
:
3
Transformation
:
4
Worldview
:
5
Owner
:
6
Environment Constraint
:
Hasil Definisi Permasalahan Masyarakat, Pemerintah, Kementerian/Lembaga di Bidang Penataan Ruang Wilayah Satker Lembaga Ketransmigrasian pada Kemenakertrans Perubahan struktur Kelembagaan Ketransmigrasian yang efektif dan efisien, serta mampu menjawab tantangan bisnis ketransmigrasian dan sesuai dengan agenda kerja presiden terpilih Struktur lembaga yang efektif dan efisien dinilai dari beban kerja tiap satker yang berimbang, penempatan fungsi pada satker yang tepat (right sizing) dan sesuai dengan konteks bisnis yang berkembang, serta relevan terhadap peraturan Kemenpan dan agenda kerja presiden yang terpilih saat ini. Pimpinan Lembaga Ketransmigrasian pada Kemenakertrans (Eselon I dan II) Kebutuhan anggaran, kesediaan dan kesiapan pimpinan & pegawai terhadap struktur baru, serta kewenangan presiden terhadap susunan kabinet menteri kenegaraan (Pasal V UUD 1945)
19
Membangun Model Konseptual Model konseptual bertujuan mengidentifikasi aktivitas yang diperlukan, minimal untuk mengidentifikasi sistem aktivitas manusia. Proses pemodelan mencakup pengumpulan dan penstrukturan aktivitas minimum yang dibutuhkan untuk melakukan proses transformasi dengan menggunakan elemen CATWOE (Checkland dan Scholes, 1990). Hasil permodelan tersebut kemudian akan direpresentasikan melalui grand design arsitektur usulan lembaga Ketransmigrasian, lalu ditinjaklanjutin dengan proses benchmarking terhadap lembaga ketransmigrasian di negara lain sebagai pertimbangan dalam proses penyusunan usulan struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing analisis tersebut: Grand Design Arsitektur Usulan Lembaga Ketransmigrasian Pembentukan usulan alternatif struktur kelembagaan yang baru memerlukan sebuah dasar yang kuat. Secara mendasar, penyusunan ini dapat dilakukan dengan melihat bagaimana bisnis proses sebuah organisasi. Selain itu juga perlu mempertimbangkan aspek kelemahan-kelemahan yang terdapat pada struktur organisasi saat ini sebagaimana dijelaskan pada hasil quick assessment dan analisis fishbones. Model konseptual sistem yang mendeskripsikan grand design arsitektur usulan lembaga ketransmigrasian dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Model Konseptual Sistem
20
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa model konseptual sistem dalam desain arsitektur ketransmigrasian menghasilkan output berupa dua skenario, yakni tetap bergabung dengan naker dan berpisah dengan naker. Output model konseptual tersebut kemudian akan diukur keberhasilannya dengan metode 3E, yakni Efficiency (apakah skenario yang digunakan menghasilkan struktur yang lebih efisien), Effectiveness (apakah skenario tersebut dapat menyelesaikan agenda kerja yang diusung pemerintah), dan Efficacy (apakah skenario yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan). Benchmarking Struktur Lembaga Ketransmigrasian Benchmarking atau patok ukur merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagaimana dan mengapa suatu organisasi yang memimpin dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan organisasi lainnya. Kegiatan benchmarking pada penelitian ini bertujuan untuk mencari kesesuaian fokus core bussiness apa saja yang berhubungan dengan konteks kegiatan transmigrasi. Hasil kegiatan Benchmarking dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Benchmarking Ketransmigrasian No.
1.
Negara
Malaysia
Nama Kementerian
Ministry of Urban Wellbeing, Housing and Local Government
2.
Singapore
Ministry of National Development
3.
Jepang
Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism
Core bussiness Ketransmigrasian Federal Town and Country Planning Fire and Rescue National Housing Local Government National Solid Waste Management National Landscape Tribunal of Housing and Strata Management Housing and Local Government Training Institute Solid Waste and Public Cleansing Management Corporation Strategic Planning Housing Infrastructure Liveable Cities National and Regionall Policy Bureau Land Economy and Construction and Engineering Industry Bureau Housing Bureau City Bureau
Sumber: Website masing-masing Kementerian dari negara terkait, 2014
Berdasarkan hasil benchmark dapat dilihat bahwa sturktur organisasi lembaga ketransmigrasian di negara Malaysia, Singapore dan Jepang memiliki konsep core bussiness yang berfokus terhadap aspek perencanaan, permukiman, serta penataan wilayah. Hal tersebut dapat menjadi patok ukur untuk alternatif skenario struktur yang akan didesain.
