EFEKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH ASAM KANDIS (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) terhadap TIKUS PUTIH Sprague-Dawley JANTAN secara IN VIVO EFFECTIVITY ANTIHYPERGLIKEMIC ETHYL ACETATE EXTRACT from ASAM KANDIS FRUITS (Garcinia parvifolia) against WHITE MALE MOUSE (Sprague-Dawley) IN VIVO. Arif Firdaus1, Min Rahminiwati2, Ike Yulia Wiendarlina3 Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor, 2 Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
1&3
ABSTRAK Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, data International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara ke-4 terbesar dalam hal jumlah penderita Diabetes Mellitus. Berdasarkan penelitian Hakim (2013) diketahui bahwa ekstrak etil asetat dari buah asam kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) memiliki daya hambat enzim α-Glukosidase yang paling baik dengan nilai IC50 169,4 73,69 ppm, dibandingkan dengan ekstrak etanol yang memiliki daya hambat lebih rendah yaitu 816,29 224,99 ppm dan ekstrak heksan 1339,57 219,17 ppm. Tujuan penelitian ini menguji efektivitas antihiperglikemik ekstrak etil asetat buah asam kandis terhadap tikus putih (Sprague Dawley) jantan yang diinduksi dengan aloksan. Hewan uji yang digunakan 25 ekor tikus putih jantan (Sprague Dawley) yang di bagi dalam 5 kelompok perlakuan. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus yang diinduksi aloksan dengan dosis 200 mg /kg BB sebagai diabetogenik. Kelompok I kontrol positif, diberi secara oral glibenkamid 0,25 mg/200 g BB tikus, kelompok II diberi ekstrak secara oral 40 mg/200 g BB, kelompok III diberi ekstrak secara oral 80mg/200 g BB, kelompok IV diberi ekstrak secara oral 160mg/200g BB dan kelompok V control negative tidak diberikan pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat buah asam kandis efektif sebagai antidiabetes. Dosis 160 mg/200 g BB adalah dosis yang paling efektif menurunkan kadar gula darah tikus jantan putih dengan waktu pengobatan selama 18 hari. Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Buah Asam Kandis dan Antidiabetes
SUMMARY Diabetes Mellitus was a major health care problem in the world, data from International Diabetes Federation (IDF) showed Indonesia is the 4th country with diabetes mellitus. Hakim’s research (2013) reported that ethyl acetate extract the Asam Kandis fruits had best inhibition effect to α-Glukosidase enzyme with IC50 169,4 73,69 ppm, compared to ethanol extract 816,29 224,99 ppm and heksane extract 1339,57 219,17 ppm. Purpose of this research was to study antidiabetic ethyl acetate extract from Asam Kandis fruits against white male rat induced with aloksan to find out effective dose in lowering blood sugar levels. This research used 25 white male rat as test animals and grouped in 5 different group. Each group have 5 rat induced with dose 200 mg/kg rat weight aloksan as diabetogenic. First group was positive control group that given glibenclamide 0,25 mg/200 g rat weight orally, second group given extract 40 mg/200 g rat weight orally, third group given extract 80 mg/200 g rat weight orally, fourth group given extract 160 mg/200 g rat weight orally, fifth group was negative control that not given any medication. The result from this research showed ethyl acetate extract from Asam Kandis fruits as antidiabetic has been tested to white male rat. Dose 160 mg/200 g rat weight was the effective dose to lowering sugar blood level in white male mouse with 18 days of medication. Key words : Diabetes Mellitus, Asam Kandis fruits and Antidiabetic.
PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (DepKes RI, 2006). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, diperoleh informasi bahwa proporsi penyebab kematian akibat Diabetes Mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7% dan di daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Data International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara ke-4 terbesar dalam hal jumlah penderita Diabetes Mellitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, secara epidemiologi diperkirakan pada tahun 2030 penderita di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Minat masyarakat untuk kembali pada pengobatan tradisional semakin meningkat, dikarenakan pengobatan dengan ramuan tradisional lebih murah dari obat kimiawi sintetik dan prosedur pembuatannya mudah. Obat tradisional mudah diperoleh dan masih terbuka lebar bentuk pemanfaatannya, mengingat potensi tanaman obat Indonesia yang tinggi dan belum semuanya termanfaatkan (Thomas, 200). Buah Asam Kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) adalah salahsatu tanaman yang termasuk dalam genus Garcinia. Hasil penelitian terhadap kandungan bahan aktif (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) yang berasal dari Sabah (Malaysia) diketahui bahwa tanaman ini mengandung turunan xanthone dan biflavonoid. Xanthone merupakan suatu senyawa dalam tanaman obat yang telah diketahui memiliki aktivitas biologi yang berguna untuk pengobatan penyakit Diabetes Mellitus (Suharmiati, 2003). Xanthone telah berhasil diisolasi dari kulit batang sebanyak sembilan senyawa baru yaitu golongan parvisanton (Syamsudin, 2007)..
