Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd
Model Evaluasi
PROGRAM PEMBELAJARAN
Hak cipta pada penulis Hak penerbitan pada penerbit Tidak boleh diproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun Tanpa izin tertulis dari pengarang dan/atau penerbit Kutipan Pasal 72 : Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012) 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal (49) ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1. 000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5. 000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau hasil barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd. Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Penulis : Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd. Desain Cover & Layout Team Aura Creative viii+ 110 hal : 15,5 cm x 23 cm Cetakan Pertama : November 2014
ISBN :978-602-1297-62-9 Penerbit Aura Printing & Publishing Anggota IKAPI No.003/LPU/2013 Alamat Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, Komplek Unila Gedongmeneng - Bandar Lampung Telp. 0721-758 3211 - HP. 0812 8143 0268 E-mail :
[email protected] Website : www.aura-publishing.com Hak Cipta dilindungi Undang-undang
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan karunia-Nya pada Penulis, Akhirnya Penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul Model Evaluasi Program Pembelajaran. Penulis menyadari bahwa Buku ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dalam penyelesaian Buku ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan Bapak serta suami tercinta Bertoni dan anak semata wayang Chalisha Befa Rayyani yang tersayang, dan keluarga besar yang dengan setia dan kesabarannya mendorong penulis untuk menyelesaikan buku ini. Harapan penulis Buku ini dapat memberi sumbangan pada pendidikan di Indonesia. Akhirnya penulis menyadari tidak ada gading yang tak retak, untuk itu segala kekurangan dan kecerobohan penulis dalam buku ini adalah nyata kesalahan penulis untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan buku ini. Bukittinggi, Juli 2014 Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
v
vi
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
DAFTAR ISI Kata Pengantar ..............................................................................
v
Daftar Isi..........................................................................................
vii
Bagian Pertama
: Konsep Dasar Evaluasi Program Pembelajaran .......................................
1
Bagian Kedua
: Model Addie .......................................
17
Bagian Ketiga
: Model Evaluasi Berorientasi Tujuan ..................................................
23
Bagian Keempat
: Model Evaluasi Kirkpatrick ............
33
Bagian Kelima
: Model Konsep Kubus Tiga Dimensi Robert L. Hammond ........
57
Bagian Keenam
: Model Evaluasi Model Logika .........
63
Bagian Ketujuh
: Model Evaluasi The Discrepancy ...
69
Bagian Kedelapan : Model Evaluasi Multiatribut Utility
77
Bagian Kesembilan : Model Evaluasi Goal Free ................
87
Bagian Kesepuluh : Model Evaluasi Maut (MultiAttribute Utility Theory)...................
97
Bagian Kesebelas
: Model Evaluasi Cipp (Context, Input, Process, Product) ................... 103
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
vii
viii
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN PERTAMA
KONSEP DASAR EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan. Selain itu faktor penting untuk efektivitas pembelajaran adalah adanya evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong siswa untuk lebih giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan. Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
1
direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Di sisi lain evaluasi pada program pembelajaran membutuhkan data tentang pelaksanaan pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar, sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran itu berlangsung jarang tersentuh kegiatan penilaian. A.
Konsep Pembelajaran
Pembelajaran yang sering juga disebut dengan belajar mengajar, sebagai terjemahan dari istilah instructional terdiri dari dua kata, belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Woolfolk dan Nicolich (1984:159) yang mengatakan bahwa learning is a change in a person that comes about as a result of experience. Belajar adalah perubahan dalam diri seseorang yang berasal dari hasil pengalaman. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan, daya reaksi, dan daya penerimaan yang ada pada individu (Sujana dan Ibrahim, 2004:28). Menurut aliran behavioristik, kegiatan belajar terjadi karena adanya kondisi/stimulus dari lingkungan. Kegiatan belajar merupakan respons/reaksi terhadap kondisi/stimulus lingkungannya. Belajar tidaknya seseorang tergantung kepada faktor kondisional dari lingkungan. Lingkungan dapat berupa lingkungan 2
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah terdiri dari guru, media pembelajaran, buku teks, kurikulum, teman sekelas, peraturan sekolah, maupun sumbersumber belajar lainnya. Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Hal ini dipertegas oleh Sudjana (2002:29) yang menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. B.
Perbedaan Istilah Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan penilaian (test, measurement, and assessment). Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Obyek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi. Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the process by which information about the attributes or characteristics of thing are determinied and differentiated (Oriondo dan Antonio, 1998:2). MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
3
Guilford dalam Griffin dan Nix (1991:3) mendefinisi pengukuran dengan assigning numbers to, or quantifying, things according to a set of rules. Sementara itu Ebel dan Frisbie (1986:14) berpendapat pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu. Hal senada dikemukakan Allen dan Yen dalam Mardapi (2000:1) mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Guru dapat mengukur karakteristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, rating scale atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif. Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. The Task Group on Assessment and Testing (TGAT) mendeskripsikan asesmen sebagai semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja (performance) individu atau kelompok (Griffin dan Nix, 1991:3). Popham (1995:3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Stufflebeam (2003) mengemukakan bahwa: Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of some object’s goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making, serve 4
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena. Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Sementara itu National Study Committee on Evaluation dalam Stark dan Thomas (1994:12) menyatakan bahwa evaluation is the process of ascertaining the decision of concern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives. Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Hal ini dipertegas oleh Griffin dan Nix (1991:3) menyatakan: Measurement, assessment, and evaluation are hierarchial. The comparison of observation with the criteria is a measurement, the interpretation and description of the evidence is an assessment and the judgement of the value or implication of the behavior is an evaluation. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat hierarkis. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
5
penetapan nilai atau implikasi perilaku. Brikerhoff dalam Mardapi (2000) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Lebih lanjut Brikerhoff dalam Mardapi (2000) mengemukakan dalam pelaksanaan evaluasi terdapat tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu: 1)focusing the evaluation (penentuan fokus yang akan dievaluasi), 2) designing the evaluation (penyusunan desain evaluasi), 3) collecting information(pengumpulan informasi), 4) analyzing and interpreting (analisis dan interpretasi informasi), 5) reporting information (pembuatan laporan), 6)managing evaluation (pengelolaan evaluasi), dan 7) evaluating evaluation(evaluasi untuk evaluasi). Berdasarkan pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan. Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: 1) menunjuk pada penggunaan metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu program, 3) penggunaan kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang. Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk 6
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program. Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar siswa. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada siswa. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru (Mardapi, 2000:2). B.
Model-model Evaluasi Program Pembelajaran
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi program pembelajaran. Berbagai model sebagaimana yang dikemukakan oleh Kirkpatrick (2009) adalah: 1. Jack PhillPS’ Five Level ROI Model, 2. Daniel Stufflebeam’s CIPP Model (Context, Input, Process, Product), 3. Robert Stake’s Responsive Evaluation Model, 4. Robert Stake’s Congruence-Contingency Model, 5. Kaufman’s Five Levels of Evaluation, 6. CIRO (Context, Input, Reaction, Outcome), 7. PERT (Program Evaluation and Review Technique), 8. Alkins’ UCLA Model, MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
7
9. 10. 11. 12. 13.
Michael Scriven’s Goal-Free Evaluation Approach, Provus’s Discrepancy Model, Eisner’s Connoisseurship Evaluation Models, Illuminative Evaluation Model, Portraiture Model.
Berbagai model tersebut di atas akan diuraikan model yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran, yaitu 1) Evaluasi Model Kirkpatrick (Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model), 2) Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Prosess, and Product), dan 3) Evaluasi Model Stake (Model Couintenance).
1.
Evaluasi Model Kirkpatrick
Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick (1998) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1reaction, level 2 learning, level 3 behavior, dan level 4 result. 1) Evaluasi Reaksi (Evaluating Reaction) Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta pelatihan akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang 8
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut. Partner (2009) mengemukakan the interest, attention and motivation of the participants are critical to the success of any training program, people learn better when they react positively to the learning environment. Disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pelatihan. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar. Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu, dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. 2) Evaluasi Belajar (Evaluating Learning) Kirkpatrick (1998:20) mengemukakan learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program. Terdapat tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program pelatihan, yaitu pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program pelatihan maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
9
adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada peserta pelatihan maka program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learningini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: 1) pengetahuan yang telah dipelajari, 2) perubahan sikap, dan 3) keterampilan yang telah dikembangkan atau diperbaiki. 3) Evaluasi Tingkah Laku (Evaluating Behavior) Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti pelatihan juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti pelatihan dan kembali ke tempat kerja? Bagaimana peserta dapat mentrasfer pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh selama pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerjanya? Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
10
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
4) Evaluasi Hasil (Evaluating Result) Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (finalresult) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover (pergantian) dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork (tim kerja) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya.
a.
Evaluasi Model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Prosess, and Product) pertama kali dikemukakan oleh Stufflebeam tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (The Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Hal ini dipertegas oleh Madaus dkk (1983:118) yang mengemukakan the CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam (2003) menggolongkan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
11
sistem pendidikan atas empat dimensi, yaitu context,input, process, dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut. Sudjana dan Ibrahim (2004:246) menerjemahkan masingmasing dimensi tersebut dengan makna: 1. Context, situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan pandangan hidup masyarakat, 2. Input, sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan pendidikan, komponen input meliputi siswa, guru, desain, saran, dan fasilitas, 3. Process, pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/ modal/bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan, komponen proses meliputi kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan, 4. Product, hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan, komponen produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap (siswa dan lulusan).
b.
Evaluasi Model Stake (Model Couintenance)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitudescription (deskripsi) dan judgement (pertimbangan), serta membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu antecedent (program 12
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
pendahulu/masukan/context), transaction (transaksi/kejadian/process ), dan outcomes (hasil/result). Stake dalam Tayibnapis (2000:19) berpendapat menilai suatu program pendidikan harus melakukan perbandingan yang relatif antara program satu dan program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu program dengan standar tertentu. Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Lebih lanjut Stake dalam Tayibnapis (2000:20) menyatakan bahwa descriptiondi satu pihak berbeda dengan judgement di lain pihak. Dalam model ini antecendent (masukan) transaction (proses) dan outcomes (hasil) data di bandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
13
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara. Daryanto.1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta Mardapi, D. 1999. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi. Makalah disajikan dalam Penataran Evaluasi Pembelajaran Matematika SLTP untuk Guru Inti Matematika di MGMP SLTP, PPPG Matematika Yogyakarta, Yogyakarta, 8-23 November. Mardapi, D. 2000. Evaluasi Pendidikan. Makalah disajikan dalam Konvensi Pendidikan Nasional, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, 19-23 September. Soetopo, H. 2007. Evaluasi Program Supervisi Pendidikan. Dalam Imron, A., Burhanuddin, dan Maisyaroh (Eds.), Supervisi Pendidikan dan Pengajaran: Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional (hlm. 136-149). Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Sudjana, N. 2002. Dasar-dasar Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sudjana, N., dan Ibrahim. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Suhartoyo, E. 2005. Pengalaman Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Pengembangan Budaya Sekolah di SMAN 1 Kasihan Bantul. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Pengembangan Budaya Sekolah, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 23 November.
14
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/ http://spupe07.wordpress.com/2009/12/29/langkah-langkahpelaksanaan-dalam-evaluasi-pembelajaran-pai/
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
15
16
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KEDUA
MODEL ADDIE
Addie adalah istilah yang diberikan pada sebuah model system pembelajaran (program pembelajaran). Dinamakan dengan ADDIE, diambil dari langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan program tersebut.Yaitu Analisis, Desain, Development, Implementasi dan Evaluasi. 1. ANALISIS Langkah pertama dalam model ADDIE ini adalah menganalisis kinerja dan kebutuhan. Hal ini dilakukan untuk menentukan masalah dan solusi yang tepat, selain itu juga dilakukanlah rumusan kompetensi siswa yang diharapkan setelah mengimplementasikan desain yang telah dibuat. Masalah kinerja yang memerlukan solusi, misalnya kurangnya pengetahuan dan ketrampilan. Contoh yang lain, misalnya rendahnya kinerja dan motivasi, terlihat kejenuhan, kebosanan, dll. Solusi yang diambil adalah perlunya sebuah program pembelajaran atau pelatihan yang efektif agar masalah yang dihadapi tersebut dapat teratasi. Dalam menganalisis kebutuhan dalam belajar, berarti kita perlu merumuskan sejumlah kompetensi khusus bagi siswa yang dipercaya sebagai pemecahan masalah, yang akan mereka capai setelah implementasi di lapangan, sesuai desain yang telah dibuat. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
17
Dalam hal ini, analisis siswa juga perlu kita lakukan, artinya, apakah rumusan kompetensi yang kita buat tersebut sesuai dengan tingkat perkembangan siswa yang akan mempelajari bahan belajar dalam program tersebut. Analisis siswa ini juga menjaring pengetahuan dan ketrampilan awal siswa yang akan mempelajari bahan ajar. Ketrampilan apa yang telah mereka miliki. Serentak dengan itu, juga ditentukan indicator-indikator apa yang dapat digunakan sebagai criteria ketercapaian kompetensi yang telah terumuskan setelah belajar. Jadi, saat melakukan rumusan kompetensi, dilengkapi dengan criteria dan indicator keberhasilan mencapai kompetensi tersebut. Mirip saat mengembangkan model PPSI tempo doeloe. Selain itu juga dianalisis setting kebutuhan ruangan, kondisi eksternal lainnya saat implementasi dilakukan. Need asesmen dan need kompetensi. 2. DESAIN Langkah yang ke dua adalah mendesain program pembelajaran. Dalam mendesain pembelajaran ini, focus utama kita terletak pada “pengalaman belajar” yang bagaimana yang perlu kita rencanakan bagi siswa. Dalam komponennya, kita sebut saja kegiatan belajar. Jadi kegiatan belajar apa saja yang perlu dialami siswa saat implementasi nanti.Sebagaimana kita telah merumuskan kompetensi pada langlah awal pada analisis, kita perlu pakai kembali saat mendesain. Mulai dari membuat heading, lalu kompetensi umum, kemudian kompetensi khusus, atau sebut saja indicator, materi ajar, metode, media, sumber, kemudian “kegiatan belajar”, alat, dan evaluasi formatif dan sumatif. 18
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Rumusan dari tiap komponen ini haruslah linier. Sebab sebagaimana kita ketahui, sebagai suatu system, desain pembelajaran terdiri dari berbagai komponen. Apabila salah satu komponennya tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, maka ia akan mempengaruhi aktivitas komponen lainnya. Hal-hal yang dirumuskan dalam langkah analisis terdahulu, kita jadikan landasan untuk pembuatan desain ini. Kita catat kembali , hal-hal yang berkenaan dengan kemampuan dan kompetensi khusus yang harus dimiliki siswa setelah implementasi, indicator apa yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai kompetensi tersebut. Sesuaikah kompetensi yang dirumuskan dengan pengalaman belajar yang harus ditempuh siswa ? Apakah media yang dipilih berorientasi dengan kompetensi itu ? dst. 3. DEVELOPMENT Langkah yang ke tiga adalah Development, atau pengembangan. Langkah pengembangan ini adalah tahap dimana kita memproduksi kelengkapan desain yang telah terumuskan dalam langkah dua. Mulai dari memproduksi bahan ajar, membuat/memilih media, menyusun kegiatan urutan pembelajaran, membuat petunjuk-petunjuk, melengkapi instrument evaluasi, yang kesemuanya harus berorientasi pada pencapaian kompetensi. Strategi pembelajaran yang akan diimplementasikan, harus sebesar-besarnya melibatkan siswa dalam beraktivitas belajar. Belajar harus menyenangkan dan bermotivasi tinggi. Penerapan teory belajar konstruktivistik perlu dipertimbangkan dalam hal ini. Pembelajaran harus berpusat pada siswa. Oleh karena itu, sumber-sumber belajar, baik manusia dan non manusia perlu disediakan sedemikian rupa, sehingga siswa dapat MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
19
memunculkan kreativitasnya dalam belajar. Kesemuanya agar proses pembelajaran efektif dan efisien. 4. IMPLEMENTASI Implementasi, merupakan langkah ke empat dari ADDIE. Saatnya mengimplementasikan desain dan pengembangan tadi.Saatnya penyampaian materi pelajaran.Saatnya semua rencana dilaksanakan. Saatnya pelaksanaan program yang telah disusun. Perlu diingat bahwa tugas pembelajar adalah mengawal siswa agar sampai pada kompetensi yang telah dirumuskan. Pembelajar sebagai desainer, sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, dan sebagai evaluator, hendaknya selalu focus pada strategi yang dipilih dan ditetapkan, apakah sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai. Mulai dari metodenya, medianya, sumber belajarnya, urutan belajarnya, kesemuanya dalam rangka mengantarkan siswa mencapai kompetensi yang telah dirumuskan. Harus tetap dijaga agar siswa tetap berminat dan memiliki motivasi tinggi saat belajar. Pembelajaran yang diimplementasikan harus merupakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan. 5. EVALUASI Langkah ini merupakan langkah ke lima dari ADDIE. Pada langkah ini kita menilai program pembelajaran yang telah diimplementasikan. Mulai dari saat merencanakan, melaksanakan, dan mencek apakah kompetensi siswa telah mereka kuasai. Jadi, dengan mengetahui apakah kompetensi telah dikuasai atau belum, bisa merupakan balikan, komponen mana kiranya yang kurang berjalan dan kurang fungsional.Dalam evaluasi formatif, kita bisa 20
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
gunakan untuk merevisi komponen mana yang belum berjalan secara maksimal. Kita bisa melihat dari hasil capaian kompetensi siswa dengan rumusan kompetensi yang terdapat dalam desain. Bila capaiannya maksimal, sesuai dengan yang diharapkan, itu menunjukkan bahwa program pembelajaran tersebut sudah baik. Selain itu juga kita harus dapat melihat impact nya. Bagaimana pengaruh program terhadap system pembelajaran secara keseluruhan. Apakah program disukai oleh siswa ? Bagaimana sikap siswa terhadap proses pembelajaran dalam implementasinya ? Seberapa besar manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa ? Seberapa besar siswa dapat menerapakan ketrampilan, pengetahuan,dan sikap yang telah dipelajari itu ? dst. Hasil evaluasi dapat dipakai untuk merevisi program. KESIMPULAN Model ADDIE adalah sebuah model system pembelajaran yang dimulai dengan menganalisa kebutuhan dan diakhiri dengan Evaluasi. Evaluasi ini dapat dilakukan pada seluruh komponen. Dengan begitu revisi juga dilakukan bersamaan dengan evaluasi formatif nya. DAFTAR PUSTAKA Dick W. Carey.L. and Carey, J.O. (2006). The Systematic Desain of Instruction. New York: Pearson Pribadi, A. Benny. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Dian Rakyat Salma, Dewi , Prawiladilaga. (2007). Prinsip Desain Instruksional, Jakarta. : Prenada
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
21
22
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KETIGA
MODEL EVALUASI BERORIENTASI TUJUAN
Secara umum evaluasi merupakan proses yang menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Evaluasi merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan dan didasari dengan tujuan tertentu sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan fungsinya. Dalam program pendidikan, tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mengukur tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran. Evaluasi program merupakan proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi atau belum. Dalam evaluasi program pendidikan terdapat beberapa model evaluasi yang bertujuan menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut dari suatu program. Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatannya atau tahap pembuatannya. Terdapat beberapa model evaluasi, tetapi dalam hal ini penulis memfokuskan pada model evaluasi yang berorientasi pada tujuan (goal oriented evaluation model). Dalam model ini, seorang evaluator secara terus menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
23
kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program.
