EUFEMISME DALAM PESAN POLITIK Oleh: HERMALIZA, M.Pd. This research is motivated by the use of eupemisms in the mass media with the goal of which is negative. Basically the use of eupemisms positive aims for smooth communication, but the opposite happens. The words were originally perceived taboo or inappropriate pronounced to be easy to pronounce, forming a smooth communication and polite. In politics eupemisms used to convey political messages, usually aimed at the use of influence, inform, and persuade the reader. In this study described the use of eupemisms in political messages on the editorial covers from and function of eupemisms in political massages in newspaper editorial Riau Pos. Keywords: euphemism, political message, form, function PENDAHULUAN Ditinjau dari segi bahasa, komunikasi dibagi menjadi dua yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tulis. Menurut Keraf (1993:12) bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan itu dalam bentuk simbol-simbol tertulis. Komunikasi lisan dapat disampaikan melalui sarana media massa elektronik, sedangkan komunikasi tulis penyampaiannya melalui sarana media massa cetak. Media massa cetak (pers) merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang efektif dan mampu menjangkau cukup banyak pembaca di semua lapisan masyarakat. Dengan kata lain, media massa sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang komplek dan beragam. Pemakaian bahasa dalam berbagai bidang, terutama politik cenderung membelenggu dan menjajah masyarakat dengan jalan mengaburkan makna semantiknya. Umpanya Bahasa Indonesia tampil dihalus-haluskan, bahkan dikaburkaburkan maknanya guna menyembunyikan perilaku dan tindakan penguasa. Tokoh politik mempertahankan kepentingannya dengan memunculkan citra positif dan
menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya dengan cara menciptakan beragam eufemisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Orwell (dalam Thomas dan Wareing, 2006: 63) bahasa politik sebagian besar terdiri dari eufemisme, pendapatpendapat yang patut dipertanyakan dan ungkapan-ungkapan yang tidak jelas. Bahasa politik dirancang untuk membuat dusta kedengarannya benar dan membuat pembunuhan kedengarannya benar dan membuat omong kosong kedengaran meyakinkan. Fungsi dari pemanfaatan eufemisme tersebut secara umum untuk menutupi kata yang berkonotasi jelek atau negatif. Dengan menggunakan kata-kata yang lebih santun maka makna asal yang berkonotasi negatif akan menjadi positif dan dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Misalnya kata korupsi yang diubah menjadi komersialisasi jabatan, kata teror yang diubah menjadi ancaman keselamatan. Pemakaian bahasa yang melibatkan eufemisme tersebut akan menyebabkan terjadinya politisasi makna bahasa. Halliday dan Hasan (1992: 23) mengatakan bahwa fungsi pemakaian bahasa ditafsirkan bukan hanya sebagai penggunaan bahasa semata, melainkan sebagai khasanah bahasa yang mendasar, sesuatu yang menjadi dasar bagi perkembangan sistem
makna. Hal ini berarti bahwa sistem setiap bahasa harus dijelaskan melalui teori fungsional. Secara umum Malinowski (dalam Atmazaki, 2006: 12) mengatakan fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk menghubungkan, memengaruhi pikiran, memperkuat hubungan, memeroleh informasi, mengekspresikan emosi, dan mengujarkan itu sendiri. Pada dasarnya penggunaan eufemisme bersifat positif agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Dalam hal ini eufemisme jelas bermanfaat memuluskan komunikasi antara lain menjaga perasaan, menunjukkan kesopanan, memberikan penghormatan dan penghargaan, dst. Begitu pula hal-hal yang dianggap kotor atau tidak enak dikatakan bisa dibicarakan dengan mudah dan enak. Akan tetapi, pada saat ini penggunaan eufemisme cenderung dipakai untuk menjaga perasaan dan kepentingan pribadi maupun kelompok. Eufemisme seolah-olah menjadi andalan untuk melindungi diri. Contohnya penggunaan eufemisme rawan