PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT DENGAN METODE KERING/BASAH UNTUK PEMISAHAN SURFAKTAN SODIUM DODESIL SULFAT (SDS) (SYNTHEZIS OF CELLULOSE ACETATE MEMBRANES BY DRY/ WET METHODE FOR THE SEPARATION OF SODIUM DODECYL SULPHATE (SDS)SURFACTANT)
Dwi Indarti, Tri Mulyono, Lia Kartika Sari Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember ABSTRAK Penelitian ini difokuskan pada penggunaan selulosa asetat sebagai membran menggunakan metode kering/basah dengan variasi waktu penguapan (kering) untuk pemisahan Sodium Dodesil Sulfat (SDS). Karakterisasi yang dilakukan meliputi karakterisasi sifat fisik yaitu densitas, derajat swelling dan kuat tarik dan karakterisasi kinerja meliputi fluks dan koefisien rejeksi dekstran 35-45kDa dan 100-200kDa. Peningkatan waktu penguapan menyebabkan meningkatnya densitas dan kekuatan mekanik membran dan menurunkan derajat swellingnya. Sedangkan terhadap kinerja membran fluks air semakin menurun dan koefisien rejeksi terhadap dekstran 35-45kDa dan 100-200kDa semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran variasi waktu penguapan tiga dan empat menit masuk dalam klasifikasi membran ultrafiltrasi karena mempunyai %R untuk dekstran 100-200 kDa sebesar >90. Aplikasi membran selulosa asetat pada waktu penguapan 3 dan 4 menit terhadap proses filtrasi SDS pada konsentrasi di bawah KKM menunjukkan nilai fluks yang lebih besar daripada konsentrasi SDS di atas KKM, sedangkan Rejeksinya SDS relatif sama. Kata Kunci: Membran, metode kering/basah, selulosa asetat, SDS, koefisien rejeksi.
Dwi Indarti, Tri Mulyono, Lia Kartika Sari Departement of Chemistry, Faculty of Mathematic and Natural Science, The University of Jember ABSTRACT The study focused on the use of cellulose acetate membranes using a dry / wet methode by the time variation of evaporation for the separation of sodium dodecyl sulphate (SDS). Characterization performed includes the characterization of physical properties are density, degree of swelling and tensile strength and performance characterization involves the flux and rejection coefficient of dextran 35-45kDa and 100-200kDa. Increased evaporation times led to increased density and mechanical strength of the membrane and decrease the degree of swellingnya. While the performance of the membrane water flux decreased and the rejection coefficient of the dextran 35-45kDa and 100-200kDa is increasing. The results showed that the membrane time variation of the evaporation of three and four minutes into the classification of ultrafiltration membranes because they have the% R for the 100-200 kDa dextran more than 90. Application of cellulose acetate membrane evaporation at 3 and 4 minutes of the filtration process of SDS at concentrations below the CMC (critical micelle concentration) shows flux values greater than the concentration of SDS in the KKM, while the SDS Rejeksinya relatively the same
Keywords: membrane, dry/wet method, cellulose acetate, sds, rejection coefficient.
PENDAHULUAN Teknologi membran merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk pemisahan saat ini. Pemilihan teknik ini didasarkan pada beberapa keunggulan utama yang dimiliki membran yaitu pemanfaatan energi yang lebih rendah, simplisitas, mudah discale-up (peningkatan skala operasi), lebih efisien dan ekonomis, serta ramah lingkungan (Wenten, 2000). Pemisahan dengan menggunakan membran didasarkan pada ukuran pori membran terhadap ukuran partikel dan sifat hidrofilisitas membran (Mulder,1996). Salah satu jenis membran yang banyak digunakan adalah membran ultrafiltrasi dengan material selulosa asetat yang dibuat dengan metode kering/basah (dry/wet casting). Metode ini merupakan kombinasi pada proses pencetakan membrane yaitu penguapan sebagian pelarut dan perendaman. Kelebihan selulosa asetat sebagai material membran adalah mudah untuk
