EDAJ 3 (2) (2014)
Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj
PENGEMBANGAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KETAHAN PANGAN NASIONAL Hardiansyah Nur Sahaya Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
________________
___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Diterima April 2014 Disetujui Mei 2014 Dipublikasikan Juni 2014
Produksi kedelai diperkirakan akan mencapai swasembada untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional. Dalam hal ini Departemen Pertanian telah mengadopsi program "empat sukses" lima tahun pembangunan pertanian yang merupakan salah satu titik untuk mencapai target swasembada kedelai untuk produksi kedelai meningkat sebesar 20,05% per tahun, sehingga produksi kedelai pada 2014 bisa mencapai 2,7 juta ton. Namun, program ini telah gagal itu karena sampai 2012 target pemerintah untuk memproduksi 1,9 juta ton kedelai tidak terealisasi karena produksi kedelai pada tahun 2012 hanya sebesar 851.000 ton Jadi pemerintah harus re-impor 2,1 juta ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Sentra produksi kedelai di Jawa Tengah berada di Grobogan. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 12 orang kunci yang terdiri dari akademisi / peneliti, swasta, pemerintah, dan masyarakat. Dari analisis hasil jika data menggunakan proses hirarkis (AHP) dapat diketahui bahwa pengembangan pertanian kedelai di Grobogan terdiri dari beberapa kriteria dalam program yang merupakan prioritas pertama dalam pembentukan budidaya kriteria (0,537 nilai berat), kedua kriteria input (nilai bobot 0,220), kriteria lembaga ketiga (nilai bobot 0.110), kriteria pasca panen keempat (nilai bobot 0,058), dan kriteria pemasaran kelima (nilai bobot 0.040).
________________ Keywords: Analysis Hierarchy Process, Soybean, Food Security ____________________
Abstract ___________________________________________________________________ Soybean production is expected to reach self-sufficiency to meet domestic food needs in order to achieve national food security. In this regard the Ministry of Agriculture has adopted a program of "four successful" five years of agricultural development which is one of point to achieve self-sufficiency targets of soybean to soybean production increased by 20.05% per year, so that soybean production in 2014 could reach 2.7 million tons. However, the program has failed it is because until 2012 the government targets to produce 1.9 million tons of soybean was not realized due to soybean production in 2012 amounted to only 851 thousand tons So the government must re-import of 2.1 million tons of soybeans to meet the needs of domestic soybean. Soybean production centers in Central Java are in Grobogan. The sample in this study consisted of 12 key persons consisting of academicians / researchers, private, government, and society. From the analysis of the results if the data using hierarchical process (AHP) can be seen that the development of soybean farming in Grobogan composed of several criteria in the program that is the first priority in the establishment of criteria cultivation (0.537 weight values), both input criteria (weight value 0.220), third agency criteria (weight value 0.110), fourth post-harvest criteria (weight value 0.058), and fifth marketing criteria (weight value 0.040). © 2014 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi: Gedung C6 Lantai 1 FE Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail:
[email protected]
ISSN 2252-6765
252
Hardiansyah Nur Sahaya / Economics Development Analysis Journal 3 (2) (2014)
PENDAHULUAN Kebutuhan kedelai dalam negeri terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan pangan maupun industri seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, dan lain sebagainnya. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2006 sebesar 1.878.023 meningkat menjadi 2.946.211 pada tahun 2012. Selama ini pemerintah Indonesia cenderung memilih impor daripada meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri. Volume impor kedelai selalu lebih besar daripada volume produksi kedelai di dalam negeri padahal kedelai merupakan komoditas strategis yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan pangan maupun industri seperti pembuatan untuk tahu, tempe, kecap, susu kedelai, maupun pakan ternak. Berkaitan dengan hal tersebut Kementerian Pertanian telah menetapkan program “empat sukses” pembangunan pertanian lima tahun mendatang (2010-2014), yang salah satu pointnya adalah mewujudkan swasembada kedelai dengan produksi target kedelai meningkat sebesar 20,05% per tahun, sehingga produksi kedelai pada tahun 2014 dapat mencapai 2,7 juta ton. Akan tetapi program tersebut dapat dikatakan gagal hal ini dikarenakan sampai dengan tahun 2012 target pemerintah untuk memproduksi kedelai 1,9 juta ton tidak terealisasi karena pada tahun 2012 produksi kedelai hanya sebesar 851 ribu ton Sehingga pemerintah harus kembali mengimport kedelai sebesar 2,1 juta ton untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Kegagalan pemerintah dalam mencapai sasaran produksi pada tahun 2012 merupakan sebuah bukti bahwa pemerintah perlu untuk merencanakan kebijakan dan programnya dengan lebih baik lagi. Dalam mewujudkan swasembada kedelai yang berdampak kepada terwujudnya ketahanan pangan nasional maka orientasi kebijakan, kriteria program, dan pembangunan harus ditujukan pada revitalisasi sektor pertanian di
