EFFECT OF CARRIAGEWAY WIDTH ON OVERTAKING BEHAVIOUR AND SPEED-FLOW RELATIONSHIPS ON TWO-LANE TWO-WAY ROADS
S U M M A R Y EFFECT OF CARRIAGEWAY WIDTH ON OVERTAKING BEHAVIOUR AND SPEED-FLOW RELATIONSHIPS ON TWO-LANE TWO-WAY ROADS, Prakosa Nadi Takariyanto, 1994, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Institut Teknologi Bandung. This thesis presents ananalysis of overtaking behaviour observed on three different carriageways of different widths (6m, 7m and 9m). The main objective was to study the effect of road width on critical sight distance for overtaking. Data were collected from a two-lane two-way road near Yogyakarta using 6 video cameras for, the stationary observation. Data from sites with other carriageway widths (Palembang and Pamanukan) were obtained from The Indonesian Highway Capacity Manual Project data bank. In this analysis, overtaking data from the Palembang and Pamanukan sites were put together in one group. A total of 1384 overtaking opportunities was recorded from all surveyed sites, comprising of 634 accepted and 750 rejected opportunities. The Gompertz model was used to establish the overtaking critical sight distance. The relationships between probability of overtaking and critical sight distance for various road widths, type of overtaken vehicles, speed of overtaken vehicle, type of overtaking and type of oncoming vehicle are presented. As overtaking behaviour may be influenced by traffic conditions, observation of general traffic conditions and speed-flow relationships were conducted on all sites and are presented. A linear regression model was used to evaluate the speed-flow relationship. The results of this study are as follows: (1) Critical sight distances on a narrow road are longer than those on a wider road. Critical sight distance, in case where LV is the overtaken vehicle on a 9 m wide road was 231 m, while on the 6-7 m wide road this value icrease to 383 m. (2) Critical sight distances for normal overtaking were longer than those for pushing overtaking. In the case of LV as the overtaken vehicle at a speed below 60 km/h, the critical sight distances were 345 m and 231 m for normal and combined normal and pushing overtaking, respectively. (3) Critical sight distances increased with increase in speed of the overtaken vehicle. (4) The speed-flow relationship on a road was influenced by the overtaking behaviour. (5) The number of overtakings was influenced by the total traffic flow. At low traffic flow, the number of overtaking manoeuvres increased with increase of traffic flow, at high traffic flow the number decreased.
RINGK A SAN PENGARUH LEBAR BADAN JALAN PADA PERILAKU GERAKAN MENYIAP DAN HUBUNGAN KECEPATAN-ARUS PADA JALAN DUA LAJUR DUA-ARAN, Prakosa Nadi Takariyanto, 1994, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Institut Teknologi Bandung. Tesis ini membahas analisa gerakan menyiap pada tiga macam lebar badan jalan, yakni : 6,7 dan 9m. Tujuan utamanya adalah untuk mengkaji pengaruh lebar badan jalan pada jarak gerakan menyiap kritis. Data diperoleh dari pengamatan di Yogyakarta menggunakan 6 buah video camera dengan menggunakan cara pengamatan stasioner. Data untuk lebar jalan yang lain diperoleh dari Proyek Indonesian Highway Capacity Manual. Dalam melakukan analisa, data yang diperoleh dari Palembang dan Pamanukan digabung menjadi satu kelompok. Data yang tersedia sebanyak 1384 mengenai kesempatan gerakan menyiap, meliputi 634 kesempatan menerima dan 750 menolak kesempatan. Untuk mengkaji jarak gerakan menyiap kritis digunakan model Gompertz. Hubungan antara peluang gerakan menyiap pada berbagai macam lebar badan jalan, tipe kendaraan disiap, kecepatan kendaraan disiap, tipe gerakan menyiap dan tipe kendaraan arah lawan, tersaji dalam tesis ini. Untuk mengkaji hubungan antara kecepatan-arus digunakan cara regresi linier. Hasil kajian ini adalah sebagai berikut : (1) Jarak gerakan menyiap kritis pada jalan sempit lebih panjang dari pada gerakan pada jalan yang lebih lebar. Pada kasus kendaraan ringan sebagai mobil yang disiap untuk lebar jalan 9 m, jarak pandangan menyiap kritis adalah 231 m, sedangkan pada lebar jalan 6-7 m, nilai ini sebesar 383 m. (2) Jarak gerakan menyiap kritis untuk gerakan menyiap normal lebih panjang dari pada gerakan menyiap memaksa. (3) Jarak gerakan menyiap kritis meningkat sesuai dengan kenaikan kecepatan kendaraan disiap. (4) Hubungan kecepatan-arus pada suatu jalan dipengaruhi oleh perilaku gerakan menyiap. (5) Jumlah gerakan menyiap dipengaruhi oleh jumlah arus lalu lintas. Pada arus lalu lintas rendah sampai sedang, jumlah gerakan menyiap meningkat seiring dengan kenaikan arus lalu lintas. Namun pada kondisi arus lalu lintas yang tinggi, jumlah gerakan menyiap akan turun. y,,