Model Evaluasi Berorientasi Tujuan (Goal Oriented Evaluation Model) Goal oriented evaluation adalah model evaluasi program yang ditemukan dan dikembangkan oleh Tyler. Model ini merupakan evaluasi yang muncul paling awal. Adapun yang menjadi pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi ini dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mengecek sejauh mana tujuan terlaksana dalam proses pelaksanaan program (Arikunto, 2004). Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluator mencoba mengukur sampai di mana pencapaian tujuan telah dicapai. Menurut Tyler model ini merupakan pendekatan dari evaluasi dampak yang bertujuan untuk menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan atau yang menjadi sasaran dari suatu program sudah tercapai. Tujuan suatu program yang ditentukan adalah sama dengan yang ditetapkan, dan keputusan mengenai suksesnya suatu program didasarkan pada sejauh mana tujuan-tujuan itu tercapai, sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Pendekatan evaluasi semacam ini bersifat praktis untuk desain dan pengembangan program. Sebab model ini memberi petunjuk kepada pengembangan program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil yang akan dicapai sehingga peserta tidak hanya harus menjelaskan hubungan tersebut di atas, tetapi juga harus menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian
24
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
ada hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil. Pada dasarnya tidak semua program direncanakan sebagaimana tersebut di atas, yaitu dengan merumuskan tujuan dengan sagat jelas. Evaluator yang menganut pendekatan ini akan membantu klien merumuskan tujuannya dan menjelaskan hubungan antara tujuan dan kegiatan. Jika ini sudah tercapai maka pekerjaan evaluasi akan lebih sederhana. Kalau evaluator berbicara tentang tujauan, klien kebanyakan berbicara tentang hasil. Evaluator dalam hal ini juga dapat membantu klien menerangkan rencana penerapan dan melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai dengan rencana. Begitu tujuan umum dan tujuan khusus telah terjelaskan, maka tugas evaluator menentukan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai. Berbagai alat ukur akan dipakai untuk melakukan tugas ini, tergantung pada tujuan yang akan diukur. Hasil evaluasi akan berisi penjelasan tentang status tujuan program. Dalam hal ini keberhasilan diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan kelompok kontrol atau dengan program lain seperti halnya dalam pendekatan eksperimen. Tentu saja prosedur untuk mengukur pencapaian tujuan diusahakan sekuat tenaga. Kelebihan dari pendekatan ini adalah terletak pada hubungan antara tujuan, kegiatan serta penekanan pada elemen penting dalam program yang melibatkan individu pada elemen khusus bagi mereka. Namun keterbatasan pendekatan ini adalah memungkinkan evaluasi ini melewati konsekuensi yang tak diharapkan akan terjadi. Pendekatan ini mempengaruhi hubungan antara evaluator dan klien, karena proses memperjelas tujuan ini memerlukan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
25
interaksi yang sering dengan klien, maka sifat independent evaluator tidak seperti pada pendekatan eksperimen. Jadi dalam pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, evaluator lebih bersifat sebagai mentor atas kliennya. Adapun langkah-langkah pada pendekatan evaluasi yang berorientasi pada tujuan, menurut Tyler adalah sebagai berikut: a. b. c. d.
Menetapkan tujuan Mengklasifikasikan tujuan Mendefinisikan tujuan dalam istilah perilaku Menentukan situasi dimana hasil prestasi belajar dapat ditujukan e. Mengembangkan atau memilih tekhnik pengukuran f. Mengumpulkan data kinerja g. Membandingkan data kerja dengan tujuan yang dinyatakan dengan perlakuan.
Tyler mendiskripsikan enam kategori tujuan dari sekolah, yaitu: a. Menguasai informasi b. Mengembangkan kebiasaan kerja dan keterampilan belajar c. Mengembangkan cara berfikir yang efektif d. Menginternalisasi sikap, minat, apresiasi, dan kepekaan sosial e. Menjaga kesehatan badan f. Mengembangkan philosophi hidup. Berikut ini ada studi-studi evaluasi yang berbasiskan pada tujuan yang cocok dalam sebuah kerangka kerja dari pihak luar untuk pihak dalam. Dalam kedua hal itu, evaluator mengadopsi suatu penggunaan yang terfokus pada pendekatan yang mempunyai empat fungsi, yaitu: 26
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
1. Membantu stakeholder bertugas sebagai pengawas (komisi) evaluasi dan/atau audien evaluasi, untuk mengidentifikasi isu-isu pokok dari evaluasi 2. Bekerjasama dengan stakeholder dalam mengembangkan desain evaluasi 3. Membuat keputusan tentang aturan-aturan dalam manajemen data, mengumpulkan dan menganalisis informasi yang relevan 4. Terlibat dalam strategi-strategi yang mendukung penggunaan terhadap temuan-temuan evaluasi. Tyler menggunakan aturan ini untuk menyusun deskripsi dari masing-masing studi. Pada contoh yang pertama, tujuan program digunakan sebagai basis untuk perencanaan studi dan membuat keputusan mengenai manajemen deta. Meskipun demikian, tujuan-tujuan ini tidak jelas atau eksplisit. Mereka harus ditentukan oleh evaluator sebelum penyelidikan terhadap hasil yang diharapkan. Ini adalah situasi yang bukan luar biasa, sering para pengembang tidak menyediakan dengan baik dokumentasi program dari tujuan yang dikembangkan. Contoh Evaluasi mengenai program informasi kehamilan di pusat kesehatan masyarakat Richmond Ketika manajemen dari RCHC mendapatkan dana untuk evaluasi, pemberi dana program menunjuk dua pesawat dan seorang dokter. Topik utama yang menjadi bahan diskusi awal dari pemberi dana evaluator adalah potensi penggunaan informasi dari studi tersebut. Hal ini akan menjadi jelas bahwa pemberi dana MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
27
tertarik untuk mendapatkan bukti yang bisa digunakan dalam Negosiasi di RCHC dengan agen-agen pemberi dana supaya memperluas pengaruh dari program mereka. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam studi ini adalah: 1. Membantu para pemberi dana mengidentifikasi mengenai isuisu utama evaluasi Ini merupakan dasar yang penting dipertimbangkan untuk meliput komponen hasil yang kuat dan untuk memperluas upaya yang masih kecil pada sebuah pengujian proses program. Dalam hal ini yang menjadi isu-isu utama hasil adalah apakah program memberikan dampak terhadap para siswa mengenai Ilmu dan pengetahuan mereka yang berhubungan dengan keadaan sebelum kehamilan. 2. Mengembangkan desain evaluasi bersama dengan pemberi dana Kebutuhan untuk mengumpulkan bukti tentang manfaat program mendorong evaluator untuk merekomendasikan penggunaan dari pre-test dan post test hasil belajar yang sederhana dan pengumpulan surat keterangan dari para siswa dan para guru yang terlibat. Kenyataan, bahwa saat sebelum merencanakan evaluasi dulu, program yang dilaksanakan harus diperhitungkan dengan cermat, sesuai dengan manajemen data pada daftar isu-isu yang diangkat oleh pemberi dana. 3. Membuat aturan-aturan dalam mengenai manajemen data
pengambilan
keputusan
Instrumen pengumpulan data dirancang oleh evaluator, dan juga melakukan analisis untuk semua tahap studi. Metodemetode dan hasil ini meliputi:
28
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
1) Sebuah analisis permintaan terhadap program diatas beberapa tahun yang lalu. Ini memperlihatkan bahwa para siswa yang datang dari di luar wilayah kependidikan dimana pusat itu berada lebih banyak dari pada dari dalam, dan diatas 15 persen adalah para siswa dari daerah. 2) Pengembangan dan pengambilan tes yang valid dari isi program (terlampir) tes ini dikumpulkan segera sebelum kursus dan langsung satu hari sesudah kursus. Pendapat-pendapat mengenai program juga disampaikan oleh para siswa dan para guru mereka, terutama pada aspek-aspek yang paling buruk dan paling baik. Siswa paling sering menanggapi kategori yang pertama, yaitu appresiasi terhadap gaya presentasi. Para siswa menyukai suasana/atmospir kelas yang ramah, informal dan tata cara pembicaraan yang menghadap lurus ke depan. 4. Menggunakan strategi-strategi yang mendorong penggunaan temuan-temuan Dalam hal ini temuan-temuan digunakan untuk berdebat saat pengenalan kursus di pusat kesehatan yang lain. Para evaluator sepakat untuk bekerja sama dengan pemberi dana untuk mempresentasikan temuan-temuan kepada berbagai agen-agen kesehatan. Besarnya komitmen evaluator pada tahap ini ditentukan oleh kekuatan dari temuan-temuan jika dampak dari program kecil atau negatif, evaluator tidak boleh keras mengambil pengembangan tugas.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
29
Metode Empiris goal oriented research Dalam melakukan evaluasi program pada model ini ada metode yang dipakai untuk melihat keberhasilan dari suatu program yang berorientasi tujuan dengan menggunakan pendekatan metode empiris mencakup; 1. Mengumpulkan data untuk mendiskripsikan keputusan nilai tujuan. 2. Pengaturan ahli, dengar pendapat, panel untuk mereview dan mengevaluasi tujuan. 3. Melaksanakan newsletter.
studi
terhadap
cacatan,
arsip,
editorial,
4. Melaksanakan pilot studi untuk melihat apakah tujuan dapat tercapai. Pengembangan taksonomi belajar oleh Bloom dan Krathwohl dipengaruhi oleh pendekatan evaluasi berorientasi tujuan. Ukuran Pengganti Hasil Dalam suatu prosedur standar dalam evaluasi berbasis tujuan adalah mengembangkan ukuran hasil yang mempunyai validitas awal yang kuat. Bagaimana pun juga, ada situasi dimana orang harus berkompromi, itulah kadang-kadang perlu menggunakan ukuran pengganti yang mana digantikan untuk atau bertindak sebagai pengganti ukuran ideal atau yang lebih disukai, jika menggunakan ukuran pengganti, ukuran validitasnya harus dipertahankan manakala mempresentasikan temuan-temuan evaluasi. Kasus berikut ini adalah contoh dimana sebuah indikator hasil digunakan sebagai pengganti untuk menunjukkan
30
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
pengetahuan di dalam mengevaluasi dampak dari program pendidikan kesehatan. Keunggulan Goal Oriented Evaluaation Kekuatan utama dalam berorientasi tujuan terletak pada:
pendekatan
evaluasi
yang
1. Kesederhanaan 2. Pendekatan ini mudah dipahami, mudah untuk diikuti dan diterapkan. Serta menghasilkan informasi yang pada umumnya pendidik setuju, bahwa pendekatan ini sesuai dengan misi mereka. 3. Banyak bahan pustaka tentang evaluasi berorientasi tujuan penuh dengan ide kreatif untuk menerapkan ini dalam kelas, sekolah, atau di suatu wilayah. 4. Menurut Mager, pendekatan evaluasi berorientasi tujuan menyebabkan pendidik dapat merefleksikan apa yang dimaksudkan dan menjelaskan generalisasi yang rancu tentang hasil pendidikan. Kelemahan Goal Oriented Evaluation Disamping keunggulan terdapat juga beberapa kelemahan yakni: 1. Lemah dalam komponen evaluasi yang sebenarnya 2. Lemah dalam standar untuk menilai kesenjangan antara tahap kinerja dan tujuan 3. Mengabaikan alternatif penting yang seharusnya dipertimbangkan dalam merencanakan program pendidikan
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
31
4. Mengabaikan perubahan yang terjadi selama program atau aktivitas yang sedang di evaluasi. 5. Mengabaikan konteks dimana evaluasi dilaksanakan. 6. Mengabaikan hasil penting lain yang tidak direncanakan dalam aktivitas. 7. Mengabaikan peristiwa merefleksikan tujuan.
