ENKAPSULASI DOKSORUBISIN DALAM BOVINE SERUM ALBUMIN MENGGUNAKAN METODE DESOLVASI UNTUK PENGANTARAN OBAT TERARAH
ADE DIKA NIGUSRIANA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Enkapsulasi Doksorubisin dalam Bovine Serum Albumin Menggunakan Metode Desolvasi untuk Pengantaran Obat Terarah” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Ade Dika Nigusriana NIM G44110053
ABSTRAK ADE DIKA NIGUSRIANA. Enkapsulasi Doksorubisin dalam Bovine Serum Albumin Menggunakan Metode Desolvasi untuk Pengantaran Obat Terarah. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan GRACE TJUNGIRAI SULUNGBUDI. Enkapsulasi dalam ukuran nanopartikel merupakan salah satu cara untuk menurunkan efek samping doksorubisin. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah desolvasi tetapi metode ini membutuhkan tambahan glutaraldehida dan perlakuan termal sebagai penaut-silang untuk stabilisasi produknya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengenkapsulasi doksorubisin dalam bovine serum albumin (BSA) menggunakan metode desolvasi dengan tambahan glutaraldehida serta perlakuan termal sebagai penaut-silang. Pencirian menggunakan elektroforesis gel poliakrilamida-natrium dodesil sulfat, mikroskop elektron pemayaran, dan mikroskop elektron transmisi mengindikasikan doksorubisin telah tersalut di dalam BSA. Pencirian dengan penganalisis ukuran partikel menunjukkan semua sampel memiliki ukuran nanometer. Evaluasi sampel dalam medium bufer asetat memperlihatkan konsentrasi doksorubisin dilepaskan lebih tinggi dibandingkan dalam medium phosphate buffer saline. Morfologi sampel setelah uji pelepasan menunjukkan perubahan bentuk permukaan akibat terjadinya proses pelepasan doksorubisin. Kata kunci: bovine serum albumin, doksorubisin, desolvasi, glutaraldehida, termal
ABSTRACT ADE DIKA NIGUSRIANA. Encapsulation of Doxorubicin in Bovine Serum Albumin by Desolvation Method as Targeted Drug Delivery. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and GRACE TJUNGIRAI SULUNGBUDI. Encapsulation in nanoparticle size is an effort to reduce side effect of doxorubicin. One of the methods of encapsulation is by desolvation. However, this method requires addition of glutaraldehyde and heat treatment to form cross links to stabilize the products. Therefore, the purpose of this study is to evaluate the encapsulation of doxorubicin in bovine serum albumin (BSA) using desolvation method and to form cross link using glutaraldehyde and heat treatment. Characterization using sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis, scanning electron microscope and transmission electron microscope showed that doxorubicin has been coated in the BSA. Characterization by particle size analyzer showed all encapsulated doxorubicin samples were in nanometer size. The doxorubicin released in acetate buffer medium showed the highest concentration as compared with that in phosphate buffered saline medium. Morphology of the encapsulated samples after drug releasing test showed there was changes in the surface shape which proved the released of doxorubicin. Keywords: bovine serum albumin, doxorubicin, desolvation, glutaraldehyde, thermal
ENKAPSULASI DOKSORUBISIN DALAM BOVINE SERUM ALBUMIN MENGGUNAKAN METODE DESOLVASI UNTUK PENGANTARAN OBAT TERARAH
ADE DIKA NIGUSRIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Segala puji dan rasa syukur Penulis panjatkan atas segala karunia kesehatan dan kemudahan yang dilimpahkan oleh Allah SWT selama proses penyusunan karya ilmiah dengan judul “Enkapsulasi Doksorubisin dalam Bovine Serum Albumin Menggunakan Metode Desolvasi untuk Pengantaran Obat Terarah“. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2015 hingga Juli 2015 di Laboratorium Biomedis, Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju Badan Tenaga Nuklir Nasional, Serpong. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr dr Irma Herawati Suparto, MS dan Dra Grace Tjungirai Sulungbudi, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan doa selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Mujamilah dan Ibu Wildan yang telah banyak memberi saran dan bimbingannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kak Tika dan keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Rasa terima kasih juga disampaikan untuk Agrin, Ditha, Dery, Allif, Ahas, Furqon, Risha dan Lutfi yang telah memberikan semangat, nasihat, dan bantuannya selama penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Ade Dika Nigusriana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Waktu dan Tempat Metode HASIL DAN PEMBAHASAN Enkapsulasi BDG dan BDDP Hasil Massa Molekul Ukuran partikel BDG, BDDTP, BDDP dan Morfologi BDG Efisiensi Enkapsulasi Uji Pelepasan Doksorubisin dan Morfologi BDG, BDDP dan BDDTP SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 2 2 2 3 5 5 6 8 9 9 12 12 12 12 14 21
DAFTAR TABEL 1 Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel 2 Efisiensi enkapsulasi doksorubisin
8 9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Reaksi tautan-silang antar-BSA dengan glutaraldehida Struktur doksorubisin Hasil enkapsulasi doksorubisin dalam BSA Elektroforegram dari beberapa sampel Hasil TEM sampel BDG Konsentrasi doksorubisin yang dilepaskan berbagai sampel terhadap waktu 7 Mikrofotograf sampel dengan perlakuan perendaman dalam beberapa bufer dengan perbesaran 16000x
5 6 6 7 8 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Diagram alir penelitian Hasil Pengukuran konsentrasi BSA-dekstran Hasil penentuan massa molekul sampel Distribusi ukuran partikel 3x ulangan dengan PSA Hasil pengukuran uji pelepasan doksorubisin dengan microplate reader spectrophotometer
14 15 16 18 20
PENDAHULUAN Doksorubisin digunakan secara luas dalam kemoterapi karena mampu menghambat pertumbuhan sel kanker. Doksorubisin merupakan salah satu antibiotik antrasiklin yang digunakan sebagai antikanker. Obat ini banyak digunakan dalam pengobatan berbagai jenis kanker seperti leukemia akut, kanker payudara, kanker pembuluh empedu, kanker tulang dan kanker ovarium (Childs et al. 2002). Namun, penggunaan doksorubisin memiliki beberapa efek samping bagi tubuh seperti gagal jantung kongesif dan kardiotoksik (Minotti et al. 2004). Salah satu faktor penyebab terjadinya efek samping tersebut ialah distribusi doksorubisin di dalam tubuh yang tidak tepat pada sel target (Maeng et al. 2010). Oleh karena itu, sistem pengantaran obat terarah merupakan salah satu upaya yang baik dalam mempertahankan aktivitas antikanker dan mampu mengurangi efek samping doksorubisin. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk pengantaran obat terarah ialah enkapsulasi obat dalam ukuran nanopartikel. Hal tersebut bertujuan agar obat dapat bergerak dalam aliran darah dan meningkatkan efisiensi pengantaran obat ke sel target (Maeng et al. 2010). Oleh karena itu, dibutuhkan penyalut yang memiliki sifat biokompatibel, mampu terbiodegradasi, dan tidak beracun terhadap tubuh. Beberapa penyalut yang dapat digunakan dalam mengenkapsulasi doksorubisin ialah poli(butilsianoakrilat) (PBCA), poli(isoheksilsianoakrilat) (PIH-CA), asam poli(laktatglikol) (PLGA), gelatin, dan bovine serum albumin (BSA) (Dreis et al. 2007). Pada penelitian ini, penyalut yang digunakan ialah BSA. Salah satu kelebihan BSA jika dibandingkan dengan penyalut lain ialah memiliki gugus fungsi (amina dan asam karboksilat) yang mampu dimodifikasi permukaannya untuk pengantaran obat terarah (Wartlick et al. 2004). Beberapa dasawarsa terakhir, doksorubisin terenkapsulasi BSA telah banyak diteliti sebagai sistem pengantaran obat terarah. BSA adalah protein globular yang memiliki massa molekul 66 kDa, 580 residu asam amino, 17 ikatan disulfida, dan 1 gugus tiol bebas. BSA mengandung 3 ranah spesifik untuk interaksi dengan ion logam, lipid, dan nukleotida (Li dan Pang 2009). Selain itu, BSA merupakan pembawa alami yang memiliki interaksi hidrofobik reversibel yang mampu mendistribusikan dan melepaskan molekul obat ke permukaan sel (Hawkins et al. 2008). BSA juga memiliki beberapa kelebihan lain seperti kelimpahan banyak, mudah untuk dimurnikan, dan murah (Elzoghby et al. 2012). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengenkapsulasi doksorubisin dalam BSA ialah desolvasi (Langer et al. 2003), emulsifikasi (Yang et al. 2007), self-assembly (Gong et al. 2009), dan gelatinisasi (Qi et al. 2010). Pada penelitian ini, digunakan metode desolvasi, karena prosesnya yang cepat, mudah, dan murah. Namun, produk enkapsulasi yang dihasilkan tidak stabil dan mudah terdispersi sehingga dibutuhkan perlakuan lebih lanjut. Upaya yang dapat dilakukan antara lain penaut-silang atau perlakuan termal (Mohanta et al. 2012). Chang et al. (2012) melaporkan telah berhasil mengenkapsulasi doksorubisin dalam BSA dengan penaut-silang glutaraldehida. Glutaraldehida merupakan penaut-silang yang umum digunakan untuk protein. Senyawa ini dapat meningkatkan stabilitas produk yang dihasilkan. Mekanisme reaksi yang terjadi
2 adalah terbentuknya basa Schiff pada produk reaksi antara aldehida dengan gugus amina pada rantai protein dan juga pada residu lisin (Mohanta et al. 2012). Deng et al. (2010) telah mengenkapsulasi doksorubisin dalam konjugat BSA-dekstran melalui perlakuan termal. Perlakuan termal akan membuat BSA mengalami gelasi. Gelasi mengakibatkan terjadinya interaksi antar protein pada BSA. Interaksi yang terjadi meliputi ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan elektrostatik. Penelitian ini bertujuan mengenkapsulasi doksorubisin dalam BSA menggunakan metode desolvasi dengan tambahan glutaraldehida dan perlakuan termal sebagai penaut-silang. Sampel dicirikan menggunakan elektroforesis gel poliakrilamida-natrium dodesil sulfat (SDS-PAGE), penganalisis ukuran partikel (PSA), mikroskop elektron pemayaran (SEM), mikroskop elektron transmisi (TEM). Pelepasan doksorubisin dari sampel dievaluasi secara in-vitro dalam larutan phosphate buffered saline (PBS) pH 7.4 dan bufer asetat pH 5 pada selang waktu tertentu dengan mengukur konsentrasi doksorubisin yang dilepaskan menggunakan microplate reader spectrophotometer.