EFEK PROBIOTIK PADA PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) DI GINJAL TIKUS YANG DIPAPAR ENTEROPATHOGENIC E. coli (EPEC)
KRISTINA DWI WULANDARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT KRISTINA DWI WULANDARI. The Effect of Probiotic on the Immunohistochemical Profile of Antioxidant Superoxide Dismutase (SOD) in the Kidney of Enteropathogenic E. coli (EPEC) Treated Rats. Under direction of TUTIK WRESDIYATI. The study was conducted to evaluate the effect of probiotic Lactobacillus fermentum and Lactobacillus plantarum on the immunohistochemical profile of antioxidant copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in the kidney of Enteropathogenic E. coli (EPEC) treated rats. A total of 90 male Sprague Dawley rats were used in this study. They were devided into 6 groups; (A) negative control group, (B) Lactobacillus plantarum treated group, (C) Lactobacillus fermentum treated group, (D) Lactobacillus plantarum and EPEC treated group, (E) Lactobacillus fermentum and EPEC treated group, and (F) EPEC treated (positive control) group. The content of antioxidant cooper,zinc superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) were analyzed immunohistochemically using monoclonal antibody of Cu,Zn-SOD. The result showed that Lactobacillus fermentum treatment for 1 to 3 weeks increased the content of Cu,Zn-SOD in rat kidney. Lactobacillus plantarum treatment for 3 weeks could not increased the content of Cu,Zn-SOD in rat kidney. In the EPEC treated rats, Lactobacillus fermentum gave better effect than Lactobacillus plantarum on the content of Cu,Zn-SOD in rat kidney. Keywords: Probiotic, Immunohistochemical, Cu,Zn-SOD, Kidney, EPEC
RINGKASAN KRISTINA DWI WULANDARI. Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC). Dibawah bimbingan TUTIK WRESDIYATI. Saluran pencernaan merupakan organ tubuh yang memiliki permukaan yang sangat luas. Hal ini menjadikan saluran pencernaan mengalami lebih banyak kontak dengan lingkungan luar. Frekuensi kontak dengan lingkungan luar sering mengakibatkan saluran pencernaan rentan terhadap gangguan. Gangguan terhadap saluran pencernaan yang paling sering terjadi adalah diare. Enteropathogenic E. coli (EPEC) diidentifikasi sebagai bakteri yang paling sering menyebabkan diare pada anak. Perlekatan EPEC pada sel inang merangsang terjadinya proses inflamasi. Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Proses fagositosis menyebabkan terbentuknya radikal bebas anion superoksida. copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) merupakan salah satu antioksidan endogen yang sangat berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi penyakit saluran pencernaan salah satunya dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Pangan fungsional yang dapat menghambat bakteri patogen pada saluran pencernaan adalah probiotik golongan bakteri asam laktat (BAL). Penelitian mengenai potensi BAL dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan saluran pencernaan telah banyak dilakukan. Namun demikian, belum dilakukan penelitian secara in vivo tentang pengaruh BAL terhadap kandungan Cu,Zn-SOD di organ tubuh khususnya ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian BAL yang memiliki potensi sebagai probiotik (Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum) terhadap profil imunohistokimia antioksidan Cu,ZnSOD di jaringan ginjal pada tikus yang dipapar bakteri EPEC. Sebanyak 90 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley telah digunakan dalam penelitian ini. Tikus dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan: (A) kontrol negatif; (B) cekok L. plantarum; (B) cekok L. fermentum; (D) cekok L. plantarum dan EPEC; (E) cekok L. fermentum dan EPEC; (F) kontrol positif (cekok EPEC). Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. BAL dan EPEC diberikan secara oral menggunakan sonde. Semua kelompok tikus perlakuan diberi pakan ransum standar dan akuades ad libitum. L. plantarum dan L. fermentum diberikan sebanyak 108 cfu/ml pada hari ke-1 sampai hari ke-21, sedangkan dosis EPEC yang diberikan adalah 105 cfu/ml pada hari ke-8 sampai hari ke-14. Jaringan ginjal disampling di akhir perlakuan. Proses pengakhiran perlakuan (terminasi) dan sampling organ ginjal dilakukan tiga kali yaitu pada hari ke-8 (T1), hari ke-15 (T2), dan hari ke-22 (T3). Selanjutnya organ ginjal diproses dengan metode embedding parafin. Potongan jaringan diwarnai dengan imunohistokimia terhadap antioksidan Cu,Zn-SOD. Pengamatan terhadap kandungan antioksidan Cu,ZnSOD dilakukan secara kualitatif, kuantitatif, dan dengan penghitungan persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang memberikan reaksi positif dan negatif terhadap kandungan Cu,Zn-SOD.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian probiotik L. fermentum selama satu sampai tiga minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian probiotik L. plantarum selama tiga minggu tidak mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,ZnSOD di jaringan ginjal tikus. Pada tikus yang dipapar EPEC, pemberian probiotik L. fermentum mempunyai efek yang lebih baik dari L. plantarum terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Kata kunci: Probiotik, Imunohistokimia, Cu,Zn-SOD, Ginjal, EPEC
EFEK PROBIOTIK PADA PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) DI GINJAL TIKUS YANG DIPAPAR ENTEROPATHOGENIC E. coli (EPEC)
KRISTINA DWI WULANDARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC) Nama
: Kristina Dwi Wulandari
NIM
: B04070016
Disetujui Pembimbing
Prof. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D, PAVet NIP : 19640909 199002 2 001
Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Dr. Nastiti Kusumorini NIP : 19621205 198703 2 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Penelitian yang berjudul Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC) ini merupakan bagian dari proyek penelitian yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional RI melalui program Hibah Kompetensi Penelitian dengan nomor kontrak: 409/SP2H/DP2M/VI/2010, atas nama Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. Telah banyak pengalaman dan pembelajaran yang penulis peroleh selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D, PAVet selaku dosen pembimbing skripsi atas ilmu, waktu, arahan, kritik, dan saran yang mendukung terselesaikannya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Tim Peneliti Hibah Kompetensi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS (dosen pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian IPB), Prof. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D, PAVet (dosen pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan IPB), dan Dr. Isma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si (dosen pengajar di Fakultas Peternakan IPB) yang telah memberikan arahan dan ilmu selama pelaksaan penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Drh. Susi Soviana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas waktu dan bimbingannya kepada penulis selama menempuh pendidikan di FKH IPB. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Drh. Adi Winarno dan Drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si atas ilmu dan saran yang telah diberikan untuk penyelesaian skripsi ini. Terimakasih kepada seluruh dosen FKH IPB yang telah memberikan ilmu dan nasehat kepada penulis selama berkuliah serta kepada staf Bagian Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi FKH IPB: Pak Maman dan Pak Iwan atas bantuannya selama penelitian. Ungkapan rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan kepada orangtua tercinta, Bapak Soekrisno dan Ibu Kusmiati, kakak dan adik tersayang, Kristanti
Adhitakarya Palupi dan Krisnawati Trias Kusuma, ibu Hj. Moerwati Abdul Bari, serta keluarga besar di Malang atas segala bentuk dukungan, doa, dan semangat yang diberikan tanpa henti kepada penulis. Tak lupa ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada teman-teman sepenelitian: Fenny FU, Sri Rahmatul L, dan Yenni S atas kerjasama, dukungan, dan bantuan selama menjalankan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada keluarga besar GIANUZZI FKH 44, HIMPRO Ruminansia, A23 TPB IPB, HIMAREMA, OMDA Papua, dan teman-temanku: Eri S, Cefti L, Fuji M, Yunita A, Eka N, Kenyo P, Sandra H, Joko U, Nurhidayah, Sri Uthami, Syaprianti E, Banjar Arsi, Kak Sandra M, Agustin Iriani, Yayuk P, Awit Diah atas kebersamaan selama menempuh pendidikan di IPB serta segala doa dan dukungan selama penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2011
Kristina Dwi Wulandari
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Kristina Dwi Wulandari dilahirkan pada tanggal 08 Februari 1990 di kota Biak dan merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Soekrisno dan Kusmiati. Penulis menempuh pendidikan di TK Angkasa Biak (1993-1995), pendidikan dasar di SD Inpres Angkasa Biak (1995-2001), pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Biak (2001-2004), dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Biak (2004-2007). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan masuk Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di Komunitas Seni Sunda GENTRA KAHEMAN IPB (2007-2008), PASKIBRA IPB (2007-2008), IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) cabang FKH IPB sebagai anggota di bidang Kaderisasi (2008-2009), BEM Sinergis FKH IPB sebagai anggota di divisi enterpreneurship (2008-2009), VISI (Veterinary Integrity and Skill Improvement) IMAKAHI cabang FKH IPB sebagai manager administrasi (2009-2010), HIMPRO RUMINANSIA FKH IPB sebagai kepala divisi di divisi Eksternal dan Pengabdian Masyarakat (2009-2010), dan Komunitas Seni STERIL FKH IPB sebagai anggota di divisi Seni Tradisional (2008-2010). Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Histologi Veteriner I pada tahun ajaran 2009/2010, Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2009/2010, Anatomi Veteriner I pada tahun ajaran 2009/2010, Anatomi Topografi pada tahun ajaran 2010/2011, serta Ilmu dan Teknologi Reproduksi pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga pernah mengikuti Pelatihan Penerapan Sistem HACCP pada Unit Usaha Pangan Asal Hewan pada tahun 2011. Penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada semester 6 sampai dengan semester 8. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC)” dibawah bimbingan Prof. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D, PAVet.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC) adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Kristina Dwi Wulandari B04070016
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... ...........
xvi
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................
1 1 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Hewan Percobaan ..................................................................... 2.2 Organ Ginjal ............................................................................ 2.3 Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik .................................... 2.4 Escherichia coli sebagai Bakteri Enteropatogenik (EPEC) ....... 2.5 Radikal bebas ........................................................................... 2.6 Antioksidan Cu,Zn-SOD .......................................................... 2.5 Imunohistokimia ...................................................................... 2.6 Penelitian Pendahuluan ............................................................
4 4 6 8 10 12 13 15 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................. 3.2 Bahan dan Alat ........................................................................ 3.3 Metode Penelitian .................................................................... 3.3.1 Persiapan Hewan Percobaan .......................................... 3.3.2 Perlakuan terhadap Hewan Percobaan ............................ 3.3.3 Pemrosesan Jaringan ...................................................... 3.3.4 Pewarnaan ..................................................................... 3.4 Parameter dan Analisis Data .................................................... 3.4.1 Parameter ...................................................................... 3.4.2 Analisis Data .................................................................
17 17 17 18 20 21 22 25 25 25 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1 Hasil Pengamatan secara Kualitatif Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD di Jaringan Ginjal Tikus Percobaan....................... 4.2 Hasil Pengamatan secara Kuantitatif Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD di Jaringan Ginjal Tikus Percobaan .......................
27 28 35
4.3 Penghitungan Persentase terhadap Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD di Jaringan Ginjal Tikus Percobaan .......................
44
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Simpulan .................................................................................. 5.2 Saran ........................................................................................
49 49 49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
50
LAMPIRAN .................................................................................................
55
BAB V
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Komposisi Campuran Ransum Basal Tikus .............................................. 20
2
Kelompok Tikus Perlakuan....................................................................... 21
3
Distribusi dan Frekuensi Antioksidan Cu,Zn-SOD di Jaringan Ginjal Tikus ........................................................................................................ 29
4
Rata-rata Jumlah Inti Sel Ginjal dengan Berbagai Tingkat Kandungan Cu,Zn-SOD di Jaringan Ginjal Tikus pada Terminasi Hari ke-8, 15, dan 22 per Bidang Pandang dengan Perbesaran 20x ......................................... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Struktur Internal Ginjal .............................................................................
7
2
Mekanisme Perlekatan EPEC pada Sel Inang............................................ 11
3
Prinsip Teknik Imunohistokimia dengan Metode Polimer Peroksidase ...... 16
4
Diagram Alir Alur Penelitian yang akan dilakukan ................................... 19
5
Skema Terminasi pada Kelompok Tikus Perlakuan .................................. 22
6
Fotomikrograf Jaringan Ginjal Tikus dengan Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Antioksidan Cu,Zn-SOD, pada Terminasi Hari ke-8. .................. 32
7
Fotomikrograf Jaringan Ginjal Tikus dengan Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Antioksidan Cu,Zn-SOD, pada Terminasi Hari ke-15 ................. 33
8
Fotomikrograf Jaringan Ginjal Tikus dengan Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Antioksidan Cu,Zn-SOD, pada Terminasi Hari ke-22 ................. 34
9
Fotomikrograf Jaringan Ginjal Tikus dengan Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Terhadap Berbagai Tingkat Kandungan Cu,Zn-SOD .................. 35
10 Persentase Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis yang Bereaksi Positif (+) dan Negatif (-) Terhadap Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD ....................... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Proses Persiapan Jaringan ......................................................................... 55
2
Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD .................... 56
3
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD .... 57
4
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi positif sedang/lemah (++/+) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD............................................................................................... 59
5
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD ................. 61
6
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD .... 63
7
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi positif sedang/lemah (++/+) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD............................................................................................... 65
8
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD ................. 67
9
Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD .... 69
10 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi positif sedang/lemah (++/+) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD............................................................................................... 71 11 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD ................. 73
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan manusia bila dibentangkan dapat mencapai luas 200 m2 yang berguna untuk meningkatkan daya serap makanan. Permukaan yang sangat luas menjadikan saluran pencernaan mengalami lebih banyak kontak dengan lingkungan luar. Hal ini terjadi karena saluran pencernaan selalu terekspos makanan selama proses mencerna makanan (Tamime 2005). Frekuensi kontak dengan lingkungan luar yang sering mengakibatkan saluran pencernaan rentan terhadap gangguan. Gangguan terhadap saluran pencernaan (gastroenteridis) bervariasi dari yang ringan hingga yang berat serta dapat pula menyebabkan kematian. Salah satu contoh gangguan terhadap saluran pencernaan yang paling sering terjadi adalah diare. Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dengan perkiraan 1.3 milyar kejadian dan 3.2 juta kematian setiap tahun pada anak-anak (Prasetyo & Fadlyana 2004). Escherichia coli (E. coli) merupakan bakteri patogen yang paling banyak menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan berupa diare. Terdapat enam kategori
E. coli
penyebab diare, yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC),
enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC) atau shiga toxin-producing E. coli (STEC), enteroaggregative E. coli (EAEC), dan diffusely adherent E. coli (DAEC). Strain EPEC diidentifikasi sebagai bakteri yang paling sering menyebabkan diare pada anak (Araujo et al. 2007). Budiarti (1997) menyatakan bahwa enteropathogenic E. coli (EPEC) merupakan salah satu penyebab utama diare pada anak-anak di Indonesia dengan prevalensi mencapai 55% dari keseluruhan kejadian diare. EPEC melekat pada mukosa usus dengan cara khusus. Perlekatan pada sel inang menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovilli, peningkatan permeabilitas paraseluler, dan merangsang proses inflamasi (Savkovic et al. 2005). Inflamasi merupakan respon tubuh dalam mengerahkan elemen-elemen sistem imun untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme yang masuk
2
tubuh serta membersihkan jaringan yang rusak. Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Selama proses fagositosis, reseptor fagosit yang mengikat mikroba mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim dalam fagolisosom. Enzim tersebut mengubah molekul oksigen menjadi radikal bebas anion superoksida dan hidrogen peroksidase (Baratawidjaja 2006). Radikal bebas adalah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Radikal bebas mempunyai banyak bentuk seperti radikal hidroksil, peroksil, anion superoksida, dan lain-lain. Peningkatan radikal bebas yang berlebihan ini akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu kondisi terjadinya ketidakseimbangan antara radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh dimana keberadaan radikal-radikal bebas melampaui kapasitas antioksidan yang terdapat di dalam tubuh. Stres oksidatif yang berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan kerusakan mulai dari tingkat molekul DNA, protein, lipid, sampai dengan kerusakan pada tingkat selular, jaringan, dan organ yang menyebabkan disfungsi, luka sel (cell injury), degenerasi, penurunan fungsi, dan akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif dan memperpendek umur biologis atau penuaan serta kematian sel (Halliwell & Gutteridge 1999). Ginjal sebagai salah satu organ penting dan mempunyai fungsi vital sangat memungkinkan terkena dampak langsung stres oksidatif. Kondisi stres oksidatif dapat mempengaruhi proses-proses fisiologis maupun biokimia tubuh yang mengakibatkan gangguan metabolisme dan fungsi. Telah dilaporkan bahwa keadaan stres
tersebut
menimbulkan
penurunan kandungan
antioksidan
copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) di ginjal tikus (Wresdiyati et al. 2002). Upaya yang dilakukan untuk mengurangi penyakit saluran pencernaan salah satunya dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Pangan fungsional yang dapat menghambat bakteri patogen pada saluran pencernaan adalah probiotik. FAO (2002) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Probiotik yang umum dipakai pada pangan komersial adalah golongan bakteri asam laktat (BAL). Lactobacillus dan
3
Bifidobacterium merupakan BAL yang telah terbukti sebagai probiotik yang memiliki pengaruh paling baik bagi kesehatan khususnya gastrointestinal pada manusia. BAL ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri enteric pathogen seperti E. coli dengan cara memproduksi substansi penghambat seperti asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin. Senyawa ini tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri tetapi dapat mempengaruhi metabolisme bakteri atau produksi toksin (Rolfe 2000). Penelitian mengenai potensi BAL dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan saluran pencernaan telah banyak dilakukan. Namun demikian, belum dilakukan penelitian tentang pengaruh BAL terhadap kandungan Cu,Zn-SOD organ tubuh khususnya di ginjal. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevalusi
pengaruh
BAL
khususnya
Lactobacillus
plantarum
dan
Lactobacillus fermentum terhadap kandungan antioksidan copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) pada ginjal tikus percobaan secara imunohistokimia.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian bakteri asam laktat (BAL) yang memiliki potensi sebagai probiotik (Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum) terhadap profil imunohistokimia antioksidan copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) di jaringan ginjal pada tikus yang dipapar bakteri enteropathogenic E.coli (EPEC).
