EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH Amran Muis, Lintje Hutahaean, dan Syamsul Bakhri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Komponen teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman mempunyai peran yang tidak kecil dalam peningkatan produktivitas dan kualitas hasil tanaman padi. Adanya serangan hama dan penyakit secara langsung dapat menurunkan hasil baik secara kuantitas maupun kualitas. Luas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi dilaporkan mencapai 12.152,3 ha yang mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 14.061,842 ton GKP atau terjadi kerugian ekonomi sebesar Rp. 24.249.136.660. Sistem pengendalian hama dan penyakit tanaman yang diterapkan di tingkat petani mengacu pada konsep pengendalian hama/penyakit tanaman terpadu (PHT). Sehubungan dengan hal tersebut untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan produktivitas pertanian, sekaligus mendukung peningkatan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah, dilakukan pengkajian untuk mengetahui sejauh mana eksistensi penerapan pengendalian hama dan penyakit tanaman padi di tingkat petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi. Pengkajian ini menggunakan metode survai. Lokasi ditetapkan di sentra produksi padi di kabupaten Donggala dan Parigi Moutong, dengan jumlah responden sebanyak 40 petani. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan persamaan matematis. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi terjadi sejak dari persemaian sampai saat penyimpanan. Hama utama yang menyerang tanaman padi yaitu ulat grayak, penggerek batang, ulat penggulung daun, semut hitam, dan tikus. Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi yaitu tungro. Persentase serangan hama dan penyakit pada pertanaman padi adalah 25-50%. Untuk mengatasinya, sebagian besar (97,50%) petani masih menggunakan racun, dengan frekuensi penyemprotan dengan racun antara 3-4 kali/musim tanam, bahkan ada sebagian petani yang masih melakukan penyemprotan dengan racun antara 7-8 kali/musim tanam. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan PHT belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani padi. Hal ini mengindikasikan bahwa program pemasyarakatan PHT di tingkat petani perlu ditingkatkan. Pembinaan secara berkelanjutan dengan pembimbingan di tingkat lapangan merupakan syarat mutlak, sebab dengan semakin lancarnya arus informasi yang sudah sampai ke pedesaan memberikan peluang besar bagi pengusaha pestisida untuk mempromosikan produknya ke petani. Kata kunci : eksistensi, pengendalian hama dan penyakit, padi PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi mempunyai arti penting disebabkan karena masih merupakan sumber penghasilan utama rumah tangga pertanian di Sulawesi Tengah. Bahkan hasil survai pendapatan petani di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa 69,4 % petani tanaman pangan, pendapatan utamanya bersumber dari usaha tanaman padi (BPS, 2005). Selain itu, produksi padi Sulawesi Tengah telah memberikan kontribusi yang nyata dalam penyediaan pangan secara nasional karena memiliki kelebihan produksi beras sebesar 174.673 ton (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah, 2003). Namun demikian produktivitas padi di Sulawesi Tengah saat ini masih cukup rendah yakni baru mencapai 3,9 ton/ha (BPS, 2005). Hasil Penelitian di kecamatan Damsol (Mario et al, 2004) menunjukkan bahwa penerapan teknologi dengan konsep pengelolaan tanman terpadu pada tanaman padi mampu meningkatkan produksi sampai dua kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa peluang peningkatan produktivitas padi di Sulawesi Tengah masih terbuka luas sepanjang penerapan paket teknologi ditingkat petani dapat terlaksana sesuai dengan anjuran Komponen teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman mempunyai peran yang tidak kecil dalam peningkatan produktivitas dan kualitas hasil tanaman padi. Adanya serangan hama dan penyakit secara langsung dapat menurunkan hasil baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Pada tahun 2005 dilaporkan luas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi mencapai 12.152,3 ha