diproduksi dan bahan mentahnya merupakan sumber yang dapat diperbaharui. Kekurangan membran selulosa asetat adalah (1) sangat sensitive terhadap pH. Membran selulosa asetat dibatasi oleh pH antara 2 sampai 8. (2) Selulosa sangat biodegradable, yaitu sangat rentan terhadap mikroba yang ada di alam (Wenten,2000) dan (3) Hanya cocok dengan beberapa plastisizer (Mark et al,1968).Salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas membran terhadap proses pemisahan adalah pori membran yang dapat diatur besar kecilnya dengan menvariasikan waktu penguapan (kering). Parameter yang dapat diukur untuk menentukan kualitas membran yang dihasilkan dapat dilihat dari karakterisasi sifat fisik membran (densitas, derajat swelling dan kuat tarik) dan kinerja membran (fluks, permeabilitas dan koefisien rejeksi). Membran yang berkualitas baik diharapkan memiliki sifat fisik seperti densitas yang tidak jauh dengan densitas meterial asal, derajat swelling rendah; resistensi kimia, resistesi termal, kekuatan mekanik, fluks, dan permselektivitas yang tinggi (Ho & Sirkar, 1992).Salah satu aplikasi membran yang banyak digunakan pada saat ini adalah untuk recycling surfaktan-surfaktan sebelum dilepas ke lingkungan karena surfaktan ini merupakan bahan aktif yang banyak terdapat pada sabun, sampo dan deterjen yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan air yang berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Salah satu jenis surfaktan yang banyak digunakan adalah surfaktan anionik Sodium Dodesil Sulfat (SDS). SDS memiliki nilai Konsentrasi Kritis Missel (KKM) yang dapat mempengaruhi ukuran dan bentuk molekul dari SDS yang akan mempengaruhi proses filtrasi yang terjadi. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan konsentrasi SDS di bawah dan di atas nilai KKM untuk mempelajari pengaruhnya terhadap proses filtrasi menggunakan membran CA pada berbagai variasi penguapan.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ; alat pencetah membran (pelat kaca dan batang stainles steel), hot plate, pengaduk magnet, set ultrafiltrasi, neraca analitik, desikator, stop watch, plat kaca, kertas saring, serta beberapa peralatan gelas, kompresor, autograph, micrometer, selotip, spectrophotometer UV/VIS, konduktometer. Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah selulosa asetat merk Bratako, dimetil ftalat (merk Schuchardt ; M = 194.19 g/mol; 1L = 1.10 kg; ρ= 1.19 g/mL, pa),
aseton (merk Bratako; ρ = 0.79 g/mL, pa), dimetil sulfoksida (DMSO) (merk Schuchardt; M= 78.13 g/mol; 1L =1.10 kg; ρ = 1.11 g/mL), aquades, dekstran (35 kDa-45 kDa dan 100-200 kDa) merk sigma aldrich, fenol 5% dan H2SO4 pekat merk Schuchardt, sodium dodesil sulfat merk schuchardt OHG. Prosedur Penelitian Pembuatan Membran Pembuatan membran selulosa asetat ini menggunakan metode kering/basah. Selulosa asetat dengan berat 2.74 gram dilarutkan dalam 2.3 ml aseton (ρaseton = 0.79 g/mL) dan 6.8 mL DMSO (ρDMSO = 1.11 g/mL). Kemudian ditambahkan dimetil ftalat (ρDMP = 1.179 gram/ mL) sebanyak 0.5 mL dan diaduk sampai homogen. Larutan polimer yang telah homogen kemudian didiamkan sampai tidak mengandung gelembung udara. Larutan polimer yang tidak mengandung gelembung udara dicetak di atas plat kaca yang bagian tepinya telah diberi selotip untuk mengatur ketebalan membran. Kemudian membran diuapkan dengan cara didiamkan pada udara terbuka dengan variasi waktu penguapan 0, 1, 2, 3 dan 4 menit dan dicelupkan dalam bak air.