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hewan Percobaan Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan percobaan banyak digunakan pada penelitian di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, komparatif zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Di bidang kedokteran selain untuk keperluan penelitian, hewan percobaan juga sering digunakan untuk keperluan diagnostik (Malole & Pramono 1989). Menurut Wolfenshon dan Lloyd 2003, Hewan percobaan terdiri atas (1) hewan laboratorium berukuran kecil, seperti mencit, tikus, hamster, dan kelinci; (2) hewan domestik besar, seperti domba, babi, sapi, dan kuda; (3) karnivora, seperti anjing dan kucing; (4) primata, seperti Macaca; dan (5) hewan lainnya, seperti unggas, amphibi, dan hewan liar. Pemilihan
hewan
percobaan
untuk
kepentingan
diagnosis
harus
mempertimbangkan spesies dan kondisi fisiologisnya (Malole & Pramono 1989). Sebagai contoh, kelinci merupakan hewan percobaan yang paling cocok dan sering digunakan pada penelitian mengenai hiperkolesterolemia karena kelinci menyimpan lemak tubuh dalam jumlah yang besar. Berbeda dengan anjing, kucing, dan tikus yang resisten terhadap pakan yang mengandung kolesterol. Selain itu, primata merupakan hewan percobaan yang paling cocok untuk penelitian yang ada kaitannya dengan manusia. Hal ini dikarenakan primata memiliki kemiripan anatomis, fisiologis, dan patologis dengan manusia. Namun, banyak kendala yang ditemui dalam penggunaan primata sebagai hewan percobaan, seperti sulitnya pengadaan hewan, biaya yang tinggi, pemeliharaan yang relatif sulit, handling yang sulit, serta adanya bahaya penyakit menular (Sirois 2005). Penggunaan hewan percobaan untuk pengujian secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang besar dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Supaya variasi tersebut minimal, hewan percobaan
5
yang dipakai sebaiknya berasal dari spesies yang sama, umur dan jenis kelamin sama, serta dipelihara pada kondisi yang sama pula (Malole & Pramono 1989). Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Secara garis besar fungsi dan bentuk organ serta proses biokimia dan biofisik antara tikus dan manusia memiliki banyak kemiripan sehingga dapat diaplikasikan pada manusia (Hedrich 2006). Spesies tikus yang paling sering digunakan sebagai hewan model pada penelitian mengenai manusia maupun mamalia lain adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Rattus norvegicus memiliki ciri-ciri rambut berwarna putih dan mata berwarna merah. Berat badan umum tikus jantan dewasa berkisar 267-500 g dan betina 225-325 g. Tikus disapih sampai umur 21 hari dan memasuki usia dewasa pada umur 40-60 hari (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Menurut Malole dan Pramono (1989), keunggulan tikus putih sebagai hewan percobaan karena siklus hidupnya yang relatif pendek dan dapat berkembangbiak dengan cepat. Hewan ini berukuran kecil sehingga pemeliharaannya relatif mudah serta relatif sehat sehingga cocok untuk berbagai penelitian. Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Hedrich (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Subordo
: Myomorpha
Famili
: Muroidae
Subfamili
: Murinae
Genus
: Rattus
Spesies : Rattus norvegicus Rattus norvegicus mempunyai 3 galur, yaitu Sprague Dawley, Wistar, dan Long Evans. Galur Sprague Dawley memiliki tubuh yang ramping, kepala kecil, telinga tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor lebih panjang daripada badannya. Galur Wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang
6
pendek. Galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang kecil serta bulu pada kepala dan bagian tubuh depan berwarna hitam (Malole & Pramono 1989). Pada penelitian ini, hewan percobaan yang digunakan adalah Rattus norvegicus galur Sprague Dawley. Rattus norvegicus digunakan karena memiliki saluran pencernaan tipe monogastrik dengan pola makan omnivora sama seperti manusia (Malole & Pramono 1989). Selain itu, hewan ini tidak memiliki kantung empedu sehingga perlakuan dengan cekok tidak mengakibatkan muntah (Smith & Mangkoewidjojo 1988).
2.2 Organ Ginjal Ginjal merupakan organ pada tubuh yang menjalankan banyak fungsi untuk homeostasis terutama sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Ginjal memiliki variasi bentuk dan ukuran, terdapat sepasang, dan terletak di dalam rongga peritoneum secara retroperitoneal (Samuelson 2007). Ginjal diselubungi jaringan kapsul yang terbentuk dari serabut kolagen dan sedikit otot halus. Bagian medial ginjal merupakan daerah yang disebut hillus renalis, yaitu tempat masuknya pembuluh darah (arteri dan vena), pembuluh limfatik, saraf, dan keluarnya ureter. Sayatan longitudinal dari ginjal menunjukkan daerah parenkimatosa yang terbagi menjadi bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar yang berwarna merah gelap yaitu korteks, sedangkan bagian dalam yang berwarna lebih terang yaitu medulla. Unit fungsional ginjal disebut nefron (Gambar 1). Nefron terdiri dari korpuskulus renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsula Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul (Guyton & Hall 2006). Ginjal mendapatkan suplai darah dari arteri renalis yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Setelah memasuki ginjal melalui hillus renalis, arteri renalis akan bercabang menjadi arteri-arteri interlobaris yang akan mensuplai darah di antara piramida-piramida ginjal. Pada area pertemuan antara korteks dan medulla, arteri interlobaris membentuk arteri arkuata. Arteri arkuata selanjutnya bercabang menjadi arteri interlobularis. Arteri interlobularis kemudian membentuk arteriol aferen. Satu arteriol aferen membentuk sekitar 50 kapiler
7
yang membentuk glomerulus. Arteriol eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaring-jaring kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi nutrisi pada tubulus tersebut dan mengalirkan zat-zat yang direabsorpsi. Selanjutnya, kapiler peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan membentuk vena interlobularis. Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis dan bermuara ke dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior (Sloane 2003).
Gambar 1 Struktur internal ginjal (Morales 2000).
Ginjal berfungsi mengatur volume dan komposisi cairan tubuh melalui proses penyeimbangan dan pengeliminasian. Ginjal mengeliminasi air, elektrolit, limbah metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh seperti urea, asam urea, kreatinin, dan bahan-bahan lain yang berlebihan dalam tubuh (Samuelson 2007). Ginjal mengeliminasi air, elektrolit, limbah metabolisme, dan bahan-bahan berlebihan dalam tubuh melalui tiga proses utama, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Darah dari arteriol aferen disaring (difiltrasi) melalui kapiler-kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Penyaringan darah difasilitasi oleh endotel glomerulus. Endotel ini berpori (berfenesta, bertingkap) dan sangat permeabel untuk semua substansi darah kecuali yang bermolekul besar seperti protein plasma dan sel darah merah sehingga cairan dan zat-zat hasil filtrasi (disebut filtrat glomerulus) pada dasarnya
8
bersifat bebas protein. Filtrat glomerulus yang dihasilkan dari proses filtrasi kemudian memasuki tubulus ginjal. Filtrat ini mengalir melalui bagian-bagian tubulus sebagai berikut tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalis, tubulus koligentes, dan akhirnya duktus koligentes sebelum diekskresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan yang dilaluinya, sebelum menjadi urin, beberapa bahan-bahan yang masih berguna bagi tubuh direabsorpsi secara selektif di tubulus proksimalis (air, elektrolit, asam amino, gula, dan polipeptida) dan tubulus distalis (ion Na dan ion bikarbonat), kemudian dikembalikan ke dalam sirkulasi darah. Sedangkan ion K, H, dan amonium disekresikan di tubulus distalis (Guyton & Hall 2006). Disamping menjaga keseimbangan cairan tubuh dan pembuangan limbah, ginjal mengatur tekanan darah dengan melepaskan hormon renin oleh sel-sel jukstaglomerular ke dalam sirkulasi darah (Samuelson 2007). Renin mengubah angiotensinogen protein plasma menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh enzim yang terdapat di sel endotel paru. Angiotensin II adalah hormon aktif dan vasokontriktor kuat yang mula-mula berakibat konstriksi arterial sehingga meningkatkan tekanan darah sistemik. Selain itu, angiotensin II merangsang pembebasan hormon aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron terutama bekerja pada sel-sel tubuli kontortus distal ginjal untuk meningkatkan reasorpsi ion Na dan Cl dari filtrat glomerular. Karena air secara osmotis mengikuti NaCl, maka volume cairan pada sistem sirkulasi meningkat. Hal ini menaikkan tekanan darah sistemik dan meningkatkan kecepatan filtrasi glomerular di dalam ginjal (Eroschenko 2003).
2.3 Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik Istilah probiotik pertama kali dikemukakan oleh Lilley dan Stiwel sebagai mikroorganisme hidup non-patogen yang mempunyai pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan inangnya dan berpotensi dalam pencegahan serta pengobatan penyakit. Saat ini, FAO (2002) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Manfaat kesehatan dari probiotik antara lain adalah (1) pengurangan dan pencegahan diare, (2) perbaikan keseimbangan mikroba usus oleh aktivitas antimikroba, (3) pengurangan gejala
9
intoleransi laktosa, (3) pencegahan alergi makanan, (4) penghambatan pertumbuhan bakteri yg menyebabkan pembusukan, (5) stimulasi dari sistem kekebalan tubuh, (6) pengurangan kasus konstipasi, dan (7) pengurangan gejala dermatitis atopik pada anak (McFarland 2000, Andersson et al. 2001, Salminen 2001). Probiotik menghambat patogen yang berbeda melalui mekanisme yang berbeda. Beberapa mekanisme probiotik dalam meningkatkan kesehatan saluran pencernaan yaitu (1) stimulasi imunitas (kekebalan), (2) kompetisi untuk memperoleh nutrisi, (3) menghambat perlekatan bakteri pada permukaan epitel usus, dan (4) produksi substansi antimikroba (Rolfe 2000). Probiotik yang umum dipakai pada pangan komersial adalah golongan bakteri asam laktat (BAL), namun sebenarnya mikroba probiotik dapat berupa bakteri Gram negatif, khamir, dan fungi (Rolfe 2000). BAL adalah bakteri gram positif
yang
bersifat
mikroaerofilik,
tidak
berspora,
dan
mampu
memfermentasikan karbohidrat menjadi asam laktat. Untuk dapat bersifat sebagai probiotik, BAL harus memenuhi beberapa syarat yaitu (1) tahan terhadap pH rendah asam lambung, (2) stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada dalam usus kecil, (3) memproduksi senyawa antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksidase, dan bakteriosin, (4) mampu menempel pada usus, membentuk koloni, memiliki aktivitas antagonis terhadap patogen, mampu mengatur sistem daya tahan tubuh, dan mempercepat penyembuhan infeksi, (5) tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan, (6) dapat berkoagregasi (kemampuan untuk berinteraksi antar kultur untuk saling menempel) membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang, serta (7) aman dikonsumsi manusia (Zubillaga et al. 2000, Yan & Polk 2010). BAL diklasifikasikan menjadi 16 genera yaitu
Aerogonococcus,
Alloiococcus, Dolosigranulum, Globicatella, Carbobacterium, Enterococcus, Lactococcus,
Lactobacillus,
Lactosphera,
Leuconostoc,
Oenococcus,
Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vogococcus, dan Wiessela (Farida 2006). BAL yang paling sering digunakan sebagai probiotik adalah genus Lactobacillus,
Bifidobacterium,
dan
Streptococcus.
Lactobacillus
dan
Bifidobacterium merupakan BAL yang telah terbukti sebagai probiotik yang
10
memiliki pengaruh paling baik bagi kesehatan khususnya gastrointestinal pada manusia. BAL ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri enteric pathogen seperti Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Clostridium
perfringens,
dan
Clostridium
difficile.
BAL
menghambat
pertumbuhan E. coli dengan cara memproduksi substansi penghambat seperti asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin. Senyawa ini tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri tetapi dapat mempengaruhi metabolisme bakteri atau produksi toksin (Rolfe 2000).