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan meliputi peralatan kaca, pengaduk bermagnet, neraca analitik, termometer, oven, sentrifuga JP Selecta, pH-meter, vorteks, SDS-PAGE Mini-protean Tetra Cell BioRad, PSA Zetasizer Nano ZS Malvern, SEM EVO M10 Carl Zeiss, TEM JEM 1400 JEOL, microplate reader spectrophotometer Power Wave HT BIOTEK dan tabung membran dialisis selulosa 10 kDa. Bahan yang digunakan meliputi doksorubisin-HCl (2 mg/mL) dari Sanbe Farma, BSA dari Sigma-Aldrich, PBS pH 7.4, bufer asetat pH 5, dekstran 50 kDa Biochemika, glutaraldehida, air deionisasi, etanol, KBr, bufer tris/glisina/SDS, larutan pewarna commassie brilliant blue R-250, bufer sampel Laemmli, dan any kD mini protein TGX precast gels 10 well.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2015 di Laboratorium Biomedis, Pusat Studi Teknologi Bahan Maju (PSTBM), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Gedung 42 Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan. Analisis instrumen SDS-PAGE, PSA, dan microplate reader spectrophotometer dilaksanakan di Laboratorium Instrumen, PSTBM, ---BATAN, analisis SEM di Laboratorium Forensik, Markas Besar Polisi Republik Indonesia, Jakarta, serta analisis TEM di Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3 Metode Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu enkapsulasi doksorubisin dalam BSA dengan penaut-silang glutaraldehida, penyiapan konjugat BSA-dekstran, enkapsulasi doksorubisin dalam konjugat BSA-dekstran dengan perlakuan termal, dan analisis pelepasan doksorubisin dalam larutan PBS dan bufer asetat. Bagan alir penelitian ini dijelaskan dalam Lampiran 1. Enkapsulasi Doksorubisin dalam BSA dengan Penaut-silang Glutaraldehida (BDG) (Chang et al. 2012) Sebanyak 0.2 g BSA dilarutkan dalam 5 mL air deionisasi, lalu ke dalam larutan tersebut ditambahkan dengan 5 mL doksorubisin-HCl. Larutan diaduk menggunakan pengaduk bermagnet dengan kecepatan 300 rpm selama 2 jam dalam suhu ruang. Larutan kemudian ditambahkan dengan 30 mL etanol, dan laju penambahan 1 mL/menit. Setelah itu, ditambahkan 235 μL glutaraldehida 8% dan diaduk kembali menggunakan pengaduk bermagnet dengan kecepatan 300 rpm selama 24 jam. Preparasi Konjugat BSA-Dekstran (Jung et al. 2006) Sebanyak 0.03 g BSA dan 0.015 g dekstran dilarutkan dalam 10 mL air deionisasi. pH larutan diatur menjadi 8 menggunakan NaOH 0.5 M. Larutan kemudian diliofilisasi, sehingga membentuk padatan. Padatan tersebut dipanaskan dalam oven dengan suhu 60 ºC selama 7 hari di dalam suasana larutan KBr jenuh dengan kelembapan 79%. Padatan kemudian dilarutkan air deionisasi sehingga konsentrasinya menjadi 0.25% (b/v), dan disaring berturut-turut dengan membran berpori 0.45 μm dan dengan membran UM-100 kDa Amicon. Larutan yang telah disaring dianalisis konsentrasinya menggunakan microplate reader spectrophotometer. Enkapsulasi Doksorubisin dalam Konjugat BSA-Dekstran (Deng et al. 2010) Sebanyak 2.804 mL larutan BSA-dekstran dicampurkan dengan 5 mL doksorubisin·HCl, pH larutan diatur menjadi 7.4 menggunakan NaOH 0.1 M. Sampel tersebut dibagi untuk 2 perlakuan, yaitu tanpa perlakuan termal (BDDTP) dan dengan perlakuan termal (BDDP). Sampel BDDP dipanaskan pada suhu 80 ºC selama 18 jam. Setelah itu, kedua sampel disaring menggunakan membran UM-30 kDa Amicon. Pencirian Analisis Massa Molekul. Sampel BDG, BSA-Dekstran, BDDTP pengenceran 4× dan 8×, serta BDDP pengenceran 4× dan 8× dianalisis massa molekulnya menggunakan SDS-PAGE. Uji SDS-PAGE terdiri atas (1) pembuatan running buffer, (2) preparasi sampel, dan (3) proses pemisahan. (1) Campuran 100 mL bufer tris/glisina/SDS dengan 900 mL air deionisasi digunakan sebagai running buffer. (2) Sebanyak 90 μL sampel ditambahkan dengan 30 μL bufer sampel Laemmli (1:3), kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit untuk proses denaturasi dan dikocok menggunakan vorteks selama 10 detik. (3) Proses pemisahan dilakukan pada mini protein TGX precast gels 10 well, yang dirangkaikan pada alat elektroforesis. Running buffer dimasukkan ke dalam
4 rangkaian alat tersebut sampai batas maksimum, lalu sebanyak 10 μL sampel yang telah dipreparasi dimasukkan ke dalam tiap sumur yang ada. Penanda (marker) yang digunakan sebagai standar massa molekul dimasukkan ke dalam salah satu ujung sumur. Pengujian dilakukan pada tegangan 250 volt selama 25 menit. Gel yang telah diuji direndam di dalam shaker selama 3×5 menit menggunakan 50 mL air deionisasi. Sebanyak 50 mL larutan pewarna commassie brilliant blue R-250 ditambahkan untuk merendam kembali gel di dalam shaker selama 1 jam. Setelah itu, gel direndam kembali dalam air deionisasi selama 30 menit. Analisis Ukuran Partikel. Sampel BDG, BDDTP, dan BDDP dianalisis ukuran partikelnya menggunakan PSA. Sebanyak 75 μL sampel dipindahkan ke dalam vial kosong dan bersih dengan menggunakan pipet, lalu dianalisis. Analisis Morfologi. Sampel BDG, BDDTP, dan BDDP dianalisis morfologi permukaannya