berbagai Provinsi salah satunya adalah Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi peringkat kedua penghasil kedelai terbesar setelah Jawa Timur, dan merupakan sentra produksi kedelai di Indonesia. Sampai dengan tahun 2012 produksi kedelai di Jawa Tengah mencapai 152.416 ton dengan luas panen kedelai mencapai 97.112 per ha. Sentra produksi kedelai di Jawa Tengah berada di Kabupaten Grobogan, Kabupaten Grobogan merupakan Kabupaten dengan luas wilayah terluas ke tiga di Jawa Tengah terdiri dari delapan belas Kecamatan. Dengan potensi luas wilayah yang besar menjadikan Kabupaten Grobogan sebagai salah satu lumbung pangan di Jawa Tengah bahkan Indonesia, mayoritas penduduk Kabupaten Grobogan juga bekerja di sektor pertanian. Sampai dengan tahun 2012 Kabupaten Grobogan mampu memberikan kontribusi luas panen kedelai sebesar 27.170 ha dengan produksi mencapai 65.114 ton (Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2013). Pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan tidak dapat dilakukan secara parsial. Diperlukan kajian kebijakan, kriteria program, dan perumusan strategi yang komprehensif mengingat kegiatan usahatani kedelai akan melibatkan sub sistem-sub sistem yang ada didalamnya. Serangkaian kebijakan yang telah diprogramkan dan dilaksanakan juga dirasa belum mampu menyentuh hingga level petani di tingkat bawah. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu strategi yang aplikatif sehingga dapat mendorong pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan yang berdampak kepada terwujudnya ketahanan pangan nasional. Pertanyaan penelitian melihat dari latar belakang tersebut : Bagaimana stategi dan kriteria program yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan sebagai upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional ?. Tujuan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut : Menganalisis strategi dan kriteria program yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usahatani kedelai di
253
Hardiansyah Nur Sahaya / Economics Development Analysis Journal 3 (2) (2014)
Kabupaten Grobogan sebagai upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. LANDASAN TEORI Ketahanan Pangan Internasional Confrence in Nutrition (FAO/WHO, 1992), mendefenisikan ketahanan pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat. World Food Summit 1996, memperluas defenisi di atas dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai dan budaya setempat. World Bank 1996, ketahanan pangan merupakan akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif. Fungsi Produksi Menurut Tedy Herlambang et al. (2002) produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output, kegiatan tersebut dalam ekonomi dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Secara matematis fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Q = f (K, L, X, E) Dimana Q mewakili output, K mewakili pengguna kapital, L mewakili pengguna tenaga kerja, X mewakili pengunaan bahan baku E mewakili keahlian kewirausahaan. Lipsey et al (1995) menyatakan bahwa fungsi produksi sebagai hubungan antar input yang dipergunakan dalam proses produksi dengan kuantitas yang dihasilkan. Faktor Produksi Faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa (Sukirno, 2005). Menurut Soekarwati (1990) faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu, 1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya;
2. Fakktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko, dan ketidakpastian, kelembagaan, ketersediaan kredit, dan sebagainya. Faktor produksi ini disebut sebagai “korbanan produksi” (input) untuk menghasilkan produksi (output). Oleh karena itu hubungan antara input dan output disebut dengan factor relationship dan dalam rumus ditulis dengan : Y = f (X1, X2, ...Xi, ...Xn) Dimana : X : produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X Y : faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang di kumpulkan dan di olah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan atau menggunakan. Sedangkan data primer untuk perumusan kebijakan dalam Analisis Hierarki Proses (AHP) di peroleh dari key person, meliputi penentuan kriteria dalam rangka mencapai tujuan mengembangkan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan yang berdampak kepada terwujudnya ketahanan pangan nasional. Analisis Hierarki Proses (AHP) merupakan suatu metode yang sering di gunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta perbandingan beberapa alternatif pilihan. Metode AHP merupakan suatu model yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1993. Dalam prosesnya, AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis yang bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Hierarki Proses (AHP) dengan tujuan untuk mengetahui program manakah yang perlu di dahulukan atau di prioritaskan dalam upaya
254
Hardiansyah Nur Sahaya / Economics Development Analysis Journal 3 (2) (2014)
mengembangkan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan. Oleh karena itu penelitian ini membutuhkan beberapa pihak yang dianggap berkompeten (key person) yang mewakili untuk menetukan alternatif-alternatif program dalam upaya pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan yang memiliki dampak terwujudnya ketahanan pangan nasional. Ada beberapa program-program dalam upaya mengembangkan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan yang ditawarkan oleh stakeholder terkait, yaitu: Program 1 : Pemerintah memberikan subsidi input produksi sesuai kebutuhan petani Program 2 : Pembukaan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk berinvestasi dalam bidang pupuk dan menyerahkan harga pada mekanisme pasar (tanpa subsidi) Program 3 : Penyediaan sarana produksi pertanian (SAPROTAN) tepat waktu, jumlah, harga, dan mutu Program 4 : Pendampingan kepada petani untuk menerapkan teknologi budidaya kedelai yang tepat Program 5 : Merangsang peningkatan pengunaan pupuk organik dan pestisida nabati dalam kegiatan budidaya kedelai Program 6 : Merangsang petani menggunakan benih kedelai berlabel Program 7 : Peningkatan pengetahuan dan keterampilan budi daya kedelai Program 8 : Pemberian bantuan mesin pengering kepada kelompok tani Program 9: Penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran petani melakukan penanganan pasca panen yang tepat Program 10 : Pengendalian harga kedelai Program 11 : Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pedagang besar
Program 12 : Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pabrik tahu/pengguna kedelai lainnya secara langsung Program 13 : Pemberian bantuan modal kepada kelompok untuk pembelian kedelai Program 14 : Penyuluhan untuk penguatan kelembagaan petani Program 15 : Pemberian insentif bagi kelembagaan tani yang aktif Program 16 : Revitalisasi kelembagaan penyuluhan Program 17 : Memaksimalkan pemberdayaan kelembagaan petani. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pendapat gabungan para key person yang terdiri dari unsur akademisi, swasta, pemerintah, dan masyarakat menunjukan bahwa kriteria budidaya (nilai bobot 0,573) merupakan kriteria paling penting yang perlu diperhatikan dalam strategi pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan. Kriteria berikutnya adalah kriteria input (nilai bobot 0,220), kriteria lembaga (0,110), kriteria pasca panen (0,058), dan kriteria pemasaran (0,040). Terpilihnya kriteria budidaya sebagai prioritas utama mencerminkan bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan sangat erat kaitannya dengan masalah budidaya. Hal ini didasari melalui fakta dilapangan bahwa petani kedelai di Kabupaten Grobogan memiliki pengetahuan yang rendah mengenai usahatani yang dikerjakannya. Seperti contoh petani kedelai sering kali tidak mengetahui informasi tentang jenis varietas yang dikembangkan, selain hal itu keterampilan petani untuk budidaya kedelai juga harus ditingkatkan sebab budidaya kedelai lebih sulit daripada budidaya padi maupun jagung. Aspek yang di rumuskan dalam strategi pengembangan usahatani kedelai melalui kriteria budidaya dikemukakan dalam penelitian meliputi (A) pendampingan kepada petani untuk menerapkan teknologi budidaya kedelai yang tepat (TEKNOBUD); (B) Merangsang peningkatan pengunaan pupuk organik dan
255
Hardiansyah Nur Sahaya / Economics Development Analysis Journal 3 (2) (2014)
pestisida nabati dalam kegiatan budidaya kedelai (PUPUKSID); (C) Merangsang petani menggunakan benih kedelai berlabel (BENIHLBL); (D) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan budidaya kedelai (TERAMPIL). Dari keempat aspek tersebut, yang dipandang utama oleh para key person adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan budidaya kedelai (nilai bobot 0,438). Secara implisit terpilihnya aspek ini menunjukan bahwa permasalahn utama dalam kriteria budidaya adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan budidaya kedelai. Sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya kedelai kepada petani di Kabupaten Grobogan. Aspek selanjutnya yang terpilih dalam kriteria budidaya adalah pendampingan kepada petani untuk menerapkan teknologi budidaya kedelai yang tepat (nilai bobot 0,389). Hal ini berkaitan dengan di butuhkannya teknologi budidaya seperti penggunaan mesin maupun alat yang dapat meningkatkan hasil panen kedelai para petani di Kabupaten Grobogan. Kemudian aspek penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati (nilai bobot 0,105), hal ini berkaitan dengan pertanian yang ramah lingkungan serta terwujudnya hasil pertanian kedelai yang aman dan sehat untuk konsumen yang mengkonsumsi produk pertanian kedelai. Aspek yang terakhir dipilih key person adalah pengunaan benih kedelai berlabel (nilai bobot 0,059) aspek ini justru memiliki nilai bobot paling rendah. Hal ini disadari oleh fakta dilapangan selama ini penggunaan kedelai berlabel dengan kedelai non label sama-sama menghasilkan kedelai yang bermutu, akan tetapi para petani lebih memilih kedelai non label. Hal ini disebabkan kalau ingin menggunakan kedelai berlabel membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh bibitnya karena bibit kedelai tersebut harus di uji dan di verifikasi. Kriteria kedua yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan adalah kriteria pengadaan dan distribusi input. Kriteria yang dirumuskan dalam strategi pengembangan usahatani kedelai
melalui pengadaan dan distribusi input meliputi aspek : (A) Pemberian subsidi input produksi sesuai kebutuhan petani (SUBSIPUT); (B) Pembukaan kesempatan kepada pihak swasta untuk berinvestasi dalam bidang pupuk dan menyerahkan harga pada mekanisme pasar tanpa subsidi (INVESPUK); (C) Penyediaan sarana produksi pertanian tepat waktu, jumlah, harga, dan mutu (SAPROTAN). Diketahui bahwa aspek pemberian subsidi input produksi sesuai kebutuhan petani (nilai bobot 0,714) menjadi prioritas utama yang dipilih key person untuk mengembangkan usahatani kedelai. Pemberian subsidi pupuk terkadang dilakukan secara parsial menyebabkan timbulnya exces demand. Suplai pupuk bersubsidi dalam jumlah yang kecil mendorong timbulnya pasar gelap, jadi menurut responden aspek pemberian subsidi input produksi seperti subsidi pupuk perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Aspek kesempatan swasta untuk berinvestasi dalam bidang pupuk (nilai bobot 0,143) dan aspek penyediaan sarana produksi pertanian tepat waktu, jumlah, harga, dan mutu (nilai bobot 0,143), kedua aspek di lakukan secara bersama sebab kedua aspek tersebut merupakan aspek yang sangat vital dan saling berhubungan untuk pengembangan usahatani kedelai. Kesempatan investasi swasta dalam bidang produksi dan distribusi input khusunya pupuk berkaitan dengan jumlah produsen pupuk yang sampai saat ini bersifat monopoli, jika peran investasi swasta terbuka diharapkan persaingan dalam pasar pupuk dapat menjadi lebih kompetitif. Kriteria ketiga yang perlu diperhatikan dalam strategi pengembangan usahatani kedelai adalah kriteria kelembagaan tani dan penyuluh. Aspek untuk mencapai target pengembangan usahatani kedelai menurut key person dapat dicapai melalui : (A) Penyuluhan untuk penguatan kelembagaan petani (KUATTANI); (B) Pemberian insentif bagi kelembagaan tani yang aktif (INSENTIF); (C) Revitalisasi kelembagaa penyuluhan (REVITALI); (D) Memaksimalkan pemberdayaan kelembagaan petani (MAKSTANI).
256
Hardiansyah Nur Sahaya / Economics Development Analysis Journal 3 (2) (2014)
Dari hasil olah data Diketahui bahwa aspek penyuluhan untuk penguatan kelembagaan petani (nilai bobot 0,431) dalam kriteria kelembagaan tani dan penyuluh menjadi prioritas yang lebih utama dibandingkan yang lainnya. Penguatan kelembagaan petani di lakukan melalui forum pertemuan antara kelompok tani dengan dinas maupun lembaga swasta yang memiliki peran dalam pengembangan usahatani kedelai. Dalam forum tersebut di bahas mengenai harga pembelian kedelai, sarana produksi pertanian, maupun bantuan teknologi. Aspek revitalisasi kelembagaan penyuluh (nilai bobot 0,300) dibutuhkan untuk menghidupkan kembali lembaga penyuluh yang kurang aktif, aspek memaksimalkan pemberdayaan kelembagaan petani (nilai bobot 0,192). Dan terakhir aspek pemberian insentif bagi kelembagaan tani yang aktif (nilai bobot 0,078). Kriteria keempat yang perlu diperhatikan dalam strategi pengembangan usahatani kedelai adalah kriteria paca panen. Aspek yang dikemukakan oleh key person untu mencapai kriteria pengembangan usahatani kedelai dalam kriteria pasca panen meliputi : (A) Pemberian bantuan mesin pengering kepada kelompok tani (MESINRIG); (B) Penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran petani melakukan penanganan pasca panen yang tepat (PANENTPT); (C) Pengendalian harga kedelai (HARGAKDL). Berdasarkan hasil olah data diketahui bahwa kriteria pasca panen dalam aspek pemberian bantuan mesin pengering kepada kelompok tani (nilai bobot 0,615) menjadi prioritas utama hal ini sesuai dengan fakta dilapangan. Fakta menunjukan rusaknya hasil panen dikarenakan kurangnya bantuan mesin pengering pada saat curah hujan yang sangat tinggi. Bantuan mesin pengering mutlak diperlukan untuk meminimalkan tingkat kehilangan hasil dan mempertahankan kualitas hasil panen biji kedelai. Selanjutnya aspek pengendalian harga kedelai (nilai bobot 0,292), aspek ini diperlukan agar petani mendapatkan kepastian harga sehingga pada saat pasca panen petani termotivasi untuk menjaga kualitas
kedelai. Terakhir aspek penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran petani melakukan pasca panen yang tepat (nilai bobot 0,093). Kriteria kelima yang perlu diperhatikan dalam strategi pengembangan usahatani kedelai adalah kriteria pemasaran. Aspek yang dikemukakan oleh key person untu mencapai pengembangan usahatani kedelai melalui kriteria pemasaran meliputi : (A) Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pedagang besar (MIRABSR); (B) Pembentukan kemitraan kelompok tani dengan pabrik tahu atau pengguna kedelai lainnya secara langsung (MITRATHU); (C) Pemberian bantuan modal kepada kelompok untuk pembelian kedelai. Dari hasil olah data diketahui bahwa kriteria pemasaran dalam aspek bantuan permodalan bagi kelompok tani untuk pembelian kedelai (nilai bobot 0,740) menjadi prioritas utama. Bantuan modal untuk pembelian kedelai dimaksudkan untuk mengurangi rantai pemasaran yang terlalu panjang dari petani sampai dengan konsumen. Melalui fasilitas bantuan permodalan kelompok ini diharapkan kelompok tani dapat membeli biji kedelai, sehingga petani tidak menjual kedelai secara perorangan kepada pedagang besar atau industri pengolahan kedelai. Hal ini diharapkan dapat menaikan posisi tawar petani dalam hal pemasaran biji kedelai. Aspek kemitraan kelompok tani dengan pabrik tahu atau pengguna lainnya secara langsung (nilai bobot 0,167), petani lebih memilih menjual hasil panennya langsung kepada pengguna kedelai daripada pedagang besar karena jika hasil panen dijual kepada pedagang besar petani sering kali kehilangan keuntungan. Terakhir aspek kemitraan kelompok tani dengan pedagang besar (nilai bobot 0,094). Hasil analisis secara keseluruhan (overall) menunjukan bahwa aspek terpilih dalam pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan tanpa harus melihat aspeknya dan segera untuk dilaksanakan adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan budidaya kedelai.
257
Hardiansyah Nur Sahaya / Economics Development Analysis Journal 3 (2) (2014)
KESIMPULAN Pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Grobogan tersusun atas beberapa kriteria program yang di prioritaskan dalam pembentukannya yaitu pertama kriteria budidaya (nilai bobot 0,537), kedua kriteria input (nilai bobot 0,220), ketiga kriteria lembaga (nilai bobot 0,110), keempat kriteria pasca panen (nilai bobot 0,058), dan kelima kriteria pemasaran (nilai bobot 0,040). SARAN Berikut ini adalah beberapa saran yang diharapkan menjadi masukan dan bahan pertimbangan, yaitu : Untuk memaksimalkan pengembangan usahatani kedelai sebaiknya dilakukan upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan budidaya kedelai untuk petani melalui workshop. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Impor Ekspor dan Kebutuhan Dalam Negeri Terhadap Kedelai Tahun 2006-2012. Jakarta : BPS. Food Agriculture Organization. 1996. World Food Summit, 13-17 November 1996. Volume 1, 2, dan 3. FAO, Rome. Departemen Pertanian. 2000. Pedoman Umum Proyek Ketahanan Pangan. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014, Jakarta. Lipsey, Richard, G., Paul N. Courant, Douglas D. Purvis dan Peter O. Steiner. 1995. Pengantar Ekonomi. Alih Bahasa : Jaka Wasana dan Kibrandoko. Binarupa Aksara. Jakarta. Tedy Herlambang, et al. 2002. Ekonomi Mikro : Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sukirno. 2005. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Selupu Rajang, Kabupaten Rejang Lobong. Jurnal Agro Ekonomi Volume 23 No. 2, Oktober 2006, hlm : 176-190. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Khusus Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas. P.T, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Saaty, Thomas L., 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Terjemahan : Liana Setiono, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. World Bank. 1996. Indonesia Impact Evaluation Report : Enhancing the Quality of Life in Urban Indonesia : The Legacy of Kampung Improvement Program, The World Bank, Washington D.C.
258