2.4 Escherichia coli sebagai Bakteri Enteropatogenik (EPEC) Bakteri enteropatogenik merupakan bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan yang disebabkan oleh masuknya mikroba patogen dari makanan ke dalam saluran pencernaan manusia (menyebabkan terjadinya infeksi). Setelah masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, bakteri enteropatogenik ini akan tumbuh, berkembang biak, dan menimbulkan penyakit seperti diare. Salah satu enteropatogenik adalah Eschericia coli (E. coli). E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang, tidak berspora, dan bersifat fakultatif anaerobik (David et al. 2008). Bakteri E. coli umumnya menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Terdapat kategori
E. coli
enam
penyebab diare, yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC),
enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC) atau shiga toxin-producing E. coli (STEC), enteroaggregative E. coli (EAEC), dan diffusely adherent E. coli (DAEC). Strain EPEC didentifikasi sebagai bakteri yang paling sering menyebabkan diare pada anak (Araujo et al. 2007). Tipe EPEC melekat pada mukosa usus dengan cara khusus. Pola perlekatan ini terlihat pada mikroskop elektron, disebut perlekatan “merekat erat dan bertumpu” atau perlekatan “bentuk tumpuan” ( Attachment/Effacement “A/E” lesion). EPEC melekat dengan memproduksi bundle-forming pili/BFP dan mengaktifkan type III secretion systems/T3SS (Gambar 2). Bakteri ini memindahkan reseptor untuk perlekatannya disebut Tir (translicated intimin receptor) melalui T3SS ke dalam sitoplasma sel inang. Interaksi dari Tir
11
mendorong terjadinya perlekatan yang sangat erat antara bakteri dan sel inang. Setelah terfosforilasi oleh kinase sel inang, maka Tir mengikat NCK, yang mengaktifkan N-WASP dan selanjutnya mengaktifkan Arp2/3 serta menyebabkan terjadinya nukleasi aktin dan pembentukan alas (pedestal) di bawah bakteri (Gambar 2).
Gambar 2 Mekanisme perlekatan EPEC pada sel inang (Reis & Horn 2010).
Perlekatan pada sel inang menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovilli, peningkatan permeabilitas paraseluler, dan merangsang proses inflamasi. Secara histologi, pada tikus yang diinfeksi EPEC, terlihat peningkatan jumlah neutrofil pada lamina propia dengan abses pada kripta, limfosit pada intraepitel, dan sel goblet pada saluran pencernaan (Savkovic et al. 2005). Infeksi EPEC menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium
intraseluler dan arsitektur
sitoskeleton di bawah membran mikrovilli. Sel EPEC invasif dan menyebabkan inflamasi pada mukosa sel usus, sedangkan toksinnya menyebabkan diare berair (Lodes et al. 2004).
12
2.5 Radikal Bebas Radikal bebas atau oksidan adalah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Dalam upaya penstabilan diri atau pemulihan keganjilan elektronnya, elektron pada radikal bebas tersebut secara cepat ditransfer atau menarik elektron makromolekul biologis sekitarnya seperti asam lemak jenuh, protein, polisakarida, asam nukleat, dan asam deoksiribonukleat. Radikal bebas sangat diperlukan bagi kelangsungan beberapa proses fisiologis dalam tubuh terutama untuk transportasi elektron. Namun, radikal bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh karena dapat merusak makromolekul dalam sel seperti karbohidrat, protein, DNA, dan sebagainya. Makromolekul yang teroksidasi akan terdegradasi dan jika makromolekul tersebut merupakan bagian dari sel atau organelnya maka akan berakibat pada kerusakan sel (Halliwell & Gutteridge 1999). Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) maupun luar tubuh (eksogenus). Menurut Hwang et al. (2005) yang termasuk ke dalam radikal bebas endogenus adalah superoksida (O -), hidroksil (OH-), hidrogen peroksida (H2O2), dan peroksinitrit yang merupakan implikasi dari disfungsi endotelial, sedangkan yang merupakan radikal bebas eksogenus adalah radiasi, asap rokok, kabut asap, emisi kendaraan, NO2 dan NO. Secara umum, radikal bebas dapat terbentuk melalui salah satu cara sebagai berikut: (i) melalui absorpsi radiasi (ionisasi, uv, radiasi sinar tampak, radiasi panas), atau (ii) melalui reaksi reduksioksidasi dengan mekanisme reaksi fisik ikatan homolitik atau pemindahan elektron. Berbagai proses metabolisme normal dalam tubuh dapat menghasilkan radikal bebas dalam jumlah kecil sebagai produk antara. Di dalam sel hidup radikal bebas terbentuk pada membran plasma dan organel-organel seperti mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasmik dan sitosol; melalui reaksireaksi enzimatik fisiologik yang berlangsung dalam proses metabolisme. Proses fagositosis oleh sel-sel fagositik termasuk neutrofil, monosit, makrofag, dan eosinofil juga menghasilkan radikal bebas yaitu anion superoksida (Rahman 2007). Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk
13
didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (O2), anion superoksida (O2 -), radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoksil (LO-), dan radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-). Radikal yang mengandung nitrogen juga ditemukan, misalnya radikal fenyldiazine (Arief 2006, Rahman 2007). Menurut Gitawati (1995), salah satu radikal bebas yang banyak dipelajari dan dikenal bersifat toksik bagi sel hidup adalah radikal bebas oksigen (superoksida) dan derivatnya (radikal hidroksil). Peningkatan radikal bebas akan menimbulkan stres oksidatif sehingga kejadian ini akan menyebabkan terjadinya penurunan antioksidan. Telah dilaporkan bahwa keadaan stres menimbulkan penurunan kandungan antioksidan copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) pada hati dan ginjal tikus (Wresdiyati et al. 2002). Menurut Freisleben (2001), beberapa biomolekul yang dapat diserang radikal bebas adalah DNA/RNA, protein dan lipid (membran), dan lain-lain. Bila perubahan DNA tidak terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki. Namun proses perbaikan DNA ini justru sering menimbulkan mutasi. Mutasi tersebut selanjutnya dapat menimbulkan kanker.
2.6 Antioksidan Cu,Zn-SOD Antioksidan adalah senyawa atau bahan bioaktif yang dapat berfungsi untuk mencegah, menurunkan reaksi-reaksi oksidasi, memutus, menghambat, menghentikan, dan menstabilisasi radikal bebas. Antioksidan sebagai sistem perlindungan tubuh dapat dibedakan sebagai antioksidan endogen yang terdiri atas enzim-enzim seperti superoxide dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase serta antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti vitamin E dan C, thiol antioksidan (glutation, thioredoksin, dan asam lipoid), melatonin, karoten, flavonoid, dan berbagai bahan alami lain yang dapat mendetoksikasi radikal bebas (Nayak et al. 2001, Rahman 2007).
14
Superoxide dismutase (SOD) merupakan antioksidan endogen enzimatik yang paling efektif dalam mengkatalisis dan mengkonversi radikal bebas anion superoksida menjadi molekul oksigen dan hidrogen peroksida. SOD bekerja melalui sistem pertahanan preventif, menghambat, atau merusak proses pembentukan radikal bebas (Gurer & Ercal 2000). Dalam cairan intraseluler, SOD berperan dalam proses degradasi senyawa spesies oksigen reaktif (ROS). Spesies oksigen reaktif adalah suatu senyawa yang mempunyai bentuk dan aktivitas sebagai radikal bebas yang terdapat dalam bentuk radikal bebas maupun molekul non-radikal bebas yang mempunyai gugus oksigen reaktif. Senyawa ini cenderung menyumbangkan atom oksigen atau elektron pada senyawa lainnya. SOD ada dalam beberapa isoform, yang berbeda dalam sifat logam aktif, komposisi asam amino, kofaktor, dan
faktor penting lainnya. SOD menurut
distribusinya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sitosol Cu,Zn-SOD, mitokondria Mn-SOD, dan ekstra seluler EC-SOD (Landis & Tower 2005). Cu,Zn-SOD termasuk ke dalam jenis antioksidan primer yang berfungsi mencegah pembentukan radikal-radikal baru. Antioksidan ini mengubah radikal bebas sebelum bereaksi dengan molekul organik yang merupakan penyusun atau komponen sel menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya. Halliwell dan Gutteridge (1999) menyatakan bahwa Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang sangat berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen. Dalam beberapa jaringan tubuh Cu,Zn-SOD berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk beberapa metabolisme oksigen (Fridovich 1995). Pada ginjal tikus Cu,Zn-SOD lebih banyak ditemukan pada bagian inti dan sitoplasma sel-sel tubuli renalis (tubuli distalis dan proksimalis).
Tingginya
kandungan
Cu,Zn-SOD
pada
jaringan
ginjal
membuktikan bahwa ginjal mempunyai tingkat konsumsi oksigen yang sangat tinggi dan sangat rentan terkena dampak langsung dari radikal-radikal bebas yang terbentuk dari metabolisme parsial oksigen. Tingginya kandungan Cu,Zn-SOD pada ginjal juga merupakan indikasi tingginya kemampuan sistem pertahanan untuk tetap mempertahankan kapasitas antioksidan agar tetap mampu mengatasi
15
oksidan-oksidan yang terbentuk selama proses metabolisme yang berlangsung di dalamnya maupun yang terbentuk dari luar ginjal (Wresdiyati et al. 2002).
2.7 Imunohistokimia Imunohistokimia
merupakan
teknik
pewarnaan
untuk
mendeteksi
keberadaan molekul tertentu dalam jaringan dengan menggunakan prinsip reaksi antigen dengan antibodi. Teknik menggabungkan tiga jenis disiplin ilmu yaitu imunologi, histologi, dan kimia. Imunologi menyangkut reaksi antigen dan antibodi, histologi berhubungan dengan penggunaan jaringan yang digunakan dalam pewarnaan, sedangkan kimia bersangkutan dengan reaksi-reaksi kimia didalam proses pewarnaan. Tujuan dari teknik imunohistokimia adalah identifikasi dan karakterisasi komponen bioaktif sel/jaringan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah polimer peroksidase. Teknik ini merupakan salah satu teknik terbaru dengan menggunakan dua antibodi yaitu antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal terhadap Cu,ZnSOD dan antibodi sekunder yang digunakan adalah antibodi yang sudah terkonjugasi dengan peroksidase. Agar kompleks antigen-antibodi dapat divisualisasikan, digunakan senyawa yang sesuai untuk melabel kompleks dengan memberikan
reaksi
warna
yang
tegas
(kromogen),
yaitu
DAB
(3,3-
diaminobenzidine) dalam tris buffer yang dicampur dengan H2O2. Pewarnaan ini memanfaatkan
afinitas
spesifik
diaminobenzidine
terhadap
peroksidase.
Peroksidase adalah enzim yang mengkatalis kromogen dalam rangka untuk menvisualisasikan warna pada sel-sel spesifik yang menghasilkan antibodi tertentu. Warna yang diperoleh berupa endapan warna coklat (kromoganin). Penelitian ini menggunakan polimer peroksidase dari produk DAKO. Prinsip pewarnaan imunohistokimia dengan metode polimer peroksidase dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Antibodi sekunder terkonjugasi Antibodi primer Cu,Zn-SOD
Antigen
Jaringan
Gambar 3 Prinsip teknik imunohistokimia dengan metode polimer peroksidase. 2.8 Penelitian Pendahuluan Arief et al. (2008) telah melakukan isolasi bakteri asam laktat (BAL) golongan Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi bangsa peranakan Ongol yang dijual di berbagai pasar tradisional di daerah bogor. Bakteri asam laktat tersebut selanjutnya diuji kemampuannya bertahan pada kondisi sesuai dengan kondisi saluran pencernaan manusia antara lain pH, garam empedu, serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. Hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH asam lambung yaitu pH 2 dan pH usus 7.2 serta pada kondisi garam empedu 0.5% sesuai dengan kondisi saluran pencernaan. Bakteri asam laktat tersebut juga mempunyai aktivitas penghambatan yang baik terhadap tiga jenis bakteri enteropatogenik yaitu Salmonella thypimurium, E. coli, dan Staphylococcus aureus. Bakteri asam laktat (BAL) ini juga mempunyai kemampuan bakterisidal terhadap mikroba patogen karena bakteri tersebut mampu menghasilkan senyawa bioaktif asam laktat, asam asetat, serta senyawa bakteriosin. Kesepuluh isolat ini layak dikatakan sebagai probiotik mengacu pada kriteria probiotik yang dikeluarkan oleh FAO (2002). Sifat fungsional lainnya telah diteliti oleh Astawan et al. (2009) yaitu mengenai kemampuan bakterisidal dari 10 isolat BAL terhadap bakteri enteropathogenic E.coli (EPEC) secara in vivo. Hasilnya didapatkan 2 spesies BAL yang mempunyai kemampuan terbaik dalam melawan EPEC, yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum. Kedua BAL inilah yang dipakai pada penelitian ini.
17
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2009 (perlakuan, sampling sampai dengan embedding), Februari 2010 (sectioning), dan Juni-Desember 2010 (pewarnaan dan analisis data) di Animal Laboratory Seafast Center IPB dan Laboratorium Histologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain cawan petri, wadah penampung, kapas, kertas tissue, alummunium foil, alat bedah (gunting, pinset, alas bedah), gelas kimia, gelas ukur, erlenmeyer, exhause fan, pipet tetes, pipet mohr, tissue basket, blok kayu, pemanas bunsen, embedding tissue console, spatula, mikrotom putar (rotatory mikrotom), waterbath, ultrasonic cleaner, object glass, cover glass, kotak preparat, inkubator, mikropipet, tabung ependorf, mikroskop cahaya (Olympus CH-20), dan kamera (Nikon E600). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain tikus putih jantan Albino Norways Rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu sebanyak 90 ekor dengan berat badan 140-240 gram, Bakteri Asam Laktat (BAL) indigenus isolat lokal yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum, kultur enteropathogenic E. coli (EPEC), ransum tikus percobaan (kasein, minyak jagung, mineral mix, vitamin mix, carboximethylcelulose, air, dan maizena), eter, NaCl fisiologis 0.9%, larutan Bouin (asam pikrat jenuh, formalin, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 15:5:1), alkohol (70%, 80%, 90%, dan 100%), larutan clearing (xylol), parafin, akuades, pewarna Hematoksilin-Eosin (HE), entelan, neophren in toluene 0.2%, Phosphate Buffer Saline (PBS), metanol, H2O2, serum normal, antibodi primer/monoklonal Cu,ZnSOD (SIGMA S2147), antibodi sekunder
terkonjugasi
Dako Envision
Peroksidase System (K1491), larutan kromogen Diamino Benzidine (DAB), air bebas ion (MiliQ), dan label.