pangan dan daerah tertinggal yang pada dasarnya mengaburkan permasalahan dan fakta dari kelaparan dan daerah miskin. Berdasarkan contoh tersebut tampak pemakaian eufemisme bertujuan melindungi diri, pihak-pihak yang bertanggung jawab menjadi aman dan berteduh di balik eufemisme. Melalui eufemisme yang digunakan oleh pejabat resmi pemerintah, penguasa berhasil memainkan simulasi realitas untuk menyembunyikan realitas yang sesungguhnya dan merekayasa realitas sedemikian rupa sehingga tidak dapat dibedakan lagi antara realitas yang asli dan yang bukan. Misalnya, eufemisme mengundurkan diri, yang dipakai saat Sri Mulyani Indrawati pergi meninggalkan jabatannya. Mengundurkan diri, istilah yang dipakai dengan gaya bahasa eufemisme (penghalusan) yang digunakan sebagai
pengganti ungkapan yang dirasakan kasar. Sri Mulyani Indrawati tidak dicopot melainkan mengundurkan diri karena mendapat jabatan di Bank Dunia. Dalam konteks ini, frasa Sri Mulyani mengundurkan diri yang diekspose ke publik tentu saja sangat politis. Mengundurkan diri berarti mundur dari jabatan dengan cara baik-baik, bukan dicopot. Artinya, lepasnya jabatan Menkeu yang disandang Sri Mulyani adalah karena keinginan pribadi. (http://eufemisme/2010/tumbal/politikduniabahasa)
Rahardi (2003: 34) mengemukakan bahwa bahasa Indonesia telah dieksplotasi sedemikian rupa demi tujuan politik dan kekuasaan. Pemakaian tersebut tampak dominan sekali dalam fakta akronimisasi dan bentuk eufemisme terhadap istilahistilah politik yang berlebihan. Eufemisme juga terbukti telah dipakai dalam pesanpesan politik sehingga dapat menyiratkan bahwa sesungguhnya masyarakat kita takut dengan fakta sosial budayanya sendiri. Pemakaian eufemisme semacam itu sebenarnya telah jauh dari sekedar kesantunan linguistik, akan tetapi sudah sarat dengan aneka muatan politis. Politik dapat mencakup beberapa jenis kegiatan, yaitu (a) proses pembuatan kebijakan nasional (politik pemerintahan), (b) kesetaraan gender (politik seksual), (c) persaingan dalam kelompok yang erat jalinannya, seperti persaingan antarrekan sekantor dalam memperebutkan jabatan, yang biasanya dilakukan dengan membocorkan atau menyimpan rahasia (politik kantor), (d) cara orang menegosiasikan peran yang harus mereka jalankan dalam kehidupan pribadi mereka (termasuk juga masalah gender), (e) sejarah dari sistem politik, (f) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan transportasi, pemukiman dan konsumsi yang bisa memengaruhi lingkungan (politik lingkungan). Berdasarkan cakupan politik
tersebut sebenarnya kita tidak terlepas dari masalah politik (Tomas dan Wareing, 2006: 52). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode analisis isi (content analysis). Menurut Krippendorff (1991:15) analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi (content analysis) merupakan penelitian yang bersifat pembahasan yang mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Penggunaan metode analisis isi (content analysis) ini karena penelitian yang dilaksanakan bukan sekedar memaparkan data sesuai realita atau temuan saja, tetapi juga melihat data berdasarkan gejala simboliknya seperti konteks. Dengan menggunakan metode ini peneliti dapat menggambarkan penggunaan eufemisme secara eksplisit dengan menghubungkan data dengan konteksnya dalam pesan politik tajuk rencana surat kabar Riau Pos. Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis melakukan dengan cara mengumpulkan data yang bersifat dokumentasi. Data yang diperoleh adalah data yang berhubungan dengan eufemisme dalam surat kabar. Analisis data penelitian ini meliputi tahap-tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Ungkapan-ungkapan eufemisme yang sering dimunculkan memang dengan maksud dan tujuan tertentu seperti mempengaruhi, memberitahu, serta meyakinkan. Penggunaan eufemisme bisa jadi untuk menutupi situasi buruk dan tidak menyenangkan. Eufemisme bahkan digunakan untuk megungkapkan fakta yang ada dengan cara yang halus. Bentuk-bentuk eufemisme yang digunakan berbeda, seperti
