EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN TEMBELEKAN (Lantana camara ) DAN PAITAN (Eupatorium inulifoklium ) SEBAGAI PENGENDALIAN HAMA Spodoptera litura Oleh : Umiati ,SP
A. PENDAHULUAN Spodoptera litura atau ulat grayak adalah serangga yang termasuk dalam phylum
Arthropoda, klas Insekta, ordo Lepidoptera, famili
Noctuidae, genus Spodoptera dan species S.litura (Kalshoven, 1981). Serangga ini menyebar dari Jepang, Korea ke Amerika Selatan dan Tenggara. Di Indonesia ada 3 jenis yang termasuk dalam genus Spodoptera yaitu S.exemta, S.mauhtia, S.litura yang semuanya dikenal sebagai ulat grayak (Surjono, T. dan O.Mochido, 1983) Serangga ini dapat ditemukan sepanjang tahun, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Ciri khas S.litura terdapatnya dua bangunan seperti bulan sabit pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh yang dibatasi jalur-jalur lateral dan dorsal.Kisaran inangnya sangat luas karena serangga ini sangat rakus.Mudah ditemukan pada tanaman jagung, kedelai, bawang merah , tembakau dan masih banyak lagi .Ulat grayak kelabu (S.litura) dewasa mempunyai warna kelabu muda dan garis-garis tipis disamping badannya, berukuran besar dan panjang badannya dapat mencapai 4 cm. Kebiasaan makannya sama dengan ulat grayak bergaris kuning yang biasanya menyerang pada tanaman jagung, sehingga tampak gundul dan ulat tampak rakus terutama ulat dewasa. Dalam beberapa hari ulat akan menjadi kepompong, kemudian keluar menjadi kupu-kupu baik jantan maupun betina yang selanjutnya akan kawin dan bertelur. Seekor kupu-kupu betina mampu bertelur sebanyak 200-400 butir dan disusun dalam 4-5 baris untuk melindunginya dari udara yang kurang baik, kelompok telur dilapisi perekat berwarna putih. Telur diletakkan dibagian bawah daun atau dalam pelepah daun. Tanaman
inang lainnya adalah sorgum, tembakau, tebu dan Iain-Iain (Widodo, 1987). B. Klasifikasi dan Sistematika Tanaman Tembelekan ( Latanacamara) Menurut Tjitrosoepomo (1988), tanaman Tembelekan (Lantanacamara) adalah golongan tanaman tahunan
dan
klasifikasi
lengkapnya
adalah
DivisioSpermatophyta,
SubdivisioAngiospemnae, KlasDicotyledoneae, Ordo Lamiales, Famili Verbeneceae, Genus Lantana dan Species Lantanacamara.
Dalam
hidupnya tanaman Tembelekan membentuk hutan-hutan yang sukar ditembus, juga merupakan perdu yang sangat berubah-ubah dan sering berbau sekali. Tanaman ini sukar sekali dihilangkan pada waktu membuka tanah. Tanaman ini juga merupakan tanaman hias atau pagar yang berasal dari Amerika tropis, sebagian besar tanaman ini tumbuh liar (Steenis, 1987).Tanaman ini termasuk dalam suku Verbeneceae yang membawahi sekitar seratusan marga dengan seluruhnya hampir meliputi 3.000 jenis, kebanyakan tumbuhnya didaerah tropis, sedangkan didaerah luar tersebut tidak banyak tumbuh (Tjitrosoepomo, 1988). Tanaman tahi ayam ini adalah tanaman semak berkayu, batangnya tegak hingga 4 meter, bercabang dan berduri, merupakan tanaman tahunan yang mempunyai buah bulat dan bergerombol dan berkembang biak dengan biji. Tumbuh ditempat terbuka dan terlindung hingga 1.700 meter diatas permukaan laut yang cahaya mataharinya cerah sampai cukup teduh (Steenis, 1987).Tembelekan merupakan tanaman terna, semak atau perdu, kadang-kadang juga merupakan pohon atau liana dengan ranting-ranting yang jelas berbentuk segi empat, jelas kelihatan terutama pada ujung-ujung yang masih muda. Daun tunggal tanpa daun penumpu jarang tersebar atau berkarang. Bunga dalam rangkaian yang bersifat rasemos, kelopak berlekuk atau berbiji 4 s/d 5, dapat bervariasi dari 2 s/d 6 seringkalizigomorf. Mahkota berbentuk buluh yang nyata berbilangan 5, jarang 4, kebanyakan dengan taju-taju mahkota yang sama besar, sedikit miring, tidak jelas berbibir.
Benang sari baisanya empat, 2 s/d 2, tidak sama panjang, jarang hanya 2 tambah 2 yang mandul atau sama sekali tidak ada. Bakal buah menumpang, tersusun dari 2 s/d 4 daun buah yang tepinya melipat kedalam berbentuk sekat, hingga bakal buah terbagi-bagi dalam 4 sampai dengan 8 ruang. Salah satu daun kadang-kadang tereduksi sehingga bakal buah hanya beruang dua. Pada setiap daun buah terdapat 2 bakal biji yang apotrop atau anatrop, menempel pada tepi daun buah. Tangkai putik yang ujung bakal buah tidak terbagi. Buahnya buah batu yang berisi 2, 4 atau 8 biji. Biji dengan sedikit endosperm dan mempunyai lembaga lurus (Tjitrosoepomo, 1988). Lantanacamara mempunyai tinggi 0,5 meter sampai 5 meter, perdu yang bercabang banyak. Batang segi empat, yang muda penuh rambut, kelenjar kecil dan selalu dengan duri tempel (kadang-kadang kecil). Daun bertangkai sangat panjang, bulat telur dengan pangkal yang tumpul dan ujung yang runcing, bergigi, bergerigi, dari sisi atas berbulu kasar dan dari sisi bawah berbulu jarang. Bulir pendek di ketiak daun, tunggal, bertangkai. Daun pelindung bulat telur jorong, panjangnya 0,5 cm. Kelopak berbentuk ionceng, berlekuk tidak dalam, tinggi 2 mm. Tabling mahkota membengkok,panjangnya 1 cm, tepianbertaju 4 s.d 5, taju tidak sama besarnya, oranye, merah muda, merah dan putih, sering bergantian warna. Benang sari 4, panjang 2, buah batu saling berdekatan berbentuk bulat telur, berinti satu (Steenis, 1987). Bagian dari tanaman Tembelekan mengandung suatu senyawa yang fungsinya
bagi
tumbuhan
belum
jelas,
tetapi
zat-zat
tersebut
menyebabkan tumbuhan mempunyai aroma dan khasiat tertentu. Tanaman ini disamping sebagai gulma juga diduga sebagai pestisida nabati, sehingga merupakan pestisida yang perlu dikembangkan. Hal ini karena
pestisida
nabati
lebih
baik
dari
pestisida
buatan
atau
kimia.Tembelekan merupakan gulma beracun dan berbau sangat menyengat. Bau menyengat disebabkan oleh karena adanya kandungan senyawa Phenol dalam tanaman tersebut. Sifat meracun tembelekan disebabkan adanya bahan aktif berupa senyawa TriperpenoidLantadene A
(Steenis, C.GG. J Van.1987). Bau menyengat dan sifat beracun tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan penolak serangga bahan yang disimpan.Daun dan biji dari Lantanacamara meracun hewan rumput dan manusia (Steenis, C.GG. J Van.1987), gejala keracunan Lamtanacamara tampak 2 hingga 6 jam setelah memakan daun dan bijinya. Gejala keracunan Lantanacamara adalah muntah, sakit kepala, gemetar, takut pada sinar,pupil mata melebar, pernapasan lambat, pH tubuh menurun, reflek tendon menurun, bernafsu tidur bahkan dapat menimbulkan kematian. Tanaman Paitan (Eupatoriuminuiifolium) Menurut Tjitrosoepomo (1988) tanaman paitan termasuk golongan tanaman perdu dengan klasifikasi
sebagai
berikut
yaitu
Divisiospermatophyta.
