Echinodorus paleafolius SEBAGAI TANAMAN FITOREMEDIAN DALAM MENURUNKAN PHOSPAT LIMBAH CAIR LAUNDRY Ayu Maharani Siswandari1, Iin Hindun2, Sukarsono3 1Program
Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
2Program
Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
3Program
Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Alamat Korespondensi : Jl. Raya tlogomas no. 246 malang telp 0341-464318 E-mail: 1)
[email protected], 2)
[email protected], 3)
[email protected]
Abstrak Limbah cair laundry merupakan air sisa proses pencucian pakaian yang dapat menyebabkan toxic bagi kehidupan biota air jika tidak diproses terlebih dahulu. Fitoremediasi merupakan suatu sistem yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan menjadi bahan yang tidak berbahaya. Tanaman air berperan sebagai penyedia O2 bagi proses penguraian zat pencemar, membantu proses filtrasi terutama pada akar dan penyerap nutrient serta bahan-bahan pencemar. Penelitian bertujuan untuk menganalisis mekanisme penurunan kadar phospat dalam limbah cair laundry dengan metode fitoremediasi menggunakan tanaman Echinodorus paleafolius (melati air). Penelitian deskriptif kuantitatif dilakukan terhadap limbah cair sisa pencucian pakaian di laundry rumahan yang dibuang kesungai. Analisis kandungan phospat dan ph dilakukan di laboratorium kualitas air PERUM Jasa Tirta I Malang. Hasil analisis deskriptif menunjukkan kandungan phospat pada limbah cair laundry melebihi batas ambang baku mutu air limbah yang ditetapkan PP no 82 tahun 2001, yang berarti sangat berbahaya apabila dibuang ke lingkungan. Melati air dapat menurunkan kadar phospat sebesar 3,451 mg pada limbah dan sebesar 2,271 mg pada limbah yang telah diberi pengenceran. Kata kunci: fitoremediasi, limbah laundry, tanaman melati air
1. PENDAHULUAN Kerusakan ekosistem air menurut Arsyad (1989) adalah berupa menurunnya kualitas air salah satunya karena kandungan senyawa dari limbah rumah tangga yang masuk ke dalam air. Menurut Rifai (2013), limbah rumah tangga merupakan jumlah pencemar terbesar yaitu sekitar 85% yang masuk ke badan air di Indonesia. Limbah cair domestik paling tinggi volumenya adalah deterjen. Hal ini seiring dengan produksi deterjen dunia yang mencapai 2,7 juta ton/tahun, dengan kenaikan produksi tahunan mencapai 5%. Pertumbuhan industri pencucian pakaian (Laundry) sangat meningkat, berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Malang pada tahun 2008, jumlah industri jasa (manufacturing) di Kecamatan Lowokwaru meningkat 64% dari tahun sebelumnya yakni sebanyak 673 unit usaha. Berdasarkan hasil observasi awal di usaha Laundry rumahan “X Laundry” yang terletak di Jalan Karyawiguna diketahui bahwa limbah cair hasil proses pencucian pakaian dibuang langsung ke aliran sungai daerah Tegalgondo. Satu kali proses pencucian untuk 2,5 kg pakaian menggunakan tiga ember air dan detergen bubuk yang ditambahkan ke dalam air tanpa takaran yang sesuai. Deterjen pada konsentrasi 0,5 mg/L sudah mampu membentuk busa sehingga menghambat difusi oksigen dari udara ke permukaan badan air. Alkil Sulfat pada kadar 15 mg/L dalam deterjen dapat mematikan ikan mas. Deterjen juga mencemari lingkungan terutama kandungan fosfat yang menyuburkan Eceng Gondok, yang dapat mengurangi jatah oksigen terlarut bagi biota air. Dampak pada manusia antara lain iritasi pada kulit dan mata, serta kerusakan pada ginjal dan empedu. Adapun bagi hewan antara lain gangguan imun seperti pada marmut. Konsentrasi mematikan 50% pada deterjen adalah 0,3-60 ppm (Rochman, 2009). Tanaman Melati Air (Echinodorus paleafolius) diketahui dapat digunakan sebagai alternatif metode fitoremediasi limbah cair. Berdasarkan hasil penelitian dari Padmaningrum (2014) tentang 102
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Pengaruh Biomasa Melati Air (Echinodorus paleafolius) terhadap Kadar Fosfat, BOD, COD, TSS, dan Derajat Keasaman Limbah Cair Laundry didapat hasil berupa penurunan kadar Fosfat dari 221,5181 ppm menjadi 49,3333 ppm, nilai BOD turun dari 7,360 mg O2/L menjadi 4,452 mg O2/L, nilai COD dari 1682,660 mg O2/L menjadi 1235,770 mg O2/L, nilai TSS dari 52,5 mg/L menjadi 25,0 mg/L dan Derajad Keasaman (pH) turun dari 8,80 menjadi 7,62. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme penurunan kadar Phospat limbah cair laundry secara fitoremediasi menggunakan tanaman Melati Air (Echinodorus paleafolius). Pemutih, air sorftener, surfaktan menurut Sulistyani (2010) merupakan bahan terpenting pada detergen laundry. Kandungan limbah laundry yang sangat kotor mengandung mineral oil, logam berat, dan senyawa berbahaya di mana harga COD mencapai 1200 sampai 20.000 mg O2/L. Limbah laundry dari hotel, harga COD mencapai 600-2500 mg O2/L. Kandungan limbah laundry dapat dilihat pada tabel 1.1: Tabel 1.1 Kandungan Limbah Laundry Parameter 0
