Efektivitas Media Dan Tanaman Inang Untuk Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) Substrates And Plant Hosts Effectivenes To Increase Arbuscular Mycorrhizal Fungus Denis Prasetia1, Tri Saptari Haryani2, Octivia Trisilawati3 Program Studi Biologi, FMIPA, Uiversitas Pakuan, Bogor 3 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Cimanggu, Bogor. 1,2
ABSTRAK Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) adalah simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman. FMA membutuhkan simbion berupa tanaman inang beserta substrat untuk melengkapi daur hidupnya dengan cara memproduksi hifa dan spora yang berkualitas, oleh karena itu perlu adanya kajian mengenai media dan tanaman inang yang optimal untuk perkembangan FMA. Penelitian dilakukan di BALITTRO mulai Maret – September 2012 bertujuan untuk mendapatkan kombinasi media tanam dan tanaman inang untuk perbanyakan FMA yang optimal. Parameter penelitian meliputi persentase infeksi, populasi spora, pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan kering tanaman, bobot segar akar, dan panjang akar. Data dianalisis menggunakan RAL faktorial. Faktor I berupa media tanam dengan 4 taraf, yaitu: Tanah-Pukan, Tanah-kompos, Tanahzeolit, dan Zeolit 100%. Faktor II tanaman inang dengan 5 taraf, yaitu: Sorgum, Jagung, Serai dapur, Serai wangi, Bawang daun. Persentase infeksi dan Populasi spora tertinggi terdapat pada perlakuan media Tanah-zeolit dan tanaman inang jagung, sedangkan kombinasi antara dua perlakuan persentase infeksi tertinggi terdapat pada perlakuan tanaman inang jagung yang ditanam pada media zeolit. Parameter populasi spora tertinggi terdapat pada tanaman inang jagung yang ditanam pada media Tanah-zeolit. Tingginya tingkat infeksi dan jumlah populasi spora FMA tidak selalu diikuti dengan tingginya parameter pertumbuhan tanaman, namun berpengaruh terhadap parameter panjang akar. Kata Kunci: FMA, Media Tanam, Tanaman Inang FMA yang dapat diaplikasikan pada lahan marjinal juga lahan kering. Menurut Aldeman et al., (2006) infeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse, 2001). Selain itu infeksi cendawan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh hifa eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar atau melalui hasil senyawa kimia yang
Pendahuluan Pertanian merupakan suatu sektor penting yang berkaitan erat dengan usaha memenuhi kebutuhan pangan manusia. Namun masalah yang timbul ialah kebutuhan pangan terus meningkat, tetapi dilain pihak penyediaan pangan sulit ditingkatkan. Tanah merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertanian, luas tanah tidak dapat ditingkatkan namun yang dapat ditingkatkan ialah cara meningkatkan produktivitas di lahan yang sama (Margarettha dan Itang, 2008). Salah satu upaya untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap pertumbuhan tanaman adalah dengan pemanfaatan 1
menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Tisdall (2001) melaporkan bahwa hifa ekstra radikal di dalam tanah sekitar akar menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah. Penggunaan inokulan FMA dan pupuk organik yang dapat diproduksi sendiri merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan pupuk kimia buatan untuk mengatasi hambatan pertumbuhan pada tanaman. Cameron (2010) melaporkan bahwa tanaman yang diberi inokulan FMA mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tumbuh tanpa diberi inokulan FMA. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian untuk mengetahui efektivitas teknik perbanyakan FMA yang nantinya dapat diaplikasikan pada tanaman pertanian maupun kehutanan. Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman, merupakan subsistem yang cukup kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik yaitu jasad makro dan mikro, yang secara bersama dengan komponen abiotik membentuk tempat tumbuh bagi kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara berimbang. Seperti halnya mikoriza yang hidup dan tumbuh di dalam tanah di antara daerah perakaran tanaman. Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (Sarief, 2009). Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air (Nyoman, 2007). Kompos merupakan sisa-sisa organik yang telah mengalami dekomposisi sehingga dapat dipakai sebagai pupuk
