VOLUME 4 NOMOR 2 JULI – DESEMBER 2016 Pengarah
: Ir. Qamarul Fattah, MM
Penanggung Jawab
: Drs. Hasan Basri, MM
Koordinator/Pimpinan Redaksi
: Dra. Siti Mahrani Hasibuan
Ketua
: Bahrian Effendi, S.Sos., M.Si
Mitra Bebestari
: Dr. Muhyarsyah, SE., M.Si Syafrida Hani, SE., M.Si Dr. Muhammad Said Siregar, M.Si
Sekretaris
: Titri Suhandayani, S.Sos
Dewan Redaksi
: Triratih Handayani, SH., MAP Edward Sembiring, S.Sos Toga Aruan, SE
Staf Redaksi
: Ir. Sulfan Nasution Wiwit Suryani, S.IP Budi Hariono, SSTP Yuni Rahma Astuti Ritonga
Editor & Design
: Azuar Juliandi, SE., M.Si Muhammad Marwan, S.Sos
Distributor
: Juliana Pasaribu, SE Ir. Netti Efridawati Purba Osa Mestika DN, AMd
Alamat Redaksi
: Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan Email:
[email protected]
Penerbitan Jurnal Pembangunan Perkotaan bertujuan memajukan kegiatan penelitian di bidang pembangunan perkotaan. Jurnal Pembangunan Perkotaan ini terbit enam bulan sekali dalam satu tahun yakni bulan Juni dan Desember. Redaksi menerima sumbangan tulisan ilmiah dan artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris minimal 15 halaman maksimal 30 halaman kwarto. Naskah yang dimuat tidak harus sejalan dengan pendapat redaksi. Redaksi berhak menyunting sejauh tidak merubah atau mengganti isi dan makna tulisan ilmiah yang diterima.
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan perkenanNya, Jurnal Pembangunan Perkotaan yang dikelola Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan untuk Volume 4 Nomor 2 Edisi JuliDesember 2016 dapat diterbitkan. Jurnal Pembangunan Perkotaan ini memuat pemikiran ilmiah, hasil-hasil kelitbangan atau tinjauan kepustakaan bidang Pembangunan Perkotaan. Dalam edisi kali ini redaksi menyajikan 10 (sepuluh) karya tulis ilmiah yaitu: Pengaruh Informasi Akuntansi Manajemen Terhadap Pengambilan Keputusan Manajerial Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Produk Unggulan Dinas Koperasi Dan UMKM Kota Medan, Pengaruh Displin Kerja, Kepemimpinan, Komunikasi Interpersonal Dan Mutasi Personal Terhadap Kinerja Pegawai Di Sekretariat Pemerintah Kota Medan, Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT. Pos Indonesia ( Persero) Medan, Kajian Alternatif Mewujudkan Kota Medan Sebagai Destinasi Wisata Nasional Dan Regional, Analisis Kinerja Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan, Analisis Potensi Penerimaan Dan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Di Kota Medan, Dampak Program Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru, Kelangkaan Dan Terpenuhinya Kebutuhan Manusia Dalam Perspektif Islam Dan Sains, Pengaruh Kepemimpinan Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara (Setdaprovsu), Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Di Sumatera Utara. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga Jurnal Pembangunan Perkotaan ini dapat diterbitkan. Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pengambil kebijakan serta tambahan informasi untuk peningkatan ilmu pengetahuan.
Salam Redaksi
Pengaruh Informasi Akuntansi Manajemen Terhadap Pengambilan Keputusan Manajerial Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Produk Unggulan Dinas Koperasi Dan UMKM Kota Medan (Yenni Ramadhani Harahap dan Muhyarsyah) (1-16) Pengaruh Displin Kerja, Kepemimpinan, Komunikasi Interpersonal Dan Mutasi Personal Terhadap Kinerja Pegawai Di Sekretariat Pemerintah Kota Medan (Aulia Arief Nasution dan Alvin Fahlevi)
(17-28)
Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT. Pos Indonesia ( Persero) Medan (Dini Vientiany dan Putri Dwi Utami)
(29-42)
Kajian Alternatif Mewujudkan Kota Medan Sebagai Destinasi Wisata Nasional Dan Regional (Femmy I Dalimunthe, Rita M Setianingsih, Agus)
(43-54)
Analisis Kinerja Pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan (Fitri Wahyuni)
(55-68)
Analisis Potensi Penerimaan Dan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Di Kota Medan (Heny Triastuti Kurnia Ningsih dan Azhari Kurniawan)
(69-79)
Dampak Program Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru (Jemmy Rumengan)
(80-87)
Kelangkaan Dan Terpenuhinya Kebutuhan Manusia Dalam Perspektif Islam Dan Sains (Saprinal Manurung)
(88-97)
Pengaruh Kepemimpinan Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara (Setdaprovsu) (Muslih dan Ade Sylvia) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Di Sumatera Utara (Sri Rahayu dan Kartini)
(98-107)
(108-117)
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI MANAJEMEN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJERIAL PADA USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) PRODUK UNGGULAN DINAS KOPERASI DAN UMKM KOTA MEDAN Yenni Ramadhani Harahap1) dan Muhyarsyah2) 1) Politeknik Ganesha 2) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Surel:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the description of the management accounting information that has been applied Small Business Micro and Medium Enterprises (SME) Featured Product Office of Cooperative Micro Small Medium Enterprises (SMEs) of Medan, where the management accounting information visits is the information full accounting, accounting information differential, accounting information. In addition, this study also to know how to influence management accounting information on managerial decision making either partially or simultaneously. In this study, researchers used quantitative research approach with this type of survey. The survey method used in this research is descriptive and eksplanatif (associative). As for the population in this study is all respondents in SMEs totaling 30 respondents and sample in this research is all respondents. The data were collected by distributing a questionnaire to the MSMEs. Mechanical analysis of the data submitted are multiple linear regression, and hypotheses. The results showed that the accounting information is full, differential accounting information, accounting information does not affect the managerial decision making SMEs either partially or simultaneously. However, the application of management accounting information on SMEs as a whole largely been applied once a month by 40% and managerial decision making is quite often take on managerial decision quickly and accurately. Keywords: Information, accounting, managerial, SMEs.