Potensi antidiabetes ekstrak buah asam kandis berdasarkan aktivitas inhibisinya terhadap enzim α-Glukosidase secara in vitro telah dilaporkan oleh Hakim (2013) dari hasil maserasi bertingkat etanol 96%, heksan, dan etil asetat. Ekstrak etil asetat dari buah asam kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) memiliki daya hambat enzim α-Glukosidase yang paling baik dengan nilai IC50 169,4 73,69 ppm, diikuti ekstrak etanol yang memiliki daya hambat lebih rendah yaitu 816,29 224,99 ppm dan ekstrak heksan 1339,57 219,17 ppm (Hakim, 2013). Enzim α-Glukosidase adalah enzim yang bertanggung jawab terhadap konversi karbohidrat menjadi glukosa (Soumyanath, 2006). Penelitian tentang manfaat buah asam kandis sebagai terapi Diabetes Mellitus belum banyak diketahui, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang efektivitas ekstrak etil asetat buah asam kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) sebagai penurun kadar glukosa darah pada hewan coba tikus putih SpragueDawley jantan yang diinduksi dengan aloksan. METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan meliputi buah asam kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) yang diperoleh dari Jalan Pasar Baru (Depan Bioskop Raya) No. 7 Padang Sumatera Barat. Tikus putih jantan galur Sprague-Dawley 20 ekor dengan bobot sekitar masing-masing 200-250 gram yang berumur 3-3,5 bulan, makanan tikus, aloksan, asam klorida, aquadest, etil asetat, asam sulfat, methanol, natriun hidroksida, kloroform, amoniak, besi (III) klorida, dan pereaksi (Dragendorff, Mayer, dan Wagner) Pembuatan Serbuk Simplisia Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah asam kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.). Buah asam kandis dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran yang menempel, dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan. Buah utuh asam kandis dirajang kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 450C500C sampai kering, kemudian digiling dengan grinder dan diayak menggunakan mesh 30, disimpan dalam wadah bersih tertutup rapat (DepKes RI, 1985). Penetapan Kadar Air Prosedur penentuan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan alat Moisture balance. Proses pengerjaan dengan cara menyalakan tombol on/off terlebih dahulu, kemudian pinggan diletakan di tengah dan penahan punch diatasnya. Program diset dengan akurasi dan temperatur sesuai dengan simplisia yang akan diuji lalu ditara. Simplisia ditimbang sebanyak 1 gram (akurasi rendah) atau (akurasi sedang) sebanyak 5 gram, kemudian disimpan di atas punch dengan jumlah serbuk yang telah disesuaikan. Setelah diratakan sampai menutupi permukaan punch dan ditutup, krus yang berisi serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tanur. Persen kadar air dan simplisia akan tertera secara otomatis setelah proses selesai. Penetapan Kadar Abu Dua gram serbuk simplisia ditimbang secara seksama kemudian dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan. Setelah ditara dan diratakan, krus porselen yang mengandung serbuk simplisia dipijarkan pada suhu 600°C perlahan–lahan hingga arang habis. Krus dikeluarkan dari tanur, didinginkan, kemudian ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas dan disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dipijarkan lagi hingga berat tetap, yaitu sampai perbedaan penimbangan berturutturut tidak lebih dari 0,025% (DepKes RI, 2000). Pembuatan Ekstrak Serbuk Simplisia
Gambar 1. Simplisia Buah Asam Kandis
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etil asetat. Sebanyak 900 gram serbuk simplisia buah asam kandis dimasukkan ke dalam botol maserasi, kemudian 75% bagian pelarut etil asetat yang setara dengan 6759 mL dituang ke dalamnya. Campuran didiamkan selama 1 hari sambil dilakukan pengocokan 3 jam sekali agar terdistribusi merata, lalu tuang dan peras. Residu dari hasil 75% bagian ditambahkan dengan pelarut etil asetat 25% bagian, setara dengan 2241 mL. Selama maserasi dilakukan pengocokan 3 jam sekali selama 1 hari dan pindahkan ke dalam botol maserasi. Maserat dibiarkan di tempat sejuk yang terlindung dari cahaya selama 24 jam kemudian diendaptuangkan dan diambil maseratnya. Setelah itu semua maserat dikumpulkan, diuapkan dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental buah asam kandis. Untuk memperoleh ekstrak kering, ekstrak kental selanjunya dikeringkan dengan vaccum dryer. Skrining Fitokimia Pada penelitian ini dilakukan identifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam buah asam kandis. Identifikasi fitokimia digunakan untuk mendeteksi senyawa dalam tumbuhan berdasarkan golongannya sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman, dengan demikian senyawa kimia yang berpotensi sebagai penurun kadar gula darah tersebut juga dapat tersari. Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid. Pengujian fitokimia pada serbuk buah asam kandis dimaksudkan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terdapat dalam buah asam kandis setelah mengalami proses ekstraksi. Identifikasi alkaloid dilakukan dengan metode Dragendorff, Mayer dan Wagner. Pemeliharaan Hewan Coba Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley berumur 3-3,5 bulan, dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor. Semua tikus dikandangkan secara terpisah di dalam kandang berbentuk
kotak plastik dengan tutup kawat yang mudah dibuka tutup. Kandang dialasi dengan sekam yang harus diganti setiap hari agar kondisi kandang tetap kering dan sehat. Selama penelitian semua kelompok tikus diberi makan dan minum ad libitum. Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dan pencucian kandang dilakukan dua hari sekali. Sebelum percobaan, semua tikus diaklimatisasi selama 7 hari. Induksi Aloksan Pada Hewan Coba Sebelum diinduksi dengan aloksan, hewan coba dipuasakan dahulu selama 12 jam dan hanya diberi air minum ad libitum. Setelah dilakukan pengukuran kadar gula darah puasa untuk mengetahui kadar gula darah praperlakuan, tikus diinjeksi aloksan secara intra peritoneal dengan dosis 200 mg/kg BB. Kadar glukosa darah kembali diukur pada hari ke-4 pasca induksi dengan aloksan. Tikus yang tidak menunjukkan adanya kenaikan kadar glukosa darah, diinjeksi kembali dengan aloksan. Hanya tikus dengan kadar glukosa ≥200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL yang digunakan dalam penelitian ini. Pemberian Ekstrak Buah Asam Kandis Secara Oral Pada Hewan Coba Hewan coba yang mempunyai kadar glukosa darah mencapai ≥200 mg/dL diberi perlakuan berdasarkan kelompoknya. Kelompok pertama (kontrol negatif) diberi makan dan minum ad libitum, kelompok kedua (kontrol positif) diberi suspensi glibenkamid 10mg/kg BB, kelompok ketiga (dosis I) diberi suspensi ekstrak buah asam kandis dosis 40 mg/200 g BB, kelompok keempat (dosis II) diberi suspensi ekstrak buah asam kandis dengan dosis 80 mg/200 g BB dan kelompok kelima (dosis III) diberi suspensi buah asam kandis dosis 160 mg/200 g BB. Pemberian ekstrak dilakukan setiap hari selama 18 hari berturut-turut setelah tikus mengalami hiperglikemia. Pengukuran kadar gula darah dilakukan pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-12 dan ke-18 pasca induksi. Prosedur Pengukuran Kadar Gula Darah Ekor tikus dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan kapas beralkohol 70%. Darah diambil dari ekor tikus dengan cara melukainya kemudian diteteskan pada
strips yang selanjutnya dipasang pada glikometer Accu chek untuk dilihat kadar glukosa darahnya. Kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL. HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Penentuan kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persentase bahan kering dan berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan. Penentuan kadar abu berguna untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia. Komposisi dari bahan pangan atau tanaman 96% adalah air dan bahan organik, sedangkan sisanya adalah unsur mineral, yang dikenal sebagai zat anorganik atau abu. Tabel 1. Hasil karakeristik serbuk buah asam kandis Ulangan
Kadar air
Kadar Abu
1
6.97 %
9.05 %
2
6.53 %
8.68 %
Rata-rata
6.75 %
8.86 %
Menurut Winarno (1992) sampel yang baik adalah sampel yang dapat disimpan dalam jangka panjang, umumnya sampel yang demikian memiliki kadar air kurang dari 10%. Kadar air buah asam kandis dibawah 10%, dengan demikian kadar air buah asam kandis ini memenuhi persyaratan untuk suatu simplisia yang baik. Sampel yang memiliki kadar air lebih besar dari 10%, maka akan mudah rusak sehingga dalam penyimpanannya diperlukan perlakuan yang khusus karena dapat menjadi media pertumbuhan jamur. Hasil penetapan kadar air buah asam kandis sebesar 6,75. Hasil penetapan kadar abu yang telah dilakukan, diperoleh kadar abu serbuk buah asam kandis sebesar 8,86%. Analisis kadar abu ini dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral yang terdapat pada serbuk buah asam kandis. Kadar abu dapat menjadi indikator derajat kebersihan penanganan simplisia sehingga baik
tidaknya suatu pengolahan tercemar dari gambaran kandungan mineral yang diperoleh. Ekstraksi Serbuk Simplisia
Gambar 2. Ekstrak etil asetat buah asam kandis Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi, yaitu teknik penyarian yang sederhana Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel bagian dalam dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dengan di dalam sel. Ekstrak kering buah asam kandis yang diperoleh adalah sebesar 178,62 gram dari 982 gram serbuk simplisia. Dengan demikian, rendeman yang diperoleh dari ekstrak etil asetat buah asam kandis terhadap tikus putih jantan adalah sebesar 18,18%. Ekstrak kering buah asam kandis yang diperoleh akan digunakan dalam tahap uji selanjutnya, yaitu uji fitokimia dan uji efektivitas antidiabetes ekstrak etil asetat buah asam kandis terhadap tikus putih jantan secara in vivo. Uji Fitokimia Buah Asam Kandis Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Buah Asam Kandis Golongan Senyawa Data Pengamatan Alkaloid Saponin Tanin
Tidak Terbentuk Endapan (-) Pembentukan Emulsi (+) Hijau Kecoklatan (+)
Flavonoid Endapan Kuning (+) Keterangan : + = terdapat, - = tidak terdapat
Ekstrak buah asam kandis menunjukkan hasil yang negatif terhadap pereaksi Mayer (Raksa (II) klorida dan kalium iodida), pereaksi Dragendorff (Bismut nitra dan Kalium iodida), maupun pereaksi Bouchardat (Iodium dan Kalium Iodida). Hal ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak buah asam kandis tidak terdapat senyawa alkaloid. Hasil yang positif diperoleh pada pengujian saponin, flavonoid dan tanin. Pengujian identifikasi senyawa tanin, ekstrak etil asetat buah asam kandis memberikan hasil yang positif terhadap FeCl3 0,1%, sedangkan pada pengujian saponin, ekstrak etil asetat buah asam kandis menunjukkan hasil positif terhadap pengocokan yang kuat selama 10 detik dan terbentuknya buih mantap 1-10 cm selama 10 menit. Senyawa flavonoid mempunyai sejumlah gugus hidroksil atau gula yang menyebabkan flavonoid cenderung lebih mudah larut dalam pelarut polar (etanol) (Markham, 1988), sedangkan etil asetat cenderung melarutkan seyawa flavonoid yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon dan flavonol (Inayah, 2011). Flavonoid dapat bersifat sebagai antidiabetes karena flavonoid mampu berperan sebagai antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas, sehingga dapat mencegah kerusakan sel beta pankreas sebagai produsen insulin (Singab et al. 2005). Peningkatan Kadar Gula Darah Tikus Setelah Induksi Aloksan Kerusakan sel β pulau Langerhans dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah melebihi batas normal. Keadaan hiperglikemik dapat terjadi karena dengan rusaknya sel sel β pulau Langerhans maka insulin yang mempunyai peran penting dalam proses metabolisme glukosa menjadi berkurang atau tidak ada sama sekali. Salah satu senyawa yang dapat menginduksi terjadinya hiperglikemik adalah aloksan. Pada tikus percobaan, keadaan hiperglikemik dalam penelitian ini dicapai pada hari ke-3 setelah diinduksi aloksan 200 mg/kg BB secara intraperitoneal. Rataan kadar glukosa darah setelah induksi, mengalami kenaikan sebesar 71,96 % dari rataan kadar glukosa darah sebelum induksi. Kadar rata-rata gula darah tikus sebelum dan
200 291,8 100
81,8 0 Gambar 3. Histogram rata-rata kadar gula darah tikus Hari Ke-0 dan Hari ke-3 setelah diinduksi aloksan
Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus L.) galur Sprague Dawley umur 3-3,5 bulan, dengan berat badan sekitar 200 gram. Tikus betina tidak digunakan karena siklus estrus yang dikendalikan oleh hormon estrogen dan progesteron, berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat sehingga menyebabkan terjadinya perubahan kadar glukosa darah yang fluktuatif. Menurut Turner dan Bagnara (1988), hormon estrogen mempunyai efek penyembuhan pada tikus yang dibuat hiperglikemik dengan pemberian aloksan. Hormon estrogen juga dapat menyebabkan pertambahan sel-sel β pulau Langerhans pada pankreas tikus putih diabetik karena aloksan. Dosis aloksan yang diberikan sebesar 200 mg/kgBB pada tikus. Hasil Pengujian Ekstrak Buah Asam Kandis Sebagai Antidiabetes Berdasarkan hasil konversi dosis yang diperoleh pada uji pendahuluan Dosis ekstrak buah asam kandis yang digunakan pada penelitian ini adalah 80 mg/kg BB tikus.. Dosis ditingkatkan dan diturunkan 2 kali lipat dari dosis awal untuk melihat efektivitas ekstrak dalam berbagai tingkat dosis terhadap tikus hiperglikemik. Dengan demikian dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 mg/200g BB (Dosis I) , 80 mg/200g BB (Dosis II) dan 160 mg/200g BB (Dosis III). Grafik perubahan kadar gula darah tikus dapat dilihat pada gambar di bawah.
400
KGD (mg/dL)
Kadar Gula Darah (mg/dl)
setelah pemberian aloksan pada hari ke-0 dan hari ke-3 dapat dilihat pada gambar di bawah. 400 sebelum induksi Setelah induksi 300
300 200 100 0 Hari ke-
0 3 kontrol -
7
12 18 kontrol +
Gambar 4. Hisrogram perbedaan rata-rata kadar gula darah setelah perlakuan Keterangan: Hari ke 0 : kadar gula darah normal (sebelum induksi). Hari ke 3 : kadar gula darah setelah induksi aloksan dan dilakukan pengobatan pada hari ke 3-18.
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa ekstrak etil asetat buah asam kandis dapat menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan kadar gula darah yang paling baik diperoleh pada penggunaan dosis ekstrak etil asetat buah asam kandis dengan dosis III yaitu 160mg/200g BB, dimana persentase penurunan kadar gula darah tikus mencapai 66,1% diikuti dengan dosis 80 mg/200gram BB dengan persentase 50,68% dan 40 mg/200gram BB dengan persentase 41,20%. Data dapat dilihat pada (Tabel. 1). Namun potensi antihiperglikemiknya masih lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (+) glibenklamid 10mg/kg BB yaitu sekitar 92.88% dari glibenklamid untuk dosis 160 mg/200g BB. Hasil analisa statistik dengan Analisa Rancangan acak Lengkap menggunakan program SPSS 17.0 dilanjutkan dengan uji duncan untuk menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari perlakuan dan lamanya pemberian pada P<0.05. Hasil uji lanjut dengan Duncan menunjukkan perbedaan yang signifikan terdapat pada kelompok kontrol negatif dengan perlakuan dosis 1, 2, 3 dan kontrol Positif. Efek antidiabetes meningkat dengan meningkatnya dosis pemberian ekstrak, namun perbedaan yang signifikan baru terlihat antara kelompok yang memperoleh ekstrak etil asetat buah asam kandis dosis 1 dengan dosis 3. Yaitu
dosis 40mg/200g BB dengan dosis 160 mg/200g BB. Tabel 3. Perbandingan % Potensi Antara Ketiga Dosis dengan Glibenklamid Perlakuan
%Rata-rata KGD 60 40
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Total % penurunan
71,16%
41,20%
50,68%
66,10%
Nilai % potensi
100%
KGD (mg/dL)
20
Kontrol +
0
-20 -40
57,89%
71,21%
92,88%
38,88 Dosis I Dosis II Dosis III Kontrol Kontrol -41,22 -50,68 + -66,1 -71,16
-60 -80 -100
Potensi ekstrak sebagai antidiabetes dibandingkan dengan glibenklamid dosis 10 mg/kg BB. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah tikus yang memperoleh ekstrak etil asetat asam buah kandis tidak berbeda secara signifikan dengan kadar glukosa darah tikus yang memperoleh glibenklamid dosis 10 mg./kg BB. Glibenklamid menurunkan kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes melalui stimulasi sekresi insulin pada sel-sel pankreas yang mengalami regenerasi. Perhitungan potensi penurunan kadar gula darah ekstrak etil asetat buah asam kandis dibandingkan dengan glibenklamida sebagai kontrol (+) dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: % Potensi= Total penurunan KGD setiap perlakuan Total persentase penurunan kadar gula darah glibenklamid
Kelompok Perlakuan Gambar 5. Perubahan % Penurunan Kadar Gula Darah Berdasarkan Kelompoknya Tabel 4. Perubahan KGD Berdasarkan Hari
0
3
7
12
18
Rat arata
DI
84,6± 12,8
307,6 ±29,2
275,4 ±29,2
217,8 ±17,2
180± 30,9
213, 08
D II
90±1 1,7
280,8 ±97,4
226,6 ±54,9
177,8 ±30,8
130,8 ±19,3
181, 2
D III
78±1 0,8
316,4 ±19,7
208± 42,7
141,2 ±35,9
107± 6,6
170, 12
+
74±7, 6
313,2 ±56,1
147± 32,8
103,4 ±15,2
88±6, 1
145, 12
-
82,4± 8,3
308± 64,5
352,4 ±62,8
368,6 ±42,1
378,9 ±36,2
298, 06
Perla kuan
x100
Histrogram perbandingan persentasi potensi penurun kadar gula darah tikus dari ketiga dosis ekstrak buah asam kandis, kontrol (+) dan kontrol (-) dapat dilihat pada Gambar 5.
Rata-rata KGD hari ke- (mg/dL)
Ket: Hari ke0 :KGD normal (sebelum induksi aloksan) Hari ke3 : KGD setelah induksi Hari ke 3-18: KGD selama pengobatan Pada Tabel 6, kelompok perlakuan kontrol positif mulai menunjukkan penurunan kadar gula darah pada hari ke-12. Pada kelompok perlakuan dosis I, II, dan III mengalami penurunan kadar gula darah yang signifikan pada hari ke-18. Namun kadar gula darah tikus yang memperoleh ekstrak etil asetat buah asam kandis secara signifikan masih lebih besar dari kontrol positif.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ekstrak etil asetat buah asam kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus Sprague-Dawley jantan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ekstrak buah asam kandis berpotensi sebagai antidiabetes pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley. 2. Pemberian ekstrak buah asam kandis dengan dosis 160 mg/200 g BB dapat menurunkan kadar gula darah tikus jantan putih sebesar 66,10% dengan waktu pengobatan selama 18 hari. 3. Potenis menurunkan kadar gula darah tikus yang diinduksi ekstrak etil asetat buah asam kandis dengan dosis 160mg/200g BB setara dengan glibenklamid dengan dosis 10mg/kg BB.
Saran 1.
secara In Vitro. Bogor: Universitas Pakuan.
FMIPA
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan Oleh Padmawinata. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Singab, A. N. B., H. A. El-Beshbishy., M. Yonekawa., T. Nomura., dan T. Fukai. 2005. Hypoglycemic effect of Egyptian Morus alba root bark extract: Effect on diabetes and lipid peroxidation of streptozotocininduced diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology 100: 333–338. Soumyanath, A. 2006. Traditional Medicines for Modern Times Antidiabetic Plants. Boca Raton: CRC Press.
Perlu dilakukannya penambahan hari pada pengobatan agar kadar gula darah pada tikus dapat mencapai keadaan yang normal. Perlu dibuat dalam sediaan farmasi sebagai penurun kadar gula darah.
Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Surabaya: Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan DepKes RI.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktori Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; Jakarta.
Syamsudin, S. K., dan B. Sutaryo. 2007. Screening of Some Extracts from Garcinia parvifolia (Miq.). (Guttiferae) for Antiplasmodial, Antioxidant, Cytotoxic and Antibacterial Activities. Asian Journal of Plant Sciences 6, 972976.
2.
. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta.
. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.Edisi II. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta. Hakim, I. N. 2013. Potensi Efek Ekstrak Buah Asam Kandis (Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.) Sebagai Antidiabetes melalui Kajian Aktivitas Enzim α Glukosidase
Thomas, A. N. S. 2000. Tanaman Obat Tradisional I. Edisi ke-13. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Turner., dan Baganara (1988), Endokrinologi Umum, edisi kekenam, Airlangga University Press, Surabaya. WHO and International Diabetes Federation, 2009. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia. Atlas Diabetes. http://www.who.int/diabetes/publi ations/Definition%20anddiagnosi
%20of %20diabetes new.pdf. (diakses tanggal 27 januari 2013). Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.