dengan total kehilangan hasil mencapai 14.061,842 ton GKP atau setara dengan nilai Rp. 24.249.136.660 (Balai Perlindungan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah, 2006). Penggunaan pestisida yang sangat intensif pada usahatani padi telah menimbulkan dampak negatif, seperti timbulnya hama wereng coklat dan hama wereng hijau yang berkembang menjadi lebih resisten terhadap berbagai jenis pestisida. Disamping itu, pestisida yang berlebihan dalam penggunaannya telah menimbulkan masalah lingkungan, seperti matinya mahluk bukan sasaran dan musuh alami, residu pestisida di dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah dan udara, serta kecelakaan bagi manusia (keracunan dan kematian). Perkembangan tersebut telah mendorong pemerintah untuk secara bertahap mengubah kebijaksanaan pengendalian hama ke arah pendekatan yang komprehensif. Pendekatan ini selanjutnya dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Anonim, 1991). Pendekatan ini telah menjadi kebijakan dasar program perlindungan tanaman sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman . Konsep ini menganut 5 (lima) prinsip yaitu: (1) Membudidayakan tanaman sehat, (2) memanfaatkan sebesarbesarnya musuh alami, (3) menggunakan varietas tahan, (4) menggunakan pengendalian fisik/mekanik dan (5) dan penggunaan pestisida bilamana perlu. Sehubungan dengan hal tersebut untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan produktivitas pertanian, sekaligus mendukung peningkatan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah maka perlu adanya rumusan kebijakan untuk menekan terjadinya kehilangan hasil yang disebabkan oleh adanya serangan hama/penyakit tanaman. Tujuan Mengetahui sejauh mana eksistensi penerapan pengendalian hama dan penyakit pada usahatani padi di tingkat petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi
METODOLOGI Pengkajian dilaksanakan pada tahun 2006 menggunakan metode Survai. Lokasi pengkajian ditentukan secara sengaja atau Purposive Sampling berdasarkan sentra produksi padi di kabupaten Donggala dan Parigi Moutong di Sulawesi Tengah. Jumlah respnden masing masing kabupaten sebanyak 20 reponden, sehingga total responden sebanyak 40 responden. Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri dari dari data sekunder, dan primer. Data sekunder didapatkan dari BPS, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah, dan instansi terkait lainnya. Data Primer diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur. Data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif, dan persamaan matematis menggunakan regresi linear berganda (Gudjarati, 1995) sebagai berikut:
y = f ( x1, x 2, x3, x 4, x5, x6, x7, D)
ln y = ln a + b1ln x1 + b2 ln x 2 + b3 ln x3 + b4 ln x4 + b5 ln x5 + b6 ln x6 + b7 ln x7 + dD+ ∈ X1= luas lahan (ha) X2= kuantitas benih (kg) X3= kuantitas tenaga kerja (HOK) X4= biaya pupuk N (rp) X5= biaya pupuk P+K (rp) X6= bahan untuk pengendalian OPT (rp) X7= input lainnya (pupuk kandang, pupuk daun, zat perangsang tumbuh, dsb) (rp) D = variabel “dummy” dimana 0 = non PHT, 1= PHT HASIL DAN PEMBAHASAN
Y = Pendapatan
Eksistensi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi Serangan Organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi terjadi sejak dari persemaian sampai pada saat penyimpanan. Hasil survai menunjukkan ada lima jenis hama dan satu jenis penyakit yang menyerang tanaman padi saat di persemaian yaitu ulat grayak, penggerek batang, ulat penggulung daun, semut hitam, tikus dan penyakit tungro (Tabel 2), namun serangannya bervariasi merunut lokasi. Jumlah petani yang mengalami serangan hama tersebut dikabupaten Donggala lebih tinggi dibandingkan dengan dikabupaten Parigi Moutong. Bahkan persentase petani yang mengalami serangan hama di kabupaten Donggala lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Sulawesi Tengah. Tingginya persentase petani yang mengalami serangan hama di Kabupaten Donggala disebabkan karena adanya perbedaan faktor lingkungan khususnya curah hujan. Di Kecamatan Biromaru yang mempunyai curah hujan lebih rendah dibandingkan dikecamatan lainnya memperlihatkan persentase petani yang mengalami serangan hama relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal yang sama terjadi pada saat tanaman padi dipertanaman (saat pertumbuhan) maupun saat penyimpanan Hasil (Tabel 1).