dengan menggunakan SEM. Sampel didispersikan dalam air deionisasi. Sebanyak 10 μL sampel diteteskan diatas stube yang terlapisi pita karbon. Sampel kemudian disalut dengan Pt-Au. Perbesaran yang digunakan ialah 16 000 kali. Sampel BDG juga dianalisis morfologi kedalamannya menggunakan TEM dengan perbesaran 50 000 kali dan 150 000 kali. Sampel BDG diberikan pewarna asam fosfotungstat. Analisis Efisiensi Enkapsulasi (Deng et al. 2010). Sampel BDG dan BDDP dianalisis efisiensi enkapsulasinya menggunakan microplate reader spectrophotometer. Sampel ditambahkan air deionisasi kemudian disentrifugasi hingga supernatan tidak berwarna. Supernatan kemudian disaring menggunakan membran UM-100 kDa Amicon. Larutan yang telah disaring diukur absorbansnya menggunakan microplate reader spectrophotometer pada panjang gelombang 480 nm. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi doksorubisin dengan bantuan kurva standar. Berdasarkan konsentrasi yang didapatkan dihitung bobot doksorubisin yang terdapat didalamnya. Perhitungan efisiensi enkapsulasi adalah sebagai berikut:
Keterangan: = doksorubisin yang diberikan (g) b = doksorubisin bebas (g) Analisis Pelepasan Doksorubisin (Deng et al. 2010). Sebanyak 500 μL BDG, BDDP, dan BDDTP dimasukkan ke dalam tabung membran dialisis selulosa 10 kDa. Sampel kemudian direndam dalam 24.5 mL larutan bufer asetat pH 5 dan PBS pH 7.4 masing-masing selama 24 jam sambil diaduk menggunakan pengaduk bermagnet pada suhu 37 ºC. Sebanyak 5 mL alikuot larutan bufer diambil pada selang waktu tertentu untuk dianalisis kandungan doksorubisinnya.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Enkapsulasi BDG dan BDDP BDG dipreparasi dengan metode desolvasi menggunakan etanol sebagai bahan pendesolvasinya. Metode ini dipengaruhi oleh bahan pendesolvasi yang ditambahkan, kecepatan pengadukan, suhu, pH, dan kekuatan ion (Mohanta et al. 2012). Bahan utama untuk pembuatan BDG adalah BSA dan doksorubisin. Penambahan glutaraldehida dilakukan untuk membentuk tautan-silang antar-BSA dan pengadukan dilakukan selama 24 jam agar terbentuk nanopartikel yang stabil (Chang et al. 2012). Reaksi tautan-silang antar-BSA melibatkan pembentukan basa Schiff antara gugus amina pada BSA dan gugus karbonil ujung pada glutaraldehida (Gambar 1). Pelarut air deionisasi digunakan untuk meniadakan kandungan ion yang tidak diinginkan. Glutaraldehida
Fragmen BSA NH2 O
Fragmen BSA O
N
H2N
N
Basa Schiff
(Mohanta et al. 2012) Gambar 1 Reaksi tautan-silang antar-BSA dengan glutaraldehida Pembuatan sampel BDDP diawali dengan pembuatan konjugat BSAdekstran. Penambahan dekstran pada BSA mampu menurunkan absorpsi nanopartikel dalam plasma darah. Menurut Jung et al. (2006), nisbah BSA dengan dekstran terbaik adalah 2:1 untuk mendapatkan tingkat efisiensi konjugat yang tinggi. Pengukuran konsentrasi BSA-dekstran disajikan pada Lampiran 2. Konjugat BSA-dekstran dibuat melalui proses liofilisasi untuk menghilangkan air yang terkandung di dalam larutan. Produk yang terbentuk lalu dipanaskan pada suhu 60 ºC agar terbentuk konjugat BSA-dekstran melalui reaksi Maillard. Reaksi Maillard merupakan proses yang alami dan nontoksik yang melibatkan pembentukan basa Schiff antara gugus amina pada BSA dan gugus karbonil ujung pada dekstran. Kemudian konjugat BSA-dekstran yang terbentuk dicampurkan ke dalam doksorubisin dan dipanaskan, sehingga terjadi kembali proses reaksi Maillard. Derajat keasaman larutan diatur agar BSA-dekstran teragregasi, sehingga proses enkapsulasi dapat berlangsung sempurna. Dekstran berfungsi sebagai penambah hidrofilisitas BSA, sehingga mampu meningkatkan interaksi antara BSA dengan doksorubisin (Deng et al. 2010). Struktur doksorubisin ditampilkan pada Gambar 2. Doksorubisin pada pH di atas 4.5 akan bermuatan negatif dan BSA pada pH 7.4 akan bermuatan positif sehingga keduanya akan berikatan secara elektrostatik.
6
(Qi et al. 2010) Gambar 2 Struktur doksorubisin BDG, BDDTP, dan BDDP yang terbentuk endapan berwarna merah pekat (Gambar 3). Endapan tersebut mengindikasikan doksorubisin telah berinteraksi dengan BSA. Interaksi yang terjadi adalah interaksi elektrostatik dan hidrofobik. Ikatan hidrofobik yang terjadi merupakan interaksi antara salah satu lipid pada BSA dengan doksorubisin (Deng et al. 2010).
(b) (c) (a) Gambar 3 Hasil enkapsulasi doksorubisin dalam BSA. Doksorubisin BSA dengan penaut-silang (a), doksorubisin dalam BSA-dekstran dengan perlakuan termal (b), dan doksorubisin dalam BSAdekstran tanpa perlakuan termal (c) Intensitas warna sampel BDG dan BDDP terlihat lebih pekat dibandingkan BDDTP. Perlakuan termal membuat BSA mengalami proses Gelasi. Proses tersebut melibatkan interaksi antar protein itu sendiri. Interaksi yang terjadi ialah interaksi hidrogen, elektrostatik, dan hidrofobik. Gelasi BSA akan mengakibatkan terjadinya tautan-silang antar protein sehingga doksorubisin terenkapsulasi di dalamnya. Dekstran yang mengonjugat BSA akan menambah kestabilan dari produk enkapsulasi yang dihasilkan (Deng et al. 2010).