menggunakan metafora, kiasan, bahkan dihiperbolakan. Bentuk eufemisme dikemukakan Allan dan Burridge (1991: 14): 1. Ekspresi Figuratif (Figurative Expressions) Ekspresi Figuratif yaitu suatu bentuk yang menghaluskan kata dengan cara melambangkan serta mengiaskan sesuatu dengan yang lainnya. (1) Bukannya kukuh pada prinsip kehatihatian yang menjadi hal mendasar perbankan, pemilik dan jajaran pengelola bank tersebut malah menjalankan operasi banknya seperti money game. (Riau Pos, 29 Januari 2010) (2) Kita semua tentu tidak ingin panggung Pansus itu hanya sebagai panggung sandiwara (Riau Pos, 11 Februari 2010) (3) Meski sudah disahkan DPR sejak sekitar enam tahun lalu, hingga sekarang undang-undang itu masih mandul.(Riau Pos, 25 Maret 2010) (4) Tekanan demi tekanan telah membuat KPK kehilangan taring. (Riau Pos, 11 Juni 2010) Empat contoh di atas secara jelas memperlihatkan pemanfaatan eufemisme untuk menyampaikan pesan politik atas tujuan dan maksud tertentu pada (1) tersirat makna betapa buruknya pengelolaan Bank Century sehingga menimbulkan berbagai kasus, terbukti dengan pemanfaatan eufemisme seperti money game, kata seperti pada data tersebut melambangkan seta mengiaskan operasi Bank Century hanya semacam permainan uang saja. Pesan politik yang terkandung pada wacana tersebut yang disampaikan surat kabar Riau Pos, bahwa timbulnya kasus Bank Century disebabkan pengelolaan Bank Century yang buruk, terbukti dengan berbagai kesaksian nasabah terkait dana simpanan yang berpindah status,
dari berpenghasilan tetap (deposito) terproteksi ke produk-produk lain. Bahkan ada dana nasabah besar yang berpindah dengan alasan dipinjam. Pemanfaatan eufemisme eperti money game mengarah pada kasus-kasus tersebut. Bentuk eufemisme (2) panggung sandiwara merupakan kiasan untuk pansus yang dibentuk oleh DPR agar tidak menjadi suatu ajang kebohongan atau kepura-puraan saja. Berkaitan dengan kasus Bank Century pemerintah akhirnya membentuk Pansus angket DPR, pembentukan pansus tersebut diharap dapat menyelesaikan kasus yang terjadi. Pemanfaatan eufemisme panggung sandiwara untuk menyampaikan pesan politik tertuju kepaa wakil rakyat DPR agar bias menjadi teladan bagi rakyat yang diwakili, hal lainnya yang terkandung pada eufemisme tersebut adalah harapan semoga panggung pansus tidak menjadi panggung kebohongan belaka. Bentuk eufemisme (3) dan (4) tersirat pesan politik menandakan adanya pengiasan tersirat pesan politik menandakan adanya pengiasan antara undang-undang dan penerapannya. Untuk mengiaskan bahwa undang-undang tidak berlaku atau tidak berkembang maka digunakan eufemisme mandul. Undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang sistem penjaminan social nasional (SJSN) yang belum maksimal penerapannya di Indonesia yang terdapat pada eufemisme mandul. Dalam wacana tersebut juga terdapat perbandingan dengan RUU reformasi jaminan kesehatan (RJK) di Amerika SErikat yang merupakan salah satu misi penting dari Barack Obama. Bentuk eufemisme pada frasa KPK kehilangan taring melambangkan bahwa KPK telah kehilangan keberanian atau kewibawaan dalam menuntaas kasus korupsi. Hal tersebut dilambangkan dengan kata taring.
2. Flipansi (flippancy) Flipansi adalahpenghalusan kata yang maknanya di luar pernyataan yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut: (5) Bisa ditebak, karena Demokrat disinyalir punya peran dalam kasus ini,… (Riau Pos, 9 Januari 2010) (6) Menurut Pengakuan Edo mereka mendapat pesanan untuk mengawasi target bukan untuk melenyapkan target. (Riau Pos, 12 Januari 2010) (7) ..., ternyata di mata Wapres Jusuf Kalla waktu itu adalah hanya dramatisir saja. (Riau Pos, 19 Januari 2010) (8) …, republik ini masih jalan di tempat dalam membedakan mana kehendak rakyat dan mana kehendak penguasa. (Riau Pos, 4 Maret 2010) (9) Wajar jika mereka ingin juga Susno mencicipi dinginnya jeruji besi. (Riau Pos, 10 Mei 2010) Pada