management
decision,
decisions,
Pendahuluan Dalam menghadapi tantangan bisnis baru AEC 2015, UMKM perlu mempunyai kebijakan atau keputusan yang terarah dan mampu menjalankan fungsinya agar semuanya dapat berjalan sesuai rencana dan pada akhirnya tercapai tujuan perusahaan. Untuk mengambil keputusan yang tepat ini, UMKM
memerlukan informasi terperinci tentang operasi perusahaan. Sehingga, informasi merupakan sarana yang sangat penting untuk membantu mengembangkan dan menggerakan kegiatan perusahaan. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu perusahaan tergantung pada sistem informasi
[1]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
akuntansi manajemen (Mulyadi dalam Pamungkas, 2008). Manajemen akan sangat terbantu dengan penggunaan informasi akuntansi yang baik dan akan membantu pihak manajemen dalam pengambilan keputusan yang efektif. Sehingga UMKM mampu meminimalisir ketidakpastian dan mengurangi resiko dalam memilih alternatif. Ketidakpastian merupakan ciri situasi keputusan yang paling sering dijumpai dalam manajemen modern. Hal ini disebabkan karena pengambil keputusan tidak mengetahui dari sifat-sifat alternatif yang tersedia, sehingga menimbulkan kesulitan dalam proses pengambilan keputusan (J. Supranto, 2005). Hasil penelitian Aceng dan Citra (2014) yang berpendapat adapun informasi yang dapat digunakan perusahaan khususnya UMKM adalah informasi akuntansi manajemen dimana pengumpulan/pencatatan informasi tersebut harus dilakukan secara kontinyu agar terhindar dari keterbatasan dana, waktu, tenaga, Akuntansi manajemen berperan dalam menyediakan informasi keuangan bagi penyusunan rencana aktivitas, yang member informasi dasar untuk mengalokasikan sumber daya kepada berbagai aktivitas yang direncanakan. Akuntansi manajemen juga berperan dalam menyajikan informasi umpan balik kepada manajemen mengenai pelaksanaan rencana aktivitas yang telah disusun. Kegiatan perencanaan meliputi pengambilan keputusan pemilihan alternative tindakan dari berbagai alternative yang mungkin dilaksanakan di masa yang akan dating. Pengambilan keputusan itu sendiri pada dasarnya meliputi
kegiatan perumusan masalah, penentuan berbagai alternative tindakan untuk memecahkan masalah tersebut, analisis konsekuensi setiap alternative tindakan tersebut sehingga dapat ditentukan alternative pemilihan terbaik yang akan dilaksanakn di masa yang akan datang. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) produk unggulan Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Medan yang berjumlah 30 usaha yang termasuk salah satu beberapa usaha yang potensial di Kota Medan. Hal ini dikarenakan, usaha ini dinilai cukup layak dalam hal penggunaan tenaga kerja memedai, keterampilan, kualitas, potensi, serta desain yang unik dibandingkan usaha lain sehingga memiliki daya saing untuk memasuki pasar global dan juga berperan pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Adapun beberapa contoh bidang UMKM produk unggulan ini berupa kerajinan tangan, konveksi, souvenir, minuman dan makanan (Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Medan, 2012). Kondisi UMKM banyak yang menyatakan sering kesulitan dalam ekspansi usahanya semenjak masuknya perdagangan bebas. Hal tersebut terungkap dari pernyataan UMKM bahwa terjadi penurunan omzet atau pendapatan/tahun sekitar 20% - 30%. Hal ini diduga dari maraknya produk impor dan/atau produk usaha besar beredar di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan dengan harga yang lebih kompetitif yang membuat konsumen beralih konsumsi terhadap produk impor dan/atau produk usaha besar walaupun dari segi kualitas produk sebenarnya masih lebih baik produk