Karakterisasi Membran Selulosa Asetat Sifat fisik dasar membran yang harus diuji antara lain densitas, derajat swelling (penggembungan), dan sifat mekanik (kuat tarik) Karakterisasi Kinerja Membran Selulosa Asetat. Uji kinerja meliputi fluks air, permeabilitas membran dengan tekanan 2 bar dan permselektifitas (faktor rejeksi) dengan menggunakan dekstran dengan berat molekul 35-45 kDa dan 100-200 kDa. Uji fluks membran Fluks air diperoleh dengan mengukur banyaknya volume air yang melewati tiap satuan luas permukaan membran yang telah dipreparasi per satuan waktu. Sebelum uji fluks, terlebih dahulu dilakukan uji kompaksi terhadap membran untuk mengetahui waktu kompaksinya. Uji kompaksi ini dilakukan dengan mengalirkan air melewati membran hingga diperoleh fluks yang konstan. Fluks volume dinyatakan sebagai berikut Jv =
V A.t
(1) 2
2
dimana: Jv = fluks volume (L/m jam); A = luas permukaan (m ); t = waktu (jam)
Penentuan Koefisien Permeabilitas Membran Penentuan permeabilitas membran ditentukan dengan mengukur fluks air. Setiap membran selulosa asetat dari berbagai variasi waktu penguapan diberi variasi tekanan yaitu 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 bar selama 1 jam. Dari perlakuan tersebut maka akan diperoleh nilai fluks untuk setiap tekanan pada masing-masing membran. Dari hasil pengukuran, kemudian dibuat grafik antara nilai tekanan (sebagai sumbu X) dengan nilai fluks (sebagai sumbu Y). Nilai Lp (konstanta permeabilitas) ditentukan dari nilai slope yang didapatkan pada setiap grafik. Permeabilitas ditentukan oleh persamaan Jv = Lp. ΔP
(2)
dimana: J v = fluks air (L/m2.jam); Lp = permeabilitas air (L/m2.jam.atm).
P = perubahan
tekanan Uji koefisien rejeksi membran Membran dikarakterisasi dengan mengukur koefisien rejeksi terhadap larutan uji dekstran BM 35-45 kDa dan 100-200 kDa. Koefisien rejeksi dihitung dengan persamaan sebagai berikut : R= (1-C p/Cr) x 100%
(3)
dimana : R= koefisien rejeksi; Cp= konsentrasi permeat; Cr= konsentrasi retentat Kinerja Membran Selulosa Asetet Pada Proses Filtrasi SDS Penentuan Konsentrasi Kritik Misel Surfaktan Untuk menentukan nilai KKM dari larutan SDS dapat menggunakan metode konduktometri. Masing-masing larutan SDS dengan konsentrasi 0,002-0,012 M yang telah dibuat diukur konduktansinya dengan konduktometer. Hasil pengukuran yang diperoleh dibuat grafik konsentrasi vs konduktivitas. Nilai KKM larutan SDS dapat diketahui yaitu dengan menentukan titik patah/belok pada grafik. Pemisahan Surfaktan Sodium Dodesil Sulfat dengan Membran Selulosa Asetat Larutan SDS yang digunakan dalam proses pemisahan menggunakan membran adalah larutan SDS dengan konsentrasi di bawah dan di atas nilai KKM. Larutan SDS tersebut berfungsi sebagai larutan umpan yang akan dilewatkan pada membran untuk diukur laju alir (fluks) dan faktor rejeksinya. Nilai konduktifitas dari permeat dan retentat yang diperoleh diukur dengan menggunakan konduktometer yang dapat diketahui dari nilai kondukfitasnya. Dari nilai konduktifitas yang diperoleh tersebut dapat diketahui koefisien rejeksi membran terhadap larutan SDS.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan membran selulosa asetat Komposisi larutan polimer yang digunakan pada penelitian ini adalah 22 % CA, 3 % DMP, 15 % aseton dan 60 % DMSO. Membran yang telah homogen kemudian dicetak pada plat kaca dan dimasukkan ke dalam bak koagulasi (air) selama beberapa menit atau sampai membran memisah sendiri dari plat kaca. Hal ini dimaksudkan agar pendesakan non pelarut terhadap pelarut berlangsung sempurna. Sebelum dimasukkan ke dalam bak koagulasi diberi variasi waktu penguapan pada membran sehingga diperoleh membran dengan variasi penguapan (0 menit, 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit). Pemilihan Air digunakan sebagai bak koagulasi karena air bersifat tidak melarutkan selulosa asetat tetapi dapat melarutkan aseton dan DMSO. Bentuk fisik dari membran CA ditunjukkan pada gambar 1, dimana bentuk fisik membran pada berbagai variasi penguapan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Gambar 1. Bentuk fisik membran pada berbagai variasi waktu penguapan
Karakterisasi Sifat Fisik Membran Selulosa Asetat Pengaruh Waktu Penguapan terhadap Densitas Trend kurva densitas pada gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu penguapan maka
nilai kerapatan atau densitas dari membran juga semakin tinggi. Kurva tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama waktu penguapan maka pori-pori membran akan semakin
rapat dan volumenya semakin kecil. Sehingga kerapatan membran juga akan semakin meningkat. Hal ini dimungkinkan karena ketika pelarut diuapkan, larutan polimer yang masih terbentuk cair bergerak mengisi pori sehingga menghasilkan pori yang lebih rapat dibanding tanpa penguapan pelarut, sehingga menghasilkan membran dengan struktur yang rapat.
Gambar 2. Kurva Densitas Variasi Waktu Penguapan Membran CA
Pengaruh Waktu Penguapan terhadap Derajat swelling Selulosa Asetat mempunyai derajat swelling yang besar. Hal ini karena selulosa asetat merupakan polimer yang bersifat hidrofilik. Sifat ini disebabkan karena pada rantai selulosa terdapat gugus asetat (-COOH) yang sangat mudah mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen. Gambar 3 menunjukkan bahwa derajat swelling minimum terjadi pada variasi waktu penguapan 4 menit sedangkan derajat swelling maksimum terjadi pada variasi waktu penguapan 0 menit Fenomena ini berhubungan dengan kerapatan atau densitas dari membran. Kerapatan yang tinggi menunjukkan bahwa pori pada membran tersebut rapat sehingga molekul air sulit untuk berdifusi ke dalam membran sehingga molekul air tersebut sedikit yang terikat pada membran.
Pengaruh Waktu Penguapan terhadap Kuat tarik Keteraturan rantai polimer dalam membran memberikan sifat kekuatan mekanik utamanya kekuatan tarik yang lebih kuat. Semakin lama waktu penguapan yang diberikan maka rantai polimer yang terbentuk semakin teratur karena dengan bertambahnya waktu penguapan maka proses delayed demixing akan terjadi, dimana pelarut akan meninggalkan polimer secara berlahan dan akan membentuk struktur yang lebih teratur sehingga interaksi antara polimer-
polimer penyusunnya juga akan semakin kuat. Kuat tarik membran yang paling besar terdapat pada membran yang memiliki waktu penguapan yang tinggi atau besar. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa kekuatan tarik membran sebanding dengan besarnya densitas dari membran. Semakin besar densitas membran maka kekuatan tarik dari membran juga akan semakin besar.
Gambar 3 Kurva Derajat Swelling membran pada variasi waktu penguapan
Gambar 4 Kurva kuat tarik membran pada variasi waktu penguapan
Karakterisasi Kinerja Membran Selulosa Asetat
Pengaruh Waktu Penguapan terhadap Fluks Sebelum di uji fluks, membran harus dikompaksi. Kompaksi merupakan suatu proses deformasi mekanik pada matrik polimer penyusun membran bertujuan untuk menata ulang poripori membran yang baru terbentuk tersebut, akibat dari tekanan dan perlakuan lainnya yang
mempengaruhi pori-pori membran. Hasil kompaksi pada membran dengan variasi waktu penguapan diperlihatkan pada gambar 5 yang menunjukkan bahwa dengan semakin lama waktu penguapan yang diberikan maka waktu kompaksi untuk mencapai fluks air yang konstan akan semakin turun sebab dengan semakin lamanya waktu penguapan yang diberikan maka membran yang dihasilkan memiliki ukuran pori yang lebih rapat, sehingga kemampuan air untuk melewati membran juga akan semakin sulit.
Gambar 5 Pengaruh waktu penguapan terhadap kompaksi membran (a).0 menit (b).1 menit (c). 2 menit (d).3 menit (e).4 menit Fluks air atau kecepatan permeasi merupakan salah satu parameter yang menentukan kinerja membran. Penentuan fluks air diperoleh dengan mengukur banyaknya volume air yang melewati tiap satuan luas permukaan membran per satuan waktu.
Gambar 6 Pengaruh waktu penguapan terhadap fluks membran
Kurva fluks pada gambar 6 menunjukkan bahwa fluks air paling rendah adalah membran dengan variasi waktu penguapan tertinggi (4 menit). Hal ini mengindikasikan bahwa dengan
semakin lama waktu penguapan pelarut yang diberikan dapat mempengaruhi terbentuknya pori membran, yaitu pori membran akan semakin kecil atau semakin rapat sehingga dapat menurunkan nilai fluks air. Pada waktu penguapan cepat, membran akan lebih mungkin mengalami proses instantaneous demixing. Proses ini menyebabkan pori membran lebih terbuka karena ketika larutan dope yang sudah dicetak dalam plat kaca langsung dimasukkan dalam bak koagulasi yang berisi non pelarut yaitu air maka akan terjadi pendesakan antara pelarut dan non pelarut, kemudian pelarut akan segera meninggalkan membran yang terbentuk sehingga akan terbentuk pori membran yang lebih terbuka. Dengan adanya variasi waktu penguapan yang semakin lama maka proses pemadatan sesaat atau instantaneous demixing tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan sebelum air sebagai non pelarut mendorong pelarut yang ada dalam polimer (larutan dope) terjadi proses pemadatan secara berlahan pada larutan polimer tersebut yang disebut dengan delayed demixing. Semakin lama waktu penguapan yang diberikan mengakibatkan semakin lama pelarut tersebut meninggalkan membran. Sehingga proses presipitasi semakin lambat dan dihasilkan membran dengan lapisan dan pori yang semakin rapat.
Gambar 7 Kurva Permeabilitas membran CA pada berbagai variasi waktu penguapan
Penentuan Koefisien Permeabilitas Membran Permeabilitas dari membran dapat diperoleh melalui pengukuran nilai fluks air. Fluks ini merupakan salah satu parameter yang menentukan kinerja membran. Gambar 7 menunjukkan bahwa waktu penguapan yang meningkat mengakibatkan permeabilitas membran semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa permeabilitas membran berhubungan dengan besar kecilnya pori suatu membran yang terbentuk. Semakin kecil atau rapat pori membran maka nilai fluksnya akan
semakin turun, dengan semakin menurunnya nilai fluks maka permeabilitasnya juga akan menurun. Begitu juga sebaliknya semakin besar pori suatu membran maka nilai fluksnya akan meningkat dan permeabilitasnya juga akan semakin tinggi.
Pengaruh Waktu Penguapan terhadap koefisien rejeksi membran Koefisien rejeksi merupakan ukuran selektivitas membran. Berdasarkan data hasil koefisien rejeksi pada Gambar 8, terlihat bahwa dekstran dengan berat molekul 35-45 kDa memiliki nilai rejeksi lebih kecil daripada dekstran 100-200 kDa. Hal ini dikarenakan berat molekul dekstran 35-45 kDa lebih kecil daripada dekstran 100-200 kDa, sehingga rejeksi membran terhadap dekstran 100-200 kDa lebih besar daripada dekstran 35-45 kDa.
Gambar 8 Kurva Koefisien Rejeksi Membran CA Pada Berbagai Variasi Waktu Penguapan a. Dekstran 35-45 kDa b. Dekstran 100-200 kDa
Gambar 8 menunjukkan bahwa waktu penguapan pelarut juga akan mempengaruhi nilai koefisien rejeksi suatu membran. Dimana semakin lama waktu penguapan pelarut maka koefisien rejeksi suatu membran juga akan meningkat. Fenomena ini terjadi karena dengan meningkatnya waktu penguapan, pori membran yang terbentuk akan semakin rapat sehingga semakin banyak molekul yang tertahan oleh membran. Berdasarkan hasil penelitian membran yang masuk dalam klasifikasi membran ultrafiltrasi terdapat pada membran dengan waktu penguapan 3 dan 4 menit. Hal ini dikarenakan membran tersebut memiliki nilai rejeksi diatas 90% yaitu 91.15% dan 92.18% pada MWCO 100 kDa.
Kinerja Membran Selulosa Asetat terhadap Proses Filtrasi Sodium Dodesil Sulfat Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (KKM) Sodium Dodesil Sulfat (SDS) Grafik penentuan konsentrasi kritis misel menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi SDS maka semakin besar pula nilai konduktivitasnya. Tetapi pada keadaan titik tertentu yaitu pada titik patah atau titik belok yang merupakan titik dari konsentrasi kritis misel SDS kenaikan konduktivitasnya tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan pada saat dibawah nilai KKM, penambahan SDS ke dalam larutan akan menyebabkan peningkatan jumlah pembawa muatan sebagai akibatnya maka terjadi peningkatan konduktivitas. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai KKM dari sodium dodesil sulfat yaitu 0,00776 M.
Fluks Membran Selulosa Asetat terhadap SDS Nilai fluks membran terhadap SDS sangat dipengaruhi oleh kerapatan pori dan bentuk molekul dari umpan yang digunakan. Semakin lama waktu penguapan yang diberikan pada membran maka pori membran akan semakin kecil atau rapat sehingga molekul SDS akan semakin sulit untuk melewati membran sehingga fluksnya juga akan semakin menurun.
