1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
EKSISTENSI INSTRUCTIONAL DESIGN DALAM KOEKSISTENSINYA DENGAN KURIKULUM NASIONAL BERBASIS KARAKTER Yohanes Vianey Sayangan STKIP Citra Bakti, NTT
[email protected] ABSTRAK Desain instruksional didefinisikan sebagai sebuah proses sistemtis yang dilakukan untuk mengembangkan program pendidikan dan pelatihan adalah satu cara yang tepat dan konsisten. Langkah-langkah dalam desain instruksional diawali dengan mengidentifikasi tujuan instruksional, analisis kebutuhan peserta didik, menulis kompetensi, mengembangkan instrumen penilaian, mengembangkan strategi instruksional, mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, serta mendesain evaluasi formaatif. Desain instruksional juga membutuhkan sebuah model pembelajaran. Model dpat dipahami sebagai kerangka untuk mengembangkan pelajaran. Berkaitan dengan kurikulum dan desain instruksional dapat dikatakan bahwa keduanya membutuhkan bentuk dari konten pendidikan dan isi dari bentuk pendidikan. Pakar kurikulum menerima bahwa kurikulum mengalir dari “apa” tentang ”apa” yang harus dipelajari. Desain instruksional mengalir dari “bagaimana” tentang “bagaimana” desain pembelajaran dijalankan. Kurikulum yang didasarkan pada karakter dapat dikembangakan melalui tahapan strategi instruksional. Kata Kunci: desain instruksional, model pembelajaran, strategi pembelajaran, kurikulum, karakter
77
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
THE EXISTENCE OF INSTRUCTIONAL DESIGN AND ITS INTERRELATIONSHIP WITH NATIONAL CHARACTER BASED CURRICULUM Yohanes Vianey Sayangan STKIP Citra Bakti, NTT
[email protected] ABSTRACT Instructional design is defined as a systematic process that is employed to develop educational and training programs in a consistent and reliable ways. The steps in instructional design start with identifying instructional goals, needs analysis, stating the competence, developing assessment rubric, developing instructional strategy, deciding and developing teaching materials, and designing formative evaluation. Instructional design needs teaching model as well. Teaching model itself can be defined as the framework to develop a lesson. Moreover, both curriculum and instructional design need a core of educational form as well as educational content. The experts of curriculum accept the fact that curriculum flows from the “what” to “what should be learned”. It also flows from “how” to “how should it be organized”. The character based curriculum can be developed progressively through instructional strategy. Keywords: Instructional Design, Instructional Models, Instructional Strategy, Curriculum, Character
PENDAHULUAN Desain pembelajaran (instructional design) bukanlah istilah baru dalam dunia pembelajaran. Dalam dunia teknologi pendidikan, desain instruksional merupakan salah satu dari (5) lima kawasan garapan teknologi pendidikan. Keempat kawasan garapan lainnya adalah pengembangan pembelajaran, pengelolaan atau manajemen pembelajaran, evaluasi/penilaian pembelajaran dan pemanfaatan pembelajaran. Desain pembelajaran muncul sejak saat praktek pembelajaran itu ada. Kata “desain” sendiri dalam prosesnya identik dengan istilah arsitek. Istilah desain dan arsitek diartikan sebagai seni dalam merancang dan mendirikan bangunan, termasuk di dalamnya perenccanaan, konstruksi dan penyelesaian dekorasi. Arsitektur meliputi sifat atau bentuk bangunan, proses membangun bangunan, bangunan itu sendiri dan kumpulan bangunan. Aktivitas arsitektur menciptakan ruang dengan cara yang benar-benar direncanakan dan dipikirkan sebelumnya. Sama halnya dengan arsitektur atau desasin bangunan membutuhkan seorang arsitek bangunanuntuk merancang dan merencanakan model, bentuk, ukuran dan artistik sebuah bangunan, pembelajaran adalah juga sebuah bangunan yang butuh perenccanaan. Pemebalajaran didesain atau diarsitek oleh desainer atau arsitektur yng bernama guru, dosen, atau instruktur. Dalam
78
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
pembelajaran, ruang yang perlu diisi dan dipikirkan oleh guru, dosen, instrutkur sebagai dessainer atau aristek adalah bagaimana menyusun strategi pada tahap pendahuluan, pengembangan, kesimpulan dan penutup yang diperlukan baik dalam aktivitas pembelajaran secara individu maupun kelompok. (Reece & Walker, 2001:13). Selain itu, Smith dan Ragan (2007) menyebutkan secara umum organisasi suatu pembelajaran meliputi introduction, body, conculuding and assesment. Dalam desain atau arsitek bangunan perlu satu model bangunan. Ada banyak model bangunan. Demikiann juga dalam pembelajaran harus didasarkan pada model pembelajaran tertentu. Dan model pembbelajaran ada banyak ragamnya. Pemilihan model pembelajaran tergantung kebutuhan. Dimana letak apliksi kurikulum nasional dan penempatan pendidikan karakter dalam disain instruksional? Mari kita telusuri dalam isi makalah ini. Desain Instruksional Menurut Smith dan Ragan (2005) dalam Richey et. al. desain Instruksional adalah proses sistematis dan mencerminkan prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran ke dalam rencana, bahan pengajaran, kegiatan, sumber informasi, dan evaluasi".