[2]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
UMKM ini dibanding produk impor (Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera
Utara, 2011). Kondisi tersebut dapat terlihat pada tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan Harga Produk UMKM dengan Produk Impor/Usaha Besar Jenis Produk
Produk UMKM
1. Konveksi (Pakaian Batik) 2. Kerajinan Tangan (Sepatu Kulit) 3. Souvenir (Accesoris) 4. Minuman (Syrup) 5. Makanan (Donut) Sumber : (Data diolah)
Rp.450.000/stel Rp. 250.000/pcs Rp. 10.000/pcs Rp. 25.000/btl Rp.4.000/pcs
Realita yang terjadi pada proses pengambilan keputusan UMKM Produk Unggulan Dinas Koperasi UMKM Kota Medan saat ini masih sering dilakukan atas dasar intuisi. Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu relatif singkat karena hanya melibatkan satu pihak dan lebih tepat untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan seperti memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dan hal – hal lain sering diabaikan (Kasim Azhar, 1995). Dalam pengambilan keputusan secara cepat dan tepat harus menggunakan informasi/data yang akurat dan relevan seperti yang tersaji pada informasi akuntansi manajemen. Dimana hasil informasi tersebut akan diketahui apa yang tidak beres/apa yang beres dalam pengelolaan operasional dan dimana persisnya terjadi. Permasalahan tersebut perlu adanya usaha-usaha pembenahan
Produk Impor/ Usaha Besar Rp.250.000/stel Rp. 180.000/pcs Rp.5.000/pcs Rp.14.000/btl Rp.5.000/pcs
Selisih 250.000 70.000 5.000 11.000 1.000
yaitu dengan melakukan kegiatan dalam menerapkan informasi akuntansi manajemen sebagai salah satu upaya memajukan usaha dalam hal ketepatan si pemilik untuk mengambil sebuah keputusan yang berkualitas dimana outputnya nanti diharapkan membawa kesuksesan pada usahanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis tentang kualitas serta melihat manfaat dari penerapan informasi akuntansi manajemen pada UMKM ini.
Kajian Teori Pengambilan Keputusan Manajerial Santrock (2008: 362) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebuah pemikiran di mana individu mengevaluasi berbagai pilihan dan memutuskan pilihan dari sekian banyak pilihan. Setiadi (2008: 17) menyatakan bahwa pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Pada hakekatnya, pengambilan keputusan
[3]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta dan data penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Akuntan manajemen menolong manajer dalam pengambilan keputusan tidak hanya dengan memasok informasi saja, tetapi juga dengan menggunakan teknik analitis yang membantu manajer memahami implikasi sebuah keputusan (Simamora 2012: 12). Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan yaitu: intuisi, pengalaman, wewenang, fakta dan logika. Menurut Romney (2006: 29) data atau informasi yang digunakan berdasarkan kegiatan usaha terdiri dari: (1) Siklus pendapatan (revenue) mencakup kegiatan penjualan dan penerimaan dalam bentuk uang tunai, (2) Siklus pengeluaran (expenditure) mencakup kegiatan pembelian dan pembayaran dalam bentuk uang tunai, (3) Siklus penggajian sumber daya manusia (payroll) mencakup kegiatan mengontrak dan menggaji pegawai, (4) Siklus produksi mencakup kegiatan mengubah bahan mentah dan buruh menjadi produk jadi, (5) Siklus keuangan mencakup kegiatan untuk mendapatkan dana dari investor dan kreditor dan membayar mereka kembali.