Kondisi Limbah
Konsentrasi Batas
Laundry
pada Emisi Air
Temperatur ( C)
62
30
pH
9,6
6,5-9
Suspended substances (mg/L)
35
80
Sediment substances (mg/L)
2
0,5
Cl2 (mg/L)
0,1
0,2
Total nitrogen (mg/L)
2,75
10
Nitrogen ammonia (mg/L)
2,45
5
Total phospat (mg/L)
9,9
1
COD (mg O2/L)
280
200
BOD5 (mg O2/L)
195
30
Mineral oil (mg/L)
4,8
10
AOX (mg/L)
0,12
0,5
Anionic surfactant (mg/L)
10,1
1
Fitoremediasi adalah suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi (Anam, 2013). Ada enam tahapan proses yang terjadi ketika fitoremedisasi berlangsung menurut Dewi (2015), yaitu: 1. Phytoacumulation merupakan proses dimana tumbuhan menarik zat pencemar dari media sehingga terkumpul pada bagian akar tumbuhan (Hyperacumulation). 2. Rhizofiltration merupakan penyerapan zat pencemar dan membuatnya mengendap di akar tumbuhan. 3. Phytostabilization yaitu menstabilkan zat – zat yang tidak dapat terserap masuk ke dalam akar tumbuhan. 4. Rhyzodegradation merupakan tahapan penguraian zat pencemar oleh mikroba yang terdapat pada bagian akar tumbuhan. 5. Phytodegradation adalah menguraikan zat pencemar yang memiliki rantai molekul kompleks menjadi rantai yang lebih sederhana sehingga dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan hidup tanaman itu sendiri. 6. Phytopvolatization adalah menguapkan zat pencemar yang telah diurai ke atmosfer. Yulianto (2002) menyatakan bahwa tanaman Melati air tidak hanya memberikan nuansa alam yang menarik dari segi visual. Tanaman Melati Air mempunyai kemampuan dalam Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
103
menurunkan kandungan pencemar pada air dan mempunyai nilai estetika yang baik terhadap lingkungan. 2. METODE Penelitian ini dilakukan pada 17 Mei-10 Juni 2016 di Jalan Notojoyo 179A Desa Tegalgondo Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang sedangkan uji analisa kandungan Phospat dan pH menggunakan jasa analisis di Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I Jl. Surabaya No. 2A Malang 65115 Telp. 0341-551971. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskripstif kuantitatif untuk menguji efektifitas fitoremediasi tanaman Echinodorus paleafolius pada phospat limbah cair laundry. Populasi dalam penelitian ini adalah limbah cair sisa pencucian pakaian di seluruh usaha Laundry rumahan di sekitar Kecamatan Karangploso Malang, dan yang diambil sebagai sampel yaitu limbah cair sisa proses pencucian pakaian di “X Laundry” yang dipilih dengan cara purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti, kriteria tersebut adalah limbah yang dihasilkan dibuang ke sungai, karakter fisik limbah keruh dan berbau harum. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data primer. Pengolahan data kandungan phospat yang diperoleh dari hasil laboratorium. Kemudian data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk membahas mengenai hasil penelitian. Data hasil laboratorium mengenai kadar phospat dan nilai pH pada setiap sampel dianalisis secara deskriptif. Alat yang digunakan meliputi: 4 buah pot bunga, 1 buah sekop, 14 buah botol aqua ukuran 600 mL dan 1 buah gayung kecil. Sedangkan bahan yang digunakan adalah: 5 liter limbah cair laundry, 2 buah tanaman Melati Air, 40 batang tanaman Bambu Air dan 4 kilo gram koral. Prosedur kerja penelitian fitoremediasi adalah sebagi berikut: membersihkan akar dari tanah serta kotoran dengan air mengalir, lalu menyiapkan media tanam seperti pada tabel 2.1, setelah itu menanam kedua jenis tanaman (Melati Air dan Bambu Air) ke dalam media tanam dan meletakkan tanaman di tempat terbuka, kemudian membiarkan tanaman dan media selama 9 hari, tahap akhir yaitu mengambil sampel limbah setiap tiga hari sekali untuk memeriksa kadar phospat dengan spektrofotometer serta memeriksa perubahan fisik tanaman dan media tanam setiap hari. Tabel 2.1 Komposisi Media Tanam dan Tumbuhan Percobaan Pot
Komposisi Media Tanam
A
Limbah cair Laundry, koral dan 1 buah tanaman Melati air
B
Limbah cair Laundry, koral dan 20 batang tanaman Bambu air
C
Limbah cair Laundry, koral dan 1 buah tanaman Melati air (dengan pengenceran)
D
Limbah cair Laundry, koral dan 20 batang tanaman Bambu air (dengan pengenceran)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1.3 menunjukkan bahwa kadar phospat pada limbah laundry sebelum difitoremediasi sangat tinggi yakni sebesar 3,681 mg dengan pH sebesar 9,9 satuan. Sedangkan pada limbah yang telah diberi pengenceran dengan me-nambahkan air sebanyak 600 mL didapatkan kadar Phospat sebesar 2,421 mg dengan pH sebesar 10,9 satuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, kadar Phospat yang diizinkan untuk dibuang ke lingkungan adalah sebesar 0,2 mg/L. Untuk pH tidak kurang dari 6 satuan dan tidak lebih dari 9 satuan.