18
3.3 Metode penelitian Secara keseluruhan, alur penelitian yang akan dilakukan digambarkan dalam skema pada Gambar 4.
Penelitian Pendahuluan: Isolasi BAL golongan Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi bangsa peranakan Ongol yang dijual di berbagai pasar tradisional di daerah Bogor
Didapatkan 10 jenis BAL isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH asam lambung yaitu pH 2 dan pH usus 7.2 serta pada kondisi garam empedu 0.5% sesuai dengan kondisi saluran pencernaan (Arief et al. 2008)
Pengujian kemampuan bakterisidal dari 10 isolat BAL terhadap bakteri enteropathogenic E. coli (EPEC) secara in vitro
Didapatkan 2 spesies BAL yang mempunyai kemampuan terbaik dalam melawan EPEC, yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum (Astawan et al. 2009)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------Penelitian Utama
19
Penelitian Utama: Pengujian BAL ( Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus farmentum ) pada kelompok tikus dengan perlakuan: A: kontrol negatif : cekok ransum standar dan akuades (H1-H21) B: cekok Lactobacillus plantarum (H1-H21) C: cekok Lactobacillus fermentum (H1-H21) D: cekok Lactobacillus plantarum (H1-H21) dan EPEC (H8-H14) E: cekok Lactobacillus fermentum (H1-H21) dan EPEC (H8-H14) F: kontrol positif: cekok EPEC (H8-H14)
Cekok BAL: B, C, D,E Hari perlakuan
H0
H8
H15
H22
T2
T3
Cekok EPEC: D,E,F Terminasi
T1
Analisa kandungan antioksidan intraselular (Cu,Zn-SOD) di jaringan ginjal tikus percobaan
Gambar 4 Diagram alir alur penelitian yang akan dilakukan.
20
Persiapan hewan percobaan Hewan percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan Albino Norway Rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu hasil pengembangbiakan dari Badan POM RI sebanyak 90 ekor dengan berat badan 140-240 gram.
Kandang dan perlengkapan Kandang yang digunakan adalah kandang yang berukuran 17.5 x 23.75 x 17.5 cm, dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang terbuat dari stainless steel. Kandang tikus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri serta polutan lainnya. Lantai kandang mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 2224 oC dan kelembaban udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup (namun tidak ada jendela terbuka).
Ransum Komposisi ransum basal disusun berdasarkan standar AOAC (2005) yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air. Komposisi ransum untuk tikus percobaan adalah sebagai berikut : Tabel 1 Komposisi campuran ransum basal tikus Bahan-bahan
Jumlah (%)
Protein kasein
X=1.60 x 100%N sampel (10% port)
Minyak jagung
[(8-X) x % ekstrak eter] / 100
Campuran mineral
[(5-X) x % kadar abu] / 100
Campuran vitamin
1
CMC
[(1-X) x % kadar serat kasar] / 100
Air
[(5-X) x % kadar air] / 100
Maizena
Untuk membuat 100%
21
Perlakuan terhadap hewan percobaan Awalnya dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama lima hari dengan pemberian makanan berupa ransum basal pada semua tikus. Tikus dibagi dalam 6 kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok tersebut terbagi atas kelompok perlakuan kontrol negatif (ransum normal), kontrol positif (cekok EPEC), perlakuan cekok BAL, dan perlakuan cekok BAL ditambah EPEC (Tabel 2). Jumlah
BAL
yang
diberikan
disesuaikan
dengan
petunjuk
Zoumoupopoulou et al. (2008). Dua kultur BAL terpilih yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum berumur satu hari pada media MRS broth sebanyak 1 ml dengan populasi 108 cfu diberikan sesuai dengan perlakuan pada tikus percobaan. Sedangkan populasi Enteropathogenic E.coli penyebab diare yang diberikan adalah 105 cfu/ml menurut Oyetayo (2004). BAL dan EPEC diberikan secara oral menggunakan sonde. Semua kelompok tikus perlakuan diberi pakan ransum dan akuades ad libitum. Tabel 2 Kelompok tikus perlakuan Kelompok Tikus
Perlakuan
A
Tikus kontrol negatif yaitu tikus tanpa perlakuan, hanya diberi ransum standar dan akuades mulai hari ke-1 sampai hari ke-21
B
Tikus yang diberi Lactobacillus plantarum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21
C
Tikus yang diberi Lactobacillus fermentum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21
D
Tikus yang diberi Lactobacillus plantarum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21 dan pemberian EPEC pada hari ke-8 sampai hari ke-14
E
Tikus yang diberi Lactobacillus fermentum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21 dan pemberian EPEC pada hari ke-8 sampai hari ke-14
F
Tikus yang diberi EPEC selama 7 hari (hari ke-8 sampai hari ke-14)
Setelah perlakuan, dilakukan proses terminasi, ada tiga kali terminasi dengan selang waktu 7 hari. Hari ke-8 dilakukan terminasi terhadap keenam kelompok perlakuan dengan kode T1, hari ke-15 dilakukan terminasi terhadap keenam kelompok perlakuan dengan kode T2, hari ke-22 dilakukan terminasi terhadap keenam kelompok perlakuan dengan kode T3 (Gambar 5).
22
Cekok BAL: B, C, D, E H0
H8
H15
H22
Cekok EPEC: D,E,F T1
T2
T3
Gambar 5 Skema terminasi pada kelompok tikus perlakuan.
Pemrosesan Jaringan Pengambilan Sampel (Sampling), Fiksasi, dan Pemotongan Organ Pengambilan sampel ginjal dilakukan setelah tikus diberi perlakuan. Tikus dimatikan dengan cara cervicalis dislocatio lalu abdomen tikus dibedah dan organ ginjal diambil dengan sangat hati-hati untuk menghindari kerusakan jaringan. Sampel ginjal dicuci dengan menggunakan NaCl fisiologis 0.9% untuk menghilangkan darah kemudian direndam dengan larutan Bouin yang telah diberi label dan catatan waktu masuknya sampel ke dalam larutan. Larutan Bouin yang terdiri dari larutan asam pikrat jenuh, formalin (37% - 40%), dan asam asetat glasial disiapkan terlebih dahulu dengan perbandingan 15:5:1. Organ ginjal difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam kemudian larutan Bouin diganti dengan alkohol 70% (stopping point). Organ ginjal yang telah difiksasi kemudian dipotong kecil berbentuk dadu dan dimasukkan ke dalam tissue basket serta diberi label.
Dehidrasi Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan dengan menggunakan seri alkohol bertingkat yaitu alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95% (masing-masing 24 jam), alkohol absolut I, alkohol absolut II, dan alkohol absolut III (masing-masing 1 jam).
23
Penjernihan (Clearing) Penjernihan bertujuan menggantikan tempat etanol dalam jaringan. Reagen yang dipergunakan adalah xylol. Jaringan dipindahkan dari alkohol absolut III ke larutan penjernih (xylol). Penjernihan dilakukan dalam xylol I (1 jam), xylol II (1 jam), dan xylol III (30 menit pada suhu kamar dan 30 menit pada inkubator).
Infiltrasi Parafin Infiltrasi parafin bertujuan untuk menggantikan kedudukan dehidran dalam jaringan dan bahan penjernih dengan parafin cair. Jaringan dimasukkan dalam parafin cair I, parafin cair II, dan parafin cair III (masing-masing 1 jam di dalam oven).
Penanaman Jaringan (Embedding) Bahan dan alat yang digunakan dalam proses ini adalah inkubator, embedding tissue console, pinset, parafin cair, gliserin, blok kayu, pinset, pemanas bunsen, tutup pagoda, spatula, dan kertas film (untuk label). Tahap pertama tutup pagoda diolesi gliserin dan tetap dalam kondisi hangat (pengerjaan dilakukan diatas hot plate bersuhu 67 0C), kemudian parafin cair pada embedding tissue console dituangkan ke dalam tutup pagoda perlahanlahan sampai permukaannya cembung. Jaringan secara hati-hati diletakkan ke dalam parafin dengan menggunakan pinset. Kemudian letaknya diatur sesuai dengan posisinya terhadap jaringan yang lain untuk mempermudah proses pemotongan. Pada setiap sampel diberikan label dengan nama sampelnya ditulis menggunakan pensil di atas kertas film. Setelah jaringan ditanam, tutup pagoda dipindahkan dari keadaan hangat ke bagian dingin (cold plate) untuk beberapa saat agar membeku lalu dipindahkan ke dalam air sampai parafin membeku sempurna. Jika parafin telah membeku sempurna, parafin dikeluarkan dari pagoda dengan cara mengungkit salah satu sisi pagoda dengan pisau. Potongan parafin yang membungkus jaringan ditrimming sampai membentuk kotak lalu ditempelkan pada balok kayu yang telah disediakan.
24
Pembuatan Blok Parafin Pisau dipanaskan diatas pemanas bunsen dan parafin di sekitar sampel dirapikan dengan cara dipotong. Kayu tempat penempelan sampel diletakkan pada alas agar statis. Potongan- potongan parafin diletakkan diatas pisau kemudian pisau dipanaskan sampai parafin cair. Parafin cair pada pisau diteteskan ke balok kayu. Sampel yang ada diletakkan diatas pisau panas dan secara perlahan diletakkan di balok kayu yang telah dialasi parafin cair. Blok parafin disimpan dalam lemari es sebelum dipotong menggunakan mikrotom.
Penyayatan (Sectioning) dan Penempelan ke Gelas Objek Blok parafin dipasang pada mikrotom dan diatur agar posisinya sejajar dengan posisi pisau. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 4 µm. Pada awal pemotongan dilakukan trimming karena jaringan yang terpotong masih belum sempurna. Setelah didapatkan hasil sayatan yang terbaik, hasilnya diambil dengan kertas yang basah pada bagian ujung lalu diapungkan diatas air dingin. Jika hasil potongan membentuk pita maka jaringan dipisahkan dengan jarum satu persatu. Potongan jaringan yang telah terpisah ditempatkan pada air hangat dengan suhu 37 0C untuk menghilangkan kerutan lalu ditempatkan pada gelas objek. Sediaan pada gelas objek lalu dilihat di bawah mikroskop untuk melihat ada tidaknya luka pisau dan ketebalan potongan, jika belum maka dicari potongan lain. Gelas objek dengan sediaan jaringan terpilih diberi label sesuai dengan perlakuan dan dikeringkan. Sediaan disimpan pada inkubator dengan suhu 37
0
C selama
semalam lalu siap diwarnai dengan pewarnaan HE. Untuk pewarnaan immunohistokimia, gelas objek dilem dahulu dengan neofren. Sebelum pengeleman, gelas objek dibersihkan terlebih dahulu dengan ultrasonic cleaner menggunakan larutan pembersih (20 menit) kemudian secara berurutan larutan pada ultrasonic cleaner diganti dengan akuades sebanyak 3 kali (masing-masing selama 20 menit). Gelas objek yang telah bersih disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 oC selama semalam lalu dilem dengan neofren.
25
Pewarnaan Pewarnaan Immunohistokimia Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) Pewarnaan khusus imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD dilakukan untuk mengamati perubahan kandungan enzim antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal. Langkah awal dilakukan deparafinisasi dengan xylol III-I, waktu untuk xylol III dan II selama 3 menit sedangkan untuk xylol I selama 5 menit. Kemudian dilakukan rehidrasi dengan alkohol absolut III-alkohol 80% masing-masing selama 3 menit dan terakhir dengan alkohol 70% selama 5 menit. Selanjutnya dimasukkan dalam akuades selama 15 menit. Setelah itu diinkubasi dalam substrat methanol yang ditambahkan H2O2 selama 15 menit untuk menghilangkan aktivitas peroksidase endogen, selanjutnya dicuci berturut-turut dengan akuades dan Phosphate Buffer Saline (PBS) masing-masing 2x10 menit. Setelah itu jaringan diinkubasi dalam serum normal-Bovine Serum Albumin (BSA) sebanyak 60 µL selama 30-60 menit pada suhu 37 oC untuk menutupi antigen non spesifik dan berikutnya jaringan dicuci dengan PBS selama 3x10 menit. Kemudian jaringan diinkubasi dalam antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD (1:200) pada suhu 4 o
C selama 2 malam. Selanjutnya dicuci dengan PBS selama 3x5 menit dan
diinkubasi dalam antibodi sekunder Dako Envision Peroxidase (Dako K 1491) selama 60 menit dalam ruang gelap. Hasil reaksi antigen dengan antibodi divisualisasikan dengan menggunakan DAB (Diamino Benzidine) dalam tris buffer yang ditambahkan H2O2 selama 25 menit (ditutup gelap), selanjutnya dicounterstain dengan hemaktosilin. Setelah itu dilakukan dehidrasi dan clearing, jaringan kemudian dimounting dengan entelan dan siap untuk diamati. Preparat yang telah siap untuk diamati menunjukkan reaksi positif apabila berwarna coklat. Warna coklat menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD.
3.4 Parameter dan Analisis Data Parameter Pada pewarnaan imunohistokimia dilakukan pengamatan terhadap kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal masing-masing kelompok perlakuan. Pengamatan dilakukan secara kuantitatif, kualitatif, dan penghitungan persentase dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 20x. Pengamatan
26
Cu,Zn-SOD secara kualitatif dilakukan pada seluruh bagian ginjal yaitu pada inti dan sitoplasma tubuli renalis, glomerulus, dan daerah medulla. Pengamatan kuantitatif kandungan Cu,Zn-SOD dilakukan dengan cara menghitung jumlah inti sel tubuli renalis yang memberikan reaksi positif dan negatif terhadap kandungan dari Cu,Zn-SOD per lapang pandang dengan perbesaran 20x. Semakin banyak tanda positif (+), semakin tinggi kandungan Cu,Zn-SOD. Kandungan Cu,Zn-SOD dibedakan menjadi tiga tingkat kandungan, yaitu (i) positif kuat (+++), terlihat warna coklat tua, (ii) positif sedang/lemah (++/+), terlihat warna coklat muda sampai dengan coklat kebiru-biruan, (iii) hasil reaksi negatif (-), terlihat warna biru. Profil kandungan Cu,Zn-SOD juga dilihat dari penghitungan persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang memberikan reaksi positif dan negatif terhadap kandungan Cu,Zn-SOD.
Analisis Data Hasil pengamatan terhadap kandungan Cu,Zn-SOD (jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan Cu,Zn-SOD) dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjutan Duncan.
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus percobaan masing-masing kelompok perlakuan. SOD merupakan antioksidan endogen enzimatik yang bekerja melalui sistem pertahanan preventif, menghambat, atau merusak proses pembentukan radikal bebas. SOD efektif dalam mengkatalisis dan mengkonversi radikal bebas anion superoksida menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (Gurer & Ercal 2000, Carroll et al. 2004). Pengukuran kandungan antioksidan SOD merupakan cara untuk mengetahui kondisi pertahanan sel terhadap radikal bebas. Aktivitas SOD bervariasi pada beberapa organ. Ginjal menunjukkan aktivitas SOD yang tinggi setelah hati dan kelenjar adrenal, diikuti darah, limpa, pankreas, otak, paru-paru, usus, ovarium, dan timus (Halliwell & Gutteridge 1999). Cu, Zn-SOD merupakan jenis SOD yang paling berperan sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk beberapa metabolisme oksigen. Cu,Zn-SOD terdapat di dalam sitosol (sitoplasma) dan inti sel dari sel-sel eukariot, seperti khamir, tanaman, dan hewan (Miao et al. 2009). Pada ginjal tikus Cu,Zn-SOD ditemukan pada bagian inti dan sitoplasma sel-sel tubuli renalis (tubuli distalis dan proksimalis). Tingginya kandungan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal membuktikan bahwa ginjal mempunyai tingkat konsumsi oksigen yang sangat tinggi dan sangat rentan terkena dampak langsung dari radikal-radikal bebas yang terbentuk dari metabolisme parsial oksigen. Tingginya kandungan Cu,Zn-SOD pada ginjal juga merupakan indikasi tingginya kemampuan sistem pertahanan untuk tetap mempertahankan kapasitas antioksidan agar tetap mampu mengatasi oksidan-oksidan yang terbentuk selama proses metabolisme yang berlangsung di dalamnya maupun yang terbentuk dari luar ginjal (Wresdiyati et al. 2002). Reaksi positif pada pewarnaan imunohistokimia terhadap antioksidan Cu,Zn-SOD divisualisasikan berupa produk reaksi warna coklat. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal ditunjukkan dengan intensitas dan distribusi warna coklat pada inti dan sitoplasma sel tubuli renalis. Semakin pekat
28
warna coklat yang terbentuk berarti kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD semakin banyak/tinggi. Reaksi negatif yaitu tidak terdapat kandungan antioksidan Cu,ZnSOD divisualisasikan berupa produk reaksi warna biru pada inti dan sitoplasma sel tubuli renalis. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal disajikan secara kualitatif, kuantitatif, dan persentase jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. Pengamatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD secara kualitatif dilakukan pada keseluruhan jaringan ginjal yaitu pada inti dan sitoplasma tubuli proksimalis, distalis, glomerulus, dan medulla. Pengamatan kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel tubuli renalis yang memberikan reaksi pada berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD per lapang pandang dengan perbesaran 20x. Penghitungan persentase jumlah inti sel tubuli renalis didasarkan pada jumlah rata-rata inti sel yang bereaksi positif dan negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD.
4.1
Hasil Pengamatan secara Kualitatif Kandungan Antioksidan Cu,ZnSOD di Jaringan Ginjal Tikus Percobaan Secara kualitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal
diamati dengan melihat perbedaan intensitas warna coklat pada keseluruhan jaringan ginjal yaitu pada inti dan sitoplasma tubuli proksimalis, tubuli distalis, glomerulus, dan medulla. Pengamatan secara kualitatif ini dilakukan pada keseluruhan jaringan ginjal tikus percobaan terminasi hari ke-8 (Gambar 6), terminasi hari ke-15 (Gambar 7), dan terminasi hari ke-22 (Gambar 8). Adanya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD ditunjukkan dengan warna coklat dan diberi tanda (+) pada jaringan ginjal kelompok yang diamati. Semakin banyak tanda (+) maka semakin tinggi kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. Perbedaan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal masing-masing kelompok perlakuan pada terminasi hari ke-8, 15, dan 22 dapat dilihat pada Tabel 3.
29
Tabel 3 Distribusi dan frekuensi antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus Kelompok
Distribusi dan Frekuensi Antioksidan Cu,Zn-SOD T. Proksimalis
T. Distalis
Glomerulus
Medulla
Terminasi Hari ke-8 (Sebelum Pemberian EPEC) T1A
++
++
+
++
T1B
++
++
+
++
T1C
+++/++
++/+
++/+
++
T1D
++
++/+
+
++
T1E
+++
+++
++
+++
T1F
++/+
++
+
+++/++
Terminasi Hari ke-15 (Setelah Seminggu Pemberian EPEC) T2A
++
+
+
++
T2B
++/+
+
+
++
T2C
+++
++/+
+
++
T2D
+/-
+/-
+/-
T2E
+
+
+
++/+
T2F
+/-
+/-
+/-
+/-
+
Terminasi Hari ke-22 (Seminggu Setelah Pemberian EPEC Dihentikan) T3A
++
+
+
++
T3B
++
++/+
++/+
++/+
T3C
+++
++
++
++
T3D
+
+/-
+/-
+
T3E
+
+
+
+
T3F
+/-
+/-
+/-
+
Keterangan: (+): adanya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan; (/): kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD berada diantara dua nilai; (-): tidak adanya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. T1: terminasi hari ke-8; T2: terminasi hari ke-15; T3: terminasi hari ke-22. A: kelompok kontrol negatif (perlakuan ransum standar); B: kelompok perlakuan L. plantarum; C: kelompok perlakuan L. fermentum; D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC; E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC; F: kelompok kontrol positif (perlakuan EPEC). .
Hasil pengamatan secara kualitatif menunjukkan bahwa pada terminasi
hari ke-8 kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus kelompok perlakuan L. fermentum dan L. fermentum + EPEC lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan lainnya (Tabel 3, Gambar 6). Kelompok perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, L. plantarum, dan L. plantarum + EPEC menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama (Gambar 6), terlihat dari intensitas dan distribusi warna coklat yang
30
relatif sama pada sel tubuli renalis, glomerulus, dan medula. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama satu minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian L. plantarum selama satu minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-8 ini, kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC , dan kontrol positif belum dipapar EPEC. Pada terminasi hari ke-15, kelompok perlakuan L. fermentum memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi, terlihat dari intensitas dan distribusi warna coklat pada sel tubuli proksimalis dan sel tubuli distalis (Tabel 3, Gambar 7). Kelompok perlakuan L. plantarum memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama dengan kelompok perlakuan kontrol negatif, terlihat dari intensitas dan distribusi warna coklat yang relatif sama pada sel tubuli renalis, glomerulus, dan medula (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama dua minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian L. plantarum selama dua minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-15 juga dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dan kontrol positif (Tabel 3, Gambar 7). Sedangkan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dan kontrol positif memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama, dan lebih rendah dari L. fermentum + EPEC. Kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC, dan kontrol positif merupakan kelompok perlakuan yang telah seminggu dipapar EPEC. Pemberian EPEC dapat meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh tikus percobaan sehingga antioksidan Cu,Zn-SOD yang dipakai untuk menetralisir radikal bebas tersebut juga meningkat. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan kontrol positif. Selain itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yang lebih tinggi dari kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L.
31
plantarum + EPEC menunjukkan bahwa L. fermentum lebih baik dari pada L. plantarum dalam hal kemampuan mempertahankan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-22, kelompok perlakuan L. fermentum masih memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Kelompok perlakuan
L. plantarum memiliki
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama dengan kelompok perlakuan kontrol negatif. Perbedaan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada setiap kelompok perlakuan terminasi hari ke-22 ini terlihat dari intensitas dan distribusi warna coklat pada sel tubuli renalis dan glomerulus (Tabel 3, Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama tiga minggu masih mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian L. plantarum selama tiga minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Seperti halnya pada terminasi hari ke-15, terminasi hari ke-22 juga dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC masih menunjukkan kandungan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dan kontrol positif (Tabel 3). Sedangkan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dan kontrol positif memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama, dan lebih rendah dari L. fermentum + EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa satu minggu pasca pemberian EPEC, EPEC belum tereliminasi dari tubuh sehingga antioksidan masih dibutuhkan untuk menetralisir radikal bebas yang dihasilkan EPEC. Oleh karena itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal masih rendah. Selain itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yang lebih tinggi dari kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC menunjukkan bahwa L. fermentum lebih baik dari pada L. plantarum dalam hal kemampuan mempertahankan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus.
32
Gambar
6
Fotomikrograf jaringan ginjal tikus dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap antioksidan Cu,Zn-SOD, pada terminasi hari ke-8. T1A: kelompok kontrol negatif (perlakuan ransum standar); T1B: kelompok perlakuan L. plantarum; T1C: kelompok perlakuan L. fermentum; T1D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC; T1E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC; T1F: kelompok kontrol positif (perlakuan EPEC). Dapat dilihat bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan T1E, diikuti kelompok perlakuan T1C. Kelompok perlakuan T1A, T1B, T1D, dan T1F memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama. Skala = 50 µm.
33
Gambar
7
Fotomikrograf jaringan ginjal tikus dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap antioksidan Cu,Zn-SOD, pada terminasi hari ke-15. T2A: kelompok kontrol negatif (perlakuan ransum standar); T2B: kelompok perlakuan L. plantarum; T2C: kelompok perlakuan L. fermentum; T2D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC; T2E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC; T2F: kelompok kontrol positif (perlakuan EPEC). Dapat dilihat bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan T2C. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan T2A sama seperti T2B. Kelompok perlakuan T2D dan T2F memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling rendah. Skala = 50 µm.
34
Gambar
8
Fotomikrograf jaringan ginjal tikus dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap antioksidan Cu,Zn-SOD, pada terminasi hari ke-22. T3A: kelompok kontrol negatif (perlakuan ransum standar); T3B: kelompok perlakuan L. plantarum; T3C: kelompok perlakuan L. fermentum; T3D: kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC; T3E: kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC; T3F: kelompok kontrol positif (perlakuan EPEC). Dapat dilihat bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan T3C. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD kelompok perlakuan T3A sama seperti T3B. Kelompok perlakuan T3D dan T3F memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling rendah. Skala = 50 µm.
35
4.2 Hasil Pengamatan secara Kuantitatif Kandungan Antioksidan Cu,ZnSOD di Jaringan Ginjal Tikus Percobaan Pengamatan secara kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal dilakukan dengan cara menghitung jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD per lapang pandang dengan perbesaran 20x. Semakin banyak tanda positif (+), semakin tinggi kandungan Cu,Zn-SOD. Kandungan Cu,Zn-SOD dibedakan menjadi tiga tingkat kandungan, yaitu (i) positif kuat (+++), terlihat warna coklat tua, (ii) positif sedang/lemah (++/+), terlihat warna coklat muda sampai dengan coklat kebirubiruan, (iii) hasil reaksi negatif (-), terlihat warna biru. Hasil perhitungan dan analisa statistik terhadap rata-rata jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi terhadap berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD tersaji pada Tabel 4.
Gambar 9 Fotomikrograf jaringan ginjal tikus dengan inti sel tubuli renalis yang bereaksi terhadap berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. +++ : positif kuat (warna coklat tua); ++ : positif sedang (warna coklat muda); +: positif lemah (warna coklat kebiru-biruan); - : negatif (warna biru). Pewarnaan imunohistokimia. Skala = 50 µm.
36
Tabel 4 Rata-rata jumlah inti sel ginjal dengan berbagai tingkat kandungan Cu, Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus pada terminasi hari ke-8, 15, dan 22 per bidang pandang dengan perbesaran 20x Kelompok
Jumlah Inti Sel Tubuli Renalis Ginjal Tikus dengan Berbagai Tingkat Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Perbesaran 20x +++ ++/+ -
Terminasi Hari ke-8 (Sebelum Pemberian EPEC) ab T1A 101.33 ± 3.21
c
57.00 ± 1.00
b
T1B
103.33 ± 3.21
T1C
125.67 ± 3.06
T1D
97.00 ± 2.65
T1E
146.00 ± 5.57
d
72.00 ± 2.65 c
b d
72.67 ± 3.79 d
a
a
T2D
38.00 ± 8.89
T2E
62.67 ± 3.06
b
59.33 ± 4.16 b
T3D
44.67 ± 4.04
T3E
77.00 ± 6.08
T3F
d
87.67 ± 6.81 b
17.00 ± 1.00
b
70.33 ± 6.66 d
b
16.33 ± 2.52 a
39.00 ± 5.29 a
a
6.33 ± 0.58 c
88.00 ± 1.73 b
c
44.67 ± 0.58 c
83.67 ± 8.08 a
c
53.00 ± 5.29 b
c
139.67 ± 7.57
d
82.00 ± 3.61
65.00 ± 0.00 a
T3C
a
8.67 ± 0.58
35.00 ± 4.58 60.67 ± 0.58 Terminasi Hari ke-22 (Seminggu Setelah Pemberian EPEC Dihentikan) c b T3A 96.67 ± 1.53 62.00 ± 1.00 93.67 ± 5.03
b
17.33 ± 0.58
39.00 ± 5.29 b
T3B
b
17.67 ± 0.58
a
a
T2F
c
15.00 ± 1.00
b
68.67 ± 8.96 d
136.67 ± 2.52
ab
9.33 ± 0.58 d
c
T2C
b
10.00 ± 3.61
25.67 ± 6.66
93.67 ± 6.51
ab
8.67 ± 1.15
95.33 ± 4.73 69.33 ± 3.79 Terminasi Hari ke-15 (Setelah Seminggu Pemberian EPEC) c b T2A 94.33 ± 5.69 64.00 ± 5.57 T2B
a
6.67 ± 0.58
47.33 ± 8.50 ab
T1F
d
19.33 ± 1.15
b
20.00 ± 0.00 c
c
45.67 ± 1.53 91.00 ± 6.08 41.33 ± 5.13 Keterangan : Uji statistika (Anova dan Duncan) dilakukan pada setiap tingkatan warna setiap waktu terminasi yang sama. Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda sangat nyata (p<0.01). +++ : positif kuat; ++/+ : positif sedang/lemah; - : negatif. T1 : terminasi hari ke-8; T2 : terminasi hari ke-15; T3 : terminasi hari ke-22. A : kelompok kontrol negatif (perlakuan ransum standar); B : kelompok perlakuan L. plantarum; C : kelompok perlakuan L. fermentum; D : kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC; E : kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC; F : kelompok kontrol positif (perlakuan EPEC).
Hasil uji statistik terhadap jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi terhadap
berbagai tingkat kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD menunjukkan
bahwa pada terminasi hari ke-8 kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yang baru mendapatkan perlakuan probiotik L. fermentum saja pada hari ke-1 sampai 7 memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. fermentum +
37
EPEC paling tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD tertinggi kedua terlihat pada kelompok perlakuan L. fermentum. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. fermentum lebih tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, L. plantarum, L. plantarum + EPEC (Lampiran 3). Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang tinggi pada kelompok yang diberi L. fermentum menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama satu minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Hasil penelitian Capcarova et al. (2010) menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum meningkatkan status antioksidan ayam broiler. Pemberian L. fermentum ini memperlihatkan peningkatan level seng (Zn) di darah. Peningkatan Zn berperan untuk membantu kestabilan antioksidan Cu,Zn-SOD karena Cu,ZnSOD membutuhkan Cu dan Zn untuk melakukan aktivitas biologisnya (Halliwell & Gutteridge 1999, Li et al. 2010). Uskova dan Kravchenko (2009) melaporkan bahwa L. fermentum mampu meningkatkan kapasitas antioksidan plasma darah sebesar 43-65.8%. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada tikus yang diberi L. fermentum selama satu minggu. Dari hasil uji statistik dapat dilihat pula bahwa pada terminasi hari ke-8 kelompok perlakuan L. plantarum dan L. plantarum + EPEC yang baru mendapatkan perlakuan probiotik L. plantarum saja pada hari ke-1 sampai 7 memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif. Hal ini terlihat dari jumlah sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan kontrol negatif, L. plantarum, dan L. plantarum + EPEC tidak berbeda secara nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum selama satu minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang tidak berbeda nyata (p>0.05) terlihat pula pada kelompok perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif
38
(Lampiran 3). Hal ini terlihat dari jumlah sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Sama seperti kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC dan L. plantarum + EPEC, kelompok perlakuan kontrol positif pada terminasi hari ke-8 ini juga belum dipapar EPEC sehingga susunan ransum yang diberikan masih sama seperti kelompok perlakuan kontrol negatif yaitu ransum standar. Hal inilah yang menyebabkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif tidak berbeda nyata (p>0.05). Terminasi hari ke-15 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) pada kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus antar kelompok perlakuan. Uji lanjutan Duncan menunjukkan bahwa kelompok perlakuan L. fermentum
memiliki
kandungan
antioksidan
Cu,Zn-SOD
paling
tinggi
dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. fermentum paling tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 6). Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum terlihat pula dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi negatif (-) paling rendah secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama dua minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Hasil penelitian Zilmer et al. (2002) menunjukkan bahwa L. fermentum E-3 dan E-18 memiliki aktivitas signifikan sebagai antioksidan yang bermanfaat dalam mengatasi stres oksidatif baik eksogen maupun endogen. Pemberian L. fermentum E-3 dan E-18 menunjukkan peningkatan aktivitas antioksidan enzimatik glutathione dan SOD. Selanjutnya, Songisepp (2005) melaporkan bahwa konsumsi L. fermentum ME-3 menyebabkan terjadinya pengurangan stres oksidatif indeks darah sukarelawan sehat. Pengurangan stres oksidatif pada sukarelawan sehat ini ditunjukkan oleh peningkatan total antioxidative activity (TAA) dan total antioxidative status (TAS) plasma darah. Hasil penelitian ini juga
39
menunjukkan adanya peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus yang diberi L. fermentum selama dua minggu. Peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD seperti pada jaringan ginjal kelompok perlakuan L. fermentum, tidak terlihat pada jaringan ginjal kelompok perlakuan L. plantarum. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, kelompok perlakuan L. plantarum memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok perlakuan kontrol negatif, terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++), positif sedang/lemah (++/+), dan negatif (-) pada kelompok perlakuan L. plantarum tidak berbeda secara nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif.
Jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi
positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. plantarum dapat dilihat pada Lampiran 6, positif sedang/lemah (++/+) pada Lampiran 7, dan negatif (-) pada Lampiran 8. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum selama dua minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC, dan kontrol positif pada terminasi hari ke-15 telah dipapar EPEC. Pemberian EPEC dilakukan selama 1 minggu dimulai dari hari ke-8 sampai hari ke-14. Kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum + EPEC menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum + EPEC paling rendah secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 6). Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum + EPEC terlihat pula dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi negatif (-) paling tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 8). Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang paling rendah pada kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum + EPEC menunjukkan bahwa pemberian EPEC dapat mengakibatkan kandungan antioksidan Cu,ZnSOD di jaringan ginjal tikus percobaan menjadi rendah.
40
Infeksi EPEC pada sel inang menyebabkan terjadinya kerusakan mikrovili usus, peningkatan permeabilitas paraseluler, merangsang proses inflamasi, dan peningkatan aktivitas fagositosis oleh sel radang (Savkovic et al. 2005, Schuller et al. 2009). Selama proses fagositosis, reseptor fagosit yang mengikat mikroba (bakteri patogen) mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim dalam fagolisosom. Salah satu enzim yaitu oksidase fagosit terbentuk atas pengaruh mediator inflamasi seperti Leukotrin B4 (LTB4), Platelet Activating Factor (PAF), dan Tumor Necrosis Factor (TNF). Enzim ini mengubah molekul oksigen menjadi radikal bebas anion superoksida dan H2O2 (Baratawidjaja 2006). Keberadaan radikal bebas anion superoksida akan dinetralisir oleh antioksidan Cu,Zn-SOD. Jumlah bakteri EPEC yang banyak akan meningkatkan jumlah radikal bebas anion superoksida, sehingga antioksidan Cu,Zn-SOD yang dipakai untuk menetralisir radikal bebas tersebut juga meningkat. Hal inilah yang menyebabkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada tikus yang dipapar EPEC menjadi rendah. Kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC lebih tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (Lampiran 6). Hal ini juga terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi negatif (-) pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC lebih rendah secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (Lampiran 8). Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC menunjukkan bahwa L. fermentum memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidatif. Menurut Mikelsaar dan Zilmer (2009), L. fermentum memilki aktivitas antimikroba dan antioksidatif yang bermanfaat untuk memperbaiki status stres oksidatif organisme yang mengkonsumsinya dan mengurangi resiko infeksi internal. Aktivitas antimikroba L. fermentum terlihat dari kemampuan menekan bakteri patogen enteral dan E.coli penyebab infeksi saluran kemih, sedangkan aktivitas antioksidatif terlihat dari total antioxidative activity (TAA) dan total
41
antioxidative status (TAS) yang tinggi pada L. fermentum. Hal ini yang menyebabkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada tikus kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC bisa lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC. Secara in vitro, L. fermentum memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen seperti E. coli. L. fermentum mensekresikan senyawa antimikroba proteinacious yang ditemukan aktif bahkan pada pH netral (Varma et al. 2010, Zeng et al. 2011). Senyawa antimikroba proteinacious yang disekresikan oleh L. fermentum adalah bakteriosin (Ruiz et al. 2009). Bakteriosin adalah protein aktif yang disintesa secara ribosomal dan menunjukkan aktivitas antimikroba. Mekanisme aktivitas antimikroba bakteriosin adalah (1) Molekul bakteriosin kontak langsung dengan membran sel bakteri melalui reseptor permukaan sel spesifik yaitu pediocin AcH, (2) Proses kontak ini kemudian mengganggu potensial membran berupa destabilitas membran sitoplasma, (3) Ketidakstabilan membran memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada membran sel bakteri. Pembentukan lubang menyebabkan perubahan gradien potensial membran dan menghilangkan proton motive force (PMF) sehingga menghambat produksi energi dan biosintesis protein. Efeknya menyebabkan pertumbuhan sel bakteri terhambat dan kematian (Cotter et al. 2005, Bilkova et al. 2011). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba L. fermentum dapat meminimalkan efek patogenisitas
EPEC
sehingga kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di
jaringan ginjal pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC. Selain itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih rendah pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC menunjukkan bahwa L. plantarum kurang memiliki aktivitas
antioksidan sehingga
tidak
mampu
mempertahankan
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. Tidak pernah dilaporkan sebelumnya mengenai aktivitas antioksidatif L. plantarum. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC lebih rendah dibandingkan dengan kelompok L. fermentum + EPEC. Hal ini menunjukkan pula bahwa L. plantarum
42
tidak lebih baik dibandingkan dengan L. fermentum dalam hal kemampuan melawan EPEC dan mempertahankan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus percobaan. Pada terminasi hari ke-22, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi masih ditunjukkan oleh kelompok perlakuan L. fermentum. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. fermentum paling tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 9). Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum ditunjukkan pula oleh jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi negatif (-) paling rendah secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 11). Seperti halnya pada terminasi hari ke-8 dan15, terminasi hari ke-22 ini juga memperlihatkan bahwa pemberian L. fermentum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Wang et al. (2009) melaporkan bahwa L. fermentum memiliki aktivitas antioksidatif. Aktivitas antioksidatif L. fermentum ditunjukkan oleh peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan otot. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada tikus yang diberi L. fermentum selama tiga minggu. Pada terminasi hari ke-22 dapat dilihat pula bahwa kelompok perlakuan L. plantarum memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok perlakuan kontrol negatif, terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++), positif sedang/lemah (++/+), dan negatif (-) pada kelompok perlakuan L. plantarum tidak berbeda secara nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif. Jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan L. plantarum dapat dilihat pada Lampiran 9, positif sedang/lemah (++/+) pada Lampiran 10, dan negatif (-) pada Lampiran 11. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum selama tiga minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling rendah pada terminasi hari ke22 ditunjukkan oleh kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum +
43
EPEC. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok perlakuan kontrol positif L. plantarum + EPEC paling rendah secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 9). Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum + EPEC terlihat pula dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi negatif (-) paling tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (Lampiran 11). Rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada kelompok perlakuan kontrol positif dan L. plantarum + EPEC pada terminasi hari ke-22 ini menunjukkan bahwa seminggu setelah pemberian EPEC dihentikan, EPEC belum tereliminasi dari tubuh. Menurut Curtis (2000), masa inkubasi EPEC adalah 9-12 jam dengan masa penularan yang berlangsung lama dan masih dapat ditemukan pada pasien sampai dengan tiga minggu setelah sembuh. Selain itu, berdasarkan penelitian Arief et al. (2010), kejadian diare muncul pada minggu kedua sejak tikus dipapar EPEC dan berlangsung sampai pada minggu ketiga. Hal ini berarti EPEC yang merupakan penyebab diare belum tereliminasi secara tuntas dari tubuh tikus. Penjelasan di atas merupakan penyebab masih rendahnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada tikus yang pernah dipapar EPEC satu minggu sebelumnya. Kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC, hal ini terlihat dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi positif (+++) pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC lebih tinggi secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (Lampiran 9). Hal ini terlihat pula dari jumlah inti sel tubuli renalis ginjal yang bereaksi negatif (-) pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC lebih rendah secara sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC (Lampiran 11). Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC tersebut menunjukkan bahwa L. fermentum memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidatif.
44
Selain aktivitas antioksidatif dan senyawa antimikroba proteinacious yang disekresikan L. fermentum untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, L. fermentum juga diketahui memiliki profil karbohidrat yang unik pada dinding selnya yang memungkinkannya untuk menempel pada reseptor mukosa sel-sel epitelial inang. Hal ini menyebabkan L. fermentum mampu mencegah penempelan dari E. coli patogen pada sel-sel epitelial inang. Mekanisme inilah yang menyebabkan bakteri EPEC kurang memberikan efek patogenisitasnya karena keberadaan L. fermentum (Mikelsaar et al. 2004). Berkurangnya efek patogenisitas EPEC akibat penghambatan oleh L. fermentum menyebabkan radikal bebas yang dihasilkan pun berkurang sehingga antioksidan yang digunakan untuk menetralisir radikal bebas tersebut tidak terlalu banyak. Hal ini yang menyebabkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal pada tikus kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC bisa lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC.
4.3 Penghitungan Persentase terhadap Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD di Jaringan Ginjal Tikus Percobaan Profil kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus percobaan juga ditunjukkan dengan penghitungan persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang memberikan reaksi positif dan negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD (Gambar 10). % 100 80 60 40 20
(+) (-) T3A T3B T3C T3D T3E T3F
Terminasi hari ke-8hari ke-7
T2A T2B T2C T2D T2E T2F
0 T1A T1B T1C T1D T1E T1F
J u m l a h
Terminasi hari ke-1514 Kelompok Perlakuan
Terminasi hari ke-22
Gambar 10 Persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif (+) dan negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD.
45
Dari hasil penghitungan persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang memberikan reaksi positif dan negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,ZnSOD, diketahui bahwa pada terminasi hari ke-8 kandungan antioksidan Cu,ZnSOD paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC. Tingginya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi (96.4%) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Tingginya kandungan Cu,Zn-SOD ini terlihat pula dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling rendah (3.6%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kelompok perlakuan dengan kandungan antioksidan Cu,ZnSOD tertinggi kedua terlihat pada kelompok perlakuan L. fermentum. Kelompok perlakuan L. fermentum menunjukkan persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yaitu 95.3% dan persentase jumlah inti sel yang yang bereaksi negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,ZnSOD yaitu 4.7%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama satu minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-8 juga diketahui bahwa kelompok perlakuan L. plantarum, L. plantarum + EPEC, kontrol positif, dan kontrol negatif memperlihatkan
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama.
Persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum, L. plantarum + EPEC, kontrol positif dan kontrol negatif yaitu 95%, 94.4%, 91.6%, dan 89.2%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum selama satu minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-8 ini kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC, dan kontrol positif belum dipapar EPEC. Pada terminasi hari ke-15, kelompok perlakuan
L. fermentum
menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Sedangkan kelompok perlakuan L. plantarum dan kontrol negatif menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
46
yang relatif sama dan lebih rendah dari kelompok perlakuan L. fermentum. Hal ini terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum paling tinggi (95.2%) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya, sedangkan persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum dan kontrol negatif yaitu 90.3% dan 89.9%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama dua minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian L. plantarum selama dua minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-15 ini, juga dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC menunjukkan kandungan antioksidan Cu,ZnSOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC. Sedangkan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dan kontrol positif menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama, dan lebih rendah dari kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC. Persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yaitu 70.6%, sedangkan persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC relatif sama dengan kelompok perlakuan kontrol positif yaitu 54.2% dan 52.2%. Kandungan antioksidan Cu,ZnSOD juga dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yaitu 29.4% dan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC yang relatif sama dengan kelompok perlakuan kontrol positif yaitu 45.8% dan 47.8%. Kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC, dan kontrol positif merupakan kelompok perlakuan yang telah seminggu dipapar EPEC. Paparan EPEC menyebabkan peningkatan radikal bebas sehingga antioksidan yang digunakan untuk menetralisir radikal bebas tersebut lebih banyak. Oleh karena itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal menjadi rendah. Selain itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yang lebih tinggi dari kandungan antioksidan
47
Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC menunjukkan bahwa L. fermentum lebih baik dari pada L. plantarum dalam hal kemampuan melawan EPEC dan mempertahankan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Pada terminasi hari ke-22, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang paling tinggi masih ditunjukkan oleh kelompok perlakuan L. fermentum, terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD paling tinggi (96.6%) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Kelompok perlakuan L. plantarum menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama dengan kontrol negatif, terlihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum dan kontrol negatif yaitu 90.9% dan 90.6%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum selama tiga minggu masih mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian L. plantarum selama tiga minggu belum mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC. Sedangkan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC dan kontrol positif menunjukkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD yang relatif sama, dan lebih rendah dari kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC. Persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yaitu 88.9%, sedangkan persentase jumlah inti sel yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC relatif sama dengan kelompok perlakuan kontrol positif yaitu 74.8% dan 76.7%. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD juga dapat dilihat dari persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yaitu 11.1% dan kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC yang relatif sama dengan kelompok perlakuan kontrol positif yaitu 25.2% dan 23.3%. Hal ini menunjukkan bahwa satu minggu pasca pemberian EPEC, EPEC belum tereliminasi dari tubuh sehingga antioksidan
48
masih dibutuhkan untuk menetralisir radikal bebas yang dihasilkan EPEC. Oleh karena itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal masih rendah. Selain itu, kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC yang lebih tinggi dari kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. plantarum + EPEC menunjukkan bahwa L. fermentum lebih baik dari pada L. plantarum dalam hal kemampuan melawan EPEC dan mempertahankan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. Dari hasil penghitungan persentase jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dapat dilihat bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC dan kontrol positif terminasi hari ke-22 lebih tinggi dibandingkan dengan terminasi hari ke-15. Hal ini juga terlihat dari lebih rendahnya persentase jumlah inti sel yang bereaksi negatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada kelompok perlakuan L. fermentum + EPEC, L. plantarum + EPEC dan kontrol positif terminasi hari ke-22. Peningkatan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD ini mungkin terjadi karena walaupun pada terminasi hari ke-22 EPEC masih belum sepenuhnya tereliminasi dalam tubuh namun efek patogenisitasnya telah berkurang sehingga antioksidan yang dibutuhkan untuk menetralisir radikal bebas yang diakibatkan hadirnya EPEC tidak sebanyak pada terminasi hari ke-15.