dalam
program
yang
tidak
8. Mempromosikan pendekatan yang linier dan tidak fleksibel pada evaluasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa EvaluasIi merupakan proses menentukan keputusan terhadap suatu obyek yang sedang dievaluasi. Model Goal Oriented merupakan bagian dari evaluasi program yang mana pengamatannya sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi ini dilakukan secara terus menerus, serta mengecek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana dalam proses pelaksanaan program. Pendekatan inii memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Dan evaluator mencoba mengukur sampai di mana pencapaian tujuan telah dicapai. Adapun model ini merupakan pengembangan dari Tyler. Metode dari model ini antara lain: 1 Mengumpulkan data untuk mendiskripsikan keputusan nilai tujuan. 2 Pengaturan ahli, dengar pendapat, panel untuk mereview dan mengevaluasi tujuan. 3 Melaksanakan newsletter.
studi
terhadap
cacatan,
arsip,
editorial,
4 Melaksanakan pilot studi untuk melihat apakah tujuan dapat tercapai. 32
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KEEMPAT
MODEL EVALUASI KIRKPATRICK
Salah satu permasalahan ketika kita hendak melakukan evaluasi adalah pemilihan model yang dianggap paling sesuai terhadap program yang hendak dievaluasi. Pemilihan model evaluasi ini menjadi penting dikarenakan setiap program memiliki karakteristik yang berbeda dan setiap model evaluasi memiliki asumsi, pendekatan, terminologi, dan logika berpikir yang berbeda pula. Oleh karenanya penggunaan lebih dari satu model dalam suatu evaluasi sangat tidak disarankan karena justru akan memunculkan kerancuan dan benturan logika antar model. Meskipun setiap model evaluasi tetap memiliki keterbatasan, namun pemilihan model yang tepat akan berimplikasi langsung terhadap kualitas informasi yang dihasilkan oleh suatu evaluasi. Kualitas informasi dalam suatu evaluasi bisa menjadi ukuran keberhasilan suatu evaluasi. Sebab tujuan utama evaluasi adalah menyediakan informasi bagi pengambil keputusan mengenai suatu program untuk menentukan apakah suatu program dihentikan, diteruskan dengan perbaikan, atau diteruskan dengan pengembangan. Untuk menentukan jenis atau model evaluasi yang hendak digunakan, seorang evaluator biasanya mempertimbangkan dua hal yaitu jenis program yang hendak dievaluasi dan tujuan atau untuk kepentingan apa suatu evaluasi dilakukan. Dari sisi tujuan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
33
evaluasi, ada evaluasi yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesenjangan suatu program, tingkat efektifitas suatu program, ada pula evaluasi yang bertujuan untuk menemukan hasil suatu program di luar tujuan program yang direncanakan. Dari sisi program, seandainya kita persempit menjadi program pendidikan, ada program pendidikan dengan term waktu yang panjang dengan cakupan bidang garapan program yang luas dan tujuan program yang komprehensif, seperti penyelenggaraan kegiatan persekolahan formal. Ada pula program pendidikan dengan term waktu yang singkat dengan bidang garapan yang lebih spesifik serta memiliki tujuan program yang lebih sempit. Contoh program ini adalah program diklat, kursus, dan pelatihan. Salah seorang tokoh yang mencoba memperkenalkan model evaluasi untuk program-program short-term dengan bidang garapan dan tujuan yang spesifik adalah Kirkpatrick. Kirkpatrick memperkenalkan model evaluasinya pertama kali pada tahun 1959. Model ini diakui memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh, sederhana, dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan. Menyeluruh dalam artian model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi dari suatu program pelatihan. Dikatakan sederhana karena model ini memiliki alur logika yang sederhana dan mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas dan tidak berbelit-belit. Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam jenis pelatihan dengan berbagai macam situasi. Menurut Kirkpatrick, evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan untuk menentukan tingkat efektifitas suatu program pelatihan. Dalam model Kirkpatrick, evaluasi dilakukan melalui empat tahap evaluasi atau kategori. Tahap ini adalah:
34
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
1. reaction; adalah evaluasi untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan suatu pelatihan. 2. learning; adalah evaluasi untuk mengukur tingkat tambahan pengetahuan, ketrampilan maupun perubahan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan 3. behaviour; adalah evaluasi untuk mengetahui tingkat perubahan perilaku kerja peserta pelatihan setelah kembali ke lingkungan kerjanya 4. result; adalah evaluasi untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas organisasi Selanjutnya ke empat tahap evaluasi tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci. 1. Reaction Evaluasi terhadap reaksi bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta pelatihan terhadap penyelenggaraan pelatihan. Yang menjadi pertanyaan adalah: Mengapa tingkat kepuasan peserta mesti diukur? Apakah ada relevansinya terhadap pelatihan itu sendiri? Pertama, sesungguhnya evaluasi reaksi ini merupakan evaluasi terhadap proses pelatihan itu sendiri. Kualitas proses atau pelaksanaan suatu pelatihan dapat kita ukur melalui tingkat kepuasan pesertanya. Keduanya berbanding lurus. Semakin bagus pelaksanaan suatu pelatihan, akan semakin bagus pula respon kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan suatu pelatihan. Kedua, kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan atau proses suatu pelatihan akan berimplikasi langsung terhadap motivasi dan semangat belajar peserta dalam pelatihan. Peserta pelatihan akan belajar dengan lebih baik ketika dia merasa puas dengan suasana dan lingkungan tempat ia belajar. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
35
Mengetahui tingkat kepuasan peserta dapat dilakukan dengan mengukur beberapa aspek dalam pelatihan. Aspek itu meliputi: pelayanan panitia penyelenggara, kualitas instruktur, kurikulum pelatihan, materi pelatihan, metode belajar, suasana kelas, fasilitas utama dan fasilitas pendukung, kebernilaian dan kebermaknaan isi pelatihan, dan lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan suatu pelatihan. Mengukur reaksi ini relatif mudah karena bisa dilakukan dengan menggunakan reaction sheet yang berbentuk angket. Evaluasi terhadap reaksi ini sesungguhnya dimaksudkan untuk mendapatkan respon seasaat peserta terhadap kualitas penyelenggaraan pelatihan. Oleh karena itu waktu yang paling tepat untuk menyebarkan angket adalah sesaat setelah pelatihan berakhir atau beberapa saat sebelum pelatihan berakhir. 2. Learning Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap mental (attitude), perbaikan pengetahuan, dan atau penambahan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan ketrampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan 36
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
penilaiah hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: a). Pengetahuan apa yang telah dipelajari ?, b). Sikap apa yang telah berubah ?, c). Ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki ? Evaluasi tahap kedua ini sesungguhnya evaluasi terhadap hasil pelatihan. Program dikatakan berhasil ketika aspek-aspek tersebut diatas mengalami perbaikan dengan membandingkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Semakin tinggi tingkat perbaikannya, dikatakan semakin berhasil pula suatu program pelatihan. Kegiatan pengukuran dalam evaluasi tahap kedua ini relatif lebih sulit dan lebih memakan waktu jika dibanding dengan mengukur reaksi peserta. Oleh karenanya penggunaan alat ukur dan pemilihan waktu yang tepat akan dapat membantu kita mendapatkan hasil pengukuran yang sahih dan akurat. Alat ukur yang bisa kita gunakan adalah tes tertulis dan tes kinerja. Tes tertulis kita gunakan untuk mengukur tingkat perbaikan pengetahuan dan sikap peserta, sementara tes kinerja kita gunakan untuk mengetahui tingkat penambahan ketrampilan peserta. Untuk dapat mengetahui tingkat perbaikan aspek-aspek tersebut, tes dilakukan sebelum dan sesudah program. Disamping itu, Kirkpatrick juga menyarankan penggunaan kelompok pembanding sebagai referensi efek pelatihan terhadap peserta. Kelompok pembanding ini adalah kelompok yang tidak ikut program pelatihan. Kedua kelompok diukur dan diperbandingkan hasil pengukuran keduanya hingga dapat diketahui efek program terhadap pesertanya. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
37
3. Behaviour Evaluasi terhadap perilaku ini difokuskan pada perilaku kerja peserta pelatihan setelah mereka kembali ke dalam lingkungan kerjanya. Perilaku yang dimaksud di sini adalah perilaku kerja yang ada hubungannya langsung dengan materi pelatihan, dan bukan perilaku dalam konteks hubungan personal dengan rekan-rekan kerjanya. Jadi, yang ingin diketahui dalam evaluasi ini adalah seberapa jauh perubahan sikap mental (attitude), perbaikan pengetahuan, dan atau penambahan ketrampilan peserta membawa pengaruh langsung terhadap kinerja peserta ketika kembali ke lingkungan kerjanya. Apakah perubahan sikap mental (attitude), perbaikan pengetahuan, dan atau penambahan ketrampilan peserta itu diimplementasikan dalam lingkungan kerja peserta ataukah dibiarkan berkarat dalam diri peserta tanpa pernah diimplementasikan. Evaluasi perilaku ini dapat dilakukan melalui observasi langsung ke dalam lingkungan kerja peserta. Disamping itu bisa juga melalui wawancara dengan atasan maupun rekan kerja peserta. Dari sini diharapkan akan diketahui perubahan perilaku kerja peserta sebelum dan setelah ikut program. Karena terkadang ada kesulitan untuk mengetahui kinerja peserta sebelum ikut pelatihan, disarankan juga untuk melakukan dokumentasi terhadap catatan kerja peserta sebelum mengikuti pelatihan. Pada program pelatihan yang sifatnya rutin yang merupakan kerjasama suatu institusi dengan penyelenggara pelatihan, mengukur perilaku kerja peserta dapat dilakukan secara simultan dari angkatan yang satu ke angkatan berikutnya. Dalam kasus ini, biasanya pimpinan organisasi atau institusi memegang peranan penting dan biasanya pimpinan organisasi lah yang mengambil inisiatif sebab merekalah
38
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
yang paling berkepentingan dengan hasil pelatihan yang sudah dikenakan pada anak buahnya. Seringkali peserta pelatihan membutuhkan waktu transisi dalam merubah perilaku kerjanya setelah ikut program. Oleh karena itu sangat disarankan pelaksanaan evaluasi perilaku ini dilakukan dengan terlebih dahulu memberi waktu jeda untuk masa transisi itu. Sementara pakar evaluasi menyarankan paling cepat 3 bulan setelah pelatihan berakhir. Disamping itu disarankan juga evaluasi ini dilakukan lebih dari satu kali dalam rentang waktu yang cukup untuk mengetahui apakah perubahan perilaku itu bersifat sementara ataukah permanen. 4. Result Evaluasi terhadap result bertujuan mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta pelatihan terhadap tingkat produktifitas organisasi. Aspek yang bisa disasar dalam evaluasi ini meliputi kenaikan produksi, peningkatan kualitas produk, penuruna biaya, penurunan angka kecelakaan kerja baik kualitas maupun kuantitas, penurunan turn over, maupun kenaikan tingkat keuntungan. Jika kita persempit untuk organisasi persekolahan yang mengirim gurunya dalam program pelatihan, aspek yang bisa kita ukur dalam evaluasi result ini adalah suasana belajar di kelas, tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran, maupun nilai belajar siswa. Dalam skala yang lebih luas, aspek ini bisa dikembangkan menjadi kenaikan peringkat sekolah secara akademis, pandangan masyarakat mengenai kualitas sekolah yang bersangkutan, kenaikan jumlah pendaftar, dan kenaikan kualitas input siswa. Satu hal yang perlu disadari bahwa yang bisa dimasukkan dalam aspek evaluasi result ini tidak hanya melulu yang berhubungan dengan produktifitas, namun bisa lebih luas dari itu. Terbangunnya teamwok yang makin solid dan kompak yang MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
39
berimplikasi langsung terhadap motivasi dan suasana kerja dalam suatu organisasi juga merupakan aspek yang bisa dijadikan pertimbangan dalam evaluasi di tahap ini. Selain melalui observasi langsung dan wawancara dengan pimpinan organisasi, evaluasi terhadap result ini sangat disarankan menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi terhadap catatan atau laporan organisasi dapat digunakan untuk mengetahui dampak pelatihan terhadap produktifitas organisasi. Karena kebanyakan materi program pelatihan tidak berdampak secara langsung terhadap result organisasi, maka evaluasi di tahap ini membutuhkan jeda waktu yang lebih lama dibanding evaluasi terhadap perilaku. Apalagi biasanya perhitungan terhadap aspek-aspek result suatu organisasi dilakukan dalam periode laporan tahunan. Oleh karenanya evaluasi di tahap ini membutuhkan rentang waktu yang lebih lama dalam pelaksanaannya. Evaluasi Model Kirkpatrick Plus Selain keempat tahap seperti yang telah disebutkan di atas, saat ini telah pula dikembangkan evaluasi model Kirkpatrick Plus dengan memasukkan satu lagi tahap evaluasi. Tahap ini dikenal sebagai tahap evaluasi return on investment (ROI). Tahapan ini biasanya diterapkan pada saat kita melakukan evaluasi terhadap peserta pelatihan yang berasal dari organisasi profit atau perusahaan. Logika berpikir yang melatarbelakangi dilakukannya evaluasi ROI ini adalah asumsi bahwa setiap kepeng yang keluar dari kantong perusahaan selalu dianggap sebagai investasi yang pada gilirannya harus mendatangkan profit atau keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu pada tahapan 40
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
evaluasi ROI ini seorang evaluator dituntut mampu membuat perbandingan antara biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengirim pekerjanya mengikuti suatu pelatihan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan dari keikutsertaan pekerjanya dalam pelatihan tersebut. Dalam tahapan ini seorang evaluator bisa melakukan dokumentasi terhadap berbagai catatan yang diperlukan. Catatan tersebut bisa berujud produktifitas atau keuntungan perusahaan sebelum dan sesudah program pelatihan, serta besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk suatu program pelatihan. CONTOH PENERAPAN DALAM EVALUASI KIRKPATRICK Merancang Pelatihan Pernahkah Anda diminta untuk merancang sebuah pelatihan untuk sebuah perusahaan? Jika Anda belum pernah melakukan hal ini, barangkali Anda akan bertanya-tanya, bagaimana caranya Anda memulai rancangan Anda? Apakah Anda mulai dengan mengumpulkan materi-materi pelatihan yang sudah ada di pasaran dan kemudian menyesuaikannya dengan kebutuhan perusahaan? Jika iya, dari mana Anda tahu apa kebutuhan perusahaan? Jika Anda sudah tahu kebutuhan perusahaan, apakah Anda yakin bahwa pelatihan yang Anda rancang merupakan pilihan yang terbaik? Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan ilustrasi mengenai langkah-langkah merancang suatu pelatihan dari nol. Untuk mempermudah ilustrasi, contoh kasus berikut ini akan digunakan: Anda diminta untuk merancang pelatihan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja (occupational health and safety/ OHS) bagi para manajer dan karyawan sebuah hotel. Mengingat keterbatasan budget, klien Anda meminta agar Anda merancang pelatihan yang seekonomis mungkin dari segi waktu maupun sumber daya. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
41
TRAINING NEED ANALYSIS Training need analysis sebaiknya dilakukan pada tiga tingkatan analisis:
Tingkatan Organisasi: Analisis di tingkat ini berusaha mengetahui apa tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dam juga apakah ada cukup “buy-in” di dalal nrgamisasi umtuk memastikan bahwa perbaikan yang ingin dicapai dapat terjadi. Dalam contoh kasus ini, tujuan utama perusahaan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk memastikan adanya lingkungan kerja yang aman dan sehat sehingga karyawan dapat bekerja dengan kondisi kesehatan fisik maupun mental yang optimal. Tujuan utama ini didasari oleh beberapa pemikiran, antara lain sebagai berikut: o
Legalitas: Untuk memenuhi tuntutan legal dan menghindarkan adanya sanksi dari pemerintah jika perusahaan tidak memenuhi standar keamanan dan kesehatan di tempat kerja.
o
Efisiensi: Untuk mengurangi biaya yang terbuang karena adanya kecelakaan atau kondisi lain yang tidak sehat/ aman di tempat kerja. Tingkat kecelakaan yang tinggi juga bisa mempengaruhi keadaan SDM secara umum, misalnya mempengaruhi banyaknya karyawan yang mengundurkan diri dari perusahaan, absen, atau mengajukan protes.