Hasil Massa Molekul SDS-PAGE merupakan salah satu jenis elektroforesis gel yang digunakan untuk memisahkan berdasarkan muatan dan massa molekul. Jenis gel yang digunakan ialah any kD mini protein TGX precast gel. Protein yang memiliki massa molekul lebih kecil akan bermigrasi lebih cepat daripada protein yang massa molekulnya lebih besar. Massa molekul pada pita protein ditentukan menggunakan persamaan garis linear. Nilai massa molekul standar dilogaritmakan, sedangkan jarak migrasi pita pada media gel diubah menjadi nilai Rf. Hubungan log Mr (sumbu-y) dengan nilai Rf (sumbu-x) dinyatakan dengan persamaan:
7 y = 2.4005
1.6782x
Hasil perhitungan nilai massa molekul disajikan pada Lampiran 3. Hasil SDSPAGE ditampilkan pada Gambar 4. (1)
(2) (3) (4)
(5)
~115 kDa
~65 kDa
(6)
~115 kDa
~65 kDa
(7)
(8)
~115 kDa
~65 kDa ~65 kDa
(9)
(10) 250 kDa 150 kDa 100 kDa 75 kDa 50 kDa 37 kDa
25 kDa 20 kDa 15 kDa 10 kDa ~6 kDa
~6 kDa
~6 kDa
Gambar 4 Elektroforegram dari beberapa sampel. BSA (1), dekstran (2), doksorubisin (3), BDG (4), BSA-Dekstran (5), BDDTP pengenceran 4× (6) dan BDDTP pengenceran 8× (7), BDDP pengenceran 4× (8) dan BDDP pengenceran 8× (9), serta penanda (10) Pada lajur 1 (BSA) tampak sebuah pita tebal berukuran ~65 kDa. Pita tebal tunggal ini mengindikasikan BSA yang digunakan memiliki tingkat kemurnian yang baik. Pada lajur 2 (dekstran) tidak tampak pita, sebab dekstran merupakan polisakarida. Sebuah pita samar yang terdapat pada lajur 3 (doksorubisin) tidak dapat ditentukan massa molekulnya karena tidak segaris dengan pita-pita standar. Pita tebal pada lajur 5 (BSA-dekstran) dengan ukuran ~65 kDa diduga berasal dari BSA. Selain itu, terlihat pita lebar pudar di atas 65 kDa yang tidak dapat ditentukan massa molekulnya karena berada di luar cakupan persamaan regersi linear. Pita lebar tersebut mengindikasikan telah terbentuknya BSA-dekstran melalui reaksi Maillard (Deng et al. 2010). Lajur 6 dan 7 (BDDTP) memperlihatkan pita tumpang tindih antara doksorubisin dan BSA-dekstran secara terpisah. Hal ini mengindikasikan doksorubisin dan BSA-dekstran tidak terikat dengan baik. Sementara pada lajur 8 (BDDP pengenceran 4×) dan lajur 9 (BDDP pengenceran 8×) tidak terlihat pita. Struktur permukaan BDDP diduga dipenuhi dengan dekstran maka tidak muncul pita pada lajur tersebut. Lajur 4 (BDG) juga tidak telihat pita yang terbentuk. Hal ini kemungkinan karena massa molekul yang dihasilkan telalu besar sehingga tidak dapat melalui gelnya.
8 Ukuran partikel BDG, BDDTP, BDDP dan Morfologi BDG Ukuran partikel sampel diukur menggunakan particle size analyzer (PSA). Sampel didispersikan dalam medium air deionisasi dan membentuk koloid. Lampiran 4 menunjukkan hasil pengukuran ukuran partikel dengan menggunakan PSA. Ukuran partikel sampel BDDTP merupakan kontrol tanpa perlakuan penautsilang. Sampel BDDTP memilki ukuran partikel lebih besar dibandingkan dengan ukuran partikel BDG dan BDDP (Tabel 1). Tabel 1 Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel Indeks Polidispersitas Nama Sampel Rerata Diameter (nm) BDG BDDP BDDTP
210.4 183.4 2494
1 0.251 0.099
Penambahan glutaraldehida dan perlakuan termal mengakibatkan ukuran partikel sampel menjadi lebih kecil. Hal ini mengindikasikan proses tautan-silang yang terjadi memberikan efek penurunan ukuran partikel yang terbentuk (Qi et al. 2010). Chang et al. (2012) melaporkan sampel BDG yang diukur menggunakan PSA menghasilkan ukuran partikel sebesar 341.6 nm sedangkan, Deng et al. (2010) melaporkan sampel BDDP yang dihasilkan memiliki ukuran partikel sebesar 158 nm. Ukuran BDG dan BDDP pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran partikel dari kedua penelitian diatas. Sampel BDG menunjukkan nilai indeks polidispersitas (IPd) lebih besar dibandingkan dengan sampel BDDTP dan BDDP. Nilai IPd menunjukkan distribusi ukuran partikel. Sampel dengan nilai IPd lebih dari 0.7 memiliki distribusi ukuran yang sangat tidak seragam (polidispersif) dan tidak cocok diukur menggunakan teknik dynamic light scattering (DLS) pada PSA (Malvern 2011). Morfologi sampel BDG dianalisis menggunakan TEM. Sampel yang dianalisis menggunakan TEM adalah sampel BDG. Hasil analisis TEM sampel BDG menunjukkan sampel berbentuk bola, teraglomerasi, dan doksorubisin telah terenkapsulasi di dalam BSA (Gambar 5). Warna gelap menunjukkan BSA dan BSA doksorubisin
(a)
(b)
(c)
Gambar 5 Hasil TEM sampel BDG. Skala 500 nm (a), 200 nm (b), dan 100 nm (c) warna terang ialah doksorubisin. Ikatan antar-BSA yang bertaut-silang dengan glutaraldehida diduga membentuk bola. Aglomerasi terjadi diduga akibat terbentuknya ikatan kovalen antarbola BDG yang bertaut-silang. Penambahan
9 glutaraldehida dan pengadukan yang tidak tepat diduga penyebab terjadinya aglomerasi (Mohanta et al. 2012).
Efisiensi Enkapsulasi Efisiensi enkapsulasi merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan proses enkapsulasi. Parameter ini menunjukkan persentase senyawa aktif yang berhasil dienkapsulasi (Maharini 2011). Efisiensi enkapsulasi BDDP lebih besar dibandingkan dengan BDG (Tabel 2). Hal ini diduga karena penambahan konjugat dekstran dapat meningkatkan efisiensi enkapsulasi. Selain itu, Proses enkapsulasi dengan perlakuan termal lebih mudah dilakukan sehingga efisiensi enkapsulasi yang dihasilkan lebih tinggi (Deng et al. 2010). Teknik penambahan glutaraldehida yang terbaik dan kecepatan pengadukan yang tinggi juga akan memengaruhi produk yang dihasilkan (Mohanta et al. 2012). Tabel 2 Efisiensi enkapsulasi doksorubisin Sampel BDG BDDP
Efisiensi Enkapsulasi (%) 50.05 96.59
Hasil efisiensi enkapsulasi dengan BSA yang dilaporkan Chang et al. (2012) ialah 58.1%, sedangkan Deng et al. (2010) melaporkan efisiensi enkapsulasi sampel BDDP sebesar 96.8%. Hasil efisiensi enkapsulasi tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran pada penelitian ini.
Uji Pelepasan Doksorubisin dan Morfologi BDG, BDDP dan BDDTP Sampel BDG, BDDP dan BDDTP yang telah dibuat diuji pelepasan doksorubisin secara in vitro dalam medium bufer asetat pH 5 dan PBS pH 7.4 yang ditunjukkan pada Gambar 6.
10 4
Konsentrasi (ppm)
(ii) 3
(i)
2 1
0
5
10
15
20
(a)
Konsentrasi (ppm)
3.5 3.0
(ii) (i)
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0
5
10
15
20
(b) Konsentrasi (ppm)
40
(ii)
30 20
(i) 10
0
5
10 15 Waktu (jam)
20
(c) Gambar 6 Konsentrasi doksorubisin yang dilepaskan berbagai sampel terhadap waktu. BDG (a), BDDP (b), dan BDDTP (c), dan perendaman pada PBS (i) dan bufer asetat (ii) Konsentrasi doksorubisin yang dilepaskan oleh BDDP dan BDG lebih kecil dibandingkan dengan BDDTP. Hal ini disebabkan oleh proses penautan-silang menggunakan glutaraldehida dan perlakuan termal dapat menyebabkan doksorubisin terlepaskan secara perlahan (slow releasing) (Deng et al. 2010). Konsentrasi doksorubisin yang terlepaskan lebih cepat pada bufer asetat pH 5 dibandingkan dengan PBS pH 7.4. Hal ini terjadi diakibatkan oleh sifat kelarutan doksorubisin yang tinggi sehingga terjadi penurunan interaksi hidrofobik dan juga penolakan elektrostatik antara BSA dengan doksorubisin (Qi et al. 2010). Untuk memastikan sampel yang terbentuk telah mengalami pelepasan doksorubisin, sampel dianalisis morfologi permukaannya menggunakan SEM.
11 Permukaan BDG berbentuk bola, tidak homogen dan teraglomerasi (Gambar 7a). Aglomerasi ini merupakan efek dari penambahan glutaraldehida yang kurang baik (Mohanta et al. 2012). Permukaan BDDP yang dihasilkan terdiri dari lapisanlapisan mengerut, kasar dan tidak beraturan (Gambar 7d). Lapisan terluar BDDP diduga adalah konjugat dekstran (Deng et al. 2010). Permukaan BDDTP terlihat terdiri atas lapisan-lapisan halus dan tidak beragam (Gambar 7g). Permukaan BDG dan BDDP terlihat lebih kuat dibandingkan dengan BDDTP. Hal ini menjelaskan sifat rapuh BDDTP yang dihasilkan sehingga proses pelepasan doksorubisin dapat terjadi lebih cepat.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
Gambar 7 Mikrofotograf sampel dengan perlakuan perendaman dalam beberapa bufer dengan perbesaran 16000x. BDG (a), BDG setelah uji pelepasan doksorubisin dalam PBS (b), BDG setelah uji pelepasan doksorubisin dalam bufer asetat (c), BDDP (d), BDDP setelah uji pelepasan doksorubisin dalam PBS (e), BDDP setelah uji pelepasan doksorubisin dalam bufer asetat (f), BDDTP (g), BDDTP setelah uji pelepasan doksorubisin dalam PBS (h), dan BDDTP setelah uji pelepasan doksorubisin dalam bufer asetat (i) Permukaan BDG, BDDP dan BDDTP setelah uji pelepasan pada medium PBS pH 7.4 dan bufer asetat mengalami perubahan bentuk. Permukaan ketiga sampel terlihat lebih berubah secara signifikan pada medium bufer asetat pH 5 dibandingkan pada medium PBS pH 7.4. Fenomena tersebut berkorelasi dengan hasil konsentrasi pelepasan doksorubisin pada bufer asetat pH 5. Permukaan BDG, BDDP dan BDDTP setelah uji pelepasan pada medium PBS terlihat permukaan semakin mengembang dan terbentuknya tonjolan halus sedangkan pada medium bufer asetat terlihat ada lubang pada permukaan BDDP. Proses mengembang dan berlubang ini membuktikan doksorubisin terlepas melalui pori-pori dan celahcelah yang terbentuk selama proses degradasi (Yeo dan Park 2004).
12
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Enkapsulasi doksorubisin dalam BSA menggunakan metode desolvasi dan penambahan penaut-silang glutaraldehida serta perlakuan termal sebagai penautsilang telah berhasil dilakukan. Hasil SDS-PAGE, TEM dan SEM menunjukkan doksorubisin telah tersalut di dalam BSA. Hasil PSA menunjukkan sampel yang terbentuk dalam ukuran nanometer. Evaluasi sampel dalam medium bufer asetat menunjukkan konsentrasi doksorubisin dilepaskan tertinggi dibandingkan dalam medium PBS. Morfologi sampel setelah uji pelepasan menunjukkan perubahan bentuk permukaan akibat terjadinya proses pelepasan doksorubsin. Saran Perlu dilakukan optimasi metode enkapsulasi doksorubisin dalam BSA. Analisis menggunakan spektrofotometer IR perlu dilakukan untuk mengetahui ikatan yang terbentuk. Pengujian in vitro seperti sitotoksisitas dan fototoksiksitas perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh toksiksisitas dari sampel.
DAFTAR PUSTAKA Chang JE, Shim WS, Yang SG, Kwak EY, Chong S, Kim DD, Chung SJ, Shim CK. 2012. Liver cancer targeting of doxorubicin with reduced distribution to the heart using hematoporphyrin-modified albumin nanoparticles in rats. Pharm Res. 29:795-805. doi: 10.1007/s11095-011-0603-6. Childs AC, Phaneuf SL, Dirks AJ, Phillips T, Leeuwenburgh C. 2002. Doxorubicin treatment in vivo causes cytochrome c release and cardiomyocyte apoptosis, as well as increased mitochondrial efficiency, superoxide dismutase activity, and Bcl-2:Bax ratio. Cancer Res. 62(16): 4592-4598. Deng W, Li J, Yao P, He F, Huang C. 2010. Green preparation process, characterization and antitumor effects of doxorubicin-BSA-dextran nanoparticles. Macromol Biosci. 10:1224-1234. doi: 10.1002/mabi. 2010001-25. Dreis S, Rothweiler F, Michaelis M, Cinatl JJ, Kreuter J, Langer K. 2007. Preparation, characterization and maintenance of drug efficacy of doxorubicin-loaded human serum albumin (HSA) nanoparticles. Int J Pharm. 341:207-214. doi: 10.1016/j.ijpharm.2007.03.036. Elzoghby AO, Samy WM, Elgindy NA. 2012. Albumin-based nanoparticles as potential controlled release drug delivery systems. J Controlled Release. 157(2):168-182. doi: 10.1016/j.jconrel.2011.07.031 Gong J, Huo MR, Zhou JP, Zhang Y, Peng XL, Yu D, Zhang H, Li J. 2009. Synthesis, characterization, drug-loading capacity and safety of novel octyl
13 modified serum albumin micelles. Int J Pharm. 376(1-2):161-168. doi: 10. 1016/j.ijpharm.2009.04.033. Hawkins MJ, Shiong PS, Desai N. 2008. Protein nanoparticles as drug carriers in clinical medicine. Adv Drug Delivery Rev. 60:876-885. doi: 10. 1016/j.addr.2007.08.044. Jung SH, Choi SJ, Kim HJ, Moon TW. 2006. Molecular characteristics of bovine serum albumin-dextran conjugates. Biosci Biotechnol Biochem. 70(9):20642070. doi: 10.1271/bbb.60026. Langer K, Balthasar S, Vogel V, Dinauer N, von Briesen H, Schubert D. 2003. Optimization of the preparation process for human serum albumin (HSA) nanoparticles. Int J Pharm. 257(1-2):169-180. doi: 10.1016/S0378-5173(03)00134-0. Li J, Pang Y. 2009. Self-assembly of ibuprofen and bovine serum albumindextran conjugates leading to effective loading of the drug. Langmuir. 25(11):6385-6391. doi: 10.1021/la804288u. Maeng JH, Lee DH, Jung KH, Bae YH, Park IS, Jeong S, Jeon YS, Shim CK, Kim J, Lee J et al. 2010. Multifunctional doxorubicin loaded superparamagnetic iron oxide nanoparticles for chemotherapy and magnetic resonance imaging in liver cancer. J Biomaterials. 31:4995-5006. doi: 10.1016/j.bio-materials.2010.02.068. Maharini P. 2011. Pelepasan ibuprofen dari mikrokapsul tersalut polipaduan o ( m t t d o (ε-kaprolakton) secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Malvern. 2011. A Guidebook to Particle Size Analysis. Irvine (USA): Horiba Instrument. Minotti G, Menna P, Salvatorelli E, Cairo G, dan Gianni L. 2004. Anthracyclines: molecular advances and pharmacologic developments in antitumor activity and cardiotoxicity. Pharmacol Rev. 56(2): 185-229. doi: 10.1124/pr.56.2.6 Mohanta V, Madras G, Patil S. 2012. Layer-by-layer assembled thin film of albumin nanoparticles for delivery of doxorubicin. J Phys Chem. 116: 53335341. doi: org/10.1021/jp209479n. Qi J, Yao P, He F, Yu C, dan Huang C. 2010. Nanoparticles with dextran/chitosan shell and BSA/chitosan core-doxorubicin loading and delivery. Int J Pharm. 393:176-184. doi: 10.1016/j.ijpharm.2010.03. 063. Wartlick H, Michaelis K, Balthasar S, Strebhardt K, Kreuter J, Langer K. 2004. Highly specific HER2-mediated cellular uptake of antibody-modified nanoparticles in tumour cells. J Drug Target. 12(7): 461-471. doi: 10.1080/ 10611860400010697. Yang L, Cui F, Cun DM, Tao A, Shi K, Lin WH. 2007. Preparation, characterization and biodistribution of the lactone form of 10hydroxycamptothecin (HCPT)-loaded bovine serum albumin (BSA) nanoparticles. Int J Pharm. 340(1-2):163-172. doi: 10.1016/j.ijpharm. 2007. 03.028. Yeo Y, Park K. 2004. Control of encapsulation efficiency and initial burst in polymeric microparticle system. Arch Pharml Res. 27(1):1-12.
14 Lampiran 1 Diagram alir penelitian BSA Dekstran Konjugat BSA-dekstran
BSA Doksorubisin
Doksorubisin BSA+Doksorubisin Doksorubisin +konjugat BSAdekstran
Etanol Endapan BSA doksorubisin
Termal
Glutaraldehida BSA doksorubisin dengan penaut-silang glutaradehida
Konjugat BSAdekstran. Doksorubisin tanpa perlakuan termal
Konjugat BSAdekstran doksorubisin dengan perlakuan termal
Pencirian enkapsulasi doksorubisin dalam BSA: Analisis massa molekul (SDS-PAGE), analisis ukuran (PSA), analisis morfologi (TEM & SEM)
Efisiensi Enkapsulasi
Analisis uji pelepasan doksorubisin
15 Lampiran 2 Hasil Pengukuran konsentrasi BSA-dekstran
Absorbans
y = 0.000923x + 0.0073 R2= 0.998
Konsentrasi (μg/mL) Standar 1 2 3 4 5 6
Ko
Absorbans 0.014 0.119 0.255 0.492 0.680 0.930
tr (μg/mL) 6.830 121.024 268.841 524.531 729.192 999.581
Persamaan linear: y = 0.000923x + 0.0073 Ulangan
Absorbans
1 2 3
0.212 0.215 0.212
Faktor Pengenceran 32 32 32
Konsentrasi (mg/mL) 7.096 7.200 7.096
Contoh perhitungan konsentrasi BSA-dekstran ulangan 1:
Persamaan linear: y = 0.000923x + 0.0073 Absorbans = 0.000923(Konsentrasi) + 0.0073
Konsentrasi
or . - .
- .
. .
= 221.748
tor
g
r
32 = 7.096 (mg/mL)
16 Lampiran 3 Hasil penentuan massa molekul sampel 3 y = -1.6782x + 2.4005 R² = 0.9633
2.5
log Mr
2 1.5 1
0.5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Rf Mr Standar (kDa) 10 15 20 25 37 50 75 100 150 250
Jarak migrasi 7.4 6.45 5.55 4.95 3.8 3.15 2.25 1.75 1.25 1
Panjang lintasan 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5
Rf 0.87 0.76 0.65 0.58 0.45 0.37 0.26 0.21 0.15 0.12
Persamaan linear: y = -1.6782x + 2.4005 Sampel 1 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 7
Rf 0.34 0.34 0.19 0.08 0.94 0.34 0.19 0.08 0.96 0.34 0.19 0.08
Log Mr 1.82 1.82 2.06 2.25 0.83 1.82 2.06 2.25 0.79 1.82 2.06 2.25
Mr (kDa) 65.97 65.97 115.35 176.39 6.75 65.97 115.35 176.39 6.17 65.97 115.35 176.39
log Mr standar 1.00 1.18 1.30 1.40 1.57 1.70 1.87 2.00 2.18 2.40
17 Lampiran 3 (lanjutan) Contoh perhitungan massa molekul jalur 1 (BSA):
Persamaan linear: y = -1.6782x + 2.4005 Log BM = -1.6782 (Rf) + 2.4005 Log BM = -1.6782 (0.34) + 2.4005 = 1.82 BM = 10^1.82 = 65.97 kDa
18 Lampiran 4 Distribusi ukuran partikel 3x ulangan dengan PSA Distribusi ukuran partikel doksorubisin
Distribusi ukuran partikel BSA
Distribusi ukuran partikel BSA-dekstran
19 Lampiran 4 (lanjutan) Distribusi ukuran partikel BDDTP
Distribusi ukuran partikel BDDP
Distribusi ukuran partikel BDG
20 Lampiran 5 Hasil pengukuran uji pelepasan doksorubisin dengan microplate reader spectrophotometer
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada 27 Agustus 1993 dari ayah Carna Gunawan dan Ibu Ipah. Penulis merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 85 Jakarta pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama pula penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasioanal (SNMPTN) Undangan dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis terpilih menjadi asisten praktikum Kimia TPB 2014-2015. Penulis aktif dalam program kepanitiaan di antaranya sebagai ketua divisi logistik dan transportasi (logtrans) pada acara Pesta Sains Nasional pada tahun 2013 dan 2014, ketua logtrans pada acara Seminar Nasional Teknologi Kimia Aplikatif pada tahun 2012, ketua divisi logtrans pada acara Pekan Olahraga Kimia pada tahun 2013, staff divisi logtrans pada acara International Scholarship and Education Expo pada tahun 2013, staff divisi logtrans pada acara Olimpiade Mahasiswa IPB pada tahun 2014. Penulis juga berkesempatan melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Pangan, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan judul Penetapan Kadar Formaldehida Termigrasi dari Peralatan Pangan secara Spektrofotometri dengan Pereaksi Hantzsch.