49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 1. Pemberian probiotik L. fermentum selama satu sampai tiga minggu mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus, sedangkan pemberian probiotik L. plantarum selama tiga minggu tidak mampu meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus. 2. Pada tikus yang dipapar EPEC, pemberian probiotik L. fermentum mempunyai efek yang lebih baik dari L. plantarum terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD di jaringan ginjal tikus.
5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan L. fermentum dan L. plantarum ini sebagai salah satu komponen dalam produk pangan fungsional dan pakan hewan. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai efek L. fermentum dan L. plantarum dalam mencegah infeksi patogen lain seperti Salmonella spp., Vibrio cholera, dll.
50
DAFTAR PUSTAKA
Andersson H, Asp NG, Bruce A, Roos S, Wadstrom T, Wold AE. 2001. Health effect of probiotics and prebiotics: a literature review on human studies. Scand J Nutr 45:58-75. Araujo JM , Graciela FT, Katia RSA, Sandra HF, Ulysses FN, Caio MFM, Isabel CAS. 2007. Typical enteroaggregative and atypical enteropathogenic types of Escherichia coli are the most prevalent diarrhea-associated pathotypes among Brazilian children. J Clin Microbiol 45(10):3396-3399. Arief S. 2006. Radikal Bebas. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Arief II, Maheswari RRA, Suryani T. 2008. Aktifitas antimikroba bakteri asam laktat yang diisolasi dari daging sapi. Makalah Seminar Hasil Penelitian Departemen IPTP Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Astawan M, Wresdiyati T, Arief II, Usmiati S. 2009. Seleksi isolat indigenus bakteri probiotik untuk imunomodulator dan aplikasinya dalam pengembangan yoghurt sinbiotik sebagai pangan fungsional antidiare. Presentasi Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Arief II, Jenie BSL, Astawan M, Witarto AB. 2010. Efektivitas probiotik L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 sebagai pencegah diare pada tikus percobaan. Media Peternakan:137-143. Budiarti S. 1997. Pelekatan pada sel Hep-2 dan keragaman serotipe O Escherichia coli enteropatogenik isolat Indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran 29:105110. Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar. Ed ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 34-44. Bilkova A, Sepova HK, Bilka F, Balazova A. 2011. Bacteriocins produced by lactic acid bacteria. Ceska Slov Farm 60(2):65-72. Curtis F. 2000. Manual Pemberantasan Penyaki Menular. Ed ke-17. Kandun IN, penerjemah; Chin J, editor. Jakarta: Bakti Husada. Terjemahan dari: Control of Communicable Disease Manual. Carroll MC, Girouard JB, Ulloa JL, Subramaniam JR, Wong PC, Valentine JS, Culotta VC. 2004. Mechanisms for activating Cu-Zn containing superoxide dismutase in the absence of the CCS Cu chaperone. Proc Nat Acad Sci USA 101:5964-5969. Cotter PD, Hill C, Ross RP. 2005. Bacteriocins: developing innate immunity for food. Nat Rev Microbiol 3(10):777-788. Capcarova M, Weiss J, Hrncar C, Kolesarova A, Pal G. 2010. Effect of Lactobacillus fermentum and Enterococcus faecium strains on internal
51
milieu, antioxidant status and body weight of broiler chickens. J Anim Physiol Anim Nutr (Berl) 94(5):215-224. David AB, Carlos AB, dan Victor ER. 2008. Gastrointestinal mucosal immunology. Mucosal Immunol and Virol:23-53. Eroschenko VP. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Ed ke-9. Tambayong J, penerjemah; Anggraini D, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Di Fiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations. Fridovich I. 1995. Superoxide dismutase. Ann Rev Biochem 64:97-112. Freisleben HJF. 2001. Free Radical and ROS (Reactive Oxigen Species) in Biological. Jakarta: FKUI. hlm 1-7. Farida E. 2006. Seleksi dan pengujian bakteri asam laktat kandidat probiotik hasil isolat lokal serta kemampuannya dalam menghambat sekresi Interleukin-8 dari alur Hct 116 [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2002. Guidelines for the evaluation of probiotics in food. http://www.who.int/foodsafety/Fs_Management/En/ Probiotic_Guidelines. Pdf. html. [25 Des 2010]. Gitawati R. 1995. Radikal bebas-sifat dan peranan dalam menimbulkan kerusakan atau kematian Sel. Cermin Dunia Kedokteran 102:33-36. Gurer H, Ercal N. 2000. Can antioxidant be beneficial in the treatment of lead poissioning?. Free Radical Biomed 29(10):927-945. Guyton AC, Hall JE. 2006. Text Book of Medical Physiology. Ed ke-7. Philadelphia: Elsevier Saunders. hlm 307-325. Halliwell B, Gutteridge JMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine. Ed ke-3. New York: Oxford University Press. Hwang J, Kleinhenz DJ, Lassegue B, Grindling KK, Dikalov S, Hart CM. 2005. Peroxisome proliferator-activated receptor-ƴ ligans regulate endothelial membrane superoxide production. Am J Phisiol Cell 288:899-905. Hedrich HJ. 2006. Taxonomy stock and strains. J The laboratory Rat:71-92. Lodes MJ, Cong Y, Elson CO, Mohamath R, Landers CJ, Targan SR. 2004. Bacterial flagellin is a dominant antigen in crohn disease. J Clin Invest 113:1296-1306. Landis GN, Tower J. 2005. Superoxide dismutase evolution and life span regulation. Mech Ageing Dev 126(3):365-79. Li C, Sun H, Chen A, Ning X, Wu H, Qin S, Xue Q, Zhao J. 2010. Identification and characterization of an intracellular Cu,Zn-superoxide dismutase
52
(icCu/Zn-SOD) gene from clam Venerupsis philippinarum. Fish and Shellfish Immun 28:499-503. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Morales E. 2000. Illustration art development for the life sciences. http://www.science-art.com/member/?id=52. [01 Sept 2011] McFarland L. 2001. A review of evidences of health claims for biotherapeutic agents. Microb Ecol Health Dis 12:65-76. Mikelsaar M, Zilmer M, Kullisaar T, Annuk H, Songisepp E. 2004. Strain of microorganism Lactobacillus fermentum ME-3 as novel antimicrobial and antioxidative probiotic. United States Patent Application Publication. Miao Lu, Daret K, Clair ST. 2009. Regulation of superoxide dismutase genes: implications in diseases. Free Rad Biol Med 47(4):344-356. Mikelsaar M, Zilmer M. 2009. Lactobacillus fermentum ME-3 – an antimicrobial and antioxidative probiotic. Microb Ecol Health Dis 21(1):1-27. Nayak DU, Karmen C, Frishman WH, Vakili BA. 2001. Antioxidant vitamins and enzymatic and sintetic oxygen-derived free radical scevengers in prevention and treatment of cardiovascular disease. Heart Dis 3(1):28-45. Oyetayo VO. 2004. Performance of rats dosed with faecal strains of Lactobacillus acidophilus and experimentally challenged with Escherichia coli. African J Biotech 3(8):409-411. Prasetyo D, Fadlyana E. 2004. Hubungan antara pemberian air susu ibu dan kejadian diare pada masa bayi. Bandung Med J 36(2):60-63. Rolfe RD. 2000. The role of probiotic cultures in the control of gastrointestinal health. J Nutr 130:396-402. Rahman K. 2007. Studies on free radicals, antioxidants, and co-factors. Clin Interventions in Aging 2(2):219-236. Ruiz FO, Gerbaldo G, Asurmendi P, Pascual LM, Giordano W, Barberis IL. 2009. Antimicrobial activity, Inhibition of urogenital pathogens, and synergistic interactions between Lactobacillus strains. Curr Microbiol 59(5): 497-501. Reis RS, Horn F. 2010. Enteropathogenic Escherichia coli, Samonella, Shigella and Yersinia: cellular aspects of host-bacteria interactions in enteric diseases. Gut Pathogens 2:8. Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press. Salminen S. 2001. Human studies on probiotics: aspect on scientific documentation. Scand J Nutr 45:8-12.
53
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi: untuk Pemula. Veldman JS, penerjemah; Widyastuti P, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Anatomy and Physiology: an Easy Learner. Savkovic SD, Villanueva J, Turner JR, Matkowskyj KA, Hecht G. 2005. Mouse model of enteropathogenic Escherichia coli infection. Infect Immun 73(2):1161–1170. Sirois M. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principle and Procedures. USA: Elsevier Inc. Songisepp E, Kals J, Kullisaar T, Mandar R, Hutt P, Zilmer M, Mikelsaar M. 2005. Evaluation of the functional efficacy of an antioxidative probiotic in healthy volunteers. Br J Nutr 4:22. Samuelson DA. 2007. Text Book of Veterinary Histology. Philadelphia: Elsevier Saunders. hlm 371-396. Schuller S, Lucas M, Kaper JB, Giron JA, Phillips AD. 2009. The ex vivo response of human intestinal mucosa to enteropathogenic Escherichia coli infection. Cell Microbiol 11(3):521-530. Tamime AY. 2005. Probiotic Dairy Products. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. Uskova MA, Kravchenko LV. 2009. Antioxidant properties of lactic acid bacteriaprobiotic and yogurt strains. Vopr Pitan 78(2):18-23. Varma P, Dinesh KR, Menon KK, Biswas R. 2010. Lactobacillus fermentum isolated from human colonic mucosal biopsy inhibits the growth and adhesion of enteric and foodborne pathogens. J Food Sci 75(9):546-551. Wolfensohn S, Lloyd M. 1998. Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare. Ed ke-2. USA: Blackwell Sci. Wresdiyati T, Mamba K, Adnyane IKM, Aisyah US. 2002. The effect of stress condition on the intracellular antioxidant copper,zinc-superoxide dismutase (SOD) in the rat kidney: an immunohistochemical study. Hayati 9(3):85-88. Wang AN, Yi XW, Yu HF, Dong B, Qiao SY. 2009. Free radical scavenging activity of Lactobacillus fermentum in vitro and its antioxidative effect on growing-finishing pigs. J applied Microbiol 107:1140-1148. Yan F, Polk DB. 2010. Probiotics: progress toward novel therapies for intestinal diseases. Curr Opin Gastroenterol 26(2):95-101. Zubillaga M, Weill R, Postaire E, Goldman C, Caro R, Boccio J. 2001. Effect of probiotics and functional foods and their use in different diseases. Nutr Research 21:569-579.
54
Zilmer M, Kullisaar T, Mikelsaar M, Vihalemm T, Annuk H, Kairane C, Kilk A. 2002. Two antioxidative lactobacilli strains as promising probiotics. Int J Food Microbiol 72(3):215-224. Zoumpopoulou G, Foligne B, Christodoulou K, Grangette C, Pot B, Tsakalidou E. 2008. Lactobacillus fermentum ACA-DC 179 displays probiotic potential in vitro and protects against trinitrobenzene sulfonic acid (tnbs)-induced colitis and Salmonella infection in murine models. International J Food Microbiol 121:18-26. Zeng XQ, Pan DD, Zhou PD. 2011. Functional characteristics of Lactobacillus fermentum F1. Curr Microbiol 62(1):27-31.
55
Lampiran 1 Proses Persiapan Jaringan
Ginjal
Difiksasi dalam Bouin (24 jam)
Stopping point alkohol 70%
Dehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 80%-95%, alkohol absolut I-III)
Clearing dengan xylol I,II, III
Infiltrasi parafin cair I,II,III dalam inkubator 70 0C
Embedding dalam parafin
Pemotongan dengan mikrotom
56
Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD Deparafinisasi – Rehidrasi Distiled Water (10 menit) Hidrogen Peroksida dalam methanol, suasana gelap (15 menit) Distiled Water 2x (@ 10 menit) PBS 2X (@ 10 menit) Serum normal 10% 60 µL/sediaan (37 0C selama 60 menit) Antibodi Cu,Zn-SOD (1:200) 60 µL/sediaan (4 0C selama 2 malam) PBS 3x (@ 10 menit) Dako Envision Peroxidase 60 µL/sediaan, dalam gelap (37 oC selama 60 menit) PBS 3x (@ 5 menit) DAB kit 60 µL/sediaan, dalam gelap (20 menit) kemudian cek mikroskop Cuci dengan Dionized Water Counterstain dengan Hematoksilin (3 detik) Distiled Water (5 menit) Dehidrasi, Clearing, Mounting
57
Lampiran 3 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi positif
kuat (+++) terhadap
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T1A
3
2
T1B
3
3
T1C
3
4
T1D
3
5
T1E
3
6 1 2 3
T1F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares a
df
Mean Square
Model 229674.111 8 28709.264 Perlakuan 6097.778 5 1219.556 Ulangan 18.778 2 9.389 Error 161.889 10 16.189 Total 229836.000 18 a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
F 1.773E3 75.333 .580
Sig. .000 .000 .578
58
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T1F 3 95.3333 T1D 3 97.0000 97.0000 T1A 3 1.0133E2 1.0133E2 T1B 3 1.0333E2 T1C 3 1.2567E2 T1E 3 Sig. .111 .095 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 16,189.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T1A T1B T1C T1D T1E T1F Total
Mean 1.0133E2 1.0333E2 1.2567E2 97.0000 1.4600E2 95.3333 1.1144E2
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
3.21455 3.21455 3.05505 2.64575 5.56776 4.72582 19.21771
4
1.4600E2 1.000
59
Lampiran 4 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang
memberikan
reaksi
positif
sedang/lemah
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T1A
3
2
T1B
3
3
T1C
3
4
T1D
3
5
T1E
3
6 1 2 3
T1F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 64285.667 8 Perlakuan 5091.333 5 Ulangan 26.333 2 Error 280.333 10 Total 64566.000 18 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,992)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
8035.708 1018.267 13.167 28.033
F 286.648 36.323 .470
Sig. .000 .000 .638
(++/+)
60
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T1E 3 25.6667 T1C 3 47.3333 T1A 3 57.0000 T1F 3 T1B 3 T1D 3 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 28,033.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T1A T1B T1C T1D T1E T1F Total
Mean 57.0000 72.0000 47.3333 72.6667 25.6667 69.3333 57.3333
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.00000 2.64575 8.50490 3.78594 6.65833 3.78594 17.81935
4
69.3333 72.0000 72.6667 .479
61
Lampiran 5 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T1A
3
2
T1B
3
3
T1C
3
4
T1D
3
5
T1E
3
6 1 2 3
T1F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 2724.667 8 Perlakuan 335.833 5 Ulangan 8.333 2 Error 26.333 10 Total 2751.000 18 a. R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,983)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
340.583 67.167 4.167 2.633
F 129.335 25.506 1.582
Sig. .000 .000 .253
62
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T1B 3 6.6667 T1C 3 8.6667 8.6667 T1E 3 9.3333 9.3333 T1D 3 10.0000 T1F 3 15.0000 T1A 3 Sig. .083 .359 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,633.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T1A T1B T1C T1D T1E T1F Total
Mean 19.3333 6.6667 8.6667 10.0000 9.3333 15.0000 11.5000
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.15470 .57735 1.15470 3.60555 .57735 1.00000 4.66842
4
19.3333 1.000
63
Lampiran 6 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T2A
3
2
T2B
3
3
T2C
3
4
T2D
3
5
T2E
3
6 1 2 3
T2F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 129022.444 8 Perlakuan 22884.944 5 Ulangan 184.111 2 Error 196.556 10 Total 129219.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
16127.806 4576.989 92.056 19.656
F 820.521 232.860 4.683
Sig. .000 .000 .037
64
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T2F 3 35.0000 T2D 3 38.0000 T2E 3 62.6667 T2B 3 93.6667 T2A 3 94.3333 T2C 3 Sig. .427 1.000 .858 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 19,656.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an
Mean
T2A T2B T2C T2D T2E T2F Total
94.3333 93.6667 1.3667E2 38.0000 62.6667 35.0000 76.7222
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
5.68624 6.50641 2.51661 8.88819 3.05505 4.58258 36.99413
4
1.3667E2 1.000
65
Lampiran 7 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang
memberikan
reaksi
positif
sedang/lemah
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T2A
3
2
T2B
3
3
T2C
3
4
T2D
3
5
T2E
3
6 1 2 3
T2F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 65341.444 8 Perlakuan 1668.444 5 Ulangan 67.444 2 Error 246.556 10 Total 65588.000 18 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,993)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
8167.681 333.689 33.722 24.656
F 331.271 13.534 1.368
Sig. .000 .000 .298
(++/+)
66
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
T2C 3 39.0000 T2D 3 59.3333 T2F 3 60.6667 T2A 3 64.0000 T2E 3 65.0000 T2B 3 68.6667 Sig. 1.000 .061 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 24,656.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T2A T2B T2C T2D T2E T2F Total
Mean 64.0000 68.6667 39.0000 59.3333 65.0000 60.6667 59.4444
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
5.56776 8.96289 5.29150 4.16333 .00000 .57735 10.79881
67
Lampiran 8 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T2A
3
2
T2B
3
3
T2C
3
4
T2D
3
5
T2E
3
6 1 2 3
T2F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 53793.444 8 Perlakuan 18251.611 5 Ulangan 75.111 2 Error 101.556 10 Total 53895.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
6724.181 3650.322 37.556 10.156
F 662.118 359.441 3.698
Sig. .000 .000 .063
68
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T2C 3 8.6667 T2B 3 17.3333 T2A 3 17.6667 T2E 3 53.0000 T2D 3 T2F 3 Sig. 1.000 .901 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 10,156.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T2A T2B T2C T2D T2E T2F Total
Mean 17.6667 17.3333 8.6667 82.0000 53.0000 87.6667 44.3889
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
.57735 .57735 .57735 3.60555 5.29150 6.80686 32.92440
4
82.0000 87.6667 .054
69
Lampiran 9 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T3A
3
2
T3B
3
3
T3C
3
4
T3D
3
5
T3E
3
6 1 2 3
T3F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 142944.111 8 Perlakuan 19232.444 5 Ulangan 41.444 2 Error 239.889 10 Total 143184.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
17868.014 3846.489 20.722 23.989
F 744.845 160.345 .864
Sig. .000 .000 .451
70
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T3D 3 44.6667 T3F 3 45.6667 T3E 3 77.0000 T3B 3 93.6667 T3A 3 96.6667 T3C 3 Sig. .808 1.000 .470 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 23,989.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an
Mean
T3A T3B T3C T3D T3E T3F Total
96.6667 93.6667 1.3967E2 44.6667 77.0000 45.6667 82.8889
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.52753 5.03322 7.57188 4.04145 6.08276 1.52753 33.88022
4
1.3967E2 1.000
71
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang
memberikan
reaksi
positif
sedang/lemah
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T3A
3
2
T3B
3
3
T3C
3
4
T3D
3
5
T3E
3
6 1 2 3
T3F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 100125.000 8 Perlakuan 5832.667 5 Ulangan 114.333 2 Error 243.000 10 Total 100368.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,996)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
12515.625 1166.533 57.167 24.300
F 515.046 48.005 2.353
Sig. .000 .000 .145
(++/+)
72
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T3C 3 39.0000 T3A 3 62.0000 T3B 3 70.3333 T3E 3 83.6667 T3D 3 88.0000 T3F 3 91.0000 Sig. 1.000 .065 .112 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 24,300.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T3A T3B T3C T3D T3E T3F Total
Mean 62.0000 70.3333 39.0000 88.0000 83.6667 91.0000 72.3333
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.00000 6.65833 5.29150 1.73205 8.08290 6.08276 19.08187
73
Lampiran 11 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T3A
3
2
T3B
3
3
T3C
3
4
T3D
3
5
T3E
3
6 1 2 3
T3F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 14116.444 8 Perlakuan 3488.944 5 Ulangan 18.111 2 Error 50.556 10 Total 14167.000 18 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,994)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
1764.556 697.789 9.056 5.056
F 349.033 138.024 1.791
Sig. .000 .000 .216
74
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T3C 3 6.3333 T3B 3 16.3333 T3A 3 17.0000 T3E 3 20.0000 T3F 3 41.3333 T3D 3 44.6667 Sig. 1.000 .085 .099 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5,056.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T3A T3B T3C T3D T3E T3F Total
Mean 17.0000 16.3333 6.3333 44.6667 20.0000 41.3333 24.2778
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.00000 2.51661 .57735 .57735 .00000 5.13160 14.46621
Lampiran 1 Proses Persiapan Jaringan
Ginjal
Difiksasi dalam Bouin (24 jam)
Stopping point alkohol 70%
Dehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 80%-95%, alkohol absolut I-III)
Clearing dengan xylol I,II, III
Infiltrasi parafin cair I,II,III dalam inkubator 700C
Embedding dalam parafin
Pemotongan dengan mikrotom
Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD Deparafinisasi – Rehidrasi Distiled Water (10 menit) Hidrogen Peroksida dalam methanol, suasana gelap (15 menit) Distiled Water 2x (@ 10 menit) PBS 2X (@ 10 menit) Serum normal 10% 60 µL/sediaan (370C selama 60 menit) Antibodi Cu,Zn-SOD (1:200) 60 µL/sediaan (40C selama 2 malam) PBS 3x (@ 10 menit) Dako Envision Peroxidase 60 µL/sediaan, dalam gelap (37oC selama 60 menit) PBS 3x (@ 5 menit) DAB kit 60 µL/sediaan, dalam gelap (20 menit) kemudian cek mikroskop Cuci dengan Dionized Water Counterstain dengan Hematoksilin (3 detik) Distiled Water (5 menit) Dehidrasi, Clearing, Mounting
Lampiran 3 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi positif
kuat (+++) terhadap
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T1A
3
2
T1B
3
3
T1C
3
4
T1D
3
5
T1E
3
6 1 2 3
T1F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares a
df
Mean Square
Model 229674.111 8 28709.264 Perlakuan 6097.778 5 1219.556 Ulangan 18.778 2 9.389 Error 161.889 10 16.189 Total 229836.000 18 a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
F 1.773E3 75.333 .580
Sig. .000 .000 .578
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T1F 3 95.3333 T1D 3 97.0000 97.0000 T1A 3 1.0133E2 1.0133E2 T1B 3 1.0333E2 T1C 3 1.2567E2 T1E 3 Sig. .111 .095 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 16,189.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T1A T1B T1C T1D T1E T1F Total
Mean 1.0133E2 1.0333E2 1.2567E2 97.0000 1.4600E2 95.3333 1.1144E2
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
3.21455 3.21455 3.05505 2.64575 5.56776 4.72582 19.21771
4
1.4600E2 1.000
Lampiran 4 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang
memberikan
reaksi
positif
sedang/lemah
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T1A
3
2
T1B
3
3
T1C
3
4
T1D
3
5
T1E
3
6 1 2 3
T1F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 64285.667 8 Perlakuan 5091.333 5 Ulangan 26.333 2 Error 280.333 10 Total 64566.000 18 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,992)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
8035.708 1018.267 13.167 28.033
F 286.648 36.323 .470
Sig. .000 .000 .638
(++/+)
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T1E 3 25.6667 T1C 3 47.3333 T1A 3 57.0000 T1F 3 T1B 3 T1D 3 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 28,033.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T1A T1B T1C T1D T1E T1F Total
Mean 57.0000 72.0000 47.3333 72.6667 25.6667 69.3333 57.3333
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.00000 2.64575 8.50490 3.78594 6.65833 3.78594 17.81935
4
69.3333 72.0000 72.6667 .479
Lampiran 5 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-8 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T1A
3
2
T1B
3
3
T1C
3
4
T1D
3
5
T1E
3
6 1 2 3
T1F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 2724.667 8 Perlakuan 335.833 5 Ulangan 8.333 2 Error 26.333 10 Total 2751.000 18 a. R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,983)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
340.583 67.167 4.167 2.633
F 129.335 25.506 1.582
Sig. .000 .000 .253
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T1B 3 6.6667 T1C 3 8.6667 8.6667 T1E 3 9.3333 9.3333 T1D 3 10.0000 T1F 3 15.0000 T1A 3 Sig. .083 .359 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,633.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T1A T1B T1C T1D T1E T1F Total
Mean 19.3333 6.6667 8.6667 10.0000 9.3333 15.0000 11.5000
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.15470 .57735 1.15470 3.60555 .57735 1.00000 4.66842
4
19.3333 1.000
Lampiran 6 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T2A
3
2
T2B
3
3
T2C
3
4
T2D
3
5
T2E
3
6 1 2 3
T2F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 129022.444 8 Perlakuan 22884.944 5 Ulangan 184.111 2 Error 196.556 10 Total 129219.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
16127.806 4576.989 92.056 19.656
F 820.521 232.860 4.683
Sig. .000 .000 .037
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T2F 3 35.0000 T2D 3 38.0000 T2E 3 62.6667 T2B 3 93.6667 T2A 3 94.3333 T2C 3 Sig. .427 1.000 .858 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 19,656.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an
Mean
T2A T2B T2C T2D T2E T2F Total
94.3333 93.6667 1.3667E2 38.0000 62.6667 35.0000 76.7222
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
5.68624 6.50641 2.51661 8.88819 3.05505 4.58258 36.99413
4
1.3667E2 1.000
Lampiran 7 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang
memberikan
reaksi
positif
sedang/lemah
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T2A
3
2
T2B
3
3
T2C
3
4
T2D
3
5
T2E
3
6 1 2 3
T2F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 65341.444 8 Perlakuan 1668.444 5 Ulangan 67.444 2 Error 246.556 10 Total 65588.000 18 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,993)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
8167.681 333.689 33.722 24.656
F 331.271 13.534 1.368
Sig. .000 .000 .298
(++/+)
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
T2C 3 39.0000 T2D 3 59.3333 T2F 3 60.6667 T2A 3 64.0000 T2E 3 65.0000 T2B 3 68.6667 Sig. 1.000 .061 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 24,656.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T2A T2B T2C T2D T2E T2F Total
Mean 64.0000 68.6667 39.0000 59.3333 65.0000 60.6667 59.4444
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
5.56776 8.96289 5.29150 4.16333 .00000 .57735 10.79881
Lampiran 8 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-15 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T2A
3
2
T2B
3
3
T2C
3
4
T2D
3
5
T2E
3
6 1 2 3
T2F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 53793.444 8 Perlakuan 18251.611 5 Ulangan 75.111 2 Error 101.556 10 Total 53895.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
6724.181 3650.322 37.556 10.156
F 662.118 359.441 3.698
Sig. .000 .000 .063
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T2C 3 8.6667 T2B 3 17.3333 T2A 3 17.6667 T2E 3 53.0000 T2D 3 T2F 3 Sig. 1.000 .901 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 10,156.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T2A T2B T2C T2D T2E T2F Total
Mean 17.6667 17.3333 8.6667 82.0000 53.0000 87.6667 44.3889
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
.57735 .57735 .57735 3.60555 5.29150 6.80686 32.92440
4
82.0000 87.6667 .054
Lampiran 9 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi positif kuat (+++) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T3A
3
2
T3B
3
3
T3C
3
4
T3D
3
5
T3E
3
6 1 2 3
T3F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 142944.111 8 Perlakuan 19232.444 5 Ulangan 41.444 2 Error 239.889 10 Total 143184.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,997)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
17868.014 3846.489 20.722 23.989
F 744.845 160.345 .864
Sig. .000 .000 .451
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T3D 3 44.6667 T3F 3 45.6667 T3E 3 77.0000 T3B 3 93.6667 T3A 3 96.6667 T3C 3 Sig. .808 1.000 .470 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 23,989.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an
Mean
T3A T3B T3C T3D T3E T3F Total
96.6667 93.6667 1.3967E2 44.6667 77.0000 45.6667 82.8889
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.52753 5.03322 7.57188 4.04145 6.08276 1.52753 33.88022
4
1.3967E2 1.000
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang
memberikan
reaksi
positif
sedang/lemah
terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T3A
3
2
T3B
3
3
T3C
3
4
T3D
3
5
T3E
3
6 1 2 3
T3F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 100125.000 8 Perlakuan 5832.667 5 Ulangan 114.333 2 Error 243.000 10 Total 100368.000 18 a. R Squared = ,998 (Adjusted R Squared = ,996)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
12515.625 1166.533 57.167 24.300
F 515.046 48.005 2.353
Sig. .000 .000 .145
(++/+)
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T3C 3 39.0000 T3A 3 62.0000 T3B 3 70.3333 T3E 3 83.6667 T3D 3 88.0000 T3F 3 91.0000 Sig. 1.000 .065 .112 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 24,300.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T3A T3B T3C T3D T3E T3F Total
Mean 62.0000 70.3333 39.0000 88.0000 83.6667 91.0000 72.3333
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.00000 6.65833 5.29150 1.73205 8.08290 6.08276 19.08187
Lampiran 11 Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji lanjutan Duncan untuk jumlah inti sel tubuli renalis pada terminasi hari ke-22 yang memberikan reaksi negatif (-) terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors Value Label Perlakuan
Ulangan
N
1
T3A
3
2
T3B
3
3
T3C
3
4
T3D
3
5
T3E
3
6 1 2 3
T3F
3 6 6 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Jumlah_inti_sel_ginjal Source
Type III Sum of Squares
df a
Mean Square
Model 14116.444 8 Perlakuan 3488.944 5 Ulangan 18.111 2 Error 50.556 10 Total 14167.000 18 a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,994)
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets
1764.556 697.789 9.056 5.056
F 349.033 138.024 1.791
Sig. .000 .000 .216
Jumlah_inti_sel_ginjal Duncan Perlaku an
Subset N
1
2
3
T3C 3 6.3333 T3B 3 16.3333 T3A 3 17.0000 T3E 3 20.0000 T3F 3 41.3333 T3D 3 44.6667 Sig. 1.000 .085 .099 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5,056.
Jumlah_inti_sel_ginjal * Perlakuan Jumlah_inti_sel_ginjal Perlaku an T3A T3B T3C T3D T3E T3F Total
Mean 17.0000 16.3333 6.3333 44.6667 20.0000 41.3333 24.2778
N
Std. Deviation 3 3 3 3 3 3 18
1.00000 2.51661 .57735 .57735 .00000 5.13160 14.46621