Untuk memperoleh informasi seperti di atas, pihak perancang pelatihan dapat mengadakan kegiatan seperti wawancara atau Focus Group Discussion (FGD) dengan peserta dari pihak manajemen perusahaan. Metode temu muka seperti ini akan sangat bermanfaat dalam mengumpulkan informasi mengenai sikap dan buy-in pihak manajemen, karena kesuksesan pelatihan baik dari segi pelaksanaan maupun hasilnya akan tergantung pada ada atau tidaknya dukungan dari pihak manajemen. Pertanyaan yang dapat diajukan dalam wawancara atau FGD antara lain:
42
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
o
Apakah visi dan target perusahaan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja?
o
Apakah ada tugas atau tanggung jawab karyawan yang perlu diubah untuk dapat memenuhi target ini? Jika iya, perubahan apakah yang dibutuhkan?
o
Apakah sikap karyawan di tempat kerja dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja perlu diubah?
o
Hal-hal apa sajakah yang bisa menimbulkan resiko kesehatan/ keselamatan di tempat kerja? Bagaimana cara perusahaan mengontrol resiko tersebut?Apakah ada langkah-langkah yang perlu diketahui semua karyawan dalam rangka melakukan kontrol tersebut?
Tingkatan Operasional: Tingkatan ini berkaitan dengan job requirement. Untuk mengumpulkan informasi mengenai Knowledge, Skills dan Attitudes (KSAs) yang dibutuhkan oleh perusahaan, pihak perancang pelatihan dapat melakukan kegiatan antara lain: melakukan analisis terhadap job description yang sudah ada, membagikan kuesioner, dan observasi. Mengingat tingginya biaya serta waktu yang dibutuhkan untuk wawancara atau FGD, kedua kegiatan ini hanya perlu dilakukan di tingkat operasional untuk pekerjaan yang dianggap sangat penting. Pertanyaan yang dapat diajukan di tingkatan ini antara lain: o
Apa sajakah tugas dan tanggung jawab dari pekerjaan tertentu?
o
Apakah ada perubahan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan sehubungan dengan adanya perubahaan kebijakan di tingkat organisasi dalam bidang kesehatan dan keselamatan di tempat kerja? Jika iya, perubahaan apakah itu?
o
Ketrampilan dan pengetahuan apa sajakah yang perlu dimiliki karyawan agar dapat memenuhi tugas dan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
43
tanggung jawabnya secara kompeten tanpa resiko terhadap kesehatan dan keselamatan?
Tingkatan Individu: Analisis di tingkat ini akan difokuskan pada KSA yang dibutuhkan oleh individu. Karyawan membutuhkan pelatihan baik untuk prestasi pribadi dan juga untuk memenuhi tuntutan pekerjaan (yang pada akhirnya akan mempengaruhi karir seperti kenaikan gaji atau promosi). Data SDM yang sudah ada mengenai pelatihan yang telah diikuti karyawan sebelumnya dapat digabungkan dengan hasil survei untuk mengetahui kesenjangan antara target perusahaan (dalam kasus ini di bidang kesehatan dan keselamatan kerja) dengan KSA karyawan yang telah dicapai selama ini. Pertanyaan yang bisa diajukan di tingkatan individu antara lain: o
Ketrampilan dan pengetahuan apa saja yang sudah dimiliki karyawan?
o
Pelatihan apa saja yang sudah diikuti masing-masing karyawan?
o
Cara pelatihan seperti apa yang paling dapat memenuhi kebutuhan individu karyawan? Pelatihan di ruang kelas, pelatihan di tempat kerja, atau metode lain? Apakah lebih baik menggunakan pelatih dari luar atau dari dalam perusahaan? Apakah pelatihan sebaiknya dilakukan di dalam atau di luar jam kerja?
o
Apakah ada karyawan yang mempunyai keterbatasan bahasa sehingga pelatihan perlu dilakukan dalam bahasa tertentu?
ALTERNATIF SOLUSI Selain pelatihan, ada alternatif-alternatif solusi lain yang dapat dipertimbangkan untuk mencapai target yang diinginkan perusahaan berdasarkan training need analysis. Alternatif tersebut antara lain:
44
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Job redesign: Dilakukan dengan mengevaluasi posisi-posisi yang ada di perusahaan dan mengidentifikasi posisimana yang memiliki resiko tinggi dalam hal kesehatan atau keselamatan kerja (misalnya dalam contoh kasus perusahaan berupa hotel, pembersih jendela memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan petugas kebersihan dalam gedung). Jika memungkinkan, posisi-posisi yang memiliki resiko paling tinggi didesain ulang untuk meminimalkan resiko tersebut, misalnya dengan memberikan waktu istirahat yang lebih sering sehingga karyawan tidak mengalami kecelakaan karena kelelahan. Contoh lain adalah dengan memanfaatkan ilmu ergonomik untuk mendesain lingkungan kerja yang dapat meminimalkan resiko dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja, misalnya mendesain sabuk pengaman yang mudah dan nyaman digunakan sehingga karyawan mau dan mampu menggunakannya tanpa perlu pelatihan terlebih dahulu.
Merekrut karyawan yang tepat: Sebagai salah satu alternatif, perusahaan dapat merekrut calon karyawan yang sudah pernah menjalani pelatihan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja sehingga perusahaan dapat menghemat biaya pelatihan (dengan asumsi calon karyawan tersebut tetap memenuhi persyaratan lainnya).
Alat bantu untuk karyawan baru: Untuk membantu karyawan baru mempelajari prosedur keselamatan kerja yang diterapkan perusahaan, mereka bisa diberi alat bantu berupa checklist atau instruksi yang direkam secara audio berisi halhal yang wajib dilaksanakan untuk memastikan keselamatan di tempat kerja, misalnya checklist untuk petugas kebersihan dalam gedung hotel antara lain terdiri dari: memasang tanda “licim” ketika lemgepel lantai supaya tamu tidak terpeleset, mengenakan sarung tangan karet ketika menggunakan bahan kimia yang keras untuk membersihkan kamar mandi, dst.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
45
Menciptakan/ memodifikasi kebijaksan perusahaan: Untuk memastikan karyawan mengikuti prosedur keselamatan kerja yang berkaitan dengan kewajiban hukum (misalnya mengenakan sabuk pengaman bagi supir perusahaan), perusahaan dapat menciptakan/ memodifikasi kebijakan perusahaan yang terkait sehingga karyawan lebih termotivasi untuk menaati hukum tersebut.
Untuk menentukan apakah pelatihan atau salah satu alternatif di atas akan lebih efektif dari segi biaya, perusahaan dapat melakukan langkah-langkah berikut ini:
Menghitung biaya serta keuntungan yang didapatkan dari pelatihan
Menghitung biaya serta keuntungan yang didapatkan dari alternatif yang lain dan membandingkannya dengan biaya/ keuntungan dari pelatihan
Beberapa contoh konkret yang dapat mengilustrasikan hal ini:
Contoh 1: Perusahaan ingin memastikan bahwa semua petugas kebersihan mengikuti prosedur keselamatan kerja. Biaya pelatihan untuk semua karyawan baru akan sangat tinggi (termasuk antara lain tetap menggaji karyawan walaupun mereka tidak bekerja selama mengikuti pelatihan dan juga biaya pelatihan itu sendiri), sementara biaya untuk mencetak checklist jauh lebih murah. Keuntungan dari pengadaan pelatihan adalah 99% dari seluruh karyawan baru akan mengikuti prosedur keselamatan kerja yang ditetapkan. Namun checklist pun dapat memastikan 96% success rate karena checklist merupakan alat bantu yang mudah dimengerti dan karyawan tidak ada alasan untuk tidak mengikutinya. Maka dalam kasus ini, checklist merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan pelatihan.
Contoh 2: Karena adanya undang-undang baru di bidang keselamatan kerja, para manajer di perusahaan wajib
46
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
memahami dan melaksanakan undang-undang baru tersebut. Biaya pelatihan bagi seluruh manajer termasuk tinggi, sementara biaya untuk mengubah kebijakan perusahaan yang terkait jauh lebih rendah. Undang-undang baru ini cukup rumit sehingga para manajer yang diminta membaca sendiri kebijakan perusahaan yang baru hanya dapat melaksanakan 50% dari prosedur yang diminta, sementara pelatihan dapat memastikan bahwa 95% para manajer dapat melaksanakannya. Mengingat sangsi dari pemerintah cukup tinggi jika perusahaan tidak menaati undang-undang baru ini, keuntungan untuk mengadakan pelatihan akan terasa jauh lebih tinggi dibandingan dengan alternatif lainnya. METODE PELATIHAN Jika perusahaan memutuskan bahwa pelatihan merupakan solusi yang terbaik untuk meningkatkan kinerja karyawan di bidang kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, pertanyaan selanjutnya adalah metode pelatihan apakah yang akan digunakan? Pelatihan di Ruang Kelas Salah satu metode pelatihan yang paling sering dipilih oleh perusahaan adalah pelatihan di ruang kelas. Pelatihan semacam ini bisa dipilih untuk keperluan pelatihan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja jika target pelatihan memenuhi kriteria berikut ini:
Resiko tinggi jika karyawan tidak berhasil menguasai topik pelatihan ini (baik dari segi sanksi legal, kecelakaan yang mungkin terjadi, atau yang lainnya).
Jumlah peserta relatif sedikit (tidak semua karyawan perlu mengikuti pelatihan ini).
Pelatihan mencakup ketrampilan yang memerlukan latihan berulang-ulang.
Salah satu area yang memenuhi kriteria di atas adalah pelatihan P3K. Dalam kasus ini, pelatihan dapat dilakukan dengan struktur sebagai berikut: MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
47
Tujuan pelatihan: Para peserta pelatihan dapat menjadi kompeten dalam memberikan P3K di tempat kerja. Kompetensi ini mencakup kemampuan untuk: o
menganalisis apakah suatu keadaan dapat dianggap darurat
o
memanggil pertolongan termasuk ambulans
o
memeriksa orang sakit atau luka
o
mencatat pengobatan P3K yang diberikan pada pasien
o
menggunakan isi kotak P3K
o
melakukan prosedur resuscitation)
o
mengenali berbagai penyakit dan kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat kerja serta mengetahui P3K yang dapat dilakukan untuk masing-masing kasus
CPR
(cardio-pulmonary
Metode pelatihan: Pelatihan di ruang kelas dengan fasilitator dari luar perusahaan (fasilitator ini haruslah merupakan pengajar P3K yang disetujui oleh pemerintah).
Lamanya pelatihan: 18 jam.
Peserta: 1 karyawan per 50 orang karyawan dengan maksimum 15 peserta per sesi pelatihan.
Apakah perlu pelatihan ulang bagi peserta yang telah lulus: Ya (setiap 3 tahun sekali).
Belajar Mandiri Metode belajar mandiri dapat digunakan target pelatihan memenuhi kriteria berikut ini:
48
Resiko tidak terlalu tinggi jika karyawan tidak berhasil menguasai topik pelatihan ini (baik dari segi sanksi legal, kecelakaan yang mungkin terjadi, atau yang lainnya).
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Jumlah peserta relatif banyak (semua karyawan perlu mengikuti pelatihan ini).
Pelatihan lebih banyak mencakup pengetahuan dan tidak terlalu banyak mencakup ketrampilan.
Salah satu area yang memenuhi criteria di atas adalah pelatihan mengenai Bahaya-Bahaya Kesehatan/ Keselamatan di Tempat Kerja. Dalam kasus ini, pelatihan dapat dilakukan dengan struktur sebagai berikut:
Tujuan pelatihan: Para peserta dapat mengenali bahayabahaya kesehatan/ keselamatan di tempat kerja (seperti bahan kimia, listrik, kegiatan mengangkat barang berat, terpeleset/ jatuh, suara yang terlalu keras, dan bekerja di tempat tinggi) serta meminimalkan efek negative dari bahayabahaya tersebut dengan cara menerapkan prosedur keselamatan. Kompetensi ini mencakup kemampuan untuk: o
mengenali berbagai bahaya kesehatan/ keselamatan di tempat kerja
o
melaporkan adanya bahaya-bahaya tersebut
o
menjelaskan simbol-simbol yang terkait dengan kesehatan/ keselamatan kerja (misalnya simbol aliran listrik tegangan tinggi)
o
mengikuti prosedur kerja untuk meminimalkan resiko yang ada (termasuk cara mengangkat beban berat, mengatasi suara yang terlalu keras, bahaya bahan kimia, penggunaan alat-alat listrik, dan bahaya jatuh dari tempat tinggi) sehingga setiap karyawan dapat menjalankan pekerjaannya dengan tetap menjaga kesehatan serta keselamatan di tempat kerja
o
mengikuti prosedur untuk menggunakan, menyimpan, serta merawat alat-alat pelindung pribadi (seperti sarung tangan karet untuk menghindari bahaya bahan kimia) MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
49
Metode pelatihan: Belajar mandiri dengan materi pelajaran disediakan melalui intranet perusahaan. Karyawan diberikan akses log in dan mereka wajib menyelesaikan pelatihan ini dalam jangka waktu tertentu (misalnya: 1 bulan).
Lamanya pelatihan: 4 jam (yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan tadi).
Peserta: Semua karyawan.
Apakah perlu pelatihan ulang bagi peserta yang telah lulus: Ya (setiap 3 tahun sekali).
EVALUASI PELATIHAN Evaluasi apakah pelatihan telah terlaksana secara efektif dapat dilakukan dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick. Menurut model ini, ada empat tingkatan evaluasi sebagai berikut:
50
Tingkatan Reaksi: Menangkap reaksi peserta terhadap program pelatihan secara umum. Melanjutkan contoh kasus sebelumnya, mtode evaluasi yang dapat digunakan untuk tingkatan in adalah sebagai berikut: o
Untuk pelatihan P3K: Reaksi peserta diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi peserta di akhir pelatihan. Fasilitator juga sebaiknya diminta memberikan reaksinya terhadap program pelatihan karena fasilitator dapat memberikan masukan mengenai hal-hal apa yang sudah cukup baik dalam program pelatihan, bagaimana respon peserta selama jalannya pelatihan, serta bagaimana program masih dapat ditingkatkan lagi.
o
Untuk pelatihan Bahaya-Bahaya Kesehatan/ Keselamatan di Tempat Kerja: Reaksi peserta diperoleh dengan menggunakan kuesioner online yang merupakan bagian dari modul di intranet. Peserta
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
wajib menyelesaikan kuesioner ini sebelum dinyatakan “lulus” dari pelatiham. o
Untuk keseluruhan program pelatihan: perusahaan dapat melakukan survei secara umum pada seluruh karyawan untuk mengetahui pendapat mereka mengenai pelatihan yang telah dijalankan perusahaan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Survei ini tidak hanya menangkap reaksi peserta, tapi juga mengetahui sejauh mana peserta telah belajar dari pelatihan yang dilakukan (Tingkatan Pembelajaran).
