EFEKTIVITAS BEBERAPA DESINFEKTAN TERHADAP ISOLAT BAKTERI LANTAI RUANG BEDAH INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Dewa Ayu Putu Rasmika Dewi1, Susi Iravati2, Sarto3 1
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNUD/ RS Sanglah Denpasar 2 Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta 3 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM
ABSTRAK Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit adalah penggunaan desinfektan untuk mengepel lantai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas beberapa desinfektan lantai terhadap bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah Instalasi Bedah Sentral (IBS) RS Sanglah Denpasar. Desinfektan lantai yang digunakan adalah lysol, carbol, dan creolin. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Jumlah sampel adalah 30 yang diambil pada 3 ruang bedah yang dipilih secara acak. Sampel diambil dengan melakukan swabbing pada 5 titik pada masing-masing ruang bedah yang terpilih sebagai tempat pengambilan sampel. Identifikasi bakteri dilakukan pada sampel, selanjutnya dilakukan pengelompokan bakteri hasil identifikasi berdasarkan jenis spesiesnya. Spesies bakteri yang berbeda diuji kepekaannya terhadap desinfektan uji. Efektivitas desinfektan ditentukan dengan melakukan uji koefisien fenol dengan metode Broth. Bakteri kontrol dalam penelitian ini adalah Salmonella typhi NCTC 786, Escherichia coli ATCC 25922, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Nilai koefisien fenol dianalisis menggunakan analisis variansi 2 jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 spesies bakteri yang berbeda pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah yaitu : Enterobacter cloacae, Flavimonas oryzihabitans, Acinetobacter baumanii, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter amnigenus, Klebsiella terrigena, Cedacea davisae, Pantosa sp. Terdapat perbedaan kepekaan yang sangat signifikan (p=0.000) diantara masing-masing spesies tersebut terhadap desinfektan uji. S. typhi NCTC 786 mempunyai kepekaan yang lebih tinggi terhadap desinfektan uji dibandingkan dengan bakteri sampel. E. coli ATCC 25922 dan P. auroginosa ATCC 27853 mempunyai kepekaan yang lebih tinggi terhadap desinfektan uji dibandingkan dengan E. coli dan P. auroginosa yang diisolasi dari lantai ruang bedah. Terdapat perbedaan efektivitas antibakteri yang sangat signifikan diantara ketiga desinfektan uji terhadap spesies bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah (p=0.000) dan lysol mempunyai efektivitas paling tinggi.
Kata kunci : desinfektan-lysol-carbol-creolin-koefisien fenol
1
2
EFFECTIVENESS OF MANY DISINFECTANTS AGAINST BACTERIAL ISOLATES OF SURGERY ROOM FLOOR OF CENTRAL SURGERY DEPARTMENT, SANGLAH HOSPITAL, DENPASAR Dewa Ayu Putu Rasmika Dewi1, Susi Iravati2, Sarto3
ABSTRACT One of efforts to control hospital nosocomial infection is use of disinfectants to wipe floor. The objective of the study was to assess the effectiveness of 3 floor disinfectants against bacteria isolated from surgery room floor of Central Surgery Department at Sanglah Hospital. Disinfectans used were lysol, carbol, and creolin. The study was an experimental. There were as many as 30 samples taken from 3 surgery rooms randomly chosen. Floor swabbing was done at 5 points of each surgery room determined as samples. Bacterial identifications was done to all of samples. Sensitivity of different species of bacteria were tested against 3 disinfectants. Effectiveness of disinfectant was determined using broth method of phenol coefficient test. Control bacteria of this study were Salmonella typhi NCTC 786, E. coli ATCC 25922, dan P. auroginosa ATCC 27853. Value of phenol coefficient was analyzed using 2-way variant analysis. The study showed that there were 9 species from all of samples, they were Enterobacter cloacae, Flavimonas oryzihabitans, Acinetobacter baumanii, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter amnigenus, Klebsiella terrigena, Cedacea davisae, and Pantosa spp. There were very significant sensitivity difference among those species against disinfectants (p=0.000). S. typhi NCTC 786 had the highest sensitivity to disinfectants than all bacteria isolates. E. coli ATCC 25922 and P. aeruginosa ATCC 27853 had higher sensitivity to disinfectants compare to E. coli and P. aeruginosa isolated from surgery room. There was very significant antibacterial effectivness difference among 3 disinfectants (lysol, carbol, and creolin) against bacteria isolated from surgery room of Central Surgery Department at Sanglah Hospital (p=0.000) and lysol had the highest effectivness.
Key words : disinfectant-lysol-carbol-creolin-phenol coefficient 1
Clinical Pathology Department, Medicine Faculty, Udayana University Denpasar Microbiology Department, Medicine Faculty, Gadjah Mada University Yogyakarta 3 Chemical Engineering Department, Engineering Faculty, Gadjah Mada University Yogyakarta 2
3
PENDAHULUAN Upaya pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit perlu memperhatikan berbagai faktor yaitu petugas rumah sakit, pasien, perlakuan medis, kondisi ruang perawatan, kamar bedah, dan lingkungan rumah sakit.(1,2) Salah satu upaya yang dapat dilakukan terkait dengan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit adalah menjaga kebersihan lantai dengan penggunaan desinfektan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia mensyaratkan angka kuman lantai untuk ruang operasi rumah sakit 0-5 CFU/ cm2 dan ruang perawatan 5-10 CFU/ cm2(3). Pemeriksaan angka kuman lantai 10 rumah sakit di Kota Yogyakarta yang diperiksa setelah dilakukan sanitasi, menunjukkan hanya 2 rumah sakit (20%) yang memenuhi persyaratan. Nilai angka kuman lantai ruang bedah yang belum memenuhi persyaratan adalah 20-122 koloni/ cm2(4). Penelitian lain yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan tentang angka kuman lantai ruang perawatan dan ruang bedah dari 4 rumah sakit di Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat 1 ruang bedah yang belum memenuhi persyaratan angka kuman lantai yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan hanya 1 ruang perawatan yang memenuhi persyaratan angka kuman lantai tersebut. Nilai angka kuman lantai ruang bedah yang tidak memenuhi persyaratan adalah 7 koloni/ cm2, sedangkan ruang perawatan adalah 27-486 koloni/ cm2.
Sehingga disarankan melakukan upaya-upaya
untuk meningkatkan kualitas desinfeksi lantai salah satunya dengan pemilihan jenis desinfektan yang mempunyai efektivitas antibakteri paling tinggi.(5) Efektivitas desinfektan dapat dievaluasi dengan melakukan uji mikrobiologi dan penentuan koefisien fenol desinfektan tersebut.(6,7,8)
4
Penelitian
pengaruh
berbagai
jenis
desinfektan
dengan
bahan
aktif
benzalkonium chloride 0,5%, cresylic acid 45%, dan chlorocylenol 4,8% terhadap angka kuman lantai ruang bedah dan ruang perawatan Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara ketiga desinfektan tersebut tetapi jika dibandingkan dengan persyaratan angka kuman yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia belum memenuhi persyaratan. Penurunan angka kuman tertinggi terjadi pada penggunaan desinfektan dengan bahan aktif cresylic acid 45%.(9) Penelitian
tentang perbedaan metode
desinfeksi lantai rumah sakit yaitu dengan cara percikan yang biasa dilakukan di rumah sakit dan cara penyemprotan yang direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, menunjukkan bahwa cara penyemprotan memberikan penurunan hasil yang signifikan yaitu sebesar 65% tetapi hasilnya belum memenuhi persyaratan angka kuman lantai yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(10) Kedua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis bahan aktif desinfektan dan metode desinfeksi yang digunakan berpengaruh terhadap penurunan angka kuman lantai. Akan tetapi hasil yang dicapai belum memenuhi persyaratan angka kuman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Rumah sakit di Indonesia menggunakan desinfektan lantai yang berbeda-beda tergantung kebijakan masing-masing rumah sakit karena belum adanya rekomendasi pemilihan desinfektan dan evaluasi tentang efektivitas desinfektan tersebut. Beberapa desinfektan lantai yang banyak digunakan di rumah sakit untuk membersihkan lantai adalah desinfektan yang mengandung lysol, dan creolin.
5
Desinfektan, sebelum dijual ke pasaran, terlebih dahulu dilakukan uji laboratorium oleh produsen untuk menentukan dosis pengenceran desinfektan tersebut. Uji ini menggunakan spesies bakteri tertentu sedangkan pada prakteknya di lapangan, bakteri yang terdapat di lantai rumah sakit tidak hanya satu jenis dan ada kemungkinan tidak sama dengan bakteri uji. Sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap efektivitas desinfektan dalam penggunaannya di lapangan untuk mencegah resistensi bakteri terhadap desinfektan yang digunakan.(11) Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme yang terdapat di IRNA I Penyakit Dalam Kelas I dan Kelas III RS Sardjito adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Bacillus sp.(12) Mikroorganisme yang sering terdapat pada lantai rumah sakit, dinding, dapur, tempat cuci tangan, dan kamar mandi yang sering digunakan oleh pasien adalah Staphylococcus, Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterobacter.(13) Upaya pembersihan lantai di RS Sanglah dilakukan dengan cara penyapuan yang diikuti dengan pengepelan lantai dengan menggunakan creolin pada pagi dan sore hari. Angka kuman lantai ruang bedah IBS RS Sanglah pada studi pendahuluan menunjukkan bahwa nilai angka kuman lantai ruang III adalah 19 koloni/ cm2, ruang V adalah 7 koloni/ cm2, ruang IX adalah 26 koloni/ cm2, dan ruang X adalah 18 koloni/ cm2. Angka kuman lantai ini belum memenuhi persyaratan angka kuman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia sedangkan nilai angka kuman lantai ruang bedah yang lain telah memenuhi persyaratan. Penelitian tentang efektivitas desinfektan yang digunakan untuk membersihkan lantai di Rumah Sakit Sanglah Denpasar belum pernah dilakukan.
6
MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan eksperimental yaitu identifikasi spesies bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dan melakukan uji koefisien fenol desinfektan uji terhadap masing-masing spesies bakteri hasil identifikasi tersebut. Penelitian ini dilakukan di Sublab. Mikrobiologi Klinik Instalasi Laboratorium Klinik RSUP Sanglah Denpasar dari bulan September sampai Desember 2005. Populasi penelitian adalah bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dan desinfektan lantai yang mengandung lysol, creolin, dan carbol. Bakteri kontrol dalam penelitian ini adalah Salmonella typhi NCTC 786 yang diperoleh dari Balai Besar POM Denpasar, E. coli ATCC 25922, dan P. auroginosa ATCC 27853 koleksi Sublab Mikrobiologi Instalasi Patologi Klinik RS Sanglah. Sampel penelitian adalah beberapa spesies bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah yang berhasil diidentifikasi dan desinfektan lantai yang mengandung lysol 100% (Bratako Chemica®), creolin 100% (Bratako Chemica®), dan carbol (Superpel®). Variabel bebas adalah jenis bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS sanglah dan desinfektan lantai yang mengandung lysol, creolin, dan carbol. Variabel terikat adalah efektivitas desinfektan lantai yang ditentukan dari nilai koefisien fenol desinfektan tersebut terhadap bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengelompokkan ruang bedah menjadi 3 kelompok berdasarkan tindakan bedah yang dilakukan pada ruang tersebut, dari masing-masing kelompok dipilih 1 ruang secara acak sebagai tempat pengambilan
7
sampel. Tiga ruang bedah yang terpilih yaitu Ruang III, V, dan IX. Dilakukan swabbing pada 5 titik tiap ruangan sebelum dan setelah tindakan bedah dilakukan. Identifikasi bakteri dilakukan dengan uji biokimia menggunakan reagen API® (Biomerieux). Hasil identifikasi dikelompokkan berdasarkan spesies. Masing-masing spesies diuji kepekaannya terhadap desinfektan uji dengan menentukan nilai koefisien fenol desinfektan tersebut. Data dianalisis dengan menggunakan analisis variansi 2 jalur dan dilanjutkan dengan uji t untuk mengetahui desinfektan yang mempunyai efektivitas antibakteri yang paling tinggi.
HASIL PENELITIAN Hasil identifikasi bakteri yang diisolasi pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Hasil identifikasi bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah pada tiap ruangan yang dijadikan tempat pengambilan sampel. RUANG BEDAH III 1. Enterobacter cloacae 2. Acinetobacter baumanii 3. Flavimonas oryzihabitans 4. Cedacea davisae 5. Pantosa spp
RUANG BEDAH V 1. Escherichia coli 2. Pseudomonas aeruginosa 3. Enterobacter cloacae
RUANG BEDAH IX 1. Escherichia coli 2. Pseudomonas aeruginosa 3. Enterobacter cloacae
4. Enterobacter amnigenus 5. Acinetobacter baumanii 6. Flavimonas oryzihabitans 7. Klebsiella terrigena
4. Acinetobacter baumanii 5. Flavimonas oryzihabitans
8
Tabel 2. Hasil identifikasi bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah yang dikelompokkan berdasarkan jenis spesiesnya.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
NAMA BAKTERI Enterobacter cloacae Flavimonas oryzihabitans Acinetobacter baumanii Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa Enterobacter amnigenus Klebsiella terrigena Cedacea davisae Pantosa spp TOTAL
JUMLAH ISOLAT YANG MENGANDUNG SPESIES INI 11 6 4 3 2 1 1 1 1 30
Tabel 3. Nilai rerata pengenceran masing-masing desinfektan uji dan fenol
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
SPESIES BAKTERI S. typhi NCTC 786 P. aeruginosa ATCC 27853 E. coli ATCC 25922 Entero. amnigenus Pantosa spp C. davisae F. oryzihabitans E. coli K. terrigena Entero. Cloacae Aci. baumanii P. aeruginosa
FENOL 1:100 1:120 1:100 1:90 1:100 1:80 1:100 1:80 1:110 1:80 1:100 1:110
RERATA PENGENCERAN CARBOL LYSOL CREOLIN 1:60 1:70 1:50 1:60 1:50 1:50 1:90 1:40 1:30 1:40 1:40 1:50 1:40 1:30 1:50 1:40
1:80 1:40 1:40 1:40 1:30 1:50 1:30 1:30 1:70 1:30
1:80 1:40 1:30 1:40 1:30 1:40 1:30 1:30 1:70 1:30
9
Tabel 4. Nilai koefisien fenol desinfektan uji
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NAMA BAKTERI Salmonella typhi NCTC 786 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Escherichia coli ATCC 25922 Enterobacter amnigenus Pantosa spp Cedacea davisae Flavimonas oryzihabitans Escherichia coli Klebsiella terrigena Enterobacter cloacae Acinetobacter baumanii Pseudomonas aeruginosa
KODE
RERATA NILAI KOEFISIEN FENOL CARBOL LYSOL CREOLIN
Standar 1
0,600
0,700
0,500
Standar 2
0,500
0,417
0,417
Standar 3
0,900
0,800
0,800
Sampel 1
0,444
0,444
0,400
Sampel 2 Sampel 3
0,300 0,500
0,400 0,500
0,300 0,500
Sampel 4
0,400
0,300
0,300
Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7
0,625 0,364 0,375
0,625 0,364 0,375
0,625 0,364 0,375
Sampel 8
0,500
0,700
0,700
Sampel 9
0,364
0,273
0,273
PEMBAHASAN Berbagai spesies bakteri yang dapat diidentifikasi dari isolat bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah adalah bakteri Gram Negatif golongan Enterobactericeae dan Pseudomonas aeruginosa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan di RS Sanglah yaitu bakteri yang terdapat pada pinset, gunting, bengkok, korentang, tempat obat, bantal, sprei, meja, dan wastafel pada bangsal RS Sanglah adalah Gram Negatif golongan Enterobactericeae dan Pseudomonas aeruginosa. Identifikasi tidak dilakukan ke tahap penentuan spesies karena keterbatasan dana.(14)
10
Spesies bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Enterobacter cloacae. Selain itu ditemukan juga Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Bakteri ini merupakan bakteri yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. Mikroorganisme yang sering terdapat pada lantai rumah sakit, dinding, dapur, tempat cuci tangan, dan kamar mandi yang sering digunakan oleh pasien adalah Staphylococcus, Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterobacter.(13) Hasil penelitian serupa yang dilakukan pada beberapa rumah sakit di kota Yogyakarta juga menunjukkan bahwa bakteri yang terdapat pada lantai keempat rumah sakit yang dijadikan sampel adalah Pseudomonas aeruginosa.(5) Keberadaan bakteri tersebut pada lantai ruang bedah kemungkinan besar karena penggunaan air yang digunakan untuk penganceran desinfektan terkontaminasi bakteri tersebut. Beberapa spesies bakteri Gram Negatif mampu berkembang biak dalam desinfektan pada kadar yang mematikan bagi mikroorganisme lain terutama terjadi pada penggunaan tempat desinfektan yang telah habis dan langsung digunakan kembali tanpa dibersihkan terlebih dahulu.(15) Enterobacter paling banyak ditemukan pada sampel, hal ini disebabkan karena Enterobacter mampu berkembang biak dengan cepat mencapai jumlah yang besar selama 24 jam dalam kondisi nutrisi yang sangat terbatas.(15) Enterobacter mempunyai habitat alami pada tanah dan air dan dapat juga ditemukan pada kotoran manusia atau saluran nafas. Enterobacter cloacae merupakan salah satu bakteri penyebab terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.(16) Acinetobacter adalah bakteri Gram Negatif yang tersebar luas pada tanah maupun air, sering ditemukan pada ruangan yang lembab. Acinetobacter baumanii
11
merupakan spesies yang paling sering dapat diisolasi, terutama dari darah, sputum, kulit, urin.(17) Escherichia coli merupakan bakteri flora normal pada usus manusia, penyebarannya di lingkungan melalui air atau peralatan yang terkontaminasi kotoran manusia. Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di lingkungan terutama pada tanah dan air dan merupakan bakteri menjadi penyebab infeksi nosokomial yang sangat berbahaya di rumah sakit karena resistensinya terhadap berbagai desinfektan yang biasa digunakan di rumah sakit. Bakteri ini dapat hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang lembab di bangsal rumah sakit, kamar mandi, atau dapur(16). Pseudomonas aeruginosa mampu berkembang biak pada kondisi nutrisi yang terbatas bahkan mampu berkembang biak pada air suling.(15) Pengambilan sampel dilakukan dengan cara melakukan swabbing pada lantai, kemudian hasil swab ini dimasukkan ke dalam media BHI selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Kelemahan cara ini adalah terjadi kompetisi pertumbuhan bakteri pada saat inkubasi sehingga terdapat bakteri yang pertumbuhannya lebih dominan dibandingkan dengan bakteri lain. Hal ini akan berpengaruh pada hasil identifikasi dimana bakteri yang kurang dominan pertumbuhannya kemungkinan tidak teridentifikasi. Nilai koefisien fenol desinfektan merupakan hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi desinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masingmasing dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10 menit tetapi tidak membunuh pada jangka waktu 5 menit.
12
Tabel 4. menunjukkan bahwa lysol dan creolin mempunyai nilai koefisien fenol yang paling rendah terhadap P. aeruginosa yang diperoleh dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dibandingkan bakteri uji yang berarti bahwa P. aeruginosa tersebut mempunyai kepekaan yang paling rendah terhadap desinfektan uji. Hasil analisis statistic menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas yang sangat signifikan (p = 0.000) diantara masing-masing desinfektan uji terhadap bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dan lysol mempunyai efektivitas yang paling tinggi terhadap bakteri tersebut. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa masing-masing spesies bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah mempunyai perbedaan kepekaan yang sangat signifikan (p = 0.000) terhadap desinfektan uji. Uji t menunjukkan bahwa S. typhi NCTC 786 mempunyai kepekaan yang lebih tinggi terhadap desinfektan uji dibandingkan dengan beberapa spesies bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Uji t menunjukkan bahwa E. coli ATCC 25922 mempunyai kepekaan yang lebih tinggi terhadap desinfektan uji dibandingkan dengan E. coli yang diperoleh dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Uji t bahwa P. aeruginosa ATCC 27853 mempunyai kepekaan yang lebih tinggi terhadap desinfektan uji dibandingkan dengan P. aeruginosa yang diperoleh dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Hal ini disebabkan karena E. coli maupun P. aeruginosa yang terdapat pada lantai tersebut kemungkinan berasal dari air yang digunakan untuk pengenceran desinfektan dimana bakteri tersebut sering mengalami pemaparan zat kimia yang terdapat pada lingkungan sehingga mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap berbagai zat kimia. P. aeruginosa yang terdapat pada lantai kemungkinan dapat berasal dari pasien dimana bakteri ini jika telah
13
menginvasi dan mengeluarkan faktor virulennya, akan membentuk lapisan alginate yang menyebabkan bakteri ini mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap zat kimia. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan nilai koefisien fenol desinfektan uji paling rendah terhadap P. aeruginosa dibandingkan dengan bakteri lain yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Penentuan nilai koefisien fenol desinfektan uji tidak dilakukan terhadap campuran isolat bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah karena dalam penelitian ini tidak diketahui proporsi masing-masing spesies bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah tersebut sehingga ada kesulitan dalam pemilihan dan pengambilan koloni bakteri untuk pembuatan suspensi bakteri uji. Akan tetapi dengan penentuan nilai koefisien fenol desinfektan uji terhadap masing-masing spesies bakteri yang berhasil diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dapat diketahui rentang pengenceran desinfektan uji yang efektif membunuh bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Nilai koefisien fenol suatu desinfektan juga menunjukkan besarnya pengenceran yang seharusnya dilakukan pada penggunaan desinfektan dengan cara mengalikan nilai koefisien fenol desinfektan tersebut dengan faktor 20. Jika koefisien fenol yang diperoleh setelah dikalikan dengan faktor 20 menghasilkan angka yang lebih kecil dari angka pengenceran yang tertera pada etiket, maka pengenceran desinfektan tidak memenuhi syarat. Sebaliknya, jika koefisien fenol yang diperoleh dikalikan dengan faktor 20 menghasilkan angka yang sesuai dengan angka pengenceran yang tertera pada etiket, maka pengenceran desinfektan tersebut memenuhi syarat.(21) Besarnya pengenceran yang tertera pada kemasan carbol adalah 30 ml ditambahkan pada 1 liter air yaitu sekitar 33 kali. Nilai koefisien fenol carbol yang
14
paling rendah terhadap spesies bakteri yang diperoleh dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah adalah 0,3. Apabila nilai ini dikalikan dengan 20 akan menghasilkan angka yang lebih kecil dari 33, maka dengan nilai pengenceran yang tertera pada kemasan ini apabila digunakan untuk mengepel lantai ruang bedah RS Sanglah, tidak dapat membunuh semua bakteri. Bahkan tidak mampu membunuh satupun spesies bakteri yang berhasil diisolasi dari lantai ruang bedah RS Sanglah maupun bakteri kontrol. Pengenceran lysol yang direkomendasikan oleh produsen adalah 20 ml ditambahkan pada 1 liter air yaitu 50 kali. Nilai koefisien fenol lysol yang paling rendah terhadap spesies bakteri yang diperoleh dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah adalah 0,273. Apabila nilai ini dikalikan dengan 20 akan menghasilkan angka yang lebih kecil dari 50, maka dengan nilai pengenceran yang tertera pada kemasannya, lysol juga tidak dapat membunuh semua bakteri. Bahkan tidak mampu membunuh satupun spesies bakteri yang berhasil diisolasi dari lantai ruang bedah RS Sanglah maupun bakteri kontrol. Penggunaan creolin untuk mengepel lantai yang direkomendasikan oleh produsen adalah 60 ml ditambahkan pada 1 liter air yaitu sekitar 17 kali. Nilai koefisien fenol creolin yang paling rendah terhadap spesies bakteri yang diperoleh dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah adalah 0,273. Apabila nilai ini dikalikan dengan 20 akan menghasilkan angka yang lebih kecil dari 17, maka dengan nilai pengenceran yang tertera pada kemasannya, creolin juga tidak dapat membunuh semua bakteri. Sama halnya dengan desinfektan uji yang lain, creolin juga tidak mampu membunuh satupun spesies bakteri yang berhasil diisolasi dari lantai ruang bedah RS Sanglah tetapi dengan dosis pengenceran ini, tetapi creolin masih mampu membunuh E. coli ATCC 25922.
15
Pengenceran yang tertera pada kemasan ketiga desinfektan uji tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Badan POM. Besarnya pengenceran tersebut perlu diperkecil untuk dapat membunuh bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Pengenceran yang diperlukan untuk lysol dan creolin adalah 0,273 x 20 = 5,6 kali. Pengenceran yang diperlukan untuk carbol adalah 0,300 x 20 = 6 kali. Pengenceran desinfektan sebesar ini diharapkan mampu membunuh semua bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Pengenceran yang tertera pada etiket carbol adalah 30 ml desinfektan dilarutkan dalam 1 liter air = 1 : 33 dan lysol adalah 20 ml desinfektan dilarutkan dalam 1 liter air = 1 : 50, jika dibandingkan dengan nilai pengenceran carbol dan lysol yang efektif membunuh spesies bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dalam waktu 10 menit yaitu 1 : 30, maka apabila kedua desinfektan ini digunakan untuk mengepel lantai dengan besar pengenceran yang sesuai dengan etiket maka desinfektan tersebut tidak mampu membunuh semua bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Pengenceran yang tertera pada etiket creolin adalah 60 ml desinfektan dilarutkan dalam 1 liter air = 1 : 17, sedangkan pengenceran creolin yang mampu membunuh bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dalam waktu 10 menit adalah 1 : 30. Hal ini berarti apabila creolin digunakan untuk mengepel lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dengan pengenceran yang tertera pada etiket, desinfektan ini masih mampu membunuh bakteri yang terdapat pada lantai tersebut. Akan tetapi, ada kemungkinan pengenceran yang dilakukan pada saat mengepel lantai tersebut tidak sesuai dengan pengenceran yang tertera pada etiket, hanya menggunakan perkiraan saja.
16
Berdasarkan nilai koefisien fenol desinfektan uji terhadap spesies bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah, besarnya pengenceran yang tertera pada etiket ketiga desinfektan uji tidak mampu membunuh bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah sehingga pengenceran ketiga desinfektan perlu diperkecil. Akan tetapi jika dibandingkan dengan hasil pengenceran masing-masing desinfektan terhadap spesies bakteri uji, creolin mampu membunuh bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah apabila digunakan untuk mengepel lantai dengan pengenceran yang tertera pada etiket. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas antibakteri yang sangat signifikan diantara ketiga desinfektan uji terhadap spesies bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Diantara ketiga desinfektan uji, lysol mempunyai efektivitas antibakteri yang paling tinggi terhadap spesies bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. Fenol yang sering disebut carbolic acid atau phenylic acid merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan untuk bahan aktif desinfektan. Konsentrasi fenol 0,1-1% bersifat bakteriostatik sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi bersifat bakterisid. Cresol merupakan turunan fenol dengan penambahan 1 gugus metil, mempunyai efektivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan fenol. Cresol sering pula disebut cresylic acid. Konsentrasi 0,3-0,6% mampu membunuh sel vegetatif termasuk Mycobacterium dalam waktu 10 menit.(7,18) Pemasukan gugus alkil atau gugus aromatik ke dalam struktur fenol atau cresol pada umumnya akan meningkatkan aktivitas antibakteri dan menurunkan toksisitasnya. Rantai n-alkil lebih efektif dibandingkan rantai isoalkil sehingga rantai alkil primer lebih efektif daripada rantai alkil sekunder
17
dan rantai alkil sekunder lebih efektif daripada rantai alkil tersier. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan aktivitas antibakterinya.(19) Konsentrasi fenol 2% sering digunakan sebagai desinfektan untuk permukaan, sering disebut sebagai carbol. Lysol merupakan campuran cresol 50% v/v dengan larutan sabun (saponaceus solvent). Konsentrasi cresol 1-2% digunakan untuk desinfektan permukaan.(7,18) Lysol banyak digunakan sebagai desinfektan baik di rumah sakit maupun rumah tangga karena sifat iritasinya yang lebih rendah dibandingkan dengan turunan fenol yang lain.(20) Creolin merupakan suatu desinfektan dengan bahan aktif coal-tar oil yaitu terdiri dari tar acid-oil 75-77%, emulsifying soap 15-17%, dan air 8-10%.(18) Creolin mengandung komponen fenol 20-22%. Konsentrasi creolin yang digunakan untuk desinfektan pada rumah tangga atau industri adalah 1-3% yang diemulsikan dalam air.(20) Jika dilihat dari besarnya pengenceran yang tertera pada etiket desinfektan yaitu carbol 1:33, lysol 1:50, dan creolin 1:17 maka diantara ketiga desinfektan uji ini lysol memiliki potensi antibakteri yang paling tinggi. Selain itu dari nilai koefisien fenol desinfektan uji terhadap S. typhi NCTC 786 yang merupakan bakteri uji yang biasa digunakan untuk uji efektivitas desinfektan di Indonesia yaitu carbol : 0,600, lysol : 0,700, dan creolin : 0,500. Lysol mempunyai nilai koefisien fenol yang paling tinggi, hal ini berarti bahwa lysol mempunyai potensi antibakteri yang paling tinggi diantara desinfektan uji.
18
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : (1) Spesies bakteri yang terdapat pada lantai ruang bedah IBS RS Sanglah adalah Acinetobacter baumanii, Enterobacter amnigenus, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Flavimonas oryzihabitans, Klebsiella terrigena, Pseudomonas aeruginosa, Cedacea davisai, dan Pantosa spp. (2). Terdapat perbedaan efektivitas yang sangat signifikan diantara desinfektan uji terhadap spesies bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah. (3) Lysol mempunyai efektivitas yang paling tinggi terhadap spesies bakteri lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dibandingkan dengan carbol dan creolin. Saran untuk meningkatkan efektivitas desinfektan uji adalah dengan cara memperkecil pengenceran desinfektan uji dalam penggunaannya untuk mengepel lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dan kepada pihak RS Sanglah disarankan untuk menggunakan lysol sebagai desinfektan lantai karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lysol mempunyai efektivitas yang paling tinggi terhadap bakteri yang diisolasi dari lantai ruang bedah IBS RS Sanglah dibandingkan dengan carbol dan creolin.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Pannuti, C.S. and Grinbaum, R.S. An Overview of Nosocomial Infection Control in Brazil. Infections Control and Hospital Epidemiology Journal. 1995; Maret. 2. Widodo, D. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Medika 1997 ; 23 (5). 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia No.986/ MENKES/ PER/ IX/ 1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1992. 4. Suwarni, A. dan Soetomo, A.H. Studi Deskriptif Upaya Penyehatan Lingkungan, Infeksi Nosokomial, dan Rerata Lama perawatan di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Propinsi Yogyakarta. Gerbang Inovasi 2004; 18. 5. Tim Surveilans Epidemiologi. Kajian Deteksi Dini Bakteri sebagai Salah Satu Penyebab Infeksi Nosokomial pada Beberapa Rumah Sakit di Kota Yogyakarta tahun 2003. Buletin Epidemiologi Lingkungan, edisi Perdana, BTKL; 2004. 6. Volk, W.A. and Wheeler, M.F. Mikrobiologi Dasar, Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga; 1993. 7. Lund, W. Pharmaceutical Codex, Principles and Practice of Pharmaceutics. London : The Pharmaceutical Press.;1994. 8. Dwidjoseputro, D. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Penerbit Djambatan; 1998.
20
9. Lisda, S. Pengaruh Berbagai Jenis Desinfektan terhadap Angka Kuman Lantai Ruang Operasi dan Ruang Perawatan Bedah di BPK RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada; 2003. 10. Purwanto, E. Perbedaan Penggunaan Desinfektan dengan Cara Percikan dan Penyemprotan terhadap Angka Kuman Lantai Ruang Perawatan Bedah Rawat Inap Pria RSU Kalianda Lampung Selatan. Tesis. Yogyakarta ; 2005. 11. Collins, C.H., Line, P.M., and Grange, G.M. Microbiologycal Methods, 6th Edition. London : Butterworths; 1989. 12. Kristianti. Identifikasi Bakteri di Ruang Perawatan Kelas I dan III Penyakit Dalam RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan; 2004. 13. Rasyid, A. Peranan Antiseptik dan Desinfektan pada Pencegahan Infeksi Nosokomial. Majalah Kedokteran Sriwijaya 2000; 4(Oktober) 14. Yasa, W.P.S., Sukarma, N., Iswari, I., Sukrama, D.N., dan Januarta, K. Kepekaan Pseudomonas aeruginosa di bangsal RS Sanglah denpasar. Kumpulan Makalah Seminar Sehari Pengelolaan Infeksi Nosokomial pada Era Resistensi Bakteri di Rumah Sakit. Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial RS Sanglah, Denpasar; 2004. 15. Kusnanto, H. Pengendalian Infeksi Nosokomial. Yogyakarta : Mitra Gama Widya; 1997. 16. Greenwood, D., Slack, R.C.B., Peutherer, J.F. Medical Microbiology, A Guide to Microbial Infections: Phatogenesis, Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. 16th Edition. London : Churchill Livingstone; 2002.
21
17. Brooks, G.F., Butel, J.S., and Morse, S.A. Medical Microbiology. 23rd Edition. USA : Mc Graw Hill; 2001. 18. Reynolds, J.E.F. Martindale, the Extra Pharmacopoeia. 28th Edition. London : The Pharmaceutical Press;1982. 19. Siswandono, Soekardjo, B. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga University Press; 1995. 20. Stecher, P.G., Finkel, M.D., Siegmund, O.H., and Szafranski, B.M. The Merck Index of Chemicals and Drugs. USA : Merck & co., Inc, Rahway; 1960. 21. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Prosedur Operasional Baku Pengujian Makanan. PPOM, WHO Collaborating Centre. Jakarta : Dirjen POM RI; 1992.