EKSPLORASI, ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN BAKTERI ENDOSIMBIOTIK MIKORIZA DARI RIZOSFIR KELAPA SAWIT Exploration, Isolation and Identification of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Mycorrhizal Endosymbiotic Bacteria from Oil Palm Rhizosphere
Abstrak Jenis tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi struktur dari komunitas mikroorganisme di dalam tanah sehingga jenis tanaman juga menentukan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan akar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana dapat diperoleh isolat fungi mikoriza arbuskular (FMA) dan sejauh mana dapat diisolasi bakteri endosimbiotik mikoriza dari spora FMA yang terdapat dalam komunitas rizosfir dari empat varietas kelapa sawit (Pisifera, Tenera, Dura Dumpy dan Dura Deli) yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik Ganoderma boninense. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rizosfir dari keempat varietas kelapa sawit varietas memiliki rata-rata jumlah spora FMA antara 18,25 36,25 buah per 200 g sampel tanah dan jumlah isolat bakteri endosimbiotik mikoriza antara10 - 24 isolat. Berdasarkan morfologi dan warna koloni diperoleh 20 isolat bakteri endosimbiotik mikoriza, yang mayoritas termasuk golongan Gram positif. Hasil identifikasi berdasarkan 16S rDNA keduapuluh bakteri tersebut terdiri dari genus Streptomyces sp, Bacilllus sp, Alcaligenes sp, Kocuria sp, Enterobacter sp, Brevundimonas sp dan Pseudomonas sp dan yang paling dominan adalah genus Bacillus sp (11 dari 20 isolat). Kata kunci: rizosfir kelapa sawit, fungi endosimbiotik mikoriza
mikoriza arbuskular, bakteri
Abstract Type of plant is the main factor affecting community structure of microorganisms in the soil so that plant species may also determine the diversity of bacteria associated with roots. This study aimed to see how far can be obtained isolates of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and the extent to which mycorrhizal endosymbiotic bacteria can be isolated from AMF spores contained in the oil palm rhizosphere communities from four different varieties (Pisifera, Tenera, Dura Dumpy and Dura Deli) that can be used to improve oil palm adaptation to biotic stress of Ganoderma boninense. The results showed that the rhizosphere of four varieties of oil palm have average number of AMF spores between 18,25 – 36,25 per 200 g soil sample and the number of mycorrhizal endosymbiotic
32
bacterial isolates ranging from 10 - 24 isolates. Twenty isolates of mycorrhizal endosymbiotic bacteria were obtained and the majority belonged to Gram-positive. Based on their 16S rDNA all the twenty bacteria consisted of genus Streptomyces sp, Bacilllus sp, Alcaligenes sp, Kocuria sp, Enterobacter sp, Brevundimonas sp dan Pseudomonas sp which were dominated by genus Bacillus sp (11 of 20 isolates). Keywords: oil palm rhizosphere, arbuscular mycorrhizal fungi, mycorrhizal endosymbiotic bacteria
Pendahuluan Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada kelapa sawit yang disebabkan oleh fungi Ganoderma boninense yang termasuk dalam kelas basidiomicetes, saat ini merupakan penyakit yang mematikan pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Turner 1981; Darmono 2000) bahkan di Asia Tenggara (Flood 2005). Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini telah menimbulkan kematian sampai 80% atau lebih dari seluruh populasi tanaman kelapa sawit, sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit per satuan luas (Susanto et al. 2003). Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi serangan penyakit BPB akan tetapi sampai saat ini masih belum ditemukan pengendalian yang efektif. Penggunaan inokulasi beberapa jenis mikroba tanah seperti Fungi Mikoriza Arbuskular diketahui mampu meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap serangan penyakit (Hashim 2004; Sarashimatun & Tey 2009). Salah satu manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) bagi tanaman adalah meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap serangan patogen akar. Fungi mikoriza arbuskular telah diketahui dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit yang terinfeksi oleh Ganoderma (Ho 1998). Tanaman kelapa sawit yang diinokulasi FMA pada tahap pembibitan, kemudian ditanam dekat batang yang terinfeksi oleh Ganoderma, terbebas dari serangan infeksi Ganoderma, sementara tanaman yang tidak diinokulasi FMA hampir semuanya terserang Ganoderma (Yow & Jamaludin 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Hashim (2004) juga menyimpulkan bahwa seluruh bibit kelapa sawit yang tidak diinokulasi FMA menunjukkan gejala infeksi oleh fungi Ganoderma, sementara hanya 20% bibit yang diinokulasi FMA menunjukkan gejala infeksi Ganoderma
33
dan hanya 10% yang menyebabkan kematian pada bibit kelapa sawit. Sejalan dengan penelitian Hashim tersebut. Sarashimatun dan Tey (2009) juga menyatakan bahwa setelah 5 tahun, tanaman kelapa sawit yang ditanam 1,5 m dari sumber inokulum Ganoderma di lapangan, mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi Ganoderma, dimana persentase infeksi pada tanaman kontrol mencapai 13,4% sementara persentase infeksi pada tanaman yang diinokulasi FMA 0%. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa keberadaan FMA pada tanaman kelapa sawit mampu memperpanjang umur kelapa sawit dan bertahan dengan produksi yang cukup tinggi. Tanaman sangat bergantung pada komunitas mikroba dalam tanah dan hubungan antara tanaman dengan mikroba sangat spesifik yang dimediasi melalui komunikasi kimia seperti terjadi pada simbiosis tanaman legum dengan rhizobia (Zuanazzi et al. 1998; Bednarek et al. 2005). Sebaliknya, mikroba juga sangat bergantung pada tanaman sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya. Hubungan saling ketergantungan ini menunjukkan bahwa kekuatan selektif akan mendukung regulasi hubungan antara mereka (Akiyama et al. 2005). Eksudat akar memegang peranan penting dalam penataan komunitas mikroba tanah dan berperan aktif dalam membentuk komunitas mikroba tanah termasuk komposisi fungi tanah (Broeckling et al. 2008). Arabidopsis thaliana mengakumulasi senyawa fenilpropanoid termasuk glukosinolat di dalam akarnya, dan banyak dari senyawa tersebut dihasilkan dari eksudat akar (Bednarek et al. 2005). Tanaman lain seperti Medicago truncatula mensekresikan senyawa flavonoid sebagai eksudat akarnya dan mengakumulasi senyawa triterpen sapponin, flavonoid dan isoflavonoid di dalam jaringan tanaman (Redmond et al. 1986). Akar tanaman melepaskan berbagai jenis senyawa ke dalam lingkungan tanah termasuk etilen, gula, asam amino, asam organik, vitamin, polisakarida dan enzim. Senyawa-senyawa ini menciptakan lingkungan yang unik untuk kehidupan mikroorganisme yang ada hubungannya dengan akar tanaman di daerah rizosfir (Garbeva et al. 2004). Bakteri akan bereaksi berbeda terhadap senyawa yang dilepaskan oleh akar tanaman, sehingga komposisi yang berbeda dari eksudat akar diharapkan akan menyeleksi komunitas rizosfir yang berbeda pula. Sebaliknya, bakteri rizosfir juga dipengaruhi oleh tanaman sebagaimana berbagai jenis bakteri
34
di daerah rizosfir dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui sinyal kimia seperti auksin, gibberellin, glikolipid dan sitokinin. Genus seperti Pseudomonas, Agrobacterium, Bacillus, Variovarax, Phyllobacterium dan Azzospirillum adalah merupakan kelompok bakteri yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Bacteria). Komposisi dari eksudat akar ini sangat dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas di daerah rizosfir terhadap waktu (Yang et al. 2000). Picard et al. (2000) mengatakan bahwa keberadaan senyawa 2,4diacetylphloroglucinol (DAPG) yang dihasilkan oleh bakteri di daerah rizosfir tanaman jagung secara nyata sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Jenis tanaman juga menentukan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan akar. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Garbeva et al. (2004) menyimpulkan bahwa jenis tanaman berbeda yang ditanam pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan berbagai teknik budidaya dan teknik molekular menunjukkan bahwa jenis tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi struktur dari komunitas mikroorganisme di dalam tanah. Lebih lanjut Garbeva et al. (2004) menyatakan bahwa pada kasus yang lebih spesifik, komunitas bakteri juga dipengaruhi oleh genotip tanaman, zona akar, ataupun umur tanaman. Studi yang dilakukan oleh Germida et al. (1998) dan Kaiser et al. (2001) terhadap Brassica napus mendukung hipotesis bahwa jenis tanaman memainkan peranan penting dalam mengendalikan keragaman bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman. Berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dikenal tiga varietas kelapa sawit yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Dura memiliki inti besar dan bijinya tidak dikelilingi sabut dengan ekstraksi minyak sekitar 17-18%. Pisifera tidak mempunyai cangkang dengan inti kecil tetapi daging buahnya tebal. Jenis pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera. Varietas Tenera ini merupakan hasil persilangan antara varietas Dura dan Pisifera. Sifat varietas Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Varietas ini mempunyai tebal cangkang sekitar 0,5–4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun tidak sebanyak pada Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan
35
daging buah terhadap buah 60–96%, rendemen minyaknya 22–24% (Pahan 2008). Tipe Delidura yang juga terdapat di Malaysia, buahnya lebih besar, daging buahnya lebih tebal dan intinya lebih besar. Dura Dumpy yang dihasilkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) diperoleh dari keturunan dumpy yang diintroduksi dari Kebun Elmina di Malaysia (E206), di tanam di Sei Pancur pada 1957, kemudian disilangkan dengan Pisifera SP 540 Tself (Supena et al. 2005). Pembentukan mikoriza mengubah beberapa aspek fisiologi tanaman, haradan sifat-sifat fisik dari tanah di daerah rizosfir. Pengaruh tersebut mengubah bentuk kolonisasi dari akar ataupun daerah akar bermikoriza oleh mikroorganisme tanah. Daerah rizosfir dari tanaman bermikoriza
(mikorizosfir), merupakan
gudang dari aktivitas mikroba yang bertanggungjawab terhadap beberapa proses kunci dalam ekosistem (Barea et al. 2002). Eksplorasi dan identifikasi fungi mikoriza arbuskular dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari akar dan tanah (rizosfir) kelapa sawit yang sehat di daerah serangan berat Ganoderma belum pernah dilakukan padahal sering ditemukan tanaman yang mampu bertahan hidup yang diduga diakibatkan oleh adanya mikoriza arbuskular dan komunitas bakteri yang berkembang secara alami. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana dapat diperoleh isolat FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza dari spora FMA yang terdapat dalam komunitas rizosfir kelapa sawit tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agromikrobiologi, Laboratorium Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Serpong dari bulan Maret - Desember 2007. Kandungan hara dari sampel tanah dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Bogor. Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan, larutan chloramine T 2% dalam akuades, media nutrient agar (NA), tryptic soy agar (TSA), pseudomonas agar, akuades
36
steril, alkohol 95%, H2O2 3%, larutan gula 75%, tanaman inang Pueraria javanica (kacang ruji). Alat yang digunakan adalah plastik klip, zeolit ukuran 2-3 mm, gelas plastik, saringan bertingkat (125 m, 106 m dan 50 m), autoklaf, gelas erlenmeyer, cawan Petri, tabung reaksi, jarum ose, kertas saring, kertas cakram, pinset, timbangan analitik, laminar air flow, sentrifus dan inkubator.
Pelaksanaan Penelitian Eksplorasi dan Isolasi FMA dari Rizosfir Kelapa Sawit. Eksplorasi
dan
isolasi
Fungi
Mikoriza
Arbuskular
dan
bakteri
endosimbiotik mikoriza dilakukan pada tanggal 27 Maret 2007 di kebun percobaan Aek Pancur milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang terkena serangan berat Ganoderma dengan metoda yang dikembangkan oleh Sieverding (1991). Sampel tanah diambil dari tanaman kelapa sawit yang masih terlihat sehat di daerah yang terkena serangan berat Ganoderma. Sampel tanah diambil dengan membersihkan vegetasi yang terdapat di atasnya seperti rumput-rumputan. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada masing-masing varietas yaitu Pisifera (tahun tanam 1981), Tenera (tahun tanam 1986), Dura Dumpy (tahun tanam 1986) dan Deli Dura (tahun tanam 1993), dengan populasi masing-masing 4 pohon yang dipilih secara acak dan pada masing-masing pohon dibuat dua titik yang saling berseberangan dengan jarak yang sama dari pohon kelapa sawit (di bawah ujung tajuk) untuk memperoleh contoh tanah yang mewakili, yang tiap titik banyaknya 500 gram, sehingga pada tiap tanaman diperoleh 2 sampel tanah dengan berat masing-masing 500 g. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan mengambil tanah sampai dengan kedalaman 10-15 cm dan akar muda terambil. Kondisi piringan sekeliling pohon kelapa sawit pada saat pengambilan sampel bersih dari gulma maupun tanaman penutup. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantung plastik klip, diberi identitas, tanggal eksplorasi dan lokasi pengambilan. Isolasi Fungi Mikoriza Arbuskular, Trapping dan Perbanyakan Inokulum. Terhadap sampel tanah yang diperoleh dilakukan isolasi spora FMA secara langsung untuk identifikasi jenis FMA dan mendapatkan spora FMA dari masing-