Kuesioner yang dibagikan kepada para peserta bisa mencakup pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: seberapa bermanfaatnya pelatihan dirasakan oleh peserta, seberapa yakin peserta bahwa mereka dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari, dan juga di sini apa pelatihan masih dapat diperbaiki. Kuesioner untuk fasilitator bisa mencakup pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: apakah bahan pelajaran terlalu sulit untuk peserta, apakah susunan ruang pelatihan cukup efektif sehingga fasilitator dapat mengamati dan juga berespon terhadap seluruh peserta, dsb.
Tingkatan Pembelajaran: Mengetahui apakah peserta benarbenar belajar dalam pelatihan. o
Untuk pelatihan P3K: Apakah tujuan pelatihan telah dicapai dapat diketahui melalui tes singkat di akhir pelatihan dengan pertanyaan yang relevan mengenai kompetensi peserta di bidang P3K. Selain itu, fasilitator pelatihan juga diminta melakukan observasi dan memberikan laporan apakah peserta telah memahami dan dapat melaksanakan prosedur P3K yang diajarkan. Misalnya, fasilitator pelatihan dapat mengobservasi dan memberikan laporan mengenai kemampuan CPR masing-masing peserta.
o
Untuk pelatihan Bahaya-Bahaya Kesehatan/ Keselamatan di Tempat Kerja: Tingkat pembelajaran MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
51
diketahui juga melalui tes singkat di akhir setiap submodul. Pertanyaan yang diajukan mencakup pengetahuan yang diajarkan dalam pelatihan, misalnya peserta diminta menyebutkan bahaya-bahaya yang paling utama di tempat kerja mereka, menjelaskan arti simbol tertentu yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja, serta menyebutkan alat pelindung yang harus digunakan dalam situasi tertentu. o
52
Untuk keseluruhan program pelatihan: survei yang digunakan untuk Tingkatan Reaksi dapat mengikutsertakan beberapa pertanyaan umum mengenai pengetahuan umum karyawan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Tingkatan Ketrampilan: Mengetahui apakah ada peningkatan ketrampilan setelah peserta mengikuti pelatihan. o
Untuk pelatihan P3K: Hal ini diketahui dengan cara meminta seluruh peserta untuk menghadiri sesi evaluasi 1 tahun setelah mereka mengikuti pelatihan. Dalam sesi ini, peserta diminta menyelesaikan tes baik tertulis maupun praktek, misalnya prosedur CPR atau menangani luka. Hasil tes ini akan menunjukkan apakah peserta mengalami peningkatan ketrampilan yang diajarkan dalam program pelatihan.
o
Untuk pelatihan Bahaya-Bahaya Kesehatan/ Keselamatan di Tempat Kerja: Tingkat ketrampilan diketahui melalui proses penilaian kinerja (performance appraisal). Setelah karyawan menyelesaikan seluruh modul pelatihan, mereka diharapkan untuk menunjukkan kinerja sesuai standar yang diharapkan pada waktu menangani bahaya kesehatan/ keselamatan di tempat kerja.
o
Untuk keseluruhan program pelatihan: Peningkatan kinerja di bidang kesehatan dan keselamatan kerja
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
secara umum diketahui melalui proses penilaian kinerja yang rutin dilakukan perusahaan.
Tingkatan Organisasi: Tahapan terakhir dalam model evaluasi ini adalah mengetahui sejauh mana program pelatihan dapat meningkatkan tingkat kesadaran serta sikap seluruh anggota perusahaan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Tingkatan ini hanya relevan untuk keseluruhan program pelatihan, dan tidak dapat diukur untuk masing-masing modul pelatihan. Untuk mengetahui keberhasilan di tingkatan ini, perusahaan dapat membagikan kuesioner kepada seluruh karyawan 6 bulan setelah seluruh program pelatihan diselesaikan. Kuesioner ini didesain untuk mengukur perubahan sikap karyawan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
PENERAPAN HASIL PELATIHAN Perusahaan dapat mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa hasil pelatihan diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari sebagai berikut:
Pengawasan: Karyawan yang baru menyelesaikan pelatihan masih perlu diawasi oleh atasan untuk memastikan bahwa mereka dapat menerapkan hasil pelatihan di tempat kerja.
Kedekatan psikologis (psychological fidelity): Cara lain yang dapat digunakan adalah menggunakan konsep kedekatan psikologis. Misalnya, dalam pelatihan Bahaya-Bahaya Kesehatan/ Keselamatan di Tempat Kerja, fasilitator dapat menggunakan teknologi multimedia untuk mendesain model 3 dimensi dari hotel tempat mereka bekerja sehingga karyawan lebih mudah memahami di mana letak bahayabahaya yang dijelaskan oleh fasilitator. Dengan demikian, karyawan dapat dengan mudah menerapkan apa yang diajarkan dalam pelatihan pekerjaan mereka sehari-hari. Pada kasus pelatihan P3K, kedekatan psikologis bisa dicapai melalui kegiatan role play. Fasilitator dapat menciptakan skenario MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
53
keadaan darurat dan meminta peserta untuk berlatih menjadi petugas P3K dalam situasi tersebut.
Menyediakan alat bantu: Semua karyawan sebaiknya diberi akses untuk memperoleh bahan bacaan yang relevan dengan topik kesehatan dan keselamatan kerja. Misalnya, perusahaan dapat menyediakan brosur bagi seluruh karyawan, atau menyediakan materi secara online di intranet perusahaan.
Memasukkan kesehatan dan keselamatan kerja sebagai salah satu komponen dalam proses penilaian kinerja: Karyawan akan termotivasi untuk mempraktekkan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja jika mereka tahu bahwa prosedur ini dinilai penting oleh perusahaan dan mereka akan mendapatkan reward jika menaatinya (dengan asumsi bahwa proses penilaian kerja di perusahaan benar-benar relevan dan terkait dengan reward seperti kenaikan gaji atau kenaikan pangkat). Karyawan yang dinilai berkinerja rendah di bidang kesehatan dan keselamatan kerja perlu diperhatikan lebih lanjut. Perusahaan dapat mempertimbangkan apakah karyawan tersebut perlu mengikuti pelatihan ulang atau tindakan lain perlu diambil (misalnya memberikan peringatan tertulis).
Evaluasi model Kirkpatrick memiliki beberapa kelebihan. Meskipun demikian evaluasi ini juga mengandung beberapa kelemahan. Kelemahan itu adalah: 1)
evaluasi model ini mengasumsikan bahwa input dalam suatu program pelatihan dianggap sudah terstandar; dan
2)
kesulitan mengukur dampak program pelatihan terhadap kenaikan produktifitas, sebab sering kali ditemui bahwa kenaikan produktifitas disebabkan oleh demikian banyak faktor. Namun dengan beberapa modifikasi di sana-sini, 54
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
kekurangan itu bisa kita minimalisir sehingga nantinya bisa kita peroleh informasi yang benar-benar berkualitas. DAFTAR PUSTAKA: Center Partners. (2006). Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus. Diambil pada tanggal 2 Januari 2008, dari http://www.coe.wayne.edu/eval/pdf Kirkpatrick, Donald. 1998. Evalaution Training Programs: The Four Level. Second Edition. San Fransisco: BerrettKoehler Publisher, Inc Naugle. (2000). Kirkpatrick’s Evaluation Model as A Mean of Evaluation Teacher Performance. Diambil pada tanggal 2 Januari 2008, dari http://www.findarticles.com/p/articles Kirkpatrick, D.L. (2005). Kirkpatrick's training evaluation model. Diambil pada tanggal 23 Sepember 2005, dari http://www. businessballs. com/ Kirkpatrick learningevaluationmodel.htm.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
55
56
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KELIMA
MODEL KONSEP KUBUS TIGA DIMENSI ROBERT L. HAMMOND
Robert L. Hammond adalah seorang evaluator dan seorang peneliti, dan dosen di berbagai Universitas dan sekolah-sekolah di Distrik-Distrik. Tulisannya yang terakhir adalah Reasoning and
Applied Mathematics for The Early years : A Handbook for teacher. Melalui buku ini Hammond membuat pelajaran matematik menjadi lebih menarik dan disukai melalui pendekatan “Penciptaan bebas dari Pikiran-pikiran”. Lahir 18 Juni 1928.
Kubus adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh enam bidang sisi yang terbentuk bujur sangkar. Kubus memiliki 6 sisi, 12 rusuk, dan 8 titik sudut. Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam buah sisi berbentuk persegi. Bangun berbentuk kubus dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. “Kubus” dalam pengertian lain dapat berwujud penamaan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan balok. Ini dapat merupakan penamaan grup, merek sesuatu seperti video, photos. Dapat juga berupa market leader di bidang penyediaan jasa layanan akses internet.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
57
Hammond memngembangkan kubus tiga dimensi terdiri dari : 1. Dimensi pembelajaran 2. Dimensi kelembagaan 3. Dimensi tujuan Kubus ini digunakan untuk menggambarkan program pendidikan dan mengorganisasikan variabel-variabel yang dievaluasi. Kubus ini dinamakan Hammond sebagai “Structure Of Evalution”. 1. Dimensi Pembelajaran, menggambarkan karakteristik aktifitas pendidikan yang akan dievaluasi terdiri dari : a.
Organisasi, termasuk didalamnya : waktu, jadwal, kegiatan, urutan mata pelajaran, dan juga termasuk organisasi sekolah, baik vertikal maupun horizontal.
b. Konten, meliputi : topik-topik termasuk yang akan dievaluasi. c. Metode, mencakup seluruh aktifitas pembelajaran, tipetipe interaksi guru-murid, dan teori-teori pembelajaran. d. Fasilitas, meliputi : ruangan, peralatan, dan sarana dan prasarana lainnya. e. Biaya, mencakup : anggaran yang diperlukan untuk fasilitas, pemeliharaan dan personil. 2. Dimensi Kelembagaan : menggambarkan karakteristik individu atau kelompok yang terlibat dalam aktifitas pendidikan yang akan dievaluasi meliputi : a. Siswa, mencakup : umur, jenis kelamin, tingkat/kelas, latar belakang keluarga, kelas sosial, kesehatan, kemampuan, minat dan prestasi belajar.
58
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
b. Guru, administrasi, dan tenaga kependidikan lainnya, mencakup : umur, jenis kelamin, ras/suku, agama, kesehatan, latar belakang pendidikan, pengalaman, kebiasaan kerja dan lain-lain. c. Keluarga, mencakup : tingkat keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dinilai, serta karakteristik umum seperti : budaya, bahasa, ukuran keluarga, status perkawinan, tingkat pendidikan orang tua, afiliasi politik, agama dan lain-lain. 3. Dimensi Tujuan : menggambarkan ranah tujuan aktifitas yang akan dievaluasi, terdiri dari : a. Tujuan Kognitif, mencakup keterampilan intelektual.
pengetahuan
dan
b. Tujuan Afektif meliputi : minat, sikap, perasaan dan emosi. c. Tujuan Psikomotorik, termasuk di dalamnya keterampilan fisik dan koordinasi. Dari kubus tersebut terbentuk 90 sel yang potensial dapat digunakan, setiap sel memungkinkan untuk menentukan tipe-tipe pertanyaan tersebut, seorang penilai dapat memanfaatkan 3 sel dari 3 dimensi yang berbeda sebagai substansi permasalahan. Contoh : 1. Apakah guru (dimensi 2) menggunakan materi pelajaran (dimensi 1) untuk mencapai tujuan-tujuan psikomotorik (dimensi 3) ? Dapat dibayangkan bilamana mengawinkan antar sel tersebut untuk kepentingan perumusan fokus evaluasi. Netapa
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
59
banyaknya persoalan yang menjadi wilayah penilaian program pendidikan itu. Mengadaptasi pendidikan Tyler, Hammond mengemukakan langkah-langkah penilaian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan program. 2. Mendefinisikan variabel-variabel deskriptif dengan menggunakan kubus. 3. Merumuskan tujuan-tujuan program. 4. Mengukur kinerja program. 5. Menganalisis hasil pengukuran 6. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan tujuan. Hammond sendiri mengembangkan kubus objek evaluasi yang ditinjau dari Goal Oriented terdiri dari 3 dimensi yaitu : 1. Instruksional 2. Institusi 3. Prilaku Dalam menentukan variabel pada tiap sisi kubus adalah : a. b. c. d. e. f.
60
Program yang dievaluasi Variabel Tujuan Mengkaji fenomena actual Menganalisis hasil yang diperoleh Menganalisis pencapaian hasil sesuai tujuan.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
DAFTAR PUSTAKAN http : //www.google.co.id http : //file.upi.edu/direktori/FIP/JUR_ADMINISTRASI Muzayanah.Evaluasi Program Pendidikan.Jakarta.2011.Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.Hal L.1.4.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
61
62
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KEENAM
MODEL EVALUASI MODEL LOGIKA
Model evaluasi Logic models adalah salah satu model evaluasi dimana pendekatannya berorientasi tujuan. Pendekatan ini memfokuskan pada tujuan spesifik dan menentukan sampai dimana tujuan telah tercapai. Perintis pendekatan ini adalah Tyler. Sedangkan termasuk pendekatan ini adalah evaluasi Meffesel dan Michael, Evaluasi Hammond, dan Evaluasi Provus. Pemahaman Tyler tentang evaluasi adalah proses penentuan sampai dimana tujuan pendidikan dari suatu program sekolah atau kurikulum telah tercapai. Langkah pada pendekatan Tyler sebagai berikut: (a) menetapkan tujuan umum, (b) mengklasifikasi tujuan, (c) mendefinisikan tujuan dalam istilah perilaku, (d) menentukan situasi dimana hasil/prestasi belajar ditunjukkan, (e) mengembangkan atau memilih teknik pengukuran, (f) mengumpulkan data kinerja, (g) membandingkan data kinerja dengan tujuan yang dinyatakan dengan perilaku. Rasional Tyler secara ilmiah logis dapat diterima, dan dapat diadopsi oleh evaluator pendidikan dan mempunyai pengaruh yang sangat besar pada ahli teori evaluasi. Tyler mendeskripsikan enam kategori dari tujuan dari sekolah, yakni (a) menguasai informasi (b) mengembangkan kebiasaan kerja dan keterampilan belajar (c) mengembangkan cara berpikir yang efektif (d) MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
63
menginternalisasi sikap, minat, apresiasi, dan kepekaan sosial (e) menjaga kesehatan badan (f) mengembangkan filosophi hidup. Metode empiris untuk mengevaluasi tujuan mencakup (a) mengumpulkan data untuk mendeskripsikan keputusan nilai tujuan, (b) pengaturan ahli, dengar pendapat, panel untuk mereview dan mengevaluasi tujuan (c) melaksanakan studi terhadap catatan, arsip, editorial, newsletter (d) melaksanakan pilot study untuk melihat apakah tujuan akan dicapai. Pengembangan taksonomi belajar oleh Bloom dan Krathwohl dipengaruhi oleh pendekatan evaluasi berorientasi tujuan. Kekuatan utama pendekatan evaluasi berorientasi tujuan terletak pada kesederhanaan. Pendekatan ini mudah dipahami, mudah untuk diikuti dan diterapkan, serta mengahasilkan informasi yang pada umumnya pendidik setuju, bahwa pendekatan itu sesuai denga misi mereka. Menurut Mager pendekatan evaluasi berorientasi tujuan menyebabkan pendidik dapat merefleksikan apa yang dimaksudkan dan menjelaskan generalisasi yang rancu tentang hasil pendidikan (worthen & Sanders, 1987). Di samping sejumlah kekuatan, terdapat juga beberapa kelemahan, yakni (a) lemah dalam komponen evaluasi yang sebenarnya (b) lemah dalam standar untuk menilai kesenjangan antara tahap kinerja dan tujuan, (c) mengabaikan alternatif penting yang seharusnya dipertimbangkan dalam merencanakan program pendidikan, (d) mengabaikan perubahan yang terjadi selama program atau aktivitas yang sedang dievaluasi (e) mengabaikan konteks dimana evaluasi dilaksanakan (f) mengabaikan hasil penting lain yang tidak direncanakan dalam aktivitas (g) mengabaikan peristiwa dalam program yang tidak merefleksikan tujuan, (h) mempromosikan pendekatan yang linear dan tidak fleksibel pada evaluasi. 64
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Komponen-Komponen Logic Model Model eveluasi Logic model lebih banyak diterapkan dalam berbagai pelatihan, yang bertujuan untuk melihat ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi logic model dimulai dengan menetapkan visi jangka panjang tentang bagaimana peserta program akan lebih baik (berubah) karena program yang diikuti. Perubahan yang dialami oleh para peserta setelah mengikuti pelatihan dipandang sebagai hasil akhir program (tujuan/obyektif). Target hasil yang akan diperoleh ditetapkan dalam garis waktu (Jody L. Fitzpatrick, dkk); katakanlah lima tahun. Jika pencapaian visi tujuan ditargetkan selama 5 tahun, maka pertanyaanya pada tahun keempat, tahun ketiga dan tahun kedua dan tahun terakhir apa yang harus dilakukan oleh perserta? Berdasarkan pencapaian visi jangka panjang tersebut dianalisis halhal yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tahunan. Adapun komponen-komponen spesifikasi evaluasi logic model adalah: Input (Masukan): Anggaran tahunan, fasilitas staf, peralatan, bahan, dan sebagainya yang diperlukan untuk menjalankan program. Sesi Kegiatan : Mingguan, kurikulum, lokakarya, konferensi, rekruitmen, layanan klinis, newsletter, pelatihan staf, dan seterusnya yang membentuk program. Keluaran : Jumlah peserta setiap minggu menurut kategori demografis, jumlah rapat kelas, jam pelayanan langsung kepada setiap MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
65
peserta, jumlah dari newsletter, menghitung program pengeluaran.