dan sebagai sumber hara makro dan mikromineral secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Dalam jangka panjang, pemberian kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah masam (Nyoman, 2007). Zeolit merupakan sekelompok mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Secara umum mineral zeolit adalah senyawa alumino silikat hidrat dengan logam alkali tanah. Dalam air zeolit mampu mengikat bakteri E. coli11, kemampuan ini bergantung pada laju penyaringan dan perbandingan volume air dengan massa zeolit. Tetapi, untuk logam variabel-variabel yang mempengaruhi efektivitas penukaran kation belum diketahui. Sehingga zeolit mampu mengatasi mikroba-mikroba patogen yang berada dalam daerah perakaran (Dwikarsa et al., 2007). Tanaman sorgum merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili graminae yang mampu tumbuh tinggi hingga 6 meter. Tanaman sorgum memiliki system perakara serabut. Rismunandar, (2006) dalam Candra, (2011) menyatakan bahwa sorgum merupakan tanaman biji berkeping satu tidak membentuk akar tunggang dan hanya akar lateral. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akarakar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Tahap pertama dari siklus hidupnya merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan tahap kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m. 2
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m (Bahtiar et al., 2005). Serai dapur (Cymbopogon citratus) merupakan tanaman tahunan (parennial) yang hidup secara meliar dan stolonifera (berbatang semu) yang membentuk rumpun tebal dengan tinggi hingga mencapai 1 – 2 meter, serta mempunyai aroma yang kuat dan wangi. Sistem perakaran tanaman sereh memiliki akar yang besar. Morfologi akarnya merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek dan akarnya berwarna coklat muda (Scot, 2008). Serai wangi merupakan salah satu jenis tanaman minyak atsiri, yang tergolong sudah berkembang. Hasil penyulingan daunnya, diperoleh minyak serai wangi yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella oil. Minyak serai wangi Indonesia di pasar dunia dikenal dengan nama Java citronella oil. Komponen minyak serai wangi serai wangi terdiri dari senyawa sitronellal, geranio, geraniol asetat, sitronella asetat, seskuiterpen serta senyawa lain (Emmyzar dan Herry, 2002). Bawang daun (Alium fistulosum) adalah salah satu jenis tanaman yang digolongkan ke dalam jenis sayulan daun karena berbentuk rumput dengan struktur tubuh yang terdiri dari akar, batang semu dan daun. Tanaman ini termasuk tanaman setahun atau semusim dengan bagian yang terpenting adalah daun-daun yang masih muda benvarna hijau dan batang semu yang benvarna putih (Dewi, 2000). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kombinasi media tanam dan tanaman inang untuk perbanyakan FMA yang optimal. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi-kan informasi ilmiah mengenai teknik perbanyakan FMA. Hipotesis penelitian yaitu: 1. Adanya perbedaan populasi dan persentase akar
terinfeksi FMA pada berbagai kombinasi jenis media dan tanaman inang. 2. Perbedaan jenis media dan tanaman inang mempengaruhi produksi spora dan hifa FMA. 3. Besarnya persentase infeksi FMA diikuti oleh pertumbuhan tanaman inang. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – September 2012 di Laboratorium Ekofisiologi dan rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), Bogor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Inokulan FMA yang didapat dari koleksi FMA BALITTRO, tanah, zeolit, pupuk kandang, pupuk kompos, benih tanaman sorgum, jagung, serai dapur, serai wangi, bawang daun, Hyponex rendah P, Basamid, KOH 10%, HCl 1%, dan Lactofenol tryfan blue. Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan media, yaitu media tanah disterilkan menggunakan basamid dengan dosis 20 gr/m2 selama 1 minggu. Tanah yang telah steril dicampur Pukan dengan perbandingan (3:1), kompos (3:1), zeolit (3:1), dan Zeolit 100% (tidak dicampur tanah) dimasukkan kedalam polybag perlakuan, setelah selesai masing-masing media dibuat lubang sedalam 8 cm untuk menginokulasi 40 gr FMA ke dalam masing-masing media tanam. FMA yang digunakan yaitu jenis Gigaspora margarita dengan jumlah spora 200 spora per 40 gr substrat. Media yang telah diinokulasi FMA ditanami bibit tanaman inang sesuai dengan perlakuan masing-masing media. Tanaman inang yang digunakan dalam penelitian yaitu Sorgum, Jagung, Serai dapur, Serai wangi, dan Bawang daun. Pelaksanaan penelitian berupa penyiraman, pemupukan menggunakan Hyponex rendah P dengan dosis 20 gr/10 L air setiap 2 minggu, dan pencabutan gulma setiap 1 minggu sekali. 3
Persentase Infeksi (%)
Pengamatan dilakukan terhadap parameter persentase Infeksi FMA pada akar, populasi spora, pertumbuhan tinggi tanaman 1, 2 dan 3 bulan setelah inokulasi, jumlah daun, parameter bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, bobot segar akar, dan panjang akar. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, 3 ulangan, yang terdiri dari 2 faktor. Faktor I adalah Media tanam dengan symbol (M) yaitu, Tanah-Pukan 3:1 (Ma), Tanah-kompos 3:1 (Mb), Tanah-zeolit 3:1 (Mc), dan Zeolit 100% (Md), faktor II adalah Tanamn inang (T), yaitu Sorgum (T1), Jagung (T2), Serai dapur (T3), Serai wangi (T4), Bawang daun (T5). Sehingga didapat 20 kombinasi perlakuan: MaT1, MaT2, MaT3, MaT4, MaT5, MbT1, MbT2, MbT3, MbT4, MbT5, McT1, McT2, McT3, McT4, McT5, MdT1, MdT2, MdT3, MdT4, dan Md T5.