mengemukakan definisi akuntansi manajemen adalah salah satu bidang akuntansi yang tujuan utamanya untuk menyajikan laporan-laporan suatu satuan usaha atau organisasi tertentu untuk kepentingan pihak internal dalam rangka melaksanakan proses manajemen yang meliputi perencanaan, pembuatan keputusan, pengorganisasian dan pengarahan serta pengendalian. Berdasarkan Management Accounting Practices (MAP) Comitte yang dibentuk oleh National Association Accountant (NAA) dalam RAA Supriyono (1993) menyatakan pengertian akuntansi manajemen dalam lingkup yang lebih luas lagi yaitu akuntansi manajemen adalah proses identifikasi, pengukuran, pengumpulan, analisis, penyiapan, dan komunikasi informasi finansial yang digunakan oleh manajemen untuk perencanaan, evaluasi, pengendalian dalam suatu organisasi serta untuk menjamin ketepatan penggunaan sumber–sumber dan pertanggungjawaban atas sumber– sumber tersebut. Akuntansi manajemen juga meliputi penyiapan laporan finansial untuk kelompok non manajemen seperti para pemegang saham, para kreditur, lembaga–lembaga pengaturan dan penguasa perpajakan. Akuntansi manajemen dapat dipandang dari dua sudut yaitu akuntansi manajemen sebagai salah satu tipe akuntansi dan akuntansi manajemen sebagai salah satu tipe informasi (Erlina, 2005) akuntansi manajemen sebagai tipe akuntansi (suatu sistem pengolahan informasi keuangan yang digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan bagi kepentingan pemakai intern organisasi) dan Akuntansi Manajemen sebagai tipe informasi
Informasi Akuntansi Manajemen Informasi merupakan data yang telah diatur dan diproses untuk memberikan arti (Romney, 2006:11). Menurut Ahmad (2007 : 4)
[4]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
(Informasi merupakan suatu fakta, data, pengamatan, persepsi atau sesuatu yang lain yang menambah pengetahuan. Informasi diperlukan oleh manusia untuk mengurangi ketidak pastian dalam pengambilan keputusan). Abdul Halim dan Bambang Supomo (2001: 5) menjelaskan tiga jenis informasi akuntansi manajemen, yaitu: (1) akuntansi penuh (full accounting) yang menghasilkan informasi akuntansi penuh, (2) akuntansi diferensial (differential accounting) yang menghasilkan informasi akuntansi diferensial, (3) akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting) yang menghasilkan informasi akuntansi pertanggungjawaban. Adapun laporan yang dihasilkan informasi akuntansi penuh bersifat laporan rutin. Laporan rutin berisi informasi akuntansi untuk manajemen puncak yang diterbitkan secara bulanan dan kumulatif, tiga bulanan, tengah tahun dan akhir tahun. Periode Laporan rutin diterbitkan setiap perusahaan tidak sama, namun demikian informasi ini biasanya diterbitkan setiap bulan dalam bentuk ikhtisar seperti yang dikemukakan oleh Wilson dan Heckert (1995) dalam Felix (1995) dalam Pamungkas (2008): Laporanlaporan ini mengikhtisarkan pelaksanaan selama suatu periode waktu, biasanya satu bulan, dan setidak-tidaknya dapat memenuhi dua fungsi yang berguna, yaitu memberi informasi kepada manajemen yang lebih tinggi mengenai efektifitas pelaksanaan dan sebagai alat pengecek terhadap current control report. Selanjutnya, Wilson dan Heckert (1995) dalam Felix (1995) dalam
Pamungkas (2008) memberikan beberapa contoh dari laporan rutin (khusus penelitian ini, laporan tersebut juga disesuaikan dengan pendapat L.M. Samryn, 2001) yang biasanya dibuat oleh perusahaan tergantung kondisi perusahaan tersebut antara lain: (1) Analisis perubahan-perubahan dalam laporan laba kotor, (2) Menganilisis penjualan menurut pelanggan atau menurut jenis kotor, (4) Analisis biaya produksi yang berlebihan (5) Analisis perubahan-perubahan kondisi keuangan, (6) Penetapan biaya marjinal. Adapun laporan yang dapat dihasilkan dari informasi akuntansi differensial ini berkaitan atau bersifat laporan tidak rutin. Artinya, laporan tidak rutin tersebut hanya merupakan suatu contoh, yang dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan. Selanjutnya H. Oka A. Yoeti (2004) (khusus penelitian ini, laporan tersebut juga disesuaikan dengan pendapat L.M. Samryn, 2001) menyatakan informasi lain yang diperlukan antara lain: (1) Analisis peluang pasar, (2) analisis dampak inflasi, (3) analisis pulang pokok, (4) analisis pulang tunai, (5) dampak kenaikan biaya operasi terhadap rencana laba, (6) analisis kemampulabaan, (7) analisis kekuatan pesaing, (8) analisis efesiensi biaya operasi, (9) analisis penetapan harga jual dan (10) analisis kebijakan pemerintah. Informasi akuntansi pertanggungjawaban menyajikan informasi mengenai pendapatan, biaya, aktiva yang dikaitkan dengan suatu bagian atau unit di dalam perusahaan. Masing-masing bagian atau unit dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab terhadap bagian yang bersangkutan.
[5]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Bagian tersebut disebut sebagai pusat-pusat pertanggungjawaban. Informasi akuntansi pertanggungjawaban masa lalu bermanfaat untuk menganalisis prestasi dari masing-masing manajer pusat pertanggungjawaban, disamping itu informasi akuntansi pertanggungjawaban masa lalu dapat membantu membangkitkan motivasi para manajer pusat pertanggungjawaban. Informasi akuntansi pertanggungjawaban yang menyangkut masa yang akan datang digunakan untuk kegiatan perencanaan, khususnya perencanaan tahunan yang dikenal dengan nama anggaran. Laporan yang dapat dihasilkan dari kualitas informasi akuntansi manajemen dengan jenis informasi akuntansi pertanggungjawaban seperti yang telah disesuaikan/diadopsi dari pendapat Syamsul (1989) dalam Pamungkas (2008): (1) Laporan analisis efesiensi biaya operasi, (2) Laporan penetapan kompensasi karyawan, (3) Laporan anggaran dan realisasinya Sehingga manfaat dari informasi akuntansi manajemen ini adalah akuntansi manajemen membantu memelihara dan mengendalikan sumberdaya perusahaan, tracking performance, planning, managing costs and price (Martius, 2012). Akuntansi manajemen memiliki tiga tujuan umum (Hansen, 2009:4), (a) Menyediakan informasi untuk perhitungan biaya jasa, produk, atau objek lainnya yang ditentukan oleh manajemen. Oleh karenanya, implementasi penyediaan informasi untuk perhitungan-perhitungan biaya oleh manajemen digunakan untuk mengevaluasi ketepatan keputusan yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya,
memperluas pangsa pasar dan meningkatkan laba, (b) Menyediakan informasi untuk perencanaan, pengendalian, pengevaluasian, dan perbaikan berkelanjutan. Oleh karenanya, informasi dibutuhkan untuk mengidentifikasi berbagai peluang untuk perbaikan dan mengevaluasi kemajuan yang telah dicapai dalam mengimplementasikan berbagai tindakan yang didesain untuk menciptakan perbaikan, (c) Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pentingnya pengambilan keputusan dengan memilih atau beberapa strategi yang paling masuk akal dalam memberikan jaminan pertumbuhan dan kelangsungan hidup jangka panjang bagi perusahaan. Dalam sebuah informasi akuntansi manajemen, masukan (input) berupa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan. Di dalam proses (process) terjadi aktivitas pengumpulan, pengukuran, penyimpanan, analisis, pelaporan dan pengelolaan data atau informasi. Setelah melalui proses, maka menghasilkan keluaran (output) berupa laporan khusus, biaya produk, biaya pelanggan, anggaran, laporan kinerja dan komunikasi pribadi. Hasil keluaran tersebut akan digunakan oleh pihak intern dalam pengambilan keputusan. Penggunaan sistem informasi akuntansi manajemen tidak hanya digunakan pada perusahaan manufaktur, tetapi juga digunakan pada perusahaan perdagangan, jasa dan nirlaba.
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu suatu proses
[6]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui (Kasiran, 2008:149). Dengan metode yang digunakan berupa survey yaitu deskriftf dan asosiatif. Dalam penelitian ini populasi yang menjadi objek penelitian adalah para pemilik UMKM (Produk Unggulan) Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Medan yang terdaftar sebanyak 30 usaha. Indikator pengambilan keputusan manajamen didasaarkan Edi Herman, 2013 : (1) Persoalan keputusan, (2) Informasi relevan, (3) Alternatif tindakan, (4) Analisis alternatif yang fleksibel, (5) Memilih alternatif terbaik, (6) Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya. Indikator Informasi akuntansi penuh, digunakan menurut Wilson dan Heckert (1995) dalam Felix (1995) dalam Pamungkas (2008) (khusus penelitian ini, laporan tersebut juga disesuaikan dengan pendapat L.M. Samryn, 2001) laporan yang dihasilkan dari informasi akuntansi penuh selalu bersifat rutin dan bentuk laporannya berupa laporan penjualan, laporan biaya operasi, laporan daftar piutang dan hutang, laporan persediaan, laporan biaya per unit, laporan pemasukan dan pegeluaran kas, neraca, laporan laba/rugi, laporan penetapan harga jual (normal) Indikator informasi akuntansi diferensial, digunakan menurut H. Oka A. Yoeti (2004) (khusus penelitian ini, laporan tersebut juga disesuaikan dengan pendapat L.M. Samryn, 2001) laporan yang dihasilkan dari informasi akuntansi diferensial bersifat tidak rutin dan bentuk laporannya berupa laporan analsis balik modal (BEP), laporan
dampak kenaikan biaya operasi terhadap rencana laba, laporan penentapan harga jual (khusus), laporan analisis modal kerja. Indikator Informasi akuntansi pertanggungjawaban, digunakan menurut pendapat Syamsul (1989) dalam Pamungkas (2008) laporan yang dihasilkan dari informasi akuntansi pertanggungjawaban bersifat kualitas mengenai keefektifan dari hasil usaha dan bentuk laporannya berupa laporan analisis efesiensi baya operasi, laporan penetapan kompensasi karyawan, laporan anggaran dan realisasinya.
Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Hasil jawaban responden terhadap pertanyaan dari variabel pengambilan keputusan manajerial adalah tidak pernah mengambil keputusan secara cepat dan tepat 10%, sangat jarang mengambil keputusan secara cepat dan tepat 6,7%, jarang mengambil keputusan secara cepat dan tepat 33,3%, sering mengambil keputusan secara cepat dan tepat 36,7%, sangat sering mengambil keputusan secara cepat dan tepat 13,3%. Dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan manajerial pada pelaku UMKM dalam penelitian ini tergolong cukup sering mengambil keputusan manajerial secara cepat dan tepat. Kemudian hasil jawaban responden terhadap pertanyaan dari variabel informasi akuntansi manajemen adalah tidak ada penerapan 6,7%, hanya tiga bulan sekali 16,7%, sebulan sekali 40%, ketika transaksi terjadi 30%, setiap
[7]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
hari 6,6%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan informasi akuntansi manajemen pada pelaku UMKM dalam penelitian ini sebagian besar diterapkan sebulan sekali yaitu 40%. Jawaban responden terhadap pertanyaan dari variabel informasi akuntansi penuh yaitu tidak ada yang menerapkan sebanyak 26,7%, hanya tiga bulan sekali 33,3%, sebulan sekali 30%, ketika transaksi terjadi 0%, setiap hari 10%. dapat disimpulkan bahwa penerapan informasi akuntansi penuh pada pelaku UMKM dalam penelitian ini paling banyak dilakukan tiga bulan sekali sebesar 33,3%. Adapun hasil dari jawaban responden terhadap pertanyaan dari variabel informasi akuntansi diferensial yaitu tidak ada yang menerapkan 20%, hanya tiga bulan sekali 20%, sebulan sekali 33,3%, ketika transaksi terjadi 16,7%, setiap hari 10%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan informasi akuntansi diferensial pada pelaku UMKM
dalam penelitian ini paling banyak dilakukan sebulan sekali sebesar 33,3%. Sedangkan hasil jawaban responden terhadap pertanyaan sebagai indikator dari variabel informasi akuntansi diferensial yaitu tidak ada yang menerapkan 6,7%, hanya tiga bulan sekali 23,3%, sebulan sekali 30%, ketika transaksi terjadi 20%, setiap hari 20%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan informasi akuntansi diferensial pada pelaku UMKM dalam penelitian ini paling banyak dilakukan sebulan sekali sebesar 30%. Untuk analisis dengan menggunakan statistik maka digunakan alat bantu program SPSS untuk mendapatkan output yang akan digunakan sebagai dasar analisis statistik. Berdasarkan output di tabel 2 dapat dirumuskan persamaan regresi nya adalah :
Tabel 2 Coefficientsª Model
1
(Constant) X1AktPenuh X2AktDifferensial X3AktPertanggungjawaban
Unstandardized Coefficients B Std. Error 19.017 6.996 .151 .212 -.062 .270 .176 .291
Standardized Coefficients Beta .163 -.046 .138
T 2.718 .712 -.229 .605
Sig. .012 .483 .820 .551
Collinearity Statistics Tolerance VIF .723 .934 .720
1.383 1.071 1.388
Sumber: Data (Diolah)
Y = 19,017 + 0,151X1 – 0,062X2 + 0,176X3 Persamaan regresi tersebut tersebut dapat dimaknai bahwa : Konstanta sebesar 19,017 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan maka rata-rata pengambilan keputusan manajerial sebesar 19,017.
[8]
Koefesien regresi informasi akuntansi penuh sebesar 15,1% menyatakan bahwa setiap peningkatan informasi akuntansi penuh sebesar 1% akan meningkatkan cara pengambilan keputusan manajerial 15,1%. Koefesien regresi informasi akuntansi differensial sebesar 6,2% menyatakan bahwa setiap peningkatan informasi akuntansi
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
differential 1% maka variabel pengambilan manajerial akan menurun sebesar 6,2%. Koefesien regresi informasi akuntansi pertanggungjawaban sebesar 17,6% menyatakan bahwa setiap peningkatan informasi akuntansi pertanggungjawaban 1% maka variabel pengambilan keputusan akan meningkat sebesar 17,6%. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan signifikansi sebesar 5% . Berdasarkan tabel 1.2 diketahui bahwa variabel informasi akuntansi penuh mempunyai nilai t hitung 0,712 dan nilai probabilitas (Sig.) 0,483 dengan t tabel 1,70329 dan taraf signifikansi 5% atau 0,05. Hal ini berarti nilai t hitung 0,712 lebih kecil dari nilai t tabel 1,70329 dan nilai Sig. 0,483 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga variabel informasi akuntansi penuh tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan ada pengaruh informasi akuntansi penuh terhadap pengambilan keputusan manajerial pada UMKM ditolak. Selanjutnya diketahui bahwa variabel informasi akuntansi diferensial mempunyai nilai t hitung
–0,229 dan nilai probabilitas (Sig.) 0,820 dengan t-tabel 1,70329 dan taraf signifikansi 5% atau 0,05. Hal ini berarti, nilai t hitung sebesar – 0,229 lebih kecil dari nilai t tabel 1,70329 dan nilai Sig. 0,820 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga variabel informasi akuntansi penuh tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan ada pengaruh informasi akuntansi diferensial terhadap pengambilan keputusan manajerial pada UMKM ditolak. Seperti sebelumnya berdasarkan tabel 1.2 diketahui bahwa variabel informasi akuntansi pertanggungjawaban mempunyai nilai t hitung 0,605 dan nilai probabilitas (Sig.) 0,551 dengan t tabel 1,70329 dan taraf signifikansi 5% atau 0,05. Hal ini berarti nilai t hitung 0,605 lebih kecil dari nilai t tabel 1,70329 dan nilai Sig. 0,551 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05, sehingga variabel informasi akuntansi penuh tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. dengan demikian, hipotesis ketiga yang menyatakan ada pengaruh informasi akuntansi pertanggungjawaban terhadap pengambilan keputusan manajerial pada UMKM ditolak.