dan
sebagainya
yang
Implementasi Program: Segera, menengah, jangka panjang, dan tujuan akhir adalah perubahan peserta (pengembangan). Staf program mengembangkan logik model untuk program yang dapat digunakan untuk evaluasi program, yaitu di mana kita diharapkan setiap tahun? Jika tidak, perubahan apa yang diperlukan dalam program sehingga kita dapat mencapai tujuan yang kita maksud? Sanders dan Cunningham (1975) juga menyarankan pentingnya metode logika dan empiris dalam mengevaluasai sasaran. Metode logika mencakup: 1. Memeriksa kekuataan dari argumen atau rasional dibalik masing-masing tujuan. 2. Memeriksa konsekuensi dari pencapaian sasaran atau tujuan. 3. Mempertimbangkan nilai-nilai hukum, kebijakan, moral dan kondisi ideal. Evaluasi program logic model dapat dicontohkan seperti mengevaluasi program pengahapusan buta aksara. Visi jangka panjangnya ditentukan bahwa pada Repelita V (pada masa orde baru) Indonesia sudah bebas dari keaksaraan. Demikian juga pada pada bidang kesehatan seperti; program KB untuk menekan angka kelahiran dalam rangka menekan jumlah penduduk Indonesia, dll. United Way of America telah menerbitkan panduan yang berguna untuk evaluasi program yang didasarkan pada konsep model logika model (1996). Model logika sekarang digunakan oleh banyak organisasi nirlaba yang menerima dana dari United Way.
66
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Sebagai hasilnya, model ini telah datang untuk memainkan peran sentral dalam organisasi tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Evaluasi merupakan proses menentukan keputusan terhadap suatu obyek yang sedang dievaluasi. Logic model merupakan bagian dari evaluasi program dimana pengamatannya sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai dalam hal ini diawali dengan menetapkan visi jangka panjang, kemudian menentukan tujuan yang akan dicapai dalam setiap tahuan. Evaluasi ini dilakukan secara terus menerus, serta mengecek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana dalam proses pelaksanaan program. Pendekatan ini memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Dan evaluator mencoba mengukur sampai di mana pencapaian tujuan telah dicapai. Model ini dikembangkan oleh Fitzpatrick dkk. Adapun komponen-komponennya adalah: input, komponen, implementasi kerja, bentuk hubungan antara line, output dan outcome. DAFTAR PUSTAKA Fitzpatrick, Jody L, Sanders, James R, Worthen, Blaine R, Program Evaluation Alternative Approaches and Practical Guidelines, Pearson Education, 2004 Sutikno, Muzayanah, Modul kuliah Evaluasi Program, Jakarta, 2011
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
67
68
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KETUJUH
MODEL EVALUASI THE DISCREPANCY
Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decisionmaker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikansebuah program. John L. Herman dalam Tayibnapis (1989:6) menjelaskan bahwa program adalah segala sesuatu yang anda lakukan dengan harapan akan mendatangkan hasil atau manfaat. Dari pengertian ini dapat ditarik benang merah bahwa semua perbuatan manusia yang darinya diharapkan akan memperoleh hasil dan manfaat dapat disebut program. Suharsimi Arikunto (2004:2) menambahkan bahwa program dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu secara umum dan khusus. Secara umum, program dapat diartikan dengan rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
69
seseorang di kemudian hari. Sedangkan pengertian khusus dari program biasanya jika dikaitkan dengan evaluasi yang bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Terkait dengan Evaluasi Perbedaan Model, sebagai bagian dari unsur atau model evaluasi program, Evaluasi Perbedaan Model memiliki point penting untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam menempatkan seseorang sesuai dengan kemampuan. Disini saya mencoba menguraikan lebih luas hakikat Evaluasi Perbedaan Model. Evaluasi kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut. Langkah Langkah dalam Evaluasi Kesenjangan Langkah langkah atau tahap tahap yang dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan adalah sebagai berikut: 1.
70
Pertama: Tahap Penyusunan Desain. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan: merumuskan tujuan program, menyiapkan murid, staf dan kelengkapan lain, merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator berkonsultasi dengan pengembangan program. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Contoh rumusan standar:“Keberhasilan Program KPSM yang distandarkan adalah 70 % Warga Belajar meningkat pendapatannya dan ketrampilannya. 2.
Kedua: Tahap Penetapan Kelengkapan Program Yaitu melihat apakah kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan: meninjau kembali penetapan standar, meninjau program yang sedang berjalan, dan meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai.
3.
Ketiga : Tahap Proses (Process) Dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut tahap “mengumpulkan data dari pelaksanaan program”.
4.
Keempat: Tahap Pengukuran Tujuan (Product) Yakni tahap mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini adalah .apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya?”
5.
Kelima : Tahap Pembandingan (Programe Comparison) Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka (ia) dapat memutuskan kelanjutan dari MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
71
program tersebut. Kemungkinannya adalah a. Menghentikan program b. Mengganti atau merevisi c. Meneruskan d. Memodifikasi tujuannya. Kunci dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi Perbedaan Model adalah sebuah pendekatan sistematik untuk evaluasi perencanaan karir dan program penempatan. Evaluasi Perbedaan Model (Discrepancy Evaluasi Model), yang dikembangkan pada tahun 1966 oleh Malcolm Provus, menyediakan informasi untuk penilaian program dan perbaikan program. Berdasarkan Discrepancy Evaluasi Model, evaluasi didefinisikan sebagai perbandingan kinerja aktual dengan standar yang diinginkan. DEM mencakup lima tahapan evaluasi berdasarkan perkembangan alamiah pada sebuah program, yaitu: Program desain, Instalasi, Proses, Produk, dan Analisis biaya manfaat. Tahap pertama adalah program desain. Berdasarkan tehnik analisis system, program desain adalah sebuah standar untuk mendefinisikan maksud dari sebuah program dengan menjelaskan input yang diharapkan, proses, dan output dan pengangkutan hubungan timbal balik. Dengan kata lain, apa yang akan masuk ke program (orang, sumber daya, dll), apa kegiatan dan operasi akan berlangsung di dalamnya, dan perubahan apa atau produk apa yang harus muncul, itu harus ditentukan atau didesain terlebih dahulu. Hal ini disebut sebagai desain program di Tahap kedua adalah Instalasi evaluasi, yaitu menyelidiki apakah program telah diinstal seperti yang direncanakan dalam bentuk yang paling sederhana, ini melibatkan pemeriksaan untuk 72
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
melihat bahwa material input, (seperti klien, konseling staf, bahan karir konseling) yang hadir pada waktu dan di lokasi yang ditentukan, dan bahwa proses direncanakan sebenarnya telah ditetapkan menjadi gerak pada instalasi tindakan lebih kompleks. formulir evaluasi dan laporan tentang sejauh mana prasyarat kritis tertentu telah terpenuhi. Tahap ketiga adalah Proses evaluasi. Pada tingkat dasar, monitor, pemenuhan berurutan memungkinkan tujuan (tujuantujuan yang harus dicapai dalam rangka memenuhi tujuan akhir dari suatu program) pada tingkat yang lebih tinggi evaluasi proses berusaha baik untuk memperjelas hubungan antara dimaksudkan proses dan pencapaian tujuan dan untuk mendapatkan pengetahuan tentang faktor intervensi. Sebagai pengetahuan tersebut diperoleh, tujuan memungkinkan untuk mengemukakan lebih rinci, diuji dan didokumentasikan. Sedangkan, catatan yang tepat dari penyambungan antara peristiwa program dan efek membangun harus memberikan persuasife "bukti" dari nilai program. Tahap keempat adalah Evaluasi produk. Setelah evaluasi Instalasi dan evaluasi proses, yang penting selanjutnya adalah meningkatkan dan menstabilkan program agar dapat berkembang. Setelah stabilitas telah tercapai kemudian, evaluasi produk menjadi tujuan akhir dari DEM. Hal ini perlu adanya penilaian pada saat ini, dengan menggunakan variabel terisolasi selama proses evaluasi. Sebuah keuntungan dari melakukan proses dan evaluasi produk adalah bahwa jika tujuan program akhir ini belum terpenuhi, itu kemudian memungkinkan untuk menentukan apa yang salah dan bukti-bukti apa yang sering ditemukan. DEM juga memposisikan panggung evaluasi tahap kelima, yaitu analisis biaya-manfaat, di mana dua atau lebih program MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
73
serupa akan dibandingkan. Ini merupakan langkah terakhir dalam proses evaluasi. Pada informasi terlalu sedikit sekarang ada membuat perbandingan di seluruh program. Informasi evaluasi yang dikumpulkan oleh Discrepancy Evaluasi Model (DEM) berfungsi memfasilitasi pengambilan keputusan rasional dengan perencanaan karir dan konselor penempatan. Keputusan-keputusan ini dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: keputusan yang terkait untuk merancang program atau analisis, keputusan mengenai tercapainya tujuan antara dan akhir, dan keputusan tentang program beroperasi. Sebagai contoh, Discrepancy Evaluasi Model diterapkan pada program karir perencanaan sebuah universitas. Program khusus untuk membantu mahasiswa dalam menentukan pilihanpilihan dan tujuan mereka, dan akhirnya bisa memilih untuk menerapkan keputusan dan karir pascasarjana mereka. Pemerintah Federal (di Amerika) menyediakan dana signifikan untuk menerapkan pendidikan khusus dan akibatnya dapat mempengaruhi sebagian besar peraturan yang mengatur itu. Salah satu aturan yang paling penting meliputi ketika seorang anak akan ditentukan untuk memiliki masalah dalam membaca yang serius. Dengan "serius" berarti harus ada usaha cukup serius untuk memerlukan sekolah yang mencurahkan sumber daya tambahan untuk masalah dalam membaca anak. Inilah yang kemudian disebut Model Perbedaan pendidikan khusus. Hal yang harus dilakukan jika seorang anak memenuhi syarat untuk layanan pendidikan khusus, maka sekolah harus mengembangkan Rencana Pendidikan Individual, atau IEP. Dan mereka harus berkonsultasi ketika mereka mengembangkan IEP. 74
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
IEP menentukan langkah-langkah sekolah yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang tercantum dalam IEP. Evaluasi Perbedaan Model digunakan diantaranya untuk menentukan apakah seorang anak memenuhi syarat untuk layanan pendidikan khusus, atau penempatan. Pada dasarnya, Evaluasi Perbedaan Model ini adalah ukuran seberapa jauh seorang anak telah tertinggal di belakang teman-temannya, atau seberapa jauh seorang anak melampaui di depan temana-temannya. Jika seorang anak tidak begitu cerah, maka secara logis ia harus jatuh di belakang teman-temannya. Jadi, Evaluasi Perbedaan Model digunakan untuk mengukur kecerdasan bawaan dan menentukan di mana keterampilan membaca seharusnya diberikan. Begitu juga DEM Penggunaan Evaluasi Perbedaan Model kadang-kadang salah digunakan di mana perbedaan yang dimaksud. Sebuah perbedaan ada antara hal-hal yang seharusnya sama, bisa kecil tapi biasanya signifikan. Perbedaan adalah perbedaan besar antara halhal yang terukur seperti usia, pangkat, atau upah atau kinerja.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
75
76
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KEDELAPAN
MODEL EVALUASI MULTIATRIBUT UTILITY
Pengertian multiatribut utility method sebagai suatu teknik pembuatan keputusan yang menggunakan banyak kriteria (attribut). Dalam menganalisis alternatif keputusan, model ini memperhitungkan faktor-faktor subjektif seperti penilaian berdasarkan interviu (interview judgment) dan perasaan (feelings) langsung ke dalam analisis formal terhadap alternatif keputusan. (Eisner R. dan Jeffreys, 2001) Yang dimaksud dengan model adalah gambaran atau abstrak tentang sesuatu hal, utility adalah tentang sejauh mana suatu alternatif memenuhi kriteria tertentu. Istilah utility mempunyai beberapa pengertian lain yaitu sebgai worth (nilai atau harga), payoff (hasil), psychological value (nilai-nilai psikologi) dan satisfactoriness (kepuasan). Utility model adalah suatu model grafis atau model matematis yang dapat digunakan untuk memperkirakan utility dari suatu alternatif misalkan, seorang manajer suatu perusahaan dalam memilih seorang pegawai yang akan dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi, memakai kriteria latar belakang pegawai yang bersangkutan sebagai patokan utamanya. Latar belakang pegawai ini diukur dengan memakai atribut lama pengalaman kerja dibidang profesi pegawai tersebut.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
77
Apakah yang dimaksud dengan atribut? Atribut adalah ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu alternatif. Seperti apa yang telah diuraikan di atas, bahwa masa kerja merupakan atribut yang melekat pada seorang pegawai yang dicalonkan untuk dipromosikan ke jabatan yanglebih tinggi. Model Multiatribut Ulility method didesain untuk mengetahui nilai utility dari suatu alternatif yang memiliki lebih dari satu atribut karena laternatif seperti ini harus di evaluasi dengan memakai lebih dari satu kriteria. Model multiatribut ulility method membantu pembuat keputusan menghimpun informasi tentang utility dari bebagai atribut ke dalam suatu penilaian tunggal (single measure). Contoh penggunaan model Multiatribut Ulility method oleh suatu lembaga pendidikan yang akan menerapkan program baru, misalkan program Y, sebelum melakukan program Y, maka perlu mempertimbangkan beberapa kriteria antara lain: (a) dana yang tersedia (b) orang-orang yang akan melaksanakan program (c) apakah sesuai dengan kondisi yang ada (d) Bagaimana pengaruhnya terhadap bidang-bidang/aspek-aspek lain. contoh lain, pelatih tim “football” professional, akan melakukan kegiatan pencarian pemain yang berbakat di kalangan pemain football mahasiswa dari bebagai perguruan tinggi, misalnya dalam contoh tersebut dipakai dua kriteria dalam pembuatan keputusan seleksi, yaitu: (1) kemampuan fisik,dan (2) gaji yang diinginkan. Kriteria kemampuan fisik mempunyai tiga atribut yaitu : ( a) tinggi badan, (b) berat badan, dan (c) kecepatan lari.