Sedangkan Reigeluth, dkk (1978) menjelaskan Instruksional
Desain sebagai pembangunan. Salah satu aspek pembangunan adalah produksi yang berarati penggunaan desain untuk membuat program instruksional. Lebih lanjut
Ia
menafsirkan
Instruksional
Design
untuk
menciptakan
sebuah
pembelajaran yang efektif dan efisien. Atwi Suparman (2012)mengemukakan bahwa desain instruksional adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi masalah, mengembangkan strategi dan bahan instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan instruksional. Benny A. Pribadi (2010:18) menyatakan bahwa penerapan desain sistem pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu pembelajaran yang mampu membantu siswa mencapai kempetensi yang diinginkan. Desain
pembelajaran
adalah
praktik
penyusunan
media
teknologi
komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi.
79
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. Hasil dari pembelajaran ini dapat diamati secara langsung dan dapat diukur secara ilmiah atau benar-benar tersembunyi dan hanya berupa asumsi. Berdasarkan beberapa definisi desain instruksional di atas, dapat disimpulkan bahwa, Desain Instruksional adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mengembangkankegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil yang optimal. Sebuah desain instruksional diawali dengan kegiatan melakukan analisis kebutuhan danmenentukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan diakhiridengan evaluasi tujuan pembelajaran. Dalam menggunakan pendekatan sistem, setiap langkah yang dilakukan harus memperoleh input dari lagkah sebelumnya. Selain itu denganimplementasi pendekatan system dalam merancang desain pembelajaran seorang pendesain instruksional dapat melihat secara holistik semuatahapan desain, berdasarkan pandangan tersebut dapat dilakukanevaluasi untuk memperoleh umpan balik dalam melakukan revisi dankoreksi dalam setiap langkah desain. Teori Belajar Sebelum mendesain sebuah pembelajaran ada baiknya seorang pendesain instruksional perlu memahami tentang teori belajar yang eratkaitannya dengan bagaimana individu melakukan proses belajar, yang pada akhirnya dapat menciptakan desain pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Teori belajar juga dapat digunakan sebagai panduan untuk mengembangkan metode dan strategi pembelajaran yang sesuaidengan karakteristik peserta didik dan tujuan pembelajaran yang akandicapai. Teori belajar berisi studi atau kajian yang komprehensif tentangbagaimana individu melakukan proses belajar. Ada tiga teori belajar yangdigunakan untuk mendeskripsikar bagaimana berlangsungnya prosesbelajar, yaitu: (1) teori belajar behaviorisme; (2) teori belajar kognitif; (3) teori belajar humanistik; dan (4) cybernetisme. Keempat teori belajar ini merupakan teori belajar yang dominan digunakan dalam mempelajari proses belajar dalan diriseseorang. Teori belajar behavioristik menjelaskan tentang peranan faktor eksternal dan dampaknya terhadap perubahan perilaku seseorang. Menurut penganut teori belajar behavioristik, belajar adalah pemberian tanggapan atau respon terhadap
80
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
stimulus yang dihadirkan. Belajar dapat dianggap efektif apabila individu mampu memperlihatkan sebuah perilaku baru yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yangtelah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari proses belajar menurutpenganut teori belajar behavioristik yaitu berupa perilaku yang dapat sebagai"proses memutuskan metode pengajaran apa yang terbaik untukmembawa perubahan yang diinginkan dalam pengetahuan danketerampilan peserta didik tertentu". Tokohnya anta lain, Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike. Teori
belajar
prosesmental
aktif
kognitif untuk
berpandangan memperoleh,
bahwa
mengingat,
belajer dan
merupakan
menggunakan
pengetahuan. Teori belajar kognitif mempelajari model dan proses mental seperti berpikir, mengingat, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Woofolk (2004) yang mengemukakan bahwa teori belajar kogiitif sebagai pendekatan umum yang memandang belajar sebagai proses mental aktif yang dilakukan oleh individu untukmemperoleh, mengingat, dan menggunakan informasi danpengetahuan. Tokohnya antara lain, Gagne, Piaget, Sulivan. Teori belajar humanistik menggunakan pendekatan motivasi yang menekankan pada kebebasan personal, penentuan pilihan, determinasi diri, dan pertumbuhan individu. Teori belajar humanistik berpandangan bahwa peristiwa belajar yang ada saat ini lebih banyak ditekankan pada aspek kognitif semata, sementara itu aspek afektif menjadi sangat terabaikan. Menurut penganut teori belajar humanistik,peserta didik merupakan individu yang unik yang memiliki perasaandan gagasan yang bersifat orisinil. Tugas utama dari seorang pendidik adalah membantu individu agar berkembang secara sehat dan sesuaidengan potensi yang dimilikinya. (Cruickshank, 2006). Tokohnya antara lain, Bloom, Krathwohl, Maslow. Teori belajar cybernetistik memandang otak manusia aktif memproses informasi seperti halnya teknologi informasi atau komputer. Manusia bukan mesin yang pasif yang selalu tertib dan teratur memproses informasi, melainkan aktif mencari dan memanipulasi. Berbeda dengan mesin yang berbentuk benda mati, manusia cenderung mencri pengalaman yang mengarah pada perolehan pengetahuan baru, keterampilan baru atau sikap dan pandangan baru yang lebih memihak kepada dirinya atau pihak lain. Pengajaran perlu memisahkan mana materi pembelajaran yang penting dengan menggunakan lambang-lambang yang menarik perhatian, mengaitkan materi yang baru dengan yang lama kepada peserta didik. Tokohnya antara lain, Hilda Taba dan David Ausabel.
81
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Model Desain Instruksional yang Relevan dan Ideal? Model-model yang dikembangkan dalam pengembangan instruksional didasarkan pada teori dan aliran tertentu sesuai situasi dan kebutuhannya. Banyak pengembangan instruksional yang dikembangkan para ahli, dan telah banyak pula model yang dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran dan pelatihan, tetapi tidak ada satu model yang baku yang diterima umum untuk digunakan dalam pembelajaran atau program pelatihan. Suparman (2012:93) berpendapat bahwa tidak semua model serupa. Sebagian untuk memecahkan masalah yang luas, sebagian untuk memcahkan masalah sempit, yaitu di lembaga yang mempunyai kondisi khusus. Ini berarti, untuk program khusus seperti program pelatihan, juga memiliki model yang berbeda tergantung kondisi khusus. Dapat dikatakan secara tegas, bahwa tidak ada model tertentu yang paling ideal dan paling baik dalam mengembangkan sistem pembelajaran. Semua model cocok dan tepat dalam mengembangkan sistem pembelajaran karena disesuaikan dengan karaktersitik siswwa, kondisi dan kebutuhan peserta didik. Jadi, tidak ada satu model yang paling ideal dalam mengembangkan sistem pembelajaran. Paling
tidak ada
beberapa
model
yang
bisa
digunakan
dalam
pembelajaran. Model-model tersebut dapat digunakan dalam rangka pelaksanaan pemebelajaran. Pembelajaran merupakan sebuah kebutuhan, yang memiliki tujuan dan outputnya. Oleh karena itu, model pemebelajaran yang dibangun juga harus menjawabi kebutuhan dan tujuan dari pemebelajaran yang dimaksud. Salah satu model dalam dunia pembelajaran adalah model yang dikembangkan oleh Dick, Carey and Carey (2009). Langkah-langkahnya menunjukkan suatu siklus, yang diawali dengan adanya analisis kebutuhan, permasalahan yang membutuhkan pemecahan dengan mengunakan produk tertentu hingga pada tahapan evaluasi formatif. Dalam pengembangan model tersebut, terdapat 10 langkah, berdasarkan The Step of System Aproach Model of Educational Research and Development, yang telah melakukan adaptasi model The Systematic Design of Instruction karangan Dick, Carey and Carey. Langkah-langkah pengembangan model tersebut adalah sebagai berikut: (1) The identification of goals; (2) Conduct instructional analysis; (3) Analyze learners and contexts; (4) Write performance
82
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
objectives; (5) Develop assessment instruments; (6) Development of instructional strategies; (7) Development of instructional materials; (8) Design and
conduct
formative evaluation of instruction; (9) Revise instruction; (10) Design and conduct summative evaluation. Model berikut ini adalah Model Pengembangan Instruksional (MPI). Model MPI adalah salah satu model pegmbangan sistem pembelajaran yang ttelah dikenal luas di kalangan pendidik selama 20 tahun. Gambar berikut ini merupakan langkah-lankgan model MPI yang perlu dicermati untuk mendesain sebuah program pembelajaran. MENYUSUN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR
MELAKUKA N ANALISIS PELATIHAN
IDENTIFIK ASI KEBUTUH AN INSTRUKSI ONALDAN MENULIS TUJUAN INSTRUKSI ONALAN UMUM (TPPU)
MEN ULIS TUJU AN KHUS US (TIK)
MENG EMBANGK AN BAHA N INSTR UKSIO NAL
MENGIDEN TIFIKASI PERILAKU DAN KARAKTERI STIK AWAL PESERTA
MENY USUN DESAI N DAN MELAK SANAKAN EVALU ASI FORM ATIF
PRO GRA M PEM BELA JARA N
IMPLE MEN TASI, EVALU ASI SUMA TIF, DAN DISEM INASI
MENYUSUN STRATEGI PEMBELAJA RAN:
feed back line Gambar 1: Langkah-langkah dalam Model Pengembangan Instruksional Bagan MPI di atas memberikan gambaran kepada kita, bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran
semuanya
harus
berpatokan
kepada
tujuan
pembelajaran. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan untuk selanjutnya dirumuskan dalam tujuan umum pembelajaran (TIU). Langkah berikutnya adalah melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik awal siswa. Hasil analisis ini selanjutnya dituangkah dalam tujuan instruksional khusus (TIK). TIK yang sudah
83
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
terseusu selanjutnya akan menjadi dasar dalam perancangan tes acuan patokan dan strategi pembelajaran. Pada MPI, penyusunan materi ajar baru dilakukan pada langkah ketujuh, yaitu setelah perancangan tes acuan patokan dan strategi pembelajaran. Setelah materi pembelajaran disusun, langkah selanjutnya adalah mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif. Ada tiga tahapan besar dalam desain instruksioanl, yakni tahap identifikasi, tahap pengembangan dan tahap evaluasi. Pertama, tahap identifikasi. Tahapan-tahapannya sebagai berikut: 1.Identifikasi kebutuhan instruksional dan merumuskan tujuan instruksional umum. Kegiatan pertama dalam program pembelajaran, adalah mengidentifikasi kebutuhan instruksional. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan antara kinerja peserta pelatihan saat ini dan kinerja yang diharapkan atau yang ideal. Hanya masalah yang disebabkan kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sajalah yang diatasi melalui penyelenggaraan kegiatan pemebelajaran. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah, apa itu kebutuhan (need assesment)? Kebutuhan saiapa? Need assessment merupakan pendekatan sistematik yang mempelajari keadaan dan kenyataan yang berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan, kompetensi, minat atau sikap peserta pelatihan yang manjadi kebutuhan peserta. Pertanyaannya adalah, kebutuhan siapa dan siapa yang menentukan? Apakah guru, oang taua atau masyarakat? Kaufman dan English dalam Atwi Suparman (2013) menjelaskan bahwa semua pihak. Jadi ada tiga kelompok orang
yang dapat dijadikan sumber informasi dalam mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan: yaitu peserta didik, masyarakat termasuk orang tua dan pendidik. Harles (dalam Atwi Suparman, 2013) melukiskan ketiga pihak dalam bentuk segitiga, berikut ini:
84
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Kompetensi yang diharapkan dicapai (Tujuan)
Peserta didik Guru/Dosen/ Instruktur
Masyarakat yang Akan dilayani
atau pengguna lulusan Masuk
Gambar 2: hubungan kerja sama ketiga pihak sebagai mitra dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional
Secara umum informasi yang dicari dalam proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional adalah, kompetensi peserta didik saat ini untuk dibandingkan dengan kompetensi yang seharusnya dikuasai. Proses mengidentifikasi kebutuhan pelatihan hanya sampai pada perumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta kompetensi yang perlu dicapai peserta didik. Selanjutnya, kompetensi tersebut dijadikan dasar perumusan tujuan instruksional umum (TIU). 2. Analisis instruksional Istilah analisis pembelajaran merupakan adaptasi dari istilah analisis instruksional dalam sistem desain instruksional. Analisis pembelajaran adalah proses menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau kompetensi khusus yang tersusun secara logis dan sistematik. Analisis pembelajaran merupakan kegiatan menjabarkan kompetensi umum menjadi kompetensi khusus dan mencari hubungan antara kompetensi satu dengan kompetensi lainnya. Analisis instruksional dalam hal ini diartikan sebagai proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Menurut Atwi Suparman (2012) penyusunan perilaku ini mempunyai
85
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
empat macam struktur yakni sebagai berikut: 1) hirarkial, 2) prosedural, 3) kluster, dan 4) kombinasi. 3. Mengidentifikasi perilaku atau karakteristi atau karakteristik awal peserta didik. Mengidentifikasi perilaku awal peserta bertujuan untuk mengetahui siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, atau siapa peserta pelatihan. Identifiksi tersebut digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku peserta pelatihan: Pertama, menanyakan peserta pelatihan yang mana atau peserta pelatihan jenjang pendidikan apa. Kedua, menanyakan sejauh mana kompetensi, kemampuan atau
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dikuasai
peserta pelatihan
sehingga mereka dapat (eligible) mengikuti kegiatan
instruksional untuk pelatihan tersebut. Teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal peserta pelatihan dilakukan melalui teknik pengumpulan data yaitu kuesioner, interviu dan observasi, dan tes. Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan titik berangkat atau permulaan pelajaran yang harus diberikan pada peserta pelatihan. Titik berangkat itu adalah kompetensi dasar yang berada di atas kompetensi dasar yang telah dikuasai peserta didik. Dengan demikian akan terbentuk garis yang disebut sebagai entering behavior line yang memisahkan kedua kelompok kompetensi dasar tersebut. Entering behavior adalah kompetensi yang sudah dikusai oleh peserta didik sebelum mengikuti mata pelajaran Anda. Entering behavior line adalah garis batas antara kompetensi yang sudah dikuasai dan kompetensi yang masih perlu diajarkan. Kedua, tahap pengembangan. Tahap mengembangkan ini dilakukan melalui empat langkah utama yakni sebagai berikut: 1. Menulis Tujuan Instruksional Khusus Tujuan instruksiional Kuhusus (TIK) dirumuskan dengan kalimat yang jelas, pasti dan dapat diukur. Menurut Atwi Suparman (2013: 192) perumusan TIK secara pasti, artinya TIK tersebut mengandung satu pengertian yang tidak mungkin ditafsirkan ke dalam pengertian yang lain. Oleh keren itu, perumusan TPK itu dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat. (observable). Sedangkan, perumusan TPK itu dapat diukur artinya TPK itu dapat diukur dengan tes atau alat pengukuran yang lain. TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusunan tes agar ia dapat mengembangkan tes yang beabr-benar dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya. Suparman (2013) membuat
86
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
cara merumuskan tujuan instruksional khusus biasanya dirumuskan dalam bentuk kata kerja operasional, dengan memperhatikan empat prnsip yang disebut ABCD, yakni: 1) A=Audience, 2) B=Behavior, 3) C=Conditioning, dan 4) D=Degree. Sebagai contoh rumusan TIK: Dengan menggunakan kriteria tertentu, peserta didik jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan semester VII pada Universitas Y akan dapat menganalisis berbagai model desain instruksional paling sedikit 80% benar. 2. Menulis Alat Penilaian Pendesain instruksional haruslah menyusun alat penilaian hasil belajar yang dapat mengukur tingkat penguasaan peserta didik dalam setiap kompetensi tersebut. Kompetensi tersebut dinyatakan dalam Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Seandainya alat penilaian hasil belajar yang mengacu kepada TIK itu
diberikan kepada peserta didik sebelum mulai proses pembelajaran, pastilah peserta didik tidak mencapai skor dengan baik karena setiap kompetensi dalam TIK yang diukur dengan alat penilaian hasil belajar tersebut memang belum dikuasai peserta didik. Ada dua jenis alat penilaian tes yang dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar dari peserta didik, yaitu tes acuan patokan dan tes acuan norma.
2. Menyusun Strategi Instruksional Pada tahap ini dilakukan pemilihan strategi yang tepat yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah, bagaimana tahap awal pembelajaran akan dilaksanakan, bagaimana penyajian materi, bagaimana partisipasi peserta didik, bagaimana melakukan penilaian, dan kegiatan tindaklanjut apa yang perlu diambil. Strategi instruksional didasari oleh tujuan pembelajaran atau TIK yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam menyusun strategi instruksional juga perlu diperhatikan tahapan-tahapan, yaitu tahap pendahuluan, tahap penyajian yang merupakan kegiatan inti, dan tahap penutup. 3. Mengembangkan Bahan Pembelajaran Bahan pelajaran yang dikembangkan meliputi tiga bentuk, yaitu 1) sistem pembelajaran mandiri, 2) sistem pembelajaran tatap muka, 3) sistem
87
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
pembelajaran kombinasi. Pengembangan bahan pembelajaran harus didasarkan pada strategi instruksional yang telah disusun Ketiga, tahap evaluasi. Langkah evaluasi yang dilakukan terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi Formatif dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kekurangan yang harus diperbaiki pada keseluruhan model. Penggunaan evaluasi formatif ini dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik dari para pakar, peserta pelatihan, pengajar dan sumber lain yang relevan tentang apa dan bagaimana merevisi produk
pelatihan sebelum digunakan
dalam kegiatan pelatihan sesungguhnya. Evaluasi formatif dapat didefinisikan sebagai proses menyediakan, menganalisis, dan menggunakan data dan informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau program pembelajaran. Evaluasi sumataif merupakan evaluasi dalam skala yang besar tehadapa produk berupa bahan pembelajaran yang telah diuji coba dalam evaluasi formatif. Hasil dari evaluasi sumatif digunakan untuk menentukan apakah suatu yang dinilai itu perlu digunakan terus karena dinail efektif atau dihentikan karena tidak efektif. Apa Kesamaan Proses dari Semua Model Instruksional? Desain
sistem
instruksional
selalu
dimulai
dengan
mengidentifikasi
kebutuhan instruksional (instructional needs) dan menetukan tujuan instruksional umum (instructional goal) yang berisi kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik pada akhir kegiatan instruksional. Jadi proses mendesain instruksional tidak pernah dimulai dengan menentukan bahan instruksional (instructional matrials) Penjabaran tujuan instruksional umum menjadi tujuan instruksional khusus dilakukan melalui proses analisis instruksional, tidak melalui penetuan pokok bahasan (isi). Pembuatan tes didasarkan pada tujuan instruksional bukan pada bahan instruksional (instructional materials) Penentuan isi (content) didasarkan pada tujuan instruksional, bukan sebaliknya. Penentuan metode dan media & alat didasarkan pada kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik.
88
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Penentuan alokasi waktu pembelajaran didasarkan pada kemungkinan ketercapain tujuan pembelajaran bila menggunakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran, lingkup isi, metode, media & alat. Ada proses evaluasi formatif untuk merevisi produk instruksional sebelum menggunakannya di lapangan terutama bila untuk penggunaan skala luas. Evaluasi formatif melibatkan ahli materi di luar pengajar, peserta didik, latar (setting) dan berbagai instrumen evaluasi seperti tes, kuesioner, pedoman wawancara, dan lembar observasi Hasil akhir desain sistem instruksional adalah sistem instruksional yang terdiri dari berbagai komponen seperti bahan ajar, pedoman penggunaan bahan ajar bagi pengajar, dan panduan belajar bagi peserta didik. Ruang bagi Penjabaran Kurikulum Nasional Berbassis Karakter dalam Desain Instruksional Semua tahapan dalam desain instruskional merupakan langkah dalam menjabarkan isi kurikulum. Apapun perubahan kurikulum baik secara nasional maupun sampai pada taraf implementasi dan aplikasi seperti kuruikulum berbasis berbasis
karakter,
mewujdukan
desain
tujuan
daari
instruksional kurikulum.
tetap Desain
merupakan insruksional
wadah
yang
mewujudkan
pelaksanaan kurikulum sebagai sebuah sistem pengembangan pembelajaran. Dalam desain instruksional hal yang perlu diperhatikan adalah menjawab tujuan dari kurikulum yakni rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dengan deikian, desain pembelajaran merupakan sebuah sistem yang menjamin tujuan dari kurikulum, baik dari aspek makna maupun tujuan serta implementasinya. Ada tiga tahap proses desain instruksional yang harus dilalui dalam menyusun dalam menunjang kurikulum. (1) tahap I : mendefinisikan masalah (mengidentifikasi kebutuhan instruksional, merumuskan tujuan instruksional umum, melakukan analisis instruksional, mengidentifikasi prilaku & karakteristik awal peserta didik dan mendeskripsikan latar/setting), (2) tahap II: analisis dan pengembangan sistem instruksional (menulis tujuan instruksional khusus, menulis
tes
acuan
patokan,
menyusun
strategi
instruksional,
dan
mengembangkan prototipa sistem instruksional), (3) tahap III: Evaluasi formatif terhadap prototipa sistem instruksional (review pakar & revisi, uji coba skala kecil
89
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
& revisi, dan uji coba skala luas yang melibatkan masyarakat pengguna lulusan & revisi) Dari tahapan-tahapan desain instruksional tersebut di atas, hal yang penting dan mendapat perhatian dalam menunjang keberlakuan isi kurikulum yang berbasis karkter, adalah mendesain strategi instruksional. Mengapa strategi pembelajaran penting? Dick, Carey dan Carey (2009: 166) mengatakan: Instructional strategy is used generally to cover the various aspects of choosing a delivery system, sequencing and grouping clusters of content, describing learning components .......... specifying how students will be grouped during instruction, establishing lessons structures, and selecting media for delivering instruction”. Strategi pembelajaran secara umum digunakan untuk menemukan berbagai
aspek
untuk
memilih
sistem
penyampaian,
urut-urutan
dan
pengelompokan konten atau isi pembelajaran, menggambarkan komponen pembelajaran , menentukan bagaimana peserta pelatihan akan dikelompokkan selama pelatihan berlangsung, membangun struktur bidang pelatihan, dan memilih media pembelajaran. Dalam stategi instuksional akan dijabarkan apa dskripsi singkat tentang aspek karakter, apa yang menjadi relevansi dan manfaat pemeblajaran berbasis karakter, dan apa kompetensi atau tujuan khusus (TIK) dalam mencapai pembelajaran karakter. Dalam strategi instruksional juga akan dijabarkan tahap penyajian. Dalam tahap penyajian inilah muatan materi dari berbagai jenis mata pelajaran akan bisa dikolaborasi dengan muatan karakter atau pendidikan karakter. Model pembelajaran mana saja dirancang dalam tahap penyajian untuk mendukung tujuan pembelajaran yang dimaksud. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah pola pendekatan dalam penyajian materi, yaitu penedekatan induktif: contoh-non contoh, uraian dan latihan (CUL) untuk kelompok anak-anak (pedagogi) & pendekatan deduktif: uraian, contoh-non contoh dan latihan (UCL) bagi orang dewasa (androgogi). Dalam strategi instruksional juga dirancang apa media serta metode pembelajaran yang akan digunakan srta alokasi waktu. Desain strategi instruksional juga perlu mempeerhatikan tahap penutup. Tahap ini terdiri dari tes formatif dan umpan balik serta tindak lanjut. Tes formatif dan umpan balik diperlukan untuk mengidentifikasi kesulitas yang dihadapi dalam tes.
Sedangkan
tindak
lanjut
berkaitan
bagian-bagian yang belum dimengerti.
90
dengan
menjelaskan
kembali
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Berdasarkan strataegi pembelajaran inilah, akan memungkinkan disusunnya bahan ajar (learning materials) berupa draft sebagai prasyarat masuk pada tahap evaluasi formatif (one-to-one leaners, small group dan field test) dan sumatif. Pada tabel 1 berikut ini dapat dilihat cara menyusun strategi instruksional yang disertai dengan urutan kegiatan, metode, media dan alokasi waktu. Tabel 1. Tabel menyusun Strategi instruksional URUTAN KEGIATAN PELATIHAN 1 TAHAP PENDAHULUAN Deskripsi singkat isi Relevansi & Manfaat TIK TAHAP PENYAJIAN Uraian / contoh & Non Contoh Contoh & Non Contoh /Uraian Latihan Tes Formatif Rangkuman TAHAP PENUTUP Umpan Balik Tindak Lanjut Jumlah Waktu
GARIS BESAR ISI/MATERI
METODE
MEDIA & ALAT
2
3
4
WAKTU BELAJAR (dalam menit) 5
KESIMPULAN Desain Instruksional ialah suatu resep dalam menyusun peristiwa dan kegiatan yang diperlukan untuk memberi petunjuk ke arah pencapaian tujuan belajar tertentu. Hasil proses Desain Instruksional merupakan cetak biru untuk pengembangan bahan instruksional dan media yg akan digunakan untuk mencapai tujuan. Semua langkah atau pentahapan dalam desain instruksional selalu bermuara pada penccapaian tujuan pembelajaran sebagai mana tujuan dari kurikulum (nasional). Ada tiga tahap besar dalam desain instruksional sebagai sebuah model pengembangan pembelajaran. Ketiga tahap tersebut adalah, tahap identifikasi, tahap pengengembangan dan tahap evaluasi. Tahapan-tahapan tersebut sejalan dengan prinsip dan tujuan dari pengembangan kurikulum yaitu rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan
91
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Desain instruksional mewujudkan tujuan dari kurikulum. Kurikulum merupakan bentuk operasional pendidikan sekolah untuk mencapai tujuan intitusi atau sekolah. DAFTAR PUSTAKA Anita, 2004, Educational Psychology, 9th editions, Boston,Pearson Education, Inc.Richey, Benny A., 2009, Model Desain Sistim Pembelajaran, Jakarta,PT. Dian Rakyat Gredler, Margareth E., 2011,Learning And Instruction: Teori dan Aplikasi, terjemahan Tri Wibowo, B.S., Jakarta, Kencana. Carey W. Dick, and Carey, L & Carey, J. O.. The System Design of Instruction, New Jersey: Pearson Education, 2009 Charles M., 1983, Instructional Design-Theories and Models: An Overview of their Current Status, New Jersey, LawrenceErlbaum Associates Inc. Cruickshank, D.R., et. al. (2006), The Act of teaching, New York,McGraw Hill Inc.Woolfolk, Gustafson, Kent L. & Branch, Robert Maribe, 2002,Survey Of Instructional Development Models 4th Editions, New York, ERICClearinghouse on Information & Technology.Pribadi, Rita C., et. al., 2011, The Instructional Design KnowledgeBase, Theory, Research, and Practice, New York, Routledge.Reigeluth Reece, Ian dan Steephen Walker (2001). Teaching, Training, and Learning: A Practical Guide, Great Britain: Atheneum Press - Gateshead Reigeluth,C.M, Bunderson, C. Victor Merill, M. David (1978), “What is the Design Science of Instuction” dalam Journal Instuctional Development, I, (2) Smith. P.L. & Ragan. T.L. 2007. Instructional Design. USA: Willey Bass Education Suparman, Atwi., 2012,Desain Instruksional Moderen, Jakarta,Penerbit Erlangga.
92