e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600
PENGARUH WAKTU PEMBERIAN PROBIOTIK YANG BERBEDA TERHADAP RESPON IMUN NON-SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG DIUJI TANTANG DENGAN BAKTERI Aeromonas salmonicida EFFECT OF DIFFERENT TIME OF PROBIOTIC ADMINISTRATION TO NON- SPECIFIC IMMUNE RESPONSE OF COMMON CARP (Cyprinus carpio) AGAINST Aeromonas salmonicida
Septiarini*, Esti Harpeni* dan Wardiyanto* ABSTRACT† Common carp (Cyprinus carpio) is one of the consumption fish which has high economic value. However, the efforts to increase carp production obstracted by diseases such as furunculosis by A. salmonicida. So that we have to consider the disease prevention method which safer such as probiotic. The aims of this research were to know effect of the time administrations of probiotic on nonspecific immune responses and to know the best time administration of probiotic on non-specific immune responses of common carp injected by A. salmonicida. The research was conducted from August to October 2011. The research used three treatments (without administration of probiotic, administration of probiotic once every day, and administration of probiotic once every five days) with four replications. Data of total leukocyte and percentage of differential leukocyte were analyzed by using ANOVA, while RPS and water qualities were analyzed descriptively. The results showed the time administrations of probiotic showed a real impact on improving non-specific immune responses characterized by increased total leukocyte in carp, administration of probiotic once every five days resulted better non-specific immune responses, which had been seen from the highest total leukocyte and the highest RPS after being injected by A. salmonicida. Key words: common carp, probiotic, A. salmonicida, leukocyte.
*
†
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Corresponding Author:
[email protected]
e-JRTBP
Volume 1 No 1 Oktober 2012
40
Pendahuluan Usaha peningkatan produksi ikan mas (Cyprinus carpio) tidak terlepas dari masalah penyakit yang diantaranya disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida sebagai penyebab penyakit furunculosis. Penanggulangan penyakit pada budidaya ikan umumnya masih menggunakan antibiotik yang mempunyai dampak negatif cukup tinggi, baik bagi ikan maupun manusia yang mengonsumsinya. Namun, penggunaan antibiotik tidak bisa dihindari jika wabah penyakit sudah terjadi. Oleh karena itu, diupayakan metode pencegahan penyakit yang dinilai lebih aman yaitu dengan penggunaan probiotik. Mekanisme kerja probiotik diantaranya dapat sebagai penstimulasi sistem imun non-spesifik pada ikan. Namun, pemberian probiotik yang dilakukan secara terus menerus dapat menurunkan keefektifannya, sehingga pemberian probiotik dengan waktu berselang diharapkan akan lebih efektif dan dapat menghasilkan sistem imun yang lebih baik karena setiap probiotik yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung merangsang aktifnya sistem imun. Peningkatan sistem imun tersebut diharapkan dapat melindungi ikan mas dari serangan bakteri A. salmonicida sehingga kesehatan ikan mas dapat meningkat dan didapatkan sintasan yang tinggi. Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perikanan, Universitas Lampung. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ikan mas berukuran ± 10 cm sebanyak 50 ekor untuk uji LD50 dan 120 ekor untuk perlakuan, pelet komersil, probiotik,
e-JRTBP
Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik
biakan bakteri A. salmonicida, garam, minyak imersi, media TSA, media TSB, alkohol 70%, larutan EDTA 10%, methanol, larutan Turk’s dan Giemsa. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu perlakuan 1 (pakan tanpa penambahan probiotik), perlakuan 2 (pakan dan probiotik diberikan setiap hari), dan perlakuan 3 (pakan dan probiotik diberikan setiap 5 hari sekali). Tiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali ulangan, dengan asumsi ukuran dan kondisi ikan, lingkungan, serta konsentrasi bakteri uji tantang pada masing-masing perlakuan uji homogen. Uji LD50 dilakukan untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang dapat menyebabkan kematian ikan uji sebanyak 50% dari populasi awal. Dari hasil uji tersebut, dapat diketahui konsentrasi bakteri yang akan diinfeksikan pada ikan uji. Uji LD50 dilakukan dengan menyuntikkan bakteri A. salmonicida pada ikan mas dengan konsentrasi berbeda yaitu 104, 105, 106, 107, dan 108 cfu/ml dengan menggunakan teknik pengenceran berseri. Tiap perlakuan menggunakan 10 ekor ikan. Penyuntikan dilakukan sesuai perlakuan konsentrasi secara intraperitoneal sebanyak 0,1 ml/ekor ikan. Pengamatan jumlah kematian ikan dilakukan selama 7 hari. Probiotik dicampurkan ke pakan yang sebelumnya telah diukur dosisnya yaitu 3,3 ml/kg pakan. Pengenceran probiotik menggunakan air dengan perbandingan 1:50. Pencampuran dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan probiotik ke pakan menggunakan sprayer dan kemudian dikeringanginkan selama ± 2 jam.