21
Usulan Struktur Lembaga Ketransmigrasian 2015-2019 Pembentukan usulan alternatif struktur kelembagaan yang baru memerlukan sebuah dasar yang kuat terhadap pertimbangan dari berbagai aspek, meliputi: perbaikan terhadap kelemahan struktur lembaga, hasil benchmarking struktur lembaga ketransmigrasian negara lain, dan penyesuaian basis struktur kelembagaan antar satuan kerja (satker). Berdasarkan pertimbangan tersebut terbentuklah dua skenario terhadap usulan struktur lembaga Ketransmigrasian Periode 2015-2019. Berikut ini adalah penjelasan terhadap masing-masing usulan skenario tersebut: A. Skenario Pertama (Penajaman Fungsi dan Right sizing ) Berdasarkan hasil kegiatan FGD 2 mengenai penyusunan skenario pertama (Lampiran 3) maka struktur lembaga ketransmigrasian pada skenario pertama disusun sebagai upaya penajaman fungsi melalui perubahan fokus core bussiness lembaga ketransmigrasian, dimana fokus core bussiness yang dimaksud dapat dilihat pada susunan satker di tingkat Eselon I (ditjen). Pada awalnya lembaga ketransmigrasian memiliki susunan Eselon I yang meliputi bidang pembangunan dan pengembangan. Namun pada skenario pertama susunan Eselon I tersebut berubah menjadi bidang penyiapan kawasan dan perwujudan kawasan. Perubahan tersebut menyebabkan susunan satker tingkat Eselon II (direktorat) juga mengalami penyesuaian tempat (right sizing). Penjabaran dari right sizing lembaga ketransmigrasian dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Skenario Pertama Usulan Lembaga Ketransmigrasian Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa pada usulan skenario pertama terjadi proses right sizing di dalam struktur kelembagaan berupa pemindahan beberapa satker tingkat Eselon II (Direktorat) sesuai fokus core bussiness yang baru. Pada core bussiness penyiapan kawasan hanya terdiri dari fungsi-fungsi yang tidak berkaitan dengan proyek fisik pembangunan. Sedangkan core bussiness perwujudan kawasan secara garis besar terdiri dari fungsi pembangunan serta fungsi pengembangan kawasan dan masyarakat. Pada core bussiness penyiapan kawasan terdiri dari fungsi yang meliputi: perencananaan kawasan, perencanaan perwujudan, penyediaan tanah, pelayanan pertanahan serta promosi dan kerjasama kelembagaan. Output dari setiap fungsi pada core business Penyiapan Kawasan dapat dilihat pada Tabel 8.
22
Tabel 7 Output Fungsi pada Core Business Penyiapan Kawasan Fungsi Perencanaan Kawasan Perencanaan Perwujudan Penyediaan Tanah Pelayanan Pertanahan Promosi dan Kerjasama Kelembagaan
Output Penetapan kawasan pembangunan dan pengembangan Rencana teknis pembangunan dan pengembangan Luasan dan batas-batas tanah di dalam kawasan Sertifikat HPL, SGB dan SHM Persetujuan, kerjasama dan investasi
Berbeda dengan penyiapan kawasan, kegiatan yang terdapat pada core bussiness perwujudan kawasan terdiri dari fungsi pembangunan dan fungsi pengembangan yang meliputi: pembangunan kawasan, penataan persebaran penduduk, pengembangan kawasan, pengembangan usaha, dan peningkatan kapasitas masyarakat. Output dari setiap fungsi pada core business Penyiapan Kawasan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 8 Output Fungsi pada Core Business Perwujudan Kawasan Fungsi Pembangunan Kawasan Penataan Persebaran Penduduk Pengembangan Kawasan Pengembangan Usaha Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Output Permukiman dan Kawasan Perkotaan Baru (KPB) Penduduk transmigran yang disebar dan ditata Pengembangan Prasarana, Sarana dan Permukiman Wirausaha, Mitra Usaha dan Lembaga Ekonomi Kesehatan, Pendidikan, Spiritual dan Lembaga Masyarakat
Perubahan fokus core bussiness ketransmigrasian (right sizing) memiliki konsekuensi terhadap beban kerja yang tidak berimbang terhadap masing-masing satker. Berdasarkan hasil kegiatan FGD 3 mengenai lanjutan penyusunan skenario pertama (Lampiran 4) maka pada usulan skenario pertama juga dilakukan efisiensi terhadap beberapa satker yang dinilai tidak sesuai terhadap tujuan dari penajaman fungsi pada Eselon I. Upaya tersebut dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi struktur kelembagaan yang efektif dan efisien, dimana memiliki penajaman fungsi dan beban kerja yang adil dan berimbang. B. Skenario Kedua (Peleburan Core Bussiness) Usulan struktur skenario kedua terhadap lembaga ketransmigrasian didasari pada hasil kegiatan indepth interview dengan jajaran pimpinan lembaga ketransmigrasian mengenai penyusunan skenario kedua (Lampiran 5). Kegiatan tersebut menghasilkan temuan bahwa keberadaan core bussiness di bidang pembangunan dan pengembangan wilayah/daerah “tersebar” ke dalam empat fungsi Kementerian/Lembaga (K/L). Kondisi ini menimbulkan permasalahan terhadap proses integrasi dan koordinasi urusan transmigrasi antar K/L. Selain itu tersebarnya keberadaan core bussiness tersebut juga mengakibatkan terjadinya over lapping sehingga hasil kinerja kabinet secara keseluruhan menjadi kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu dalam upaya menempatkan transmigrasi sebagai suatu instrumen handal dalam pengelolaan dan pengembangan kewilayahan, maka pada usulan skenario kedua ini core business di bidang pembangunan dan pengembangan wilayah tersebut mengalami peleburan di dalam sebuah lembaga Kementerian yang dikelola secara profesional, baik, dan benar. Peleburan core bussiness lintas K/L dapat dilihat pada Tabel 11.
23
Tabel 9 Peleburan Core Bussiness Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Kementerian / Lembaga (K/L) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
Kementerian Pengembangan Daerah Tertinggal (PDT)
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
Core Bussiness Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Deputi Pengembangan Sumber Daya Deputi Peningkatan Infrastruktur Deputi Pembinaan Ekonomi dan Dunia Usaha Deputi Pembinaan Lembaga Sosial dan Budaya Deputi Pengembangan Daerah Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Transmigrasi Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi
Peleburan seluruh core business tersebut dinilai dapat menciptakan suatu lembaga atau kementerian khusus yang menangani urusan transmigrasi secara lebih efektif dan efisien. Sebuah lembaga atau kementerian yang terbentuk kemudian diberikan nomenklatur sesuai dengan peleburan masing-masing fungsinya, yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Skenario kedua usulan struktur lembaga ketransmigrasian sebagaimana yang dimaksud tersebut pada dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Skenario Kedua Usulan Lembaga Ketransmigrasian Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa usulan struktur di dalam skenario kedua memiliki konsep pelaksanaan fungsi-fungsi yang disesuaikan dengan klaster-klaster tahap pembangunan dan pengembangan wilayah, yang terdiri dari: wilayah pedesaan, wilayah daerah tertinggal dan wilayah kawasan transmigrasi. Penyesuaian fungsi-fungsi pembangunan tersebut menyebabkan terbentuknya suatu makro model bisnis proses yang didasari pada tahapan pembangunan desa di suatu kawasan. Secara garis besar makro model bisnis proses tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 13.
24
28
Gambar 13 Makro Model Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
25
Membandingkan Model Konseptual dengan Situasi Masalah Tahapan ini dilakukan untuk sejauh mana masing-masing usulan struktur dapat efisien untuk diterapkan pada lembaga transmigrasi periode 2015-2019. Pengukuran tersebut dilakukan dengan rantai nilai efiensi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 10 Rantai Efisiensi Struktur Skenario Pertama Ditjen P2KTRANS P2MKT TOTAL
Jumlah Eselon Struktur Periode 2009-2014
Total
Jumlah Eselon Struktur Skenario Pertama
Total
Nilai
0.046
II
III
IV
II
III
IV
5 5
20 20
40 40
65 65
5 5
18 20
36 40
59 65
10
40
80
130
10
38
76
124
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa jumlah eselon pada struktur skenario pertama terdapat efisiensi dengan nilai 4,6% dari jumlah eselon pada struktur periode 2009-2014. Hal tersebut disebabkan adanya penggabungan satker pada Ditjen P2KTRANS, yakni Eselon III sebanyak 2 satker dan Eselon IV sebanyak 4 satker. Meskipun struktur skenario pertama memiliki nilai efisiensi yang rendah, namun desain struktur tersebut merupakan upaya penajaman fungsi dan penataan letak satker yang tepat (right sizing ) sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan integrasi masing-masing satker yang terdapat di dalam struktur tersebut. Untuk mengetahui susunan satker secara keseluruhan pada usulan skenario pertama dapat dilihat pada Lampiran 6. Usulan struktur pada skenario kedua memiliki perbedaan dengan skenario pertama, yakni belum adanya struktur pada tingkat Eselon III dan IV. Hal tersebut dikarenakan proses penataan organisasi pada tingkat Eselon III dan IV pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi hinga saat penulisan laporan ini masih dalam proses koordinasi dengan K/L terkait. Oleh karena itu susunan satker pada Eselon III dan IV pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dapat dirujuk pada ketentuanketentuan yang tertuang di dalam Perpres Nomor 47 Tahun 2009 Pasal 36 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, yang meliputi :1) Direktorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Jenderal dan paling banyak lima Direktorat; 2) Direktorat terdiri atas paling banyak lima Subdirektorat dan satu Subbagian Tata Usaha; 3) Subdirektorat terdiri atas dua Seksi. Berdasarkan ketentuan tersebut maka rantai efisiensi pada Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 11 Rantai Efisiensi Struktur Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi Ditjen
P2KTRANS P2MKT TOTAL
Jumlah Eselon Struktur Periode 2009-2014 II
III
IV
5 5 10
20 20 40
40 40 80
Total
65 65 130
Jumlah Eselon Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi II
III
IV
3 5 8
15 25 40
30 50 80
Total
Nilai
48 80 124
0.046
26
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah eselon pada struktur Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi memiliki nilai efisiensi yang sama dengan struktur skenario pertama, yakni sebesar 4,6%. Hal tersebut terjadi karena meskipun terdapat pengurangan jumlah satker pada Eselon II namun terdapat penambahan satker pada Eselon III dan IV. Menetapkan Perubahan yang Layak dan Diinginkan Tahapan ini merupakan proses penilaian efektivitas struktur kelembagaan untuk penetapan lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019. Penilaian efektivitas usulan struktur tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan hubungan antara usulan struktur terhadap program kerja pemerintah yang baru, yakni Nawacita Jokowi-JK sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Tabel 12 Program Kerja Pemerintah 2015-2019 (Nawacita Jokowi-JK) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nawacita Jokowi-JK Isi Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bagsa dan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara Membuat Pemerintah Tidak Absen Dengan Membangun Tata Kelola Pemerintah yang Bersih, Efektif, Demokratis dan Terpercaya Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan Menolak Negara Lemah Dengan Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor Strategis Ekonomi Domestik Melakukan Revolusi Karakter Bangsa Memperteguh ke-Bhineka-an dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bagsa dan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara
Sumber : Website jkw4p.com (2014) Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Indonesia tahun 2014 yakni: Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menggagas salah satu agenda kepemerintahan yang menggelorakan cita-cita untuk “membangun Indonesia dari pinggiran” (butir ketiga nawacita). Untuk melaksanakan program kerja yang digagas pemerintah tersebut, maka usulan struktur pada skenario kedua, yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan upaya perbaikan terhadap struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2015. Melakukan Tindakan Perbaikan Tahap ini merupakan bentuk penilaian masing-masing skenario usulan terhadap kesesuaian peraturan penataan lembaga yang dirancang oleh Kemenpan dan RB. Hasil dari penyesuaian terhadap prinsip penataan struktur kementerian negara dari Kemenpan dan RB dapat dilihat pada Tabel 15.
27
Tabel 13 Prinsip Penataan Struktur Kementerian Kemenpan dan RB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
Prinsip Penataan Struktur Kementerian Berpedoman pada peraturan perundangan mandat Fokus kepada visi dan misi pemerintahan baru (Nawacita) Kemanfaatan bagi masyarakat (public value) Keterpaduan penanganan urusan, integritas/koherensi dan tidak terfragmentasi Sinergitas Berkesinambungan a) Ideal b) Implementable c) Acceptable Hindari Egosektoral Orientasi outcome (level eselon 1) Perampingan Dukungan bisnis proses yang jelas
Skenario 1 √ x √
Skenario 2 √ √ √
x
√
√
√
√ √ √ √ √ √ √
√ √ x √ √ √ √
Sumber : Kemenpan dan RB, 2014 Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa usulan struktur pada Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi (skenario kedua) lebih unggul dalam penilaian kesesuaian terhadap prinsip penataan struktur kementerian dari Kemenpan dan RB. Hasil penilaian tersebut dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan bagi lembaga ketransmigrasian maupun pemerintah untuk menetapkan perbaikan struktur yang relevan dengan situasi permasalahan yang ada saat ini. Dengan begitu kinerja lembaga ketransmigrasian diharapkan dapat lebih fokus dan terarah dalam mencapai target dan tujuannya dimasa mendatang.
Implikasi Manajerial Tahap ini merupakan bentuk pertimbangan dalam penetapan pilihan usulan terbaik terhadap struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan pendekatan soft system methodology, maka usulan terbaik terhadap struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019 lebih mengarah kepada skenario 2, yakni terbentuknya Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Pertimbangan utama dalam penetapan skenario tersebut adalah kesesuaian dengan konsep operasional “membangun Indonesia dari pinggiran” yang digagas oleh Jokowi-JK. Tujuan dari pembangunan yang dimaksud adalah “percepatan pembangunan daerah tertinggal melalui pembangunan kawasan pedesaan dan kawasan trasmigrasi”. Untuk melaksanakan agenda kerja yang digagas pemerintah tersebut, maka usulan struktur pada skenario kedua, yakni Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi merupakan pilihan yang tepat untuk melakukan upaya perbaikan terhadap struktur lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans periode 2009-2014. Dengan terbentuknya Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi untuk periode 2015-2019 diharapkan dapat memperpendek rentang koordinasi dan integrasi, juga dapat merampingkan struktur kabinet ke depan menjadi lebih efektif dan efisien. Meskipun begitu dengan terbentuknya Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi juga tidak menutup kemungkinan terjadinya peleburan core business lainnya sebagai proses penyempurnaan rentang koordinasi dan integrasi urusan
28
pemerintah dalam bidang pembangunan pengembangan daerah. Salah satu dari core business yang dinilai memiliki keterkaitan dalam urusan pemerintah di bidang pembangunan pengembangan daerah adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). BNPP merupakan suatu badan yang didirikan pemerintah untuk melaksanakan tugas mengelola Batas Wilayah Negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan. Penyempurnaan rentang koordinasi dan integrasi urusan pemerintah dalam bidang pembangunan pengembangan daerah tersebut memiliki suatu manifestasi bahwa transmigrasi merupakan salah satu instrumen handal untuk membangun dan mengembangkan wilayah pingggiran Indonesia menjadi klaster-klaster sistem pengembangan ekonomi wilayah yang produktif, kompetitif, dan berdaya saing. Asumsi tersebut dilandaskan pada pokok pikiran bahwa “Seyogyanya bangsa Indonesia sangat mampu untuk menjadi bangsa besar yang kuat, jika berhasil mengelola potensi kekayaan sumberdaya alamnya (terutama potensi di wilayah pinggiran terutama di perbatasan, daerah tertinggal, dan pulau-pulau kecil terluar) serta didukung dengan sumberdaya manusia yang kompeten.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil evaluasi struktur Kelembagaan Ketransmigrasi pada Kemenakertrans ditemukan beberapa permasalahan yang harus menjadi fokus perbaikan, yang meliputi : struktur belum efektif dan efisien, belum berprinsip right sizing, adanya beban kerja yang tidak berimbang pada beberapa fungsi ketransmigrasian, ketidaksesuaian konsep kinerja lembaga terhadap tantangan dalam bisnis ketransmigrasian saat ini. 2. Berdasarkan model konseptual sistem yang telah dibangun dihasilkan dua alternatif usulan struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019. Alternatif pertama adalah skenario tetap bergabung di dalam Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sedangkan alternatif kedua adalah skenario bergabung dengan core bussiness Pengembangan Desa dan PDT, yakni dengan nomenklatur Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. 3. Berdasarkan hasil pengukuran 3E (efficiency effectiveness dan efficacy) pada masing-masing usulan struktur lembaga, maka usulan terbaik terhadap struktur Kelembagaan Ketransmigrasian periode 2015-2019 adalah skenario 2, yakni bergabung dengan core bussiness Pengembangan Desa dan PDT, yakni dengan nomenklatur Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Saran 1. Kelembagaan Ketransmigrasian pada skenario bergabung dengan core bussiness Pengembangan Desa dan PDT sebaiknya dilakukan penyesuaian basis dalam penyusunan struktur kelembagaan agar tidak terjadi potensi tumpang tindih pekerjaan dan memiliki konsep kinerja yang sesuai dengan agenda kerja pemerintah, serta memenuhi terhadap tantangan yang terdapat dalam RPJP Nasional
29
2. Perlu dilanjutkan dengan pengkajian rentang koordinasi dan integrasi antara Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi terhadap Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), agar dapat mengetahui perlu/tidaknya kedua lembaga tersebut bergabung di dalam suatu wadah kementerian baru, sehingga urusan pemerintah dalam bidang pembangunan dan pengembangan daerah dapat berjalan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA Azkia Laila. 2012. Pemanfaatan Moment Produktif Dalam Tambang Rakyat Sebuah Aplikasi Soft System Methodology. Depok (ID): Jurnal UI Badan Pusat Statistik (2014). Data Jumlah Penduduk Indonesia. http://www.bps.go.id/ , 10 November 2014 Checkland, Peter. and Jim, Scholes. 1990, Soft Systems Methodology in Action, Wiley: Chichester Griffin, Ricky. 2004. Manajemen Edisi Ketujuh. Jakarta (ID): PT Gelora Aksara Pratama Hariandja Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia (Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai). Jakarta (ID): PT Grasindo Jennifer et al. 2008, Understanding and Managing Organizational Behavior, 5th Edition. Pearson Education Incorporation: New Jersey Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2012. Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Jakarta (ID): Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2011. Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian atau Lembaga dan Pemda. Jakarta (ID): Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tentang Organisasi dan Tata Kerja. Jakarta (ID): Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2013. Laporan Akhir Pengukuran Kinerja Berbasis Balanced Scorecard dan IKU. Jakarta (ID): Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2013. Naskah Akademik Departemen Transmigrasi. Jakarta (ID): Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2013. Naskah Akademik Departemen Transmigrasi 2013. Jakarta (ID): Sekretariat Negara Laporan Kinerja Akuntabilitas Pemerintah. 2012. Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Tahun 2012. Jakarta (ID): Sekretariat Negara
30
Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Salemba Empat Nawa Cita Jokowi-JK (2014). 9 (Sembilan) Agenda Perubahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. http://jkw4p.com/, 10 Oktober 2014 Presiden Republik Indonesia. 2009. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009. Jakarta (ID): Sekretariat Negara Presiden Republik Indonesia. 2009. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian. Jakarta (ID): Sekretariat Negara Presiden Republik Indonesia. 2010. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negera. Jakarta (ID): Sekretariat Negera Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara Rinawati, Herukmi Septa. 2013. Evaluasi Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) 5 (lima) Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Surabaya (ID): Jurnal Cakrawala Rivai, Veithzal et al. 2005. Performance Appraisal [Terjemahan]. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Robbins SP dan Coulter MK. 2007. Management 9th Edition. London: Prentice Hall Robbins SP dan Judge TA. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Salemba Empat Steven et al. 2003. Key Management Models : The Management Tools and Practices that will Improve Your Business. London: Prentice Hall Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia (Teori, Aplikasi dan Penelitian). Jakarta (ID): Salemba Empat
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Struktur Lembaga Ketransmigrasian Periode 2009-2014 ESELON I (Direktorat Jenderal)
ESELON II (Direktorat)
ESELON III (Subdirektorat) Perencanaan Kawasan PerencanaanPermukiman
Perencanaan Pembangunan
Perencanaan Sarana dan Prasarana Perencanaan SDM Pengadaan Tanah
Penyediaan Tanah
Pengurusan Legalitas Tanah
Dokumentasi Pertanahanan Advokasi Pertanahan PEMBINAAN PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI (P2KTRANS)
Penyiapan Lahan Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur
Penyiapan Sarana Penyiapan Prasarana Evaluasi Permukiman Penyiapan Calon Transmigran
Penempatan Transmigrasi
Penyiapan Perpindahan Pelaksanaan Perpindahan Penataan dan Adaptasi Promosi dan Motivasi Kerjasama Kelembagaan
Partisipasi Masyarakat Kerjasama Antar Daerah Pelayanan Investasi
ESELON IV (Seksi) Identifikasi Potensi Kawasan Transmigrasi Perencanaan WPT/ LPT Perencanaan Teknis SKP Perencanaan Teknis SP Perencanaan Teknis Sarana dan Prasarana Permukiman Perencanaan Teknis Infrastruktur Kawasan Analisis Kebutuhan SDM Penataan Persebaran Identifikasi Status dan Penggunaan Tanah Pengurusan Status Tanah Pengurusan Hak Pengelolaan Tanah Pengurusan Hak Milik Atas Tanah Pengumpulan dan Pengolahan Data Pertanahan Penyajian Informasi Pertanahan Identifikasi Kasus Pertanahan Recognisi dan Kompensasi Teknis Penyiapan Lahan Evaluasi Penyiapan Lahan Bina Teknis Penyiapan Sarana Evaluasi Penyiapan Sarana Teknis Penyiapan Prasarana Evaluasi Penyiapan Prasarana Teknis Kelayakan Permukiman Penilaian Kelayakan Permukiman Pendaftaran dan Seleksi Ketrampilan Calon Transmigran Penyerasian Perpindahan Administrasi Perpindahan Penampungan Pengangkutan Penataan Adaptasi Promosi Motivasi Kerjasama Lembaga Pemerintah Kerjasama Lembaga Non Pemerintah Kerjasama Antar Daerah Pelayanan Kerjasama Antar Daerah Pelayanan Aplikasi Investasi Evaluasi Pelaksanaan Investasi
33
Lampiran 1 (Lanjutan) ESELON I (Direktorat Jenderal)
ESELON II (Direktorat)
ESELON III (Subdirektorat) Sistem Informasi
Perencanaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
Perencanaan Pengembangan Kawasan Perencanaan Pengembangan Masyarakat Perencanaan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Bantuan Pangan dan Kesehatan Fasilitasi Sosial Budaya
Peningkatan Kapasitas SDM dan Masyarakat
Pengembangan Kelembagaan
Pendampingan Masyarakat Transmigrasi PEMBINAAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DAN KAWASAN TRANSMIGRASI (P2MKT)
Kewirausahaan Pengembangan Usaha
Produksi Pengolahan Hasil dan Pemasaran Lembaga ekonomi dan Permodalan Analisis dan Standarisasi Prasana dan Sarana
Pengembangan Sarana dan Prasarana