Persentase Infeksi (%)
6 HSI
9 HSI
Persentase Infeksi (%)
95.23 (a)
100 80
70.91 (b)
89.33 (a) 70.01 (b) 71.15 (b)
60 40 20 0
Hasil pengamatan persentase infeksi menunjukkan bahwa perlakuan tanaman berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi, sedangkan perlakuan beberapa media tanam tidak berpengaruh nyata, dan tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan. Histogram pada gambar 1 dapat disimpulkan bahwa persentase infeksi FMA tertinggi dihasilkan dari media Tanah-Zeolit sebesar 84,49%, diikuti oleh Zeolit 82,00%, dan Tanah-kompos 77,58%, dan persentase infeksi FMA terendah terdapat pada perlakuan TanahPukan sebesar 73,31%. Histogram pada gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah infeksi FMA tertinggi terdapat pada perakaran Jagung yaitu dengan rataan persentase sebesar 95,23%, diikuti oleh Bawang daun 89,33%, Serai wangi 71,15%, dan Sorgum 70,91%, dan yang terendah
Serai Wangi 5 HSI
73.31 (b)
Gambar 3: Histogram Persentase Infeksi FMA pada Akar Tanaman Inang
Serai Dapur
3 HSI
77.58 (ab)
Sorgum Jagung S. dapur S. wangi Bawang daun Tanaman
Jagung
0
82 (a)
Gambar 2: Histogram Persentase Infeksi FMA pada Akar Tanaman Inang pada Berbagai Perlakuan Media
Sorgum
50
84.49 (a)
Media
Hasil Dan Pembahasan Persentase Infeksi Dari ke-5 tanaman inang yang diamati FMA mampu menginfeksi akar tanaman pada 3 hari setelah inokulasi (HSI), hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatn yang disajikan dengan gambar 1: 100
86 84 82 80 78 76 74 72 70 68 66
Bawang Daun
Lama Hari Setelah Masa Inokulasi (HSMI)
Gambar 1: Grafik Hubungan Persentase Infeksi FMA pada akar 5 Tanaman Inang
Pada gambar 1 diketahui bahwa tanaman jagung memiliki jumlah persentase infeksi lebih tinggi dibanding dengan tanaman lainnya. Pengamatan persentase infeksi setelah 3 bulan pengamatan dapat dilihat pada gambar 2dan 3.
4
dan tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan.
Jumlah Populasi
ditunjukkan perlakuan Serai dapur yaitu dengan persentase infeksi sebesar 70,01%. Perbedaan jumlah persentase infeksi diduga karena masing-masing media mempunyai kadar, struktur, dan karakteristik hara yang berbeda untuk mendukung perkembangan spora dan hifa FMA, sehingga didapat jumlah persentase infeksi FMA yang berbeda pula. Pada media tanah yang dicampur zeolit dengan perbandingan 3:1 menunjukkan jumlah infeksi FMA pada akar tanaman yang tertinggi diban-dingkan dengan media lainnya. Hal ini diduga karena batuan zeolit dapat mengikat unsure hara yang berada pada tanah, sehingga ketersediaannya lebih baik. Tanaman jagung merupakan inang yang cukup baik untuk perkembangan hifa mikoriza, karena jagung mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih cepat, daya adaptasi tinggi terutama di lahan kering, serta sistem perakaran yang banyak (Sofyan, 2005). Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan pada gambar 3 yang menunjukkan bahwa tanaman jagung lebih dominan dibanding tanaman lainnya, hal ini dikarenakan tanaman jagung mempunyai perakaran yang cocok untuk berlangsungnya pertumbuhan mikoriza, selain itu pada area perakaran tanaman jagung memiliki keragaman jenis mikroba tanah yang melimpah dibanding tanaman lainnya, sehingga dalam kondisi ini mikoriza dapat bahu membahu dan saling bersimbiosis dalam melangsungkan kehidupannya, oleh karena itu pada perakaran tanaman jagung FMA dapat hidup dengan optimal.