SubdivisioAnghspermae, KlasDicotyledoneae, Ordo Compasitalese, Famili Compasiteae, Genus Eupatorium dan Species Eupatoriuminuiifolium. Tanaman paitan {Eupatoriuminuiifolium) banyak tumbuh di daerah tropis, sebagai tanaman perdu sering dijumpai tumbuh liar dibeberapa tempat seperti di jalan, di galengan serta di lereng-lereng pegunungan. Tanaman ini membutuhkan suhu panas (± 30 °C) dengan sinar matahari yang cukup dan tanaman ini akan tumbuh baik jika ada cukup air. Tumbuhan ini mudah distek sehingga sering dipakai sebagai tanaman pagar atau teras yang digunakan untuk mencegah terjadinya erosi. Sifat pertumbuhan tanaman ini sangat cepat sehingga sering menjadi gangguan / gulma bagi tanaman pokok yang dibudidayakan (Heyne,K.1987).Tanaman
Paitan(EupatoriuminulifOiium)
berbentuk
dengan batang tegak, bulat ramping, berambut pendek dan rapat dengan tinggi batang 2-3 meter. Daun bulat telur bentuk ketupat dengan daun saling berhadap-hadapan sampai bulat telur lancip dengan panjang berangsur-angsur menyempit sepanjang tangkai daun ujungnya yang cukup runcing dan umumnya bergerigi kasar. Bunga berbentuk bongkol tersusun dalam kenanga, bentuk bunga malai rata, rapat terminal pembalut bentuk lonceng, tiap bongkol tersusun 9-16
bunga, sedikit menjulang keluar pembalut, sangat harum, mahkota taji 5, panjang 4 mm, tabung kepala sari kuning, dengan tangkai bercabang dua (Steenis, 1987). Tanaman ini disamping berperan sebagai biopestisida juga sering darirebusan daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat mums menahun, obat pusing kepala dan obat sariawan dengan cara mengunyah daunnya tanpa menelan airnya (Heyne, K .1987). Disamping itu tanaman tersebut dapat berperan sebagai pestisida nabati mengingat kompleksitas senyawa yang dikandungnya dengan ciri rasanya yang sangat pahit sehingga dapat berperan negatif bagi serangga hama seperti disampaikan oleh ( Heyne K. 1987) adanya minyak atsiri sebanyak1,14% menyebabkan tanaman paitan dapat digunakan sebagai insektisida nabati alternatif. Dengan demikian tanaman ini dapat berfungsi ganda yaitu sebagai tanaman penahan erosi sekaligus bermanfaat sebagai bahan insektisida nabati (Sastroutomo, S 1992 ). Kandungan Senyawa Tanaman Paitan (Eupatoriuminuiifolium) dan
Tanaman
Tembelekan
(Lantanacamara).Senyawa
kimia
atau
komponen organik yang berasal dari kedua tanaman tersebut sampai saat ini belum banyak diteliti, tetapi kedua tanaman tersebut mempunyai ciri khas pada kandungan senyawanya seperti tanaman paitan dicirikan pahit dan tanaman tembelekan adanya bau yang menyengat. Kedua ciri tersebut pada dasarnya merupakan kompleksitas senyawa yang dikandungnya, dimana kelompok senyawa kimia tersebut merupakan komponen organik yang berasal dari hasil metabolisme sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tersebut, seperti rasa pahit merupakan senyawa yang banyak didukung oleh komponen alkaloid, tannin atau quinen dan lignan sedangkan bau yang menyengat berasal dari kelompok senyawa asam sikinat, asetat asam sinamat, polifenol dan terpenoid (Siti Kusmardiyati, 1993). Pengendalian hama adalah merupakan suatu usaha atau tidakan yang
bertujuan untuk
membatasi
atau mengurangi
perkembangan
hama agar tetap pada tingkatan yang tidak merugikan . Mengendalikan hama – hama tanaman dengan pestisida sebenarnya adalah masalah yang sangat komplek sekali. Pada dasarnya hasil akhir aplikasi pestisida itu tergantung pada terselesainya intraksi antara pestisida hama dan lingkungan ( Untung, K .1984). Salah satu hama dewasa ini yang cukup membahayakan dalam
mebudidayakan tanaman adalah Spodoptera
litura atau yang dikenal dengan ulat grayak. Stadia yang merusak tanaman cukup hebat adalah stadia larva dan sebagai salah satu inangnya adalah tanaman kapas . Pestisida nabati merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan dan berpotensi sebagai pengendali serangga hama Heyne (1987). Saat ini banyak tanaman yang
dijumpai sebagai tanaman yang
berpotensi sebagai pestisida nabati , antara lain tanaman tembelekan dan tanaman paitan. Dari bagian tanaman seperti daun dapat diekstrak untuk mendapatkan larutannya. Ekstrak kedua bahan tanaman tersebut
jika
diaplikasikan dapat berpengaruh negatif pada perkembangan serangga hama S.litura . Untuk mengetahui sejauh mana potensi kedua ekstrak bahan
tanaman
tersebut
terhadap kematian larva S.litura .
Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap kedua
jenis tanaman tersebut agar dapat diketahui secara pasti
potensinya dalam mengendalikan hama S. litura. C. METODOLOGI Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium
Balai
Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 bulan mulai bulan April sampai dengan Juli 2013. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian tersebut meliputi : Daun Tembelekan, Daun Paitan, Larva S.litura, Aquades, daun Kapas, alkohol, tissue,. Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah : saringan,
blender, gelas ukur, beakerglass, pengaduk, timbangan, handsprayer, kuas halus, toples, ember plastik, karet gelang, kasa dan kain strimin. Metode Penelitian Penelitian
ini
dilaksanakan
dalam
menggunakan
metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial. Faktor I
=
adalah jenis daun terdiri dari :
D1
= Daun Tembelekan
D2
= Daun Paitan
Faktor II
=
adalah dosis yang terdiri dari :
Ko
:
Kontrol
K1
=
50 gr gilingan daun /1000 ml air
K2
=
75 gr gilingan daun /1000 ml air
K3
=
100 gr gilingan daun /1000 ml air
Terdapat 8 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga ada 24 satuan percobaan. Tabel. 1. Kombinasi Penelitian Dosis
JenisDaun Tembelekan (DO
Paitan(D2)
(Kontrol)
K0D1
K0D2
(50Gr/1000 ml air)
K1D1
K1 D2
(75Gr/1000mlair)
K2 D1
K2 D2
(100Gr/1000 ml air)
K3 D1
K3D2
Benih Kapas ditanam di poly bag dalam green hous setiap lubang diisi 2 - 3 benih.
Benih Kapas yang ditanamtersebut dipergunakan
sebagai pakan larva S. litura pada saat pemeliharaan maupun setelah aplikasi pestisida nabati dilakukan. Daun Kapas yang digunakan sebagai pakan harus bebas dari pestisida.Serangga
uji
diperoleh
dari
hasil
rearing/pemeliharaan di laboratorium dengan mengawinkan kupu-kupu
yang dipelihara di dalam kurungan kasa. Setelah telur-telur menetas. larva dimasukkan kedalamtoples-toples pemeliharaan yang diberi pakan daun Kapas. Pada instar 2-3 dilakukan pemanenan larva untuk diperlakukan sebagai serangga uji. Bahan daun Tembelekan dan daun Paitan masingmasing ditimbang sesuai dengan jenis perlakuan yang ada, kemudian bahan tersebut diblender yang sebelumnya ditambahkan 1000 ml air. Larutan yang terbentuk dibiarkan selama 3-4 jam, setelah itu dilakukan penyaringan. Larutan hasil penyaringan ditampung di beakerglass dan siap digunakan untuk disemprotkan pada serangga uji. Larutan hasil penyaringan (Ekstrak) disemprotkan pada hama/serangga uji yang sebelumnya serangga uji tersebut ditempatkan padatoples. Setiap toplesdiinvestasikan
sebanyak
10
ekor
larva
S.
Iiturainstar
2-3.
Penyemprotan diarahkan pada serangga uji dan pakan serangga. Volume larutan semprot yaitu ± 10 cc/stoples. Pengamatan dilakukan setiap hari, dimulai setelah penyemprotan sampai hari ke 15 (lima belas). Sedangkan parameter pengamatan meliputi :
Persentase kematian larva.
Waktu kematian tercepat dan jumlah kematian terbanyak.
Perkembangan jumlah pupa dan imago.
Hasil pengamatan menggunakan data prosentase yang dianalisa dengan menggunakan uji F, jika diantara perlakuan ada beberapa perbedaan nyata akandilanjutkan dengan uji BNT 5%. Sedangkan prosentasekematian dihitung sebagai berikut:
∶
100%
Keterangan : A
: Jumlah Larva mati pada setiap pengamatan
B
: ∑ Seluruh Larva
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan tanaman dari daun tembalekan
dan daun paitan berpengaruh terhadap kematian larva S.
litura dan terlihat
persentase kematian yang terjadi
semakin tinggi
dengan lamaya pengamatan pada hari ke 7 terjadi kematian tertinggi. Hal tersebut sangat berhubungan dengan kandungan matabolisme sekunder
yang
dimiliki
masing-
masing
tanaman
tersebut
yang
berpengaruh pada kehidupan dan perkembangan larva, sebagaimana pada tanaman tembelekan
dikenal mempunyai senyawa Triperpenoid
lantadene A yang dapat bersifat racun dan Antifeedant terhadap larva serta senyawa biotif lainnya. Larva yang terkontaminasi karena larutan ekstrak tersebut ada tanda dan gejala yang specifik seperti kotoran / faces yang dikeluarkan oleh larva terlihat lembek dan encer, sedangkan pada larva yang mati terlihat gejala yaitu tubuhnya lembek dan mengerut yang diikuti perubahan
warna tubuh agak kecoklatan , ( Gambar 2. b )
walaupun tingkat perubahan gejala tersebut juga tergantung dari daya racun,
jumlah senyawa yang dikandung
bahan
tersebut
serta
kepekaan larvanya. Hasil
penelitian juga dijumpai ada beberapa larva yang berhasil
mencapai stadia pupa dan imago , tetapi dari 2 pupa dan 1 imago tersebut ternyata kondisinya tidak normal yaitu tubuhnya cacat , mengkerut dan akhirnya kempes sehingga tidak berhasil mencapai stadia imago , sedangkan yang berhasil menjadi imago hanya satu dalam kondisi tidak normal yaitu sayapnya bengkok dan tidak teratur.
Gambar 1.
Aplikasi / Penyemprotan Biopestisida
Gambar 2 A. Larva S.litura Sehat B.
Larva S.litura mati setelah perlakuan
Pengaruh lain terjadinya kematian larva tidak hanya melalui pakan yang terdeposis kedua larutan ekstrak dari kedua bahan tersebut , tetapi juga karena aroma dari kedua larutan tersebut
mempengaruhi sistem
pernafasan larva tersebut. Tingkat dosis aplikasi juga berpengaruh dengan
terjadinya
berpengaruh
tingkat
dengan
tinggi
kematian
larva
dosis
semakin
tinggi
persentase kematian dan lama waktu
kematiaan .Dosis optimum 100 gr am /1000 ml air terjadi kematian pada hari ke 7 sebanyak 80,27 %. Pengaruh penambahan dosis akan menujukkan kepekatan dan kandungan senyawa biotifnya (metabolisme sekunder) sehingga pengaruhnya pada kematian larva sangat nyata . Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses fisiologis yang seharusnya terjadi pada
larva untuk menjadi serangga imago yang
berjalan wajar karena adanya pengaruh
normal tidak dapat
dari senyawa – senyawa
metabolisme sekunder tersebut. Hal ini diduga bahwa daya racun dan kandungan senyawa metabolisme
sekunder
yang
ada pada
tembelekkan lebih tinggi dari pada bahan tanaman paitan . E. Kesimpulan dan Saran Perlakuan ekstrak
daun tembelekan dan daun paitan terhadap
kematian larva tidak berbeda nyata tetapi dari rata – ratanya terlihat perlakuan ekstrak daun tembelekan lebih tinggi yaitu 80,27 % dari pada daun paitan 73, 08%. Semakin tinggi dosis dari ekstrak daun tembelekan dan paitan yang digunakan, maka semakin tinggi pula persentase kematian larva S. litura. F.Saran Berdasarkan hasil perlakuan yang telah dilaksanakan diketahui bahwa kedua jenis pestisida nabati ini memiliki potensi sebagai pengedali OPT, untuk itu disarankan untuk kegiatan selanjutnya dilakukan pengkombinasian diantara kedua jenis bahan tersebut dengan tujuan meningkatkan efektivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan litbang Kehutanan. Jakarta. Hal: 1826-1828. Steenis, C.GG. J Van.1987. Flora, Pradya Paramita. Jakarta. Tjitrosoepomo, 1988. Taksonomi Tumbuhan (Sprematophyta). Gajah Mada University. Yogyakarta. Widodo, D. 1987. Hama dan Penyakit Jagung. CV. Pustaka Buana Bandung. Hal: 6-9. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of PlantCrop in Indonesia. Revisedby Van DerLoan. IchtiarBaru.VanHoeve. Jakarta. 70 Imp.. Surjono, T. dan O.Mochido 1983. Distribusi Populasi S.litura di Pulau Jawa. Kongres Entomologi II. Jakarta, 24-26 Januari 1983. Sastroutomo.S
1992.
Pestisida
Dasar-Dasar
dan
Dampak
Penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hal. 42-45. Siti Kusmardiyati, 1993. Kimia Bahan Pestisida Alami dan Teknik Pembuatan Sediaan Pestisida Alami. ITB PAU. Ilmu Hayati. 1993. Untung, K.1984. Pengantar Analisis Pengendalian Hama Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta.