EFEK SUPLEMEN CAMPURAN JAMUR LINGZHI (Ganoderma lucidum), KROMIUM ORGANIK, DAN KEDELAI SANGRAI SUMBER CLA TERHADAP PERFORMA TELUR AYAM
SKRIPSI TANIA PERDANA PUTRI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Tania Perdana Putri. D24050522. 2011. Efek Suplemen Campuran Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Margi Suci, MS. Telur ayam merupakan produk peternakan paling mudah dijangkau dari segi harga dan ketersediaan. Telur yang berkualitas, tidak hanya dinilai dari kandungan nutrisi telur, tetapi juga performa telur diantaranya berat telur, warna kuning telur, indeks putih telur, serta kerabang telur. Performa telur menandakan fisik telur yang memberikan daya tarik terhadap pembeli sehingga dapat meningkatkan permintaan masyarakat terhadap telur. Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan jamur merah yang berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan manusia. Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam petelur dari strain Lohmann Brown yang diberi ransum ayam petelur. Ransum diberi suplemen berupa lingzhi, kromium organik, dan kedelai sangrai. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan suplemen yaitu: P1= ransum tanpa suplemen (kontrol); P2= P1 + lingzhi + Cr organik + CLA; P3= P1 + lingzhi + CLA; P4= P1 + Cr organik + CLA. Dosis lingzhi yang digunakan adalah 5 gram/ 50 kg BB, Cr organik 3 ppm dan CLA yang dibuat dari kacang kedelai sangrai dan diberikan sebanyak 1% dari total lemak ransum. Peubah yang diukur meliputi: hen day, konsumsi pakan, bobot telur, Haugh unit, warna kuning telur, berat kerabang dan tebal kerabang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen lingzhi, kromium organic dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap perfoma telur. Produksi telur paling tinggi dihasilkan oleh P3 sebesar 76,33% dan yang paling rendah dihasilkan oleh P2, sedangkan kontrol sebesar 68,57%. Sebagai efeknya, berat telur pada P3 memiliki berat telur yang kecil yaitu 49,83 gram dan kontrol menghasilkan berat telur terbesar yaitu 52,22 gram. Disebabkan oleh berat telur yang rendah pada P3, maka nilai Haugh unitnya menjadi kecil yaitu 68,95 dibanding kontrol yaitu 73,88.. Skor rata-rata warna kuning telur yang dihasilkan adalah 7 dan tidak berbeda nyata. Begitu pula pada tebal kerabang yang dihasilkan yaitu tidak berbeda nyata. Kesimpulan yang dapat diambil adalah Suplementasi pakan dengan G. lucidum, Cr Organik, dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap performa telur ayam. G. lucidum, Cr organik, dan kedelai sangrai sebanyak dosis yang diberikan nampaknya tidak memberikan efek yang berhubungan dengan performa dan fisik telur. Tetapi mungkin berpengaruh terhadap profil nutrient telur karena potensi CLA yang dapat menurunkan asam lemak. Serta kekebalan tubuh karena kandungan protein pada G. lucidum. Kata kunci : Lingzhi, kromium organik, kedelai sangrai, performa telur.
ii
ABSTRACT Effect of Lingzhi Mushroom (Ganoderma lucidum), Chromium Organic, and Roasted Soybeans as CLA Resource On Egg Performance in Laying Hen. Tania Perdana Putri, Dwi Evvyernie Amirroenas, Dwi Margi Suci This study aimed to evaluate the effect of the layer fed diets supplemented by mixture of Lingzhi mushroom, organic chromium and roasted soybean. This research was using completely randomized design with four treatments and three replicates. This study used 26 weeks old of 120 laying hens from strains Lohmann which were given basal diet of laying hens. Rations were given supplements of lingzhi, organic chromium, and CLA prepared from roasted soybeans. The design used was completely randomized design with four treatments and three replicates. Treatment supplement that is : P1 = basal diet (control); P2 = P1 + lingzhi + Cr organic + CLA; P3 = P1 + CLA + lingzhi; P4 = P1 + Cr organic + CLA. Lingzhi dose used was 5 g / 50 kg, Cr 3 ppm and CLA was made from raosted soybeans and was given by 1% of total fat ration. Variables measured included: egg weight, Haugh unit, eggshell weight and eggshell thickness, yolk color, hen day, and feed consumption.The results showed that the treatment had no significant difference on egg performance. P3 showed the highest egg production at 76.33% and the lowest generated by P2 at 66,66%, while the control had 68.57% hen day. As a result, the egg weight in P3 has a small egg weight that is 49.83 grams and control showed largest egg weight that is 52.22 grams. In spite of P3 has lower weight egg, it has lower value of Haugh unit by 68.95 and P1 has 73.88. Average score of egg yolk colour was 7 and had not significantly different so did eggshell thickness.The conclusion that can be taken is the supplementation of feed with G. lucidum, Cr Organic, and roasted soybeans had no effect in egg performance. G. lucidum, Cr, organic and roasted soybeans as much as the dose given does not seem to give effect associated with physical performance and egg. But it may effect on nutrient profile of eggs due to the potential of CLA can be reduce fatty acid. As well as immune because the protein content in G. lucidum. Keywords : Lingzhi, roasted soybeans, chromium organic, egg performance.
iii
EFEK SUPLEMEN CAMPURAN JAMUR LINGZHI (Ganoderma lucidum), KROMIUM ORGANIK, DAN KEDELAI SANGRAI SUMBER CLA TERHADAP PERFORMA TELUR AYAM
TANIA PERDANA PUTRI D24050522
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iv
Judul Skripsi : Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam Nama : Tania Perdana Putri NIM
: D24050522
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc.
Ir. Dwi Margi Suci, MS.
NIP. 19610602 198603 2001
NIP. 19610905 198703 2001
Mengetahui : Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr. NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 24 Agustus 2011
Tanggal Lulus : v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tasman dan Ibu Syafni, S.Pd. Pendidikan penulis diawali dari pendidikan dasar di SDN 06 Cempaka Putih yang diselesaikan pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tingkat pertama yang diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 189 Jakarta Barat dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 112 Jakarta Barat yang diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) TPB periode 2005-2006 sebagai bendahara umum, BEM Fakultas Peternakan periode 2006-2007 sebagai staf Politik dan Kajian Strategis, HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak) periode 2007-2008 sebagai Ketua Biro pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan kompetisi diantaranya Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2007-2008 dengan menghasilkan lima proposal dan dua diantaranya didanai oleh DIKTI, kompetisi menulis opini dan cerpen oleh BEM FEM dan BEM Fapet, serta berbagai kompetisi fotograpi nasional maupun internasional.
vi
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam”. yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Juni hingga September 2009 berlokasi di kandang C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Lingzhi merupakan tanaman obat dari Cina yang telah diuji dapat menurunkan kadar kolesterol pada manusia. Namun, belum banyak yang dapat menguji jamur ini pada hewan terutama ayam petelur. Lingzhi diduga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam telur serta memperbaiki performa telur. Performa telur yang baik dapat meningkatkan permintaan masyarakat terhadap telur. Selain lingzhi, penelitian membuktikan bahwa kedelai sangrai dapat meningkatkan kadar CLA dalam susu serta meningkatkan imun dalam tubuh sapi. Penggunaan suplemen lingzhi, kedelai sangrai sebagai sumber CLA dan kromium organik dapat menjadi suatu pilihan pakan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas telur. Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi salah satu amal shalih penulis dan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, 25 Agustus 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN
…………………………………………………………….
ii
………………………………………………………………
iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR …...…………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL ...……………………………………………………….
x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...
xii
PENDAHULUAN
………………………………………………………..
1
Latar Belakang ……………………………………………………. Tujuan …………………………………………………………….
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….
3
Telur ……………………………………………………………... Konsumsi Ayam Petelur …………………………………………… Ganoderma lucidum ……………………………………………….. Kedelai Sangrai …………………………………………………… Kromium …………………………………………………………..
3 6 7 8 10
MATERI DAN METODE ………………………………………………...
12
Lokasi dan Waktu ………………………………………………… Materi ……………………………………………………………... Ternak ……………………………………………………... Kandang dan Peralatan …………………………………….. Ransum …………………………………………………… Suplemen ………………………………………………….. Obat-obatan dan Vaksin …………………………………… Prosedur …………………………………………………………... Jadwal Pemberian Pakan ………………………………….. Pencampuran Suplemen ke dalam Pakan …………………. Pengukuran Bobot Telur..…………………………………... Pengukuran Haugh unit ..………………………………….. Pengukuran Berat kerabang dan tebal kerabang ………….. Pengukuran Warna kuning telur ………………………….. Pengukuran Hen Day ……………………………………... Pengukuran Konsumsi ……………………………………. Rancangan dan Analisis Data………………………………………. Rancangan Percobaan ……………………………………... Analisis Data……………………………………………….. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………
12 12 12 12 12 12 13 14 14 15 15 15 15 16 16 16 16 16 17 18
Pengaruh Perlakuan Terhadap Performa Telur ……………………
18
ABSTRACT
viii
Produksi Telur ……………………………………………. Konsumsi Ransum ………………………………………... Pengaruh Perlakuan Terhadap Fisik Telur ……………………….. Berat Telur ………………………………………………... Haugh Unit ……………………………………………….. Warna Kuning Telur ……………………………………… Berat dan Tebal Kerabang ………………………………...
18 20 22 22 24 25 27
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………
28
Kesimpulan ……………………………………………………….. Saran ………………………………………………………………
29 29
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………
30
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
31
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
36
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Rata-Rata Telur Ayam ……………………………………
4
2. Komposisi Proksimat Gamoderma lucidum …………………………
8
3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum ……………………………
13
4. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum ……………………………
14
5. Kandungan Zat Makanan yang Dibutuhkan Oleh Ayam Petelur ……
14
6. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Produksi Telur …………
18
7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi …………………………..
21
8. Rataan Berat Telur Ayam Selama Penelitian
22
………………………..
9. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Ayam Selama Penelitian …………..
24
10. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Warna Kuning Telur …..
26
11. Pengaruh Penambahan SuplemenTterhadap Kerabang Telur ………..
28
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bagian-bagian Telur ..………………………………………………...
3
2. Ganoderma lucidum
………………………………………………...
7
3. Struktur CLA ………………………………………………………...
9
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Hasil Uji ANOVA Performa Telur ……………………………………….
Halaman 37
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur ayam merupakan produk peternakan paling mudah dijangkau dari segi harga juga ketersediaan. Telur yang berkualitas, tidak hanya dilihat dari kandungan nutrisi telur, tetapi juga performa telur diantaranya berat telur, warna kuning telur, indeks putih telur, serta kerabang telur. Performa telur menandakan fisik telur yang memberikan daya tarik terhadap pembeli. Hal ini dapat mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap telur. Performa telur dapat diperbaiki dengan memberikan pakan yang cukup serta pemeliharaan yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan atau penambahan suplemen dalam pemeliharaan ayam petelur.Penambahan suplemen pada ransum penelitian dapat menjadi suatu bahasan dalam mengkaji performa telur terhadap suplemen yang diberikan. Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan tumbuhan yang dipercaya sejak dahulu untuk pengobatan. Tumbuhan yang berasal dari China ini telah menjadi komoditi
komersial
untuk
pengobatan
dan
ritual
keagamaan.
Dalam
perkembangannya, penelitian telah banyak dikembangkan terhadap tanaman obat ini dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi kesehatan terutama untuk menurunkan kolesterol. Namun demikian, belum banyak yang mempelajari pengaruh jamur lingzhi terhadap hewan. Kromium (Cr) merupakan mineral yang sudah banyak digunakan pada ternak ruminansia sebagai suplemen untuk mengoptimalkan pemanfaatan glukosa. Salah satu kromium yang dapat digunakan adalah kromium organik. Pemberian kedelai sangrai pada ransum sapi perah dapat meningkatkan kadar CLA (Conjugated Linoleic Acid) dalam susu, dan meningkatkan asam lemak jenuh pada kuning telur sehingga diduga bahwa kedelai sangrai merupakan sumber CLA yang baik. Conjugated Linoleic Acid adalah produk hasil pemanfaatan susu yang dipercaya dapat menurunkan kolesterol pada manusia.
1
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian suplemen berupa campuran Ganoderma lucidum, kromium dan kedelai sangrai terhadap performa telur ayam.
2
TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur adalah sarana reproduksi bagi unggas, juga berguna bagi manusia sebagai sumber makanan. Ukuran dan bentuk telur bervariasi tergantung pada spesies unggas, namun pada umumnya memiliki tiga bagian diantaranya yolk atau kuning telur, albumin atau putih telur dan kerabang. Ketiga bagian tersebut masing-masing dipisahkan oleh membran. Kerabang dipisahkan dari albumin oleh membran kerabang dan putih telur dipisahkan dari yolk oleh membran yolk membran vitelin) (Jacob et al., 2000).
Gambar 1. Bagian-bagian Telur (Jacob et al., 2000). Berat total telur tidak selalu setara dengan ketiga komponen yaitu kuning telur, putih telur dan kerabang (dengan membran) (Romanoff dan Romanoff, 1949). Komposisi bagian-bagian telur disajikan dalam Tabel 1. Kuning Telur Kuning telur adalah bagian terpenting dari telur. Kuning telur berasal dari blastoderm tempat embrio berkembang. Kuning telur memiliki nutrisi yang mendukung perkembangan embrio (Romanoff dan Romanoff, 1949). Kuning telur segar berbentuk bulat dan kuat. Semakin lama, kuning telur menyerap air dari albumen dan mengalami peningkatan ukuran. Hal ini melemahkan membran vitelline dan menyebabkan kuning telur bentuk bulat agak pipih di atas dan terkadang mudah pecah (Jacob et al., 2000).Menurut Romanoff dan Romanoff (1964), kuning telur 3
memiliki variasi warna kuning muda hingga oranye gelap. Warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan. Jika pakan yang diberikan berupa tanaman yang memiliki pigmen kuning-oranye atau disebut xantopil, maka pigmen tersebut tersedia dalam kuning telur (Jacob et al., 2000). Tabel 1. Komposisi Rata-rata Telur Ayam Bagian Telur
Berat Aktual (gram)
Berat Relatif (%)
Albumen :
32,9
55,8
Cairan Lapisan Luar
7,6
23,2
Lapisan Tengah
18,9
57,3
Cairan Lapisan Tengah
5,5
16,8
Kalaza
0,9
2,7
Kuning Telur
18,7
31,9
Kerabang dengan membran :
6,4
12,3
Kerabang
6,2
96,9
Membran Kerabang
0,2
3,1
Total
58
100,0
Sumber : (Romanoff dan Romanoff, 1949) Putih Telur Putih telur (albumin) dihasilkan oleh oviduct. Putih telur terbagi menjadi empat bagian. Bagian luar yang tipis terletak dekat dengan cairan lapisan bersebelah dengan membran kerabang. Bagian luar yang tebal merupakan gel sebagai pusat putih telur. Bagian dalam yang tipis merupakan cairan lapisan yang terletak dekat dengan kuning telur. Bagian dalam yang tebal (lapasin kalaza) adalah bagian tebal, kusut, kapsul albumen berserat yang mengelilingi membran vitelin dari yolk (Jacob et al., 2000). Kerabang Telur Kualitas telur menurut perspektif konsumen ada dua faktor yaitu warna kerabang dan kerabang tidak rusak. Telur mungkin akan retak sebelum pengolahan baik karena cangkang yang lemah, atau karena pengaruh lingkungan yang sulit dihindari. Telur mungkin retak karenaproses pengolahan atau karena kerusakan 4
mekanik selama proses atau transportasi sebelum mencapai konsumen (ISA, 2008). Kerabang telur pada unggas biasanya licin, keras, dan dilapisi kalsium (Romanoff dan Romanoff, 1964). Kerabang telur ditutupi oleh 17.000 pori-pori. Hampir seluruh kerabang terbuat dari kristal kalsium karbonat (CaCO3). Kristal ini merupakan membran semipermeabel sehingga udara dan air dapat melewati pori-pori. Kerabang juga memiliki lapisan penutup luar tipisyang disebut kutikula sehingga dapat melindungi telur dari bakteri dan debu (Exploratorium, 2009). Kerabang yang mudah pecah biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam proses nutrisi misalnya kekurangan atau ketidaktepatan dalam memberikan kalsium, kekurangan vitamin D dan kekurangan konsumsi (ISA, 2008). Kualitas Telur Secara keseluruhan kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kualitasnya (Sudaryani, 2006). Telur dapat dilihat dari luar dan dapat digunakan sebagai indikator kualitas telur, diantaranya adalah kebersihan telur, bentuk telur, warna kerabang telur, soliditas kerabang telur dan keabnormalan telur (Yuwanta, 2009). Menurut Jacob et al. (2000), kualitas isi telur ditentukan oleh kondisi ruang udara, putih telur, kuning telur dan keberadaan noda darah atau daging.Penentuan kualitas isi telur dapat dilakukan dengan dua cara diantaranya peneropongan dan Haugh Unit. Peneropongan berguna untuk menghindari agar tidak tertipu membeli telur yang telah dierami. Haugh unit merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran isi telur terutama bagian putih telur. selain itu, terdapat penilaian kecerahan kuning telur dengan menggunakan alat Roche yolk colour fan. Kualitas Putih Telur Putih telur merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas isi telur. Albumen yang tipis menandakan kualitas telur yang rendah (Jacob et al., 2000). Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah (Sudaryani, 2006).
5
Albumen akan menjadi semakin tipis pada ayam yang tua dan beberapa karena genetik (EPF, 2009). Menurut Jacob et al. (2000), selain penyakit, faktor yang mempengaruhi kualitas albumen adalah umur ayam. Kualitas menurun sesuai umur ayam. Kualitas albumen tidak banyak dipengaruhi oleh nutrisi ayam. Bahkan lingkungan, perkandangan dan heat stress hampir tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas albumen pada telur ayam segar. Haugh unit merupakan salah satu pengukuran kualitas putih telur. Telur ditimbang pada keseimbangan yang sensitif. Kemudian telur dipecahkan, tinggi putih telur diukur dengan mikrometer. Haugh unit merupakan nilai yang mengindikasikan kualitas dan berpengaruh terhadap kelas telur (Moreng dan Avens, 1985). Karakter yang lebih spesifik terhadap putih telur adalah kandungan protein (lisosom) yang berperan terhadap kualitas putih telur yang digambarkan pada kekentalan putih telur (Yuwanta, 2009). Kekentalan putih telur tersebut dapat dilihat dari nilai tinggi putih telur. Semakin tinggi nilai tinggi putih telur maka semakin kental, sedangkan semakin rendah nilai tinggi putih telur maka semakin encer. Kualitas Kuning Telur Kualitas kuning telur terlihat dari tekstur, kekokohan dan bau. Kuning telur yang segar adalah bulat dan kokoh. Telur yang segar tidak terlihat bayangan karena kuning telur terletak di tengah, sedangkan kualitas telur yang rendah memiliki kuning telur yang bebas bergerak dan kusam atau berbayang karena lebih dekat kepada kerabang. (Jaco bet al., 2000). Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih, dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah (Sudaryani, 2006). Menurut Jacob et al. (2000), kualitas telur dipengaruhi oleh genetik, suhu lingkungan, umur ayam dan pakan. Konsumsi Ayam Petelur Kebutuhan pakan untuk produksi telur adalah berdasarkan energi dan protein (asam amino). Selanjutnya, beragam konsumsi ransum untuk unggas tergantung pada kebutuhan kalori, sehingga mempengaruhi jumlah protein (asam amino) yang dikonsumsi (Bell dan Weaver, 2002). Pada saat ayam pertama kali bertelur, ayam petelur dara jenis Leghorn mengkonsumsi ransum sekitar 16,5 lb (7,5 kg) per 100 6
ayam, selanjutnya pada empat hari pertama, konsumsi ransum menurun hingga 20% tetap pada tingkat rendah sampai telur pertama kali diproduksi (North dan Bell, 1990). Menurut North dan Bell (1990), konsumsi harian ayam dipengaruhi oleh faktor utama dan faktor lainnya. Faktor utama terdiri dari kandungan kalori dalam ransum dan temperatur,sedangkan faktor lainnya meliputi genetik, bobot badan, massa telur harian, periode berbulu, tingkat stress dan aktivitas ayam. Ayam Leghorn tipe medium yang memproduksi telur coklat membutuhkan energi sekitar 2860 kcal/kg. Kebutuhan nutrisi masa bertelur tergantung kepada tinggi atau rendahnya produksi, temperatur lingkungan, kesehatan ayam itu sendiri, tujuan produksi, dankebutuhan protein dan energi (Rasyaf, 1992). Ganoderma lucidum Jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) sudah dikenal luas di berbagai negara, terutama di negara-negara produsen dan konsumen terbesar obat-obat herbal atau tradisional seperti Cina, Jepang dan Korea (Parjimo dan Soenanto, 2008). Terdapat 250 jenis jamur lingzhi di seluruh dunia telah diketahui. Namun, spesies yang paling popular khasiatnya untuk pengobatan adalah Ganoderma lucidum (Wasser, 2005). Ganoderma merupakan anggota polypore, jenis jamur yang memiliki pori-pori sebagai petal di bagian bawah badan spora (Engelbrecht dan Volk, 2005).
Gambar 2. Ganoderma lucidum (Wikipedia, 2010) 7
Menurut Parjimo dan Soenanto (2008), klasifikasi lingzhi adalah sebagai berikut. Kingdom
: Fungi
Divis
: Agaricomycota
Kelas
: Basidiomycota
Ordo
: Polyporales
Famili
: Ganodermataceae
Genus
: Ganoderma
Spesies
: Ganoderma lucidum
Lingzhi yang berkualitas baik memiliki kandungan polisakarida, germanium organik, adenosine, triter penoid, asam ganoderik, protein dan serat (Pasaribu et al., 2002). Menurut penelitian oleh Aremu et al. (2009), secara umum, Ganoderma spp memiliki kandungan nutrisi seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Proksimat dari Ganoderma lucidum Parameter
Kadar
Kadar air (% BK)
10,2 ± 0,2
Abu (% BK)
7,8 ± 0,6
Lemak kasar (% BK)
6,9 ± 0,5
Protein kasar (% BK)
21,5 ± 0,5
Serat kasar (% BK)
3,5 ± 0,2
Karbohidrat (% BK)
50,3 ± 0,2
Energy (KJ/100g)
1476,7 Kedelai Sangrai
Kedelai yang telah disangrai dapat meningkatkan kualitas zat makanannya dibandingkan kedelai mentah. Penelitian Lee et al. (2005) menunjukkan bahwa kedelai yang disangrai pada suhu 120 0C meningkatkan CLA (C18:2) dari 50,5 gr/100gr asam lemak menjadi 52,9gr/100gr asam lemak.Minyak kedelai (soybean oil) memiliki 54,5 CLA (C18:2) gr/100gr (Chouinard et al., 2000). Adawiyah (2005) melaporkan bahwa pemberian kromium organik dan kedelai sangrai dapat meningkatkan kadar CLA (Conjugated Linoleic Acid) susu. Lukmanulhakim (2010) melaporkan bahwa suplemen yang diberi kedelai sangrai memiliki kandungan CLA lebih tinggi disbanding kontrol atau tanpa suplemen. 8
CLA ad dalah istilah kolektif daari posisi kellompok (c8, c10; c9,c111; c10,c12, d c11, c13) dan d geometrik (cis, cis; ccis,trans; traans,cis; and ttrans,trans) isomer i dari and asaam octadecad dienat (asam m linoleat) dengan d sistem m ikatan gannda terkonjuugasi. CLA mem miliki panjaang rantai yang y sama dengan asam linoleat, tetapi CLA A memiliki ikattan ganda yang y terkonnjugasi sebaaliknya, mettilen terpisaah sama sepperti asam lino oleat. Ikatan terkonjuggasi hanya dipisahkan n oleh satuu carbon, sebaliknya dipisahkan oleh h dua atau leebih carbon ((Mulvihill, 2001). 2 CLA addalah conjuggated linoleiic acid atauu gabungan aasam linoleaat. Sumber alam mi CLA daapat ditemuk kan berlimppah di dagin ng dan susu pada hewan n pemakan rum mput. Peneliitian pada taahun membuuktikan bahwa hewan pemakan p rum mput yang diu umbar memilliki 3-5 kali CLA daripaada hewan yaang digemukkkan dengann biji-bijian (graain) di kandaang feedlot (Dhiman ( et al., a 1999).
Gaambar 2. Struuktur CLA [(9Z,11E)-oc [ ctadeca-9,111-dienoic aciid] (Wikipeddia, 2010). Berdasaarkan situs Eatwild E (2010), pada tiingkat moleekul, CLA menyerupai m jeniis lemak lain n yang bernaama asam linnoleat atau LA. L Kedua C CLA dan LA A memiliki 18 atom karbonn dan dua ikkatan rantaii yang salingg bertautan. Perbedaan utama dari CLA dan LA adalah peneempatan ranttai. Ada 28 jenis isomeer pada CLA A, masingmasing tidak memiliki m baanyak perbeddaan susunaan kimia. Jeenis CLA yang paling ban nyak ditemuk kan di daginng dan produuk susu yangg memiliki ddua ikatan antara a atom karrbon ke-9 daan ke-11 berrdasarkan cis-9, trans-111 CLA atau asam rumenn (rumenic acidd). Kim et al. (2007) melaporkan m bbahwa penam mbahan CLA A saja tidak berdampak b da kualitas telur, t namu un perlu pannambahan asam a linoleaat dan asam m linolenat. pad Nam mun Suksombat et all. (2006) melaporkan m bahwa pennambahan CLA C dapat men ningkatkan asam a lemak jenuh pada kuning k telurr. 9
Kromium Kromium telah diidentifikasi pada tahun 1959 sebagai bahan aktif dalam metabolism hormon dan menyimpan karbohidrat sehingga disebut “Toleransi Glukosa” (Schwarz, 1959). Toleransi glukosa adalah waktu yang diperlukan oleh gula dalam darah untuk kembali pada kadar normal bila manusia atau hewan yang dipuasakan mengkonsumsi gula (Winarno, 1997). Kromium telah dibuktikan pertama kali menjadi kebutuhan mendasar untuk pemanfaatan glukosa pada tikus. Tikus percobaan yang diberi pakan berupa serealia dan susu skim yang mengandung 100 µg kromium/kg berat basah menunjukkan pertumbuhan yang cepat jika ditambahkan suplemen berupa kromium asetat. Kromium kemungkinan berperan pula dalam sintesis lemak dan protein pada serum kolesterol dalam kondisi homeostasis (McDonald et al., 1981). Penambahan 200 ppb Cr dalam bentuk kromium tripikolinat telah dilaporkan dapat meningkatkan daging tanpa lemakdan menurunkan lemak pada pertumbuhan babi (Page et al., 1993). Cara dalam merespon aksi ini tidak diketahui, namun, kemungkinan terjadi efek oleh Cr pada metabolisme insulin melalui pergantian Cr dari metabolisme karbohidrat (Pond et al., 1995). Pemberian pakan jagung-bungkil kedelai rendah protein kasar (230 g/kg) pada kalkun yang baru menetas meningkatkan bobot badan sebesar 10% serta meningkatnya lipogenesis hati sebanyak 60% karena penambahan 20 mg inorganik Cr (Steele dan Roseburgh, 1981). Fermentasi dari produk Cr3+ (persedian 5 mg Cr/kg Berat Kering) telah meningkatkan kualitas telur pada ayam petelur dan melindungi kondisi dalam telur dari efek bahaya vanadium (Jensen et al., 1978). Penambahan CrP pada ransum jagung/bungkil kedelai ayam petelur yang mengandung 0,2; 0,4 atau 0,8 mg Cr/kg berat kering menurunkan kolesterol pada serum darah ayam dan kuning telur dengan sistem dosis, sedangkan peningkatan level pemberian sebanyak dua kali menurunkan kekuatan kerabang sebesar 32% (Lien et al., 1996). Kim et al., (1997) melaporkan bahwa pemberian 800 µg chromium picolinat per kg pada ayam petelur dapat meningkatkan produksi telur, bobot telur dan massa telur, namun pada penelitian berikutnya melaporkan bahwa pemberian chromium organik atau inorganik pada jumlah yang sama tidak mempengaruhi performa produksi ayam petelur (Lin dan Lin, 10
1999). Pada percobaan yang lain, pemberian kromium sebanyak 10 mg/kg meningkatkan bobot telur, rasio produksi telur, dan kualitas putih telur sebagaimana pada periode puncak, namun tidak demikian pada level kromium 5 mg/kg (Liu et al., 1999).
11
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009,bertempat di kandang C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 ekor ayam ras petelur strain Lohmann yang berumur 26 minggu yang dialokasikan ke dalam 4 perlakuan dengan 3 ulangan secara acak, dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam denganbobot rata-rata sekitar 1,67 kg±0,135 Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang baterei yang terbuat dari kawat dengan 60 petak dan masing-masing petak berisi 2 ekor yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan adalah lampu sebagaialat penerangan, timbangan, plastik ransum, termometer ruang, dan ember plastik. Ransum Ransum disusun berdasarkan tabel komposisi zat makanan menurut Lesson dan Summer (2005),dengan menggunakan bahan-bahan : jagung kuning, dedak padi, MBM, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak kelapa, premix, DCP, dan CaCO3. Air minum
yang
diberikan
berasal
dari
air
sumur
yang
ada
di
dekat
kandang.Komposisidan kandungan zat makanan ransum penelitian terdapat pada Tabel 3 dan 4. Suplemen Suplemen yang digunakan adalah jamur Ganoderma lucidum (Lingzhi), kromium organik, dan kedelai sangrai. Untuk Ganoderma lucidum dibuat dengan cara tubuh buah Ganoderma lucidum (Lingzhi) dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian digiling halus. Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) yang diberikan sebanyak 5 gram/50 kg BB ayam.Bobot badan ayam pada penelitian ini rata-rata 12
sebesar 1,67 kg, sehingga jamur lingzhi yang diberikan sebanyak 0,167 gram/ekor/hari. Kedelai sangrai dibuat dari kacang kedelai yang disangrai terlebih dahulu selama 15 menit dengan suhu sekitar 1000C kemudian didinginkan dan digiling halus. Kacang kedelai yang diberikan sebanyak 1% dari lemak ransum. Lemak ransum sebesar 5,25% dikalikan dengan pemberian ransum/ekor/hari yaitu 110 gram. Didapatkan hasil sebesar 5,775 gram. Kemudian 5,775 gram dikalikan 1%, jadi kedelai sangrai yang diberikan sebanyak 0,05774 gram/ekor/hari. Kromium organik berasal dari kacang kedelai rebus yang dicampur dengan kromium inorganik kemudian difermentasi dengan Rhizopus sp lalu dikeringkan dan digiling halus (Asnawati, 2008). Kromium organik yang diberikan sebanyak 3 ppm. 3 ppm yaitu 3 gram kromium yang diberikan pada pakan sebanyak 1000 kg. Jadi apabila pakan yang
diberikan
sebanyak
110
gram/ekor/hari,
maka
kromium
yang
diberikansebanyak 0,00033 gram/ekor/hari. Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum Bahan Pakan
Jumlah (%)
Jagung kuning
52
Dedak padi
16
MBM
7
Bungkil kedelai
10
Tepung ikan
5,75
Minyak kelapa
1,75
Premix
0,5 1
DCP CaCO3
6,5
Total
100
Obat-obatan dan Vaksin Vitamin yang digunakan adalah vitastress yang diberikan selama 3 hari setelah kedatangan ayam di kandang dan pada saat penimbangan awal untuk mengatasi terjadinya stess pada ayam tersebut. Dilakukan vaksinasi dengan vaksinND-IB melalui suntik pada bagian dada, dan vaksinasi ND-Lasota melalui tetes mata pada bagian mata kiri. 13
Tabel 4. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum Kandungan Zat Nutrisi
Jumlah
Energi metabolis (kkal/kg)1
2851,48
Protein kasar (% BK)2
17,44
Lemak kasar (% BK)2
5,35
Serat kasar (% BK) Kalsium (% BK) Fosfor (% BK)
2
5,28
2
3,44
2
0,44
Lysin (%)1
1,0
Methionin (%)1
0,4
Keterangan 1) Kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan 2) Kandungan zat makanan berdasarkan analisa proksimat Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009). Tabel 5. Kandungan Zat Makanan yang Dibutuhkan Oleh Ayam Petelur. Kandungan nutrien
Jumlah
Energi metabolis (kkal/kg)
2850
Protein kasar (%)
18
Lemak kasar (%)
<10
Serat kasar (%)
<5
Kalsium (%)
3-4
Fosfor (%)
0,43
Lysin (%)
0,8
Methionin (%)
0,4
Sumber : Lesson & Summer, (2005) Prosedur Jadwal Pemberian Pakan Pemberian air minum ad libitum, sedangkan untuk pakan diberikan sebanyak 110 gram per ekor per hari. Untuk jadwal pemberian pakan dan minum dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada saat pagi, siang, dan sore. Jadwal pemberian pakan dan minum pagi hari dilakukan pada jam sekitar 07.00 – 08.00 WIB, jadwal pemberian pakan dan minum siang hari dilakukan pada jam sekitar 12.00 – 13.00 14
WIB, dan jadwal pemberian pakan dan minum pagi hari dilakukan pada jam sekitar16.00 – 17.00 WIB. Pencampuran Suplemen Ke dalam Pakan Pencampuran suplemen kedalam pakan dilakukan setiap minggu pada proses pembuatan pakan. Untuk jamur Lingzhi (G. lucidum) digunakan dosis 5 g/50 kg dari bobot badan ayam. Kromium organik digunakan dosis 3 ppm, sedangkan untuk kedelai sangrai digunakan dosis 1 % dari total lemak ransum. Suplemen yang sudah ditimbang kemudian dicampurkan terlebih dahulu. Setelah itu campuran suplemen tersebut kemudian dicampurkan dengan ransum secara bertahap, yaitu apabila berat total campuran suplemen 10 gram maka dicampurkan dengan 10 gram ransum. Setelah itu 20 gram tersebut dicampurkan lagi dengan 20 gram ransum, begitu seterusnya sampai suplemen tercapur rata dengan ransum. Pengukuran Bobot Telur Bobot telur didapatkan dengan cara menimbang telur satu per satu setiap hari selama 5 minggu perlakuan. Pengukuran Haugh unit Telur dipecahkan di atas meja kaca, lalu diukur tinggi putih telur yang paling atas dengan menggunakan tripod. Selanjutnya diukur nilai Haugh unit. Pengukuran Haugh Unit merupakan cara mengukur tinggi albumen (H) dan berat telur (W). Nilai haugh unit diperoleh dari rumus (Haugh, 1937). HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37) Pengukuran Berat Kerabang dan Tebal Kerabang Berat dan tebal kerabang diukur dengan cara, pertama-tama dilakukan pembersihan terlebih dahulu pada kerabang tersebut dan dilepas selaput kulit telurnya. Kemudian kerabang dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kerabang dan selaput yang telah kering ditimbang untuk mengukur berat kerabang. Setelah ditimbang lalu diukur tebal kerabangnya menggunakan mikro meter dengan skala terkecil 0,01 mm.
15
Warna Kuning Telur Nilai warna kuning telur didapatkan dengan membandingkan warna kuning telur dengan yolk color fan. Pengukuran Hen Day Hen day production diperoleh dari rumus (Weaver dan Bell, 2002) Hen day
Jumlah telur hari itu Jumlah ayam yang ada
100%
Pengukuran Konsumsi Konsumsi ransum diukur setiap minggu dari hasil selisih jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan. Rancangan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari10 ekor ayam. Rasum perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : P1 = Ransum (Kontrol) P2 = P1 + Lingzhi + Cr organik + Kedelai sangrai P3 = P1 + Lingzhi + Kedelai sangrai P4 = P1 + Kedelai sangrai + Cr organik Metode matematikanya adalah Yij = µ + Pi + єij Keterangan: Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulagan ke-j µ
: Rataan Umum
Pi : Pengaruh perlakukan ke-i dan Єij : Galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Bobot telur 2. Haugh unit 3. Berat kerabang dan tebal kerabang 16
4. arna kuning telur 5. Hen day 6. Konsumsi Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993).