Pengembangan Sarana Pengembangan Prasarana Evaluasi Pengembangan Prasarana dan Sarana Persiapan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Adaptasi dan Mitigasi Lingkungan
Penyerasian Lingkungan
Evaluasi Perkembangan Permukiman
Evaluasi Perkembangan Pusat Pertumbuhan
ESELON IV (Seksi) Informasi Permukiman Informasi Kawasan Penataan Ruang dan Infrastruktur Kawasan Pengembangan Sosial dan Ekonomi Pengembangan Usaha Ekonomi Pengembangan Sosial Budaya Penataan Ruang dan Infrastruktur Pusat Pertumbuhan Pengelolaan Kelembagaan Sosial dan Ekonomi Penyediaan Bantuan Pangan Penyediaan Bantuan Kesehatan Pendidikan dan Seni Budaya Mental Spiritual Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat Pengembangan Partisipasi Masyarakat Kawasan Transmigrasi Penyediaan Tenaga Pendamping Non PNS Bimbingan Tenaga Pendamping Non PNS Pengembangan Usaha Mandiri Pelayanan Investasi dan Kemitraan Tanaman Pangan Non-tanaman Pangan Pengolahan Hasil Pemasaran Penguatan Kelembagaan Kerjasama Kelembagaan Analisis dan Standardisasi Sarana Analisis dan Standardisasi Prasarana Perencanaan Teknis Sarana Pelaksanaan Sarana Perencanaan Teknis Prasaran Pelaksanaan Prasarana Pemantauan Pengembangan Sarana dan Prasarana Analisis Pengembangan Sarana dan Prasarana Persiapan Pengelolaan Lingkungan Pemantauan Lingkungan Adaptasi Lingkungan Mitigasi Lingkungan Pemantauan Perkembangan Permukiman Transmigrasi Pengalihan Status Pembinaan Permukiman Transmigrasi Analisis Perkembangan Pusat Pertumbuhan Pemantauan Perkembangan Pusat Pertumbuhan
34
Lampiran 2 Notulensi FGD 1: Quick Assessment Agenda
: Sosialisasi Hasil Quick Assessment dan Arahan Penataan Struktur Organisasi Kemenakertrans Berbasis Kinerja Periode 2015-2019
Hari/Tanggal : Senin/18 Agustus 2014 Waktu
: Pukul 09.30 – Selesai
Tempat
: Kantor Pusat Kemenakertrans, Gatot Subroto, Jakarta
Kegiatan evaluasi melalui quick assessment telah menghasilkan beberapa temuan mengenai kekurangan yang terdapat pada struktur organisasi Kemenakertrans Periode 2014-2019, diantaranya: 1) hasil penilaian eksternal terhadap kinerja organisasi belum sepenuhnya optimal dilaksanakan, 2) struktur perlu persiapan dan penyesuaian terhadap visi, misi dan agenda kerja yang diusung oleh Presiden Terpilih Periode 2015-2019, 3) struktur organisasi masih memiliki tugas dan fungsi yang overlapping (saling tumpang tindih) scara internal maupun eksternal Kemenakertrans, 4) susunan organisasi yang ada dinilai belum mengacu pada konsep right sizing dan belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) memberikan penegasan bahwa desain penataan struktur organisasi yang efektif dan efisien merupakan suatu mandat yang terdapat di dalam Undang-undang, dimana dalam proses pelaksanaannya harus disesuaikan (matching) terhadap Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP) yang telah ditetapkan. Kemenpan dan RB juga memberikan beberapa arahan bahwa proses penataan struktur organisasi Kementerian Negara harus mengacu pada konsep right sizing sehingga dapat menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. Untuk menciptakan struktur organisasi yang demikian tidak lah mudah karena membutuhkan beberapa faktor pendukung, diantaranya: 1) sikap willingness dari pimpinan lembaga, 2) komitmen yang kuat dari para stakeholders, 3) keinginan yang kuat untuk berubah lebih baik dari seluruh civitas lembaga yang ada di dalamnya.
35
Lampiran 3 Notulensi FGD 2: Penyusunan Skenario I Agenda
: Penyusunan Skenario 1 terhadap Usulan Struktur Organisasi Kemenakertrans Periode 20015-2019 (Eselon I dan II)
Hari/Tanggal : Selasa-Rabu/16-17 September 2014 Waktu
: Pukul 18.30 – Selesai
Tempat
: Villa Rukun, Sentul, Bogor
Merujuk pada kegiatan FGD 1 mengenai sosialisasi hasil quick assessment dan arahan penataan struktur organisasi kementerian dari Kemenpan, maka diperlukan skenario-skenario di dalam penyusunan usulan struktur Kemenakertrans, khususnya lembaga ketransmigrasian untuk periode 2015-2019. Usulan struktur lembaga ketransmigrasian dibangun dalam 2 (dua) skenario, yakni: tetap bergabung dengan Kementerian Tenaga Kerja dan berpisah dengan Kementerian Tenaga Kerja. Setiap skenario tersebut akan dilakukan pengkajian secara seksama terhadap aspek pengukuran 3E yang digagas dari Kemenpan, yakni: Efficiency, Effectiviness, dan Efficacy. Kegiatan FGD 2 difokuskan terhadap penyusunan usulan struktur lembaga ketransmigrasian periode 2015-2019 pada skenario pertama, yakni tetap bergabung dengan Kementerian Tenaga Kerja. Berdasarkan hasil telaah dan diskusi antar pimpinan lembaga ketransmigrasian Kemenakertrans, terdapat beberapa perubahan yang terjadi untuk usulan struktur lembaga skenario pertama, diantaranya: 1. Perubahan fokus core bussniness ketransmigrasian, yakni dari pembangunan dan pengembangan berubah menjadi penyiapan dan perwujudan kawasan. Perubahan fokus core bussiness tersebut secara otomatis merubah posisi seluruh satuan kerja (satker) di dalam organisasi dengan mengarah kepada konsep right sizing. Pada fokus penyiapan kawasan terdiri dari kegiatan yang bersifat non proyek fisik berupa urusan perencanaan, perizinan, persetujuan, dan sebagainya. Sedangkan pada fokus perwujudan terdiri dari kegiatan yang berhubungan dengan proyek fisik, seperti kegiatan pembangunan kawasan, permukiman, prasarana dan sarana, serta pengembangan kawasan dan masyarakat transmigrasi. 2. Perubahan nomenklatur beberapa satker di dalam struktur organisasi, seperti: Direktorat Partisipasi Masyarakat berubah menjadi Direktorat Promosi dan Kerjasama Kelembagaan 3. Peleburan beberapa satker di dalam struktur organisasi, seperti: Direktorat Penyerasian Lingkungan melebur ke dalam Direktorat Perencanaan Kawasan Transmigrasi dan Direktorat Pengembangan Kawasan. 4. Pemisahan beberapa satker ke dalam 2 (dua) wadah direktorat, seperti: Direktorat Penyediaan Tanah dipisah menjadi Direktorat Penyediaan Tanah dan Direktorat Pelayanan Pertanahan.
36
Lampiran 4 Notulensi FGD 3: Penyusunan Skenario I (Lanjutan) Agenda
: Lanjutan Penyusunan Skenario 1 Usulan Struktur Organisasi Kemenakertrans Periode 20015-2019 (Eselon III dan IV)
Hari/Tanggal : Jumat/03 Oktober 2014 Waktu
: Pukul 08.30 – Selesai
Tempat
: Kantor Pusat Kemenakertrans, Kalibata, Jakarta
Menindaklanjuti kegiatan FGD 2 mengenai penyusunan usulan strukur lembaga ketransmigrasian pada skenario pertama di tingkat Eselon I dan II, maka kegiatan FGD 3 ini difokuskan pada penyusunan tersebut dilanjutkan untuk tingkat Eselon III dan IV. Berdasarkan hasil telaah dan diskusi antar pimpinan lembaga ketransmigrasian Kemenakertrans, terdapat beberapa perubahan pada susunan satker tingkat subdirektorat dan seksi-seksi di dalam usulan struktur lembaga skenario pertama, diantaranya: 1. Perubahan posisi seluruh satker tingkat Eselon III dan IV sebagai penyesuaian terhadap perubahan fokus core bussiness di dalam lembaga ketransmigrasian yang mengarah kepada konsep right sizing. Perubahan susunan satker pada skenario pertama usulan struktur lembaga ketransmigrasian dapat dilihat pada Lampiran 5. 2. Perubahan nomenklatur beberapa satker di dalam struktur organisasi, seperti: Seksi Kerjasama Antar Daerah berubah menjadi Seksi Mediasi Kerjasama Antar Daerah, sedangkan Seksi Pelayanan Kerjasama Antar Daerah berubah menjadi Seksi Fasilitasi Kerjasama Antar Daerah. 3. Peleburan beberapa satker di dalam struktur organisasi, seperti: Seksi Perencanaan WPT/LPT, Seksi Perencanaan Satuan Kawasan Pengembangan dan Seksi Perencanaan Satuan Permukiman dilebur ke dalam satu fungsi, yakni Seksi Perancangan. Peleburan ini menghasilkan pengurangan jumlah satker di dalam struktur lembaga ketransmigrasian. 4. Pembentukan beberapa satker yang dinilai dibutuhkan dalam bisnis proses ketransmigrasian, seperti: Seksi Pengukuran Lahan dan Seksi Pembagian Lahan pada Subdirektorat Pengukuran dan Pengaplingan.
37
Lampiran 5 Notulensi Indepth Interview: Penyusunan Skenario II Agenda
: Penyusunan Skenario 2 terhadap Usulan Struktur Organisasi Kemenakertrans Periode 20015-2019
Hari/Tanggal : Rabu/12 November 2014 Waktu
: Pukul 08.30 – Selesai
Tempat
: Kantor Pusat Kemenpan dan RB, Senayan, Jakarta
Merujuk pada kegiatan FGD 1 mengenai sosialisasi hasil quick assessment dan arahan penataan struktur organisasi kementerian dari Kemenpan, maka maka kegiatan FGD 3 ini difokuskan pada penyusunan alternatif skenario kedua yakni lembaga ketransmigrasian yang berpisah dengan Kementerian Tenaga Kerja. Proses pemisahan lembaga tersebut akan mengarah terhadap pembentukan suatu kementerian baru yang menangani urusan ketransmigrasian, dimana kementerian baru tersebut dihasilkan dari peleburan fungsi-fungsi transmigrasi yang terdapat pada kementerian lain. Kegiatan penyusunan usulan struktur lembaga pada skenario kedua ini dilandaskan pada hasil telaah dan diskusi secara seksama antar pimpinan lembaga ketransmigrasian Kemenakertrans. Sedikitnya terdapat 4 (empat) aspek yang dijadikan dasar pertimbangan di dalam penyusunan usulan tersebut, diantaranya: 1. Hasil benchmarking dengan beberapa lembaga ketransmigrasian negara lain, yang dinilai memiliki struktur yang efektif dan efisien, serta memiliki kesamaan dalam menangani urusan penduduk dan wilayah yang karakteristiknya serupa dengan Negara Indonesia. 2. Keterkaitan antar fungsi-fungsi transmigrasi dan pengembangan wilayah di setiap kementerian yang memiliki integrasi dan koordinasi dengan lembaga ketransmigrasian pada Kemenakertrans. 3. Kesesuaian susunan struktur lembaga kementerian terhadap ouput Rencana Jangka Menengah dan Jangka Panjang Pemerintah. 4. Kesesuaian susunan struktur lembaga kementerian terhadap program kerja yang digagas Presiden Terpilih 2015-2019 (Nawacita Jokowi-JK). Berdasarkan hasil pengkajian aspek-aspek tersebut, maka usulan fungsifungsi yang akan dilebur menjadi kementerian baru meliputi: 1) fungsi pengembangan desa (Pengembangan Desa ) pada Kementerian Dalam Negeri, 2) seluruh fungsi pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan 3) seluruh fungsi transmigrasi pada Kemenakertrans. Dengan begitu kementerian baru yang diusulkan untuk menangani urusan ketransmigrasian pada periode 2015-2019 adalah Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
38