78
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Gambar: Kriteria dan atribut dalam pembuatan keputusan memilih pemain „football” yang baru. Skor yaitu nilai (X) dihitung untuk masing-masing atribut setiap pemain yang dinilai, skor dari setiap atribut dapat diberi bobot yang berbeda sesuai dengan penekanan yang diinginkan. Contoh kasus pemilihan pemain “football” tersebut di atas di jabarkan sebagai berikut:
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
79
Berdasarkan gambar, terlihat bahwa kriteria “kemampuan fisik” diberi bobot lebih tinggi dari kriteria “gaji yang diinginkan”. Dan diantara atribut, kriteria kemampuan fisik ternyata attribut kecepatan yang paling tinggi bobotnya. Dari perkalian bobot kriteria dan bobot attributnya diperoleh proporsi bobot untuk tiap atribut. Skor untuk tiap atribut harus dikalikan dengan proporsi bobot atribut yang bersangkutan. Skor keseluruhan (penjumlahan dari skor tiap atribut) yang menghasilkan angka tunggal. Konsep yang menyertai model multiatribut ulility method adalah kesederhanaan dan tidak sulit, hanya dengan menilai memperhitungkan bobot dan menjumlahkan nilai ulitilies tiap atribit dalam masing-masing alternatif. Apabila tidak ada alasan lain maka dipilih alternatif yang mempunyai skor utility keseluruhan yang tertinggi. Aplikasi model multiatribut ulility method banyak terdapat dalam literature manajemen dan pembuat keputusan, misalnya 80
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
penentuan anggaran untuk dinas kesehatan, keputusan pekerjaan yang dipilih oleh para pencari kerja, keputusan penerimaan mahasiswa di universitas, pemilihan lokasi pabrik oleh pimpinan perusahaan, keputusan tentang penggunaan tanah (land use) oleh tim perencanaan regional, dan penugasan personil militer di berbagai instansi milirer (Azhar Kasim, 2004) Meskipun model multiatribut ulility method tidak cocok untuk memecahkan semua jenis masalah, tetapi secara konseptual model ini dapat diterapkan untuk setiap jenis keputusan. Model ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti keputusan manusia (judgment), tetapi sebagai alat pembantu untuk manusia dalam membuat keputusan. Khususnya, pengguna model ini memungkinkan para pembuat kepurusan untuk membuat keputusan (judgment) secara lebih sistematis dibandingkan jika mereka membuat keputusan tanpa alat bantu sama sekali. Apakah model multiatribut ulility method ini valid? apakah model ini benar-benar mewakili apa yang diinginkan sebenarnya sebagai patokan untuk mengukur utility” atau keputusan yang telah diambil?, Huber, Daneshgar dan Ford (1971) menunjukan hasil studi yang memberikan jawaban “ya” terhadap pertanyan tersebut di atas. Hasil yang mereka dapatkan sebanyak 26 dari 30 pencari pekerjaan yang memilih pekerjaan dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan model ini ternyata mengatakan bahwa mereka puas dengan pekerjaan yang dipilih (setelah 5 bulan kemudian). Salah satu teknik yang digunakan dalam model multiatribut ulility method adalah SMART (Simple Multi Atribut Rating Technique), SMART merupakan metode pengambilan keputusan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
81
yang multiatribut yang dikembangkan oleh Edward pada tahun 1977. Hal-hal yang dihasilkan oleh teknik ini antara lain: Teknik pembuatan keputusan multiatribut ini digunakan untuk mendukung pembuat keputusan dalam memilih antara beberapa alternatif. Setiap pembuat keputusan harus memilih sebuah alternatif yang sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Setiap alternatif terdiri dari sekumpulan atribut dan setiap atribut mempunyai nilai-nilai. Nilai ini dirata-rata dengan skala tertentu. Setiap atribut mempunyai bobot yang menggambarkan seberapa penting ia dibandingkan dengan atribut lain. Pembobotan dan pemberian peringkat ini digunakan untuk menilai setiap alternatif agar diperoleh alternatif terbaik. SMART lebih banyak digunakan karena kesederhanaannya dalam merespon kebutuhan pembuat keputusan dan caranya menganalisa respon. Analisa yang terlibat adalah transparan sehingga metode ini memberikan pemahaman masalah yang tinggi dan dapat diterima oleh pembuat keputusan Pembobotan pada SMART menggunakan skala antara 0 sampai 1, sehingga mempermudah perhitungan dan perbandingan nilai pada masing-masing alternatif
82
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Proses Pemodelan SMART a) Mengidentifikasi masalah keputusan b) Mengidentifikasi alternatif-alternatif yang mungkin c) Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk mencapai keputusan yang baik d) Memberi bobot pada setiap kriteria e) Menghitung normalisasi bobot kriteria f) Memberi penilaian pada setiap kriteria untuk setiap alternatif g) Menentukan nilai utility setiap kriteria dari setiap alternatif h) Menghitung penilaian terhadap setiap alternatif Mengidentifikasi masalah keputusan Pendefinisian masalah harus dilakukan untuk mencari akar masalah dan batasan-batasan yang ada. Keputusan seperti apa yang akan diambil harus didefinisikan terlebih dahulu, sehingga proses pengambilan keputusan dapat terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Pendefinisian pembuat keputusan (decision maker) dilakukan agar pemberian nilai terhadap kriteria dapat sesuai dengan kepentingan kriteria tersebut terhadap alternatif.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
83
Mengidentifikasi alternatif-alternatif yang mungkin Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, maka dapat ditentukan alternatif-alternatif yang mungkin dipilih untuk tujuan yang telah dirumuskan Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk mencapai keputusan yang baik Kriteria-kriteria ditentukan berdasarkan keputusan yang ingin dicapai. Kriteria yang ditentukan harus membedakan antar alternatif Memberi bobot pada setiap kriteria Pemberian bobot diberikan dengan nilai yang dapat ditentukan sendiri oleh user. Menghitung normalisasi bobot kriteria Perhitungan ini dilakukan untuk mendistribusikan nilai satu ke setiap kriteria. Jadi untuk semua bobot kriteria mempunyai nilai total satu. Memberi penilaian pada setiap kriteria untuk setiap alternatif Pada tahap ini, setiap kriteria yang ada dihitung nilai sebenarnya untuk masing-masing alternatif. Penilaian setiap kriteria dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Menentukan nilai utility setiap kriteria dari setiap alternatif Tahap ini adalah memberikan suatu nilai pada semua kriteria untuk setiap alternatif dengan nilai yang berskala 0 sampai 1. 84
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Pemberian nilai ini dilakukan berdasarkan nilai sebenarnya yang telah didapat pada langkah f dilihat dengan menggunakan fungsi utility-nya. Menghitung penilaian terhadap setiap alternatif Perhitungan nilai untuk setiap alternatif dilakukan dengan mengalikan setiap kriteria yang telah dikonversi ke nilai utility dengan nilai bobot normalisasi setiap kriteria. Untuk setiap alternatif, nilai semua kriteria ditambahkan dan yang memiliki nilai terbesar akan menjadi keputusan yang terbaik. Pemilihan metode SMART Sederhana Perhitungan pada metode SMART sangat sederhana sehingga tidak memerlukan perhitungan matematis yang rumit yang memerlukan pemahaman yang matematika yang kuat Transparan Proses dalam menganalisa alternatif dan kriteria dalam SMART dapat dilihat oleh user sehingga user dapat memahami bagaimana alternatif tertentu dapat dipilih. Alasan-alasan bagaimana alternatif itu dipilih dapat dilihat dari prosedurprosedur yang dilakukan dalam SMART mulai dari penentuan kriteria, pembobotan, dan pemberian nilai pada setiap alternatif.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
85
REFERENSI; Edwards W. and Barron F.H. (1994), „SMARTS and SMARTER: improved simple methods for multiatribut utility measurement‟, Organizational Behavior and Human Decision Processes. Eisner R. and Jeffreys I. (2001), Facilitator: Multi-criteria Decision Support Tool – User’s Manual, distributed with the Facilitator software, Department of Natural Resources and Mines, Brisbane. Kasim, Azhar. (2004). Peningkatan Kemampuan Pembuatan keputusan. Modul ADNI4531. Universitas Trebuka.
86
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KESEMBILAN
MODEL EVALUASI GOAL FREE
Sebelum mendefinisikan pengertian evaluasi program pendidikan, alangkah baiknya dikemukakan lebih dulu pengertian evaluasi itu sendiri. Evaluasi berasal dari kata ‘evaluation’ dalam bahasa Inggris. Suchman (dalam Anderson 1975) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Stufflebeam (dalam Fernandes 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Evaluasi program adalah proses deskripsi , pengumpulan data dan penyampaian informasi kepada pengambil keputusan yang akan dipakai untuk pertimbangan, apakah program perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan. Jadi evaluasi program pendidikan adalah aktivitas atau proses untuk memperoleh informasi guna menentukan keberhargaan suatu program , produk, prosedur, tujuan, dan kegunaan dari suatu disain alternatif dalam bidang pendidikan. Selanjutnya evaluasi program pendidikan secara formal menurut Worthen & Sanders (1987), adalah:
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
87
(1) Menyiapkan dasar untuk membuat keputusan dan kebijakan (2) Melakukan assesmen terhadap prestasi siswa (3) Mengevaluasi kurikulum (4) Melakukan akreditas sekolah (5) Memonitor pengeluaran dari dana masyarakat (6) Memperbaiki materi dan program pendidikan Maksud atau Tujuan Evaluasi Program Purwanto dan Atwi Suparman ( 1999:30-34) mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada empat maksud atau tujuan dilaksanakannya evaluasi program yaitu: (1) Mengkomunikasikan program kepada masyarakat luas : hasil evaluasi berupa angka-angka disertai penjelasan atau maknanya disampaikan kepada masyarakat, sehingga memberikan informasi yang komprehensif. Laporan kepada masyarakat hendaknya disertai dengan tujuan program dan seberapa jauh tujuan telah dicapai, dengan demikian masyarakat dapat menilai tentang efektivitas program serta memberi dukungan yang diperlukan (2) Menyediakan informasi bagi pembuat keputusan : pembuat keputusan biasanya memerlukan informasi akurat yang diperoleh dari kegiatan evaluasi yang dilaksanakan secara sistematis. (3) Menyempurnakan program yang ada : suatu evaluasi program yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu upaya-upaya dalam rangka menyempurnakan jalannya program sehingga lebih efektif.