104
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Tabel 3.1 Karakteristik Media Tanam sebelum ditanam Melati Air (Echinodorus paleafolius) Parameter
Pot
Phospat (mg)
pH
PP. 82
Kandungan
th
Limbah
Keterangan
2001
A
3,681
0,2
Melebihi batas
B
3,681
0,2
Melebihi batas
C
2,421
0,2
Melebihi batas
D
2,421
0,2
Melebihi batas
A
9,9
6-9
Melebihi batas
B
9,9
6-9
Melebihi batas
C
10,9
6-9
Melebihi batas
D
10,9
6-9
Melebihi batas
Keterangan: Pot A = Limbah laundry dan koral Pot B = Limbah laundry dan koral Pot C = Limbah laundry dengan pengenceran dan koral Pot D = Limbah laundry dengan pengenceran dan koral
Tabel 3.2 menunjukkan bah-wa jumlah kadar Phospat pada limbah Laundry yang ditanamni tanaman Melati Air mengalami penurunan secara signifikan. Kadar Phospat awal limbah sebesar 3,681 mg (pot A) dan 2,421 mg (pot C) yang berarti sangat tidak memenuhi baku mutu. Kemudian Phospat menurun pada hari ke-3 sebesar 0,650 mg (pot A) dan 1,4 mg (pot C), 0,650 mg pada pot A (tetap) dan 0,516 mg (pot C) pada hari ke-6 dan pada hari ke-9 Phospat menurun menjadi 0,230 mg (pot A) dan 0,150 mg (pot C) yang berarti telah aman apabila dibuang ke lingkungan. Namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap pH. Nilai pH pada limbah terjadi penurunan secara drastis pada hari ke-3, namun kembali naik pada hari setelahnya. Namun hasil akhir kadar pH sudah layak untuk dibuang ke lingkungan. Tabel 3.2 Kadar Phospat dan pH Limbah Laundry pada Penerapan Melati Air (Echinodorus paleafolius) Penerapan Melati Air Parameter
PO4 (mg)
pH
(hari ke-)
Pot
PP. 82 th 2001
Keterangan
3
6
9
A
0,65
0,65
0,23
0,2
Layak dibuang ke lingkungan
C
1,40
0,51
0,15
0,2
Layak dibuang ke lingkungan
A
7,4
6,9
7,2
6-9
Layak dibuang ke lingkungan
C
7,4
7,5
7,3
6-9
Layak dibuang ke lingkungan
Keterangan: Pot A = Tanaman Melati Air dalam media tanam limbah dan koral Pot C = Tanaman Melati Air dalam media tanam limbah dengan pengenceran dan koral
Kedua pot limbah terlihat sangat keruh dan terdapat algae yang melimpah hanya dalam waktu tiga hari sejak awal penempatan limbah. Hari ke-2 tanaman Melati Air terlihat layu dan tepi daun-daunnya mengering. Hari ketiga tanaman Melati Air pada pot C (limbah yang diencerkan) kembali segar, terlihat bunga putih mulai mekar. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
105
Namun, air limbah pada keempat pot terlihat sangat keruh ditandai dengan tumbuhnya algae yang melimpah. Hari ke-4 tanaman Melati Air pada pot A terlihat layu, sedangkan tanaman Melati Air pada pot C batang terlihat segar namun tepian daun yang mengering semakin lebar membuat daun mati satu persatu. Hari ke-6 limbah pada pot A berangsur-angsur jernih, namun tetap terdapat algae yang cukup melimpah. Sedangkan pot C limbah terlihat jernih seperti air biasa. Setiap hari selama sembilan hari tanaman Melati Air terlihat segar pada pagi hari kemudian layu saat siang hari dan kembali segar saat malam hari. Hal itu menunjukkan bahwa absorbsi zat makanan dan proses fotosintesis terjadi pada siang hari. Ion fosfat merupakan sumber P bagi tanaman. Ion fosfat pada penelitian ini, diambil oleh akar tanaman Melati Air sebagai nutrisi bagi tanaman sehingga semakin lama tanaman hidup dalam media limbah semakin kecil konsentrasi fosfat dalam limbah. Menurut Rusyani (2014) Proses penyerapan zat-zat yang terdapat di dalam media tanam dilakukan oleh ujung-ujung akar dengan jaringan meristem terjadinya karena adanya gaya tarikmenarik oleh molekul-molekul air yang ada pada tumbuhan. Penyerapan logam diserap oleh akar tumbuhan dalam bentuk ion yang larut dalam air, selain ion-ion tersebut, unsur hara juga ikut masuk bersama aliran air. Zat-zat yang diserap oleh akar akan masuk ke batang melalui pembuluh angkut (xilem), yang kemudian akan diteruskan ke batang. Limbah awal yang digunakan sebagai media tanam mempunyai nilai pH 9,9 (pot A dan B) dan 10,9 (pot C dan D). Nilai pH tersebut sangat tidak sesuai dengan batas minimal kandungan pH limbah cair yakni 6-9 yang dapat dibuang ke lingkungan. Jadi jelaslah bahwa limbah Laundry ini sangat berbahaya jika dibuang langsung ke lingkungan. Perubahan pH akibat sintesis senyawa organik yang dilepaskan ke dalam media membuat pH pada limbah media tanam Melati Air tidak teratur. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan pH lingkungan karena tanaman diletakkan pada tempat terbuka. 4. KESIMPULAN Kandungan Phospat dan pH pada limbah cair Laundry sangat tidak memenuhi batas ambang baku mutu air limbah yang telah ditetapkan oleh PP No. 82 Tahun 2001. Meskipun telah diencerkan dengan air, kandungan Phospat dan pH limbah tetap tinggi. Setelah penerapan fitoremediasi selama sembilan hari, terjadi penurunan kadar Phospat dan pH secara signifikan. Tanaman Melati Air dapat digunakan untuk menurunkan kadar Phospat dalam limbah cair Laundry sebesar 3,451 mg dan sebesar 2,271 mg pada limbah cair Laundry yang telah diberi pengenceran. Dengan demikian tanaman Melati Air dapat digunakan sebagai tanaman fitoremedian untuk limbah cair Laundry. Perlu adanya penelitian lebih lanjut guna mengetahui seberapa besar kandungan Phospat yang telah diserap oleh kedua tanaman. DAFTAR PUSTAKA [1] Anam, M. M. 2013. Penurunan Kandungan Logam Pb dan Cr Leachate Melalui Fitoremediasi Bambu Air (Equisetum hyemale) dan Zeolit. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 1(2):43-59. [2] Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. [3] Dewi, Fitri., dkk. 2015. Efisiensi Penyerapan Phospat Limbah Laundry Menggunakan Kangkung Air (Ipomoea aquatic forsk) dan Jeringau (Acorus calamus). Jurnal Teknik Kimia USU, 4(1):7-10. [4] Rifai, Miftah. 2013. Kajian Adsorpsi Linear Alkyl Benzene Sulphonat (LAS) Dengan Bentonit Alam. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. [5] Padmaningrum, R. T., dkk. 2014. Pengaruh Biomassa Melati Air (Echinodorus paleafolius) dan Teratai (Nymphaea firecrest) terhadap Kadar Fosfat, BOD, COD, TSS dan Derajat Keasaman Limbah Cair Laundry. Jurnal Penelitian Saintek, 19(2):64-74. [6] Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 106
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
[7] Rochman, Faidur. 2009. Pembuatan Ipal Mini Untuk Limbah Deterjen Domestik. Jurnal Penelitian Eksakta, 8(2): 134-142. [8] Rusyani, Rini. 2014. Potensi Tumbuhan Genjer Sebagai Agen Fitoremediasi Pada Limbah Yang Mengandung Logam Timbal (Pb). Skripsi tidak diterbitkan. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. [9] Sulistyani, dkk. 2010. Pengendalian Fouling Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Automatic Backwash dan Pencucian Membran. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. [10] Yulianto, Vincentius. 2002. Aquascape, Menata Tanaman dalam Aquarium. Jakarta: PT Agro Media Pustaka.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
107