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1165.3ab
1229.6ab
1309.8a 1090.13b
Media
Jumlah Populasi
Gambar 4: Histogram Populasi Spora pada Berbagai Perlakuan Media 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1599.3a 1132.42 b
1430.8a 1087.5b
743.58c
Sorgum Jagung S. dapur S. wangi Bwang daun Tanaman Inang
Gambar 5: Histogram Populasi Spora pada Berbagai Perlakuan Tanaman Inang
Media tanam Tanah-Zeolit dan Tanaman inang jagung selalu menunjukkan hasil yang positif baik itu persentase infeksi maupun pada tingkat jumlah populasi spora FMA. Hal ini dapat disebabkan kedua perlakuan tersebut cocok untuk perkembangan FMA, selain itu kadar karbohidrat akar tanaman jagung yang umumnya relatif tinggi sehingga jumlah eksudat akar berupa gula tereduksi dan asam-asam amino meningkat, hal ini sesuai dengan pernyataan Hetrick (1984) dalam Yuni (1995) yang menyatakan bahwa eksudat akar sebagai pemicu perkecambahan spora terutama senyawa flavonoid dari jenis flavonol yang berfungsi memicu pertumbuhan hifa FMA.
Populasi Spora Hasil pengamatan populasi spora menunjukkan bahwa perlakuan tanaman berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi, sedangkan perlakuan beberapa media tanam tidak berpengaruh nyata,
5
Tinggi Tanaman (cm)
68 67 66 65 64 63 62 61 60 59 58
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi Tanaman Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada parameter tinggi tanaman 1 Bulan Setelah Inokulasi (BSI) terjadi interaksi antar perlakuan media tanam dan tanaman inang, sedangkan pada 2 BSI dan 3 BSI tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan tersebut.
32.34a
31.01a
Media
Gambar 8: Tinggi Pertambahan Tinggi Tanaman 3 BSI
61.35a
Histogram pada gambar 6, 7, dan 8 memperlihatkan hasil bahwa media yang memiliki bahan organik cukup tinggi seperti halnya Tanah-Pukan dan Tanahkompos menghasilkan tinggi tanaman yang baik, sedangkan media Zeolit 100% selalu menunjukkan hasil terendah. Pola pertumbuhan tinggi masing-masing tanaman meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, dan tidak ada perbedaan yang cukup nyata antar perlakuan media bermikoriza terhadap tinggi tanaman.
25.46a
25 Tinggi Tanaman (cm)
32.37a
64.49ab
64.29ab
Gambar 6: Histogrm Tinggi Tanamn 1 BSI
20.52a
22.67a
21.16a
20 15 10
Jumlah Daun Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada parameter jumlah daun tidak terjadi interaksi antar perlakuan media tanam dan tanaman inang.
5 0
7:
Histogram Pertambahan Tanaman 2 BSI
Jumlah Daun (Helai)
Media
Gmbar
35.77a
66.67a
Media
30
37 36 35 34 33 32 31 30 29 28
Tinggi
16 15,5 15 14,5 14 13,5 13 12,5 12
15.68a
15.8a
14.08a 13.48a
Media
Gambar 9: Histogram Jumlah Daun Umur 3 BSI
Tidak ada perbedaan nyata pada perlakuan masing-masing media tanam, hal ini mengindikasikan bahwa perbe6
daan media tanam yang diinoku-lasikan FMA jenis Gigaspora margarita tidak mempengaruhi besar kecilnya jumlah daun pada tanaman inang, namun jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan media media tanam Zeolit 100% dengan jumlah daun 18,5 helai dan yang terendah yaitu pada media tanam Tanah-zeolit dengan jumlah daun sebanyak 13,48 helai.
perlakuan media tanam dan tanaman inang.
Bobot Kering (gr)
25 20
22.67a 19.02ab
18.91ab
17.23b
15 10 5 0
Bobot basah tanaman (gr)
Bobot Segar Tanaman Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada parameter bobot segar tanaman tidak terjadi interaksi antar perlakuan media tanam dan tanaman inang. 76
74.28a
74
Media
Gambar 11: Histogram Bobot Kering Tanaman
Perlakuan media tanam bermikoriza yang menghasilkan bobot kering tertinggi yaitu pada media Tanah-kompos yaitu 22,67 gr, diikuti Tanah-Pukan yaitu 19,02 gr, Tanah-zeolit 18,91 gr, dan yang terendah terdapat pada media Zeolit 100% yaitu 17,23 gr.
74.05a 71.91a
72 70 68
67.13a
66 64
Bobot Segar Akar Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada parameter bobot segar akar tidak terjadi interaksi antar perlakuan media tanam dan tanaman inang.
62
Media
Gambar 10: Histogram Bobot Segar Tanaman Bobot Segar akar (gr)
Tidak terdapat perbedaan nyata antar masing-masing perlakuan media tanam, namun bobot segar tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan media tanam Tanah-kompos, hal ini dikarenakan tanaman memberikan respon yang tinggi terhadap berat basah tanaman apabila dikombinasikan dengan media pupuk kompos, hal ini terjadi karena pada media yang diberi pupuk kompos telah tersedia bahan-bahan organik yang telah diuraikan oleh mikroba dekomposer yang telah tersedia bagi tanaman.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8,00a 6.80ab
6.65ab
5.62b
Media Gambar 12: Histogram Bobot Segar Akar
Hasil tertinggi bobot segar akar terdapat pada perlakuan media tanam Tanah-kompos sebesar 5,62 gr. Hasil penelitian dengan uji bewrjarak Duncan pada taraf 5%
Bobot Kering Tanamn Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada parameter bobot kering tanaman tidak terjadi interaksi antar 7
menghasilkan respon 3 dari 5 tanaman inang yaitu sorgum, jagung dan serai wangi sanagat baik terhadap bobot segar akar pada media Tanah-kompos. Hal ini menurut Styorini, (2007) dikarenakan pada saat kompos ditambahkan ke dalam tanah maka tidak hanya jutaan mikroorganisme yang ditambahkan, akan tetapi mikroorganisme yang ada di dalam tanah pun ikut terpacu untuk berkembnag, proses dekomposisi lanjut oleh mikroorganisme akan tetap terus berlangsung, tetapi tidak akan mengganggu perakaran tanaman
FMA maka semakin tinggi pula panjang akar. Hal ini diduga Kolonisasi FMA dapat mengubah morfologi akar sedemikian rupa, misalnya dengan menginduksi hipertrofi akar, sehingga mengakibatkan rangsangan tumbuhnya rambut-rambut akar menjadi lebih cepat, diduga pula bahwa akar tanaman yang memiliki persentase infeksi akar yang tinggi akan lebih banyak mensekresikan hormon rizokalin dibanding dengan yang tidak terinfeksi FMA sama sekali sehingga dengan demikian luas dan volume permukaan akar menjadi lebih besar.
Panjang akar (cm0
Panjang Akar Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada parameter bobot segar akar tidak terjadi interaksi antar perlakuan media tanam dan tanaman inang. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
43.69a 35.85b
39.30ab
Simpulan 1. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan media tanam dengan tanaman inang pada parameter Persentase infeksi dan populasi spora, namun pada perlakuan media tanam hasil tertinggi terdapat pada perlakuan Tanah-zeolit, dan pada perlakuan tanaman inang jumlah persentase infeksi dn populasi spora terbesar terdapat pada perlakuan tanaman jagung. 2. FMA Gigaspora margarita mempunyai sifat sfesifik terhadap media tanam dan tanaman inangnya. 3. Tingginya tingkat infeksi dan populasi spora pada masing-masing perlakuan tidak selalalu diikuti oleh tingginya parameter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, dan bobot segar akar. 4. Besarnya tingkat infeksi dan jumlah populasi spora berbanding lurus dengan besarnya parameter panjang akar pada berbagai perlakuan media.