88
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
(4) Meningkatkan partisipasi dan pertumbuhan : dengan adanya informasi hasil evaluasi dari suatu program, maka masyarakat akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi serta ikut mendukung upaya peningkatan dan penyempurnaan program Model-Model Evaluasi Program Ada beberapa model evaluasi yang populer saat ini, di antaranya yaitu: (1) Model Orientasi Tujuan ( goal oriented) oleh Ralph W.Tyler , (2) Model CSE-UCLA (Center for the study of evaluation- University of California in Los Angeles) oleh Fernandes, (3) Model CSE-UCLA versi Alkin, (4) Model Kirkpatrick oleh Donald Kirkpatrick, (5) Model Pengembangan Kirkpatrick oleh Jack J.Phillips, (6) LOGIC Model oleh Jody L.Fizdpatrick, (7) Model Goal Free Evaluation oleh Michael Scriven, dan model-model lainnya. Dalam tulisan ini, penulis fokus hanya membahas salah satu model sesuai dengan judul tulisan yaitu Model Goal Free Evaluation yang dikemukakan oleh Michael Scriven. Pengertian Goal Free Evaluation Goal Free Evaluation adalah evaluasi yang tidak berpijak pada tujuan yang ingin dicapai dari suatu program kegiatan. Hal yang penting bagi konsumen adalah prilaku bagus yang dapat ditampilkan oleh setiap personal yang mengikuti program kegiatan atau barang yang dihasilkan. Dalam konteks evaluasi pendidikan goal free bukan berarti evaluator buta atau tidak mau tahu tentang tujuan program. Namun evaluator membatasi diri untuk tidak fokus pada tujuan MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
89
agar terhindar dari bias. Model Goal Free Evaluation yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat dikatakan berlawanan dengan model yang dikembangkan oleh Tyler. Jika dalam model yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terusmenerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses kemudian melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah tercapai, dalam model ini justru tidak melihat apa yang menjadi tujuan program. Menurut Sriven dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kinerja program tersebut, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebenarnya tidak diharapkan). Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan ialah karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum sebelumnya, maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya. Contoh: Pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa sekolah dasar. Apabila kegiatan demi kegiatan dinilai pada setiap kegiatan mengajar, maka akan diperoleh kemampuan belajar siswa tersebar antara baik sekali, baik, cukup, kurang, kurang sekali atau dapat pula dalam bentuk lulus atau gagal, atau juga dalam bentuk angka/huruf, sehingga dapat dikatakan tujuan telah tercapai atau sebagian telah tercapai. Namun yang tidak terungkap melalui evaluasi berdasarkan tujuan itu adalah, akibat yang terjadi karena 90
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
resiko kegiatan itu sendiri atau hal-hal yang tidak terjangkau pada waktu tujuan dirumuskan. Misalnya ada kemungkinan dengan pemberian bahasa Inggris terlalu dini akan mengurangi kemampuan berbahasa Indonesia dan kebanggaan Nasional. Selanjutnya dalam evaluasi hasil belajar bahasa Inggris tidak semuanya dapat dinilai dengan jumlah butir soal yang terbatas. Scriven menekankan bahwa evaluasi program dan product hendaklah menilai efek nyata dari suatu kegiatan. Ini berarti bahwa evaluasi itu tidaklah terikat hanya pada tujuan yang dirumuskan pada permulaan program, tetapi juga memperhatikan efek nyatanya. Dengan cara ini semua hasil kegiatan dapat diketahui termasuk di dalamnya efek sampingan (side effect) yang ditimbulkan suatu kegiatan. Model evaluasi bebas tujuan ini cocok diterapkan untuk mengevaluasi program diklat atau pembelajaran, ataupun layanan. Ciri-Cirinya Model Goal Free Evaluation fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis. Ada beberapa ciri-ciri ini yaitu: (1) Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program (2) Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan mempersempit fokus evaluasi. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
91
(3) Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan. (4) Hubungan evaluator dan manajer atau dengan anggota proyek dibuat seminimal mungkin. (5) Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan. Kemungkinan akan lebih baik apabila evaluasi yang berorientasi pada tujuan dan evaluasi bebas tujuan dipadukan, karena keduanya akan saling mengisi dan melengkapi. Evaluator internal biasanya melakukan evaluasi yang berorientasi pada tujuan, karena ia sulit menghindar, atau mau tidak mau ia akan mengetahui tujuan program. Manajer program jelas ingin mengetahui sampai seberapa jauh tujuan program telah dicapai, dan evaluator internal akan dan harus menyediakan informasi untuk manajernya. Namun selain itu, perlu diketahui bahwa pihak luar yang ingin menilai program bukan hanya untuk mengetahui apa mutunya, tetapi juga untuk mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilakukan di semua bagian, pada semua yang telah dihasilkan, baik secara sengaja ataupun tidak. Dan ini merupakan tugas utama evaluator bebas tujuan. Jadi, kedua evaluasi ini dapat bekerja sama dengan baik. Alasan Perlunya Goal Free Evaluation Evaluasi harus mengukur pengaruh program dan didasarkan pada kriteria program. Secara esensial evaluasi diartikan sebagai pengumpulan data secara umum tentang pengaruh aktual. Evaluasi menilai pentingnya pengaruh tersebut dalam mencapai kebutuhan yang ditentukan. Ada empat alasan untuk melakukan evaluasi bebas tujuan, yaitu: (1) Untuk menghindari resiko dari 92
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
keterbatasan tujuan program dan menghindari hilangnya hasilhasil kegiatan yang tidak terantisipasi, (2) Untuk mengubah konotasi negatif dari dampak yang tidak dikehendaki, (3) Untuk mengurangi bias pemikiran dalam evaluasi, dan (4) Menjaga objektivitas dan independensi evaluator (Purwanto dan Atwi Suparman, 1999: 16-17). Evaluasi ini ingin melihat dampak menyeluruh dari program. Dalam rangka mengevaluasi dampak ini, seluruh dampak, hasil atau outcomes dari program harus ditentukan dan diukur. Evaluasi ini harus melihat pada hasil yang dikehendaki ataupun hasil lain yang tidak dikehendaki. Tujuannya adalah untuk menentukan hal-hal positif dan negatif apa saja yang telah dihasilkan suatu program. Model evaluasi ini beranggapan bahwa evaluator justru akan bekerja lebih baik apabila mereka tidak pernah mengetahui atau membebaskan diri sebelumnya dari tujuan program, karena menurut model ini seringkali apabila evaluator telah mengetahui tujuan program, maka ia akan cendrung mengabaikan segala informasi yang mendukung tujuan program, dan tidak peduli bagaimana sesungguhnya program dilaksanakan, atau bagaimana dampak terhadap klien. Evaluator membandingkan hasil aktual dengan tujuan program untuk menilai ada tidaknya manfaatnya. Tahapan pokok evaluasi bebas tujuan ini adalah suatu need assessment untuk target populasi, dan kemudian mengadakan suatu analisis kinerja dari program dan kinerja yang terkait dengan tujuan. Berikut ini disajikan beberapa contoh penerapan model evaluasi bebas tujuan seperti:
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
93
(1) Bila evaluator ingin mengetahui faktor -faktor apa saja yang membuat sekolah A dianggap sebagai sekolah unggulan, maka ia harus meneliti siswanya, guru- gurunya, lokasi sekolahnya, fasilitasnya, dll. (2) Evaluasi terhadap Program Wajib Belajar 9 Tahun (3) Evaluasi terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) (4) Dan contoh-contoh khususnya
lainnya
di
bidang
pendidikan
Keunggulan dan kelemahan Keunggulan 1. Evaluator tidak perlu memperhatikan secara rinci tiap komponen tetapi hanya menekankan pada bagaimana mengurangi prasangka (bias). 2. Model ini menganggap pengguna sebagai audiens utama. Melalui model ini, Scriven ingin evaluator mengukur kesan yang didapat dari sesuatu program dibandingkan dengan kebutuhan pengguna. Kelemahan 1. Diperlukan evaluator yang benar-benar kompeten untuk dapat melaksanakan model evaluasi ini. 2. Gagal untuk menyelesaikan permasalahan dalam hal bagaimana memperoleh standar. 3. Langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam evaluasi, hanya menekankan pada objek sasaran saja. 94
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
Goal Free Evaluation adalah evaluasi yang tidak berpijak pada tujuan yang ingin dicapai dari suatu program kegiatan, namun fokus memperhatikan bagaimana kinerja suatu program , dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebenarnya tidak diharapkan). Model Goal Free Evaluation memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Model Goal Free Evaluation ini fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis. Goal Free Evaluation cocok diterapkan untuk mengevaluasi program diklat atau pembelajaran, dan layanan . DAFTAR PUSTAKA http://www.scribd.com/doc/41291941/EVALUASIPENDIDIKAN http://husnulkhotimah5.blogspot.com/2010_02_01_archive.html Muzayanah.2011. Evaluasi Program Pendidikan. PPS UNJ Jakarta. Purwanto dan Atwi Suparman.1999. Evaluasi Program Diklat. Jakarta : STIA-LAN Press. Tayibnapis, Farida Yusuf.2000.Evaluasi Program.Jakarta: Rineka Cipta.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
95
96
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KESEPULUH
MODEL EVALUASI MAUT (Multi-Attribute Utility Theory)
Dalam bidang pendidikan ada beberapa evaluasi yaitu ada yang makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang makro untuk mengkaji tentang program pendidikan sedangkan yang mikro diperuntukkan untuk mengkaji tingkat di kelas. Jadi disini untuk melihat bagaimana pembelajaran dimana guru mempunyai tanggung jawab menyusun dan melaksanakan pembelajaran di kelas. Evaluasi mempunyai makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Evaluasi merupakan suatu proses yang menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan dalam mengambil suatu keputusan. Jadi evaluasi merupakan suatu proses dalam mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Banyak model evaluasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan antaranya Logic Model (Jody L Fizdpatrick), Discrepancy Model (Macom Provus), CSE – UCLA (Alkin), Kirkpatrick (Donald Kirkpatrick) dan masih banyak lagi yang lainnya. Selanjutnya akan dibahas salah satu model evaluasi yaitu model MAUT (Multy-Attribute Utility Theory).
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
97
Multy-Attribute Utility Theory (MAUT) adalah merupakan etiket untuk kelompok metode. Metode Ini berarti untuk menganalisis situasi dan mengkreasi kan suatu proses evaluasi. MAUT dapat diterapkan dalam semua jenis situasi keputusan dan sering digunakan di bagian teknis dan evaluasi program pengadaan. Selain itu MAUT memang khusus dirancang untuk menjawab berbagai pertanyaan dan menentukan pilihan yang baik. Selain itu MAUT juga merupakan metode yang kompleks dalam mengevaluasi suatu program dimana biasanya lebih banyak dipergunakan pada bidang sosial, olah raga atau bidang kesehatan. PENGERTIAN MAUT MAUT adalah serangkaian prosedur yang dilaksanakan untuk membuat penilaian subyektif dari berbagai penentu kebijakan untuk mengambil keputusan yang hasilnya nanti akan menentukan keberhasilan sesuai dengan yang telah direncanakan. Disamping itu juga analisis yang dilakukan dapat memberikan informasi kinerja yang berguna bagi pemakai kebijakan. Dalam hal ini yang dilakukan adalah: -
Menentukan nilai Analisis tentang kinerja kebijakan Evaluasi program pengadaan
Atribut adalah suatu ciri atau karakteristik yang memiliki yang dimiliki oleh suatu alternatif, baik alternatif subyektif maupun alternatif lainnya. Setiap atribut mempunyai bobot sendiri yang tidak sama dengan atribut lain. Utility adalah suatu alternatif yang digunakan untuk menentukan kriteria tertentu. Dalam hal ini kriteria nilai, hasil dan
98
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
kriteria kepuasan. Selain itu juga sebagai suatu pendekatan sistemik untuk bahan pertimbangan. DEFINISI MAUT Dengan melihat pengertian tentang MAUT (MultiAttribute Utility Theory), maka dapat dibuat suatu rumusan definisi yaitu MAUT adalah suatu teknik pembuatan keputusan yang menggunakan banyak kriteria (atribut). PENENTUAN KRITERIA Untuk menentukan kriteria pada model MAUT dibutuhkan beberapa hal yang harus ditempuh antara lain: Memperhitungkan faktor-faktor alternatif keputusan
subyektif
terhadap
Selain itu menilai dan memperhotungkan bobot serta menjumlahkan nilai utility tiap atribut dalam setiap alternatif. Disamping itu juga membuat keputusan secara sistematis. MENGAMBIL KEPUTUSAN Dalam mengambil keputusan yang dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan metode yang sudah dilaksanakan harus mengidentifikasikan atribut dengan cara: Mencari akar permasalahan dan batasan-batasan yang kemudian dibuat definisinya.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
99
Setelah didefinisikan kemudian diarahkan agar tidak menyimpang dari tujuan. Kemudian dibuat keputusan yang sesuai dengan kriteria alternatif. Setelah atribut tersebut diidentifikasikan harus juga dilakukan menentukan utility dari tiap-tiap atribut yaitu dengan cara: Memberikan nilai kriteria Memberikan nilai fungsi utility LANGKAH–LANGKAH YANG DILAKUKAN DALAM METODE MAUT: 1. Pecah sebuah keputusan ke dalam dimensi yang berbeda. Setiap keputusan yang diambil harus dibuat kriteria-kriteria tersendiri sehingga akan lebih mudah dalam mengevaluasinya. 2. Tentukan bobot relatif pada masing-masing dimensi. 3. Daftar semua alternatif, baik alternatif subyektif maupun alternatif-alternatif lainnya. 4. Masukkan utility untuk masing-masing alternatif sesuai atributnya. 5. Kalikan utility dengan bobot untuk menemukan nilai masing-masing alternatif.
100
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
KESIMPULAN 1. Dalam evaluasi perlu ditentukan model yang tepat sehingga yang akan dievaluasi mendapatkan hasil yang baik sehingga dapat memukan apakah program tersebut diteruskan atau dihentikan. 2. Walaupun mengalami banyak hambatan tetapi bilamana pada tahap penyusunan desain perencanaan diterapkan langkah-langkah yang berlaku dalam meode tersebut maka proigram selanjutnya akan berjalan lancar. 3. Dalam mengindentifikasikan atribut-atribut dalam model MAUT para evaluator harus mengevaluasi alternatif terlebih dahulu. 4. Utility harus ditentukan untuk tiap-tiap atribut yang dipakai sebagai evaluasi terhadap pengambilan keputusan dalamn pengambilan keputusan. REFERENSI Popham, W.J. Educational Evaluation. NJ: Prentice Hall, 1988 Posavac, Emil J & Raymond Carey. Program Evaluation: Method and Case Studies. NJ: Prentice Hall, 1992 Pribadi, Benny A. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat, 2009 Purwanto & Atwi Suparman, Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Press,1999 Widoyoko, S. Eko Putro. Evaluasi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Program
Pembelajaran.
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
101
102
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
BAGIAN KESEBELAS
MODEL EVALUASI CIPP (CONTEXT, INPUT, PROCESS, PRODUCT)
Evaluasi, dari awal kemunculannya sampai dengan saat ini terus mengalami perkembangan. Evaluasi merupakan istilah baru dalam kajian keilmuan yang telah berkembang menjadi disiplin ilmu sendiri. Walaupun demikian, bidang kajian evaluasi ternyata telah banyak memberikan manfaat dan kontribusinya didalam memberikan informasi maupun data, khususnya mengenai pelaksanan suatu program tertentu yang pada gilirannya akan menghasilkan rekomendasi dan digunakan oleh pelaksana program tersebut untuk menentukan keputusan, apakah program tersebut dihentikan, dilanjutkan, atau ditingkatkan lebih baik lagi. Dan saat ini, evaluasi telah berkembang menjadi tren baru sebagai disiplin ilmu baru dan sering digunakan oleh hampir semua bidang dalam suatu program tertentu seperti,evaluasi program training pada sebuah perusahaan, evaluasi program pembelajaran dalam pendidikan, maupun evalausi kinerja para pegawai negeri sipil pada sebuah instansi tertentu. Dalam implementasinya ternyata evaluasi dapat berbeda satu sama lain, hal ini tergantung dari maksud dan tujuan dari evaluasi tersebut dilaksanakan. Seperti evaluasi program pembelajaran tidak akan sama dengan evaluasi kinerja pegawai. MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
103
Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan dituan untuk melihat sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu sediri. Sedangkan evaluasi kinerja pegawai dilakukan dengan tujuan untuk melihat kualitas, loyalitas, atau motivasi kerja pegawai, sehingga akan menentukan hasil produksi. Dengan adanya perbedaan tersebut lahirlah beberapa model evaluasi yang dapat menjadi pertimbangan evaluator dalam melakukan evaluasi. Dari beberapa model evaluasi yang ada, penulis hanya akan membahas model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam. Model evaluasi CIPP dalam pelaksanaannya lebih banyak digunakan oleh para evaluator, hal ini dikarenakan model evaluasi ini lebih komprehensif jika dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Model evaluasi ini dikembangkan oleh Daniel Stuffleabem, dkk (1967) di Ohio State University. Model evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi. Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Tujuannya adalah untuk membantu administrator (kepala sekolah dan guru) didalam membuat keputusan. Menurut Stufflebeam, (1993 : 118) dalam Eko Putro Widoyoko mengungkapkan bahwa, “ the CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but improve.” Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam 104
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. Berikut ini akan di bahas komponen atau dimensi model CIPP yang meliputi, context, input, process, product. 1. Context Evaluation (Evaluasi Konteks) Stufflebeam (1983 : 128) dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekutan dan kelemahan yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Dalam hal ini suharsimi memberikan contoh evaluasi program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) dalam pengajuan pertanyaan evaluasi sebagai berikut : a) Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya jenis makanan dan siswa yang belum menerima ? b) Tujuan pengembngan apakah yang belum tercapai oleh program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena adanya makanan tambahan ? c) Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu mnegembangkan masyarakat, misalnya kesadaran orang tua untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anaknya ?
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
105
d) Tujuan-tujuan manakah yang paling mudah dicapai, misalnya pemerataan makanan, ketepatan penyediaan makanan ? 2. Input Evaluation (Evaluasi Masukan) Tahap kedu dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini adalah: a) Apakah makanan yang diberikan kepada siswa berdampak jelas pada perkembangan siswa ? b) Berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati atas makanan tambahan itu ? c) Bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima makanan tambahan ? d) Seberapa tinggi kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan tambahan ? Menurut Stufflebeam sebagaimana yang dikutip Suharsimi Arikunto, mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan.
106
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
3. Process Evaluation (Evaluasi Proses) Worthen & Sanders (1981: 137) dalam Eko Putro Widoyoko menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan : “ 1) do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, 2) to provide information for programmed decision, and 3) to maintain a record of the procedure as it occurs “. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut : a) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal ? b) Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggung menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan ? MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
107
c) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal ? d) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan ? 4. Product Evaluation (Evaluasi Produk/Hasil) Sax (1980 : 598) dalam Eko Putro Widoyoko memberikan pengertian evaluasi produk/hasil adalah “ to allow to project director (or techer) to make decision of program “. Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut Farida Yusuf Tayibnapis (2000 :14) dalam Eko Putro Widoyoko menerangkan, evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan. Dari pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpuan bahwa, evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan. Pada tahap evaluasi ini diajukan pertanyaan evaluasi sebagai berikut :
108
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
a) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai ? b)
Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan ?
c) Dalam hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat dipenuhi selama proses pemberian makanan tambahan (misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran makanan, dan ketepatan waktu pemberian) ? d) Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan ini ? Kelebihan dan Kekurangan Model Evaluasi CIPP Menurut Eko Putro Widoyoko model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, dan hasil. Selain kelebihan tersebut, di satu sisi model evaluasi ini juga memiliki keterbatasan, antara lain penerapan model ini dalam bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tidak adanya modifikasi. DAFTAR BACAAN Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009)
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
109
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009) Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran : Prinsip, Teknik, dan Prosedur, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009) Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, cetakan kedua, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009)
110
MODEL EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN