EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN
AKMAL HARTANTO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Akmal Hartanto NIM H44090114
ABSTRAK AKMAL HARTANTO. Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Rumah Sakit X memulai pengelolaan limbah cair dengan membangun IPAL bersistem biofilter anaerob-aerob pada tahun 2006. Sedangkan untuk pengelolaan limbah padat, rumah sakit bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Jakarta Selatan dan PT WASTEC. Penelitian ini mengenai penilaian pengelolaan limbah Rumah Sakit X yang dianalisis dari karakteristik pengelolaan limbah dan penilaian masyarakat, efisiensi IPAL, penetapan Unit Daily Cost (UDC) dan efektivitas biaya pengolahan limbah cair. Penilaian masyarakat menyatakan pengelolaan limbah sudah lebih baik. Efisiensi pengolahan limbah cair memiliki nilai lebih dari 80 persen untuk semua parameter dan dinyatakan efisien. Pengujian efisiensi dengan uji-t menyatakan IPAL mampu menurunkan kadar pencemaran secara signifikan. Besar UDC yang didapatkan adalah sebesar Rp. 3.569,51. Efektivitas biaya penurunan yang paling efektif adalah rasio efektivitas biaya penurunan pada parameter COD. Sedangkan rasio efektivitas biaya pengolahan limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif lebih efektif dibandingkan rasio efektifitas biaya pengolahan limbah dengan sistem Biofilter anaerob-aerob. Kata kunci: pengelolaan limbah RS, efisiensi pengolahan limbah, efektivitas biaya ABSTRACT AKMAL HARTANTO. Cost Effectiveness waste management from X Hospital in South Jakarta. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI. X Hospital started the liquid waste management by built the liquid waste management installation (IPAL) with system of aerobic - anaerobic biofilter in 2006. While for the solid waste management, X Hospital collaborated with cleanliness services of South Jakarta and PT WASTEC. This research was about waste management assessing of X Hospital which analyzed from characteristic of waste management, people preference, IPAL efficiency, determination of Unit Daily Cost (UDC) and cost effectiveness of waste water management. People preference showed that waste management has already been well. The liquid waste efficiency has scored more than 80 percent from all parameter and declared to be efficient. The efficiency examination with t-test showed that IPAL could reduce waste concentration significantly. UDC value received was Rp. 3.569,51. The most effective reducing cost was reducing cost from COD parameter. Meanwhile, the cost effectiveness ratio on waste treatment with activated sludge bioreactor system has more effective than cost effectiveness ratio on waste treatment with anaerob-aerob biofilter system. Keywords : hospital waste management, efficiency of waste treatment, cost effectiveness
EFEKTIVITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT X DI JAKARTA SELATAN
AKMAL HARTANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
vi
Judul Skripsi Nama NRP
: Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan : Akmal Hartanto : H44090114
Disetujui oleh
Diketahui oleh
-jI,.~ ~~ .r.,
'nr:~Tr. Aceng
.
Tanggal Lulus:
Idayat, MT -K~tua Departemen
1· OCT 2013
vii
Judul Skripsi Nama NRP
: Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan : Akmal Hartanto : H44090114
Disetujui oleh
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai April 2013 ini ialah limbah, dengan judul Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing, Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Nuva, SP, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dalam perbaikan skripsi ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola Rumah Sakit X di Jakarta Selatan, khususnya kepada dr. Ahmad selaku manajer umum, Bapak Harffandi, ST, Bapak Agustian dan seluruh staf pegawai Rumah Sakit X serta masyarakat Jalan Rambai Bawah atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, mama, adik, Vidya, teman-teman dalam satu bimbingan, serta seluruh keluarga, atas segala doa, support dan kasih sayangnya.
Bogor, September 2013
Akmal Hartanto
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3
Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.4
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1
Rumah Sakit ......................................................................................... 5
2.2
Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit ..................... 6
2.3
Limbah Rumah Sakit ........................................................................... 8
2.4
Strategi Pengelolaan Limbah ............................................................. 10
2.5
Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit .................................. 16
2.6
Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Lingkungan dan Kesehatan 18
2.7
Upaya Meminimalisasi Limbah .......................................................... 19
2.8
Aspek Ekonomi dari Pengolahan Limbah Rumah Sakit .....................21
2.9
Pemanfaatan Limbah ...........................................................................21
2.10 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................. 24 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 24 3.1.1 Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah ................... 24 3.1.2 Cost-Effectiveness Analysis ....................................................... 24 3.1.3 Uji – t ........................................................................................ 25
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 25
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 28 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 28
4.2
Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 28
4.3
Metode Pengumpulan Data ............................................................... 28
4.4
Metode Pengolahan Data .................................................................. 30 4.4.1 Karakteristik Pengelolaan Limbah dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit ................................. 31
x
4.4.2 Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL...31 4.4.3 Biaya Efektif Penurunan Baku Mutu Parameter Limbah dengan IPAL .......................................................................................... 32 4.4.4 Unit Daily Cost .......................................................................... 33 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 35 5.1 Rumah Sakit X di Jakarta ................................................................... 35 5.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit X ............................................ 35 5.1.2 Visi Misi Rumah Sakit X ........................................................... 35 5.1.3 Letak Geografis Rumah Sakit X ................................................ 36 5.1.4 Daya Tampung Pasien Rumah Sakit X ...................................... 36 BAB VI KARAKTERISTIK PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT X ............................................................................................................. 37 6.1 Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X ................. 37 6.2 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit X ....................................... 38 6.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X ......................................... 41 6.4 Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengolahan Limbah RS ....... 44 6.4.1 Karakteristik Masyarakat ............................................................ 44 6.4.1.1 Sebaran Jarak Rumah Warga dengan RS ............................. 45 6.4.1.2 Lama Tinggal Responden di Sekitar RS .............................. 45 6.4.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 46 6.4.1.4 Jenis Pekerjaan Responden .................................................. 46 6.4.2 Penilaian Masyarakat terhadao Pengolahan Limbah RS ............ 47 BAB VII EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT X ... 50 7.1 Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ............................ 50 7.2 Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ...................... 56 7.3 Hubungan Nilai Efisiensi Pengolahan Limbah dengan Ekonomi Perusahaan RS dan Masyarakat Sekitar ............................................. 57 BAB VIII EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT X .................................................... 59 8.1 Biaya-biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X ..................... 60 8.2 Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair .............. 61 8.3 Perhitungan Rasio Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah .............................................................................................. 62 8.4 Efektivitas Biaya Penurunan Parameter Limbah pada Dua Sistem Pengolahan Limbah Cair yang Berbeda ........................................... 64
xi
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 67 9.1 Kesimpulan ........................................................................................ 67 9.2 Saran .................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69 LAMPIRAN ......................................................................................................... 71 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 81
xii
DAFTAR TABEL 1. Standarisasi Warna dan Logo Kantong Limbah .......................................12 2. Warna dan Kantong Limbah Berdasarkan Jenis Limbah ..........................12 3. Penelitian Terdahulu .................................................................................22 4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian .................................30 5. Penentuan Beban Pencemaran Limbah Rumah Sakit X ...........................55 6. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL Rumah Sakit X Tahun 2006-2013 ..................................................................................................56 7. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X Tahun 2006-2013 .........................................................................56 8. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X Sesuai dengan Standar Baku Mutu ..............................................57 9. Perhitungan Biaya Pengolahan IPAL Rata-rata per Hari Rumah Sakit X Tahun 2010-2012 ......................................................................................61 10. Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Rumah Sakit X ..........................................................................................63 11. Perbandingan Sistem Pengolahan Limbah pada Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y ..........................................................................................64 12. Perbandingan Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah .....................................................................................66
xiii
DAFTAR GAMBAR 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional .......................................27 2. Struktur Managerial Pengolahan Limbah Rumah Sakit X ........................38 3. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS ..............................42 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X dengan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob .................................................................44 5. Sebaran Umur Responden .........................................................................45 6. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan Rumah Sakit ...........................45 7. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS .................................46 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden ...................................................46 9. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden .........................................................47 10. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah ................................48 11. Persentase Penilaian Responden terhadap Pengolahan Limbah yang Telah Dilakukan Pihak RS Selama ini ................................................................49 12. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya Limbah RS .................................................................................................49 13. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................51 14. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................51 15. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................52 16. Perbandingan Konsentrasi Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu ...........................................52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah RS. X (April 2006 – April 2013) ..........................................................................................................71 2. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter TSS ....................................................72 3. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter NH3 ...................................................73 4. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter COD ..................................................74 5. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter BOD ..................................................75 6. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X ..............................76 7. Rekapitulasi Biaya Pengolahan Limbah Rumah Sakit X ..........................78 8. Kuisioner Penelitian ..................................................................................79 9. Foto Hasil Pengamatan Lapang Rumah Sakit X dan Pemukiman Sekitar.80
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit telah menjadi kebutuhan yang sangat penting sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Keberadaan rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah. Pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit mencakup pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi hingga penanganan orang meninggal. Rumah sakit sebagai tolak ukur kualitas kesehatan suatu masyarakat. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat jumlah rumah sakit di Indonesia terus meningkat. Meningkatnya jumlah rumah sakit menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara biaya maupun pelayanan. Namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaitu adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan. Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit yaitu limbah padat dan limbah cair. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengolah limbah yang dihasilkannya, baik limbah cair maupun limbah padat. Limbah padat dapat dikelola dengan penimbunan ataupun pembakaran dengan insenerator. Sedangkan limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemaran dari limbah tersebut tidak merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Limbah cair yang dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran pembuangan kota, sungai, diresapkan ke tanah atau dapat di manfaatkan kembali. Limbah cair tersebut banyak mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta bakteri yang dapat merusak lingkungan dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Pengelolaan limbah rumah sakit memiliki banyak kendala. Kendala yang umum ditemukan dalam pengelolaan limbah adalah biaya pengelolaan yang mahal
2
karena terkait dengan teknologi tinggi, mekanisme operasional dan pemantauan serta pemeliharaan pengelolaan limbah. Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat sekitar. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan mendasar mengenai limbah adalah pengelolaannya dan dampak yang akan terjadi apabila limbah tersebut tidak dikelola dengan baik atau bahkan tidak dikelola sama sekali. Dampak yang dapat ditimbulkan yaitu dapat merusak lingkungan serta dampak langsung yang dirasakan masyarakat akibat dari pencemaran terhadap limbah tersebut baik dari segi sosial maupun ekonomi. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk mengelola limbah yang dihasilkan, termasuk Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Pengelolaan limbah di Rumah Sakit X dilakukan oleh divisi sanitasi lingkungan yang bekerjasama dengan instansi terkait dalam pengolahan limbah tertentu yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh rumah sakit. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Pengelolaan limbah padat dilakukan oleh rumah sakit melalui kerjasama dengan Dinas Kebersihan Jakarta Selatan untuk mengangkut limbah padat non-infeksi ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan untuk mengelola limbah padat infeksi, pihak rumah sakit bekerjasama dengan pihak swasta untuk dilakukan insinerasi atau pembakaran. Pengelolaan limbah cair dilakukan melalui sistem IPAL yang telah dimiliki oleh pihak rumah sakit. Limbah cair dikelola melalui sistem IPAL secara terus menerus tanpa henti setiap harinya dengan pengoperasian IPAL oleh teknisi dan dengan biaya pengelolaan secara berkala. Air limbah yang dihasilkan dari
3
pengolahan IPAL memiliki kadar pencemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelum dilakukan pengolahan sehingga air limbah hasil pengolahan tidak berbahaya jika air di buang ke saluran umum. Rumah Sakit X membangun IPAL yang ada saat ini untuk mengatasi beban limbah yang semakin besar dengan meningkatnya kapasitas pelayanan rumah sakit pada saat itu. Biaya yang dugunakan dalam pembangunan IPAL tersebut merupakan biaya eksternal yang dikeluarkan rumah sakit untuk mengatasi eksternalitas negatif yang dapat diakibatkan dari adanya limbah rumah sakit. Selain itu, dalam pengoperasian IPAL juga diperlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang cukup besar. Adanya biaya eksternal yang dikeluarkan rumah sakit, dapat menjadi beban biaya tersendiri bagi rumah sakit. Hal ini dapat mempengaruhi neraca keuangan perusahaan rumah sakit sehingga dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit dan biaya yang ditanggung oleh pasien menjadi semakin besar. Pemilihan Rumah Sakit X untuk dijadikan sebagai tempat penelitian dikarenakan rumah sakit tersebut telah memiliki pengelolaan limbah, namun belum melakukan evaluasi terkait permasalahan efisiensi dan pembiayaan dari pengelolaan limbah. Selain itu, Rumah Sakit X juga merupakan salah satu rumah sakit swasta yang dipercaya oleh masyarakat Jakarta Selatan dan sekitarnya. Letak rumah sakit yang berdekatan dengan permukiman warga menjadikan segala eksternalitas negatif dari aktivitas rumah sakit dapat dirasakan oleh warga. Oleh karena itu, perlu dikaji efektivitas biaya IPAL di Rumah Sakit X. Berdasarkan permasalahan di atas, berikut adalah rumusan pertanyaan dalam penelitian ini : 1. Bagaimana karakteristik pengelolaan limbah dan penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X? 2. Bagaimana efisiensi IPAL Rumah Sakit X berdasarkan hasil pengolahan limbah cair? 3. Bagaimana efektifitas biaya pengolahan limbah cair dalam menurunkan kadar pencemaran dari setiap parameter dengan sistem pengolahan IPAL yang berbeda serta besarnya biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan kepada pasien?
4
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi dan efektivitas pengelolaan limbah cair rumah sakit dengan mengambil contoh kasus di Rumah Sakit X. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji karakteristik pengelolaan limbah dan menganalisis penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X. 2. Menghitung efisiensi IPAL berdasarkan hasil dari pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh Rumah Sakit X. 3. Menghitung efektivitas biaya pengolahan limbah cair dalam menurunkan kadar pencemaran dari setiap parameter dengan sistem pengolahan IPAL yang berbeda serta besarnya biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan kepada pasien. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Masalah dalam pengelolaan limbah rumah sakit sangatlah luas dan kompleks serta mencakup berbagai aspek yang terkait didalamnya seperti aspek teknis, sosial, ekonomi dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit dengan Rumah Sakit X sebagai contoh kasus dalam pengelolaan limbahnya. Parameter limbah sebagai aspek teknis yang diteliti dalam penelitian ini meliputi parameter BOD, COD, TSS dan
sesuai dengan hasil uji laboratorium. Aspek
ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini meliputi estimasi biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan kepada pasien serta biaya efektif dalam menurunkan parameter pencemaran. Biaya yang diamati dalam penelitian ini merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Menurut American Hospital Association (1974) dalam Azwar (2010), rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis profesional yang teroganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Sedangkan menurut Depkes RI (2003), rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup pelayanan dan penunjang medis, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Kompleksnya penyakit yang harus ditangani rumah sakit menjadikan kelembagaan dalam rumah sakit menjadi lebih spesifik dan khusus. Berbagai macam profesi yang terlibat di dalam suatu institusi rumah sakit serta teknologi medis yang terus dikembangkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan secara optimal. Pelayanan, sarana dan prasarana penunjang menjadi bagian utama dari rumah sakit dalam memberikan jasa kesehatan yang baik. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 340/Menkes/Per/III/2010 rumah sakit diklasifikasikan kedalam dua klasifikasi, yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi: 1. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum yang mempunyai kualitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, lima Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, dua belas Pelayanan Medik Spesialis Lain dan tiga belas Pelayanan Medik Sub Spesialis serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 400 buah. 2. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar, empat
6
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, delapan Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan dua Pelayanan Medik Subspesialis Dasar serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 200 buah. 3. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan empat Pelayanan Spesialis Penunjang Medik serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 100 buah. 4. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan pelayanan medik paling sedikit dua Pelayanan Medik Spesialis Dasar serta memiliki kapasitas tempat tidur minimal 50 buah. Selain Rumah Sakit Umum juga terdapat Rumah Sakit Khusus. Jenis Rumah Sakit Khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantunga Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, THT, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin. Rumah sakit memiliki berbagai fungsi, tidak hanya sebagai pemberi layanan kesehatan tetapi juga sebagai sarana pendidikan serta pengembangan ilmu pengetahuan. Klasifikasi rumah sakit didasarkan pada berbagai macam aspek dalam pelayanan hingga fasilitas yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/17/1992 tentang pedoman organisasi, rumah sakit umum merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. 2.2 Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit Pelaksanaan pengelolaan limbah rumah sakit harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan yang terkait dalam hal ini adalah peraturan
7
yang berhubungan dengan pengendalian pencemaran air. Berikut adalah peraturan yang berlaku: 1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal-hal yang terkait adalah : a) Kewajiban
mengendalikan
pencemaran
lingkungan
bagi
yang
menimbulkannya, baik bagi setiap orang (pasal 5 ayat 2) maupun bagi setiap bidang usaha (pasal 7 ayat 1). b) Dasar perlindungan lingkungan hidup, yaitu dengan berdasarkan baku mutu lingkungan (pasal 15). c) Persyaratan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan, yaitu tidak boleh menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang menerima limbah tersebut (pasal 15 ayat 2). d) Ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan (pasal 20 ayat 1 dan 3). e) Sanksi pidana perusakan dan pencemaran lingkungan (pasal 22). 2. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan ini mengenai kriteria, tolak ukur pencemaran, penggolongan air, daya tampung, izin, pengaturan pembuangan limbah cair yang mencantumkan tentang : a) Kriteria dan tolak ukur pencemaran, yaitu didasarkan pada baku mutu air sesuai dengan peruntukannya. b) Penggolongan air dan baku mutu air (pasal 7, 10, 42). c) Dasar pengendalian pencemaran air, yaitu berdasarkan baku mutu air, daya tampung beban pencemaran pada lingkungan perairan penerima limbah, baku mutu limbah, persyaratan pembuangan limbah dan perizinan pembuangan limbah (pasal 14, 15,16, 17, 25 dan 26). d) Perizinan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan perairan (pasal 17, 20, 21, 22, 25 dan 26). e) Kewajiban setiap penanggungjawab kegiatan yang membuang limbahnya ke lingkungan perairan untuk melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Gubernur (pasal 31, ayat 2, dan pasal 32).
8
3. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. a) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi (pasal 24 ayat 1). b) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (pasal 32). 4. Kep-58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit. Peraturan ini mengenai baku mutu limbah cair rumah sakit dan tanggungjawab rumah sakit mencantumkan tentang : a) baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit (pasal 2 ayat 1 dan lampiran 3, 4, 5, 6). b) Rumah sakit yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) seperti dalam lampiran A dan wajib memenuhi BMLC seperti dalam lampiran B selambat lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat a). c) Rumah
sakit
yang
tahap
perencanaannya
dilakukan
sebelum
dikeluarkannya keputusan ini dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku BMLC lampiran A dan wajib memenuhi BMLC lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat b). d) Kewajiban penanggungjawab kegiatan rumah sakit untuk mengelola dan memeriksa kualitas limbah cair oleh laboratorium yang berwenang berikut frekuensinya (pasal 7 dan 8). 2.3 Limbah Rumah Sakit Limbah merupakan zat sisa hasil aktivitas manusia baik dalam skala kecil maupun besar ataupun zat sisa hasil dari proses alam yang tidak memiliki nilai. Bentuk dari zat sisa tersebut dapat berupa gas, cair dan padat yang dapat berdampak buruk jika dilepaskan ke lingkungan tanpa melalui proses tertentu.
9
Setiap aktivitas manusia dapat menghasilkan limbah tidak terkecuali dalam suatu institusi rumah sakit yang melibatkan berbagai aktivitas medis didalamnya. Limbah rumah sakit harus menjadi perhatian penuh bagi pengelola rumah sakit mengingat dampak yang dapat ditimbulkan sangatlah berbahaya. Pengelolaan limbah secara tidak tepat dapat menyebarkan berbagai macam penyakit yang berbahaya karena limbah tersebut mrngandung berbagai macam toksik yang didalamnya terdapat berbagai macam bakteri bahkan virus menular berbahaya. Berdasarkan karakteristiknya, jenis limbah rumah sakit terbagi atas dua jenis yaitu limbah medis dan limbah non medis. Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, veterinary, farmasi, serta limbah rumah sakit pada saat dilakukan perawatan atau pengobatan dan penelitian. Sementara itu, limbah non medis merupakan limbah hasil aktivitas rumah sakit yang tidak berhubungan dengan pelayanan medis. Kedua limbah ini memiliki dampak yang besar bagi lingkungan dan makhluk hidup lain jika tidak melalui proses pengolahan yang baik (Depkes RI, 2002). Berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya jenis limbah medis dapat digolongkan sebagai berikut: a. Limbah benda tajam Limbah benda tajam merupakan limbah yang memiliki sudut atau sisi tajam yang dapat memotong kulit dan memiliki potensi untuk menularkan berbagai macam bakteri penyakit dan virus. b. Limbah infeksius Limbah infeksius merupakan limbah yang mengandung mikroorganisme pathogen seperti virus, bakteri dan parasit yang dalam konsentrasi dan jumlah yang cukup dapat menyebarkan penyakit kepada orang yang rentan (WHO, 1999). c. Limbah jaringan tubuh Limbah jaringan tubuh merupakan limbah yang berupa jaringan tubuh seperti organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh. Limbah ini biasanya dihasilkan dari proses pembedahan atau operasi pasien. d. Limbah sitotoksik
10
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi dengan obat selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. e. Limbah farmasi Limbah farmasi merupakan limbah yang berasal dari obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan pasien. f. Limbah kimia Limbah kimia merupakan limbah yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. g. Limbah radioaktif Limbah radioaktif merupakan limbah yang berasal dari bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan riset radionukleotida atau medis. Limbah-limbah rumah sakit yang beragam tersebut merupakan hasil dari berbagai aktivitas yang ada di rumah sakit. Sumber dari limbah-limbah tersebut dapat berasal dari aktivitas medis maupun non medis. Kegiatan operasional dari rumah sakit akan menghasilkan limbah medis dan non medis, berikut pembagian unit-unit penghasil limbah di rumah sakit: 1. Limbah non medis banyak dihasilkan dari kegiatan non medis yaitu berasal dari ruang perkantoran, dapur, perawatan, dan lain-lain. 2. Instalasi di rumah sakit yang berpotensi sebagai sumber panghasil limbah medis adalah: a) unit kegiatan pelayanan medis yaitu rawat jalan, unit rawat inap termasuk ICU, unit gawat darurat, unit bedah, dan unit bersalin. b) unit kegiatan penunjang medis yaitu radiologi, laboratorium, hemodialysis, dan farmasi. Karakteristik limbah perlu untuk diketahui agar lebih memudahkan dalam pengelolaan limbah. Disamping itu karakteristik limbah juga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari sumber daya yang akan dimanfaatkan. 2.4 Strategi Pengelolaan Limbah Limbah yang dihasilkan rumah sakit memiliki dampak yang berbahaya sehingga diperlukan tindakan pengolahan limbah yang baik. Pengelolaan limbah
11
yang baik membutuhkan strategi yang tepat agar limbah yang dihasilkan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Strategi pengolahan limbah ini mulai dari proses pengolahan limbah hingga memastikan limbah hasil proses pengolahan dibuang dengan aman. Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes RI (1991), yaitu: 1. Pemisahan dan Pengurangan Limbah hendaknya ditangani dengan penuh perhatian dan untuk memudahkan dalam penanganan sebaiknya memisahkan limbah sesuai dengan klasifikasi tertentu. Kandungan bahan berbahaya dalam limbah tidak dapat dilakukan pengelolaan dengan perlakuan biasa namun, diperlukan perlakuan khusus untuk mengelolanya. Hal itu menjadikan pengelolaan limbah perlu dilakukan dengan pemisahan agar memudahkan dalam pengolahannya. Pengurangan jumlah limbah memerlukan perlakuan khusus dalam pengolahannya karena setiap limbah memiliki karakteristik dan kandungan yang berbeda. Pemisahan dan pengurangan limbah dimaksudkan untuk memudahkan dan menghindari kesalahan dalam penanganan. Keselamatan pengelola juga dapat dimaksimalkan dengan adanya pemisahan dan pengurangan jumlah limbah. 2. Penampungan Pengolahan limbah tidak dapat dilakukan secara berlebih dan harus sesuai dengan kemampuan dari fasilitas pengolah limbah tersebut sehingga perlu dilakukan penampungan terlebih dahulu. Fasilitas penampungan limbah harus tersedia dan memadai sesuai dengan limbah yang dihasilkan. Penampungan limbah hendaknya berada di tempat yang tepat dan jauh dari wilayah yang banyak terdapat aktivitas manusia karena berbagai limbah yang di tampung tersebut mengandung berbagai bahan berbahaya. 3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah Kantong untuk pembuangan limbah hendaknya memiliki warna yang berbeda untuk memudahkan dan mengurangi kesalahan dalam pemisahan. Keuntungan membedakan warna kantong pembuangan limbah sesuai dengan jenis limbah serta keseragaman satandar kantong dari kontainer adalah
12
mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara umum, pengurangan biaya produksi kantong dan biaya kontainer. Membedakan warna kantong sesuai dengan jenis limbah dapat dijadikan standar dalam penanganan limbah. Penanganan limbah yang baik diperlukan dukungan dan kepedulian pengelola dalam menyediakan kantong dan kontainer sesuai dengan standar yang berlaku. Perlakuan limbah seperti ini tidak hanya demi mencegah pencemaran terhadap lingkungan, tetepi juga demi keselamatan pengelola dalam menangani limbah. Standarisasi warna dan logo menurut Depkes RI (1996) digunakan untuk limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Limbah infeksius dengan kantong berwarna kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah. Penjelasan standarisasi warna dan kantong limbah terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Standarisasi Warna dan Logo Kantong Limbah Jenis Limbah
Warna dan Logo
Limbah infeksius
Kantong berwarna kuning dengan symbol biohazard
Limbah sitotoksik
Kantong berwarna ungu dengan symbol limbah sitotoksik
Limbah radioaktif Sumber: Depkes RI, 1996
Kantong berwarna merah dengan symbol radioaktif
Kualitas kantong dan kontainer haruslah diperhatikan dan memiliki kualitas yang baik agar tidak mudah rusak dan membahayakan. Ketebalan kantong limbah harus sesuai dengan kantong limbah domestik yang memiliki kualitas baik. Perbedaan warna kantong untuk masing-masing jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Warna dan Kantong Limbah Berdasarkan Jenis Limbah Warna Kantong
Jenis Limbah
Hitam
Limbah rumah tangga biasa
Kuning
Semua jenis limbah yang akan dibakar
Kuning dengan strip hitam
Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi dapat juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan secara terpisah
Biru muda atau transparan dengan strip biru tua Sumber: Depkes RI, 1996
Limbah untuk autoclaving (pengolahan sebelum dibuang di pembuangan akhir
sejenis)
13
4. Pengangkutan Limbah Pengangkutan limbah dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau insenerator dalam on site insenerator dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan-peralatan harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara regular, dan hanya digunakan untuk pengangkutan sampah. Petugas pengangkut limbah dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan limbah haruslah sesuai prosedur yang tepat demi keselamatan dan menghindarkan dari kesalahan penanganan. Limbah klinis diangkut dengan kontainer khusus yang kuat dan tidak bocor serta memiliki teknologi pendukung dalam pelaksanaan pengangkutan limbah. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengangkutan limbah ini adalah adanya kebocoran sehingga kendaraan kontainer harus memiliki spesifikasi untuk mengatasi dan mencegah kebocoran tersebut terjadi. Petugas yang menangani pengangkutan limbah ini haruslah memiliki kemampuan menangani pengangkutan limbah serta harus memenuhi standar operasional demi keselamatan dalam bekerja. 5. Metode Pembuangan Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insenerator atau landfill. Pemilihan pembuangan limbah ini harus disesuaikan dengan kondisi limbah dan letak dari sumber limbah tersebut. Metode pembuangan limbah ini hendaknya memperhatikan aspek lingkungan serta eksternalitas yang ditimbulkan dari setiap metode pembuangan. Kedua metode tersebut dapat dilakukan bersamaan, namun perlu diperhatikan efektifitas dari penggunaan kedua metode tersebut. 6. Perlakuan sebelum Dibuang Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan autoclaving atau disinfeksi dengan bahan kimia tertentu, sedangkan limbah infeksius dapat dibuang ke sanitary landfill.
14
7. Autoclaving Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving. Limbah dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering menjadi kendala adalah besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan dan penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak tercapai sehingga tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan mikroorgamisme lain yang dapat membahayakan penjamah limbah. Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena bahan kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh sebab itu, sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving. Kantong tersebut mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah mengalami perlakuan panas yang cukup tinggi. 8. Disinfeksi dengan Bahan Kimia Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora. Selain
itu,
terdapat
pula
sterilisasi,
yaitu
penghancuran
seluruh
mikroorganisme termasuk spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis yang memerlukan efisiensi untuk prosedur tersebut (Aqarwal, 2005). Peranan disinfektan pada institusi besar bersifat terbatas. Misalnya, digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci kendaraan limbah. Limbah inifeksius dalam jumlah kecil dapat diidisinfeksi dengan bahan kimia seperti hipoklorida atau permanganate. Cairan disinfeksi ini dapat diserap oleh limbah sehingga akan menambah bobot dan menimbulkan masalah dalam penanganan. 9. Insinerator Insinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar. Proses pembakaran dilaksanakan dalam ruang ganda insinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan parameter pengenalan pembakaran. Kotak api atau insinerator domestik adalah ruang tunggal, pada ruangan ini biasanya proses pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak dapat dikendalikan.
15
Limbah combustible dapat dibakar bila tersedia insinerator yang tepat. Residu insinerator dapat dibuat ke sanitary landfill. Jenis residu yang mengandung pencemar logam berat harus dilakukan penanganan yang lebih cermat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan insinerator adalah alasan ekonomi, sejarah atau alasan-alasan lain rumah sakit. Alasan-alasan tersebut tidak dapat dijadikan pengecualian dalam pemenuhan standar kualitas udara. Diperlukan prioritas sumberdaya dalam perbaikan sarana yang ada atau menggunakan sarana di luar rumah sakit untuk dapat memenuhi persyaratan emisi udara. 10. Sanitary Landfill Sanitary Landfill merupakan metode pembuangan limbah tradisional. Lokasi yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan terbuka yang memilki resiko terhadap manusia dan lingkungan. Lokalisasi yang terisolasi, dipagar dan jauh dari masyarakat, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Sanitary Landfill secara fisik berada di daerah lapisan padat agar mencegah perpindahan limbah ke dalam air tanah atau ke tanah dan sekitarnya dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan kedap seperti tanah liat, aspal atau lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan mendapat izin dari instansi yang berwenang. Operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang. Apabila limbah sudah penuh, harus segera ditutup dengan tanah atau lapisan yang sesuai. Pemilihan lokasi harus memenuhi kriteria : sesuai dengan tata guna lahan, dekat dengan penghasil limbah, meterologi, penguapan tinggi, rasio hujan rendah, hidrogeologi, permukaan air tanah dalam dan terpisah oleh lapisan yang dapat ditembus air tanah. 11. Sistem Saluran Air Kotor Rumah sakit harus memanfaatkan sistem pengolahan air limbah yang memiliki sistem pengolahan air limbah perkotaan yang tersedia dan dijangkau rumah sakit. Seringkali rumah sakit belum memiliki sistem limbah perkotaan dengan pertimbangan faktor-faktor efektivitas, kebutuhan lahan, biaya investasi, tingkat mekanisasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta energi
16
listrik yang dibutuhkan. Namun untuk keamanan lingkungan, karyawan dan pasiennya, rumah sakit tersebut harus membangun dan memiliki sistem pengolahan air limbah. 12. Pelatihan Program pelatihan meliputi latihan dasar tentang prosedur penanganan limbah untuk semua tenaga kerja yang menangani limbah. Program pelatihan hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bila perlu penerangan pokok dalam pelatihan antara lain mengenai biaya limbah klinis dan sejenisnya, prosedur aman untuk menangani limbah, tindakan yang diperlukan bila terjadi kecelakaan termasuk cara pelaporan kepada supervisor. Rumah sakit harus menunjuk seorang pejabat yang bertanggungjawab atas sistem pembuangan limbah secara efisien dan memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja. 2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin et al. 2002). Menurut Depkes RI (1993) sistem pengolahan limbah cair yang sudah berjalan adalah: 1. Tangki septik Tangki ini digunakan untuk menampung limbah cair dari kamar mandi, kakus, ruang bersalin dan ruang perawatan. Limbah cair ini ditampung untuk mendapatkan pengolahan/pembersihan yang lebih baik. 2. Sistem biologi aerob Sistem ini menggunakan udara yang berfungsi untuk mencerna zat organik dan zat anorganik.
17
3. Sistem biologi anaerob Sistem ini berkebalikan dengan proses aerobik. Biasanya proses anaerobik menggunakan penambahan peralatan seperti pompa limbah dan anaerobic filter. Biofilter sistem anaerob-aerob sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Cair Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) ini bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD, COD, TSS dan lain-lainnya. Biofilter dengan sistem anaerob-aerob ini terdiri dari 5 unit pengolahan, yaitu bak ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi dan bak effluent yang memiliki fungsi masing-masing. Berikut adalah fungsi dari unit pengolahan yang ada dalam biofilter anaerob-aerob menurut buku operasional IPAL (2006). 1. Bak Ekualisasi Bak ekualisasi berfungsi untuk menciptakan kondisi air yang homogen baik secara kuantitas maupun kualitas air limbah sebelum masuk ke dalam sistem pengolahan biologi. Proses pengolahan yang terjadi dalam bak ekualisasi ini dapat mencegah terjadinya Shock loading. Shock loading adalah keadaan air limbah yang masuk pada waktu tertentu memiliki debit yang sangat besar dan kadar pencemarannya sangat tinggi sehingga dapat merusak kinerja sistem pengolahan berikutnya. 2. Bak Anaerob Proses anaerob merupakan salah satu alternatif pengolahan secara biologi yang banyak digunakan untuk limbah dengan beban organik yang tinggi. Hasil utama dari sistem pengolahan ini adalah gas methan dan
. Proses yang terjadi
dalam bak ini yaitu akan terjadi dekomposisi atau pembusukkan zat-zat organik oleh sejumlah mikro organisme pada kondisi tidak ada udara (anaerob). Tahapan proses dalam bak ini yaitu proses pelarutan, hidrolisa, merubah zat-zat organik menjadi organic acid, ethanol dan
. Proses terakhir dalam bak ini adalah
proses methanogenic yaitu dekomposisi dari hasil acidification menjadi gas methane dan
.
18
3. Bak Aerob Proses aerob adalah proses penguraian bahan organik dengan bantuan bakteri aerob. Proses lumpur aktif digunakan dalam proses aerob sebagai pengolahan kedua dalam bak aerob ini. Limbah organik dimasukkan ke dalam tangki dimana kultur bakteri aerob dipertahankan melekat pada media. Lingkungan aerob diperoleh melalui suplai udara dengan menggunakan air blower yang dilengkapi dengan pipa distribusi untuk memasukkan udara yang akan menciptakan gelembung udara di dalam bak aerob. 4. Bak Sedimentasi Proses dalam bak sedimentasi yaitu terjadi pengendapan lumpur secara gravitasi yang berasal dari proses pengolahan aerob. Sebagian lumpur yang mengendap akan dikembalikan lagi menuju sistem aerob dengan menggunakan bak yang berfungsi untuk memisahkan lumpur dari effluent yang telah diolah dengan sistem aerob. Hal ini dilakukan karena lumpur masih membawa mikroorganisme aktif yang berguna untuk menguraikan bahan organik. 5. Bak Effluent Bak effluent merupakan tempat penampung sementara sebelum air olahan hasil pengolahan limbah dibuang ke dalam saluran pembuangan atau ke badan air. 2.6 Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Kualitas Lingkungan dan Kesehatan Limbah rumah sakit perlu diolah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir agar tidak mencemari lingkungan. Adapun dampak yang timbul apabila limbah tidak diolah yaitu mencemari air permukaan, air tanah dan badan-badan air, mengganggu biota air, mengganggu estetika, terjadi pendangkalan pada sungai dan badan air, menyebabkan penurunan kesehatan dan kehilangan nyawa, menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat dan mengurangi kesejahteraan masyarakat (Depkes RI, 1993). Zat-zat yang terdapat dalam limbah dapat menyebabkan dampak negatifbagi kualitas lingkungan. Terdapat tiga kategori polutan limbah yaitu, fisik, kimia dan biologis. Polutan fisik memiliki resiko lingkungan dan kesehatan yang terkait dengan limbah medis. Resiko tersebut dapat berupa pengaruh insenerasi
19
terhadap kesehatan seperti iritasi mata dan saluran pernafasan sampai hujan asam dan juga cedera fisik yang dapat timbul karena tertusuk limbah benda tajam. Polutan kimia kemungkinan dapat bersifat karsinogenik dan cedera fisik seperti terbakar karena terkena bahan kimia yang mudah terbakar. Sedangkan polutan biologis dapat menyebabkan resiko terkena infeksi apabila limbah biologis memiliki dosis agen infeksi yang tinggi dan limbah. Resiko ini dapat terjadi pada pemulung dan anak-anak yang ada di sekitar tempat pembuangan. Pada dasarnya, adanya limbah dapat memberi resiko dampak bagi semua orang yang ada di sekelilingnya termasuk pengunjung, masyarakat, pekerja kesehatan dan pemulung (Aqarwal, 2005). 2.7 Upaya Meminimisasi Limbah Pengolahan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimisasi limbah baik dalam mengurangi jumlah, konsentrasi atau bahaya limbah, pasca produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau secara hayati. Minimisasi limbah meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya dan upaya pemanfaatan limbah. Menurut Soemantojo dalam Djunaedi (2007), terdapat beberapa cara dalam meminimisasi limbah, yaitu : 1. Reduksi pada sumbernya (source reduction) dilakukan dengan cara memilih bahan baku yang relatif aman, melakukan pengolahan bahan dan modifikasi bahan, operasi misalnya housekeeping, segregasi limbah, preventive
maintenance,
pengaturan
kondisi
operasi
dan
proses
pengolahan, modifikasi proses dan perubahan produk. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Hananto, 1999): a) Housekeeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin. b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
20
c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan. d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol. e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi. f) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi
yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat
pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya. 2. Re-use atau penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah dengan jalan menggunakan kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Contohnya, botol infus dapat digunakan kembali sebagai botol infus. 3. Daur ulang atau re-cycle adalah pemanfaatan kembali limbah melalui pengolahan secara fisik, kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama atau produk lain. Contohnya, besi bekas dapat digunakan kembali untuk membuat barang berbahan besi. 4. Perolehan kembali adalah upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memprosesnya guna memperoleh kembali salah satu komponen yang terkandung di dalamnya. Contohnya, pengambilan logam perak dari limbah. 5. Pemanfaatan kembali ataupun daur ulang limbah rumah sakit harus menggunakan teknologi yang benar-benar tepat. Apabila tidak, dapat dipastikan, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada penggunanya. Apabila pengguna ini (misal : anak-anak) terkontaminasi lalu terjangkit penyakit HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi
21
pengobatannya yang mahal. Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM menurun, bahkan menyebabkan maut. 2.8 Aspek Ekonomi dari Pengolahan Limbah Rumah Sakit Proses minimisasi limbah di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan memberikan keuntungan ekonomis seperti mengurangi biaya investasi atau modal dan biaya operasi unit pengolah limbah yang dilakukan di rumah sakit yang bersangkutan, mengurangi biaya pengolahan limbah dan transportasi untuk pengolahan limbah di luar fasilitas rumah sakit, mengurangi biaya untuk perizinan, pemantauan, penegakan dan tanggap darurat, mengurangi biaya penanggulangan kerusakan lingkungan, meningkatkan keuntungan karena penjualan atau pemanfaatan limbah serta menjamin kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat karena terhindar dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari limbah. Limbah yang merupakan eksternalitas negatif dari adanya suatu produksi atau kegiatan dapat diminimisasi dengan suatu pengolahan yang membutuhkan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk menutup eksternalitas negatif atau mengkompensasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi disebut dengan External Cost. Biaya tersebut adalah biaya di luar biaya swasta (Private Cost) yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain, keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh suatu unit usaha yang mencakup biaya eksternal disebut dengan biaya sosial (Sosial Cost). Besarnya biaya akan berubah sejalan dengan adanya perubahan aktivitas produksi dari suatu unit usaha. Perubahan biaya tersebut adalah biaya marjinal. Sesuai dengan konsep biaya sosial yang lebih besar dari biaya swasta, besar Marginal Sosial Cost (MSC) juga lebih besar daripada Marginal Private Cost (MPC) karena merupakan penambahan MPC dengan MEC (Marginal External Cost). 2.9 Pemanfaatan Limbah Pemanfaatan limbah akan sangat membantu dalam mengurangi jumlah limbah di lingkungan rumah sakit dan juga memberi nilai tambah pada limbah
22
yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi bahan yang mempunyai nilai ekonomis. Pelaksanaan pemanfaatan limbah dapat berlangsung di dalam ataupun di luar rumah sakit. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu, kegiatan 3R (reuse, recycle dan recovery) (DKSHE IPB, 2008). Limbah cair rumah sakit dalam bentuk air hasil olahan dapat digunakan kembali. Air hasil olahan dapat dipergunakan untuk menyiram tanaman dan mencuci mobil serta endapannya dapat dijadikan batu bata. Selain itu, air hasil olahan dapat dijadikan pengisi kolam ikan hias atau membuat ternak ikan non konsumtif seperti ikan hias dan ikan sapu-sapu. Sampah (limbah padat) rumah sakit tidak bisa dimanfaatkan seluruhnya. Hanya sampah non-infeksius yang dapat dimanfaatkan, misalnya sampah tersebut dijadikan kompos untuk dijual sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah infeksius rumah sakit tidak diperkenankan karena mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan penggunanya. 2.10 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pengelolahan limbah cair serta efektivitasnya dalam menurunkan kadar pencemaran yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini. Tabel 3. Penelitian Terdahulu No 1
Nama
Judul
Alat Analisis
Hasil Penelitian
Djunaedi (2007)
Kajian Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit (Studi Kasus Rumah Sakit di DKI Jakarta)
Uji-t, Principle Compnenf Analysis (PCA), korelasi dan analisis efektivitas biaya
Secara umum IPAL rumah sakit hanya efektif mereduksi E. coli, fluoride dan meningkatkan oksigen terlarut. Terdapat hubungan ratio antara kinerja rumah sakit dengan: padatan tersuspensi biaya pengolahan fosfat biaya pengolahan ammonia jumlah tenaga kerja - amonia jumlah tenaga deman MPN Koli. Biaya pengolahan tidak efektif terhadap parameter: BOD COD padatan tersuspensi arnonia dan fosfat
23 2
Haqq (2009)
Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang
Uji Nilai Tengah, Uji-t, CEA, Regresi Linear Sederhana
IPAL RS. Telogorejo mampu menurunkan konsentrasi dari kelima parameter secara signifikan. UDC yang didapat sebesar Rp 1.397,04 Rasio efektivitas biaya: COD = Rp. 0.016/mg. TSS = Rp. 0.018/mg BOD = Rp. 0.044/mg NH3 = Rp. 0.089/mg PO4 = Rp. 0.471/mg Pengaruh biaya efektif dengan penurunan konsentrasi adalah pada parameter NH3 sebesar 74.1%. Nilai R-sq untuk setiap parameter: BOD = 65,6 % COD = 69,2 % TSS = 45,4 % PO4 = 25,1 % Persepsi masyarakat sekitar dalam menilai pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah Baik.
Penelitian mengenai efektivitas pengolahan limbah belum banyak dilakukan terutama pengolahan limbah dengan limbah rumah sakit sebagai studi kasusnya. Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengolahan limbah rumah sakit telah dilakukan dengan baik dan manfaat terhadap peningkatan pengolahan limbah telah dirasakan. Banyak kesamaan antara penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis efektivitas biaya pengolahan limbah cair dengan pengolahan limbah cair Rumah Sakit X sebagai studi kasusnya. Metode penelitian yang dilakukan untuk menentukan efektivitas biaya pengolahan limbah ini yaitu dengan Cost Effectiveness Analysis.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah Rumah Sakit dengan berbagai aktivitas didalamnya memiliki potensi untuk menghasilkan residu yang dapat berdampak negatif pada lingkungan. Berbagai kegiatan yang ada di rumah sakit berlangsung secara terus menerus dan tanpa henti setiap harinya sehingga sangat berpotensi menghasilkan residu dalam jumlah yang tidak sedikit dan jenis residu yang memiliki kandungan berbahaya. Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang berasal dari aktivitas medis maupun non medis, padatan, cairan maupun gas. Limbah rumah sakit terutama yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan rumah sakit maupun lingkungan sekitarnya. Rumah sakit juga merupakan tempat yang sangat potensial bagi transmisi dari berbagai agen penyakit yang ada di rumah sakit yang dapat menginfeksi ke pasien, para pegawai rumah sakit, maupun pengunjung rumah sakit. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah dalam bidang pengelolaan lingkungan yang tertuang dalam peraturan dan perundang-undangan serta berbagai program lingkungan, selalu melibatkan rumah sakit sebagai sumber pencemar yang harus dikelola dengan baik dan benar (Yayasan Pelangi Indonesia, 2002 dalam Haqq, 2009). 3.1.2 Cost-Effectiveness Analysis Menurut Levin (1995) cost effectiveness analysis merupakan alat keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan yang paling efisien. Analisis ini mangacu pada pertimbangan alternatif keputusan yang memperhitungkan biaya dan dampak secara sistematis. CEA merupakan metode untuk menilai alternative program mana yang paling murah dalam menghasilkan output tertentu. Caranya dengan membandingkan biaya (cost) dengan output (objective) yang dihasilkan. Cost effectiveness analysis berkaitan erat dengan analisis biaya-manfaat karena keduanya merupakan evaluasi ekonomi yang mengacu pada biaya
25
sumberdaya alternatif penggunaan dan mengukur dengn cara yang sama. Namun, analisis biaya-manfaat digunakan untuk mengatasi jenis-jenis alternatif
yang
hasilnya hanya diukur dari segi nilai moneter. Beberapa langkah untuk dapat melakukan CEA, sebagai berikut: a. Identifikasi unsur-unsur biaya dari alternatif program yang akan dianalisis b. Biaya (sama dengan perhitungan biaya pada CBA) c. Menghitung biaya total d. Menghitung output yang berhasil (objektive-nya) e. Menghitung Cost Effectiveness Ratio: CE Ratio =
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝛴 𝑜𝑏𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑣𝑒
g. Membandingkan nilai CER dari masing-masing alternatif program h. Memilih nilai CER yang terkecil untuk direkomendasikan 3.1.3
Uji - t Menurut Walpole (1993) uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variable bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Uji statistik t untuk mengetahui apakah masing-masing dari variabel bebas/independent memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya/dependent. Menurut Sarwoko (2005), pengujian uji statistik t adalah : H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. H 1: βi ≠ 0 atau varibel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat 𝑡 ℎ𝑖𝑡 𝑛 − 𝑘 =
𝛽ℎ − 0 𝑆𝐸 𝛽ℎ
Jika t hit(n-k) > tα/2, maka terima H1/tolak H0, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit(n-k) < tα/2 maka terima H0/tolak H1, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Limbah merupakan salah satu permasalahan lingkungn yang sangat mendesak untuk dicarikan solusi secara tepat dan efisien. Manusia beraktivitas tanpa henti yang artinya limbah yang dihasilkan terus bertambah setiap harinya sehingga hal ini sangat penting untuk dijadikan perhatian serius dalam menanganinya. Pengolahan limbah yang tidak sesuai baik dalam perencanaan,
26
pelaksanaan dan evaluasi dapat menyebabkan inefisiensi. Jika dikaitkan dengan biaya, adanya inefisiensi pengelolaan limbah dapat meningkatkan biaya lingkungan yang akan menjadi tanggungjawab rumah sakit. Penelitian ini bermula dari permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan limbah, yaitu permasalahan yang akan timbul apabila limbah tidak dikelola dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pengelolaan limbah. Awal kajian dari penelitian ini adalah melihat dan menganalisis secara deskriptif keragaan pengelolaan limbah rumah sakit, bagaimana pembagian divisi pengelolaan limbah padat dan cair sampai mekanisme pengelolaan. Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan meneliti efisiensi dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL. Efisiensi kinerja IPAL secara keseluruhan dapat digambarkan dengan membandingkan kualitas limbah setelah diolah (outlet) dengan yang sebelum diolah (inlet). Optimalisasi pengelolaan limbah juga perlu memperhatikan keseluruhan biaya pengelolaan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan penetapan tarif rumah sakit. Penetapan biaya pengelolaan limbah cair dihitung dengan menggunakan konsep Unit Daily Cost. Selain itu, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai biaya efektif dalam penurunan per satuan parameter limbah dengan menggunakan konsep cost-effectiveness. Hal ini bertujuan untuk mengetahui biaya efektif dalam menurunkan konsentrasi parameter limbah. Secara umum, kualitas limbah dipengaruhi oleh aspek-aspek penting dalam operasional dan kinerja pengelolaan. Biaya yang diamati pengaruhnya adalah biaya penurunan per parameter limbah yang menunjukkan keefektifan biaya.
27 Permasalahan Pengolahan Limbah RSIA Muhammadiyah
Strategi Pengolahan Limbah
Penurunan Kadar PencemaranParameter limbah
Sistem Pengelolaan Limbah
Limbah Padat
Non klinis
Klinis
Respon Masyarakat
Karakteristik & penilaian masyarakat terhadap penggunaan IPAL
Limbah Cair
IPAL
Infeksius
Biaya
Kualitas limbah cair Dinas Kebersihan Baku mutu limbah cair Insinerator (subkontrak)
Penetapan Tarif Unit Daily Cost
Efisiensi IPAL Uji - t
Biaya Efektif Cost Effectivenes Analysis
Rekomendasi Analisis deskriptif
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan
:
-------------
= Batasan Penelitian = Aliran
Analisis deskripti f
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta yang telah memiliki sistem pengelolaan limbah cair yang baik. Sementara itu, dalam mengelola limbah padat, pengelola rumah sakit menyerahkannya kepada instansi dan lembaga terkait. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret dan April 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa data penilaian masyarakat terhadap pengelolaan limbah rumah sakit. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: penilaian pengelolaan limbah yang telah dilakukan dalam penelitian di bidang kesehatan lingkungan, peraturan atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum Rumah Sakit X, pengelolaan limbah di Rumah Sakit X, uji laboratorium inlet dan outlet limbah Rumah Sakit X dan keseluruhan biaya pengelolaan limbah. Data primer yang diambil melalui peninjauan langsung di Rumah Sakit X dengan pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit serta melalui wawancara langsung kepada masyarakat sekitar Rumah Sakit X. Data primer yang diambil adalah peninjauan langsung di rumah sakit terkait dengan pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas rumah sakit. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pengelola rumah sakit dan penelitian terdahulu yang terkait. 4.3 Metode Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan mempelajari pengelolaan limbah rumah sakit di Rumah Sakit X. Pokok utama yang diteliti adalah pengelolaan limbah secara keseluruhan, IPAL dan biaya pengelolaan limbah. Secara umum, data yang diambil dalam penelitian mengenai pengelolaan limbah ini mencakup: nama rumah sakit, alamat, status, kelas, luas, jumlah tempat tidur, prosedur pengelolaan
29
limbah, unit pelayanan dan unit pengelolaan limbah yang dimiliki serta luas unit pengolahan limbah cair. Mengenai IPAL, data diambil dengan menggunakan data sekunder dari analisis laboratorium yaitu hasil uji laboraturium terhadap inlet dan outlet limbah cair serta biaya yang diperlukan dalam pengolahan limbah cair. Teknik wawancara secara mendalam dengan Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Data yang diambil mengenai kajian unit pengolahan limbah cair mencakup: tahun pendirian, tipe unit pengolahan limbah buatan dan metodenya, waktu pemeriksaan, kualitas limbah, tempat buangan limbah rumah sakit, sumber air bersih yang dapat digunakan, cara daur ulang, disinfektan, alur pengumpulan, pengangkutan, pembuangan jarum suntik, jaringan tubuh, kasa, bahan infeksius, limbah laboratorium, biaya investasi pengadaan IPAL, biaya pemeliharaan serta biaya operasional. Data hasil uji laboratorium limbah yang digunakan adalah inlet (sebelum melalui IPAL) dan outlet (setelah melalui IPAL). Data tersebut berupa data sekunder yang ada di Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X. Data ini merupakan hasil uji laboraturium terhadap sampel limbah cair yang di uji sebelum melalui IPAL dan hasil uji terhadap sampel limbah cair setelah melalui IPAL. Data mengenai penilaian masyarakat terhadap mengelolaan limbah Rumah Sakit X diambil dengan survey menggunakan kuisioner yang mencakup: nama responden, umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan keluarga, lama mengetahui rumah sakit, pengetahuan tentang limbah rumah sakit dan dampaknya, merasa bau atau tidak dengan adanya pengolahan limbah rumah sakit, perasaan terganggu atau tidak, mengetahui atau tidak adanya pengolahan limbah, merasa ada efek positif atau tidak dari pengolahan limbah tersebut serta penilaian pasien terhadap pengolahan limbah yang dilakukan pihak rumah sakit. Jumlah kepala keluarga yang tinggal di sekitar rumah sakit tepatnya di Jalan Rambai adalah sebanyak 40 kepala keluarga dan untuk mengetahui penilaian masyarakat sekitar rumah sakit terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X diambil jumlah masyarakat sebagai responden sebanyak 35 responden secara acak. Penetapan banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini
30
dengan menggunakan kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati garis normal (Gujarati, 2007). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi responden mengetahui kompetensi/permasalahan yang terjadi dalam topik (Martono, 2010). Masyarakat yang dijadikan responden yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar Rumah Sakit X dengan kriteria rumah tangga yang tinggal tepat disamping rumah sakit dan dilalui oleh saluran pembuangan rumah sakit sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dengan limbah yang dihasilkan rumah sakit. 4.4 Metode Pengolahan Data Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pada tabel dibawah ini akan diuraikan matriks analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Tabel 4. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian No.
Tujuan Penelitian
Alat Analisis
Data
Jenis
Sampel
Data pengelolaan limbah dan wawancara masyarakat sekitar RS
Primer & Sekunder
Masyarakat Sekitar RS dan Pengelola 2 orang (Ka. IPSRS dan Ka. Sanitasi Lingkungan)
Sekunder
1
Mengkaji karakteristik pengelolaan limbah dan menganalisis penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah Rumah Sakit X
Deskriptif kualitatif
2
Menghitung dan menganalisis efisiensi IPAL
Standar efisiensi IPAL & uji-t
Data inlet-outlet
UDC & cost effectiveness analysis
Data biaya pengolahan limbah
3
Analisis efektivitas biaya pengolahan limbah cair denggan IPAL serta besarnya biaya yang dapat dibebankan kepada pasien
Sekunder
Pengelola 2 orang (Ka. IPSRS dan Ka. Sanitasi Lingkungan) Pengelola 2 orang (Ka. IPSRS dan Ka. Sanitasi Lingkungan)
31
4.4.1 Karakteristik Pengelolaan Limbah dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi mengenai pengelolaan limbah rumah sakit. Karakteristik IPAL dengan data yang didapatkan di bagian lingkungan Rumah Sakit X dan pengelolaan limbah padat melalui kerjasama dengan dinas dan instansi terkait akan dikaji secara jelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik pengelolaan limbah secara umum. Penilaian masyarakat terhadap pengolahan limbah diperlukan untuk mengetahui kinerja dari pengelolaan limbah yang dilakukan. Masyarakat dalam penelitian ini merupakan masyarakat sekitar Rumah Sakit X. Data untuk mengetahui penilaian masyarakat diperoleh dengan wawancara kepada 35 masyarakat Jalan Rambai. Analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif kualitatif. 4.4.2
Evaluasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Kemampuan fisik IPAL rumah sakit akan dianalisis berdasarkan kualitas
limbah cair yang dihasilkan. Hasil dari tahap ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pengelolaan IPAL di kemudian hari sebagai masukan dalam pengembangan rumah sakit termasuk perencanaan pengembangan IPAL. Selain itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan pembanding terhadap keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan untuk mengelola limbah cair. Kemampuan fisik IPAL rumah sakit dievaluasi dengan membandingkan kualitas setiap kadar parameter pencemar limbah rumah sakit sebelum (inlet) dan sesudah masuk IPAL (outlet) menggunakan uji-t pada taraf nyata lima persen. Beban IPAL dihitung berdasarkan tingkat efisiensi, kapasitas IPAL, beban limbah nyata atau beban pencemaran, dan pencapaian baku mutu limbah cair yang berpedoman pada metode yang dikemukakan oleh Soeparman dan Suparmin (2001). =
−
Tingkat efisiensi IPAL dikelompokkan sebagai berikut: - Sangat efisien : x > 80% - Efisien : 60% < x ≤ 80% - Cukup efisien : 40% < x ≤ 60% - Kurang efisien : 20% < x ≤ 40% - Tidak efisien : x ≤ 20%
00
32
ℎ
Kapasitas= ℎ
Beban Pencemaran=
Hasil dari Beban Pencemar Aktual (BPA) dibandingkan dengan Beban Pencemaran Maksimum (BPM) yang dihitung dengan menggunakan standar baku mutu pada masing-masing parameter. =
−
00
Standar target pencapaian BMLC adalah sebagai berikut: - 0 < BMLC < 99
= pencapaian di atas baku mutu
- BMLC = 100
= pencapaian sama dengan baku mutu
- 101 < BMLC < 200 = pencapaian di bawah baku mutu Keterangan: BM = Baku Mutu
BMLC = Baku Mutu Limbah Cair
Penggunaan uji-t pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan nilai rataan baku mutu limbah dengan dua perlakuan, yaitu tanpa pengolahan (memakai nilai inlet) dan dengan pengolahan (memakai nilai outlet). Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya pengolahan nilai outlet akan berada di bawah nilai inlet dan untuk mengetahui signifikan atau tidak penurunan parameter setelah melalui proses pengolahan dengan IPAL. Uji-t dilakukan dengan menggunakan statistik t-paired. 4.4.3 Biaya Efektif Penurunan Baku Mutu Parameter Limbah dengan IPAL Sebelum menghitung biaya efektif, yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi keseluruhan biaya pengolahan limbah cair. Perhitungan biaya pengolahan limbah dengan IPAL dapat dipergunakan untuk menentukan strategi dalam mengurangi biaya pengolahan limbah cair. Manfaat yang diharapkan dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL adalah berkurangnya konsentrasi dari parameter-parameter yang terdapat pada limbah. Kualitas limbah ditentukan oleh konsentrasi dari setiap parameter. Konsep efektivitas biaya dapat membantu mengidentifikasi biaya penurunan dari masingmasing parameter yang paling efektif dalam pengolahan limbah cair melalui IPAL. Rasio efektivitas biaya dalam penelitian ini ditunjukkan oleh keseluruhan
33
biaya pengelolaan limbah cair yang dibandingkan dengan manfaat atau output yang dihasilkan dalam pengolahan tersebut. Manfaat yang dihasilkan adalah penurunan konsentrasi pada masing-masing parameter limbah yang diamati. Nilai rasio yang paling kecil menunjukkan efektivitas biaya yang paling baik. Rasio efektivitas biaya dalam ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam manajemen limbah ditunjukkan dengan rumus biaya penurunan per satuan parameter dengan satuan yang disamakan yaitu satuan per liter. =
ℎ
=
−
biaya total pengolahan IPAL = biaya instalasi + biaya operasional dan pemeliharaan + biaya lainnya
(Djaja, 2006) Keterangan: parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS dan
.
Seluruh jenis biaya yang dipakai dalam penelitian ini adalah biaya instalasi yang dibagi dengan umur ekonomis IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan rutin selama tiga tahun. Data konsentrasi limbah pada masing-masing parameter menggunakan rataan inlet dan 30 sampel outlet. Efektivitas biaya penurunan parameter limbah ditunjukkan dengan membandingkan rasio biaya penurunan pada masing-masing parameter yang diuji. Selain itu, untuk melihat efektivitas biaya juga dapat dilakukan dengan membandingkan nilai rasio efektivitas biaya setiap parameter dalam suatu sistem pengolahan limbah dengan rasio efektivitas biaya setiap parameter dalam suatu sistem pengolahan limbah lain. Hasil perbandingan data akan terlihat rasio biaya penurunan masing-masing parameter yang paling efektif di antara dua sistem pengolahan limbah yang berbeda tersebut. 4.4.4. Unit Daily Cost Unit Daily Cost (UDC) adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja et al. 2006).
34
=
−
ℎ
Biaya pengelolaan limbah cair adalah biaya yang dikeluarkan dalam keseluruhan proses pengolahan limbah cair, mencakup biaya instalasi serta biaya operasional dan pemeliharaan. Setelah mengidentifikasi keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair, nilai biaya tersebut dibagi dengan kapasitas tempat tidur rumah sakit. UDC dapat dijadikan salah satu jenis biaya yang dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu. Konsep ini diharapkan dapat membantu rumah sakit untuk tetap mempertahankan keuntungannya dan meningkatkan kinerja pengelolaan limbah cair.
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Rumah Sakit X di Jakarta Selatan 5.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit X Rumah Sakit X merupakan rumah sakit swasta yang didirikan pada tahun 1969. Rumah sakit ini pada awal berdirinya bernama Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Kerjasama yang dilakukan Pimpinan Cabang dengan Yayasan RS Islam di Jakarta dalam pengelolaan BKIA menjadikan BKIA berubah menjadi Rumah Bersalin (RB). Sejalan dengan perkembangan jumlah dan jenis pelayanan yang semakin meningkat pada tahun 1999 RB mendapat izin operasional sebagai Rumah Sakit Bersalin (RSB). Rumah Sakit ini terus berkembang menjadi rumah sakit khusus yaitu Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) pada tahun 2007 dan pada tahun 2012 untuk memperluas segmentasi pelayanan rumah sakit ini menjadi rumah sakit umum swasta dengan nama Rumah Sakit X. Rumah Sakit X berkembang tidak hanya dalam hal pengelolaan namun juga dalam hal pelayanan dan fasilitas. Rumah Sakit X yang dahulu berupa klinik bersalin, kini berkembang menjadi rumah sakit yang cukup besar. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas dan sumberdaya manusia yang mendukung, sehingga saat ini Rumah Sakit X tetap konsisten menjalankan misi yang diemban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. 5.1.2 Visi Misi Rumah Sakit X Rumah Sakit X Memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit yang berkualitas dan terpercaya di Jakarta dengan unggulan kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang anak”. Diperlukan misi yang mendukung dalam mencapai visi tersebut. Misi dari Rumah Sakit X adalah: 1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan berkualitas dengan nilai islam yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. 2. Menjadikan Sumber Daya Insani yang berkualitas dan kompeten sebagai pembaru dan pencerah pelayanan kesehatan. 3. Menjadikan sarana dan prasarana untuk mendukung pelayanan unggulan.
36
5.1.3 Letak Geografis Rumah Sakit X Rumah Sakit X merupakan rumah sakit tipe D yang mempunyai luas tanah 2.348
, luas lantai 662
dan luas bangunan 2.348
. Secara geografis,
Rumah Sakit X terletak di Jakarta Selatan. Adapun batas-batas Rumah Sakit X adalah sebagai berikut: Sebelah Barat
: Pengadilan Negeri
Sebelah Timur
: Taman dan Pasar
Sebelah Selatan
: Makam wafat tertutup dan Jalan
Sebelah Utara
: Rumah penduduk
5.1.4. Daya Tampung Pasien Rumah Sakit X Rumah Sakit X merupakan salah satu sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat di Jakarta Selatan yang tidak hanya melayani masyarakat Jakarta Selatan saja tetapi juga daerah-daerah di sekitar Jakarta Selatan. Rumah Sakit X yang merupakan rumah sakit tipe D ini berkapasitas tempat tidur sebanyak 60 tempat tidur berdasar data yang diperoleh pada April 2013.
VI KARAKTERISTIK PENGELOLAAN LIMBAH DAN PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT X Rumah Sakit X memiliki manajerial pengelolaan limbah yang bertugas dalam pengelolaan limbah rumah sakit. Manajerial pengelolaan limbah rumah sakit ini di dalamnya terdapat sumberdaya manusia yang memiliki tugas masingmasing untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat adanya limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit berupa limbah padat dan limbah cair. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan menggunakan IPAL sehingga kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah tersebut menjadi berkurang dan dapat dimanfaatkan. Namun, pemanfaatan hasil pengolahan limbah di Indonesia masih sangat minim bahkan hasil pengolahan limbah pada umumnya langsung di buang dan tidak dimanfaatkan sama sekali. Hal tersebut terjadi karena teknologi yang tersedia masih belum mampu mengolah limbah hingga dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi. Pengolahan limbah dengan IPAL cenderung hanya untuk menurunkan kadar pencemaran sesuai dengan aturan pemerintah namun, minimnya pengawasan dan evaluasi menjadikan pengolahan limbah dilakukan tidak dengan cara yang sesuai. 6.1 Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X Penanganan limbah padat dan limbah cair di Rumah Sakit X merupakan tanggung jawab dari divisi sanitasi lingkungan. Divisi ini berada dalam bagian instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit (IPSRS) yang langsung di bawahi oleh General Manager. Jumlah personel dalam IPSRS untuk pengelolaan limbah sebanyak 22 orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Divisi sanitasi lingkungan langsung membawahi bagian cleaning service yang bertugas untuk membersihkan dan mengumpulkan sampah. Pembagian wilayah tugas yang diberikan kepada cleaning service berdasarkan lantai yang ada dan bagian luar rumah sakit.
38 Direktur
General Manager
Ka. IPSRS
Ka. Sanitasi Lingkungan
Ka. Teknisi
Pengawas Cleaning Service
Pelaksana Lantai 1
Pelaksana Lantai 2
Pelaksana Lantai 3
Pelaksana Lantai 4
Pelaksana Taman
Sumber: Hasil Wawancara Ka. IPSRS
Gambar 2. Struktur Managerial Pengolahan Limbah Rumah Sakit X Bagian sanitasi lingkungan dipegang oleh kepala bagian yang langsung membawahi 20 orang cleaning service yang bertugas dalam pengelolaan sampah dan limbah padat lainnya. Tanggung jawab yang diberikan kepada 20 orang personel sanitasi lingkungan (cleaning service) berupa pembersihan lingkungan rumah sakit, mengumpulkan sampah dari semua ruangan dan pengangkutan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara yang disediakan rumah sakit. Sedangkan dalam pengelolaan limbah cair ditangani langsung oleh kepala bagian sanitasi lingkungan dan kepala bagian teknis yang juga berada dalam bagian instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit. Tugas dari kepala bagian sanitasi lingkungan dan teknis termasuk didalamnya yaitu mengoperasikan dan melakukan pengawasan terhadap IPAL. 6.2 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit X Pengelolaan limbah padat di Rumah Sakit X merupakan tugas dari bagian sanitasi lingkungan. Tugas pengelolaan limbah padat bukan hanya mengumpulkan sampah rumah sakit tetapi juga membersihkankan seluruh bagian rumah sakit
39
yaitu berupa kegiatan seperti menyapu, mengepel, membersihkan debu dan kotoran dari seluruh area dan unit di Rumah Sakit X. Petugas kebersihan selalu membersihkan seluruh bagian rumah sakit secara rutin sehingga berdasarkan pengamatan seluruh bagian Rumah Sakit X dalam kondisi bersih serta tidak ada sampah yang berserakan karena secara rutin sampah tersebut dibuang ke tempat pembuangan sementara yang disediakan. Kegiatan pengelolaan limbah padat rumah sakit diantaranya adalah membersihkan sampah dan kotoran dari sumber-sumber yang ada seperti ruang administrasi, dapur, kantin, taman, ruang perawatan, ruang isolasi, poliklinik dan apotik. Kegiatan membersihkan sampah dan kotoran ini dilakukan oleh tenaga cleaning service yang memiliki tugas dan area kerja masing-masing. Khusus dalam membersihkan kamar pasien setelah pasien keluar, kegiatan membersihkan dilakukan dengan perlakuan berbeda sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Pasien yang diakibatkan dari virus, kegiatan membersihkan kamar pasien dilakukan dengan menyemprotkan disinfektan dan penyinaran dengan UV. Sedangkan kegiatan membersihkan kamar pasien penderita sakit selain akibat virus dilakukan hanya dengan menyemprotkan disinfektan. Kegiatan lain dari pengelolaan limbah padat adalah pengumpulan sampah. Proses pengumpulan sampah di Rumah Sakit X dimulai dengan menampung sampah dari seluruh ruangan dan unit pelayanan dalam suatu bak penampung atau tempat sampah dengan memisahkan sampah domestik dan sampah medis ke dalam tempat sampah dengan kantong plastik dengan warna yang berbeda. Sampah domestik ditempatkan di kantong plastik berwarna hitam sedangkan sampah medis yang bersifat infeksius ditempatkan di kantong plastik berwarna kuning. Sampah yang telah terkumpul diangkut dengan alat pengangkut khusus untuk kemudian di buang ke tempat penampungan sementara yang telah disediakan rumah sakit. Proses pengumpulan sampah dilakukan setiap hari secara berkala sesuai waktu yang telah ditentukan. Pengumpulan sampah dilakukan dalam tiga waktu yang berbeda sesuai dengan jadwal, yaitu pada pagi hari mulai pukul 06.00, siang hari mulai pukul 14.00 dan pada malam hari dimulai pada pukul 21.00. Tugas pengumpulan sampah dilakukan secara rutin dengan sistem
40
shift dan dilakukan pengumpulan sampah masing-masing lantai untuk kemudian disatukan dalam tempat penampungan sementara. Sampah domestik akan diangkut oleh truk pengangkut sampah dari Dinas Kebersihan Jakarta Selatan dari tempat penampungan sementara ke tempat pembuangan sementara untuk kemudian diangkut menuju tempat pembuangan sampah akhir. Pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dilakukan pada pukul 05.00 yaitu waktu dimana orang-orang belum banyak beraktivitas di luar rumah. Pengangkutan sampah pada waktu ini untuk menghindari dampak negatif pengangkutan sampah yaitu bau yang berasal dari sampah dapat tercium oleh orang yang berada dekat dengan truk pengangkut selama dilakukan proses pengangkutan. TPA
Truk Sampah Dinas Kebersihan
Ruang Administrasi dan Kantor Dapur dan Kantin
Tempat Sampah Umum/Kantong Plastik Hitam
Troli Pengangkut Sampah
TPS Umum RS
Tempat Sampah Medis/Kantong Plastik Kuning
Troli Pengangkut Sampah
TPS Medis RS
Taman Ruang Perawatan Ruang Isolasi Poliklinik Ruang Operasi dan UGD
Incenerator (Kerjasama dengan PT. Wastec)
Mobil Pengangkut Limbah Medis
Sumber: Data Sekunder Unit IPRS Rumah Sakit X
Keterangan:
= proses di luar rumah sakit
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat Rumah Sakit X Sampah tersebut diangkut untuk kemudian di bawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Rumah Sakit X wajib membayar retribusi sampah sebesar Rp. 1.000.000 per bulan. Sedangkan sampah medis khususnya yang bersifat infeksius diangkut oleh mobil khusus pengangkut sampah medis untuk kemudian dibakar di insenerator yang dimiliki oleh PT. WASTEC. Rumah Sakit X tidak memiliki insenerator sendiri untuk membakar limbah medis padat karena selain biaya investasi pembuatan insenerator yang besar, lokasi Rumah Sakit X yang berada di tengah permukiman tidak memungkinkan adanya insenerator yang dapat menimbulkan bau akibat pembakaran limbah tersebut. Pengangkutan
41
sampah medis dilakukan satu kali dalam seminggu yaitu pada hari rabu. Sampah medis yang dihasilkan setiap harinya sebanyak 2-3 kantong besar sehingga sampah medis yang diangkut dan dibakar setiap minggunya dapat mencapai 21 kantong besar. Besar biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk menangani sampah medis tersebut adalah sebesar Rp. 6.000.000 per bulan. 6.3 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X Rumah Sakit X memiliki IPAL yang terletak di bagian depan rumah sakit dengan kapasitas 20
atau 20.000 liter dan luas 12
. Letak IPAL yang
berberada di depan, menjadikan IPAL rumah sakit dekat dengan aktivitas pelayanan dan dekat dengan pengunjung. Lokasi IPAL yang berada di depan dan berdekatan dengan tempat parkir menyebabkan bau yang timbul dari IPAL dapat tercium oleh pengunjung dan pegawai yang berada dekat dengan lokasi IPAL. Kondisi ini terjadi karena dalam perluasan rumah sakit yang disertai dengan pembangunan IPAL baru pada tahun 2006, pihak rumah sakit tidak memiliki cukup lahan yang dapat digunakan untuk pembangunan IPAL. Limbah cair Rumah Sakit X dihasilkan dari berbagai ruangan dan berbagai unit pelayanan. Limbah cair tersebut dibuang melalui pipa pembuangan yang akan terkumpul di sumpit utama sebelum diolah dengan IPAL. Ruangan yang menjadi sumber dari limbah cair yaitu seperti ruang perawatan, ruang isolasi, toilet, dapur, laundry, laboratorium dan ruang gizi. Pengolahan limbah cair menggunakan IPAL dengan sistem biofilter anaerob-aerob bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan berupa senyawa yang termasuk dalam parameter kimia seperti COD, BOD, TSS, zat organik,
dan senyawa polutan lain yang dapat mencemari lingkungan.
Proses pengolahan limbah dengan IPAL dilakukan untuk menurunkan kadar pencemaran yang terkandung pada limbah sehingga hasil pengolahan yang didapatkan sesuai dengan standar baku mutu dan tidak mencemari lingkungan. Air limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005.
42
Air limbah dari seluruh sumber yang berasal dari kegiatan rumah sakit dan fasilitasnya dialirkan melalui saluran pembuangan dan dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring partikel-partikel padat yang berukuran besar. Setelah melalui proses screen, air limbah dialirkan ke bak pemisah lemak atau minyak yang berfungsi untuk memisahkan lemak atau minyak serta untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah atau senyawa padatan yang tidak dapat terurai secara biologis. Air limbah dari bak pemisah lemak selanjutnya dialirkan ke bak ekualisasi yang berfungsi sebagai bak penampung limbah. Air limbah di dalam bak ekualisasi selanjutnya dipompa menuju proses pengolahan dengan unit IPAL. Proses pengolahan pertama dengan IPAL yaitu air limbah dialirkan ke bak pengendapan awal untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik. Bak pengendapan ini juga berfungsi mengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur dan penampung lumpur. Setelah melalui bak pengendapan awal, air limbah dialirkan ke bak anaerob dengan proses biofilter anaerob. Proses pengolahan limbah secara anaerobik ini merupakan salah satu alternatif pengolahan secara biologi yang sering digunakan untuk limbah dengan beban organik yang tinggi. Proses pada bak anaerob yaitu akan terjadi pembusukkan zat-zat organik oleh mikro organisme pada kondisi tidak ada udara (anaerob). Proses secara anaerob ini akan mengurai zat organic yang belum terurai pada bak pengendapan awal. Air limbah dari bak anaerob dialirkan ke bak aerob untuk proses aerasi dengan udara sehingga mikro organisme akan menguraikan zat organik yang ada dalam limbah serta menjadikan mikro organisme tumbuh dan menempel pada permukaan media. Mikro organisme yang tumbuh dan menempel pada media tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik serta mempercepat proses nitrifikasi sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Setelah proses aerasi di dalam bak aerob, air dialirkan ke bak pengendapan akhir. Lumpur aktif yang mengandung mikro organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet aerob dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air hasil proses aerasi dialirkan ke bak khlorinasi. Proses dalam bak khlorinasi yaitu air limbah tersebut dilakukan kontak dengan senyawa khlor untuk membunuh mikro
43
organisme pathogen. Air hasil proses dari bak khlorinasi tersebut ditampung dalam bak penampung hasil IPAL sebelum dibuang ke saluran umum. Hasil pengolahan IPAL yang ada di bak penampung harus melal uji kadar pencemaran di laboratorium kimia untuk memastikan air hasil pengolahan limbah tersebut memiliki kadar pencemaran sesuai dengan standar dan dapat dibuang ke saluran pembuangan umum. Air hasil pengolahan limbah dengan IPAL Rumah Sakit X seluruhnya di buang melalui saluran umum dan bermuara di Sungai Grogol. Air hasil pengolahan limbah yang telah memenuhi baku mutu memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai media budidaya ikan, mencuci mobil, dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Uji baku mutu air limbah hasil pengolahan (outlet) wajib dilakukan di laboratorium Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kota Jakarta. Uji baku mutu di laboratorium milik BPLHD Kota Jakarta wajib dilakukan setiap tiga bulan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengujian outlet ini ditanggung oleh pihak rumah sakit. Besar biaya yang dikeluarkan untuk uji baku mutu di laboratorium BPLHD Kota Jakarta adalah sebesar Rp. 440.000. Pengujian outlet limbah merupakan salah satu upaya dalam pengawasan Pemerintah Kota Jakarta dalam menyikapi permasalahan limbah. Pengujian inlet tidak dilakukan karena bukan merupakan kewajiban yang dibebankan kepada pengelola limbah. Pengujian hasil pengolahan limbah dengan IPAL Rumah Sakit X juga dilakukan di laboratorium lain seperti di laboratorium swasta PT. UNILAB PERDANA dengan biaya sebesar Rp. 220.000. Pengujian laboratorium outlet tersebut tidak bersifat rutin dan hanya dijadikan sebagai perbandingan.Secara ringkas, alur pengolahan limbah cair Rumah Sakit X dapat dilihat pada Gambar 4.
44 Toilet Dapur Kantin
Bak Pemisah Lemak
Apotik Poliklinik Ruang Operasi Ruang Perawatan Ruang Isolasi Ruang Laundry UGD
Bak Ekualisasi
Bak Pengendap Awal
Biofilter Anaerob
Blower Udara
Pompa Sirkulasi Biofilter Aerob
Bak Pengendap Akhir
Bak Khlorinasi
Sungai
Saluran Umum
Bak Penampung Outlet
Sumber: Data Sekunder Unit IPSRS Rumah Sakit X
Keterangan:
= proses di luar rumah sakit
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit X dengan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob 6.4 Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit 6.4.1 Karakteristik Masyarakat Warga yang dijadikan responden merupakan warga Jalan Rambai karena memiliki letak tepat berada di belakang rumah sakit dan dapat memungkinkan terjadi interaksi dengan limbah yang dihasilkan rumah sakit. Pengamatan dilakukan di Jalan Rambai, warga yang dijadikan responden adalah sebanyak 35 rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi pemukiman warga sekitar rumah sakit, menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki rentan usia 27-
45
34 tahun. Hal ini karena dalam pemukiman tersebut didominasi oleh rumah tangga muda. Sementara sisanya merupakan warga yang telah lama tinggal didalam pemukiman dengan usia yang lebih tua. >59 2,9%
19-26 22,9%
51-58 17,1%
27-34 25,7% 43-50 22,9%
35-42 8,6%
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 5. Sebaran Umur Responden 6.4.1.1
Sebaran Jarak Rumah Warga dengan Rumah Sakit Jalan Rambai memiliki dua blok dengan jarak rumah paling jauh berjarak
100 meter dari rumah sakit pada kedua blok tersebut. Terdapat saluran pembuangan yang melintas di pemukiman tersebut dan sering digunakan untuk membuang limbah oleh rumah sakit sebelum adanya IPAL. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat rumah yang berjarak sangat dekat dengan rumah sakit dan saluran pembuangan hingga rumah yang cukup jauh jaraknya. Responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki rumah dengan jarak 37-52 meter. >85 m 20% 69-84 m 2,9% 53-68 m 8,6%
5-20 m 20%
37-52 m 31,4%
21-36 m 17,1%
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 6. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan Rumah Sakit 6.4.1.2 Lama Tinggal Responden di Sekitar Rumah Sakit Permukiman di sekitar Rumah Sakit X mulai ada sejak tahun 1950an. Sampai saat ini, jumlah warga yang berada di sekitar rumah sakit semakin banyak dengan berbagai jenis permukiman. Pada penelitian ini, mayoritas responden telah
46
tinggal di sekitar rumah sakit selama 20-28 tahun sehingga banyak responden mengetahui seluk beluk berdirinya rumah sakit hingga pengolahan limbahnya sejak dahulu. 38-46 Tahun 11,4%
>47 Tahun 5,7%
2-10 Tahun 28,6%
29-37 Tahun 11,4%
11-19 Tahun 11,4%
20-28 Tahun 31,4% Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 7. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar Rumah Sakit 6.4.1.3 Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan yang telah ditempuh responden secara umum adalah SD, SMP, SMA dan Diploma. Sebanyak 34,3 persen responden hanya menempuh pendidikan pada jenjang SD. Sedangkan responden yang menempuh pendidikan hingga jenjang SMP dan SMA/Sederajat memiliki proporsi jumlah sebesar 25,7 persen dan 28,6 persen dari jumlah total responden sebanyak 35 responden. Responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi yaitu Diploma/D3 dengan persentase sebesar 11,4 persen. Sementara itu tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari Diploma/D3 tidak ditemukan dari total responden sebanyak 35 responden. D3 11,4%
SD 34,3%
SMA 28,6%
SMP 25,7% Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 8. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden 6.4.1.4 Sebaran Jenis Pekerjaan Responden Secara umum pekerjaan responden pada penelitian ini adalah penjual makanan dengan berdagang kue-kue yang di buatnya sendiri dan pegawai swasta.
47
Pendidikan terakhir responden yang didominasi hanya sampai pada jenjang sekolah dasar menjadikan mayoritas responden tidak banyak memiliki keahlian dalam bidang lain sehingga banyak responden yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang makanan dan pekerjaan lainnya seperti tukang ojeg, membuka bengkel ataupun hanya sebagai ibu rumah tangga. lain-lain 34,3%
buruh bangunan 8,6%
pedagang makanan 28,6%
pegawai swasta 28,6%
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 9. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden 6.4.2 Penilaian Masyarakat terhadap Pengolahan Limbah Rumah Sakit Pertanyaan awal yang diajukan kepada responden terkait dengan pengelolaan limbah rumah sakit yaitu berupa pengetahuan responden tentang limbah serta dampak yang dapat ditimbulkannya. Sebagian besar responden mengetahui apa yang disebut dengan limbah serta dapat menyebutkan contoh dari limbah. Selain itu pertanyaan lain yang ditanyakan kepada responden yaitu terkait dengan dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya limbah tersebut. Sebagian besar responden yang mengetahui tentang limbah juga mengetahui tentang dampaknya. Responden yang mengetahui tentang limbah serta dampaknya sebanyak 71,4 persen dan terdapat juga responden yang mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah namun, tidak mengetahui dampaknya dengan persentase sebesar 11,4 persen. Sebagian besar responden menyebutkan jenis limbah yang sering mereka rasakan seperti limbah cair rumah tangga dan sampah. Selain itu juga responden banyak menyebutkan dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya limbah seperti kerusakan lingkungan, timbulnya penyakit serta rusaknya biota yang ada. Terdapat juga responden yang tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah serta dampaknya yaitu sebesar 17,2 persen. Ketidaktahuan ini dapat disebabkan karena pendidikan terakhir yang dirasakan responden dan kurangnya informasi yang didapatkan dari media-media informasi yang ada.
48 tahu definisi dan dampak 11,4%
tidak tahu definisi dan dampak 17,2%
tahu definisi dan dampak 71,4% Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 10. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah Pertanyaan selanjutnya yang diberikan kepada responden adalah apakah mereka pernah merasakan bau tidak sedap yang berasal dari aktivitas rumah sakit. Sebagian besar responden menjawab pernah merasakan bau tidak sedap yang berasal dari rumah sakit. Bau yang banyak dirasakan responden berupa bau obatobatan, darah serta bau cairan kimia pembersih yang menyengat. Jawaban yang diberikan responden mengenai rasa bau tidak sedap yang dirasakan berhubungan dengan jarak rumah responden dengan rumah sakit serta lama tinggal responden di pemukiman tersebut. Responden yang memiliki letak rumah lebih dekat dengan rumah sakit dapat lebih merasakan bau yang ditimbulkan dari aktivitas rumah sakit. Sedangkan untuk letak rumah yang lebih jauh sebagian besar tidak merasakan bau. Namun, setelah ditanyakan lebih jauh, bau yang dirasakan tersebut dialami responden pada beberapa tahun yang lalu dan sampai saat ini sebagian besar responden tidak merasakan bau seperti itu lagi. Hal itu pula yang membedakan jawaban dari responden terkait degan lama mereka menetap di pemukiman tersebut. Lebih lama mereka menetap menjadikan responden tersebut lebih mengetahui dan pernah merasakan bau tidak sedap. Perbedaan bau yang dirasakan responden pada masa lalu dan sekarang dapat dijadikan sebagai penilaian terhadap pengelolaan limbah yang dilakukan pihak rumah sakit. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan mayoritas responden menilai pengelolaan limbah yang dilakukan Rumah Sakit X sudah lebih baik karena saat ini mayoritas responden tidak merasakan limbah yang dihasilkan rumah sakit seperti dahulu.
49 masih buruk 14,3%
sangat baik 28,6%
lebih baik 57,1%
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 11. Persentase Penilaian Responden terhadap Pengolahan Limbah yang Telah Dilakukan Pihak Rumah Sakit Selama ini Selanjutnya, responden yang pernah merasakan bau akan dibawa pada pertanyaan apakah mereka merasa terganggu karena bau tidak sedap yang diakibatkan dari aktivitas rumah sakit. sebanyak 42,9 responden merasa terganggu dan sebanyak 57,1 responden tidak merasa terganggu dan telah terbiasa. Selain itu, Rumah Sakit X juga memberikan banyak bantuan untuk warga dalam bentuk pengobatan gratis, beasiswa pendidikan serta santunan untuk anak-anak yatim sehingga meskipun letak rumah sakit yang telah lama berdampingan dengan permukiman warga serta memiliki berbagai permasalahan mengenai limbah, warga sekitar rumah sakit dan rumah sakit dapat berdampingan dengan harmonis.
tidak terganggu 57,1%
terganggu 42,9%
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 12. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya Limbah Rumah Sakit Masyarakat sekitar rumah sakit menilai bahwa rumah sakit tetap membuang limbah cair yang membahayakan ke tempat lain dan jauh dari permukiman wagra. Hal tersebut terjadi karena letak IPAL yang berada di sisi lain dari permukiman warga sehingga upaya yang dilakukan rumah sakit untuk malakukan pengolahan limbah dengan membangun IPAL tidak pernah diketahui oleh warga sekitar.
VII EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT X Rumah sakit ataupun kegiatan usaha lain yang dapat menghasilkan limbah cair diwajibkan membuat IPAL untuk menurunkan kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah cair yang dihasilkan tersebut. Namun, pengawasan terhadap hasil pengolahan IPAL belum banyak diamati dan dipelajari. Perhitungan efisiensi IPAL perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan memiliki berbagai parameter pencemaran yang dapat menimbulkan kerusakan bagi lingkungan. Proses pengolahan limbah cair dengan IPAL dapat menurunkan kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah tersebut. Namun, penurunan setiap parameter kadar pencemaran limbah harus sesuai dengan peraturan pemerintah dan tidak melebihi baku mutu yang ditentukan. Kemampuan IPAL seharusnya terus diamati secara berkala untuk menjaga kandungan pencemaran tetap berada pada batas aman sehingga kualitas lingkungan dapat terus terjaga. Kemampuan fisik IPAL dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan efisiensi dan uji statistik. 7.1 Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X Penilaian kemampuan fisik IPAL dilakukan dengan mengolah data dari uji laboratorium terhadap sampel hasil olahan IPAL yang dibandingkan dengan hasil uji laboratorium sebelum pengolahan serta membandingkannya dengan standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Parameter pencemaran yang di uji dalam penelitian ini yaitu BOD, COD, TSS dan
. Berdasarkan hasil uji laboratorium,
nilai BOD sebelum dan sesudah pengolahan mengalami penurunan. Rata-rata inlet BOD adalah sebesar 85 mg/l dimana jumlah tersebut berada jauh lebih tinggi daripada standar baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 50 mg/l. setelah pengolahan, konsentrasi BOD rata-rata turun menjadi 5,39 mg/l. Penurunan parameter BOD tersebut pada posisi di bawah standar baku mutu atau dengan kata lain air limbah dapat dibuang tanpa membahayakan lingkungan.
51
Konsentrasi BOD mg/l 100 80 60 40 20 0 inlet ratarata
BM
outlet ratarata
Konsentrasi BOD
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 13. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu Penurunan yang terjadi pada parameter COD terlihat signifikan dengan rata-rata inlet COD sebesar 249 mg/l dan standar baku mutu untuk COD adalah 80 mg/l. Berdasarkan data outlet yang ada di Rumah Sakit X, di dapatkan rata-rata outlet sebesar 24,43 mg/l. Jumlah tersebut sangat jauh dari standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Hal ini membuktikan IPAL Rumah Sakit X bekerja dengan baik dalam menurunkan kadar pencemaran COD.
Konsentrasi COD mg/l 250 200
150 100 50 0 inlet ratarata
BM
outlet ratarata
Konsentrasi COD
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 14. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu Parameter selanjutnya yang dinilai dalam penelitian ini adalah TSS. Ratarata inlet TSS dari limbah Rumah Sakit X adalah sebesar 62 mg/l. setelah dilakukan pengolahan dengan IPAL, didapatkan outlet rata-rata sebesar 3,93 mg/l.
52
Nilai outlet tersebut berada dibawah standar baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 50 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan bahwa IPAL Rumah Sakit X dapat menurunkan kadar pencemaran TSS dengan baik dan tidak membahayakan lingkungan.
Konsentrasi TSS mg/l 80 60 40 20 0 inlet ratarata
BM
outlet ratarata
Konsentrasi TSS
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 15. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah
yang
memiliki standar baku mutu sebesar 10 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan dengan IPAL didapatkan nilai outlet rata-rata sebesar 3,08 mg/l. penurunan tersebut menunjukkan IPAL Rumah Sakit X bekerja dengan baik dan hasil pengolahan tidak membahayakan bagi lingkungan.
Konsentrasi NH3 mg/l 30 25 20 15 10 5 0
inlet ratarata
BM
outlet ratarata
Konsentrasi NH3
Sumber: Data Divisi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X
Gambar 16. Perbandingan Konsentrasi Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X tahun 2006-2013 dengan Standar Baku Mutu
53
Kualitas limbah cair akan tergantung pada kemampuan fisik IPAL dan salah satu cara untuk mengukur hal tersebut adalah dengan menggunakan perhitungan standar efisiensi yaitu dengan cara membandingkan penurunan konsentrasi dengan inlet limbah. Kemampuan fisik IPAL Rumah Sakit X yang bersistem aerob-anaerob ini diamati dengan mengambil sampel inlet dan outlet dari parameter BOD, COD, TSS dan
. Nilai yang dimasukkan dalam
perhitungan efisiensi adalah nilai rata-rata inlet dan outlet masing-masing parameter, yaitu pada BOD sebesar 85 mg/l dan 5,39 mg/l, pada COD sebesar 249 mg/l dan 24,43 mg/l, pada TSS sebesar 62 mg/l dan 3,93 mg/l serta pada sebesar 28,82 mg/l dan 3,08 mg/l. Perubahan nilai inlet masing-masing parameter dari waktu ke waktu tidak terlalu signifikan. Berbeda dengan nilai outlet yang mangalami fluktuasi cukup signifikan dari waktu ke waktu. Fluktuasi yang terjadi pada nilai outlet dipengaruhi oleh debit limbah, kinerja bakteri, oksigen dan kinerja pompa blower yang digunakan. Apabila debit limbah tinggi, bakteri yang dibutuhkan pun lebih banyak dan bekerja lebih keras untuk menurunkan konsentrasi limbah. Berdasarkan data hasil uji laboratorium, diperoleh rata-rata efisiensi > 80 persen untuk keempat parameter yang diuji. Nilai efisiensi yang didapatkan tersebut menunjukkan kemampuan fisik IPAL yang dimiliki Rumah Sakit X baik dan efisien. Nilai efisiensi tertinggi adalah penurunan parameter BOD sebesar 93,66 persen yang berarti IPAL Rumah Sakit X efisien menurunkan konsentrasi BOD 93,66 persen atau sebesar 79,61 mg/l. Efisiensi terendah adalah penurunan parameter
, yaitu sebesar 89,31 yang berarti IPAL Rumah Sakit X efisien
menurunkan konsentrasi
89,31 persen atau sebesar 25,74 mg/l. Sedangkan
untuk parameter lain memiliki efisiensi sebesar 93,65 persen atau 98,07 mg/l untuk TSS dan 90,19 persen atau 224,57 mg/l untuk COD. Berdasarkan kategori efisiensi Metcalf & Eddy (1991) untuk parameter BOD, COD dan TSS, Rumah Sakit X yang menggunakan IPAL dengan sistem aerob-anaerob dapat dikatakan efisien untuk semua parameter yaitu BOD, COD dan TSS. Ketiga parameter tersebut memiliki nilai efisiensi lebih dari 90 persen yang berarti memenuhi syarat efisiensi menurut Metcalf & Eddy.
54
Kapasitas pengolahan limbah dapat diperkirakan dari data inlet dan outlet yang ada. Kapasitas pengolahan limbah menunjukkan besarnya daya tampung IPAL dalam mengolah setiap parameter limbah cair. Kapasitas untuk masingmasing parameter ditentukan dengan mengalikan penurunan konsentrasi parameter dengan debit limbah. Data debit limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah data debit limbah rata-rata yang dihasilkan Rumah Sakit X setiap harinya, yaitu sebesar 20
.
Kapasitas pengolahan yang paling besar adalah pada parameter COD dengan kapasitas rata-rata sebesar 4,49 kg/hari. Sedangkan kapasitas pengolahan yang paling kecil adalah pada parameter
dengan rata-rata kapasitas
pengolahan sebesar 0,51 kg/hari. Rata-rata kapasitas pengolahan pada parameter BOD dan TSS masing-masing sebesar 1,59 kg/hari dan 1,16 kg/hari. Perhitungan ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pihak terkait mengenai daya tampung IPAL dalam mengolah setiap parameter yang ada dalam limbah. Nilai lain yang perlu diperhitungkan dalam pengolahan limbah selain efisiensi dan kapasitas adalah beban pencemaran limbah. Nilai beban pencemaran ini menunjukkan berapa besar nilai masing-masing parameter limbah setiap harinya. Nilai beban pencemaran diperoleh dengan mengalikan konsentrasi outlet dengan debit limbah. Berdasarkan data yang ada, nilai rata-rata pencemaran yang tertinggi adalah COD dengan beban pencemaran rata-rata sebesar 0,49 kg/hari. Sedangkan nilai rata-rata pencemaran yang terendah adalah
dengan beban
pencemaran rata-rata sebesar 0,06 kg/hari. Nilai rata-rata beban pencemaran untuk parameter lain yaitu BOD dan TSS masing-masing sebesar 0,11 kg/hari dan 0,08 kg/hari. Nilai beban pencemaran juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah beban pencemaran masing-masing parameter masih dapat diterima oleh lingkungan atau tidak melebihi beban pencemaran yang ditentukan. Nilai beban pencemaran Rumah Sakit X yang didapatkan dari hasil perhitungan disebut dengan beban pencemaran aktual (BPA). Beban pencemaran actual (BPA) dapat dibandingkan dengan badan pencemaran maksimum untuk mengetahui apakah beban pencemaran yang dihasilkan dari pengolahan limbah tetap mencemari atau tidak mencemari. BPM dapat dihitung dengan mengalikan
55
standar baku mutu masing-masing parameter dengan debit limbah yang dihasilkan setiap harinya. Tabel 5. Penentuan Beban Pencemaran Limbah Rumah Sakit X Parameter
BPM (kg/hari)
BPA (kg/hari)
Keterangan
BOD
1
0,11
tidak mencemari
COD
1,6
0,49
tidak mencemari
TSS
1
0,08
tidak mencemari
0,2
0,06
tidak mencemari
Sumber: Data Primer (diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ada, konsentrasi dari parameterparameter limbah seluruhnya dapat dikatakan tidak mencemari lingkungan atau berada di bawah BPM. BPA yang dimiliki masing-masing parameter untuk BOD sebesar 0,11 kg/hari, COD sebesar 0,49 kg/hari, TSS 0,08 kg/hari dan untuk sebesar 0,06 kg/hari. Selain beban pencemaran yang diperhatikan, juga perlu diperhatikan baku mutu limbah cair (BMLC). Nilai BMLC menunjukkan seberapa besar pencapaian target untuk disesuaikan dengan baku mutu pada masing-masing parameter limbah. Nilai BMLC dihitung dengan mengurangkan nilai dua kali baku mutu dengan konsentrasi outlet dan dibagi dengan baku mutu parameter serta dinyatakan dengan persentase. Nilai BMLC Rumah Sakit X berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai BMLC tidak sama dengan baku mutu. Berbanding lurus dengan nilai ratarata BPA dimana seluruh parameter memenuhi target pencapaian atau berada di bawah standar baku mutu karena nilainya berkisar antara 150 persen sampai dengan 200 persen. Pencapaian target BMLC untuk masing-masing parameter BOD, COD, TSS dan dan 169,20 persen.
adalah 189,22 persen, 169,46 persen, 192,13 persen
56
Tabel 6. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL Rumah Sakit X Tahun 2006-2013 Debit rata-rata ( hari)
Std BM (mg/l)
Par BOD
50
COD
80
TSS
50
Inlet rata-rata (mg/l)
Outlet rata-rata (mg/l)
Efisiensi rata-rata (persen)
Kapasitas rata-rata (kg/hari)
BPA rata-rata (kg/hari)
BMLC rata-rata (persen)
85
5,39
93,66
1,59
0,11
189,22
249
24,43
90,19
4,49
0,49
169,46
62
3,93
96,66
0,08
0,08
192,13
28,82
3,08
89,31
0,06
0,06
169,20
20
10 Sumber: Data Primer (diolah)
7.2 Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X Efisiensi IPAL dalam mengelola limbah dipengaruhi oleh kemampuan IPAL mengolah menurunkan kadar pencemaran yang terkandung dalam limbah. Kemampuan IPAL dalam menurunkan kadar pencemaran setiap parameter secara signifikan menunjukkan kemampuan yang baik dalam pengolahan limbah. Penurunan kadar pencemaran setiap parameter secara signifikan diketahui dengan melakukan pengujian terhadap 30 data outlet limbah berdasarkan uji laboratorium BPLHD Kota Jakarta. Uji-t yang dilakukan menggunakan selang kepercayaan sebesar 95 persen. P-value dari uji-t yang dilakukan untuk semua parameter yang diuji, yaitu BOD, COD, TSS dan
adalah 0,0000. P-value dengan nilai kurang dari taraf nyata
sebesar 5 persen, menunjukkan penurunan konsentrasi limbah Rumah Sakit X adalah sangat signifikan. Tabel 7. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X Tahun 2006-2013 No 1
Indikator BOD
Inlet
COD
4
TSS
Std Dev 0,000
5,391
2,668
249
0,000
24,432
12,988
62
0,000
Outlet
3,933
3,005
Inlet
28,820
0,000
3,080
5,198
Inlet Outlet
3
Mean
Uji Statistik: T-Paired
85
Outlet 2
Observasi
Inlet
Outlet Sumber: Data Primer (diolah)
T-Value
P-Value
163,43
0,000
94,71
0,000
105,84
0,000
27,12
0,000
57
Kualitas yang diharapkan dalam pengelolaan limbah adalah bukan hanya penurunan konsentrasi secara signifikan melainkan juga pemenuhan standar baku mutu yang disyaratkan. Digunakan uji-t dengan menggunakan data outlet sebanyak 30 titik untuk mengetahui apakah pemenuhan kualitas masing-masing parameter dengan standar baku mutu tercapai dengan uji statistik,. Sama halnya dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi penurunan konsentrasi limbah, selang kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95 persen. Tabel 8. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Cair Rumah Sakit X Sesuai dengan Standar Baku Mutu No
Indikator
Observasi Mean
Uji Statistik: T-Paired
Std Dev
T-Value
P-Value
1
BOD
Outlet
5,391
2,668
-91,58
0,000
2
COD
Outlet
24,432
12,988
-23,43
0,000
3
TSS
Outlet
3,933
3,005
-83,97
0,000
Outlet
3,080
5,198
-7,29
0,000
4
Sumber: Data Primer (diolah)
P-Value dari uji-t untuk kesemua parameter BOD, COD, TSS dan adalah 0,0000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa outlet dari parameter tersebut secara signifikan telah memenuhi standar baku mutu yang disyaratkan. Hasil dari uji-t dalam mengetahui signifikansi pencapaian kualitas limbah yang sesuai dengan standar baku mutu sesuai dengan ketentuan pemerintah daerah. 7.3 Hubungan Nilai Efisiensi Pengolahan Limbah dengan Ekonomi Perusahaan Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar Limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan rumah sakit membuat pengelola rumah sakit wajib untuk membangun IPAL sehingga dampak atau eksternalitas negatif dari limbah yang dihasilkan dapat diatasi dan mencegah terjadinya pencemaran. Pembangunan IPAL dan dalam menjalankannya membutuhkan biaya yang tinggi. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam hal ini rumah sakit bukan hanya biaya privat untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi rumah sakit, melainkan juga biaya pengelolaan lombah yang termasuk dalam biaya eksternal. Kedua biaya yang dikeluarkan rumah sakit tersebut merupakan biaya sosial yang besarnya melebihi biaya privat.
58
Rumah Sakit X belum pernah membandingkan kinerja IPAL dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengelola limbah cair sampai saat ini. Nilai efisiensi dapat dijadikan sebagai bahan untuk membandingkan manfaat yang didapat dari adanya pengelolaan limbah cair dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair. Jika efisiensi atau manfaat yang diperoleh rumah sakit belem sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, maka pengelola rumah sakit perlu melakukan evaluasi menyeluruh dalam pembiayaan pengelolaan limbah maupun secara teknis. Nilai efisiensi juga dapat menjadi pertimbangan dalam memilih atau mengganti jenis teknologi pengolahan limbah lain yang lebih efisien baik dalam segi teknis maupun pembiayaan. Hasil yang didapatkan dari perhitungan efisiensi dan beban pencemaran aktual membuktikan IPAL yang dimiliki Rumah Sakit X memiliki kemampuan yang baik dan efisien untuk pengolahan parameter BOD, COD, TSS dan
.
Nilai efisiensi dan BPA yang didapatkan dari keempat parameter tersebut menjadikan hasil pengolahan limbah atas keempat parameter tersebut dinyatakan tidak mencemari. Efisiensi pengolahan limbah yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit tidak hanya bermanfaat bagi rumah sakit tetapi juga bagi masyarakat sekitar rumah sakit. Hasil pengolahan limbah yang dinyatakan tidak mencemari menjadikan lingkungan sekitar rumah sakit tetap terjaga sehingga masyarakat sekitar yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan saluran pembuangan limbah yang terdapat di sekitar permukiman tidak merasakan dampak terhadap kesehatan maupun kesejahteraan dari limbah cair rumah sakit. Hal ini dapat dijadikan sebagai strategi bagi pengelola untuk terus memperbaiki sistem pengelolaan limbah secara umum dan secara khusus di Rumah Sakit X.
VIII EFEKTIFITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT X Penggunaan IPAL sebagai alat pengolahan limbah cair rumah sakit telah menjadi kewajiban sebagai upaya untuk tidak mencemari lingkungan. Namun, pengawasan pemerintah mengenai hasil pengolahan limbah masih belum optimal sehingga hasil pengolahan limbah cair rumah sakit yang di buang ke sungai atau lingkungan tidak diketahui kadar pencemarannya. Penelitian mengenai hasil limbah cair terus berkembang dan bertambah, namun sedikit penelitian dengan limbah cair rumah sakit sebagai objeknya. Rumah sakit dengan berbagai aktivitas didalamnya dapat menghasilkan limbah yang berbahaya bersifat infeksius dan seharusnya hal ini dapat menjadi perhatian lebih mengingat letak rumah sakit yang biasanya berada di tengah permukiman masyarakat. Meskipun limbah cair yang dihasilkan sangat berbahaya, dengan semakin berkembangnya teknologi, limbah tersebut dapat diolah dan air hasil pengolahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas tertentu seperti mencuci mobil, menyiram tanaman atau sebagai media memelihara ikan. Namun, pemanfaatan hasil pengolahan limbah cair rumah sakit masih jarang ditemukan di Indonesia sehingga penelitian terdahulu yang dilakukan mengenai limbah cair rumah sakit masih sebatas teknis saja dan belum membahas dari segi ekonomi. Penelitian mengenai pengolahan limbah dalam sudut pandang ekonomi perlu dilakukan untuk membantu rumah sakit dalam efisiensi dan dapat menjadi pertimbangan untuk penghematan biaya dalam pengolahan limbah. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui alternatif pengolahan limbah lain yang lebih efektif dengan biaya yang lebih efisien. Penelitian dalam bidang ekonomi dapat dimulai dengan mengidentifikasi keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair dengan IPAL. Berdasarkan identifikasi biaya yang digunakan dalam pengolahan limbah cair dengan IPAL tersebut, dapat diketahui biaya rata-rata pengolahan limbah cair yang dikeluarkan pihak rumah sakit serta dapat ditentukan biaya pengolahan limbah cair yang dapat dibebankan kepada pasien. Hal tersebut perlu dilakukan
60
untuk tetap menjaga keuangan perusahaan dalam hal ini rumah sakit. Diharapkan dengan adanya biaya yang dibebankan kepada pasien, pengolahan limbah rumah sakit menjadi lebih baik. Selain itu, dalam penelitian ini akan didapatkan besarnya biaya yang dibutuhkan dalam menurunkan per-miligram parameter limbah untuk mengetahui efektifitas biaya penurunan setiap parameternya. 8.1 Biaya-biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit X Perhitungan biaya penurunan konsentrasi dari setiap parameter limbah membutuhkan data seluruh biaya mulai dari biaya investasi hingga biaya operasional. Data biaya yang dibutuhkan seperti biaya investasi IPAL, biaya operasional, pemeliharaan dan perawatan, gaji pegawai dan biaya listrik. Data yang digunakan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan rumah sakit mulai dari bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2012. Sedangkan biaya investasi yang dikeluarkan akan dibagi dengan umur ekonomis IPAL. Biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun 2006 adalah sebesar Rp. 200.000.000,00 dan umur ekonomis IPAL adalah 10 tahun. Biaya instalasi dengan umur ekonomis 10 tahun adalah sebesar Rp. 20.000.000,00. Biaya operasional meliputi biaya pembelian kaporid, antifoam dan biaya pembelian pupuk untuk pakan bakteri. Biaya operasional tersebut merupakan biaya bulanan yang besarnya sama setiap bulannya yaitu sebesar Rp. 200.000,00. Sedangkan biaya lain di luar biaya operasional seperti biaya uji laboratorium untuk outlet, pembayaran gaji pegawai serta pembayaran listrik. Biaya uji laboratorium untuk outlet dikeluarkan setiap tiga bulan sekali sebesar Rp. 440.000,00. Pembayaran gaji pegawai untuk pengolahan limbah cair pada tahun 2010, 2011 dan 2012 adalah sebesar Rp. 22.560.000,00, Rp. 23.280.000,00 dan Rp. 24.000.000,00. Sedangkan untuk pembayaran listrik untuk pengolahan limbah cair di Rumah Sakit X pada tahun 2010, 2011 dan 2012 adalah sebesar Rp. 22.768.276,00, Rp. 25.687.921,00 dan Rp. 28.900.438,00. Berdaasarkan hasil identifikasi keseluruhan biaya pengelolaan limbah cair dengan IPAL, didapatkan besaran biaya pengelolaan limbah cair rata-rata per tahun sebesar Rp. 78.172.212,00 atau biaya rata-rata per hari sebesar Rp. 214.170,44. Besar biaya tersebut dapat digunakan dalam perhitungan biaya
61
penurunan konsentrasi per parameter limbah serta sebagai pertimbangan dalam penentuan biaya yang dapat dibebankan kepada pasien. Tabel 9. Perhitungan Biaya Pengolahan IPAL Rata-rata per Hari Rumah Sakit X Tahun 2010-2012. Jenis Biaya
Jumlah (Rp)
Investasi
20.000.000
Operasional & Pemeliharaan Pembayaran Gaji Pegawai
9.106.667 25.785.545
Listrik
23.280.000
Jumlah biaya rata-rata/tahun
78.172.212
Jumlah biaya rata-rata/hari
214.170,44
Sumber: Data Primer (diolah)
8.2 Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair Pengelolaan limbah yang dilakukan rumah sakit membutuhkan biaya yang merupakan pengeluaran bagi rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan limbah merupakan biaya sosial yang di keluarkan sebagai upaya untuk mengatasi eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari adanya aktivitas rumah sakit yaitu limbah. Pengeluaran yang meningkat dalam suatu managemen rumah sakit dapat berpengaruh pada aktivitas rumah sakit itu sendiri, seperti berkurangnya kualitas pelayanan, pengurangan tenaga kerja serta penurunan keuntungan. Sebagai rumah sakit swasta, Rumah Sakit X selain menjalankan fungsi sosialnya, juga harus tetap memperhatikan neraca pengeluaran agar dapat tetap mempertahankan keuntungan demi kelangsungan rumah sakit. Kewajiban mengelola limbah cair yang dihasilkan menjadikan Rumah Sakit X harus membangun IPAL yang membutuhkan biaya dan dapat mempengaruhi neraca pengeluaran. Sebagai upaya mengurangi beban pengeluaran dalam pengelolaan limbah cair, rumah sakit dapat membebankan biaya tersebut pada pasien yang menempati kelas tertentu atau berdasarkan jenis pelayanan kesehatan tertentu dengan konsep Unit Daily Cost (UDC). UDC merupakan rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, 2006). Perhitungan ini dapat digunakan untuk mengetahui besar biaya yang dapat dibebankan kepada
62
pasien rawat inap. Selain pasien rawat inap, penetapan biaya ini juga dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu atau pada unit pelayanan tertentu seperti operasi besar yang menghasilkan limbah infeksius lebih banyak. Namun, kebijakan penentuan tarif ini sepenuhnya menjadi hak dari rumah sakit dan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan jika rumah sakit ingin melakukan penetapan tarif untuk pengelolaan limbah tersebut. Berdasarkan perhitungan biaya pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit X, didapatkan biaya rata-rata pengolahan limbah per hari adalah sebesar Rp. 214.170,44. Sedangkan kapasitas tempat tidur Rumah Sakit X adalah sebanyak 60 bed. Berdasarkan data tersebut, besar UDC yang didapatkan adalah sebesar Rp. 3.569,51. Biaya pengelolaan limbah cair yang dibebankan pada pasien selain bertujuan untuk menjaga neraca pengeluaran juga sebagai upaya dalam meningkatkan pengelolaan limbah cair menjadi lebih baik dan dapat meminimalkan dampak negatif dari limbah terhadap lingkungan dan masyarakat baik dalam segi ekonomi maupun sosial. 8.3 Perhitungan Rasio Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Setelah diketahui biaya pengolahan IPAL rata-rata per hari, langkah selanjutnya adalah menghitung biaya pengolahan per hari per liter limbah. Debit limbah rata-rata Rumah Sakit X setiap harinya adalah sebesar 20
atau 20.000
liter sehingga didapatkan hasil perhitungan biaya pengolahan per hari per liter limbah sebesar Rp. 10,709. Biaya hasil perhitungan yang didapat, dinyatakan dalam satuan biaya per hari per liter karena dalam konsentrasi limbah dinyatakan dengan satuan mg per liter. Perhitungan untuk mengetahui rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah dilakukan dengan membagi biaya pengelolaan per hari per liter dengan penurunan konsentrasi pada setiap parameter. Parameter BOD memiliki rata-rata penurunan konsentrasi sebesar 79,61 mg/l sehingga rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi untuk parameter BOD adalah sebesar 0,135. Hasil efektivitas biaya yang didapatkan tersebut berarti IPAL Rumah Sakit X dapat menurunkan rata-rata 79,61 mg/l BOD dengan rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi sebesar 0,135. Sedangkan untuk parameter COD memiliki
63
rata-rata penurunan konsentrasi sebesar 224,57 mg/l sehingga didapatkan rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi sebesar 0,048. Rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi pada parameter COD lebih rendah dari pada rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi pada parameter BOD. Hal itu terjadi karena rata-rata penurunan konsentrasi pada parameter COD lebih tinggi dari pada rata-rata penurunan pada parameter BOD. Semakin besar rata-rata penurunan konsentrasi pada suatu parameter akan didapatkan rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi yang relatif lebih kecil. Parameter TSS memiliki penurunan konsentrasi rata-rata sebesar 58,07 mg/l sehingga didapatkan rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi sebesar 0,184. Sedangkan untuk parameter
memiliki penurunan rata-rata konsentrasi paling rendah yaitu
sebesar 25,74 mg/l sehingga rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi parameternya memiliki nilai paling tinggi yaitu sebesar 0,416. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan rasio efektivitas biaya penurunan konsentrasi yang paling efektif pada pengolahan limbah cair Rumah Sakit X adalah pada parameter COD dengan rasio efektivitas biaya penurunan sebesar 0,048 dan penurunan konsentrasi sebesar 224,57 mg/l. Sedangkan rasio efektivitas biaya yang paling tinggi dibandingkan dengan rasio efektivitas biaya penurunan parameter lain adalah pada parameter
dengan rasio efektivitas
biaya sebesar 0,416 dan memiliki penuruan parameter paling kecil jika dibandingkan dengan penurunan parameter lain yaitu hanya menurunkan sebesar 25,74 mg/l. Tabel 10. Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Rumah Sakit X. Parameter Biaya/liter (Rp) BOD COD TSS
10,709
Penurunan (mg/l)
Rasio Efektivitas Biaya Penurunan
79,61
0,135
224,57
0,048
58,07
0,184
25,74
0,416
Sumber: Data Primer (diolah) Keterangan: Semua variabel dinyatakan dalam per hari
64
8.4 Efektivitas Biaya Penurunan Parameter Limbah pada Dua Sistem Pengolahan Limbah Cair yang Berbeda Biaya dalam sebuah proyek dapat dikatakan efektif jika nilai rasio efektivitas biayanya lebih rendah dari rasio efektivitas biaya pada alternatif lain. Nilai rasio efektivitas biaya penurunan setiap parameter limbah yang didapatkan akan dibandingkan dengan rasio efektivitas biaya pada penelitian sebelumnya. Nilai rasio efektivitas biaya yang akan dibandingkan adalah rasio efektivitas biaya pada penelitian yang dilakukan oleh Haqq tahun 2009. Lokasi pada penelitian sebelumnya yaitu berada di Kota Semarang. Rumah Sakit Y merupakan rumah sakit kelas B dengan 295 tempat tidur berdasarkan data pada tahun 2009. Kapasitas pelayanan yang begitu besar menjadikan limbah yang dihasilkan juga sangat banyak sehingga diperlukan sistem pengolahan limbah dengan kapasitas yang besar. Rumah Sakit Y memiliki IPAL dengan luas sebesar 235,84
. IPAL yang dimiliki oleh Rumah Sakit Y
mampu mengolah limbah cair sebesar 300
atau 300.000 liter setiap harinya
dengan sistem pengolahan Bioreaktor Lumpur aktif. Berikut ini adalah perbedaan sistem pengolahan limbah cair antara Rumah Sakit X dengan Rumah Sakit Y. Tabel 11. Perbandingan Sistem Pengolahan Limbah pada Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Indikator Sistem Pengolahan Tipe Rumah Sakit Jumlah Tempat Tidur Debit pengolahan limbah per hari Luas IPAL
Rumah Sakit X
Y Kelas D
Kelas B
60 Tempat Tidur
295 Tempat Tidur
20 12
Jenis IPAL Biaya Investasi Rata-rata biaya pengolahan/tahun
300 235,84
Biofilter anaerob-aerob
Bioreaktor lumpur aktif
Rp. 200.000.000
Rp. 1.200.000.000
Rp. 78.172.212
Rp. 150.426.091
Penurunan Parameter:
BOD
79,61 mg/l
33,25 mg/l
COD
224,57 mg/l
86,86 mg/l
TSS
58,07 mg/l
78,03 mg/l
25,74 mg/l
17,19 mg/l
Keterangan:
X = Rumah Sakit yang saat ini diteliti Y = Rumah Sakit yang telah diteliti dengan kondisi tahun 2006
65
Kapasitas dan jenis IPAL dipengaruhi oleh debit limbah yang dihasilkan. Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur lebih banyak membutuhkan IPAL dengan kapasitas yang lebih besar karena semakin besar daya tampung rumah sakit maka jumlah limbah yang dihasilkan akan semakin besar. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas besar, pada umumnya menggunakan teknologi pengolahan air limbah “lumpur aktif” atau Activated Sludge Process. Namun, untuk pengolahan limbah dengan kapasitas kecil seperti pada rumah sakit kelas c dan d atau jumlah tempat tidur kurang dari 200 dapat menggunakan teknologi pengolahan air limbah sistem kombinasi Biofilter anaerob dan aerob karena pengoperasiannya sangat mudah dibandingkan dengan sistem lumpur aktif dan biaya pengoperasiannya lebih murah (Widayat dan Said, 2005). Pengolahan limbah antara kedua sistem yang berbeda menghasilkan output yang berbeda yaitu berupa besarnya penurunan masing-masing parameter pencemaran. Berdasarkan perbandingan data di atas, penurunan parameter dalam sistem pengolahan Biofilter anaerob-aerob lebih besar dibandingkan penurunan parameter dalam sistem pengolahan Bioreaktor lumpur aktif untuk parameter BOD, COD dan
. Sedangkan pada perameter TSS, penurunan parameter
dalam sistem pengolahan Bioreaktor lumpur aktif lebih besar menurunkan kadar pencemaran TSS dibandingkan dengan Biofilter anaerob-aerob. Biaya investasi yang besar menjadikan biaya rata-rata pengolahan limbah cair dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif per tahun juga lebih besar dari pada biaya rata-rata pengolahan limbah cair dengan sistem Biofilter anaerob-aerob per tahunnya. Biaya rata-rata pengolahan limbah cair dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif per tahun sebesar Rp. 150.426.091 atau sebesar Rp. 412.126,28 per hari. Biaya rata-rata pengolahan limbah cair per tahun dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif dua kali lebih besar dibandingkan biaya rata-rata pengolahan limbah cair dengan sistem Biofilter anaerob-aerob. Namun, jika kedua biaya tersebut dinyatakan dalam satuan yang sama dengan cara membaginya dengan debit pengolahan limbah per hari masing-masing sistem pengolahan didapatkan biaya yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hari per liter dan didapatkan hasil perhitungan biaya rata-rata pengolahan limbah per hari per liter pada IPAL
66
dengan sistem Biofilter anaerob-aerob lebih besar dari pada IPAL dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif. Berdasarkan data pada penelitian sebelumnya, biaya rata-rata pengolahan limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif adalah sebesar Rp. 1, 374 per hari per liter. Sedangkan biaya pengolahan limbah rumah sakit dengan sistem Biofilter anaerob-aerob adalah sebesar Rp. 10,709 per hari per liter. Perbandingan nilai rasio efektivitas biaya dalam kedua penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah. Tabel 12. Perbandingan Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah. Parameter
Biaya/Hari (Rp)
BOD COD
10,709* 1,374**
TSS
Rasio Efektivitas Biaya Penurunan Parameter Limbah 0,135*
0,044**
0,048*
0,016**
0,184*
0,018**
0,416*
0,089**
Sumber: Data Primer (diolah)
Keterangan:
* : Biofilter Anaerob-aerob ** : Bioreaktor Lumpur Aktif
Nilai rasio efektivitas biaya pada pengolahan limbah dengan sistem Biofilter anaerob-aerob lebih besar dari pada rasio efektivitas biaya pengolahan limbah dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif pada setiap parameter. Parameter BOD dengan sistem Biofilter anaerob-aerob didapatkan nilai rasio efektivitas biaya sebesar 0,135 sedangkan dengan sistem Bioreaktor lumpur aktif didapatkan nilai rata-rata rasio efektivitas biaya sebesar 0,044. Parameter lain yang dibandingkan yaitu COD, TSS dan
juga dapat terlihat dengan sistem
Biofilter anaerob-aerob memiliki nilai rasio efektivitas biaya yang lebih besar dengan perbandingan COD sebesar 0,048 dan 0,016, TSS sebesar 0,184 dan 0,018,
sebesar 0,416 dan 0,089.
IX KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini, berikut beberapa hal yang dapat disimpulkan. 1. Rumah Sakit X telah melakukan pengelolaan limbah padat dan cair dengan baik dan professional. Masyarakat sekitar rumah sakit menilai pengelolaan limbah yang dilakukan rumah sakit sudah lebih baik karena masyarakat sekitar menyatakan tidak lagi merasakan bau dan dampak negatif lainnya yang sebelumnya sering dirasakan. 2. IPAL biofilter anaerob-aerob yang dimiliki Rumah Sakit X memiliki tingkat efisiensi lebih dari 80 persen untuk semua parameter dan tergolong efisien. Tingkat efisiensi tertinggi adalah pada parameter TSS sebesar 96,66 persen dan efisiensi terendah adalah pada parameter
sebesar 89,31 persen.
Sedangkan parameter lain dalam penelitian ini yaitu BOD dan COD memiliki tingkat efisiensi sebesar 93,66 persen dan 90,19 persen. Rata-rata outlet keempat parameter dalam penelitian ini yaitu BOD, COD, TSS dan
dinyatakan telah memenuhi
standar baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005.
3. Estimasi biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan kepada pasien dapat dinyatakan dalam unit daily cost (UDC) sebesar Rp 3.569,51. Efektivitas biaya penurunan per satuan parameter yang paling efektif pada pengelolaan limbah cair Rumah Sakit X adalah efektivitas biaya penurunan parameter COD yaitu sebesar 0,048. Efektivitas biaya pengolahan limbah dengan IPAL beristem Bioreaktor lumpur aktif lebih efektif dibandingkan efektivitas biaya pengolahan limbah
dengan IPAL bersistem Biofilter
anaerob-aerob. 9.2 Saran 1. Pengelola Rumah Sakit X perlu melakukan pengawasan terhadap kinerja IPAL secara berkala dengan melakukan pemantauan kinerja IPAL tidak berdasarkan hasil outlet pengolahan limbah saja melainkan dengan menguji
68
inlet sehingga efisiensi kinerja IPAL dalam setiap pengelolaan dapat diketahui. 2. Pengelola Rumah Sakit X seharusnya dapat memanfaatkan air limbah hasil pengolahan secara optimal dengan menggunakannya sebagai air untuk mengisi kolam ikan, mencuci kendaraan operasional dan kegiatan lainnya yang memungkinkan untuk menggunakan air hasil pengolahan limbah tersebut. 3. Pembiayaan pengelolaan limbah perlu diperhatikan untuk tetap menjaga stabilitas keuangan rumah sakit yang dapat berpengaruh luas terhadap pengelolaan limbah dan pelayanan kesehatan rumah sakit. 4. Upaya meningkatkan pengelolaan limbah rumah sakit dengan tetap menjaga stabilitas keuangan rumah sakit dapat dilakukan dengan membebankan biaya pengolahan limbah kepada pasien berdasarkan kategori tertentu sesuai dengan kebijakan rumah sakit. 5. Pemerintah
seharusnya
lebih
meningkatkan
pengawasan
terhadap
permasalahan limbah yang berasal dari rumah sakit dan tidak hanya berdasarkan pada hasil uji limbah yang wajib dilakukan setiap 3 bulan sekali.
69
DAFTAR PUSTAKA Aqarwal AK. 2005. Limbah Medis: Batasan. New Delhi (IN): School of health Sciences. Indira Gandhi National Open University. Azwar A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta (ID): Bina Rupa Aksara. Departemen Kesehatan RI. 1992. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/17/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI. 2010. Permenkes RI No. 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Limbah Klinis. Jakarta (ID): Ditjen PPM & PLP. Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Jakarta (ID): Ditjen Pelayanan Medik & Ditjen Instalasi Medik. Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1993. Dampak Limbah Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis dan Disinfeksi & Sterilisasi di Rumah Sakit. Jakarta (ID): Ditjen PPM & PLP. Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2002. Karakteristik Limbah Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2003. Deskripsi Umum Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes RI. Djaja IM, Maniksulistya, D. 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006. Makara Kesehatan. 10(2):60-63. Djaja IM, B Hartono, L Fitria. 2006. Modul Mata Kuliah Manajemen Limbah Jurusan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Djunaedi H. 2007. Kajian Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit “Studi Kasus Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta”. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
70
Fungsi Reaktor Unit-unit IPAL. 2006. Buku Petunjuk Operasional IPAL.1(1):5-8. Gujarati DN. 2007. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Hananto WM. 1999. Mikroorganisme Patogen Limbah Cair Rumah Sakit dan Dampak Kesehatan yang Ditimbulkannya. Buletin Keslingmas. 18(70):3744. Haqq K. 2009. Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Massyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1995. KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit. Levin HM. 1995. Cost Effectiveness Analysis. Oxford (GB): International Encyclopedia of Economics of Education. Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitati: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse. 3rd Edition. New York (US). New McGraw-Hill Inc. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Suparmin, Tri C, Budiono Z. 2002. Studi Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit di Provinsi Jateng Tahun 2002. Buletin Keslingmas. Soeparman HM, Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Suatu Pengantar. Jakarta (ID): EGC. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta (ID): Gramedia. Widayat W, Said NI. 2005. Rancang Bangun Paket IPAL Rumah Sakit dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. Jurnal Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan. BPPT. 1(1): 52-64.
71
Lampiran 1 Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah RS. X (April 2006 – April 2013) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Outlet BOD 3.8 11.7 7.85 6.3 3.1 5.05 4.6 8.1 8.55 7.74 7.5 4.59 9.89 4.74 7.7 8.15 2.59 5.8 2.79 4.8 3.6 7.75 7.41 2.33 1.18 2.77 2.9 3.06 3.62 1.79
Parameter Outlet COD Outlet TSS 8.46 5 50.88 5 21.48 2 15.91 15 13.96 3 14.89 12 18 2 19.23 4 21.63 2 14.16 2 13.77 2 16.19 3 26.42 5 22.41 5 25.41 5 18 4 5.18 2 14.76 1 7.71 6 15.41 3 9.11 3 40 5 40 3 40 4 40 3 40 5 40 1 40 1 40 1 40 4
Outlet NH3 0.72 1.61 1.35 7.53 0.77 0.08 6.62 0.38 0.22 0.26 0.06 1.23 5.76 0.13 1.1 4.13 2.82 0.19 22.6 3.13 0.6 4.25 10.58 0.11 15.81 0.1 0.15 0.03 0.03 0.06
Sumber: Arsip Bagian Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit X (Apr 2006 – Apr 2013)
72
Lampiran 2 Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter TSS BM TSS 50
Inlet TSS 62
Outlet TSS 5 5 2 15 3 12 2 4 2 2 2 3 5 5 5 4 2 1 6 3 3 5 3 4 3 5 1 1 1 4
Efisiensi 91.935 91.935 96.774 75.806 95.161 80.645 96.774 93.548 96.774 96.774 96.774 95.161 91.935 91.935 91.935 93.548 96.774 98.387 90.322 95.161 95.161 91.935 95.161 93.548 95.161 91.935 98.387 98.387 98.387 93.548
debit/hari
Kapasitas
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
1.14 1.14 1.2 0.94 1.18 1 1.2 1.16 1.2 1.2 1.2 1.18 1.14 1.14 1.14 1.16 1.2 1.22 1.12 1.18 1.18 1.14 1.18 1.16 1.18 1.14 1.22 1.22 1.22 1.16
BPA
BMLC
0.1 0.1 0.04 0.3 0.06 0.24 0.04 0.08 0.04 0.04 0.04 0.06 0.1 0.1 0.1 0.08 0.04 0.02 0.12 0.06 0.06 0.1 0.06 0.08 0.06 0.1 0.02 0.02 0.02 0.08
Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet TSS: 3.93 Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005.
190 190 196 170 194 176 196 192 196 196 196 194 190 190 190 192 196 198 188 194 194 190 194 192 194 190 198 198 198 192
73
Lampiran 3 Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter NH3 BM NH3 10
Inlet NH3 28.82
Outlet NH3 0.72 1.61 1.35 7.53 0.77 0.08 6.62 0.38 0.22 0.26 0.06 1.23 5.76 0.13 1.1 4.13 2.82 0.19 22.6 3.13 0.6 4.25 10.58 0.11 15.81 0.1 0.15 0.03 0.03 0.06
Efisiensi
debit/hari
Kapasitas
97.501 94.413 95.315 73.872 97.328 99.722 77.029 98.681 99.236 99.097 99.791 95.732 80.013 99.548 96.183 85.669 90.215 99.340 21.582 89.139 97.918 85.253 63.289 99.618 45.142 99.653 99.479 99.895 99.895 99.791
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
0.562 0.5442 0.5494 0.4258 0.561 0.5748 0.444 0.5688 0.572 0.5712 0.5752 0.5518 0.4612 0.5738 0.5544 0.4938 0.52 0.5726 0.1244 0.5138 0.5644 0.4914 0.3648 0.5742 0.2602 0.5744 0.5734 0.5758 0.5758 0.5752
BPA 0.0144 0.0322 0.027 0.1506 0.0154 0.0016 0.1324 0.0076 0.0044 0.0052 0.0012 0.0246 0.1152 0.0026 0.022 0.0826 0.0564 0.0038 0.452 0.0626 0.012 0.085 0.2116 0.0022 0.3162 0.002 0.003 0.0006 0.0006 0.0012
BMLC 192.8 183.9 186.5 124.7 192.3 199.2 133.8 196.2 197.8 197.4 199.4 187.7 142.4 198.7 189 158.7 171.8 198.1 -26 168.7 194 157.5 94.2 198.9 41.9 199 198.5 199.7 199.7 199.4
Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet NH3: 3.08 Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005.
74
Lampiran 4 Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter COD BM Inlet COD COD 80 249
Outlet COD 8.46 50.88 21.48 15.91 13.96 14.89 18 19.23 21.63 14.16 13.77 16.19 26.42 22.41 25.41 18 5.18 14.76 7.71 15.41 9.11 40 40 40 40 40 40 40 40 40
efisiensi 96.602 79.566 91.373 93.610 94.393 94.020 92.771 92.277 91.313 94.313 94.469 93.497 89.389 91 89.795 92.771 97.919 94.072 96.903 93.811 96.341 83.935 83.935 83.935 83.935 83.935 83.935 83.935 83.935 83.935
debit/hari
Kapasitas
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
4.810 3.962 4.550 4.661 4.700 4.682 4.62 4.595 4.547 4.696 4.704 4.656 4.451 4.531 4.471 4.62 4.876 4.684 4.825 4.671 4.797 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18 4.18
BPA 0.169 1.017 0.429 0.318 0.279 0.297 0.36 0.384 0.432 0.283 0.275 0.323 0.528 0.448 0.508 0.36 0.103 0.295 0.154 0.308 0.182 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
BMLC 189.4 136.4 173.1 180.1 182.5 181.3 177.5 175.9 172.9 182.3 182.7 179.7 166.9 171.9 168.2 177.5 193.5 181.5 190.3 180.7 188.6 150 150 150 150 150 150 150 150 150
Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet COD: 24.43 Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005.
75
Lampiran 5 Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemaran Aktual dan Baku mutu Limbah Cair pada Parameter BOD BM BOD 50
Inlet BOD 85
Outlet BOD 3.8 11.7 7.85 6.3 3.1 5.05 4.6 8.1 8.55 7.74 7.5 4.59 9.89 4.74 7.7 8.15 2.59 5.8 2.79 4.8 3.6 7.75 7.41 2.33 1.18 2.77 2.9 3.06 3.62 1.79
efisiensi 95.529 86.235 90.764 92.588 96.352 94.058 94.588 90.470 89.941 90.894 91.176 94.6 88.364 94.423 90.941 90.411 96.952 93.176 96.717 94.352 95.764 90.882 91.282 97.258 98.611 96.741 96.588 96.4 95.741 97.894
debit/hari
kapasitas
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
1.624 1.466 1.543 1.574 1.638 1.599 1.608 1.538 1.529 1.545 1.55 1.608 1.502 1.605 1.546 1.537 1.648 1.584 1.644 1.604 1.628 1.545 1.551 1.653 1.676 1.644 1.642 1.638 1.627 1.664
BPA 0.076 0.234 0.157 0.126 0.062 0.101 0.092 0.162 0.171 0.154 0.15 0.091 0.197 0.094 0.154 0.163 0.051 0.116 0.055 0.096 0.072 0.155 0.148 0.046 0.023 0.055 0.058 0.061 0.072 0.035
BMLC 192.4 176.6 184.3 187.4 193.8 189.9 190.8 183.8 182.9 184.5 185 190.8 180.2 190.5 184.6 183.7 194.8 188.4 194.4 190.4 192.8 184.5 185.1 195.3 197.6 194.4 194.2 193.8 192.7 196.4
Sumber: Data Outlet Rumah Sakit X Apr 2006 – Apr 2013 (diolah)
Rata-rata outlet BOD: 5.39 Baku Mutu Komunal Limbah Cair Domestik sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005.
76
Lampiran 6 Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit X Paired T-Test and CI: Inlet BOD, Outlet BOD Paired T for Inlet BOD - Outlet BOD Inlet BOD Outlet BOD Difference
N 30 30 30
Mean 85.0000 5.3917 79.6083
StDev 0.0000 2.6680 2.6680
SE Mean 0.0000 0.4871 0.4871
95% lower bound for mean difference: 78.7807 T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 163.43
P-Value = 0.000
Paired T-Test and CI: Inlet COD, Outlet COD Paired T for Inlet COD - Outlet COD Inlet COD Outlet COD Difference
N 30 30 30
Mean 249.000 24.432 224.568
StDev 0.000 12.988 12.988
SE Mean 0.000 2.371 2.371
95% lower bound for mean difference: 220.539 T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 94.71
P-Value = 0.000
Paired T-Test and CI: Inlet TSS, Outlet TSS Paired T for Inlet TSS - Outlet TSS Inlet TSS Outlet TSS Difference
N 30 30 30
Mean 62.0000 3.9333 58.0667
StDev 0.0000 3.0050 3.0050
SE Mean 0.0000 0.5486 0.5486
95% lower bound for mean difference: 57.1345 T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 105.84
P-Value = 0.000
Paired T-Test and CI: Inlet NH3, Outlet NH3 Paired T for Inlet NH3 - Outlet NH3 Inlet NH3 Outlet NH3 Difference
N 30 30 30
Mean 28.8200 3.0803 25.7397
StDev 0.0000 5.1980 5.1980
SE Mean 0.0000 0.9490 0.9490
95% lower bound for mean difference: 24.1272 T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 27.12
P-Value = 0.000
77
One-Sample T: Outlet BOD Test of mu = 50 vs < 50
Variable Outlet BOD
N 30
Mean 5.39167
StDev 2.66796
SE Mean 0.48710
95% Upper Bound 6.21931
T -91.58
P 0.000
SE Mean 2.3712
95% Upper Bound 28.4613
T -23.43
P 0.000
SE Mean 0.54863
95% Upper Bound 4.86553
T -83.97
P 0.000
SE Mean 0.94902
95% Upper Bound 4.69284
T -7.29
One-Sample T: Outlet COD Test of mu = 80 vs < 80
Variable Outlet COD
N 30
Mean 24.4323
StDev 12.9876
One-Sample T: Outlet TSS Test of mu = 50 vs < 50
Variable Outlet TSS
N 30
Mean 3.93333
StDev 3.00498
One-Sample T: Outlet NH3 Test of mu = 10 vs < 10
Variable Outlet NH3
N 30
Mean 3.08033
StDev 5.19799
P 0.000
78
Lampiran 7 Rekapitulasi Biaya Pengolahan Limbah Rumah Sakit X Tahun 2010
Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jumlah Tahun 2010 2011 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jumlah Tahun 2011 2012 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jumlah Tahun 20112
O&P 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 1,040,000 600,000
Listrik 1,775,016 1,829,889 1,829,889 1,829,889 1,886,457 1,886,457 1,886,457 1,944,798 1,944,798 1,944,798 2,004,914 2,004,914
SDM 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000 1,880,000
Total 4,695,016 4,309,889 4,309,889 4,749,889 4,366,457 4,366,457 4,806,457 4,424,798 4,424,798 4,864,798 4,924,914 4,484,914
9,400,000
22,768,276
22,560,000
54,728,276
1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000
2,004,914 2,066,922 2,066,922 2,066,922 2,128,929 2,128,929 2,128,929 2,192,790 2,192,790 2,192,790 2,258,542 2,258,542
1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000 1,940,000
4,984,914 4,606,922 4,606,922 5,046,922 4,668,929 4,668,929 5,108,929 4,732,790 4,732,790 5,172,790 4,798,542 4,798,542
8,960,000
25,687,921
23,280,000
57,927,921
1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000 1,040,000 600,000 600,000
2,258,542 2,325,175 2,325,175 2,325,175 2,394,909 2,394,909 2,394,909 2,466,732 2,466,732 2,466,732 2,540,724 2,540,724
2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000
5,298,542 4,925,175 4,925,175 5,365,175 4,994,909 4,994,909 5,434,909 5,066,732 5,066,732 5,506,732 5,140,724 5,140,724
8,960,000
28,900,438
24,000,000
61,860,438
79
Lampiran 8 KUESIONER PENELITIAN Selamat pagi, siang ataupun sore kepada Bapak/Ibu. Saya adalah Akmal Hartanto, mahasiswa S1 Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, yang saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul penelitian : Efektivitas Biaya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit X di Jakarta Selatan. Saya memohon bantuan Bapak/Ibu untuk dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan penelitian saya. Mohon jawab pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas dan sejujurjujurnya. PENILAIAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT Nama : ………. Jenis Kelamin : P / W *) Alamat : ………. Umur : ……….tahun Pendidikan Terakhir : ………. Pekerjaan : ………. Lama Tinggal : ............ Jarak Rumah dgn RS : ………. Pendapatan Keluarga per Bulan: ............ Sudah berapa lama anda mengetahui adanya RS X: ………. Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda silang (X)! 1. Apakah anda mengetahui apa itu limbah? Berikan contoh limbah (Jika „ya‟, lanjutkan ke pertanyaan berikut!) a. Ya b. Tidak 2. Apakah anda mengetahui dampak dari adanya limbah rumah sakit? Sebutkan dampaknya! a. Ya ....................................... b. Tidak Padat.......... Cair............. 3. Limbah rumah sakit apa yang anda rasakan? 4. Apakah selama tinggal anda pernah merasakan bau tidak sedap? Seperti apa? a. Pernah............ b. Tidak 5. Frekuensi merasa bau? a. Kadang-kadang b. Sering c. Selalu 6. Apakah anda merasa terganggu? a. Ya b. Tidak 5. Apakah anda mengetahui bahwa Rumah Sakit X memiliki pengelolaan limbah? a. Ya, dari............. b. Tidak 6. Bagaimana penilaian anda mengenai pengelolaan limbah Rumah Sakit X hingga saat ini? a. Sangat Baik: tidak pernah merasakan bau b. Lebih Baik: dahulu merasakan bau dan sekarang tidak lagi c. Belum Baik: dahulu merasakan bau dan sekarang juga merasakan bau - Terima Kasih –
80
Lampiran 9 Foto Hasil Pengamatan Lapang Rumah Sakit X dan Pemukiman Sekitar
Bak-bak IPAL
TPS Sementara Medis
Pemukiman Penduduk
Bak Outlet
Tempat Sampah Medis
Blower
Saluran Air/Selokan
81
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 1991 dari ayah Riyatno dan ibu Candraleha. Penulis adalah putra pertama tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 29 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Sharia Ecinomics Student Club (SES-C) periode tahun 2010/2011 dan mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan di IPB.