37
masing varietas kelapa sawit untuk isolasi bakteri endosimbiotik mikoriza. Sementara untuk mendapatkan jumlah spora FMA yang akan diinokulasikan pada bibit kelapa sawit dilakukan trapping atau pemerangkapan spora. Teknik trapping yang digunakan mengikuti metode Brundrett et al. (1994). Sebagai tanaman inang digunakan Pueraria javanica. Bibit P. javanica disemaikan pada baki yang berisi media zeolit steril. Sebelum disemai, bibit P. javanica disterilkan dengan menggunakan alkohol 95% selama 10 detik dan direndam dengan H2O2 3% selama 3 menit kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 5 kali. Persemaian dilakukan 3-4 hari sebelum trapping. Bibit tanaman yang dipilih adalah yang mempunyai panjang ± 5 cm dengan pertumbuhan akar muda bagus. Media pembawa (carrier) yang digunakan adalah zeolit. Zeolit dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, dimasukkan ke dalam karung dan disterilkan dengan autoklaf dengan suhu121 oC, tekanan 1 atm selama 20 menit. Zeolit steril dimasukkan ke dalam sepertiga bagian pot dan kemudian ditambahkan sampel tanah yang hendak di trapping sepertiga bagian pot dan ditutup kembali dengan zeolit steril. Bibit P. javanica yang sehat diletakkan ke dalam pot, usahakan agar akar bersentuhan dengan sampel tanah dan kemudian ditutup kembali dengan zeolit steril. Identitas dan keterangan yang jelas ditempelkan pada pot berupa asal tanah, tanggal trapping dan jenis tanaman inang. Tanaman dipelihara di rumah kaca sampai selama 3 bulan. Tanaman disiram setiap hari dan diberi hara dengan kadar fosfor (P) rendah (Hyponex merah dengan komposisi N:P:K = 25%:5%:20%) seminggu sekali. Setelah 3 bulan dilakukan perbanyakan spora dengan membuat kultur pot spora campuran (komposit) dengan tanaman inang sorghum untuk mendapatkan jumlah inokulum yang sesuai untuk pengujian potensi komposit FMA dalam menginduksi ketahanan kelapa sawit terhadap cekaman biotik G. boninense. Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskular Identifikasi spora FMA dilakukan dengan metode Brundrett et al. (1994). Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pengawet polyvinyl alcohol-lactoglycerol (PVLG) dan bahan pewarna Melzer’s yang diletakkan secara terpisah bersisian pada satu kaca preparat. Spora-spora hasil isolasi dari rizosfir kelapa sawit setelah dihitung jumlahnya, diletakkan dalam larutan PVLG dan kemudian
38
dipindahkan ke dalam larutan pewarna Melzer’s. Selanjutnya spora-spora dipecahkan
secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat
menggunakan ujung pinset dan diamati morfologi dari spora-spora. Perubahan warna spora dalam Melzer’s adalah salah satu indikator menentukan tipe spora. Isolasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza dari Spora FMA. Untuk mendapatkan bakteri yang berasosiasi dengan FMA dilakukan ekstraksi spora FMA dari tanah dengan menggunakan metode tuang saring basah (Gardemann & Nicolson 1963; Brundrett et al. 1994). Sampel tanah ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam gelas beker 500 ml. Tambahkan air sampai setengahnya, dikocok dan dilakukan penyaringan bertingkat dengan menggunakan saringan 125 m, 106 m dan 50 m. Penyaringan diulangi sampai air tidak berwarna keruh lagi. Isi pada saringan 50 m kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml dan tambahkan air dan ditimbang untuk menyeimbangkan berat. Kemudian disentrifus pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan tanah dari kotoran. Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan air kembali sampai setengah volume dan ditambahkan larutan 75% gula sampai penuh, dikocok dan disentrifus kembali pada 6000 rpm selama 20 detik. Spora dikumpulkan dengan menuangkan supernatan ke dalam saringan 106 m, dicuci dengan air untuk menghilangkan larutan gula dan spora dipindahkan ke dalam botol vial, ditambahkan air diinokulasikan pada kecambah kelapa sawit. Untuk isolasi bakteri endosimbiotik mikoriza dari spora FMA digunakan metode yang dikembangkan oleh Reimann (2005). Di dalam cawan Petri spora disterilisasi dengan larutan 2% Chloramine-T selama 15 menit. Setelah itu spora dipindahkan lagi ke dalam cawan Petri steril dan dicuci dengan air steril dengan menggunakan pipet steril untuk menghilangkan larutan Chloramine-T. Spora kemudian dipindahkan ke kertas saring steril dan biarkan kering. Kemudian dengan menggunakan jarum steril yang terlebih dahulu dicelupkan ke dalam air steril spora, dipecahkan di atas kaca preparat dan dipindahkan satu persatu ke dalam cawan Petri yang mengandung media agar, kemudian ditumbuhkan selama 2 hari di dalam inkubator dengan suhu 28 oC. Media agar yang digunakan adalah nutrient agar (NA) dengan konsentrasi
39
1x, 10x, 100x, media tryptic soy agar (TSA) dengan konsentrasi 1x, 10x, 100x dan media pseudomonas agar base (PAB) konsentrasi 1x. Bakteri yang tumbuh kemudian dimurnikan dengan transfer koloni dengan metode goresan cawan Petri. Isolat bakteri yang sudah murni dipindahkan ke dalam agar miring dan disimpan pada suhu 4 oC sampai akan digunakan. Pada saat akan digunakan terlebih dahulu dibuat inokulum cair bakteri dengan menumbuhkan isolat pada media nutrient broth, tryptic soy broth dan pseudomonas cair dalam gelas erlenmeyer dan diletakkan dalam shaker selama 48 jam pada suhu 28 oC. Identifikasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza Berdasarkan 16S rDNA. Bakteri endosimbiotik mikoriza yang diperoleh kemudian diidentifikasi berdasarkan 16S rDNA (Gabor et al. 2003). Ekstraksi DNA. Total DNA bakteri diekstraksi menggunakan Instagene Matrix Kit (Biorad). Koloni bakteri yang berumur satu hari pada agar miring ditambahkan dengan 1,0 mL air steril untuk mendapatkan suspensi bakteri. Suspensi bakteri dipindahkan ke tabung eppendorf 1,5 mL, tambahkan air steril dan disentrifugasi pada 10 000 × g selama 1 menit. Supernatannya dibuang dan pelet dilarutkan dengan 200 L Instagene Matrix. Suspensi bakteri diinkubasi pada 56 C selama 15-30 menit pada heat block, divorteks dengan kecepatan tinggi selama 10 detik dan diletakkan kembali pada heat block, kemudian diinkubasi pada 100 C selama 8 menit, di vorteks kembali dengan kecepatan tinggi selama 10 detik, kemudian repelleted di 10 000 × g selama 2-3 detik. Supernatan yang berisi DNA disimpan pada -20 oC. Polymerase Chain Reaction. Lima L template DNA dicampur dengan 45 L larutan PCR yang terdiri dari: 5 L MgCl2 25 mM, 4 L campuran dNTP 2,5 mM, 5 L PCR buffer 10x, 0,25 L LA tag, 2 L Primer 8F 10 M, 2 L Primer 1492 R 10 M dan 26,75 L ddH2O sehingga volume total reaksi 50 L. Amplifikasi dari sintesis peptida dilakukan menggunakan primer universal 8F (5 'GGTTACCTTGTTACGACTT
3')
dan
1492R
(5
'AGAGTTTGATCCTGGCTCAG 3') dari AlphaDNA (Canada). Reaksi PCR dilakukan sebagai berikut: denaturasi awal pada 96 C selama 3 menit dan 30
40
siklus yang terdiri dari denaturasi pada 96 C selama 45 detik, annealing pada 56 C selama 30 detik, dan elongasi pada 72 C selama 2 menit. Reaksi ini diselesaikan dengan final extension pada 72 C selama 7 menit. Produk PCR dianalisis dengan elektroforesis dalam gel agarose 0,8% (b/v) dengan running buffer TAE 1x pada 100 V selama 30 menit. Gel divisualisasikan di bawah iluminator UV dan pita DNA yang muncul dipotong dan dimurnikan dengan menggunakan Gene Aid Kit. Sekuensing DNA. Primer yang digunakan untuk siklus sekensing adalah 765R (5 'CTGTTTGCTCCCCACGTTTC 3') dan 1141R (5 'GGGTTGCGCTCGTTGC 3') dari AlphaDNA (Canada). Larutan solusi siklus sekuensing terdiri dari: 2 L 5x buffer sequencing, 2 L primer campuran (765 R dan 1141R), 4 L big dye V3.1, 4 L template DNA dan 8 L H2O dengan volume reaksi akhir campuran 20 L. Urutan siklus dilakukan sebagai berikut: denaturasi awal pada 96 C selama 3 menit, 25 siklus reaksi yang terdiri dari denaturasi pada 96 C selama 1 menit, annealing pada 55 C selama 1 menit, dan elongasi pada 60 C selama 2 menit sebelum pendinginan reaksi pada 4 C. DNA yang dihasilkan dari siklus sekuensing terlebih dahulu dimurnikan dengan presipitasi DNA menggunakan etanol, natrium asetat, dan EDTA diikuti dengan sentrifugasi dan pelet yang terbentuk dibilas dengan etanol 70%. Pelet DNA dilarutkan kembali dengan 12 L ddH2O dan urutan DNA dibaca dengan menggunakan Genetic Analyzer 3130 (Applied Biosystems, USA). Contigs DNA dirakit menggunakan program ATGC yang menghubungkan primer 765R dan 1141R. Sekuen yang dihasilkan dibandingkan dengan sekuens DNA yang tersedia di database GenBank dari NCBI dengan menggunakan program BLAST. Konstruksi Pohon filogenetik. Alignment urutan16S rDNA dilakukan dengan menggunakan program Clustal X. Pohon filogenetik dibangun dengan membandingkan urutan 16S rDNA kedua puluh bakteri endosimbiotik mikoriza hasil isolasi dengan urutan 16S rDNA dua puluh bakteri dari database DNA GeneBank dan divisualisasikan menggunakan Program Tree View 1.6.6. Hubungan filogenetik diperoleh dengan analisis neighbor-joining dikombinasikan dengan analisis bootstrap dari 100 ulangan.
41
Hasil dan Pembahasan Hasil Isolasi Fungi Mikoriza Arbuskular, Trapping dan Perbanyakan Inokulum Hasil isolasi FMA dari keempat varietas rizosfir kelapa sawit Pisifera, Tenera, Dura Dumpy dan Dura Deli disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rata-rata jumlah spora fungi mikoriza arbuskular per 200 gram sampel tanah hasil isolasi langsung dari sampel tanah dari rizosfir empat varietas kelapa sawit Jumlah Spora per 200 g Sampel Tanah dari Varietas Kelapa Sawit
Kode Sampel
Dura Dumpy
Dura Deli
Pisifera
Tenera
1.1
10
13
52
20
1.2
12
10
20
9
2.1
22
33
7
19
2.2
9
49
10
19
3.1
23
21
64
12
3.2
127
44
17
28
4.1
50
58
17
21
4.2
37
31
10
18
Jumlah
290
259
197
146
Rata-rata
36,25 a
32,37 a
24,62 a
18,25 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% Analisis ragam terhadap jumlah spora FMA dari rizosfir kelapa sawit menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari keempat varietas kelapa sawit terhadap jumlah spora per 200 gram sampel tanah. Dari hasil ekstraksi dan isolasi spora dari sampel tanah terlihat bahwa rata-rata jumlah spora yang diperoleh per 200 g sampel tanah bervariasi antara 18,25 sampai dengan 36,25 spora. Jumlah spora terbanyak diperoleh dari rizosfir varietas Dura Dumpy dengan rata-rata 36,25 spora dan diikuti oleh varietas Dura Deli sebanyak 32,37 spora dan Pisifera dengan rata-rata 24,62 spora. Sementara jumlah spora terendah terdapat pada rizosfir varietas Tenera dengan jumlah rata-rata 18,25 spora.
42
Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskular Berdasarkan karakteristik morfologi dan reaksinya terhadap pewarna Melzer’s, spora FMA yang diisolasi dari rizosfir kelapa sawit dari Kebun Aek Pancur Pusat Penelitian Kelapa Sawit memiliki tipe spora yang beragam yang didominasi oleh genus Glomus yang terdiri dari 7 tipe dan genus Gigaspora yang terdiri dari 3 tipe (Tabel 2). Tabel 2 Jenis spora fungi mikoriza arbuskular hasil isolasi dari rizosfir kelapa sawit dari Kebun Percobaan Aek Pancur Pusat Penelitian Kelapa Sawit No
Tipe Spora
1.
Glomus sp 1
2.
40x Glomus sp 2
3.
40x Glomus sp 3
40x
Karakteristik Morfologi Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua, permukaan halus, hyphal attachment berbentuk lurus
Reaksi dengan Melzer’s Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning muda, dinding berwarna lebih muda dan tebal, permukaan halus hyphal attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning keputihan, dinding tebal berwarna putih, permukaan halus, hyphal attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
43
4.
Glomus sp 4
5.
40x Glomus sp 5
6.
40x Glomus sp 6
7.
40x Glomus sp 7
8.
40x Gigaspora sp 1
40x
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat muda, permukaan halus, tidak memiliki hypal attachment
Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning keputihan, dinding tipis dan bewarna putih, permukaan halus, hypal attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua kehitaman, permukaan halus, hypal attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning tua, permukaan halus, dinding tipis berwarna lebih muda, hypal attachment berbentuk lurus
Tidak bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk oval, bewarna coklat tua, dinding tipis dan berwarna lebih gelap, permukaan halus, memiliki bulbous pada pangkal hypal attachment
Bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
44
9.
Gigaspora sp 2
10.
40x Gigaspora sp 3
Spora berbentuk bulat, dinding tipis, permukaan halus, memiliki bulbous pada pangkal hypal attachment
Bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
Spora berbentuk bulat, berwarna coklat tua, permukaan halus, memiliki bulbous pada pangkal hypal attachment
Bereaksi dengan pewarnaan Melzer’s
40x
Isolasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza dari Spora FMA Beberapa bakteri endosimbiotik mikoriza berhasil diisolasi dari spora FMA dan tumbuh pada media nutrient agar (NA), tryptic soy agar (TSA) dan pseudomonas agar base (PAB). Jumlah isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh pada masing-masing media isolasi disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa total jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil tumbuh pada media isolasi nutrient agar, tryptic soy agar dan pseudomonas agar base adalah 57 isolat yang terdiri dari 25 isolat pada media NA, 29 isolat pada media TSA dan 3 isolat pada media PAB. Bakteri endosimbiotik mikoriza yang paling banyak tumbuh berasal dari spora FMA yang diisolasi dari rizosfir kelapa sawit varietas Dura Dumpy (Dp), dengan jumlah total 24 koloni yang terdiri dari 10 koloni pada media NA dan 14 koloni pada media TSA akan tetapi tidak tumbuh pada media PAB. Jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza paling sedikit diperoleh dari spora FMA yang diisolasi dari varietas Pisifera, yaitu hanya 10 koloni. Sementara verietas Dura Deli dan Tenera jumlah isolat bakteri yang tumbuh pada media isolasi hanya 11 dan 12 koloni secara berurutan.
45
Tabel 3 Keragaman isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh pada media isolasi nutrient agar, tryptic soy agar dan pseudomonas agar base Sampel Tanah Dp 1.2 Dp 2.1 Dp 3.2 Dp 4.1 Dd 1 Dd 2.2 Dd 3.2 Dd 4.1 Ps 1.1 Ps 3.1 Ps 3.3 Ps 4 Tn 1 Tn 2 Tn 3 Tn 4.2 Jumlah
Nutrient Agar 1x 1 3 1 1 1 2 9
10x 3 1 1 2 1 3 11
100x 1 1 1 1 1 5
Tryptic Soy Agar 1x 2 3 1 1 2 1 1 1 1 13
10x 2 1 1 1 1 1 2 9
100x 1 1 3 1 1 7
Pseudomonas Agar Base 1x 1 1 1 3
Jumlah
24
11
10
12 57
Dari 57 isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diisolasi dari spora FMA dari rizosfir kelapa sawit dilakukan seleksi isolat yang secara visual koloninya berbeda, baik dalam bentuk maupun warna koloni. Hasilnya diperoleh 20 isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang koloninya berbeda secara morfologi baik bentuk maupun warna koloni (Tabel 4). Dari hasil pewarnaan Gram, terlihat bahwa mayoritas (tigabelas dari duapuluh) isolat bakteri endosimbiotik yang diperoleh merupakan bakteri Gram positif. Konsentrasi media tumbuh yang berbeda (nutrient agar 1x, 10x, 100x) dan (tryptic soy agar 1x, 10x, 100x) menghasilkan pertumbuhan bakteri endosimbiotik yang beragam bentuk morfologinya baik warna maupun bentuk ujung koloninya. Beberapa bentuk morfologi bakteri endosimbiotik pada media TSA 10x tidak sama dengan bentuk koloni bakteri pada media TSA 1x, demikian juga halnya dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh pada media NA. Sementara untuk media
46
spesifik PAB, kedua isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang diperoleh samasama memiliki bentuk ujung koloni yang rata akan tetapi sedikit berbeda pada warna koloni, dimana warna koloni isolat B19 berwarna kuning mengarah ke jingga, sementara isolat B20 berwarna jingga Tabel 4 Morfologi koloni bakteri endosimbiotik mikoriza pada media hasil isolasi dari spora FMA di rizosfir kelapa sawit Kode Isolat
Asal Isolat
Media
Morfologi Koloni
Pewarnaan Gram
B1
Tn 2-A
NA
Coklat keputihan, rata
positif
B2
Ps 3.1
TSA 10X
Putih, granul
positif
B3
Tn 2-B
NA
Kuning, rata
positif
B4
Dp 3.2-A
NA
Krem kekuningan, melebar
positif
B5
Ps 3.1
NA 10X
Putih, rata
positif
B6
Dd 1
TSA 10X
Putih agak krem, rata
negatif
B7
Ps 4
TSA
Krem kecoklatan, menjari
negatif
B8
Dp 3.2-B
NA
Putih-krem, bersegmen
positif
B9
Ps 4
NA100 X
Pink, rata
negatif
B10
Dd 4.1-B
TSA
Putih-Krem melebar
positif
B11
Dp 3.2-C
NA
Putih, melebar, agak keras.
positif
B12
Dp 3.2-2
TSA
Krem, melebar
negatif
B13
Dp 4.1
TSA
Coklat, granul
positif
B14
Dd 3.2
TSA
Krem kekuningan, melebar
positif
B15
Dp 2.1
NA
Putih kecoklatan, rata
positif
B16
Ps 1.1
TSA 10X
Putih kemerahan, rata
positif
B17
Tn 1
NA
Putih, menjari
positif
B18
Dp 2.1-C
TSA
Kecoklatan, granul
negatif
B19
Tn 4.2
PAB 1x
Kuning kejinggaan, rata
negatif
B20
Ps 3.3
PAB 1x
Jingga, rata
negatif
Ket: . Asal isolat dapat dilihat pada Lampiran18.
47
Gambar 1 Morfologi isolat murni bakteri endosimbiotik mikoriza hasil isolasi dari spora FMA dari rizosfir kelapa sawit pada media nutrient agar
Identifikasi Bakteri Endosimbiotik Mikoriza Berdasarkan 16S rDNA Hasil identifikasi bakteri endosimbiotik mikoriza berdasarkan 16S rDNA disajikan pada Tabel 5.
Dari Tabel 5 terlihat bahwa sebelas isolat bakteri
endosimbiotik mikoriza yang diperoleh merupakan genus Bacillus yaitu isolat B2, B4, B5, B8, B10, B11, B13, B14, B15, B16 dan B17. Sembilan isolat bakteri lainnya merupakan genus Alcaligenes (isolat B7, B12, B18), genus Pseudomonas
48
(B19 dan B20), genus Streptomyces (B1), genus Kocuria (B3) dan genus Brevundimonas (B9).