Lampiran 6 Susunan Lembaga Ketransmigrasian Skenario Pertama ESELON I (Direktorat Jenderal)
ESELON II (Direktorat)
Perencanaan Kawasan Transmigrasi
ESELON III (Subdirektorat) Sistem dan Informasi Kawasan Potensi Kawasan Perencanaan Teknis Kawasan
Sistem Informasi
Perencanaan Perwujudan Kawasan Transmigrasi
Perencanaan Pembangunan Kawasan Perencanaan Pengembangan Kawasan Perencanaan Pengembangan Masyarakat
PEMBINAAN PENYIAPAN KAWASAN TRANSMIGRASI
Konsolidasi Tanah
Penyediaan Tanah
Fasilitasi Pengadaan Tanah Pengurusan Legalitas Tanah
Dokumentasi Pertanahan Pelayanan Pertanahan
Advokasi Pertanahan Pengukuran dan Pengaplingan Pengurusan Hak Milik KIE dan Promosi
Promosi dan Kerjasama Kelembagaan
Kerjasama Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah Pelayanan Perizinan dan Persetujuan
ESELON IV (Seksi) Perancangan Advokasi Identifikasi Potensi Kawasan Evaluasi dan Penetapan Kawasan Struktur Ruang Kawasan Pola Ruang Kawasan
Sistem Informasi Kawasan Sistem Informasi Permukiman Perencanaan Teknis Pembangunan SP dan Pusat SKP Perencanaan Teknis Pembangunan KPB dan Kawasan Perencanaan Teknis Pengembangan SP dan Pusat SKP Perencanaan Teknis Pengembangan KPB dan Kawasan Pengembangan Masyarakat SP dan Pusat SKP Pengembangan Masyarakat KPB dan Kawasan Sosialisasi dan Inventarisasi Penataan Peruntukan Pertanahan Identifikasi Status dan Penggunaan Tanah Pengurusan Pencadangan Tanah Tata Batas HPL Pengurusan Hak Pengelolaan Tanah
Pengumpulan dan Pengolahan Data Pertanahan Penyajian Informasi Pertanahan Identifikasi Kasus Pertanahan Recognisi dan Kompensasi Pengukuran Lahan Pembagian Lahan Inventarisasi Kepemilikan Lahan Pengurusan Hak Milik Atas Tanah Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Promosi Kerjasama Lembaga Pemerintah Kerjasama Lembaga Non Pemerintah Mediasi Kerjasama Antar Daerah Fasilitasi Kerjasama Antar Daerah Penetapan Perizinan Penetapan Persetujuan
39
Lampiran 6 (Lanjutan) ESELON I (Direktorat Jenderal)
ESELON II (Direktorat)
ESELON III (Subdirektorat) Penyiapan Lahan
Pembangunan Prasarana dan Sarana Kawasan
Penataan Persebaran Penduduk
PEMBINAAN PERWUJUDAN KAWASAN TRANSMIGRASI
Pengembangan Kawasan
Penyiapan Permukiman Penyiapan KPB Bina Teknis Pembangunan Penyiapan Calon Transmigran Penyiapan Perpindahan Pelaksanaan Perpindahan Penataan dan Adaptasi Evaluasi Perkembangan Kawasan Pengembangan Kerjasama dan Standarisasi Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Kewirausahaan
Pengembangan Sarana dan Prasarana
Produksi Pengolahan Lembaga ekonomi dan Pemasaran Fasilitasi Kesehatan Fasilitasi Pendidikan dan Mental Spiritual
Peningkatan Kapasitas SDM dan Masyarakat
Fasilitasi Kelembagaan Pemerintah Fasilitasi Kelembagaan Non Pemerintah
ESELON IV (Seksi) Pembukaan Lahan Evaluasi Penyiapan Lahan Pembangunan Permukiman Evaluasi Kelayakan Permukiman Pembangunan KPB Evaluasi Pembangunan KPB Bina Teknis Pembangunan Prasarana Bina Teknis Pembangunan Sarana Pendaftaran dan Seleksi Ketrampilan Calon Transmigran Penyerasian Perpindahan Administrasi Perpindahan Penampungan dan Perbekalan Pengangkutan Penataan Adaptasi Evaluasi Tingkat Perkembangan Satuan Permukiman dan Kawasan Mitigasi Lingkungan Kerjasama Kelembagaan Standarisasi Sarana dan Prasarana Pengembangan Prasarana Permukiman Pengembangan Sarana Permukiman Pengembangan Prasarana KPB dan Kawasan Pengembangan Sarana KPB dan Kawasan Pengembangan Wirausaha Permodalan dan Kemitraan Bantuan Pangan Pengembangan Produksi Pengolahan Hasil Pertanian Pengembangan Industri Non Pertanian Lembaga Ekonomi Pemasaran Prasarana Kesehatan Sarana Kesehatan Pendidikan Mental Spiritual Fasilitasi Pembentukan Kelembagaan Pemerintah Fasiitasi Pengembangan Kelembagaan Pemerintah Fasilitasi Pembentukan Kelembagaan Non Pemerintah Fasiitasi Pengembangan Kelembagaan Non Pemerintah
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juni 1990 dari pasangan Bapak Sadikin dan Ibu Isti Waqiah yang merupakan orang tua kandung. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 (empat) bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bekasi Jaya XII pada tahun 2002 dan pendidikan menengah di SMPN 1 Bekasi pada tahun 2005. Pada tahun 2008, lulus dari SMA 1 PGRI Bekasi. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada program keahlian Teknologi dan Manajemen Perternakan Diploma IPB dan selesai pada tahun 2011.