Volume 1 No 1 Oktober 2012
Septiarini, Esti Harpeni and Wardiyanto
Penentuan waktu pemberian pakan berprobiotik berdasarkan penelitian Agustina dkk. (2006) yaitu: tanpa penambahan probiotik, probiotik diberikan setiap hari dan probiotik diberikan setiap 5 hari sekali. Pakan berprobiotik diberikan sesuai waktu pemberian selama 28 hari waktu pemeliharaan dengan frekuensi dua kali sehari menggunakan feeding rate 3%. Uji tantang dilakukan pada hari ke-22 waktu pemeliharaan dengan metode injeksi yaitu menyuntikkan A. salmonicida ke dalam tubuh ikan secara intraperitoneal dengan menggunakan konsentrasi bakteri 6 sesuai hasil LD50 yaitu 10 cfu/ml ke semua ikan uji dalam perlakuan. Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke- 0, 14, 21, dan 28. Sampel darah diambil dari satu ekor ikan yang dipilih secara acak pada setiap akuarium. Sebelum digunakan, jarum suntik dan tabung eppendorf dibilas dengan larutan EDTA 10% untuk mencegah pembekuan darah. Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis yang berada di pangkal ekor ikan menggunakan jarum suntik 1 ml. Ikan yang telah diambil darahnya kemudian dikembalikan ke akuarium semula. Kemudian darah disimpan dalam tabung eppendorf untuk kemudian dilihat parameter hematologinya. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat pola peningkatan respon imun dengan menghitung total leukosit dan diferensial leukosit dalam darah menggunakan hemositometer. Pengamatan diferensial leukosit dalam penelitian meliputi pengamatan neutrofil, monosit, dan limfosit, dengan rumus : Total leukosit/mm3 =
jumlah sel leukosit terhitung x pengenceran
e-JRTBP
41
Persentase perlindungan relatif yang menunjukkan tingkat keberhasilan probiotik dalam melindungi ikan dari infeksi bakteri A. salmonicida pada masing-masing perlakuan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Passarela, 2006): [
]
DFp
: Kematian Ikan yang diberi Probiotik DFNp : Kematian Ikan yang tak di beri Probiotik Data hasil penghitungan total leukosit dan diferensial leukosit dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance) menggunakan software SPSS 19 pada selang kepercayaan 95% dan jika hasil berbeda nyata dilanjutkan dengan uji BNT pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan RPS dianalisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan Leukosit pada ikan berbentuk lonjong sampai bulat dan tidak berwarna. Total leukosit ikan normal berkisar antara 20.000-150.000 sel/mm3 (Erika, 2008). Total leukosit pada semua perlakuan masih dalam kisaran normal (Gambar 1). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada hari ke-0, waktu pemberian probiotik yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total leukosit pada taraf 5% (P>0,05). Total leukosit perlakuan A, B, dan C pada hari ke-0 menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu 41.025±267; 40.750±317; dan 3 40.963±348 sel/mm . Hal tersebut diduga karena belum ada perlakuan pemberian probiotik pada ikan mas sehingga leukosit belum teraktifasi.