kutipan (6) dalam kalimat di atas ditemukan eufemisme dalam bentuk frase punya peran, eufemisme punya peran mengandung makna di luar frase tersebut. Arti sesungguhnya adalah keterlibatan, untuk memperhalus hal tersebut maka digunakan frase punya peran. Dalam teks wacana tersebut Partai DEmokrat dituduh sebagai pelaku dalam kasus Bank Century. Bentuk eufemisme pada kutipan (6) yaitu frase mendapat pesanan dan melenyapkan target, kedua bentuk eufemisme tersebut digunakan untuk menutupi hal yang sesungguhnya yaitu diperintah dan membunuh target. Bentuk eufemisme (7) Bentuk eufemisme yaitu frase hanya dramatisir saja, eufemisme dramatisir saja mengiaskan adanya suatu kebohongan, maka kata dramatisir yang
digunakan. Pada kutipan (8) dalam kalimat di atas ditemukan eufemisme dalam bentuk frase masih jalan di tempat, bentuk eufemisme tersebut mengandung makna lain dari makna yang sesungguhnya. Kata jalan di tempat dalam arti yang sesungguhnya adalah suatu keadaan yang tidak ada perkembangan atau kemajuan, sedangkan yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah lambat dalam pelaksanaan sesuatu. Pada kutipan (12) dalam kalimat di atas ditemukan eufemisme dalam bentuk frase mencicipi dinginnya jeruji besi, Bentuk eufemisme di atas mengandung makna penjara atau bui. Hal tersebut dengan kiasan dalam bentuk frase mencicipi dinginnya jeruji besi. 3. Sirkumlokusi (circumlocution) Sirkumlokusi adalah penggunaan beberapa kata yang lebih panjang dan bersifat tidak langsung. (10) Ruhut, pengacara dan pemain sinetron, selama ini diindikasikan sebagai orang yang disusupkan untuk menumpulkan kerja Pansus. (Riau Pos, 9 Januari 2010) (11) Perseteruan kekuatan kepentingan politik partai-partai besar selalu menemukan jalan buntu. (Riau Pos, 4 Maret 2010) (12) Pasalnya, wakil-wakil rakyat di Senayan sering terombang ambing kehilangan arah. (Riau Pos, 4 Maret 2010) (13) Mega, panggilan akrab Megawati justru mengkondisikan posisi yang tak tergantikan di pucuk pimpinan partai. (Riau Pos, 8 April 2010) (14) Tidak sedikit koruptor yang dimanjakan oleh hakim dengan putusan bebas atau putusan yang sangat ringan. (Riau Pos, 12 April 2010)
(15) Sebab, kejahatan yang dilakukan lingkaran orang dalam itu sudah diatur sedemikian rapi sehingga sulit dideteksi orang luar. (Riau Pos, 10 April 2010) Dalam kutipan (10) di atas, ditemukan eufemisme dalam bentuk frase yaitu orang yang disusupkan, eufemisme tersebut mengandung makna keberadaan Ruhut di DPR karena didukung oleh pihak-pihak yang ingin menganggu kerja Pansus. Maka digunakan istilah orang yang disusup. Pada (11) ditemukan eufemisme dalam bentuk frase menemukan jalan buntu, frase menemukan jalan buntu digunakan sebagai pengganti kata tidak ada hasil. Tidak ada hasil berarti suatu perbuatan yang tidak memberikan dampak atau jalan keluar. Jadi, agar lebih eufemis (halus) lagi maka digunakan frase menemukan jalan buntu. Pada kutipan (12) dalam kalimat di atas ditemukan eufemisme dalam bentuk frase terombang ambing kehilangan arah, frase terombang ambing kehilangan arah pada kalimat di atas secara tidak langsung dapat berarti kebingungan. Kata kebingungan berasal dari kata bingung ditambah dengan konfiks ke-an. Pada kutipan (13) dalam kalimat di atas ditemukan eufemisme dalam bentuk frase mengkondisikan posisi, frase mengkondisikan posisi dalam kalimat di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa mempertahankan jabatan atau kedudukan. Untuk memperhalus hal tersebut agar tidak terasa disampaikan secara langsung maka digunakan frase mengkondisikan posisi. Pada (14) ditemukan eufemisme dalam bentuk frase koruptor yang dimanjakan, frase koruptor yang dimanjakan dalam kalimat tersebut secara tidak langsung menyatakan perlakuan istimewa terhadap seseorang. Untuk memperhalus ungkapan maka digunakan frase koruptor yang dimanjakan. Eufemisme dalam kutipan (15)
di atas ditemukan dalam bentuk frase yaitu diatur sedemikian rapi, eufemisme tersebut digunakan dalam bentuk yang lebih panjang dan bersifat tidak langsung, frase diatur sedemikian rapi berarti menutupi sesuatu. Sesuai dengan konteksnya, yang ditutupi adalah kasus korupsi yang terjadi di institusi pajak. 4. Satu Kata untuk Menggantikan Satu Kata yang Lain Satu kata untuk menggantikan satu kata yang lain maksudnya penggunaan satu kata dapat menggantikan posisi kata yang lain. (16) Masa lalu, tidak sedikit tokohtokoh atau ulama terkenal dijebloskan ke bui karena mengungkapkan suatu kebenaran. (Riau Pos, 14 Mei 2010) (17) Dalam UU Pemilu Thailand, melarang partai politik menerima sumbangan lebih dari 309.310 dolar AS (Rp2,79 miliar) pertahun, baik dari individu maupun perusahaan. (Riau Pos, 14 April 2010) (18) … dalam penanganan kasus yang melibatkan mantan ketua KPK tersebut. (Riau Pos, 12 Februari 2010) (19) … dan 121 rekannya di Direktoral keberatan dan banding segera dimutasi. (Riau Pos, 10 April 2010) (20) Setelah Sri Mulyani Indrawati lengser, perusahaan Grup Bakrie yang listing di pasar modal mendadak menggeliat. (Riau Pos, 28 Mei 2010) (21) Selain itu, sepuluh atasan Gayus dinonaktifkan… (Riau Pos, 10 April 2010)
Pada kalimat (16) ditemukan ditemukan eufemisme dalam bentuk kata yaitu bui, kata bui tersebut menggantikan kata penjara, sel, rumah tahanan, dan lembaga pemasyarakatan. Jadi, penggunaan kata bui dalam kalimat di atas menggantikan kata lain yang bernilai rasa lebih rendah. Pada kutipan (17) terdapat eufemisme dalam bentuk frase menerima sumbangan, frase digunakan untuk mengganti kata menerima suap atau sogok. Kutipan (18) di atas, ditemukan eufemisme dalam bentuk kata yaitu mantan yang menggantikan kata bekas. Kata mantan dianggap lebih halus dibandingkan dengan bekas. Jadi, penggunaan kata mantan dianggap dapat menggantikan kata bekas. Pada kutipan (19) dalam kalimat di atas, ditemukan eufemisme dalam bentuk kata yaitu dimutasi, kata dimutasi dalam kutipan (19) di atas menggantikan kata dipindahkan. Dalam kutipan (20) di atas, terdapat eufemisme dalam bentuk kata yaitu lengser, kata lengser menggantikan frase turun dari jabatan. Agar penggunaannya lebih halus maka kata lengser dianggap lebih tepat. Bentuk eufemisme pada kutipan (21) yaitu berupa kata dinonaktifkan, kata dinonaktifkan dalam kutipan (21) digunakan untuk menggantikan kata dipecat. Agar terdengar lebih halus maka dipilih kata dinonaktifkan. 1. Fungsi Eufemisme dalam Pesan Politik Tajuk Rencana Surat Kabar Riau Pos Fungsi eufemisme yang digunakan dalam penelitian ini merujuk kepada pendapat Allan yaitu fungsi eufemisme terbagi empat bagian yaitu (a) sapaan dan penamaan, (b) menghindari tabu, (c) menyatakan cara eufemisme digunakan, (d) menyatakan situasi. a. Sapaan dan Penamaan
Yaitu eufemisme yang berfungsi hanya sebagai sapaan dan penamaan terhadap sesuatu atau objek yang dituju. (1) Jika pihak-pihak terkait yang disentil dalam buku ini justru memberi respon negatif, merasa kebakaran jenggot… (Riau Pos, 5 Januari 2010) (2) Ruhut, pengacara dan pemain sinetron, selama ini diindikasikan sebagai orang yang disusupkan untuk menumpulkan kerja Pansus. (Riau Pos, 9 Januari 2010) (3) … dalam penanganan kasus yang melibatkan mantan ketua KPK tersebut. (Riau Pos, 12 Februari 2010) Dari kutipan (1), terlihat adanya fungsi penamaan dan sapaan seperti tampak pada frase pihak-pihak terkait yang disentil yang ditujukan untuk kepada pihak-pihak yang disinggung. Dalam kalimat tersebut yang dimaksud adalah penamaan terhadap Presiden SBY yang dibicarakan dalam buku tersengat Gurita. Jadi, penggunaan eufemisme pihak-pihak terkait yang disentil merupakan sapaan dan penamaan terhadap objek pembicaraan yang dimaksud. Eufemisme dalam kutipan (2) yaitu frase orang yang disusupkan berfungsi sebagai sapaaan, yaitu terhadap Ruhut Sitompul. Hal ini berarti bahwa dalam kalimat tersebut eufemisme menggantikan nama Ruhut Sitompul dengan frase orang yang disusupkan. Kutipan (3) di atas, kata mantan untuk penamaan atau sapaan terhadap ketua KPK. Kata mantan berhubungan langsung dengan orang yang ditujukan dalam kalimat tersebut yaitu ketua KPK. Dalam hal ini kata mantan tidak hanya berfungsi sebagai sapaan tetapi juga penamaan terhadap suatu jabatan. b. Menyatakan Digunakan
Cara
Eufemisme
Adapun kutipan yang menyatakan eufemisme digunakan yaitu. (4) Bisa ditebak, karena Demokrat disinyalir punya peran dalam kasus ini,… (Riau Pos, 9 Januari 2010) (5) Menurut Pengakuan Edo mereka mendapat pesanan untuk mengawasi target bukan untuk melenyapkan target. (Riau Pos, 12 Januari 2010) (6) ..., ternyata di mata Wapres Jusuf Kalla waktu itu adalah hanya dramatisir saja. (Riau Pos, 19 Januari 2010) (7) Dari hasil penulusuran Bareskrim, diketahui aliran dana tersebut terkait dengan pencucian uang Rp400 juta (Riau Pos, 20 Maret 2010) Sebagaimana yang tampak pada kutipan (4) di atas, frase punya peran berfungsi menyatakan cara eufemisme digunakan. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah frase punya peran digunakan untuk menyatakan suatu tindakan atau prilaku dari sekelompok orang, dalam kalimat tersebut yang dituju adalah partai Demokrat, dalam kalimat tersebut penggunaan eufemisme adalah agar orang yang dituju tidak tersinggung. Sama halnya dengan kutipan (4) di atas, kutipan (5) juga terdapat eufemisme yaitu frase mendapat pesanan dan melenyapkan target yang berfungsi menyatakan eufemisme digunakan. Dalam hal ini, eufemisme mendapat pesanan dan melenyapkan target digunakan untuk menggantikan kata yang tidak enak diucapkan dan menghaluskan pernyataan karena menyangkut rahasia sekelompok orang yaitu kata diperintah yang digantikan menjadi mendapat pesanan dan membunuh seseorang yang diganti menjadi melenyapkan terget. Berkaitan dengan hal di atas, yang menjadi rahasia yang ditutupi
adalah mengenai kasus pembunuhan Nazrudin yang diduga ada pihak-pihak tertentu yang terlibat, hal tersebut terbongkar karena kesaksian Susno Duadji yang mengagetkan banyak orang. Eufemisme dalam kutipan (6) di atas, yaitu hanya dramatisir saja berfungsi menyatakan cara eufemisme digunakan. Dalam kalimat tersebut eufemisme digunakan untuk menyatakan suatu hal yang berkaitan dengan permasalahan kasus Bank Century. Sebagaimana yang tampak pada kutipan (7) di atas, frase pencucian uang berfungsi menyatakan cara eufemisme digunakan. Dalam hal ini, frase pencucian uang digunakan untuk menyatakan suatu tindakan atau prilaku dari sekelompok orang yang melakukan korupsi. Dalam kalimat tersebut, penggunaan eufemisme adalah agar orang yang dituju tidak tersinggung. c. Menyatakan Situasi Adapun kutipan yang menyatakan situasi yaitu. (8) Bukannya kukuh pada prinsip kehati-hatian yang menjadi hal mendasar perbankan, pemilik dan jajaran pengelola bank tersebut malah menjalankan operasi banknya seperti money game. (Riau Pos, 29 Januari 2010) (9) Kita semua tentu tidak ingin panggung Pansus itu hanya sebagai panggung sandiwara (Riau Pos, 11 Februari 2010) (10) Pada kasus Nazaruddin Zulkarnaen, walau sudah ada vonis dari majelis hakim, masih terlihat abu-abu… (Riau Pos, 12 Februari 2010) (11) Perseteruan kekuatan kepentingan politik partai-partai besar selalu menemukan jalan buntu. (Riau Pos, 4 Maret 2010) (12) Pasalnya, wakil-wakil rakyat di Senayan sering terombang ambing
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
kehilangan arah. (Riau Pos, 4 Maret 2010) …, republik ini masih jalan di tempat dalam membedakan mana kehendak rakyat dan mana kehendak penguasa. (Riau Pos, 4 Maret 2010) Polemik adanya markus di Mabes Polri yang muncul sekarang menjadi bagian serial kebobrokan aparat hukum. (Riau Pos, 20 Maret 2010) Mega, panggilan akrab Megawati justru mengkondisikan posisi yang tak tergantikan di pucuk pimpinan partai. (Riau Pos, 8 April 2010) Selain itu, sepuluh atasan Gayus dinonaktifkan. (Riau Pos, 10 April 2010) … dan 121 rekannya di Direktoral keberatan dan banding segera dimutasi.(Riau Pos, 10 April 2010) Masa lalu, tidak sedikit tokohtokoh atau ulama terkenal dijebloskan ke bui karena mengungkapkan suatu kebenaran. (Riau Pos, 14 Mei 2010) Setelah Sri Mulyani Indrawati Lengser, perusahaan Grup Bakrie yang listing di pasar modal mendadak menggeliat. (Riau Pos, 28 Mei 2010) Tekanan demi tekanan telah membuat KPK kehilangan taring. (Riau Pos, 11 Juni 2010) Tidak sedikit koruptor yang dimanjakan oleh hakim dengan putusan bebas atau putusan yang sangat ringan. (Riau Pos, 12 April 2010) Sebab, kejahatan yang dilakukan lingkaran orang dalam itu sudah diatur sedemikian rapi sehingga sulit dideteksi orang luar. (Riau Pos, 10 April 2010)
(23) Dalam UU Pemilu Thailand, melarang partai politik menerima sumbangan lebih dari 309.310 dolar AS (Rp2,79 miliar) pertahun, baik dari individu maupun perusahaan. (Riau Pos, 14 April 2010) (24) Mantan orang terkaya di Asia Tenggara itu seakan bebas melakukan aksi korporasi dan akrobat financial yang menguntungkan kelompok usahanya sendiri. (Riau Pos, 28 Mei 2010) Sebagaimana yang tampak pada kutipan (8) di atas, frase seperti money game berfungsi menyatakan situasi. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah untuk menyatakan situasi dari Bank Century. Aliran dana dalam kasus Bank Century dicurigai ada pihak-pihak tertentu yang bergerak di dalamnya untuk mempermainkan dana tersebut. Dapat dipahami bahwa eufemisme yang terdapat dalam kutipan (8) di atas, merupakan frase yang berusaha mendeskipsikan situasi bank Century. Seperti halnya dalam kutipan (8) di atas, kutipan (9) juga terdapat eufemisme yaitu panggung sandiwara. Frase panggung sandiwara menyatakan situasi dari objek yang dituju, dalam hal ini yang dimaksud adalah Pansus angket Bank Century yang diharapkan jangan hanya dijadikan panggung untuk berpura-pura. Untuk mengiaskan hal tersebut maka frase panggung sandiwara dianggap tepat digunakan. Pada kutipan (10) di atas, terdapat eufemisme yaitu masih terlihat abu-abu menyatakan situasi dari kasus pembunuhan Nazaruddin Zulkarnaen. Dalam hal ini, frase masih terlihat abu-abu menyatakan situasi ketidakjelasan akhir dari kasus Nazaruddin Zulkarnaen dari majelis hakim. Kutipan (11) di atas, terdapat eufemisme yaitu frase menemukan jalan
buntu menyatakan suatu situasi. Dalam hal ini, frase menemukan jalan buntu digunakan untuk menyatakan situasi perdebatan partaipartai politik yang tidak menemukan jalan keluar atau penyelesaian. Sebagaimana yang tampak dalam kutipan (12) di atas, eufemisme terombang ambing kehilangan arah menyatakan situasi dari DPR RI yang tidak jelas dalam menyelesaikan permasalahan di negeri ini. Frase terombang ambing kehilangan arah dianggap tepat untuk menyatakan situasi DPR RI yang tidak pernah menunjukkan konsistensi dalam menanggapi berbagai permasalahan. Pada kutipan (13) di atas, terdapat eufemisme masih jalan di tempat menyatakan situasi tidak ada respon dari pemerintah dalam membela suara-suara rakyat. Penggunaan eufemisme masih jalan di tempat dalam kalimat di atas, adalah untuk memperhalus ucapan agar tidak menyinggung, menghina, atau merendahkan seseorang atau sekelompok orang. Dalam kutipan (14) di atas, terdapat eufemisme Polemik menyatakan situasi yang tidak baik dan kacau. Dalam hal ini, eufemisme yang digunakan berfungsi untuk mengurangi atau tidak menyinggung hal-hal yang dianggap menyebabkab terjadinya peristiwa yang tidak menyenangkan. Pada kutipan (15) terdapat eufemisme yaitu justru mengkondisikan posisi yang menyatakan situasi partai PDIP yang masih tetap diketuai oleh Megawati. Dapat dipahami bahwa penggunaan eufemisme dalam kalimat di atas bertujuan untuk menghormati atau menghargai orang lain dalam hal ini adalah Megawati. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa kutipan (16) dapat dipahami bahwa eufemisme sangat berperan dalam kalimat di atas, yaitu untuk menjaga perasaan orang lain, seandainya yang digunakan adalah frase yang digunakan adalah mempertahankan jabatan, maka akan menimbulkan citra negatif.
Eufemisme yang digunakan dalam kutipan (17) adalah dinonaktifkan. Kata tersebut berfungsi menyatakan situasi dari objek pembicaraan yaitu Gayus Tambunan yang telah dipecat dari jabatannya. Pada dasarnya penggunaan eufemisme dinonaktifkan juga bertujuan untuk memperhalus ucapan agar tidak menyinggung, menghina, atau merendahkan seseorang. Kata dinonaktifkan memiliki konotasi yang lebih baik dan terdengar lebih santun jika dibandingkan dengan kata dicopot, dipecat, diberhentikan atau di PHK. Oleh karena itu, kata dinonaktifkan dipilih agar pernyataan lebih halus. Kutipan (19) di atas, terdapat eufemisme Lengser yang menyatakan situasi Sri Mulyani yang tidak lagi menjabat sebaggai menteri keuangan. Penggunaan eufemisme tersebut dianggap lebih halus jika dibandingkan kata turun jabatan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati atau menghargai orang lain. Pada kutipan (19) terdapat eufemisme kehilangan taring yang menyatakan situasi KPK yang kehilangan kewibawaan dan keberanian. Penggunaan frase tersebut bertujuan menghormati atau menghargai orang lain. Pada kutipan (20) terdapat eufemisme kehilangan taring yang menyatakan situasi KPK yang kehilangan kewibawaan dan keberanian. Penggunaan frase tersebut bertujuan menghormati atau menghargai orang lain. Sebagaimana yang tampak dalam kutipan (21) yaitu eufemisme koruptor yang dimanjakan yang menyatakan situasi ketidakadilan jaksa hakim dalam memberantas kasus korupsi. Terbukti banyak koruptor yang diperlakukan istemewa alias dilepaskan dalam kasus korupsi. Penggunaan eufemisme tersebut untuk menghormati atau menghargai orang lain. Kutipan (22) merupakan kalimat yang menggunakan eufemisme yaitu frase diatur sedemikian rapi, yang menyatakan situasi yang ditutupi atau dirahasiakan. Frase diatur
sedemikian rapi bertujuan untuk menutupi sesuatu sekaligus menyindir atau mengkritik dengan halus. Sebagaimana yang tampak dalam kutipan (23) di atas, terdapat eufemisme menerima sumbangan yang menyatakan situasi dari elit politik Thailand yang dihimbau untuk tidak menerima sogokan atau pemberian. Pada kutipan (24) bebas melakukan aksi korporasi dan akrobat financial kursi menyatakan situasi Bank Century yang dijalankan oleh pihakpihak tertentu dengan menganut paham kebebasan menjalankan perusahaan, sehingga hal tersebut dapat menguntungkan sebagian pihak. KESIMPULAN DAN SARAN Pada satu sisi penggunaan eufemisme memang untuk menggantikan ungkapan yang dirasakan kasar, merugikan orang lain bahkan tidak menyenangkan. Pada sisi lain, ungkapan eufemisme dimanfaatkan untuk menyampaikan suatu hal/maksud bahkan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Bentuk-bentuk eufemisme ditemukan dalam pesan politik tajuk rencana surat kabar Riau Pos adalah bentuk (1) ekspresi figuratif, (2) flipansi, (3) sirkumlokusi, (4) dan satu kata untuk menggantikan satu kata yang lain. Dari data yang ditemukan eufemisme yang terdapat dalam pesan politik tajuk rencana surat kabar Riau Pos memang dimanfaatkan untuk memuluskan penyampaian pesan politik, dan sebagian data lagi memang digunakan untuk menggantikan ungkapan yang terasa kasar dan menyinggung pihak lain. Sedangkan eufemisme meliputi: (1) sapaan dan penamaan, (2) menyatakan cara eufemisme diguanakan, dan (3) menyatakan situasi. Dilihat dari fungsi eufemisme, sebagian besar data menunjukkan bahwa pemanfaatan eufemisme untuk menyatakan situasi. Dalam hal ini, eufemisme digunakan sebagai sarana penyampaian pesan politik terkait situasi politik beserta pelakunya. DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Djajasudarma, T. Fatimah. 1997. Analisis Bahasa. Bandung: Humaniora Utama Press. Halliday, M.A.K., dan Hasan, R. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kridalaksana, Harimurti. 2002. Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Krippendorff, Klaus. 1980. Analisis Isi, Pengantar Teori dan Metodologi. Terjemahan oleh Frid Wajidi. 1991. Jakarta: Rajawali Pers. Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahardi, Kunjana. 2003. Bahasa Indonesia dalam Problematika Kekinian.Yogyakarta: Dioma. Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana: Prinsip-prinsip semantik dan pragmatik. Bandung: Yrama Widya. Thomas, Linda. dan Wareing, Shan. 1999. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Terjemahan oleh Sunoto, dkk. 2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.