Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
EFEKTIFITAS LATIHAN ROM DENGAN LATIHAN ROM + SEFT TERHADAP KEKUATAN OTOT PASIEN STROKE DI V RSUD TASIKMALAYA EFFECTIVENESS OF EXERCISE TRAINING WITH ROM + SEFT TO MUSCLE STRENGTH OF STROKE PATIENTS IN V HOSPITAL TASIKMALAYA SITI ROHIMAH Departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi D.III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK
Hemiparese merupakan masalah umum pada pasien stroke yang dapat menimbulkan disability. Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya disability. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan latihan ROM tanpa SET dan latihan ROM + SEFT terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik di RSUD Kota Tasikmalaya. Penelitian menggunakan desain Quasi Experiment pre dan post test design. Jumlah sampel 30 responden yang dibagi menjadi kelompok intervensi I dan intervensi II. Evaluasi penelitian ini dilakukan pada hari pertama dan ketujuh untuk kedua kelompok tersebut. Tehnik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot meningkat pada kedua kelompok intervensi dan terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok intervensi (p = 0.018). Penelitian ini merekomendasikan perlunya penelitian lebih lanjut dan penggunaan latihan ini secara terprogram dalam menangani pasien stroke dengan hemiparese. Kata kunci : stroke; hemiparese; ROM; SEFT
ABSTRACT Hemiparesis is a common problem in stroke patients that can lead to disability. ROM exercise is one form of exercise that is still considered effective enough to prevent disability. This study aims to identify the comparison exercise without SET ROM and ROM exercises + SEFT on muscle strength due to ischemic stroke patients hemiparese in Tasikmalaya City Hospital. Quasi-Experiment Research design using pre and post test design. Total sample of 30 respondents were divided into intervention group I and II intervention. Evaluation research is done on the first day and the seventh for the two groups. Sampling technique is consecutive sampling. The results showed increased muscle strength in both the intervention group and there are significant differences between the intervention groups (p = 0.018). The study recommends the need for further research and the use of these exercises are programmed in dealing with hemiparese stroke patients. Key words : : stroke; hemiparese; ROM; SEFT
terganggunya suplai darah ke bagian otak
PENDAHULUAN Stroke
atau
cedera
(Smeltzer
and
Bare,
2008).
Sroke
serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
termasuk penyakit motorneuron atas yang
fungsi
mengakibatkan
otak
yang
diakibatkan
oleh
kehilangan
kontrol 28
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
volunter
terhadap
motorik,
Di Indonesia penelitian berskala
disfungsi motorik yang paling umum
cukup besar dilakukan oleh survey ASNA
adalah hemiplegia (paralisis pada satu sisi)
(Asean Neurologic Association) di 28
karena
rumah
lesi
kelemahan
gerakan
otak otot
yang
berlawanan,
merupakan
dampak
terbesar pada pasien stroke
sakit
dan dilakukan survey mengenai faktorfaktor
dan
mortalitas
telah
Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada penderita
maju seperti Amerika dimana kegemukan food
seluruh
stroke akut yang dirawat di rumah sakit,
Kasus stroke meningkat di negara
junk
di
mewabah.
risiko,
lama
serta
perawatan
morbiditasnya.
dan Hasil
Berdasarkan data statistik di Amerika,
penelitian menunjukkan bahwa penderita
setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke
laki-laki lebih banyak dari perempuan dan
baru di Amerika. Dari data tersebut
profil usia di bawah 45 tahun cukup
menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada
banyak yaitu 11,8%, usia 45 - 64 tahun
satu orang di Amerika yang terkena
berjumlah 54,7 % dan di atas usia 65
serangan
upaya
tahun 33,5 %. ( Misbach, 2007 ). Stroke
pencegahan telah menimbulkan penurunan
merupakan penyebab kematian utama
pada
pada semua umur (15,4%), yang disusul
stroke.
insiden
Meskipun
dalam
beberapa
tahunterakhir, stroke adalah peringkat
oleh
ketiga penyebab kematian, dengan laju
(6,8%), dan cedera (6,5%). Berdasarkan
mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pertama dan sebesar 62% untuk stroke
tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia
selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta
ditemukan
orang bertahan hidup dari stroke yang
penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh
memunyai beberapa kecacatan; dari angka
tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000
ini 40% memerlukan bantuan dalam
penduduk. Hal ini
aktivitas kehidupan sehari-hari (Smeltzer
menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke
and Bare, 2008). Stroke juga merupakan
di masyarakat telah didiagnosis oleh
penyebab utama gangguan fungsional,
tenaga kesehatan (Badan Penelitian dan
dimana 20% penderita yang bertahan
Pengembangan Kesehatan, 2008). Selain
hidup masih membutuhkan perawatan di
itu
institusi kesehatan setelah 3 bulan dan 15 -
terkena stroke setiap tahunnya, sekitar
30%
cacat
2.5% atau 125.000 orang meninggal, dan
permanen. Stroke merupakan kejadian
sisanya cacat ringan hampir setiap hari,
yang mengubah kehidupan dan tidak
atau minimal rata-rata 3 hari sekali ada
hanya mempengaruhi penderitanya namun
seorang penduduk indonesia, baik tua
juga seluruh keluarga dan pengasuh
maupun muda meninggal dunia karena
(Goldstein dkk, 2006 )
serangan stroke (Pdpersi, 2010). Menurut
penderitanya
mengalami
tuberculosis
sebesar
diperkirakan
(7,5%),
8,3
500.000
hipertensi
per
1.000
penduduk
29
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
Yayasan
Stroke
terdapat
Ruang V merupakan salah satu ruangan
jumlah
khusus di RSUD Kota Tasikmalaya yang
penyandang stroke di Indonesia dalam
merawat kasus-kasus sistem peryarafan.
dasawarsa terakhir. Kecenderungannya
Selama tahun 2013 di temukan sebanyak
menyerang generasi muda yang masih
754 orang pasien stroke yang di rawat di
produktif.
berdampak
Ruang V RSUD Kota Tasikmalaya dari
terhadap menurunnya tingkat produktifitas
1021 kasus sistem persyarafan lainnya,
serta dapat mengakibatkan terganggunya
atau sebanyak 73,45%. Dari 754 kasus
sosial ekonomi keluarga. (Yastroki, 2007).
stroke yang di rawat di Ruang V, sebagian
kecenderungan
Hal
Indonesia, meningkatnya
ini
akan
besar
merupakan
kasus
stroke
non
Jawa Barat sebagai salah satu
hemoragik, yaitu sebanyak 573 kasus atau
provinsi di Indonesia, merupakan salah
75,98%. Sedangkan sisanya sebanyak 181
satu provinsi yang mempunyai prevalensi
kasus (24,02%) merupakan kasus stroke
stroke diatas prevalensi nasional, selain
hemoragik (Rekam Medis RSUD Kota
Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera
Tasikmalaya, 2013).
Barat, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara
Barat,
Selatan,
tampak sekali sangat terfokus pada aspek-
Sulawesi Utara, Stroke merupakan salah
aspek fisik semata. Sementara aspek lain,
satu
yaitu aspek spiritual dan emosional masih
penyakit
kerusakan/
Kalimantan
Hasil berbagai penelitian diatas
yang
kecacatan
menyebabkan dan
terabaikan.Spiritual Emotional Freedom
merupakan penyebab utama morbiditas
Technique (SEFT) adalah salah satu
dan mortalitas. Stroke merupakan salah
cabang ilmu baru yang dinamai Energy
satu penyebab kecacatan permanen di
Psychology yang menggabungkan antara
Amerika, dan ini akan menjadi penyebab
spiritual
yang menetap dari kecacatan (Sulawesi
psychology. Telah banyak bukti ilmiah
Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat.
yang menunjukan bahwa gangguan energi
Prevalensi stroke di Jawa Barat adalah 9,3
tubuh ternyata berpengaruh besar dalam
per 1000 penduduk (Badan Penelitian dan
menimbulkan gangguan emosi. Intervensi
Pengembangan Kesehatan, 2008).
pada
RSUD merupakan
salah
Kota satu
permanen,
Tasikmalaya rumah
power
sistem
tubuh
dengan
dapat
energy
mengubah
kondisi kimia otak yang selanjutnya akan
sakit
mengubah kondisi emosi, teori Enstein
pemerintah yang berada di Jawa Barat.
mengatakan setiap atom dalam benda
Kasus stroke di RSUD Kota Tasikmalaya
mengandung
dari tahun ke tahun jumlahnya terus
memilki energi elektrik yang mengalir
meningkat dan menempati urutan pertama
pada system saraf 12 alur energi meridian,
diantara seluruh kasus sistem persyarafan
jika aliran energi ini terhambat maka
yang ada di RSUD Kota Tasikmalaya.
timbulah gangguan emosi atau fisik. Titik-
energi,
tubuh
manusia
30
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
titik sepanjang energi meridian sangat
digabungkan dengan metoda SEFT lebih
penting untuk penyembuhan pasien, SEFT
baik untuk meningkatkan kekuatan otot
menjadikan 18 titik utama yang mewakili
sehingga meningkatkan kualitas hidup,
12 jalur utama energi meridian dengan
maka
menggunakan teknik taping dan doa.
direkomendasikan
Larry Dosey seorang dokter ahli penyakit
perawatan pasien stroke.
dalam
melakukan
penelitian
ektensif
metoda
SEFT sebagai
dapat intervensi
Berdasarkan uraian diatas peneliti
tentang efek doa terhadap kesembuhan
tertarik
pasien ternyata doa dan spiritual memiliki
tentang
kekuatan
dilakukan dengan membandingkan efek
yang
sama
besar
dengan
untuk
melakukan
metoda
SEFT.
penelitian Penelitian
pengobatan dan pembedahan (A. Faiz,
latihan ROM
2012). Peneltian Randolph (1983) tentang
SEFT terhadap kekuatan otot pasien
peran doa
stroke.Penelitian ini be rtujuan untuk
terhadap kesembuhan pasien
dengan latihan ROM +
dengan sampel 393 pasien penyakit
mengidentifikasi perbandingan latihan
jantung disimpulkan bahwa pasien yang
ROM dan latihan ROM+SEFT terhadap
didoakan lebih jarang terkena CHF,
kekuatan otot ekstremitas pasien akibat
membutuhkan lebih sedikit obat dan
stroke.
antibiotik, lebih sedikit insomnia, lebih sedikit serangan jantung dan lebih jarang
STUDI PUSTAKA
dilakukan intubasi. Penelitian M. Rajin
Stroke merupakan penyakit yang
(2012) menunjukan hasil uji statistik one
paling sering menyebabkan cacat berupa
way Anova pada hari pertama didapatkan
kelemahan wajah, lengan dan kaki pada
nilai P= 0.009 dan pada hari ketiga nilai
sisi yang sama (hemiparase) disamping
P= 0.000. Berdasarkan hasil penelitian ini
kecacatan-kecacatan
dapat disimpulkan bahwa terapi SEFT
kejadian hemiparase semakin meningkat
dapat meningkatkan kualitas tidur pasien
seiring
post operasi dengan signifikan.
kejadian stroke. Jumlah penderita stroke
Pengembangan
dengan
lainnya.
Angka
meningkatnya
angka
penelitian
cenderung meningkat setiap tahun, bukan
pelayanan
hanya menyerang penduduk usia tua,
perawatan pada stroke sangat pesat dan
tetapi juga dialami oleh mereka yang
membawa perubahan signifikan terhadap
berusia muda dan produktif (Yastroki)
terhadap
peningkatan
kesembuhan pasien melalui latihan ROM yang
dapat
meningkatkan
Pergerakan
tubuh
dihasilkan
fungsional
melalui kerjasama yang komplek antara
kekuatan otot pasien., Selama ini peneliti
otak, tulang belakang dan syaraf perifer.
belum
yang
Motor area pada kortek serebri, basal
menggabungkan latihan fisik dengan doa,
ganglia dan serebelum mengawali setiap
spiritual dan emosional. Jika latihan ROM
gerakan volunter dengan mengirimkan
menemukan
penelitian
31
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
pesan ke kortek spinal. Kondisi stroke
fleksi pada kaki (Potter & Perry, 2006).
menghambat komponen system syaraf
Latihan
pusat dalam mekanisme penghantaran
membuat kondisi tubuh, meningkatkan
impuls
efek
kesehatan,
dan
kelemahan ringan sampai berat pada sisi
kesehatan
jasmani.
kontralateral
menyebabkan
digunakan sebagai terapi untuk mengatasi
keterbatasan dalam pergerakan (Lemone
deformitas, atau mengembalikan seluruh
and Burke, 2004).
tubuh ke status kesehatan maksimal. Jika
sehingga
menghasilkan
yang
Pasien stroke dengan hemiparese akan mengalami keterbatasan mobilisasi.
adalah
aktivitas
fisik untuk
mempertahankan Latihan
juga
seseorang latihan, maka akan terjadi perubhaan fisiologis dalam system tubuh.
Klien yang mengalami keterbatasan dalam
Salah satu terapi non medikatif
mobilisasi akan mengalami keterbatasan
yang dapat
beberapa
atau
gerak
menggunakan terapi Spiritual Emosional
dengan
mandiri.
gerak
Freedom Tehnique
semua
rentang
Rentang
dilakukan adalah dengan
(SEFT). Terapi ini
merupakan jumlah maksimum gerakan
merupakan suatu teknik penggabungan
yang mungkin dilakukan sendi pada salah
dari
satu dari tiga potongan tubuh : sagital,
medicine) dan terapi spiritualitas dengan
frontal dan transversal (Potter & Perry,
menggunakan metode tapping (ketukan)
2006). Potongan sagital adalah garis yang
beberapa
melewati tubuh dari depan ke belakang,
Banyak manfaat yang dihasilkan dengan
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan
terapi
kanan. Potongan frontal melewati tubuh
membantu mengatasi berbagai masalah
dari sisi ke sisi dan membagi tubuh
fisik maupun emosi (Faiz, 2008).
sistem
energi
tubuh
(energy
titik tertentu pada tubuh.
SEFT
yang
telah
terbukti
menjadi bagian depan dan belakang. Potongan
transversal
adalah
garis
horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Gerakan fleksi dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta gerakan
hiperekstensi
pada
pinggul
merupakan rentang gerak pada potongan sagital. Pada potongan frontal gerakannya adalah abduksi dan adduksi pada lengan dan tungkai, eversi dan inverse pada kaki. Sedangkan pada potongan transversal gerakannya adalah pronasi dan supinasi pada tangan, rotasi internal dan eksternal pada lutut dan dorsofleksi dan plantar
METODE PENELITIAN Penelitian rancangan
ini
penelitian
menggunakan Pre-test-Post-test
Control Group Desain, dengan variabel bebasnya adalah terapi SEFT dan variabel tergantung adalah Qualitas tidur. Jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 10 orang. Pengambilan sampel dilakukan
dengan
tehnik
purposif
sampling. Terapi SEFT dilakukan selama 5 menit 1 kali sehari dan dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut. Kualitas tidur diukur dengan menggunakan analog visual 32
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
Closs dengan nilai 1-10 yang dilakukan
sampel untuk penelitian ini adalah sebagai
setiap hari setelah dilakukan terapi SEFT.
berikut :
Pasien dinyatakan mengalami gangguan
n = (1,292)[1,96 + 1,64]2 (2,93 β 4,20)2
kualitas tidur bila skor yang diperoleh < 5. Analisis statistik menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) dengan signifikansi
n = 21,57 (1,61)
statistik ditentukan jika nilai P<0.05. Populasi
dalam
penelitian
ini
n = 13,39
adalah semua pasien stroke iskemik yang dirawat
di
Ruang
V
RSUD
Tasikmalaya dan Ruang Mawar RSUD
Perkiraan jumlah sampel pada ini
ditentukan
dengan
mengetahui ratarata dan standar deviasi dari
penelitian
sebelumnya.
Menurut
Ariawan (1998), perhitungan besar sampel penelitian
dengan
menggunakan
atas, kemudian ditambahkan 10% dari besar sampel untuk antisipasi adanya
Kab. Ciamis saat penelitian dilakukan.
penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan di
Kota
uji
sampel yang mengalami drop out maka didapatkan
jumlah
sampel
14.73
(dibulatkan menjadi 15). Sehingga jumlah sampel untuk kelompok intervensi I maupun
kelompok
intervensi
II
masingmasing adalah 15 responden Metode yang digunakan dalan
hipotesis beda ratarata berpasangan adalah
pengmpulan data adalah dengan cara isian
sebagai berikut : n = ππ2[ππ1βπΌπΌ2 + Z1βΞ² ]2 (ΞΌ1βΞΌ2)2
kuisiner, observasi dan intervensi. Alat
Keterangan :
pengumpul data yang digunakan dalam
n Ο2
penelitian ini terdiri dari kuesioner untuk
= perkiraan jumlah sampel = Standar deviasi dari beda dua ratarata berpasangan Z1-Ξ±/2 = Derajat kemaknaan Z1-Ξ² = Kekuatan uji ΞΌ1 = Rata-rata kekuatan pada kelompok I ΞΌ2 = Rata-rata kekuatan pada kelompok II
Hasil penelitian tentang pengaruh
mendapatkan data tentang karakteristik responden. Kuesioner untuk mendapatkan data tentang karakteristik responden terdiri dari
beberapa
pertanyaan
tentang
karakteristik responden. Selain itu peneliti
Latihan ROM pada kekuatan otot pasien
juga
stroke yang dilakukan oleh Astrid (2008)
kekuatan otot untukmendapatkan data
memiliki
kekuatan
rata-rata
kekuatan
otot
menggunakan
otot
format
sebelum
dan
evaluasi
sesudah
padakelompok pertama 2,93 dan rata-rata
intervensi (Kozier, et.al.,2008; Orlando
kekuatan otot pada kelompok kedua 4,20,
Health,
sedangkan standar deviasi 1,29. Adapun
dilakukan pada empat kelompokotot yaitu
derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji
otot bisep, trisep, pergelangan tangan dan
95%. Dengan demikian, maka besar
jari-jari
2009).
tangan
Tes
kekuatan
otot
sertakemampuan
menggenggam. Jika ditemukan variasi 33
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
dalam hasil tes dari keempatkelompok
di RSUD Kota Tasikmalaya. Berdasarkan
tersebut diambil nilai kekuatan otot yang
data yang diperoleh selama 12 minggu
paling
Health,2009).
pengumpulan data (minggu ke-2 Maret
Untuk intervensi latihan ROM ROM tanpa
s/d minggu ke-2 Juni 2014), didapatkan
SEFTdan
peneliti
sejumlah 30 responden yang memenuhi
menyusunpedoman latihan ROM ROM
kriteria inklusi. Dari 30 orang responden,
tanpa SEFTdan ROM + SEFT yang
15 orang merupakan kelompok intervensi
dimodifikasi dari Kozier,et.al,2008 ; Irfan,
I yaitu kelompok yang diberikan latihan
2010 ; Potter & Perry, 2006)
ROM dan 15 orang sebagai kelompok
kecil
(Orlando
ROM
+
Analisis
SEFT,
multivariat
yang
intervensi
II
yaitu
kelompok
yang
digunakan pada penelitian ini adalah uji
mendapatkan latihan ROM + SEFT.
Ancova (Analisis Kovarian). Uji Ancova
Kedua kelompok dilakukan pretest dan
merupakan model linier dengan satu
posttest kemudian hasilnya dibandingkan.
variabel dependen kontinyu dan satu atau
Analisis statistik data hasil penelitian
lebih
ditampilkan sebagai berikut :
variabel
independen.
Ancova
merupakan penggabungan antara anova dan
regresi
linier
yang
lazimnya
menggunakan
variabel
Hasil
analisis
responden
pada
menggambarkan
karakteristik
penelitian
distribusi
ini
responden
kontinyu/kuantitatif (Polit & Back, 2008).
berdasarkan usia, jenis kelamin, sisi
Uji
hemiparese,
ancova
ini
berguna
untuk
frekuensi
serangan,
dan
mengetahui/melihat pengaruh perlakuan
admission time serta gambaran tentang
terhadap
kekuatan
respon
dengan
mengontrol
otot
variabel confounding. Pada penelitian ini,
intervensi
uji Ancova digunakan untuk membuktikan
intervensi.
ada tidaknya kontribusi variabel perancu
sebelum
pada
Berdasarkan
dan
kedua
sesudah kelompok
analisis
univariat
(usia, jenis kelamin, jenis stroke, sisi
terlihat bahwa usia responden kelompok
hemiparese,
dan
intervensi I dan kelompok intervensi II
admission time) terhadap latihan ROM
cukup berbeda, dari 15 responden pada
dan SEFT dan terhadap kekuatan otot.
kelompok intervensi I rata-rata usianya
frekuensi
serangan
adalah 60.73 tahun, sedangkan kelompok HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan hasil penelitian tentang perbandingan latihan ROM ROM tanpa SEFTdan latihan ROM ROM + SEFT terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik
intervensi II rata-rata usianya adalah 58.80 tahun.
Usia
termuda
dari
seluruh
responden adalah 42 tahun yang terdapat pada kelompok intervensi I, sedangkan usia tertua adalah 85 tahun juga pada kelompok
intervensi
I.
Kelompok
intervensi I sebagian besar responden 34
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
adalah perempuan yaitu sebanyak 9 orang
(33.30%). Nilai rata-rata kekuatan otot
(60%). Hal ini berbeda dengan kelompok
sebelum dan sesudah latihan ROM pada
intervensi
II
respondennya
yang
sebagian
besar
kelompok intervensi I. Rata-rata kekuatan
adalah
laki-laki
yaitu
otot
sebanyak 11 orang (73.30%).
kelompok intervensi
I sebelum
dilakukan latihan ROM adalah sebesar 1.
Berdasarkan frekuensi serangan
93.
Hasil
estimasi
interval
dapat
baik kelompok intervensi I maupun
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
kelompok
rata-rata kekuatan otot sebelum latihan
intervensi
II
memiliki
karakteristik yang sama, dimana sebagian
pada
besar responden merupakan kasus stroke
diantara 1.40 β 2.47. Rata-rata kekuatan
dengan serangan pertama yaitu sebanyak
otot sesudah dilakukan latihan ROM
13 orang atau 86.70%, sedangkan 2 orang
adalah
diantaranya (13.30%) merupakan kasus
intervensi I sebelum dilakukan latihan
stroke
ROM adalah sebesar 1. 93. Hasil estimasi
dengan
serangan
kedua.
Perbandingan latihan.
kelompok
sebesar
intervensi
3.13.
otot
I
adalah
kelompok
interval dapat disimpulkan bahwa 95%
Berdasarkan hasil analisa
dapat
diyakini bahwa rata-rata kekuatan otot
diketahui sebagian besar responden pada
sebelum latihan pada kelompok intervensi
kelompok
intervensi
I adalah diantara 2.44 β 3.82.
hemiparese
pada
I
tangan
mengalami yaitu
Rata-rata kekuatan otot sebelum
sebanyak 11 orang (73.30%), sedangkan 4
dan sesudah latihan ROM pada kelompok
orang responden (26.70%) mengalami
intervensi II. Rata-rata kekuatan otot
hemiparese pada tangan sebelah kanan.
kelompok intervensi II sebelum dilakukan
Kondisi
pada
latihan ROM adalah sebesar 2.07. Hasil
kelompok intervensi II, dimana sebagian
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
besar responden mengalami hemiparese
95% diyakini bahwa rata-rata kekuatan
pada tangan kanan yaitu sebanyak 9 orang
otot sebelum latihan pada kelompok
(60%) dan sisanya mengalami hemiparese
intervensi II adalah diantara 1.58 β 2.56.
pada tangan kiri
Rata-rata kekuatan otot sesudah dilakukan
sebanyak 6 orang (40%).
latihan ROM adalah sebesar 4.20. Hasil
berbeda
kiri
ditemukan
Berdasarkan
admission
time,
estimasi interval dapat
kedua kelompok memiliki karakteristik
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
yang
rata-rata kekuatan otot sebelum latihan
sama,
yaitu
sebagian
besar
responden masuk ke RS kurang dari 6 jam
pada
setelah
diantara 3.60 β 4.80.
serangan
dengan
presentase
66.70% (10 orang) sedangkan responden
kelompok
Pengujian
intervensi
statistik
I
adalah
selanjutnya
yang masuk ke RS lebih dari 6 jam setelah
adalah uji t-independen untuk melihat
serangan terdapat sebanyak 5 orang
perbedaan peningkatan
kekuatan
otot 35
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
diantara kedua kelompok intervensi. Hasil
signifikan antara latihan ROM dengan
uji t menunjukkan rata-rata kekuatan otot
kekuatan otot pasien dengan p value
sebelum dilakukan latihan pada kelompok
0.038. Variabel
intervensi I adalah 1.93, sedangkan pada
frekuensi
rata-rata kekuatan otot sebelum dilakukan
serangan, sisi hemiparese dan admission
latihan pada kelompok intervensi II adalah
time memiliki p value > 0.05 artinya
2.07. Hasil uji statistik didapatkan p-value
kelima variabel tersebut tidak memiliki
0.695, berarti pada alpa 5% terlihat tidak
hubungan
ada perbedaan yang siginifikan rata-rata
kekuatan otot responden.
kekuatan otot sebelum latihan pada kedua kelompok
intervensi.
Hasilnya
yang
usia, jenis
kelamin,
signifikan
terhadap
Perbedaan rata-rata kekuatan otot sesudah latihan sebelum dan sesudah
menunjukkan secara jelas bahwa rata-rata
dikontrol variabel confounding
dapat
kekuatan otot pada kelompok intevensi I
dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang
sebelum dilakukan latihan ROM adalah
berarti pada nilai mean kekuatan otot
1.93 dan sesudah dilakukan latihan adalah
setelah latihan pada kelompok intervensi I
3.13, artinya terjadi perubahan nilai
dan kelompok intervensi II sebelum dan
sebesar 1.20, sehingga dapat disimpulkan
sesudah dikontrol variabel confounding,
kekuatan otot mengalami peningkatan
hal ini berarti peningkatan kekuatan otot
setelah dilakukan latihan ROM unilateral.
yang terjadi setelah intervensi
Sementara itu rata-rata kekuatan
merupakan hasil dari intervensi yang
otot pada kelompok intevensi II sebelum
dilakukan dan bukan merupakan pengaruh
dilakukan latihan ROM +SEFT adalah
dari variabel confounding yang ada.
2.07
dan
sesudah
dilakukan
latihan
Hasil
statistik
dalam
menunjukkan
bahwa
adalahn 4.20, artinya terjadi perubahan
penelitian
nilai
dapat
terdapat perbedaan yang siginifikan rata-
disimpulkan kekuatan otot mengalami
rata kekuatan otot sesudah latihan pada
peningkatan setelah dilakukan latihan
kedua kelompok intervensi. Hal ini berarti
ROM
multivariat
bahwa latihan ROM+SEFT memberikan
berguna untuk menjelaskan pengaruh
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
variabel independen terhadap variabel
latihan ROM tanpa dengan SEFT (P value
dependen dengan atau tanpa variabel
0.018). Secara statistik latihan ROM tanpa
confounding. Uji yang digunakan adalah
SEFT terbukti meningkatkan kekuatan
analisis ancova dengan menggunakan
otot pasien stroke dengan hemiparese.
model Type III Sum of Squares.
Bagitu pula dengan penelitian ini, pada
sebesar
+
2.13,
SEFT.
Hasil
sehingga
Analisis
analisis
menunjukkan
kelompok
ini
uji
intervensi
I
didapatkan
bahwa setelah dikontrol oleh variabel
kekuatan otot sebelum latihan 1.93 dan
confounding
kekuatan otot sesudah latihan 3.13, hal ini
terdapat
hubungan
yang
36
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
menunjukkan
bahwa
kekuatan
otot
secara keseluruhan. Latihan ROM dengan
meningkat 1.2. Sama halnya dengan
menggunakan pendekatan ROM + SEFT
kelompok
kelompok
bisa meningkatan kekuatan otot pasien
intervensi II pun mengalami peningkatan
lebih baik dibandingkan dengan latihan
yang
penelitian
ROM unilateral. Hal ini tentu saja sejalan
menunjukkan bahwa kekuatan otot pada
dengan konsep latihan fungsional tangan
kelompok intervensi II sebelum latihan
secara keseluruhan, yaitu bahwa konsep
adalah 2.07, sedangkan kekuatan otot
ROM + SEFT dapat mengaktivasi kedua
sesudah latihan adalah 4.20. Terdapat
sisi hemisfer otak. Dengan demikian
peningkatan kekuatan otot sebesar 2.13
latihan ROM yang dilakukan dengan
setelah
responden
pendekatan
ROM
+
intervensi
signifikan.
I,
Hasil
melakukan
latihan
Secara
statistik
SEFT.
ROM
+
SEFT
dapat
memberikan
peningkatan antara kelompok intervensi I
keuntungan yang lebih baik, karena pada
dan II cukup bermakna, hasil analisis
saat latihan ROM ROM + SEFT ini
menunjukkan p Value 0.018, sehingga
dilakukan, terjadi aktivasi pada kedua sisi
disimpulkan bahwa latihan ROM + SEFT
hemisfer otak yang dapat membantu
mampu meningkatkan kekuatan otot lebih
pemulihan kekuatan motorik pasien stroke
baik
dengan lebih baik. Waller & Whitall,
dibandingkan
latihan
ROM
unilateral.
2008).
Secara substansi tidak dijelaskan
Hasil penelitian ini sejalan dengan
berapa peningkatan kekuatan otot yang
beberapa penelitian tentang ROM + SEFT
dikatakan signifikan dan bermakna. Tetapi
Arm Trainning yang sudah dilakukan.
dari hasil analisis menunjukan bahwa
Hasil penelitian (Stoykov & Corcos, 2009)
peningkatan kekuatan otot sebesar 2.13
menunjukkan bahwa latihan ROM +
pada kelompok dinilai cukup bermakna,
SEFT pada tangan untuk klien dengan
mengingat rentang kekuatan otot yang
stroke moderat memberikan hasil bahwa
cukup pendek yaitu antara 1 sampai
ROM + SEFT training lebih efektif
5.Kekuatan otot maksimal yang dapat
meningkatkan
dicapai setelah latihan ROM adalah 5,
tangan klien stroke dibandingkan dengan
sementara dalam penelitian ini kekuatan
ROM tanpa SEFTtraining jika diukur
otot awal responden adalah 1-3, sehingga
dengan Motor Assesment scale. Salah satu
peningkatan kekuatan otot dalam rentang
hasil
2-4
dalam
Stoykov & Corcos (2009) dalam Motor
meningkatkan kekuatan otot mencapai
Assesment Scale adalah meningkatnya
level maksimal yaitu 5.
kemampuan fungsi ekstremitas atas yang
dapat
dikatakan
efektif
Latihan ROM merupakan salah
kemampuan
yang didapat
fungsional
dalam penelitian
salah satunya adalah kekuatan otot pasien.
satu bagian dari latihan fungsi tangan 37
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
Selain itu Waller & Whitall
+ SEFT pada pasien stroke dengan fase
(2005), menyimpulkan bahwa latihan
subakut.
ROM + SEFT dapat meningkatkan lengan
bahwa baik latihan lengan ROM tanpa
yang
SEFTmaupun
mengalami
parese
lebih
baik
Penelitian
ini
ROM
+
membuktikan
SEFT
tidak
dibandingkan dengan latihan unilateral,
mengurangi kecacatan atau memperbaiki
hanya
fungsional klien stroke lebih dari terapi
saja
dalam
memerlukan
pelaksanaannya
pendekatan
lebih
biasa. Selain itu Gwin & Winston (2004)
spsesifik disesuaikan dengan karakteristik
dalam penelitianya terhadap pasien-pasien
dasar dari pasien stroke. Selain itu
post stroke (1-6 bulan post stroke)
dinyatakan pula bahwa latihan ROM +
menyimpulkan bahwa latihan ROM +
SEFT dalam peningkatan kemampuan
SEFT belum memberikan efek yang
fungsi tangan secara keseluruhan dalam
signifikan terhadap kemampuan motorik
pemenuhan ADL dengan lebih baik
ekstremitas atas klien stroke, mekanisme
dibandingkan dengan latihan unilateral.
neurofisiologis yang dihubungkan dengan
Pendapat
aktivasi ROM + SEFT masih belum jelas.
ini
sejalan
yang
pula
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chang,
Penelitian-penelitian
yang
Tung, Wu & Su (2006) yang menyatakan
menyatakan tidak adanya keuntungan
bahwa latihan ROM + SEFT pada tangan
yang signifikan tentang latihan ROM +
dianggap
strategi
SEFT, menyatakan tidak menemukan
penatalaksanaan hemiparese, dan dapat
mekanisme neurofisiologis yang jelas
dimasukan dalam tindakan rehabilitasi
tentang perubahan rangsangan di kortikal,
stroke yang memberikan dampak yang
selain itu hal ini disebabkan pula oleh
lebih
memfasilitasi
jumlah sampel yang kecil serta perbedaan
tangan
dan
ukuran lesi yang ada pada responden
meningkatkan kinerja motor kontrol pada
(Gwyn & Winston, 2004). Selain itu
tangan yang mengalami parese.
dalam penelitiannya didapatkan hanya
sebagai
besar
pergerakan
suatu
dalam
aktif
pada
Namun demikian ada beberapa
sedikit perbedaan yang terjadi antara
penelitian yang tidak sejalan dengan apa
latihan
yang peneliti dapatkan tentang latihan
unilateral, sehingga saat dilakukan uji
ROM ROM + SEFT. Penelitian-penelitian
statistik tidak memberikan hasil yang
ini tidak menunjukan hasil yang baik
signifikan. Dalam penelitian (Desrosiers,
tentang latihan ROM + SEFT. Desrosiers,
et al., 2005), ditemukan keterbatasan
Bourbonnais,
penelitian yaitu tentang sampel yang
Bravo
Corriveae,
(2005),
randomized membuktikan
Gosselin
melakukan
controlled
trial
perbandingan
&
ROM
+
dan
bervariasi
untuk
keparahan paresenya, sehingga hal ini ikut
latihan lengan ROM tanpa SEFTdan ROM
kategori
latihan
suatu
efektifitas
dalam
SEFT
tingkat
mendukung tidak signifikannya hasil penelitianya. 38
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
meningkatkan kekuatan otot lebih baik
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian
ini
telah
mengidentifikasi karakteristik responden
dibandingkan dengan latihan ROM tanpa SEFT
berupa usia, jenis kelamin, frekuensi
Tidak terdapat kontribusi faktor
serangan, sisi hemiparese dan admision
perancu
time. Rata-rata umur responden kelompok
hemiparese,
intervensi I adalah 60.73 tahun, sedangkan
admission time pada pengaruh latihan
kelompo
ROM terhadap kekuatan otot ekstremitas
intervensi
II
58.80
tahun.
Sebagian besar kelompok intervensi I berjenis
kelamin
perempuan
:
usia,
jenis
frekuensi
kelamin,
sisi
serangan,
dan
atas pasien hemiparese akibat stroke.
(60%)
Saran
Untuk
Institusi
sedangkan kelompok intervensi II adalah
Pelayanan Keperawatan Latihan ROM +
laki-laki
kelompok
SEFT perlu dilakukan secara terprogram
intervensi I maupun kelompok intervensi
di setiap institusi pelayanan keperawatan
II sebagian besar datang dengan serangan
baik oleh perawat maupun bekerja sama
stroke
Kelompok
dengan keluarga setelah terlebih dahulu
intervensi I sebagian besar memiliki
keluarga diajarkan tentang latihan ROM.
hemiparese pada tangan kiri (73.30%)
Selain itu perlu dibuat prosedur tetap dan
sedangkan
II
jadwal latihan ROM + SEFT secara jelas
sebagian besar mengalami hemiparese
misalnya dengan frekuensi 2 kali/hari
pada tangan kanan (60%). Berdasarkan
setiap pagi dan sore.
(73.30%).
pertama
Baik
(86.70%).
kelompok
intervensi
admission time, sebagian besar responden
Untuk
Institusi
Pendidikan
pada kelompok intervensi I maupun
Keperawatan Latihan ROM + SEFT
intervensi II datang ke rumah sakit kurang
perlu
dari 6 jam (66.70%).
pendidikan keperawatan sebagai bagian
Rata-rata meningkat
nilai
sesudah
kekuatan
diberikan
otot
latihan
dimasukan
kedalam
dari topik rehabilitasi pada pasien stroke dan
diberikan
mencakup
maupun kelompok intervensi II, hal ini
laboratorium keperawatan.
menunjukan bahwa latihan ROM baik SEFT
berpengaruh
atau terhadap
tanpa
SEFT
peningkatan
kekuatan otot pasien stroke.
teori
kepada
ROM, baik pada kelompok intervensi I
dengan
kurikulum
dan
mahasiswa praktek
di
Untuk Penelitian Lebih Lanjut Hasil
penelitian
ini
dapat
dijadikan
sebagai data awal sekaligus motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di
Terdapat perbedaan peningkatan
lingkup keperawatan medikal bedah, baik
kekuatan otot antara responden yang
di institusi pelayanan maupun pendidikan,
melakukan latihan ROM tanpa SEFT dan
dengan melakukan penelitian pada jenis
latihan ROM + SEFT, dari hasil penelitian
stroke hemoragik dengan waktu penelitian
didapatkan bahwa latihan ROM + SEFT
yang lebih lama sesuai dengan waktu 39
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 12 No 1 Agustus 2014
pemulihan
pasien
stroke
hemoragik,
dan kemampuan fungsional pasien
misalnya selama dua minggu. Perlu
stroke di RS Sint Carolus Jakarta.
dilakukan penelitian lebih lanjut pada
Depok : Program Studi Pasca
pasien pasca stroke dalam fase sub akut,
Sarjana
misalnya untuk pasien-pasien yang sudah
dipublikasikan.
berada di rumah dengan melakukan
Badan
FIK
Penelitian
UI.
dan
Tidak
Pengembangan
latihan bilateral pada tangan dengan
Kesehatan
(2008).
outcome kemampuan fungsional pasien
nasional riskesda 2007, Badan
pasca stroke. Kemampuan fungsional t
Penelitian
dan
Laporan
Pengembangan
Kesehatan DAFTAR PUSTAKA
Departemen
American Heart association. (2010). Heart deases and stroke statistic: our guide to current statistics and the suplement to our heart and stroke fact-
2010
update.http://www.americanheart. org. Diakses pada tanggal 14 Maret 2011. Anonim. (2003). Complications stroke during hospitalization. http://www.strokecenter.org. Diakses tanggal 24 Desember 2011 Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta : Jurusan Biostatistik dan kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rhineka Cipta. Astrid. (2008). Tesis : Pengaruh latihan range of motion (rom) terhadap kekuatan otot, luas gerak sendi
Kesehatan,
Indonesia.
Republik
Diakses
dari
http://www.litbang.depkes.go.id. Diakses
pada
tanggal
20
Desember 2010 Bagg, S., Pombo, A.P. & Hopman, W. (2002). Effect of age functional outcomeafter stroke rehabilitation. American Stroke Association, 33 ; 179-185 Bethesda Stroke Centre. (2007). Faktor resiko stroke usia muda. Black,J.M.,
&
Hawks,J.H.,
(2009)
Medical surgical nursing clinical management
for
positive
outcomes, 8th Edition. St Louis Missouri : Elsevier Saunders. Broadley, S.A. & Thompson, P.D., Time to hospital admission for acute stroke. The Medical Journal of Australia 2003 178 (7): 329-331. Castledine, G. (2002). The important aspects of nurse specialist role. British Journal of Nursing, 11( 5), 350
40