Gambar 9 Pengaruh waktu penguapan dan konsentrasi SDS terhadap fluks membran a. Konsentrasi SDS di bawah KKm b. Konsentrasi SDS di atas KKM
Selain waktu penguapan yang dapat mempengaruhi nilai fluks membran, bentuk molekul zat terlarut juga mempengaruhi besarnya fluks suatu membran. Dapat dilihat pada gambar 9 Fluks membran pada konsentrasi SDS di atas KKM lebih kecil daripada fluks membran pada konsentrasi SDS di bawah KKM. Hal ini disebabkan pada konsentrasi SDS di bawah KKM,
molekul SDS tersebut masih berada pada bentuk monomer–monomer yang ukurannya lebih kecil sehingga lebih mudah melewati membran sedangkan pada konsentrasi di atas nilai KKM monomer–monomer SDS akan membentuk agregasi sehingga akan membentuk missel. Ukuran molekul SDS dalam bentuk missel akan lebih besar akibatnya lebih sulit untuk melewati membran dan nilai fluksnya lebih kecil.
Koefisien Rejeksi membran Selulosa Asetat terhadap SDS Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin lama waktu penguapan maka semakin kecil pori membran yang terbentuk. Semakin kecil pori membran maka akan semakin sulit molekul SDS untuk melewati membran tersebut sehingga semakin banyak partikel dari molekul SDS yang tertahan atau tidak dapat melewati membran. Akibatnya koefisien rejeksi dari membran juga akan semakin meningkat.
Gambar 10 koefisien rejeksi SDS a. konsentrasi SDS di bawah KKM b. konsentrasi SDS di atas KKM
Besarnya koefisien rejeksi juga dipengaruhi oleh bentuk atau ukuran dari molekul yang dianalisis. Pada konsentrasi di bawah nilai KKM karena ukuran molekul SDS kecil, maka akan lebih mudah untuk melewati pori membran sehingga partikel yang tertahan oleh membran akan semakin sedikit. Akibatnya koefisien rejeksi membran akan semakin kecil sedangkan pada konsentrasi di atas nilai KKM, karena ukuran molekul SDS besar maka akan semakin sulit untuk melewati membran sehingga koefisien rejeksi juga akan semakin besar karena semakin banyak partikel SDS yang tertahan oleh membran. Karena membran selulosa asetat memiliki sifat hidrofisilitas yang besar serta adanya pengaruh gaya dorong tekanan yang diberikan maka
sebagian molekul SDS akan teradsorpsi pada permukaan membran sehingga tidak semua molekul SDS tertahan di permukaan membran.
KESIMPULAN Waktu penguapan sangat berpengaruh terhadap karasteristik membran, yaitu semakin lama, maka membran mempunyai densitas atau kerapatan yang semakin tinggi, derajat swelling semakin rendah dan kuat tarik yang semakin tinggi. Semakin lama waktu penguapan pada membran fluks air akan semakin rendah dan koefisien rejeksi dekstran akan semakin tinggi. Proses pemisahan SDS hanya menggunakan dua membran pada variasi waktu penguapan tiga dan empat menit karena membran tersebut memiliki MWCO 100 kDa. Fluks pada konsentrasi SDS di bawah KKM lebih besar daripada fluks konsentrasi SDS di atas KKM, sedangkan koefisien rejeksi pada konsentrasi SDS di bawah KKM dan di atas KKM relative sama.
REFERENSI Fauzia, Ratna Tri. 2006. Modifikasi dan Karakterisasi Membran Selulosa Asetat Untuk Proses Filtrasi. Skripsi. Jember. UNEJ. Ho, W.S, Winston and Kamalesh. K. Sirkar (Eds).1992.Membrane Handbook. New York: Chapman Hall. Kowalska. Izabela, 2003. Separation of Anionic Surfactants on Ultrafiltration Membranes. Desalination, Vol. 162, 33-40. Majewska, Katarzyna. 2005. Ultrafiltration of Sodium Dodecyl Sulphate Solutions Using Polymeric Membranes. Desalination, Vol. 184, 415-422 Mark, Herman F., John J.Mc ketta and Donald F. Othmer. 1968. Kirk dan Othmer: Encyclopia of Chemical Tehnology. Second Edition. Vol 4. New York: Interscience Publisher a Devision of John Wiley & Son, Inc. p 632 and 657. Mulder, M. 1996. Basic Prinsiple of Membran Technology. 2 nd edition. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Wenten, I. G. 2000. Teknologi Membran Industrial. Bandung: Institut Teknologi Bandung.