Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kV Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP Augusta Wibi Ardikta– 2205100094 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111
Abstrak : Penyaluran daya listrik dengan saluran distribusi tegangan menengah kemungkinan melalui daerah dengan potensi sambaran petir yang cukup tinggi sehingga dapat mengalami gangguan akibat sambaran petir. Ada berbagai macam sambaran petir, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Pada sambaran tidak langsung petir akan menginduksi jaringan distribusi tegangan menengah sehingga mengakibatkan tegangan lebih pada jaringan. Pada tugas akhir ini akan membahas simulasi dan pemodelan konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah 20 kV terhadap performa perlindungan petir dengan simulasi ATP-EMTP. Hasil simulasi dibandingkan dengan Teori Rusck. Pada kasus ini akan diambil contoh penyulang Darmo Harapan yang merupakan salah satu penyulang yang berada dalam wilayah UPJ Darmo Permai di Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Surabaya Selatan. Hasil simulasi ATP menunjukkan bahwa arus puncak petir, posisi sambaran petir serta waktu tegangan impuls petir berpengaruh terhadap besarnya tegangan induksi yang ditimbulkan oleh sambaran petir tersebut. Kata kunci: Saluran Distribusi Tegangan Menengah, Tegangan Induksi Petir, ATP-EMTP I.
saluran distribusi tegangan menengah. Oleh karena itu, pemodelan nilai tegangan puncak induksi petir pada saluran distribusi tegangan menengah bertujuan untuk meningkatkan upaya perlindungan saluran distribusi terhadap adanya gangguan berupa tegangan lebih. II. 2.1
SISTEM DISTRIBUSI DAN FENOMENA PETIR Saluran Distribusi Sistem distribusi dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu: 1. Distribusi Primer 1.1 Sistem Loop 1.2 Sistem Radial 1.3 Sistem Mesh 1.4 Sistem Spindel 2. Distribusi Sekunder Saluran distribusi primer (tegangan menengah) menghubungkan antara gardu induk dengan saluran distribusi sekunder (tegangan rendah). Dari distribusi sekunder listrik disuplai ke konsumen. Atau bisa saja distribusi primer mensuplai langsung ke konsumen yang biasanya berupa industri. Saluran distribusi primer mempunyai rating tegangan 20 kV. Sedangkan distribusi sekunder mempunyai rating 380/220 V. Tipe jaringan distribusi primer yang sering digunakan adalah topologi radial.
PENDAHULUAN 2.2
Letak negara Indonesia yang berada pada daerah tropis, memiliki tingkat sambaran petir yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara subtropis. Pada saluran distribusi yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir cukup tinggi maka probabilitas terkena sambaran petir akan cukup besar. Sambaran petir pada saluran distribusi tegangan menengah menyebabkan tegangan induksi pada saluran. Tegangan induksi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan lebih pada saluran yang dapat membahayakan isolator pada saluran, serta peralatan-peralatan listrik lainnya. Masalah yang bisa ditimbulkan oleh tegangan lebih akibat induksi petir sangat kompleks. Dengan menggunakan teori simulasi perangkat lunak EMTP (ElectroMagnetic Transient Program) akan didapatkan besarnya tegangan lebih akibat induksi petir pada
Petir Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan tanah. Indonesia terletak di negara tropis yang sangat panas dan lembab. Kedua faktor ini sangat penting dalam pembentukan awan Cumulonimbus (Cb) penghasil petir. Petir atau kilat yang menyambar saluran distribusi tegangan menengah dibedakan menjadi dua macam menurut terjadinya sambaran, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Saluran distribusi tegangan menengah mempunyai ketinggian tiang yang lebih rendah daripada saluran transmisi sehingga sambaran petir akibat induksi lebih sering terjadi daripada sambaran petir langsung. 2.2.1 Sambaran Langsung Yang dimaksud dengan sambaran langsung adalah apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
1
saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada waktu kilat menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar dapat membahayakan peralatan-peralatan yang ada pada saluran. Makin tinggi tegangan sistem serta tinggi tiangnya, makin banyak pula jumlah sambaran petir ke saluran itu. 2.2.2 Sambaran Tidak Langsung (Sambaran Induksi) Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi merupakan sambaran di titik lain yang letaknya jauh tetapi obyek terkena pengaruh dari sambaran sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada obyek tersebut. Sambaran induksi dapat terjadi bila awan petir ada diatas peralatan yang berisolasi. Awan ini akan menginduksikan muatan listrik dalam jumlah besar dengan polaritas yang berlawanan dengan awan petir itu. Hal ini akan menimbulkan muatan terikat. Bila terjadi pelepasan muatan dari awan petir itu, maka muatan terikat itu kembali bebas dan menjadi gelombang berjalan. Hal inilah yang disebut dengan fenomena transien pada saluran dengan kata lain bila terdapat sebuah petir yang menyambar ke tanah di dekat saluran maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis di kanal petir. Akibat dari kejadian ini akan timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada sisi kawat saluran distribusi yang berada di dekat sambaran terjadi. III. SAMBARAN PETIR TIDAK LANGSUNG PADA SALURAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH Dalam kasus sambaran petir, kerusakan struktur/konstruksi disebabkan oleh muatan arus yang kuat dalam tanah yang bergantung besarnya medan listrik dan medan magnet yang ada pada lokasi tersebut. Tegangan induksi yang terjadi merupakan tegangan akibat adanya fenomena kopling. Diasumsikan bahwa menara atau tiang distribusi berada pada sumbu y positif berupa suatu penghantar tegak lurus dengan bidang x. Arus petir diasumsikan menyambar pada menara distribusi atau pada kawat tanah dari saluran distribusi tersebut. Tegangan induksi yang terjadi adalah akibat medan magnetik dan medan listrik akibat arus petir yang mengalir pada menara distribusi menuju ke pentanahan..
Gambar 1 Spesifikasi Gelombang Berjalan
Sampai saat ini sebab – sebab dari gelombang berjalan yang diketahui adalah: a. sambaran kilat secara langsung pada kawat b. sambaran kilat tidak langsung pada kawat induksi c. operasi pemutusan (switching operations) d. busur tanah (arcing grounds) Bentuk umum suatu gelombang berjalan dari sambaran petir tak langsung digambarkan sebagai berikut: Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan : a. Puncak (crest) gelombang, E (kV) yaitu amplitudo maksimum dari gelombang. b. Waktu muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam praktek ini diambil 10%E sampai 90%E, seperti terlihat pada Gambar 2.7. c. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak. d. Waktu ekor gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor gelombang. e. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negatif Untuk mendapatkan besarnya tegangan puncak dari tegangan induksi petir dapat digunakan persamaan Teori Rusck:
Z0 I0h 1 d
Vmax
1 2
1 1 0.5
2
dengan
Z0 Vmax Z0 I0 d h β µ0 ε0
1 4
0
30
0
= tegangan puncak induksi petir (Volt) = impedansi pada ruang hampa (ohm) = arus puncak petir (kA) = jarak antar tiang distribusi (m) = tinggi tiang distribusi (m) = rasio antara kecepatan sambaran balik dan kecepatan cahaya = permeabilitas magnet ruang hampa (1.26 x 10-6 H/m) = permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12 F/m)
Kecepatan sambaran balik berkisar antara 2,9.107 sampai 24.107 m/s. Sedangkan besarnya kecepatan cahaya adalah 3.108 m/s. Jadi besarnya nilai β berkisar antara 0,1 0,8. Pada tugas akhir ini, nilai β diasumsikan sebesar 0,8. Pada tugas akhir ini ada parameter yang ditetapkan yaitu tinggi menara (33 meter), kecepatan cahaya (3x10 8 m/s) dan jarak kawat dengan sambaran kilat (30 m). Sedangkan parameter lainnya merupakan variabel berubah yang digunakan pada simulasi. Pada Tugas Akhir kali ini data diambil dari Penyulang Darmo Harapan yang berada dalam wilayah Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) Darmo Permai di bawah pengawasan dari PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Surabaya Selatan.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
2
Gambar 2 Single Line Diagram Penyulang Darmo Harapan IV. SIMULASI DAN ANALISA TEGANGAN INDUKSI AKIBAT SAMBARAN PETIR MENGGUNAKAN ATP/EMTP Pada tugas akhir ini disimulasikan petir akan menyambar di dekat menara saluran distribusi tegangan menengah. Peristiwa ini akan menyebabkan induksi pada saluran. Pemodelan menggunakan ATP-EMTP digunakan untuk mengetahui seberapa besar tegangan induksi yang mengalir sepanjang saluran. Perlu diketahui saluran tegangan menengah yang akan disimulasikan mencakup jaringan distribusi saluran udara tegangan menengah hingga transformator distribusi. Berikut ini adalah single line diagram yang disimulasikan dalam ATP/EMTP dan parameter dari trafo distribusi. Tabel 1 Parameter Trafo Distribusi Nama Jenis Elemen Nilai Elemen R Tahanan 500 Ohm R_1 Tahanan 558.5405 Ohm R_2 Tahanan 3822.4695 Ohm R_3 Tahanan 1 mikro Ohm R_4 Tahanan 50 Ohm R_5 Tahanan 3000 Ohm C_1 Kapasitor 0.0211 mikro Farad C_2 Kapasitor 0.00303 mikro Farad C_3 Kapasitor 0.0051 mikro Farad C_4 Kapasitor 0.0001389 mikro Farad C_5 Kapasitor 0.0004221 mikro Farad C_6 Kapasitor 0.0001915 mikro Farad L_1 Induktor 0.00856 mili Henry L_2 Induktor 0.0046 mili Henry L_3 Induktor 0.036897 mili Henry L_4 Induktor 0.068493 mili Henry
Gambar 3 Pemodelan Sistem pada ATP/EMTP Model dari arus petir yang digunakan adalah tipe Heidler. Pada simulasi kali ini waktu tegangan impuls yang digunakan adalah 1/60 µs. Seperti ditunjukkan Gambar 3 penyulang dimisalkan sepanjang 2500 m dibagi menjadi lima subsection (A, B, C, D, E) dengan lima beban yang berbeda dimana antar setiap subsection memiliki panjang masing masing-masing 500 m. 4.1 Pengaruh Arus Puncak Petir Terhadap Tegangan Puncak Induksi Petir Arus puncak petir yang memiliki probabilitas tertinggi pada sambaran petir berkisar antara 20-120 kA. Nilai inilah yang digunakan acuan untuk variabel yang digunakan pada simulasi ATP-EMTP. Sedangkan untuk parameter lain yaitu tinggi menara 33 meter, dan jarak sambaran 500 meter. Nilai tegangan induksi yang ditunjukkan pada hasil simulasi ATP-EMTP dibandingkan dengan hasil perhitungan teori yang dikemukakan oleh Rusck.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Tabel 2 Nilai Tegangan Lebih Akibat Induksi Petir Berdasarkan Arus Puncak Petir Arus Tegangan Induksi (kV) Error Puncak (%) Teori Rusck Simulasi Petir ATP-EMTP (kA) 20 66.816 43.495 34.9033 50 167.040 288.74 72.8568 75 250.561 382.95 52.83703 90 300.673 477.7 58.87692 100 334.081 525.29 57.23432 120 400.897 649.1 61.91191
3
Dari perbandingan antara hasil perhitungan Teori Rusck dan hasil simulasi ATP-EMTP ada error yang cukup besar, terutama pada arus besar. Hal ini karena Teori Rusck tidak mengikutsertakan parameter-parameter yang ada dalam model trafo distribusi.
Dari perbandingan antara hasil perhitungan Teori Rusck dan hasil simulasi ATP-EMTP ada error yang cukup besar, terutama pada jarak yang semakin jauh. Hal ini karena Teori Rusck tidak mengikutsertakan parameter-parameter yang ada dalam model trafo distribusi.
Gambar 4 Grafik Perbandingan Tegangan Induksi Teori Rusck dan Simulasi ATP-EMTP Berdasarkan Arus Puncak Petir
Gambar 5 Grafik Perbandingan Tegangan Induksi Menurut Teori Rusck dan Simulasi ATP-EMTP Berdasarkan Letak Sambaran Petir
Dari grafik tersebut dapat diketahui tegangan induksi terendah pada saat arus puncak petir 20 kA yaitu. Sedangkan nilai tegangan induksi tertinggi pada ketika arus puncak petir 120 kA. Hubungan antara arus puncak petir dan tegangan puncak induksi adalah berbanding lurus. Semakin kecil arus puncak petir, maka semakin rendah tegangan induksinya. Sebaliknya, semakin besar arus puncak petir maka semakin tinggi nilai tegangan induksinya
Dari Gambar 5, terlihat bahwa nilai tegangan puncak induksi petir terkecil terjadi saat petir menyambar tiang A (2500 meter). Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir terbesar pada saat petir menyambar tiang E (500 meter). Semakin jauh letak petir menyambar, semakin kecil tegangan puncak induksi yang terjadi. Semakin dekat letak petir menyambar, semakin besar pula tegangan puncak induksi yang terjadi. Sehingga hubungan antara besar tegangan puncak induksi petir dengan letak sambaran berbanding terbalik.
4.2 Pengaruh Posisi Sambaran Petir Terhadap Tegangan Puncak Induksi Petir Pada simulasi ini, terdapat 5 buah tiang distribusi yaitu tiang A, B, C, D, dan E. jarak antar menara transmisi adalah 500 meter, sehingga total jarak adalah 2500 meter. Parameter arus puncak petir adalah 20 kA dan waktu tegangan impuls petir adalah 1/60 µs. Pada simulasi kali ini variabelnya adalah letak petir menyambar di dekat tiang. Petir akan disimulasikan menyambar masing-masing di`dekat tiang A, B, C, D, dan E. Hasil keluaran berupa tegangan lebih akibat induksi petir saat arus puncak petir 20 kA. Nilai tegangan induksi yang ditunjukkan pada hasil simulasi ATP-EMTP dibandingkan dengan hasil perhitungan teori yang dikemukakan oleh Rusck Tabel 3 Nilai Tegangan Puncak Induksi Petir Berdasarkan Letak Sambaran Petir Letak Tegangan Induksi (kV) Error Tiang (%) Teori Simulasi ATPRusck EMTP E (500 m) 66.816 59.84 10.441 D (1000 m) 33.408 58.733 75.80444 C (1500 m) 22.272 45.944 106.285 B (2000 m) 16.704 44.07 163.8279 A (2500 m) 13.363 43.49 225.4446
4.3 Pengaruh Waktu Tegangan Impuls Petir Terhadap Tegangan Puncak Induksi Petir Bentuk tegangan surja petir dapat didefinisikan sebagai tegangan impuls yaitu tegangan yang naik dalm waktu sangat singkat, disusul dengan penurunan menuju nol yang lambat. Penyelidikan melalui eksperimen menunjukkan gelombang mempunyai kenaikan waktu (waktu muka) 0.5 sampai 50 μs dan waktu hilang 50% dari nilai puncak (waktu ekor) pada nilai 30 sampai 200 μs. Waktu tegangan impuls petir sesuai standar internasional adalah 1,2/50 μs. 4.3.1
Pengaruh Waktu Muka (Front Time)
Tabel 4 Nilai Waktu Muka Tegangan Impuls dan Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Ekor 60 μs Tegangan Puncak Induksi Waktu Muka (μs) Petir (kV) 0.5 74.941 0.8 54.33 1.2 34.589 2 14.389 3.5 4.308 5 1.577 Waktu muka (τr) adalah waktu antara 10-90 % dari tegangan puncak induksi petir. Pada studi ini, akan dianalisa
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
4
pengaruh waktu muka terhadap tegangan puncak induksi petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan arus puncak petir 20 kA, dan waktu ekor 60 µs. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 di atas.
Gambar 7 Grafik Waktu Ekor vs Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Muka 1 μs
Gambar 6 Grafik Waktu Muka vs Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Ekor 60 μs Dari Gambar 6, terlihat bahwa nilai tegangan puncak induksi petir terbesar pada saat waktu muka 0.5 µs. Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir terkecil saat waktu muka 5 µs. Semakin cepat waktu muka sambaran petir, maka nilai tegangan puncak induksi yang terjadi semakin besar, begitu pula sebaliknya. Hubungan antara waktu muka dengan tegangan puncak induksi petir adalah berbanding terbalik. 4.3.2
Pengaruh Waktu Ekor (Tail Time) Waktu ekor (τs) adalah waktu antara 10% dari tegangan puncak sampai dengan 50% dari gelombang ekor. Berdasarkan standar, nilai τs adalah 50 μs.. Pada studi ini, akan dianalisa pengaruh waktu ekor terhadap tegangan puncak induksi petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan arus puncak petir 20 kA, , dan waktu muka 1 µs. Tabel 5 Nilai Waktu Ekor Tegangan Impuls dan Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Muka 1 μs Tegangan Puncak Waktu Ekor (μs) Induksi Petir (kV) 30 38.178 50 42.203 75 45.166 120 48.972 160 51.131 200 52.88 Dari Gambar 7, terlihat bahwa nilai tegangan puncak induksi petir terkecil pada saat waktu ekor 30 µs. Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir terbesar saat waktu ekor 200 µs. Hubungan antara waktu ekor dengan tegangan puncak induksi petir adalah berbanding lurus. Semakin cepat waktu ekor sambaran petir, maka nilai tegangan puncak induksi yang terjadi semakin kecil. Sedangkan semakin lama waktu ekor sambaran petir, maka nilai tegangan puncak induksi yang terjadi semakin besar
V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari analisis dan pembahasan perhitungan adalah : 1. Hubungan antara tegangan puncak induksi petir dengan arus puncak petir adalah berbanding lurus. Nilai tegangan puncak induksi petir yang terkecil terjadi pada saat arus puncak petir terendah (20 kA) yaitu 43.495 kV. Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir terbesar terjadi pada saat arus puncak petir tertinggi (200 kA) yaitu 649.1 kV. 2. Tegangan puncak induksi petir berbanding terbalik dengan letak sambaran. Nilai tegangan puncak induksi petir yang terbesar terjadi pada jarak sambaran terdekat dengan trafo distribusi (500 meter) yaitu 59.84 kV. Sedangkan nilai tegangan puncak induksi terkecil terjadi pada jarak sambaran terjauh dari trafo distribusi (2500 meter) yaitu 43.49 kV. 3. Hasil simulasi pada ATP-EMTP relevan dengan teori Rusck pada letak sambaran maksimum sekitar 500 meter dari trafo distribusi dengan batasan error 10%. Sementara untuk arus puncak, pengukuran yang relevan hanya pada besaran arus puncak maksimum sekitar 20 kA dengan batasan error sekitar 30%. Lebih dari itu, perbandingan hasil simulasi ATP-EMTP dengan perhitungan Teori Rusck mempunyai perbedaan yang besar. Jadi Teori Rusck hanya cocok digunakan pada perhitungan dengan arus petir ratarata sering terjadi (20 kA) dan jarak sambaran yang dekat. 4. Waktu muka tegangan impuls petir mempengaruhi nilai tegangan induksi petir. Semakin cepat (kecil) waktu muka, semakin besar tegangan puncak induksi petir. Hubungan antara waktu muka dengan besar tegangan induksi petir berbanding terbalik. Waktu muka tegangan impuls menurut standar adalah 1.2 µs. 5. Waktu ekor tegangan impuls petir juga mempengaruhi nilai tegangan induksi petir. Semakin cepat (kecil) waktu ekor petir, semakin kecil tegangan puncak induksi petir. Hubungan antara waktu ekor dengan besar tegangan induksi petir berbanding lurus. Waktu ekor tegangan impuls menurut standar adalah 50 µs.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
5
5.2. Saran Saran yang dapat diberikan setelah mengerjakan Tugas Akhir adalah : 1. Untuk simulasi atau pemodelan selanjutnya yang lebih kompleks dan rumit, bisa digunakan perangkat lunak EMTP-RV (Restructure Version) yang memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi. 2. Perlu adanya evaluasi pada pengamanan jaringan distribusi tegangan menengah terhadap sambaran petir. Evaluasi ini ditujukan agar dapat meminimalisir akibat tegangan induksi yang dihasilkan sambaran sehingga tidak merugikan pelanggan dan PT. PLN. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3]
[4] [5]
[6]
[7]
[8] [9] [10] [11]
[12]
[13]
[14]
Marsudi, Djiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta: Graha Ilmu. Kadir, A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia. Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan Tinggi. Handout Kuliah, Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya. Arismunandar, A. 1975. Teknik Tegangan Tinggi. Jakarta: Pradnya Paramita. Zoro H. Reynaldo. 2004. Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Petir Pada Sistem Tenaga Listrik. Catatan Kuliah, Departemen Teknik Elektro ITB, Bandung. Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan Tinggi : Petir dan Permasalahannya. Diktat Kuliah. Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya. Sabiha, Nehmdoh and Lehtonen, Matti. 2009. Investigating Lightning-Induced Overvoltages Transmitted to Customer Side. International Conference on Power Systems Transients (IPST2009) in Kyoto, Japan. Golde, R. H., 1977. Lightning Protection. London: Academic Press Inc, vol-2. L. Tobing, Bonggas. 2003. Peralatan Tegangan Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Hutauruk, T.S. 1989. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Jakarta: Erlangga. Mengenal Dahsyatnya Petir sebagai Ancaman bagi Perangkat Infokom yang Rawan,
Nucci, C.A., Rachidi, F., 1999. ”Lightning-Induced Overvoltages”. IEEE Transmission and Distribution Conference, Panel Session ”Distribution Lightning Protection”, New Orleans, April 14. Prikler, László dan Hans Kr. Høidalen. 1998. ATPDraw for Windows 3.1x/95/NT version 1.0: User’s Manual. Trondheim: SINTEF Energy Research. Mottola, Fabio. 2007. ”Methods and Techniques for the Evaluation of Lightning-Induced Overvoltages on Power Lines: Application to MV Distribution Systems for Improving the Quality of Power
[15]
Supply”. PhD Thesis of Electrical Engineering. University Federico II of Napoli. BIODATA PENULIS
Augusta Wibi Ardikta dilahirkan di Madiun, 17 Agustus 1987. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara pasangan Sugijanto (alm) dan Martuti Koesni. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SD Negeri Pucang IV Sidoarjo hingga lulus tahun 1999. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SMP Negeri 2 Sidoarjo. Tahun 2002, penulis diterima sebagai siswa SMA Negeri 1 Sidoarjo hingga lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS lewat jalur SPMB dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Pada bulan Juni 2010 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
6