Tabel 5 Hasil identifikasi bakteri endosimbiotik mikoriza terseleksi berdasarkan 16S rDNA Kode Isolat
Genus/Species
Accession Number
Homology (%)
B1
Streptomyces sp. FXJ1.297
FJ754492.1
96
B2
Bacillus sp. TDSAS2-16
GQ284549.1
98
B3
Kocuria sp. 10-4DEP
GQ203109.1
99
B4
Bacillus subtilis N43
GQ465935.1
97
B5
Bacillus thuringiensis CCM11B
FN433030.1
100
B6
Enterobacter sp. JS-48
GQ280118.1
97
B7
Alcaligenes faecalis AE1.16
GQ284565.1
100
B8
Bacillus pumilus CrK08
GQ503326.1
100
B9
Brevundimonas sp. ZF 12
GQ891673.1
100
B10
Bacillus subtilis ZJ06
EU266071.1
100
B11
Bacillus clausii CSB15
FJ189790.1
99
B12
Alcaligenes faecalis AE1.16
GQ284565.1
100
B13
Bacillus sp. AHE.1
AY485275.1
99
B14
Bacillus thuringiensis CCM11B
FN433030.1
100
B15
Bacillus pumilus CrK08
GQ503326.1
100
B16
Bacillus thuringiensis CCM11B
FN433030.1
100
B17
Bacillus subtilis N43
GQ465935.1
97
B18
Alcaligenes sp. F78
EU443097.1
98
B19
Pseudomonas stutzeri TSWCW11
GQ284458.1
99
B20
Pseudomonas stutzeri TSWCW19
GQ284464.1
100
Berdasarkan 16S rDNA (Tabel 5), hasil identifikasi isolat B5, B14 dan B16 merupakan jenis yang sama yaitu Bacillus thuringiensis CCM11B dengan homology 100% (Gambar 2), akan tetapi secara morfologi ketiga isolat tersebut
49
tidak memiliki bentuk dan warna koloni yang sama (Gambar 1). Hal tersebut juga terjadi pada isolat B4 dan B17, dimana hasil identifikasi berdasarkan 16S rDNA menunjukkan jenis yang sama yaitu Bacillus pumilus CrK08 dengan homology 100%, akan tetapi secara morfologi memiliki bentuk dan warna koloni yang juga berbeda.
Escherichia coli strain WAB1892 92 100
Enterobacter sp. JS-48 B6
B19 100 Pseudomonas stutzeri TSWCW11 100 Pseudomonas stutzeri TSWCW19 100 B20 B12 93
100
98 100 84
B7 B18 Alcaligenes sp. F78 Alcaligenes faecalis CC2
Brevundimonas sp. ZF12 100 B9
63
100
100
Streptomyces sp.FXJ1.297 100 B1 Kocuria sp.10-4DEP 100 B3
100
B17 B2 Bacillus sp.TDSAS2-16
49 40
72
100 100
Bacillus thuringiensis isolate CCM11B B14 B16
22 47 36
Bacillus thuringiensis isolate CCM11B B5
Bacillus clausii CSB15 100 B11 90
35 100
92 100
Bacillus sp. AH-E-1 16S Bacillus subtilis ZJ06 B13 B10 B4 Bacillus subtilis N43
98 100 40
37
B15 Bacillus pumilus CrK08 B8
Gambar 2 Pohon filogenetik isolat bakteri endosimbiotik mikoriza terseleksi berdasarkan homologinya
Pembahasan Spora yang berhasil diisolasi dari sampel tanah dari keempat varietas kelapa sawit jumlahnya antara 7-127 spora/200 g tanah. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Kartika et al. (2006) yang hanya menemukan 1-10 spora/50 g tanah dari rizosfir kelapa sawit. Perbedaan jumlah
50
spora yang diperoleh kemungkinan karena perbedaan lingkungan asal spora seperti jenis tanah, hara tanaman, pemupukan, cahaya dan praktek pertanian. Di samping itu, waktu atau musim pada saat pengambilan sampel juga mempengaruhi jumlah spora FMA, dimana pada bulan Maret 2007 masih turun hujan tapi dengan intensitas yang sedikit (peralihan musim hujan ke musim kering), diduga spora FMA yang terdapat di daerah rizosfir kelapa sawit pada waktu itu sudah mengalami perkecambahan sehingga jumlah spora yang diperoleh tidak banyak. Jumlah spora yang ditemukan pada masing-masing sampel tanah sangat bervariasi, yang menunjukkan tingkat sebaran dan dominansi mikoriza pada lokasi penelitian. Bentuk spora, jumlah, dan jenis yang ditemukan pada masingmasing sampel tanah yang berbeda juga bervariasi.Keadaan ini menunjukkan adanya keanekaragaman mikoriza yang terdapat pada masing-masing hamparan tanah.Satu individu tanaman dapat berasosiasi dengan lebih dari satu mikobion (Nuhamara et al. 1985), suatu mikobion dapat berasosiasi dengan satu atau lebih autobion (Nuhamara 1993). Dalam penelitian ini belum dapat dikorelasikan antara jumlah spora dengan kondisi lingkungan in situ, karena faktor biologi yang mempengaruhi proses infeksi antara tingkat kepekaan inang terhadap jenis mikoriza yang ada belum diamati. Jenis tanaman inang juga mempengaruhi kolonisasi dan jumlah spora dari FMA seperti yang dinyatakan oleh Oliviera dan Oliviera (2005) bahwa kolonisasi dan jumlah spora FMA sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman inang, musim, kelembaban tanah, kimia tanah dan praktek (teknik) pertanian. Jefwa et al. (2009) menguatkan pernyataan tersebut bahwa jumlah spora FMA pada tanaman napier (Pennisetum purpureum S) dan teh (Camellia sinensis L) jauh lebih banyak dibandingkan jumlah spora pada tanaman kopi (Coffea canephora L. var. robusta) dan hutan alami. Jumlah spora FMA dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diisolasi paling banyak diperoleh juga dari rizosfir kelapa sawit varietas Dura Dumpy (Dp). Kemungkinan eksudat akar yang dikeluarkan oleh varietas Dura Dumpy berbeda dari eksudat akar yang dikeluarkan oleh varietas lainnya sehingga komunitas bakteri yang berhasil diisolasi lebih banyak dan lebih beragam.
51
Menurut Garbeva et al. (2004) bakteri akan bereaksi berbeda terhadap senyawa yang dilepaskan oleh akar tanaman, sehingga komposisi yang berbeda dari eksudat akar akan memberikan komunitas bakteri yang berbeda pula. Untuk memastikan hal tersebut pada kelapa sawit perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat jenis eksudat akar yang dikeluarkan oleh masing-masing varietas kelapa sawit dan kaitannya dengan komunitas bakteri yang terbentuk di daerah mikorizosfir dari masing-masing varietas kelapa sawit. Pada saat pengambilan sampel tanah di Kebun Percobaan Aek Pancur Pusat Penelitian Kelapa Sawit, umur tanaman kelapa sawit untuk masing-masing varietas tidak sama, sehingga kepadatan spora yang diperoleh berbeda. Disamping itu, kondisi tanah dan ekosistem yang berbeda diduga juga akan mempengaruhi komposisi mikroba yang terdapat pada rizosfir tanaman kelapa sawit. Jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diisolasi dari spora FMA tidak terlalu banyak. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis media umum nutrient agar, tryptic soy agar dan pseudomonas agar base. Jenis media pertumbuhan tersebut mungkin masih belum sesuai untuk pertumbuhan bakteribakteri lainnya. Setiap organisme mempunyai lingkungan yang spesifik dan sesuai harus
menemukan
lingkungan
yang
sesuai
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangannya. Lingkungan tumbuh tersebut sangat spesifik bagi masingmasing individu, sehingga diperlukan media yang lebih bervariasi agar bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh lebih bervariasi. Untuk mendapatkan variasi bakteri yang tumbuh perlu dicoba media pertumbuhan seperti yeast mannitol agar (YMA), nitrogen-free broth (NFB) atau media lainnya. Konsentrasi berbeda dari media tumbuh mempengaruhi jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh. Beberapa bakteri mungkin membutuhkan lebih sedikit nutrisi dibandingkan dengan bakteri lainya, sehingga konsentrasi yang berbeda dari media NA dan TSA yang digunakan pada penelitian ini menghasilkan variasi jenis dan jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh. Sementara media PAB merupakan media selektif untuk bakteri jenis pseudomonas sehingga jumlah bakteri endosimbiotik mikoriza yang tumbuh hanya dari jenis pseudomonas. Menurut Thiel (1999) bakteri akan tumbuh dengan baik jika jumlah optimal dari nutrisi tersedia dalam media, akan tetapi kebutuhan nutrisi bakteri sangat
52
bervariasi. Beberapa jenis bakteri membutuhkan medium yang kaya nutrisi dan penuh dengan asam amino, peptida, vitamin dan gula. Sementara medium yang kaya nutrisi tersebut akan membunuh jenis bakteri lainnya. Lebih lanjut Thiel (1999) menyatakan bahwa nutrient broth adalah medium moderat yang memungkinkan pertumbuhan yang baik dari sebagian besar bakteri. Kekurangan gula, dapat
meningkatkan
laju pertumbuhan bakteri,
akan tetapi
juga
meningkatkan angka kematian karena metabolisme gula menghasilkan asam yang membunuh sel bakteri. Minimal medium, yang hanya menyediakan nutrisi penting memungkinkan bakteri menghasilkan asam amino dan vitamin sendiri, sehingga sering digunakan di laboratorium, akan tetapi bakteri yang tumbuh di medium minimal memiliki fase lag yang panjang dan tumbuh lebih lambat. Pada penelitian ini, isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diisolasi didominasi oleh genus Bacillus sp. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xavier dan Germida (2003) bahwa 80 – 92% bakteri yang berhasil diisolasi dari spora FMA Glomus clarum NT4 merupakan genus Bacillus spp yang membentuk endospora. Mahaffee dan Kloepper (1997) juga melaporkan hal yang sama bahwa Bacillus sp merupakan bakteri yang dominan ditemukan di daerah rizosfir karena memiliki keragaman dalam kemampuan fisiologisnya seperti toleransi terhadap panas, kemasaman dan salinitas. Mayoritas isolat bakteri endosimbiotik mikoriza yang berhasil diseleksi termasuk ke dalam golongan bakteri Gram positif (13 dari 20 isolat). Artursson et al. (2005) melaporkan bahwa bakteri Gram positif merupakan bakteri yang lebih banyak berasosiasi dengan FMA dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Andrade et al. (1997) juga melaporkan bahwa genus Arthrobacter dan Bacillus (Gram positif) lebih sering ditemukan di daerah hiposfir yaitu area tanah yang dikelilingi oleh hifa FMA. Beberapa isolat pada penelitian ini merupakan isolat yang homolog atau sama berdasarkan 16S rDNA akan tetapi menunjukkan warna dan bentuk koloni yang berbeda ketika ditumbuhkan di media agar pada umur yang sama. Kemungkinan isolat-isolat tersebut terletak pada sub spesies yang berbeda, akan tetapi dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya seperti menggunakan marker DNA pada lokus yang berbeda dari daerah ribosomal DNA. Identifikasi bakteri berdasarkan 16S rDNA efektif untuk karakterisasi hubungan
53
antar spesies. Fox et al. (1992) menyatakan bahwa identitas efektif dari sekuens 16S rRNA tidak selalu merupakan kriteria yang cukup untuk menjamin identitas spesies, sehingga walaupun sekuen 16S rRNA dapat digunakan secara rutin untuk membedakan dan menemukan hubungan antar genus dan kadang-kadang sampai spesies, akan tetapi untuk spesies baru yang berbeda mungkin tidak dikenali.
Simpulan Secara alami pada rizosfir kelapa sawit terdapat isolat fungi mikoriza arbuskular (FMA) yang terdiri dari genus Glomus dan Gigaspora. Di dalam spora fungi mikoriza arbuskular yang diperoleh terdapat beberapa jenis bakteri yang hidup bersama FMA atau disebut dengan bakteri endosimbiotik mikoriza yang didominasi oleh bakteri Gram positif. Fungi mikoriza arbuskular yang terdapat pada rizosfir kelapa sawit memiliki jumlah spora yang berbeda untuk tiap varietas kelapa sawit (Pisifera, Tenera, Dura Dumpy dan Dura Deli). Jenis, waktu atau musim pada saat pengambilan sampel serta praktek pertanian seperti pemupukan yang intensif mempengaruhi jumlah spora fungi mikoriza arbuskular dan bakteri endosimbiotik mikoriza yang diisiolasi dari rizosfir kelapa sawit. Berdasarkan 16S rDNA nya, bakteri yang diisolasi dari spora FMA dari keempat varietas kelapa sawit terdiri dari genus Streptomyces sp, Bacilllus sp, Alcaligenes sp, Kocuria sp, Enterobacter sp, Brevundimonas sp dan Pseudomonas sp dan yang paling dominan adalah genus Bacillus sp.
DAFTAR PUSTAKA Akiyama K, Matsuzaki K, Hayashi H. 2005. Plant sesquiterpenes induce hyphal branching in arbuscular mycorrhizal fungi. Nature 435:824-8 Andrade G, Mihara KL, Linderman RG, Bethlenfalvay GJ. 1998. Soil aggregation status and rhizobacteria in the mycorrhizosphere. Plant Soil 202:89-96. Artursson V, Finlay RD, Jansson JK. 2005. Combined bromodeoxyuridine immunocapture and terminal restriction fragment length polymorphism analysis highlights differences in the active soil bacterial metagenome due to Glomus mosseae inoculation or plant species. Environ Microbiol 7:1952-1966.
54
Barea JM, Azcon R, Azcon-Aguilar C. 2002. Mycorrhizosphere interactions to improve plant fitness and soil quality. Antonie van Leeuwenhoek 8:343-351. Bednarek P, Schneider B, Svatos A, Oldham NJ, Hahlbrock K. 2005. Structural complexity, differential response to infection, and tissue specificity of indolic and phenylpropanoid secondary metabolism in Arabidopsis roots. Plant Physiol. 138:1058–1070. Broeckling CD, Broz AK, Bergelson J, Manter DK, Vivanco JM. 2008. Root exudates regulate soil fungal community composition and diversity. Appl. Environ. Microbiol. 74:738-744. Brundrett MC, Melville L, Peterson L. 1994. Practical methods in mycorrhiza research. Ontario, Canada: Mycologie Publications. Camargo-Ricalde SL, Esperon-Rodriguez M. 2005. Effect of spatial and seasonal soil heterogeneity over arbuscular mycorrhizal fungal spore abundance in the semi-valley of Tehuacan-Cuicatlan, Mexico. Rev Biol Trop. 53:339352. Darmono TW. 2000. Ganoderma in oil palm in Indonesia: current status and prospective use of antibodies for the detection of infection. Di dalam: Flood J, Bridge PD, Holderness, editor. Ganoderma Diseases of Perennial Crops. United Kingdom: CABI Publishing, hlm 249-266. Flood J, Keenan L, Wayne S, Hasan Y. 2005. Studies on oil palm trunks as sources of infection in the fields. Mycopathologia 159:101-107. Fox GE, Jeffrey DW, Peter JJr. 1992. How close is close: 16S rRNA sequence identity may not be sufficient to guarantee species identity. Int J Syst Bacteriol 42:166-70. Gabor EM, de Vries EJ, Janssen DB. 2003. Efficient recovery of environmental DNA for expression cloning by indirect extraction methods. FEMS Microbiol Ecol 44: 153–163. Garbeva P, Van Veen JA, Van Elsas JD. 2004. Microbial diversity in soil: Selection of microbial populations by plant and soil type and implications for disease suppressiveness. Annu. Rev. Phytopathol. 42:243-270. Gardemann JW, Nicolson TH. 1963. Spores of mycorrhizal Endogone species extracted from soil by wet sieving and decanting. Trans. Br. Mycol. Soc. 46: 235-244. Germida JJ, Siciliano SD, Freitas JR, Seib AM. 1998. Diversity of root associated bacteria associated with field-grown canola (Brassica napus L). FEMMS Microbiol. Ecol. 26:43-50. Hashim A. 2004. Ganoderma versus mycorrhiza. Palmas 25:21-26.
55
Ho CT. 1998. Safe and efficient management systems for plantation pests and diseases. The Planter 74:369-385. Jefwa JM, Mung’atu J, Okoth P, Muya E, Roimen H, Njuguini S. 2009. Influence of land use types on occurrence of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in the high altitude regions of Mt. Kenya. Tropical and Subtropical Agroecosystems 11: 277-290. Kaiser O, Puhler A, Selbitschka W. 2001. Phylogenetic analysis of microbial diversity in the rhizoplane of oilseed rape (Brassica napus cv Westar) employing cultivation-dependent and cultivation-independent approaches. Microb. Ecol. 42:136-149. Kartika E, Yahya S, Budi SW. 2006. Isolasi, karakterisasi dan pemurnian cendawan mikoriza arbuskular dari dua lokasi perkebunan kelapa sawit (bekas hutan dan bekas kebun karet). Jurnal Kelapa Sawit 14(3). Mahafee WF, Kloepper JW. 1997. Temporal changes in the bacterial communities of soil, rhizosphere and endorhiza associated with field grown cucumber (Cucumis sativus, L.). Can J Microbiol 34:210-223. Oliviera AN de, Oliviera LA de. 2005. Seasonal dynamics of arbuscular mycorrhizal fungi in plants of Theobroma grandiflorum Schum and Paullinia cupana Mart. Of an agroforestry system in Central Amazonia, Amazonas State, Brazil. Brazilian J of Microbiology 36:262-270. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Depok: Penebar Swadaya. Picard C, di Cello F, Ventura M, Fani R, Guckert A. 2000. Frequency and biodiversity of 2,4-diacetylphloroglucinol producing bacteria isolated from the maize rhizosphere at different stages of plant growth. Appl. Environ. Microbiol. 66: 948-955. Redmond JW, Batley M, Djordjevic MA, Innes RW, Kuempel PL, Rolfe BG. 1986. Flavones induce expression of nodulation genes in Rhizobium. Nature 323:632–635. Reimann S. 2005. The interrelationship between rhizobacteria and arbuscular mycorrhizal fungi and their importance in the integrated management of nematodes and soil borne pathogens. [Disertation]. Germany: Rheinischen Friedrich Wilhelms Universitӓt Bonn. Sieverding E. 1991. Vesicular Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical Agrosystems. Eschborn, Germany: Technical Cooperation Federal Republic of Germany. Sarashimantun NS, Tey CC. 2009. Application of arbuscular mycorrhizal fungi for controlling Ganoderma basal stem rot of oil palm. Proceeding of
56
Agriculture, Biotechnology and Sustainability Coference. PIPOC International Palm Oil Congress, Kuala Lumpur – Malaysia, July 2009. Malaysian Palm Oil Board, hlm 415-422. Supena N, Yenni Y dan Purba AR. 2005. Evaluasi Produksi Hibrida Dumpty Lini Pabatu. Jurnal Pusat Penelitian Kelapa Sawit 13 (2). Susanto A, Sudharto, Purba RY. 2003. Enhancing biological control of basal stem rot disease (G. boninense) in oil palm plantation. Di dalam: Third International Workshop on Ganoderma diseases of Perennial Crops, Medan - Indonesia. 24-26 Maret. Thiel T. 1999. Introduction to bacteria. Di dalam: Science in the real world: Microbes in action. Department of Biology, University of Missouri–St Louis, hlm 1-9. Turner PD. 1981. Oil palm diseases and disorders. Oxford: Oxford UnivPress. Xavier LCJ, Germida JL. 2003. Bacteria associated with Glomus clarum spores influence mycorrhizal activity. Soil Biol Biochem 35:471-478. Yang CH, Crowley DE. 2000. Rhizosphere microbial community structure in relation to root location and plant iron nutritional status. Appl. Environ. Microbiol. 66: 461-465. Yow STK, Jamaludin N. 2001. Replanting Policies and Strategies in Golden Hope. Di dalam: Proc. 2001 International Palm Oil Congress – Agriculture. p. 289-294. Zuanazzi JAS, Clergeot PH, Quirion JC, Husson HP, Kondorosi A, Ratet P. 1998. Production of Sinorhizobium meliloti nod gene activator and repressor flavonoids from Medicago sativa roots. Mol. Plant-Microbe Interact. 11:784–794.