Tabel 1.
Persentase Petani yang Mengalami Serangan Hama berdasarkan Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Padi, 2006.
Jenis Hama dan Penyakit/ Persentase Petani Saat Persemaian Hama a. ulat grayak b. penggerek batang c. penggulung daun d. semut hitam ef. tikus Penyakit : a. tungro b. busuk batang Saat Pertanaman Hama a. ulat grayak b. penggerek batang c. walang sangit d. tikus e. burung f. wereng coklat g. wereng hijau h. siput i. hama putih j. ulat penggulung daun k. orong-orong l. belalang m. semut hitam n. sundep Penyakit : a. tungro b. busuk batang Gudang Hama a. calandra b. tikus
Kabupaten Donggala Kec. Kec. RataBiro Damsol Rata maru
Kabupaten Parimou Ke. Kec. RataSausu Tomini Rata
Ratarata Sulteng
80 50 10 10 0
50 40 30 0 10
65 45 20 5 5
0 0 0 0 0
10 20 0 0 0
5 10 0 0 0
35 27,5 10 2,5 2,5
40 0
0 0
20 0
0 0
10 0
5 0
12,5 0
50 100 60 20 30 0 0 0 10 0 0 0 10 0
60 50 40 50 10 10 0 0 20 20 10 20 10 10
55 75 50 35 20 5 0 0 15 10 5 10 10 5
60 70 10 60 70 40 60 10 10 0 0 0 0 0
30 40 10 0 0 10 20 0 30 20 0 0 0 40
45 55 10 30 35 25 40 5 20 10 0 0 0 20
50 65 30 32,5 22,5 15 20 2,5 17,5 10 2,5 5 5 12,5
30 0
50 0
40 0
0 0
0 0
0 0
20 0
10 20
0 80
5 50
50 0
0 0
25 0
15 25
Persentase serangan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman padi di lokasi penelitian tertera pada Tabel 2. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa persentase serangan tertinggi (60%) hanya dialami oleh 25 % responden dan selebihnya persentasenya lebih rendah kecuali di Kecamatan Tomini yang mencapai 50 % responden mendapatkan serangan hama dengan persentase serangan 60 %.
Tabel 2. Persentase Petani Berdasarkan Persentase Serangan Hama dan Penyakit Pada Tanaman Padi, 2006 Persentase Serangan Hama dan Penyakit/ Persentase Petani (%)
Kabupaten Donggala
Kabupaten Parimou
Kec. Biromaru
Kec. Damsol
RataRata
Kec. Sausu
Kec. Tomini
RataRata
Ratarata Sulteng
< 25%
60
60
60
50
30
40
50
26-50%
20
40
30
10
60
35
32,5
51-75%
20
0
10
30
10
20
15
76-100%
0
0
0
10
0
5
2,5
Total
100
100
100
100
100
100
100
Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit yang ada pada pertanaman padi, petani umumnya melakukan tindakan pengendalian dengan menggunakan racun, walaupun petani mengetahui bahwa penggunaan racun merupakan langkah terakhir dalam konsep pengendalian hama terpadu. Namun rata-rata petani yang menggunakan racun (97, 5%) merasakan bahwa penggunaan racun untuk pengendalian hama pengaruhnya lebih cepat terlihat dan nyata dalam menekan kehilangan hasil (Tabel 3). Tabel 3. Persentase Petani Berdasarkan Persepsi Petani Terhadap Cara Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi, 2006 Persepsi Petani / Persentase Petani Penggunaan Racun - Menekan kehilangan hasil dan cepat kendalikan hama dan penyakit - Tidak selalu bisa mengendalikan hama dan penyakit Penerapan PHT - Pemantauan menekan penggunaan racun - Mengatasi serangan lebih awal - Penggunaan musuh alami tidak dapat langsung membunuh hama - Tidak menerapkan
Kabupaten Donggala
Kabupaten Parimou
Kec. Biromaru
Kec. Damsol
RataRata
Ke. Sausu
Kec. Tomini
RataRata
Ratarata Sulteng
100
90
95
100
100
100
97,5
0
10
5
0
0
0
2,5
40
40
40
0
0
20
30
50
60
55
40
0
27,5
41,25
10
0
5
0
0
2,5
3,75
0
0
0
60
100
50
25
Sebaliknya petani yang menerapkan konsep PHT, berpendapat bahwa dengan melakukan pemantauan perkembangan hama sebagaimana dianjurkan dalam SLPHT, ternyata dirasakan bahwa selain dapat mengatasi serangan lebih awal juga dapat menekan penggunaan racun dalam pengendalian hama. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan racun untuk mengendalikan hama hanya efektif bila disesuaikan dengan umur dan tahap perkembangan hama. Pada tahap perkembangan awal (instar/nimfa), penyemprotan dengan menggunakan racun akan lebih efektif, namun pengaruhnya akan menurun sejalan dengan tahapan perkembangan umur serangga.
Di kecamatan Biromaru Kabupaten Donggala, penggunaan biopestisida hanya dilakukan petani pada saat adanya demplot dari instatansi pemerintah (Tabel 4). Berdasarkan informasi petani bahwa penerapan penggunaan biopestisida masih sulit dilaksanakan ditingkat petani, karena belum tersedia secara bebas di kios-kios desa. Masalah lainnya adalah pembibingan oleh petugas yang tidak berkelanjutan sehingga informasi perkembangan teknologi ini tidak dapat diikuti oleh petani. Dengan semakin maraknya informasi tentang produk terbaru dari pestisida kimia menyebabkan teknologi biopestisida semakin ketinggalan. Oleh sebab itu, apabila konsep pengendalian hama terpatu (PHT) akan dimasyarakatkan ditingkat petani maka pembinaan secara berkelanjutan terutama dalam pembibingan di tingkat lapangan merupakan salah satu syarat mutlak. Sebab dengan semakin lancarnya arus informasi yang sudah sampai ke pedesaaan maka ke keterlambatan langkah pemerintah menindaklanjuti program pemasyarakat PHT, akan memberi peluang besar bagi pengusaha pestisida untuk mempromosikan produknya ke petani, sehingga program SLPHT yang selama ini telah dilakukan akan menjadi sia-sia. Tabel 4. Persentase Petani berdasarkan Cara Pengendalian Hama dan Penyakit pada tanaman tadi, 2006 Cara Pengendalian Hama dan Penyakit/ Persentase Petani (%)
Kec. Biromaru
Kec. Damsol
RataRata
Ke. Sausu
Kec. Tomini
RataRata
Ratarata Sulteng
Racun
90
100
95
100
100
100
97,5
Biopestisida/ Agenhayati
0
0
0
0
0
0
0
Racun dan Biopestisida/ Agenhayati
10
0
5
0
0
0
2,5
100
100
100
100
100
100
100
Total
Kabupaten Donggala
Kabupaten Parimou
Frekuensi tindakan pengendalian hama yang dilakukan petani setiap musim tanam menyesuaikan dengan kondisi perkembangan hama di lapangan. Hasil survai menunjukkan bahwa 40 % petani melakukan penyemprotan hama/penyakit dengan menggunakan racun kimia pada tanaman padi antara 3-4 kali/musim tanam (Tabel 5). Namun hal ini sangat tergantung kepada ketersediaan modal dan pengetahuan petani tentang konsep PHT. Bahkan di beberapa tempat ditemukan adanya petani melakukan pengendalia hama/penyakit sampai 8 kali/musim. Walaupun persentasenya hanya 15 % (Kab. Donggala) – sampai 25 % (Kab. Parigi Moutong), namun hal ini cukup memberi gambaran bahwa penggunaan pestisida kimia ditingkat petani masih cukup tinggi. Tabel 5. Persentase Petani Berdasarkan Frekuensi Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman Padi setiap Musim Tanam, 2006 Frekuensi Pengendalian Hama dan Penyakit/ Persentase Petani (%)
Kabupaten Donggala
Kabupaten Parimou
Kec. Biromaru
Kec. Damsol
RataRata
Ke. Sausu
Kec. Tomini
RataRata
Ratarata Sulteng
1-2 kali/MT
40
20
30
10
20
15
22,5
3-4 kali/MT
30
50
40
40
40
40
40
5-6 kali/MT
10
20
15
20
20
20
17,5
7-8 kali/MT
20
10
15
30
20
25
20
Total
100
100
100
100
100
100
100
Tingginya penggunaan racun dalam pengendalian OPT selain dapat berpengaruh terhadap lingkungan biofisik terutama terhadap peningkatan kekebalan (resistensi) hama terhadap racun yang diberikan, juga akan membebani ongkos produksi . Pada Tabel 6, terlihat bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian OPT tanaman padi setiap musim mencapai Rp.393.000,- dan di Kabupaten Parigi Moutong menggunakan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Donggala.
Namun peningkatan pengeluaran untuk pengendalian OPT tidak selalu diikuti oleh peningkatan hasil panen. Tabel 6. Rata-Rata Biaya dalam Pengendalian Hama dan Penyakit, Tahun 2006. Uraian Biaya (Rp)
Kabupaten Donggala
Kabupaten Parimou
Kec. Biromaru
Kec. Damsol
RataRata
Ke. Sausu
Kec. Tomini
RataRata
Ratarata Sulteng
Racun (Rp/ha)
84.197
121.150
102.674
241.350
156.611
397.961
250.318
Tenaga Kerja (Rp/ ha)
48.171
82.516
65.343
130.000
90.625
220.625
142.984
Total
132.368
203.666
168.017
371.350
247.236
618.586
393.302
Hasil survai menunjukkan bahwa tingkat produktivitas padi di Kabupaten Donggala sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan di Kabupaten Parigi-Moutong walaupun terlihat bahwa biaya pengendalian OPT yang lebih rendah. Demikian pula produktivitas yang dicapai petani yang telah menerapkan PHT lebih tinggi dibanding dengan non PHT, baik di Kabupaten Donggala maupun di Kabupaten ParigiMoutong (Tabel 7).
Tabel 7. Rata-Rata Produksi Padi Berdasarkan Petani yang menerapkan PHT dan Non PHT, 2006 Rata-Rata Produksi Padi Kab. Donggala Kab. Rata-Rata (Beras Kg/ha) Parimou Sulawesi Tengah PHT (a)
2.211
2.113
2.331,5
Non PHT (b)
2.022
1.949
2.053,5
Persentase Perbedaan a dan b
18,14
8,44
13,54
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan PHT selain dapat menekan perkembangan hama secara berkelanjutan juga dapat menekan kehilangan hasil secara baik dibandingkan dengan non PHT. Dengan demkian maka program pemasyarakatan PHT untuk tanaman padi ditingkat petani yang selama ini mulai menurun perlu digiatkan kembali mengingat bahwa program ini memberikan dampak positif terhadap prilaku petani yakni pengurangan jumlah racun kimia yang digunakan dalam kegiatan usahatani sehingga dalam jangka waktu panjang akan memberikan nilai positif terhadap kelestarian sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan petani. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi dianalisis menggunakan analisis regresi berganda, dengan variabel independen: luas lahan, kuantitas benih/jumlah pohon, kuantitas tenaga kerja, biaya pupuk N, biaya pupuk P dan K, bahan OPT, dan input lainnya (pupuk kandang, zat peransang tumbuh, dan lainnya). Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi menunjukkan bahwa nilai F-hitung sebesar 5,400 dan nyata pada tingkat kesalahan 1%. Hal ini berarti secara bersamasama variabel luas lahan (X1), kuantitas benih (X2), kuantitas tenaga kerja (X3), biaya pupuk N (X4), biaya pupuk P dan K (X5), bahan OPT (X6), input lainnya (X7), dan dummi keikutsertaan (D) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi (Y). Koefisien R2 (determinasi) sebesar 0,582, berarti sekitar 58,20% variasi variabel dependen (Y) dipengaruhi variabel-variabel independen (Xi). Hasil uji-t (individul test) menunjukkan bahwa variabel kuantitas benih (X2), kuantitas tenaga kerja (X3), biaya pupuk N (X4), biaya pupuk P dan K (X5), bahan OPT (X6), input lainnya (X7), dan dummi keikutsertaan, tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi. Hasil penelitian (Hariyadi, 1996) menyatakan bahwa keikutsertaan petani dalam SLPHT meningkatkan penerapan PHT, oleh karena itu SLPHT terus menerus perlu dikembangkan di tingkat petani. Demikian juga petani yang telah ikut SLPHT agar bina supaya senantiasa mau menyebarkan pengetahuan PHT kepada para petani lain. Selanjutnya, hasil uji-t (individul test) menunjukkan bahwa hanya variabel luas lahan (X2) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi (Y). Hal ini berarti bahwa penerapan PHT pada tanaman padi belum memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan pendapatan usahatani padi. Luas lahan (X1) mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 1.926.554, berarti setiap peningkatan nilai luas lahan satu satuan, maka pendapatan usahatani padi meningkat sebesar 1.926.554 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap. Tabel 8.
Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Sulawesi Tengah, 2006 Variabel Independen
X1 (Luas lahan) X2 (Kuantitas Benih) X3 (Kuantitas Tenaga Kerja) X4 (Biaya Pupuk N) X5 (Biaya Pupuk P dan K) X6 (Biaya Bahan OPT) X7 (Biaya Input Lainnya) D1 (Keikutsertaan)
Koefisien Regresi 1.926.554 (2,930)*** 1.620,813 (0,216) 0,289 (0,899) 1,060 (0,402) 3,222 (1,364) 0,05693 (0,039) -1,703 (-0,620) 169.258,8 (0,357)
Padi di
Konstanta R2 F-hitung Keterangan :
* ** *** ( )
-462.530 (-0,408) 0,582 5,400*** = beda nyata pada tingkat kesalahan 10 % = beda nyata pada tingkat kesalahan 5 % = beda nyata pada tingkat kesalahan 1 % = nilai t hitung
KESIMPULAN Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi terjadi sejak dari persemaian sampai saat penyimpanan. Hama utama yang menyerang tanaman padi yaitu ulat grayak, penggerek batang, ulat penggulung daun, semut hitam, dan tikus. Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi yaitu tungro. Persentase serangan hama dan penyakit pada pertanaman padi adalah 25-50%. Untuk mengatasinya, sebagian besar (97,50%) petani masih menggunakan racun, dengan frekuensi penyemprotan dengan racun antara 3-4 kali/musim tanam, bahkan ada sebagian petani yang masih melakukan penyemprotan dengan racun antara 7-8 kali/musim tanam. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan PHT belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani padi. Hal ini mengindikasikan bahwa program pemasyarakatan PHT di tingkat petani perlu ditingkatkan. Pembinaan secara berkelanjutan dengan pembimbingan di tingkat lapangan merupakan syarat mutlak, sebab dengan semakin lancarnya arus informasi yang sudah sampai ke pedesaan memberikan peluang besar bagi pengusaha pestisida untuk mempromosikan produknya ke petani.
DAFTAR PUSTAKA . Anonim. 1991. Laporan Kemajuan 1989-1991. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Bappenas. Jakarta BPS, 2005. Survei Pendapat Petani Provinsi Sulawesi Tengah 2004. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. Hal.14-15. Balai Perlindungan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah, 2006. Laporan Tahunan Tahun Anggaran 2005. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah. 2003. Laporan Tahunan 2002. Gudjarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta Hariyadi, Sunarru Samsi. 1996. Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Petani Dalam Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 2, No 1. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mario, M.D., R.H. Anasiru, IGP. Sarasutha, dan H. Hasni, 2004. Introduksi Model PTT dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Sulawesi tengah. Laporan PTT Sulawesi Tengah.