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Performa Telur Produksi Telur Hasil sidik ragam penambahan suplemen terhadap produksi telur
tidak
berbeda nyata. Rataan produksi telur per hari selama 5 minggu ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Penambahan Suplemen terhadap Produksi Telur Ransum Perlakuan Minggu
P1
P2
P3
P4
-----------------------------------------%-------------------------------------1
70,95±8,12
59,52±12,48
61,67±35,50
72,38±6,44
2
72,38±2,97
69,52±9,72
84,28±6,06
74,76±7,87
3
74,76±4,36
74,76±2,97
65,71±0,00
73,81±6,60
4
63,81±4,36
67,14±6,23
85,71±4,04
61,43±11,43
5
60,96±5,77
62,38±6,75
84,28±2,01
65,71±5,71
Jumlah
342,86
333,32
381,65
348,09
Rata-rata ±sd
68,57±5.90
66,66±5.99
76,33±11.64
69,62± 5.79
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Produksi telur pada umur 26 minggu seharusnya dapat mencapai 92 % (Bell dan Weaver, 2002), namun ransum kontrol dan pemberian ketiga kombinasi suplemen belum dapat mencapai angka tersebut. Meski demikian, P3 dapat memberikan produksi telur paling besar dibanding kontrol. Perlakuan P2 dan P4 yang menggunakan Cr organik tidak berbeda nyata dengan kontrol karena dosis yang digunakan sebesar 3 ppm lebih rendah daripada hasil penelitian Eseceli et al. (2010) yaitu 4,1 ppm dan penelitian Piva et al. (2002) yaitu 36,27 ppm. Kromium memiliki karakteristik mengikat oligopeptida dengan membentuk oligopeptida chromodulin yang terdiri atas empat asam amino yaitu glycine, cysteine, glutamat dan aspartat (Vincent, 2000). Namun hal ini tidak terlalu dapat memberikan pengaruh, karena asam amino yang paling banyak dibutuhkan untuk produksi telur berturut-turut 18
adalah arginin, lysine, metionin dan triptopan seperti yang dilaporkan oleh NRC (1994). Sehingga meski kromium berperan dalam mengikat asam amino, namun belum tentu dapat meningkatkan produksi telur. Kalsium juga dibutuhkan dalam porsi dua kali lipat pada masa bertelur dibanding pada masa pertumbuhan. Karena pada masa bertelur, kalsium disimpan sebanyak 60% untuk kebutuhan bertelur (North dan Bell, 1990). Belum ada penelitian yang membuktikan kromium dapat mengikat dan mentransfer mineral lain seperti kalsium yang dibutuhkan untuk produksi telur. Pemberian kromium organik CrCl3 atau bentuk lainnya pada dosis tinggi tidak mengubah kandungan nutrisi telur. Rendahnya transfer kromium ke telur tampaknya karena adanya mekanisme pencegahan akumulasi penyerapan berlebihan mineral ini dalam telur (Piva et al., 2002). Artinya, terdapat mekanisme pencegahan nutrien yang membahayakan bagi embrio, sehingga kromium pun diberikan dalam batas yang boleh diberikan. Namun, kromium yang kompleks diduga dapat berinteraksi dengan oksigen katalis dan dapat menghasilkan radikal hidroksil (Vincent, 2000) dan dapat merusak semua tipe makromolekul yang dapat mengganggu kelangsungan hidup, namun dapat menurunkan konsentrasi kolesterol pada kuning telur seperti pada penelitian Kim et al. (1997) bahwa pemberian kromium picolinat pada dosis 400 ppb menurunkan kolesterol telur. Hal ini mungkin karena kromium merespon dan bekerja sama dalam aktivitas metabolisme lipid. P2, P3 dan P4 menggunakan kedelai sangrai dengan dosis 1% dari total lemak ransum belum dapat mempengaruhi produksi telur dibandingkan dengan kontrol(P1) yaitu 68,57%. Meski demikian, rataan menunjukkan bahwa P3 sebesar 76,33% berpotensi memiliki produksi telur yang lebih tinggi dari kontrol.Sepertinya kombinasi lingzhi dan kedelai sangrai dapat berkolaborasi positif dalam meningkatkan produksi telur. Kemungkinan disebabkan oleh potensi lingzhi dalam meningkatkan imunitas tubuh ternak terutama dalam mengurangi tingkat stress ayam pada masa bertelur. Penelitian Lukmanhakim (2010) melaporkan bahwa terdapat CLA sebanyak 0,42%, 0,48%, 0,5% dan 0,44% berturut-turut pada P1, P2, P3 dan P4. Kedelai sangrai yang memiliki kandungan CLA ternyata belum dapat mempengaruhi produksi telurmungkin disebabkan oleh sintesis lemak yang tidak terkait dengan performa telur, namun dapat diduga dapat mengubah profil nutrient telur. Suksombat 19
et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan suplemen CLA sebesar 1%-4% menurunkan produksi telur dibandingkan ayam yang tanpa diberi suplemen CLA. Penambahan 2% suplemen CLA dan CLA byproduct dari total ransumpada penelitian Kim et al. (2008) juga tidak memberikan pengaruh pada produksi telur, apalagi jika hanya diberikan sejumlah 1% dari total lemak ransum. Meski demikian, telur yang diberi suplemen lingzhi dan kedelai sangrai memiliki kandungan CLA tertinggi yang dapat mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan massa otot dengan lemak sedikit (Lukmanulhakim, 2010). Isomer trans-10,cis-12 pada CLA mengurangi aktivitas enzim lipase dalam memecah lipoprotein serta konsentrasi triasilgliserol intraselular dan gliserol sebagai hasil pemecahan lipoprotein (Park et al., 1999). Hal ini mengakibatkan lipoprotein tidak banyak mengubah triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak dalam sel sebagai bahan kolesterol.Sejumlah triasilgliserol sangat berguna dalam menyimpan energi terutama pada saat masa bertelur.Meski demikian lipoprotein yang mengandung banyak trigliserida dapat memicu atherosclerosis yang menyebabkan penyakit jantung pada manusia. Lingzhi tidak banyak memiliki asam amino esensial yang penting untuk produksi telur. Lingzhi memiliki zat bioaktif polisakarida dan asam ganoderik (Paterson, 2006) serta kaya akan protein yang dapat dibandingkan dengan biji-bijan seperti kedelai (Aremu et al., 2009). Meski lingzhi kaya akan protein, namun jenis asam amino yang paling banyak terdapat pada lingzhi adalah asam amino non esensial yaitu glisin, alanin dan treonin, sedangkan yang terendah adalah arginin, lisin, metionin dan histidin (Kawagishi et al., 1996) yang merupakan asam amino esensial yang dapat meningkatkan produksi telur. Konsumsi Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ketiga suplemen belum dapat mempengaruhi konsumsi secara nyata. Rataan konsumsi yang diperoleh selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 10. Cr organik sebanyak 3 ppm yang diberikan dalam ransum belum dapat memberikan mempengaruhi konsumsi.Namun jika pada dosis 4,1 ppm (Eseceli, 2010) dan 36,27 ppm (Piva et al., 2002) dapat meningkatkan konsumsi pakan. Perlakuan yang menggunakan kedelai sangrai sebanyak 1% dari total lemak ransum pada P2, P3 dan P4 tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi dibanding kontrol. 20
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Perlakuan Minggu
P1
P2
P3
P4
---------------------------------------gram------------------------------------1
97,11±3,82
103,77±2,85
98,46±1,06
102,60±5,66
2
100±2,75
100±1,27
101,20±2,44
100,37±2,66
3
94,14±3,90
95,20±2,98
96,64±5,64
97,16±2,60
4
91,14±1,69
95,20±3,30
94,61±1,96
97,69±3,16
5
99,09±1,5
93,41±0,90
108,88±1,47
96,12±2,42
Jumlah
481,48
487,58
499,79
493,94
Rata-rata ±sd
96,30±4,19
97,57±4,50
100,12±5,73
98,79±3,85
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
CLA yang diduga terdapat pada kedelai sangrai nampaknya hanya memiliki jumlah yang sedikit untuk dapat mempengaruhi konsumsi pakan seperti halnya pada penelitian Raes et al. (2002) bahwa pemberian pakan dengan suplemen CLA yang rendah (10 g/kg) tidak mempengaruhi produksi telur, konsumsi juga massa telur. Penelitian Kim et al. (2008) menunjukkan bahwa penambahan CLA 2% dan CLAby product 2% menurunkan konsumsi hingga 3 gram dari ransum. Konsumsi ransum pada ayam mempengaruhi kualitas telur dan nilai nutrisi telur tersebut (Winter dan Funk, 1947). Bell dan Weaver (2002) mencatat bahwa semakin tinggi produksi telur, maka kebutuhan konsumsi semakin tinggi pula. Pada umur 26 minggu, ayam mengkonsumsi sekitar 106,4 gram pakan. Perlakuan yang paling mendekati standar ini adalah P3 yaitu sebesar 100,12 gram. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kerjasama positif antara lingzhi dan kedelai sangrai dalam mempengaruhi banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Mungkin lingzhi dapat meningkatkan palatabilitas, namun kromium organik tidak, sehingga jika lingzhi dikombinasikan dengan kromium maka belum mampu bekerja sama dalam menciptakan palatabilitas yang baik. Sedangkan jika lingzhi dikombinasikan dengan kedelai sangrai berpotensi menciptakan palatabilitas yang baik untuk ternak. Meski demikian, seluruh perlakuan menghasilkan konsumsi yang lebih tinggi dari kontrol. Artinya kombinasi diantara ketiganya berpotensi untuk meningkatkan konsumsi ayam petelur. 21
Pengaruh Perlakuan Terhadap Fisik Telur Berat Telur Salah satu yang menentukan kualitas telur adalah berat telur. Rataan berat telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Berat Telur Ayam Selama Penelitian Ransum Perlakuan Ulangan
P1
P2
P3
P4
---------------------------------------gram------------------------------------1
51,00±4,84
51,02±4,28
49,75±3,92
49,67±3,55
2
53,92±3,85
52,42±3,82
49,64±4,39
50,25±3,70
3
51,75±3.86
51,58±2,91
50,4±4,33
52,58±5,03
Jumlah
156,67
155,02
149,79
Rata-rata ±sd
52,22±4,28
a
51,67±3,65
a
49,83±4,04
152,5 a
50,83±4,22a
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Berat telur berbanding terbalik dengan produksi telur. Oleh karenanya, berat telur yang paling besar menghasilkan produksi telur yang sedikit dan sebaliknya, berat telur yang paling kecil menghasilkan produksi telur yang banyak. Meski hasil analisis sidik ragam tidak berbeda nyata, namun dapat terlihat bahwa P3 menghasilkan berat telur paling rendah dan produksi telur paling tinggi. Berat telur yang dihasilkan dari ransum berkisar 49,94-52,22 g, sedangkan menurutWeaver dan Bell (2002), ayam petelur yang berumur 26 minggu memiliki berat telur 56,4 gram. Hasil analisissidik ragam menunjukkan bahwa pemberianketiga jenis suplementidak mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Hal ini diduga karena kandungan protein dan asam amino yang digunakan untuk sintesis protein telur terdapat dalam jumlah yang relatif sama. Kebutuhan protein pada ayam petelur berkaitan dengan produksi telur dan ukuran telur, penurunan pemberian asam amino atau protein pada ransum mempengaruhi produksi telur dan berat telur, tergantung pada taraf suplemen. Sedikit penurunan konsumsi metionin dapat berpengaruh pada berat telur (Weaver dan Bell, 2002). Berat telur sangat erat kaitannya dengan putih telur (albumin) karena menurut Romanoff dan Romanoff (1949), berat relatif albumin mencapai 50,8 % sehingga jika albumin memiliki berat yang tinggi, maka berat telur pun tinggi. 22
Pembentukan albumin sendiri sangat dipengaruhi oleh asam amino. Kuantitas asam amino menentukan keseimbangan putih telur, terutama lisin dan metionin menurunkan berat total dari putih telur (Yuwanta, 1988). Namun untuk mendapatkan lisin dan metionin tidak bisa hanya dengan menambah kandungan protein ransum. Penelitian Kang (1996) dan Kim (1997) tidak menunjukkan perubahan yang berarti ketika ransum ayam petelur diberikan protein sebanyak 14% dan 16%. Oleh sebab itu meski protein ditingkatkan belum tentu dapat meningkatkan metionin dan lisin sebagai bahan pembuat albumin. Namun, jika protein ditingkatkan hingga lebih dari 17%, maka berat telur akan meningkat (Yuwanta, 2009). Kromium pada penelitian diberikan hanya sebanyak 3 ppm yaitu pada P2 dan P4 belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat telur karena mungkin kromium pada ransum belum cukup membantu memetabolisme zat makanan pada telur. Penelitian Lien et al. (1996) bahwa penambahan kromium pada dosis 200-800 ppb dapat menurunkan berat telur, sedangkan ransum tanpa kromium memiliki berat telur paling besar. Meski demikian penelitian Lukmannulhakim (2010) melaporkan bahwa penambahan suplemen kromium, lingzhi dan kedelai sangrai meningkatkan kandungan kromium pada telur. Kedelai sangrai sebagai sumber CLA pada P2, P3 dan P4 tidak terbukti dapat mempengaruhi berat telur seperti yang dilaporkan oleh Suksombat et al. (2006) pada dosis CLA 3%, Kim et al. (2007)pada dosis CLA 2%. Namun Aydin (2006) melaporkan bahwa ransum ayam petelur yang diberi suplemen CLA sebanyak 0,5% menurunkan berat telur dan albumin, tetapi meningkatkan berat kuning telur. Hal ini kemungkinan terjadi karena CLA membuat mineral dalam putih telur berpindah ke kuning telur karena penelitian Aydin (2001) melaporkan bahwa albumin telur yang diberi CLA memiliki konsentrasi mineral besi, kalsium dan seng yang tinggi namun rendah akan mineral magnesium, sodium dan klorid.Asam lemak merupakan sumber energi yang penting dan efisien untuk meningkatkan berat telur. Pakan yang kurang asam lemak yaitu linoleat akan menurunkan berat telur. Menurut Yuwanta (2008), jika pakan kekurangan asam linoleat maka berat telur dan kuning telur menurun 10 gram. CLA terbukti dapat menurunkan asam lemak seperti pada penelitian Suksombat et al. (2006), Kim et al. (2008), serta Aydin (2006) hal ini mengakibatkan berat telur akan menurun. Akibat CLA, metabolisme lemak dalam telur pun 23
berubah,sehingga konsentrasi lemak sebagai sumber energi pun berubah. Apabila kedelai sangrai sebagai sumber CLA tidak berpengaruh pada berat telur kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi CLA pada ransum yang belum cukup untuk memetabolisme lemak dalam telur. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa P2 dan P3 yang mengandung lingzhi belum dapat mempengaruhi berat telur. Karena mungkin zat bioaktif yang terdapat dalam lingzhi tidak berhubungan dengan berat telur. Jenis polisakarida yang terdapat pada lingzhi baru diteliti hanya berfungsi untuk antifibrotik (Park et al., 1997), antipiretik (Kim et al., 2000), anti-inflamasi (Ukai et al., 1983), hepatoprotective (Zhang et al., 2002), kekebalan tubuh dan anti kanker (Paterson, 2006) yang bekerja dengan triterpenoid dan immuno-modulator protein,melalui penghambatan DNA polimerase, penghambatanmodifikasi pasca-translasi dari onkoprotein (protein pada tumor),atau stimulasi produksi sitokin (Sliva, 2006) serta menghambat enzyme pemicu aktivitas tumor (Paterson, 2006). Sedangkan jenis protein
pada
lingzhi
yaitu
LZ-8
befungsi
untuk
Immunodulatory
dan
Immunosuppressive (Van der Hem et al., 1995) yang bekerja secara makrofage (memakan sel) (Yeh et al., 2010). Hal ini mungkin dapat meningkatkan imunitas tubuh ternak dalam mengurangi stress yang biasa dialami oleh ayam pada masa bertelur. Haugh Unit Nilai Haugh Unit adalah salah satu indikator kesegaran telur. Rataan haugh unit yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Ayam Selama Penelitian Ulangan
Ransum Perlakuan P1
P2
P3
P4
1
66.54±29,33
65.78±35.46
64.56±25.18
81.09±24.63
2
75.19±27,30
81.72±21,13
64.49±33.47
67.89±31.02
3
79.91±25,00
71.55±33.86
86.68±13.81
70.68±27.67
Jumlah
221,64
219,05
215,73
219,66
Rata-rata ±sd
73,88±27,07
73,02±30,67
68,95±28,14
73,22±27,70
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
24
USDA mengklasifikasikan kualitas telur dari nilai Haugh unit diantaranya telur berkategori AA jika nilai HU lebih dari 72, kategori A jika berkisar antara 6072, kategori B jika memiliki nilai HU kurang dari 60. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap haugh unit (Tabel 6). Suplementasi kromium organik yang terdapat pada P2 dan P4 tidak mempengaruhi nilai Haugh unit. Salah satu yang menyebabkan mungkin karena penyerapan kromium tidak diserap dari ayam ke telur (Burger dan Gochfeld, 1996).Penelitian Piva et al., (2001) melaporkan bahwa suplementasi kromium yeast pada ransum ayam petelur pada dosis 21,11 ppm serta pemberian kromium sebanyak 4,1 ppm dan kombinasi kromium dengan asam folat pada penelitian Eseceli et al., (2010) tidak mempengaruhi haugh unit. Meski demikian, nilai haugh unit pada P1, P2 dan P4 menunjukkan bahwa telur dapat dikategoirkan dalam kelas AA. Sedangkan P3 masih berkategori A. P3 memiliki berat telur yang lebih kecil dari perlakuan lainnya sehingga akan menghasilkan haugh unit yang lebih kecil pula. Kombinasi lingzhi dan kedelai sangrai nampaknya berhasil menurunkan asam lemak dalam telur sehingga berat telur pun menurun. Sedangkan protein dalam lingzhi dan kedelai sangrai belum dapat meningkatkan tinggi putih telur secara signifikan. Haugh unit dipengaruh oleh kekentalan putih telur, sedangkan karakter yang lebih spesifik terhadap putih telur adalah kandungan protein (lisosom) yang berperan terhadap kualitas putih telur yang digambarkan pada kekentalan putih telur. Putih telur kental dibentuk oleh β-ovomusin yang berinteraksi dengan lisosom secara elektrostatik dengan ion kalsium dan magnesium sehingga terbentuk komplek putih telur kental (Yuwanta, 2009). Pemberian CLA saja memberikan pengaruh negatif pada kualits telur, namun jika CLA dikombinasikan dengan lemak lain sebanyak 2% dapat mengurangi tingkat perubahan performa telur (Kim et al., 2007). Warna Kuning Telur Pengamatan terhadap warna kuning telur dengan menggunakan Yolk Colour Fan menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap warna kuning telur.Rataan warna kuning telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 13. Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat ransum memiliki warna kuning telur di atas standar.Nilai 7 pada skala Roche memiliki 43 mikrogram betakareoten 25
per gram kuning telur dan 27,5 miligram xantopil (North dan Bell, 1990). Betakaroten dalam telur bisa didapatkan dari pemberian jagung atau alfalfa (Bailey dan Chen, 1989). sedangkan untuk mendapatkan warna kuning cerah (platinum) didapatkan dari pemberian jagung putih, sorgum, gandum atau barley (Jacob et al., 2000). Pada penelitian, ransum yang diberikan hanya mengandung sekitar 520 gr/kg jagung kuning, maka ransum tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur karena pada penelitian Piva et al. (2003) pemberian 540 gram/kg jagung kuning, 30 gr/kg alfalfa bahkan 20 gr/kg jagung terglutenisasi saja tidak mempengaruhi warna kemerahan telur. Tabel 13. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Warna KuningTelur Ulangan
Ransum Perlakuan P1
P2
P3
P4
1
7,83±1,70
7,17±1,47
7,56±1,24
7,58±1,08
2
7,17±1,53
7,75±1,06
7,36±1,69
7,67±1,30
3
7,33±1,44
7,67±1,30
8,00±1,41
7,33±1,23
Jumlah
22,33
22,59
22,92
22,58
Rata-rata ±sd
7,44±1,54
7,53±1,28
7,56±1,44
7,53±1,18
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Kandungan
kromium
dalam
telur
terbukti
meningkat
pada
P2
(Lukmanulhakim, 2010), namun belum dapat memberikan pengaruh pada warna kuning telur yang mungkin karena penyerapan dan metabolisme kromium tidak berhubungan dengan konsentrasi xantopil sebagai bahan pemberi warna pada kuning telur. Kromium lebih banyak bekerja pada glukosa dalam sel. Kromium dapat mengatur glukosa yang keluar dan masuk dalam sel atau biasa dikenal dengan GTF (Glucose Tolerance Factor). Penelitian saat ini menunjukkan bahwa pemberian makanan dalam jangka pendek pada ayam petelur dengan diet tinggikadar kromium anorganik atau organik tidak mempengaruhi produksi telur atau kualitas telur dan tidak mengakibatkan konsentrasi abnormal kromium dalam kuning telur, sehingga tampaknya tidak mungkin bahwa telur kaya akan Cr dapat membantu manusia yang kekurangan Cr (Piva et al., 2002). Warna kuning telur ditentukan oleh kandungan βkaroten yang terdapat pada kuning telur, diantara karotenoid tersebut adalah xantofil 26
dan lutein (Yuwanta, 2009). Ransum yang diberi perlakuan memiliki jumlah yang relatif samakarena warna kuning telur dipengaruhi oleh xantopil pada ransum (Weaver dan Bell, 2002) dan kemungkinan sintesis lemak yang dihasilkan dari kedelai sangrai tidak memberikan efek terhadap warna kuning telur. Meski kandungan CLA pada P3 terbukti paling besar yaitu 0,5% (Lukmanhakim, 2010), namun kandungan CLA tersebut tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur seperti penelitian Aydin et al. (2001) dan Erhan dan Celebi (2005) menemukan bahwa pemberian CLAsebanyak 1,4% dan 0,5% tidak berpengaruh terhadap warna telur. Lee et al. (1995) menyatakan bahwa perubahan warna telur disebabkan oleh CLA yang mengubah komposisi lemak yaitu meningkatkan SFA sehingga terjadi peningkatan permeabilitasmembran viteline telur. Aydin et al. (2001) menyatakan bahwa pemberian CLA mengakibatkan kalsium danseng pada kuning telur berpindah ke putih telur dan magnesium dan natrium pada albumin berpindah ke kuning telur. Hal
ini
akan
menyebabkan
abnormalitas
pada
embrio,
karena
embrio
memmbutuhkan kalsium untuk perkembangan tulangnya.Suksombat et al. (2006) melaporkan bahwa ransum tanpa penambahan suplemen CLA menghasilkan warna kuning telur lebih tinggi dibandingkan penambahan CLA pada level 0,82%-4,03%. Hingga saat ini belum ada yang meneliti kandungan xantophil yang terdapat pada lingzhi. Hasil analisis sidik ragam pada P2 dan P3 yang mengandung lingzhi tidak terbukti dapat mempengaruhi warna kuning telur karena mungkin lingzhi tidak banyak mengandung precursor vitamin A sebagai prekursor xantopil. Karena βkaroten hampir sepenuhnya adalah hasil metabolisme vitamin A, kandungan oxycarotenoid (xantophil) pada pakan menjadi faktor utama dalam pewarnaan kuning telur (Karunajeewa et al., 1984). Kandungan vitamin pada lingzhi antara lain vitamin B2, B1 dan B6 (Parjimo dan Soenanto, 2008) Berat dan Tebal Kerabang Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh pada berat kerabang. Rataan warna kuning telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 14. Berat kerabang yang dihasilkan dari penelitian bernilai sekitar 6,17-6,43 gram. Standar berat kerabang telur ayam adalah sekitar 6,2 gram (Romanoff dan Romanoff, 1949). Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan dapat memenuhi 27
standar berat kerabang. Berat kerabang juga dipengaruhi oleh berat telur dengan umur ayam. Semakin tua umur ayam semakin tipis kerabang sehingga semakin ringan beratnya (Yuwanta, 2009). Berat kerabang dan tebal kerabang dipengaruhi oleh kalsium, fosfor, mangan dan vitamin D3 (Ensminger, 1992). Berat kerabang tertinggi dihasilkan oleh ransum tanpa suplemen (P1). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya dosis kromium pada suplemen karena Amatullah et al. (1999) melaporkan bahwa pemberian kromium hexavalent sebanyak 250-500 mg/kg dapat meningkatkan tebal kerabang, serta Piva et al.(2002) melaporkan bahwa penambahan suplemen kromium tidak berpengaruh pada berat kerabang sedangkan dosis kromium yang diberikan pada penelitian hanya 3 ppm. Eseceli et al. (2010) melaporkan bahwa penambahan kromium tidak mempengaruhi kualitas kerabang karena kemungkinan kromium tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas kerabang, meski demikian, kromium dapat meningkatkan kualitas putih telur dan kuning telur. Tabel 14. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap KerabangTelur Peubah
Perlakuan P1
P2
P3
P4
Berat Kerabang (gram/butir)
6,43±0,79
6,36±0,43
6,17±0,65
6,41±0,88
Tebal Kerabang (mm)
0,41±0,03
0,42±0,03
0,42±0,03
0,42±0,03
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Kedelai sangrai yang terdapat pada perlakuan tidak memberikan pengaruh pada berat dan tebal kerabang.Salah satu penyebab rendahnya kualitas kerabang telur adalah kurangnya kandungan pospor dalam ransum yang dapat meningkatkan mortalitas (kematian) pada ayam yang dikandangkan (North dan Bell, 1990). Kandungan asam lemak pada kedelai sangrai sepertinya hanya dapat dimanfaatkan dalam metabolisme lemak, sedangkan mineral Ca sebagai mineral pembentuk kerabang tidak terbantukan untuk mendeposisikannya ke telur, atau dengan kata lain efek CLA berlawanan terhadap ayam (Yeung et al., 2000). Berat kerabang terbesar dihasilkan oleh P1. Meski kandungan pospor pada lingzhi cukup besar yaitu 41,50 mg/gr (Parjimo dan Soenanto, 2008) dibanding mineral lainnya, namun lingzhi yang terdapat pada P2 dan P3 belum dapat mempengaruhi tebal kerabang hal ini mungkin disebabkan oleh pospor yang terkandung di dalamnya belum dapat terserap oleh telur. 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Suplementasi pakan dengan G. Lucidum, Cr Organik, dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap performa telur ayam secara keseluruhan. G. Lucidum, Cr organik, dan kedelai sangrai sebanyak dosis yang diberikan nampaknya tidak memberikan efek yang berhubungan dengan performa dan fisik telur. Produksi telur paling tinggi dihasilkan oleh P3 namun memiliki Haugh unit terendah karena memiliki berat telur terendah. Sehingga jika menginginkan kuantitas telur yang banyak dapat menggunakan ransum P3. Sedankan jika menginginkan kualitas telur yang baik P1 dan P3 dapat menjadi alternatif. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kombinasi dan dosis yang berbeda.
29
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang banyak membantu baik motivasi, doa, materi serta kasih sayang yang tiada batas nan tiada henti diberikan. Juga, kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc dan Ir. Dwi Margi Suci, MS yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Rita Mutia, M. Agr dan Ir. Sri Darwati, M.Si yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Lukmanulhakim dan Mas Mul dan kepada semua pihak yang telah membantu penelitian. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, 25 Agustus 2011 Penulis
30
DAFTAR PUSTAKA Adawiah. 2005. Respons produktivitasdan kualitas susu pada suplementasi sabunmineral dan mineral organik serta kacang kedelai sangrai dalam ransum ternak ruminansia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amatullah, A., A. Asma, A. Latif& A. R. Shakoori. 1998. Effect of hexalent chromium on egg laying capacity, hatchability of eggs, thicness of egg shell and post hatching deelopment of Gallus domesticus. Asian-Aus. J. Anim. Sci.12(6) : 994-950 Aremu, M. O., S. K. Basu, S. D. Gyar, A. Goyal, P. K. Bhowmik & S. Datta Banik.2009. Proximate composition and functional properties of mushroom floursfrom Ganoderma spp., Omphalotus olearius(dc.) sing. and Hebeloma mesophaeum(pers.) quél. used in Nasarawa state, Nigeria. Mal. J. Nutr 15(2): 233 - 241 Aydin, R., M. Pariza& M. Cook. 2001. Olive oil prevents the adverse effects of dietary conjugated linoleic acid on chick hatchability and egg quality. J. Nutr. 131(3): 800–806. Aydin, R. 2006. Effect of storage temperature on the quality of eggs fromconjugated linoleic acid-fed laying hens.South Afr. J. Anim. Sci.36 (1):13-19. Choiunard, P. Y., L. Corneau, W. R. Butler, Y. Chilliard, J. K. Drackley & D. E.Bauman. 2001. Effect of dietary lipid source on conjugated linoleic acidconcentration in milk fat. J. Dairy Sci. 84 (3):680-690. Dhiman, T. R., G. R. Anand, L. D. Satter & M. W. Pariza. 1999. Conjugated linoleic acid content of milkfrom cows fed different diets. J. Dairy Sci. 82(10): 21462156. Eatwild. 2010. What is CLA. http://www.eatwild.com/cla.html#top. [16 Februari 2010]. Engelbrecht, K.& T. Volk. 2005. Ganoderma lucidum, Reishi or lingzhi, a fungus used in oriental medicine. http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/mar2005.html. [17 Februari 2010]. Ensminger, M. E 1992. Poultry science.Interstate Publishers. Danille EPF. 2009. Egg quality. http://www.eggfarmers.org.nz/egg-quality.asp. [8 Februari 2010]. Erhan, C. B. M. K.& S. Celebi. 2005. The effect of dietary conjugated linoleic acid (CLA), sunflower oil and soybean oil on fatty acid composition of yolk and egg quality in laying hen. J. Food Tech. 3 (3): 427-429.
31
Eseceli, H., N. Degirmencioglu& M. Bilgic. 2010. The effect on inclusion of chromium yeast (Co-Factor II, Alltech Inc.) and folic acid to the rations of laying hens on performances, egg quality, egg yolk cholesterol, folic acid and chromium levels. J. Anim. Vet. Adv. 9 (2): 384-391. Ewing, R. W. 1963. Poultry nutrition. The Ray Ewing Company. California Exploratorium. 2009. Science of eggs : Anatomy of Egg.http://www.exploratorium.edu/cooking/eggs/eggcomposition.html. Februari 2010].
an [8
Infomedion. 2008. Pentingnya suplementasi ransum.http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/tatalaksana/suplementasi-ransum/1-tata-laksana/78-artikel-pentingnyasuplementasi-ransum?tmpl= component&print=1&page=. [2 Desember 2010] Institut
de Selection Animale (ISA). 2008. Quality of Eggs. http://www.isapoultry.com/en/Information/Publications/At%20ISA%20our% 20business%20is%20eggs/Quality%20of%20eggs.aspx .
Jacob, P. J., R. D. Miles & F. B. Mather. 2000. Egg quality. AnimalScience Department. Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida. Jensen, L.S., D.V Maurice& M.W.Murray. 1978. Evidence for a newbiological role of chromium. Federation Proceedings 37:404. Karunajeewa, H., J. H. Hughes, M. W. McDonald & F. S. Shenstone. 1984. A review of factors influencing pigmentation of egg yolks. World Poult. Sci. Journal 40(1) : 52-65 Kim, J.D., I. K. Han, B. J. Chae, J. H. Lee, J. H. Park & C. J. Yang. 1997. Effects ofdietary chromium picolinate on performance, egg quality, serum traitsand mortality rate of brown layers. Asian Aust. J. Anim. Sci. 10(1): 1–7. Kim, J. H.,J. Hwangbo, N. J. Choi, H. G. Park, D. H. Yoon, E. W. Park, S. H. Lee, B. K. Park & Y. J. Kim. 2007. Effect of dietary supplementation withconjugated linoleic acid, with oleic, linoleic, or linolenic acid, on egg quality characteristics and fat accumulation in the egg yolk. J. Poult. Sci. 86(6):1180–1186. Kim, J. H.,N. J. Choi, H. G. Park, I. H. Kim, H. G. Lee, M. K. Song, K. Y. Whang & Y. J. Kim. 2008. Utilization of oil by-product from the purification processof conjugated linoleic acid as feeding supplements for the accumulation of conjugated linoleic acid in the egg yolk. Poult. Sci. 87(1):64–70 Kim, Y.S., S. K. Eo, K. W. Oh, C. Lee & S. S. Han. 2000. Antiherpetic activities of acidic protein bound polysaccharide isolated from Ganoderma lucidum alone and in combinations with interferons. J. Ethnopharmacol. 72(3): 451–458. Lee, K.N., J. M.Storkson&M.W Pariza. 1995. Dietary conjugated linoleic acid changes fatty acid composition in different tissues by decreasing
32
monounsaturated fatty acids. Institute of Food Tech.Annual Meeting (Abstr), p. 183. Lee, S. W., J. S. Yung, Y. Chouinard & B. N. Van. 2005. Effect of dietary soybeans extruded at different temperatures on dairy cow milk composition. J. Anim. Sci. 19(4):541-548. Lesson, S.& J. D.Summers. 2005.Commercial Poultry Nutrition. 3rdEdition.Ontario. Canada. Lien, T. F, S. Y. Chen, S. P. Shiaw, P. Froman, & C. Y. Hu, 1996. Chromiumpicolinate reduces laying hen serum and egg yolk cholesterol. Prof.Anim. Sci. 12:77-80. Lin,
X.L. & F. P.Lin. 1999. Effects of organic chromium on the productionperformance and yolk cholesterol of laying hens. J. Fujian Agric. Univ. 28:483–487.
Liu, P. X., L. J. Chen, D. B. Xie & X. M. Xiong. 1999. Effects of dietary chromium onthe productivity of laying hens and the fistribution of chromium. ActaAgric. Univ. Jangxiensis 21: 564–568. Lukmanulhakim, M. 2010. Pengaruh suplemen campuran jamur lingzhi (ganoderma lucidum), kromium organik, dan kedelai sangrai terhadap kandungan kolesterol dan kromium dalam serum dan telur ayam. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. McDonald, P., R. A. Edwards& J. F. D. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition 3rdEdition. Longman. London. Miles, R. D.& J. P. Jacob. 2000. Feeding the commercial egg-type laying hen. Department of Dairy and Poultry Sciences, Florida Cooperative Extension Service, Institute ofFood and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida. Mulvihill, B. 2001. Ruminant meat as a source of conjugated linoleic acid(CLA). Br. Nutr. Found. 26(4): 295–299. North, M. O.& D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4thEdition. Springer. New York. NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy Press. Washington D.C. Park, E.J., G. Ko, J. Kim & D. H. Sohn. 1997. Antifibrotic effects of a polysaccharide extracted from Ganoderma lucidum, glycyrrhizin, and pentoxifylline in rats with cirrhosis induced by biliary obstruction. Biol. Pharm. Bull. 20(4):417–420. Park, Y., M. K. McGuire, R. Behr, M. A. McGuire, M. A. Evans, & T. D. Shultz. 1999. High fat diary product consumption increases δ9 c,11 t18:2 (rumenic acid) and total lipid concentration of human milk. Lipids. 34(6):543-549. 33
Parjimo, H. & H. Soenanto. 2008. Jamur Lingzhi: Raja Herbal Seribu Khasiat.Agromedia Pustaka. Jakarta. Pasaribu, Tahir, D. R. Permana & E. R. Alda. 2002. Aneka Jamur Unggulan yangMenembus Pasar. Grasindo. Jakarta. Piva, A., E. Meola, P. P. Gatta, G.Biagi, G. Castellani, A. L. Mordenti, J. B. Luchansky, S. Silva &A. Mordenti. 2003. The effect of dietary supplementation with trivalent chromium on production performance of laying hens and the chromium content in the yolk. Anim. Feed Sci. and Tech. 106 (1):149–163 Pond, W. G., D. C.Church&K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition andFeeding 4th Edition. John Wiley & Sons. New York. Raes, K., G. Huyghebaert, S. D. Smet, L. Nollet, S. Arnouts& D. Demeyer. 2002. The deposition of conjugated linoleic acid in eggs of laying hens fed diets varying in fat level and fatty acid profile. J. Nutr. 132(2):182–189. Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. The 2nd Edition. John Wiley& Sons Inc., New York. Haugh, R. R. 1937.The Haugh Unit for Measuring Egg Quality. U.S Egg PoultryMagazine No. 43. Schwarz K. & W. Mertz. 1959. Chromium(III) and the glucose tolerance factor. Arch.Biochem. Biophys. 85(1):292-295. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1995.Prinsipdan prosedur statistik suatu pendekatan biometrik. Terjemahan: B. Soemantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Steele, N. C & W. Roseburgh. 1981. Effect of trivalent chromium on hepaticlipogenesis by the turkey poult.Poult. Sci. 60(3): 617-622. Sudaryani, Ir. 2006. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Suksombat, W., S.Samitayotin, & P. Lounglawan. 2006. Effects of conjugatedlinoleic acid supplementation in layer diet on fatty acid compositions ofegg yolk and layer performances. J. Poult. Sci.85(9):1603– 1609. Sutiarna, A. 2010. Suplementasi Ganoderma lucidum, kromium organikdan kedelai sangrai pada pakan sapi laktasi yang dievaluasi dari aspek fisiologis dan imunitas ternak. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ukai, S., T. Kiho, C. Hara, I. Kuruma & Y. Tanaka. 1983. Polysaccharides in fungi. XIV. anti-inflammatory effect of the polysaccharides from the fruit bodies of several fungi. J. Pharmacobiodyn. 6(12):983–990. Vincent, J. 2000. The Biochemistry of Chromium. J. Nutr. 130(4): 715–718
34
Wasser, P. S. 2005. Reishi or lingzhi (Ganoderma lucidium). Institute ofEvolution, University of Haifa, Mount Carmel. Israel. Weaver, J. W. D.& D. D.Bell. 2002. Commercial Chicken Meat andEgg Production 5th Edition. Springer. New York. Wikipedia. 2010. mushroom.http://en.wikipedia.org/wiki/Lingzhi_mushroom. Februari2010].
lingzhi [9
Wikipedia. 2010. Conjugated linoleic acid. http://en.wikipedia.org/wiki/Conjugated_linoleic_acid. [24 Oktober2009]. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedelapan. PT GrammediaPustaka Umum. Jakarta. Winter, A. R.& E. M Funk. 1947. Poultry Science and Practice. J. B Lippincott Company. New York Yeh, C. H., H. C. Chen, J. J Yang, W. I Chuang & F. Sheu.2010.Polysaccharides PSG and protein LZ-8 from reishi (Ganoderma lucidum) exhibit diverse functions in regulating murine macrophages and T lymphocytes.J Agric. Food Chem. 58(15):8535-44 Yeung, C. H. Y., L. Yang, Y. Huang, J.Wang & Z. Y. Chen. 2000. Dietary conjugated linoleic acid mixture affects the activity of intestinal acylcoenzyme a: cholesterol acyltransferase in hamsters. Br. J. Nutr. 84(6):935-941. Yuwanta, T. 1988. Eclairement fractionne et aliment alterne chez la poulereprouctrice isa vedette : effet sur la consommation d’aliment, la qualite de l’oeuf et le rythme d’oviposition. Memoire du DEA. Universite de Rennes I. France. Yuwanta, T. 2009. Telur dan Kualitas Telur. GadjahMada University Press.Jogjakarta. Zhang,
G.L., Y. H. Wang, W. Ni, H. L. Teng &Z.B. Lin. 2002. Hepatoprotectiveroleof Ganoderma lucidum polysaccharide against BCGinduced immuneliver injury in mice. World J. Gastroenterol. 8(4):728–733.
35
LAMPIRAN
36
HASIL PENGOLAHAN DATA Lampiran1.Hasil Uji Anova Produksi Telur SK db
JK
KT
Fhit
7,63
0,029534 4,07
Perlakuan
3
22,88
Galat
8
2065,51 258,19
Total
11
2088,39
F0,05
F0,01 7,59
Lampiran 2.Hasil Uji Anova Konsumsi SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Perlakuan 3
13025,03 4341,68 1,197253 4,07
Galat
8
29010,93 3626,37
Total
11
42035,95
F0,01 7,59
Lampiran 3. Hasil Uji Anova Berat Telur SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Perlakuan 3
9,036492 3,012164 2,25725402 4,07
Galat
8
10,6755
Total
11
19,71199
F0,01 7,59
1,334437
Lampiran 4. Hasil Uji Anova Warna Kuning Telur SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Perlakuan 3
0,057819 0,019273 0,216216 4,07
Galat
8
0,713108 0,089138
Total
11
0,770927
F0,01 7,59
Lampiran 5. Hasil Uji Anova Berat Kerabang Telur SK db
JK
KT
Fhit
F0,05
Perlakuan
3
0,177533 0,059178 1,976079 4,07
Galat
8
0,239576 0,029947
Total
11
0,417109
F0,01 7,59
37
Lampiran 6. Hasil Uji Anova Tebal Kerabang Telur SK
db
JK
KT
Perlakuan
3 6,91E-05
Galat
8 0,000835 0,000104
Total
Fhit
F0,05
2,3E-05 0,220518 4,07
F0,01 7,59
11 0,000904
Lampiran 7. Hasil Uji Anova Nilai Haugh Unit Telur SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Perlakuan 3
683,0197 227,6732 2,706631 4,07
Galat
8
672,9347 84,11684
Total
11
1355,954
F0,01 7,59
38