Volume 1 No 1 Oktober 2012
42
Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik
Total Leukosit (sel/mm3)
Pengaruh yang nyata baru ditunjukkan pada hari ke-14, 21, dan 28 (P=0,000). Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-14 dan 21, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Total leukosit pada perlakuan B dan C lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (Gambar 1). Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-28, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Semua perlakuan mengalami peningkatan total leukosit setelah diinfeksi dengan A. salmonicida yaitu berturut-turut sebesar 22.612,5; 23.512,5; dan 34.950,0 sel/mm3 dibandingkan pada hari ke-21 (Gambar
1). Peran probiotik di sini yaitu meningkatkan sistem imun yang sudah ada dalam tubuh. Peningkatan total leukosit mengindikasikan adanya respon perlawanan tubuh terhadap antigen penyebab penyakit (Alamanda dkk., 2007). Perlakuan C menghasilkan total leukosit yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan B. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian probiotik setiap 5 hari sekali menghasilkan sistem imun yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian setiap hari dilihat dari tingginya total leukosit yang berperan dalam imunitas non-spesifik (Agustina dkk., 2006).
160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
H0 H14 H21 H28
normal
A
B
C
Gambar 1. Total leukosit tiap pengamatan pada tiap perlakuan, (A) tanpa pemberian probiotik, (B) pemberian probiotik setiap hari, (C) pemberian probiotik setiap 5 hari sekali, (H0) hari ke-0 sebelum pemberian probiotik, (H14) hari ke-14 setelah pemberian probiotik, (H21) hari ke-21 setelah pemberian probiotik, dan (H28) hari ke-28 setelah pemberian probiotik (6 hari setelah uji tantang) Persentase neutrofil dalam populasi neutrofil ikan mas pada taraf 5% leukosit ikan normal berkisar antara 6- (P>0,05). Persentase neutrofil 8% (Yuliawati, 2010). Persentase perlakuan A, B, dan C pada hari ke-0 neutrofil pada perlakuan A, B, dan C menunjukkan nilai yang hampir sama selama penelitian berturut-turut yaitu 8±0,41%; 8±0,41%; dan berkisar 8-15,5%; 8-17%; dan 8,25- 8,25±0,48% (Gambar 2). Hal tersebut 18,75% (Gambar 2). Hasil uji ANOVA karena belum ada benda asing baik menunjukkan bahwa pada hari ke-0, bakteri probiotik maupun A. waktu pemberian probiotik yang salmonicida yang masuk ke dalam berbeda tidak memberikan pengaruh tubuh ikan mas sehingga neutrofil yang nyata terhadap persentase belum teraktifasi. Pengaruh yang nyata
e-JRTBP
Volume 1 No 1 Oktober 2012
Septiarini, Esti Harpeni and Wardiyanto
baru ditunjukkan pada hari ke-14 (P=0,000), hari ke-21 (P=0,000), dan hari ke-28 (P=0,015). Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-14 dan 21, antar perlakuan B dan C tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata terhadap perlakuan A. Tingginya persentase neutrofil pada perlakuan dengan pemberian probiotik menunjukkan bahwa probiotik yang masuk ke dalam tubuh dapat meningkatkan persentase neutrofil dalam darah. Probiotik mengandung lipopolisakarida (Khasani, 2007) yang dapat menstimulasi sistem imun melalui peningkatan aktifitas fagositosis oleh neutrofil dan monosit (Hastuti dan Karoror, 2007). Namun, pada hari ke-21 terjadi sedikit penurunan persentase neutrofil yang diduga karena pada saat yang sama, terjadi peningkatan persentase limfosit karena telah dilakukan pemberian probiotik yang kesekian kalinya (21 kali pada perlakuan B dan 5 kali pada perlakuan C), sehingga memicu terbentuknya sistem imun spesifik oleh limfosit. Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-28, hanya antar perlakuan A dan C yang berbeda nyata, sedangkan antar perlakuan A dan B, serta antar perlakuan B dan C tidak berbeda nyata. Meskipun demikian, semua perlakuan menunjukkan peningkatan persentase neutrofil pada hari ke-28 yaitu berturutturut sebesar 7%; 5,75%; dan 6,75% dibandingkan pada hari ke-21 (Gambar 2). Peningkatan jumlah neutrofil yang tinggi dalam sirkulasi darah disebut heterofilia yang terjadi karena adanya infeksi penyakit oleh bakteri dan juga karena kondisi stress (Erika, 2008). Peningkatan persentase neutrofil mengindikasikan peningkatan sistem imun (Alamanda dkk., 2007).
e-JRTBP
43
Sel monosit berbentuk oval dengan inti ada yang berbentuk oval dan ada yang berbentuk seperti jantung. Persentase monosit dalam populasi leukosit ikan normal berkisar antara 0,1-3% (Yuliawati, 2010). Persentase monosit pada perlakuan A, B, dan C selama penelitian berturut-turut berkisar 3,756%; 3,5-6%; dan 3-6,25% (Gambar 3). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada hari ke-0, 14, 21, dan 28, waktu pemberian probiotik yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase monosit ikan mas pada taraf 5% (P>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian probiotik (setiap hari maupun setiap 5 hari sekali) dan tanpa pemberian probiotik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap persentase monosit dalam leukosit ikan mas. Persentase monosit pada perlakuan A sedikit menurun pada hari ke-14 dan terus meningkat pada hari ke-21 dan 28. Sedangkan pada perlakuan B terjadi peningkatan pada hari ke-14, penurunan pada hari ke-21, dan kembali terjadi peningkatan pada hari ke-28. Perlakuan C terus mengalami peningkatan hingga hari ke28 (Gambar 3). Semua perlakuan mengalami peningkatan persentase monosit setelah diinfeksi A. salmonicida pada hari ke-28 yaitu berturut-turut sebesar 1,75%; 2%; dan 2% dibandingkan pada hari ke-21. Sel limfosit pada ikan berbentuk oval dengan inti sel besar berwarna violet hampir memenuhi sel. Persentase limfosit dalam populasi leukosit ikan normal berkisar antara 60-80% (Yuliawati, 2010). Persentase limfosit pada perlakuan A, B, dan C selama penelitian berturut-turut berkisar 78,588,25%; 77-88,5%; dan 75-88,75% (Gambar 4). Hasil uji ANOVA
Volume 1 No 1 Oktober 2012
44
Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik
Persentase Neutrofil (%)
menunjukkan bahwa pada hari ke-0, waktu pemberian probiotik yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase limfosit ikan mas pada taraf 5% (P>0,05). Persentase limfosit perlakuan A, B, dan C pada hari ke-0 menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu 88,25±0,48%; 88,50±0,50%; dan 88,75±0,25%. Hal tersebut karena belum ada perlakuan yang diberikan pada ikan mas. Pengaruh yang nyata baru ditunjukkan pada hari ke-14 (P=0,000), hari ke-21 (P=0,002), dan hari ke-28 (P=0,030). Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-14 dan 21, antar perlakuan B dan C tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata terhadap perlakuan A, yang ditunjukkan dari persentase limfosit perlakuan B tidak jauh berbeda dengan perlakuan C, namun keduanya memiliki persentase limfosit lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A. Erika (2008) menyatakan hal yang serupa bahwa jumlah limfosit yang rendah dalam sirkulasi darah akan diimbangi dengan jumlah neutrofil yang tinggi, dan sebaliknya. Hasil uji
lanjut BNT menunjukkan bahwa pada hari ke-28, hanya antar perlakuan A dan C yang berbeda nyata, sedangkan antar perlakuan A dan B, serta antar perlakuan B dan C tidak berbeda nyata. Meskipun demikian, semua perlakuan menunjukkan penurunan persentase limfosit pada hari ke-28 yaitu berturutturut sebesar 8,75%; 7,75%; dan 8,75% dibandingkan pada hari ke-21, walaupun masih dalam batas normal. Nilai RPS dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Persentase perlindungan relatif pada perlakuan B dan C cukup baik yaitu di atas 50% (Setyawan, 2006). Persentase perlindungan relatif dari perlakuan C yaitu 94,74%, lebih tinggi dibandingkan perlakuan B yaitu 73,68% (Gambar 5). Agustina dkk. (2006) menunjukkan hal yang serupa bahwa pemberian probiotik setiap 5 hari sekali memberikan respon imun yang lebih baik sehingga menghasilkan sintasan yang lebih tinggi yaitu mencapai 90%. Pemberian probiotik secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama dapat menurunkan efektifitasnya (Agustina et al., 2006).
20 H0 H14 H21 H28
15 10
normal 5 0 A
B
C
Gambar 2. Persentase neutrofil tiap pengamatan pada tiap perlakuan, (A) tanpa pemberian probiotik, (B) pemberian probiotik setiap hari, (C) pemberian probiotik setiap 5 hari sekali, (H0) hari ke-0 sebelum pemberian probiotik, (H14) hari ke-14 setelah pemberian probiotik, (H21) hari ke-21 setelah pemberian probiotik, dan (H28) hari ke-28 setelah pemberian probiotik (6 hari setelah uji tantang).
e-JRTBP
Volume 1 No 1 Oktober 2012
Septiarini, Esti Harpeni and Wardiyanto
45
Persentase Monosit (%)
10 8 H0 H14 H21 H28
6 4 2
normal
0 A
B
C
Persentase Limfosit (%)
Gambar 3. Persentase monosit tiap pengamatan pada tiap perlakuan, (A) tanpa pemberian probiotik, (B) pemberian probiotik setiap hari, (C) pemberian probiotik setiap 5 hari sekali, (H0) hari ke-0 sebelum pemberian probiotik, (H14) hari ke-14 setelah pemberian probiotik, (H21) hari ke-21 setelah pemberian probiotik, dan (H28) hari ke-28 setelah pemberian probiotik (6 hari setelah uji tantang) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
normal H0 H14 H21 H28 A
B
C
Gambar 4. Persentase limfosit tiap pengamatan pada tiap perlakuan, (A) tanpa pemberian probiotik, (B) pemberian probiotik setiap hari, (C) pemberian probiotik setiap 5 hari sekali, (H0) hari ke-0 sebelum pemberian probiotik, (H14) hari ke-14 setelah pemberian probiotik, (H21) hari ke-21 setelah pemberian probiotik, dan (H28) hari ke-28 setelah pemberian probiotik (6 hari setelah uji tantang)
RPS
100.00%
50.00%
0.00% B
C
Gambar 5. Nilai RPS (Relative Percent Survival), (B) pemberian probiotik setiap hari, (C) pemberian probiotik setiap 5 hari sekali
e-JRTBP
Volume 1 No 1 Oktober 2012
46
Daftar Pustaka Agustina, D.T., Marnani, S., dan Irianto, A. 2006. Pengaruh Pola Pemberian Probiotik A3-51 per Oral terhadap Kelangsungan Hidup Bawal Air Tawar (Collosoma macropomum Bry.) setelah Diuji Tantang dengan Bakteri Aeromonas hydrophila. (Skripsi). Universitas Jenderal Soedirman. Alamanda, I.E., Handajani, N.S., dan Budiharjo, A. 2007. Penggunaan Metode Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. Jurnal Biodiversitas 8 (1):34-38. Erika, Y. 2008. Gambaran Diferensiasi Leukosit pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambica) di Daerah Ciampea Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Hastuti, S.D. dan Karoror, R.J. 2007. Pengaruh Pemberian LPS (Lipopolisacharida) terhadap Aktivitas Fagositosis dan Jumlah Eritrosit Darah Ikan Nila (Oreochromis sp.). Jurnal Protein 15 (1): 10-5
e-JRTBP
Pengaruh Waktu Pemberian Probiotik
Khasani, I. 2007. Aplikasi Probiotik Menuju Sistem Budidaya Perikanan Berkelanjutan. Media Akuakultur 2(2):1-3 Maulina, I., K. Haetami dan Junianto. 2006. Pengaruh Meniran dalam Pakan untuk Mencegah Infeksi Bakteri Aeromonas sp. pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio). Universitas Padjajaran. Passarela, M.P. 2006. Uji Tantang pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) yang Diimunisasi dengan Vaksin Inaktif Anti Aeromonas hydrophila Peroral melalui Pelet. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Setyawan, A. 2006. Uji Lapang Vaksin Polivalen Vibrio pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Karamba Jaring Apung. (Skripsi). Universitas Gadjah Mada. Yuliawati, F. 2010. Efektivitas Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri) sebagai Antibakteri pada Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) yang Diinfeksi dengan Aeromonas hydrophila. (Skripsi). Universitas Lampung.
Volume 1 No 1 Oktober 2012