39.89ab
Media
Gambar 13: Histogram Panjang Akar
Perlakuan media tanam bermikoriza yang menghasilkan panjang akar tertinggi pada media Tanah-zeolit yaitu 43,69 cm, diikuti Zeolit 100% yaitu 39,89 cm, Tanah-kompos yaitu 39,30 cm, dan yang terendah terdapat pada media TanahPukan yaitu 35,85 cm. Jika dilihat perbandingan histogram pada gambar 13 dengan 2 begitu pula table 13 dengan 4 dapat disimpulkan bahwa panjang akar pada perlakuan media tanam berbanding lurus dengan besarnya jumlah persentase akar dan populasi spora FMA. Semakin tinggi persentase infeksi dan jumlah populasi
Saran Untuk memperbanyak FMA perlu diketahui seberapa besar tingkat ketergantungan dan sfesifiknya antara FMa dengan jenis media tanam dan tanaman inanngnya. 8
untuk Kemurnian Bioetanol. Jurnal Bioteknoloi ITB. Bandung. Elmyzar dan Herry Muhammad. 2002. Budidaya Tanaman Serai Wangi. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Bogor. Margarettha dan Itang Ahmad Mahbub. 2008. Aplikasi Teknologi Cendawan Mikoriza sebagai Pupuk Hayati pada Usaha Tani Jagung di Desa Solok Kecamatan Kepuh Ulu Kabupaten Muaro, Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat. No. 46. Mosse, B. 2001. Vesicular-arbuscular Mycorrhizal Research for Tropical. Journal Agriculture. Res. Bull. 82p. Nyoman, Ni A.M. 2007. Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung Manis. Jurnal Agritrop. 26 (4). Hal. 153-159. Sarief, E. S. 2009. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Hal. 197.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dra. Tri Saptari Haryani, M.Si. dan Ir. Octivia Trisilawati, M.Sc. yang telah membimbing hingga terselesaikannya jurnal ilmiah ini. Tak lupa penulis mengucapka kepada Bapak Zainudin selaku teknisi rumah kaca BALITTRO yang telah membantu selama penelitian. Daftar Pustaka Aldeman, J. M., and J. B. Morton. 2006. Infectivity of Vesicular Arbuscular Mychorrizal Fungi Influence Host Soil Diluent Combination on MPN Estimates and Percentage Colonization. Soil Biolchen Journal. 8(1) : 77-83. Bahtiar, A.F. Fadhly, M. Rauf, A. Njamuddin, Margaretha, dkk., 2005. Studi karakterisasi sistem produksi serta persepsi dan sikap pengguna teknologi serealia. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Cameron DD. 2010. Arbuscular Mycorrhizal Fungi as (Agro) Ecosystem Engineers. Journal of Plant Soil No. 333 Hlm:1–5. Candra Maranata J. 2011. Pengaruh Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular (VMA) dan Berbagai Dosis Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench). Tesis. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Yogyakarta. Dewi Nuruliana Hidayati. 2000. Analisis Pemasaran Bawang Daun (Alium fistulosum) Studi Kasus Desa Suka Mulya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Profinsi Jawa Barat. Tesis. IPB. Bogor. Dwikarsa A.R, Gitandra Wiradani, dan Nugraha Pratomo A. 2007. Pembuatan Absorben dari Zeolit Alamdengan Karakteristik ‘Arbsorption Properties’
Scot Nelson. 2008. Rust of Lemongrass. Plant Disease. Department of Plant and Enviromental Protection Sciences. University of Hawai’i. Manoa. Setyorini,D, Rasti. S, dan E. Kosman .A, 2007. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Kompos. Hal. 30. Sofyan Abdullah, Yunus Musa, Feranita H. 2005. Perbanyakan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L) dan Pemanfaatannya pada Dua Varietas Tebu (Saccharum officinarum L). Jurnal Sains dan Teknologi. Vol. 5 No.1 Hal. 12-20. Tisdall, J.M. 2001. Fungal hyphae and structural stability of soil. Aust. Journal Soil. Res. 29:729-743. Yuni Sri Rahayu dan Santosa. 1995. Pembentukan Mikoriza VesikularArbuskular pada Capsicum annumL. Dan Solanum Tuberosum L. yang Ditumbuhkan pada Tanah Asam Ultisol. Jurnal Biologi Vol (1). No. 9. Hlm 371379. 9