Laporan Penelitian
Ekspresi LMP1 EBV pada keberhasilan terapi dan tiga tahun ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring Bambang Hariwiyanto Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta - Indonesia
ABSTRAK Latar belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan epitel kepala leher yang paling sering didapatkan. Virus Epstein Barr merupakan salah satu faktor penyebab KNF mengekspresikan beberapa protein, di antaranya latent membrane protein 1 (LMP1) yang mempunyai peran antiapoptosis, angiogenesis yang berpengaruh terhadap hasil terapi, kekambuhan, metastasis dan harapan hidup. Tujuan: Untuk mengetahui adanya perbedaan hasil terapi dan perbedaan ketahanan hidup tiga tahun antara penderita KNF yang mengekspresikan LMP1 dan yang tidak mengekspresikan LMP1 pascaterapi. Metode: Penelitian ini menggunakan nested case control, dilanjutkan dengan analisis ketahanan hidup selama tiga tahun (overall survival analysis) Kaplan Meier dan analisis perbedaan tiga tahun ketahanan hidup antara ekspresi LMP1 menggunakan tes log rank. Ekspresi LMP1 diperiksa secara imunohistokimia. Hasil: Terdapat perbedaan hasil terapi bermakna (p<0,001; OR 27,6), serta perbedaan ketahanan hidup tiga tahun bermakna (p=0,002) antara penderita KNF yang mengekspresikan LMP1 positif (>7,2) dengan penderita KNF yang mengekspresikan LMP1 negatif (<7,2), log rank sebesar 13,55. Kesimpulan: Ekspresi LMP1 dapat memprediksi keberhasilan terapi dan ketahanan hidup KNF. Kata kunci: karsinoma nasofaring, LMP1, terapi, ketahanan hidup
ABSTRACT Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is the most frequent among head and neck malignancy. Epstein Barr virus (EBV) infection is one of the important cause of NPC, expressed some protein, one of them is LMP1. The roles of LMP1 are antiapoptosis and angiogenesis. Expression of LMP1 is able to influence the therapy result, recurrences, metastasis and survival rate. Purpose: To differentiate therapy result and three years survival rate between LMP1
1
Methods: This
positive expression and LMP1 negative expression in NPC post treatment.
research is using nested case control followed by overall survival analysis Kaplan Meier and log rank test statistical analysis. The LMP1 expression was measured by immunohistochemistry method. Results: There was a significant therapy result difference (p<0.001; OR 27.6) and significant three years survival rate (p=0.002) difference between LMP1 positive expression (>7.2) compared to LMP1 negative expression (<7.2), the log rank test result was 13.35. Conclusion: LMP1 expression can be used to predict the therapy result, recurrences, metastasis and survival rate. Key words: nasopharyngeal carcinoma, LMP1, therapy, survival rate Alamat korespondensi: Bambang Hariwiyanto, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK UGM. Jl. Sekip Utara I, Yogyakarta. E-mail:
[email protected]
sedangkan
PENDAHULUAN Karsinoma
nasofaring
(KNF)
merupakan keganasan epitelial yang di beberapa
negara
Asia,
frekuensi
kejadiannya cukup tinggi dibandingkan
di
kasus/100.000
Indonesia
penduduk
5,68
per
tahun.
Perbandingan antara pria dan wanita sebesar 2-3:1, 80% pasien terdiagnosis pada umur 30−59 tahun dan sudah pada
dengan keganasan lain di kepala leher,
stadium lanjut.6,7 Stadium dini KNF
terutama pada pria.1 KNF mempunyai
gejalanya tidak khas, sehingga pasien
perangai berbeda dibandingkan dengan
datang berobat ke rumah sakit ketika
keganasan pada kepala leher yang lain,
sudah timbul benjolan di leher yang
karena sifatnya yang sangat invasif dan
merupakan
anak
6-8
primernya.
sangat mudah bermetastasis.2-5 Epidemiologi KNF sangat unik,
Sardjito,
sebar
dari
tumor
Di Bagian THT RS Dr.
Yogyakarta
(antara
bulan
di
Januari 2004 sampai dengan bulan April
populasi dunia, tetapi banyak ditemukan
2005, didapatkan 108 kasus baru KNF
di beberapa negara Asia Tenggara.
dengan
Kekerapan kasus baru KNF di bagian
stadium
Selatan
didapatkan
yaitu
sangat
Cina
jarang
ditemukan
sebanyak
40-50
stadium IV
III
(23,15%)
(66,85%), penderita
dan
KNF
dan tidak
dengan
8
kasus/100.000
penduduk
per
tahun,
stadium I atau II.
2
Diagnosis KNF ditegakkan dengan
protein 1 (LMP1) yang merupakan
pemeriksaan klinis, dilengkapi dengan
protein membran integral, mengandung
pemeriksaan nasoendoskopi, CT scan
386 asam amino, mempunyai struktur
nasofaring
kompleks,
dan
mengandung
enam
transmembran
domain
yang
emas. Untuk penegakan stadium KNF
menghubungkan
domain
terminal
dilengkapi pemeriksaan USG abdomen
pendek N dengan terminal panjang C
dan bone survey. Protokol terapi KNF
(cytoplasmic). Terminal panjang terdiri
stadium III dan IV di RS Dr. Sardjito
atas asam amino no.187 dan berakhir
menggunakan
pada asam amino no.386. Salah satu
histopatologi
hasil
pemeriksaan
yang merupakan baku
protokol
A
atau
B.
Protokol A menggunakan kemoterapi
asam
dengan
dengan nuclear factor kapa beta (NFķß)
regimen
cisplatinum
5-flurouracil
sebanyak
empat
dan siklus,
amino
yang
tersebut
merupakan
berhubungan
salah
satu
faktor
berperan
pada
dilanjutkan radioterapi sebanyak 6500
transkripsi
cGy.2
dilakukan
terjadinya keganasan. Keberadaan dan
kemoterapi 5-flurouracil dan cisplatinum
peran NFķß di sitoplasma dikendalikan
sebanyak tiga siklus dilanjutkan dengan
oleh protein inhibitor
radioterapi sebanyak 7000 cGy dan
Gangguan
diakhiri
menyebabkan pelepasan NFķß ke dalam
Pada
protokol
dengan
B
brachytherapi
yang
nukleus
cGy.2
menyebabkan
merupakan
salah
satu
penyebab
(Iķß).
pengendalian
menggunakan Co-60 sebanyak 1200
Infeksi Epstein Barr virus (EBV)
NFķß
yang
menjadi
NFķß
aktif
terhalangnya
dan proses
apoptosis, sehingga dapat mempengaruhi hasil
terapi,
kekambuhan
dan
terjadinya KNF, virus tersebut masuk ke
metastasis.11-13 NFķß yang aktif dapat
dalam
mengadakan
menyebabkan tumor resisten terhadap
replikasi di epitel orofaring dan dapat
obat antitumor termasuk radioterapi
bersifat
dengan
tubuh
manusia,
menetap
(persisten),
tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (long
9,10
life).
Pada
KNF,
EBV
cara
mengaktifkan
inhibitor apoptosis (IAPs). Tujuan
penelitian
protein
14
ini
adalah
mengekspresikan beberapa protein yang
menganalisis perbedaan hasil terapi,
salah satunya adalah latent membrane
serta ketahanan hidup tiga tahun (3 years 3
overall survival analysis) dan adanya
KNF adalah WHO tipe II atau III,
perbedaan ketahanan hidup tiga tahun
stadium III atau IV tanpa metastasis
antara
jauh; 3) telah menjalani terapi yang
KNF
LMP1
yang
dengan
mengekspresikan
mengekspresikan
KNF
yang
LMP1
tidak
sesuai dengan protokol terapi, baik
pascaterapi
protokol A maupun protokol B; 4)
lengkap.
selama penelitian penderita melakukan kontrol sesuai dengan jadwal. Semua jaringan biopsi penderita
METODE Metode penelitian ini adalah nested case control, dengan analisis perbedaan hasil terapi terhadap ekspresi LMP1 menggunakan tes Chi square. Penelitian ini
dilanjutkan
dengan
analisis
kesintasan ketahanan hidup (overall survival
analysis)
Kaplan
Meier
KNF
calon
sampel
disimpan
di
laboratorium Patologi Anatomi (PA) sejak tahun 2003 dan diperiksa ekspresi LMP1nya
menggunakan
imunohistokimia, sebelum penelitian ini dimulai (nested). Evaluasi hasil terapi dilakukan 8−12 minggu pascaterapi.
terhadap penderita KNF selama tiga
Penderita dinyatakan sembuh apabila: 1)
tahun pascaterapi lengkap dan tepat
hasil
waktu, dengan tanggal dan waktu hasil
didapatkan penambahan volume tumor
terapi ditegakkan sebagai titik nol (zero
dan metastasis; 2) ada pemeriksaan
point). Analisis perbedaan ketahanan
nasoendoskopi tidak didapatkan masa
hidup tiga tahun terhadap ekspresi
yang ulseratif, ireguler; 3) hasil biopsi
LMP1 menggunakan tes log rank.
dinyatakan
pemeriksaan
CT
negatif.
scan
tidak
Selanjutnya
Penelitian dilakukan di Bagian
penderita dievaluasi saat kontrol di
THT RS Dr. Sardjito, sejak bulan
poliklinik THT atau kunjungan rumah
Januari 2004 sampai dengan Desember
setiap 3−6 bulan pascaterapi, dicatat
2008.
keadaan penderita sudah meninggal atau
Pengumpulan
berurutan
sampel
(consecutive
secara
sampling)
terhadap sampel yang memenuhi kriteria
masih hidup. Pemeriksaan
ekspresi
LMP1
inklusi yang salah satu di antaranya
jaringan biopsi penderita KNF sebelum
adalah: 1) alamat penderita jelas dan
terapi, dilakukan secara imunohistokimia
mudah dihubungi; 2) jenis histopatologi
menggunakan antibodi monoklonal CS14
4 yang diproduksi oleh Novocastra. Pembacaan
hasil
imunohistokimia
warna
dihitung
secara
independen,
15
kemudian dijumlahkan.
menggunakan mikroskop Olympus seri BX41 pembesaran 200x dan dilakukan
HASIL
uji kesepakatan (tes kappa) oleh dua
Didapatkan 56 orang penderita
orang ahli PA di Bagian Patologi
KNF yang memenuhi kriteria inklusi,
Anatomi
(FK)
terdiri atas 28 orang dengan respons
UGM. Ekspresi LMP1 dihitung secara
terapi positif (sembuh) dan 28 orang
kuantitatif dengan skoring, berdasarkan
dengan respons terapi negatif (tidak
jumlah dan intensitas warna protein yang
sembuh).
terekspresi di setiap lapangan pandang.
didapatkan hasil pemeriksaan ekspresi
Ekspresi LMP1 dikatakan positif (+)
LMP1 terendah sebesar 3,0 dan tertinggi
apabila tampak granula berwarna coklat
sebesar
pada membran sel. Penilaian ekspresi
didapatkan hasil sebesar 0,63-0,81. Titik
LMP1 adalah: 1) skor (0) bila ekspresi
potong (cut off point) antara ekspresi
LMP1<1%; 2) skor (+) bila ekspresi
LMP1 (+) dan (-) ditentukan dengan
LMP1 antara 1-25%; 3) skor (++) bila
recevier operator curve (ROC), dan
ekspresi LMP1 antara 26-50%; skor
didapatkan angka 7,2
(+++) bila ekspresi LMP1 antara 51-
ekspresi
75%; dan ekspresi LMP1 (++++) bila
sedangkan ekspresi LMP1>7,2 dianggap
ekspresi LMP1 76-100%. Intensitas
(+).
Fakultas
Kedokteran
Secara
11,6
imunohistokimia
dengan
LMP1<7,2
tes
kappa
yang berarti dianggap
(-),
warna protein dinilai dengan; 1) skor 1
Dari 56 sampel, didapatkan 29
bila warna kuning muda (lemah); 2) skor
orang penderita KNF dengan ekspresi
2
kecoklatan
LMP1<7,2 (-) dan 27 orang penderita
(sedang); dan skor 3 bila warna coklat
KNF (+), yaitu ekspresi LMP1>7,2.
(kuat).
Karakteristik sampel dapat dilihat pada
bila
warna
Bila
kuning
intensitas
warna
pada
lapangan pandang heterogen, skor setiap
tabel 1.
ekspresi LMP1 pada setiap intensitas
Tabel 1. Karakteristik sampel
5
Respons terapi (+)
Respons terapi (-)
p
11-20
1
2
0,93
21-30
2
2
31-40
2
3
41-50
11
11
51-60
5
6
61-70
5
4
>70
1
1
Laki-laki
21
19
Perempuan
7
9
III
16
14
IVA
3
3
IVB
9
11
WHO II
-
2
WHO III
28
26
Protokol A
8
12
Protokol B
20
26
Usia
Jenis kelamin 0,55
Stadium 0,55
PA 0,30
Terapi 0,26
p>0,05
Homogenitas sampel dapat dilihat pada tabel 1, tidak terdapat perbedaan
jenis kelamin, stadium histopatologi dan protokol
terapi.
bermakna pada respons terapi antar-usia, . Tabel 2. Analisis bivariabel ekspresi LMP1 terhadap respons terapi Respons terapi (+) %
Respons terapi (-) %
OR
p
LMP1>7,2 (+)
4 (14,3 %)
23 (82,1 %)
27,60
<0,001
LMP1<7,2 (˗)
24 (85,7 %)
5 (17,9 %)
6
Hasil analisis bivariabel antar-
respons
terapi
antara
KNF
LMP1>7,2
yang
ekspresi LMP1 terhadap respons terapi
mengekspresikan
dengan
dapat dilihat pada tabel 2, menunjukkan
KNF yang mengekspresikan LMP1<7,2
bahwa terdapat perbedaan bermakna
(p<0,001; OR 27,6).
log rank = 13,55; p = 0,002 1.0
Angka Ketahanan Hidup
.9 .8 .7 .6
LMP 1
.5
< 7.2 = 3
.4
< 7.2-censored
.3
= 26
.2
>= 7.2 = 16
.1
>= 7.2-censored
0.0
= 11 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Follow-up (bulan)
Gambar 1. Kurve perbedaan ketahanan hidup tiga tahun antara ekspresi LMP1(+) dan LMP1(-)
Hasil analisis ketahanan hidup tiga
Didapatkan hasil penderita KNF
tahun penderita KNF pascaterapi adalah:
dengan
penderita
KNF
mempunyai
LMP1<7,2
(-),
dengan
ekspresi
ketahanan
hidupnya
sebanyak
ekspresi
LMP1>7,2
risiko 27,6
kegagalan kali
(+) terapi
lebih
besar
85%,
dibandingkan dengan penderita KNF
dengan
yang mengekspresikan LMP1<7,2 (-)
ekspresi LMP1>7,2 (+), ketahanan hidup
dengan p<0,001. Hasil ini sesuai teori
selama tiga tahun sebesar 30%, dengan
yang menyatakan bahwa LMP1 dapat
p=0,002 dengan tes log rank 13,55 (lihat
mengaktifkan NFkβ yang menyebabkan
gambar 1).
terhalangnya
selama
tiga
sedangkan
tahun
panderita
sebesar KNF
aktifnya DISKUSI
proses
inhibitor
apoptosis
apoptosis
dan
(IAPs),
sehingga tumor resisten terhadap obat antitumor
termasuk
radioterapi
dan 7
kemoterapi, LMP1 juga menyebabkan
LMP1<7,2 (-). Sesuai dengan hasil
kenaikan
yang
penelitian ini, untuk memprediksikan
menyebabkan tumor mudah mengalami
keberhasilan terapi dan ketahanan hidup
metastasis yang berakibat penurunan
KNF, perlu disarankan untuk memeriksa
enzim
COX-2
11-14
ketahanan hidup penderita KNF.
ekspresi LMP1 secara rutin. Untuk lebih
Penelitian ini menunjukkan bahwa
menyempurnakan hasil penelitian ini,
KNF dengan ekspresi LMP1>7,2 (+)
perlu
mempunyai
dunia
kesintasan harapan hidup dengan durasi
tahun
yang lebih lama, yaitu lima tahun.
dalam
risiko
kurun
pascaterapi
meninggal
waktu sebesar
tiga 13,55
ekspresi
sedangkan
LMP1<7,2
Hariwiyanto
penelitian
analisis
kali
dibandingkan dengan penderita KNF dengan
dilakukan
(-), pada
penelitiannya tentang pengaruh LMP1 terhadap ketahanan hidup dua tahun KNF pascaterapi didapatkan hasil log
UCAPAN TERIMA KASIH Kepada dr. Haryadi, Sp.PA yang telah membantu pada pengumpulan, penyimpanan, penilaian
pengecatan,
ekspresi
LMP1
serta secara
imunohistokimia.
rank sebesar 9,79 dan p=0,002. Hasil ini menunjukkan
bahwa
semakin
lama
DAFTAR PUSTAKA
durasi pengamatannya, semakin banyak penderita
yang
mempunyai
UICC Workshop on Nasopharyngeal
kemungkinan meninggal dunia.16
Cancer. Issue and Challenge. Singapore
Kesimpulan hasil penelitian ini pada penderita KNF dengan ekspresi LMP1>7,2
2. Liu MT, Hsieh CY, Chang TH, Lin JP, Huang CC, Wang AJ. Prognostic factors
kegagalan terapi sebesar 27,6 kali lebih
affecting the outcome of nasopharyngeal
besar dibandingkan dengan KNF dengan
carcinoma. Jpn J Clin Oncol 2003;
ekspresi LMP1<7,2 (-) dengan p<0,001,
2(10):501-8.
LMP1>7,2
mempunyai
Cancer Society, 17-18 July 1998.
risiko
serta
(+)
1. Patmanathan R. Can NPC be prevented?
(+)
menyebabkan
3. Jian-guo T, Xuan I, Ping C. Expression
penurunan ketahanan hidup selama tiga
of
tahun sebesar 13,55 kali dibandingkan
nasopharyngeal
penderita
KNF
dengan
ekspresi
matrix
metalloproteinase-9 carcinoma
in and
associated with Epstein Barr virus
8
infection. J Zheij Univ Sci 2004;
signaling.
5(10):1304-412.
Robertson ES, ed. Epstein Barr virus.
4. Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode
Epstein
Barr
virus.
In:
Norfolk England: Caister Academic Press; 2005. p. 463-99.
metastasis in nasopharyngeal carcinoma:
10. Kutok JL, Wang E. Spectrum of Epstein
prognostic value and staging categories.
Barr virus associated disease. Ann Rev
Clin Cancer Res 2007; 13(5):1445-52.
Pathol Mechanism Dis 2006; 1:357-97.
5. Tang L, Li L, Mao Y, Liu L, Liang S, Chen
J,
et
al.
lymphnode
Retropharyngeal
metastasis
in
11. Iwatsuki K, Yamamoto T, Tsuji K, Suzuki D, Fuji K, Matzuhara H, et al. A spectrum
of
clinical
manifestation
nasopharyngeal carcinoma detected by
caused by host immune responses againt
magnetic resonance imaging: prognostic
Epstein Barr virus infection. Acta Med
value and staging categories. Cancer
Okayama 2004; 58(4):169-80.
2008; 113:347-54.
12. Li M, Zhuang ZH, Wang Q, Pang JCS,
6. Jia WH, Shao JY, Feng BJ, Zeng YX. Genetic
component
involved
in
Wong HI. Epstein Barr virus latent membrane
protein-1
(LMP1)
nasopharyngeal carcinoma development.
upregulates
In: Bishop J, Huang P, Johnson JST,
nasopharyngeal carcinoma. Oncogene
Koo KC, eds. Cancer reviews Asia
2004; 23:4484-94.
Pacific. Singapore: World Scientific; 2003. p. 31-43.
Id1
expression
in
13. Weinberg RA. Cytoplasmic signaling circuity programs many thraits of
7. Chien YC, Chen CJ. Epidemiology and
cancer. In: Masson S, Grose A, eds. The
etiology of nasopharyngeal carcinoma:
biology of cancer. New York: Garland
gene
Science; 2007. p. 159-209.
environment
interaction.
In:
Bishop J, Huang P, Johnson JST, Koo
14. Uzzo RB, Cairns P, Dulin N, Horwitz
ST, eds. Cancer reviews. Singapore:
EM, Pollack A, Kolenko V. Tumor
World Scientific; 2003. p. 1-20.
resistance to apoptosis. In: Funke JH,
8. Harowi K, Hariwiyanto B, Erlangga EG.
Bukowski
N,
eds.
Cancer
The management of nasopharyngeal
immunotherapy at the cross roads. New
carcinoma
Jersey: Humana Press Inc; 2005. p. 215-
at
Sardjito
hospital
of
Yogyakarta. Free Paper. The 11th Asean ORL-HNS Congress Bali. 2005. 9. Kempkes B, Strobl LJ, Bornkamm GW, Zimer-Strobl U. EBNA2 and notch
7. 15. Khabir A, Karray H, Rodriques S, Rose M, Dauod J, Frikha M. EBV latent membrane
protein-1,
abundand
9
correlates with patient age, but not with
Barr
patient behavior in North African
pengobatan
nasopharyngeal
Disertasi.Yogyakarta: Program Doktor
carcinoma.
Virology
2005; 2:39-42. 16. Hariwiyanto B. Peran protein EBNA1,
Ilmu
sebagai
Kedokteran
faktor
prognosis nasofaring.
dan
Kesehatan
Fakultas Kedokteran UGM; 2009.
EBNA2, LMP1 dan LMP2 virus Epstein
10