Tabel 3
Model 1 Regression Residual Total
Sum of Squares 12.015 533.351 545.367
ANOVAb Df 3 26 29
Sumber : Data (Diolah) Dari tabel di atas diketahui bahwa variabel informasi akuntansi manajemen (simultan) mempunyai nilai F hitung 0,195. Hal ini berarti nilai F hitung 0,195 lebih kecil dari nilai F tabel 3,35, sehingga variabel informasi akuntansi manajemen
Mean Square 4.005 20.514
F .195
Sig. .899
(simultan) tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Dengan demikian, hipotesis keempat yang menyatakan ada pengaruh informasi akuntansi manajemen terhadap pengambilan keputusan manajerial pada UMKM ditolak.
[9]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Tabel 4 Model Summaryb Model 1
R .148
R Square
Adjusted R Square
.022
-.091
Std. Error of the Estimate 4.529
Change Statistics R Square F Change Change .022 .195
df1 3
df2 26
Sig. F Change .899
Sumber : Data (Diolah) Dari tabel di atas diperoleh nilai adjusted R square sebesar -0,091. Artinya, pada angka -9,1% menyatakan bahwa -9,1% variasi besarnya pengambilan keputusan manajerial tidak dapat dijelaskan oleh informasi akuntansi penuh, informasi akuntansi diferensial, informasi akuntansi pertanggungjawaban. Sehingga pengambilan keputusan manajerial dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
laporan akuntansi manajemen yang akan membantu keputusan, baik itu keputusan jangka panjang, jangka pendek, keputusan rutin maupun untuk tujuan pengendalian intern Hal ini dipicu dengan adanya beberapa alasan seperti umumnya UMKM di Indonesia masih jarang yang menyelenggarakan praktik akuntansi dalam pengelolaan usahanya (Pinasti, 2001), sehingga kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan UMKM pun masih rendah (Rudiantoro & Siregar, 2011). Praktik akuntansi pada UMKM di Indonesia memiliki banyak kelemahan (Suhairi,dkk, 2004). Secara garis besar kelemahan tersebut antara lain rendahnya tingkat pendidikan dan overload standar akuntansi yang dijadikan pedoman penyusunan pelaporan keuangan selama ini (William et.al.1989; Knutson dan Henry,1985; Nair dan Rittenberg.1983; Wishon,1985; Murray et.al,1983). Adapun alasan ini didukung pula dari profil responden dalam penelitian ini. Walaupun demikian, UMKM ini tetap mampu dalam proses pengambilan keputusan secara baik tanpa dukungan dari informasi akuntansi manajemen seperti yang telah diungkapkan oleh penelitian Rahman dan McCosh (1976) dalam Suhairi (2005) yang menyatakan seseorang yang mempunyai pengetahuan dan keinginan berprestasi yang tinggi akan lebih sedikit dalam menggunakan informasi akuntansi, khususnya
Pembahasan Penerapan dan Pengaruh Antara Informasi Akuntansi Manajemen Terhadap Pengambilan Keputusan Manajerial Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa informasi akuntansi manajemen (secara simultan) tidak mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan banyak hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti Claudia Mudjimu (2013) yang menyatakan informasi akuntansi manajemen berperan penting dalam proses pengambilan keputusan menetapkan tarif sewa kamar (reguler) dan menerima atau menolak pesanan khusus (kamar) serta hasil penelitian Gerald D. Roring (2013) yang menyatakan manajemen PT Bank Sulut Kantor Pusat Manado menyadari sepenuhnya akan pentingnya
[10]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dalam penilaian prestasi bawahan. Hal ini disebabkan seseorang yang memiliki keinginan berprestasi yang tinggi selalu berupaya untuk mencari cara baru dan lebih baik, dia tidak mau hanya menggunakan informasi akuntansi saja tetapi juga informasi bukan akuntansi, karena kombinasi kedua ukuran ini dapat memberikan hasil penilaian prestasi yang lebih baik sesuai dengan konsep Balance Scorecard. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan, penelitian lain seperti teori yang dikemukakan oleh Ward, 1996; Beach, 1993; Balakishnan dan Sivaramakrishnan 2002; Anthony 2003; Graham, King, dan Bailes, 2004; Dhavale, 2007; Dikolli, dan Sedatole, 2007; Chapman, Hopwood dan Shields (2007), bahwa informasi akuntansi manajemen dapat membantu manajemen mengidentifikasikan suatu masalah, menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi kinerja guna pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan pelaku UMKM tingkat pemahaman akuntansi masih rendah tetapi dari segi pengalaman atau pengukuran mereka terhadap kegiatan bisnisnya dapat dikatakan lebih mahir atau berpengalaman sehingga penggunaan atau penerapan akuntansi manajemen dalam membuat keputusan manajemennya dianggap kurang terbukti dari angka persentasenya yang masih kecil walaupun hasil dominan menyatakan sudah dilakukan sebulan sekali dan profil responden yang ada. Kondisi ini diperkuat dari hasil penelitian Holmes dan Nicholls (1989) dan Murniati (2005) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan manajer/ pemilik sangat berpengaruh terhadap tingkat penggunaan informasi pada
usaha kecil dan menengah. Tingkat pendidikan formal yang rendah akan rendah pula penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi dibandingkan dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi. Sehingga pelaku UMKM lebih banyak mengambil keputusan manajerial berdasarkan informasi di luar informasi akuntansi manajemen sebagai pedoman keputusannya karena dianggap lebih akurat seperti intuisi atau perkiraan pengelolaan usaha yang sudah diperhitungkan sebelumnya tanpa harus melihat perbandingan atau evaluasi laporan usaha yang sudah ada. Selain itu berdasarkan hasil survey, variabel ini tidak berpengaruh karena dari segi penerapan pelaporan mengenai akuntansi manajemen UMKM dalam penelitian ini masih minim atau belum maksimal seperti yang terlihat pada profil responden sehingga untuk mengambil keputusan manajerial UMKM ini tidak atau kurang memakai laporan dari akuntansi manajemen yang ada tetapi lebih ke pengalaman usaha atau taksiran maupun instituisi mereka. Namun, sebenarnya UMKM ini sudah memanfaatkan informasi yang dihasilkan dari akuntansi manajemen yang belum dibuat pelaporannya atau masih berdasarkan perhitungan sesuai aturan yang ada dalam akuntansi manajemen untuk mengambil keputusan. Pengaruh Informasi Akuntansi Penuh Terhadap Pengambilan Keputusan Manajerial Dari hasil penelitian berupa hasil uji hipotesis memperlihatkan bahwa informasi akuntansi penuh juga tidak mempengaruhi pengambilan
[11]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
keputusan manajerial pada UMKM Produk unggulan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Medan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Hernawan (2013) yang menyatakan ada pengaruh signifikan informasi akuntansi lengkap terhadap kefektifan pengambilan keputusan pada perusahaan industry manufaktur di Kalimanatan Barat tetapi ada dukungan dari hasil penelitian berupa hasil deskriftif dan hasil survey lapangan yang telah dijelaskan diatas. Kondisi ini dikarenakan bahwa pelaku UMKM dalam penelitian ini sudah dikatakan mampu membuat laporan yang dihasilkan akuntansi oenuh walaupun belum optimal tetapi apabila dimaksimalkan pemanfaatannya akan member dampak positif untuk pengambilan keputusan manajerial. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari Prihatni dan Noviarini (2012) menyatakan UKM telah memahami informasi akuntansi, tetapi dalam hal penerapannya belum cukup terpenuhi. Dan sebenarnya para pelaku UKM berkewajiban menyelenggarakan pencatatan akuntansi yang baik, hal itu tersirat dalam Undang-Undang Usaha Kecil dan Menengah No. 9 tahun 1995 dan dalam Undang-Undang Perpajakan (Pinasti, 2007).
P dan Treesje (2014) yang menyatakan bahwa informasi akuntansi differesial dapat membantu Rumah Makan Nabila dalam mengambil keputusan khusus untuk mencapai laba yang lebih besar tetapi ada dukungan dari hasil penelitian berupa hasil deskriftif dan hasil survey lapangan yang telah dijelaskan diatas. Selain itu, berdasarkan hasil regresi (estimasi/ramalan) yang diperoleh menunjukkan bahwa informasi akuntansi differensial memberi pengaruh negatif. Hal ini diduga karena dari segi indikator dalam penelitian ini yang mengukur informasi akuntansi differensial adalah laporan tidak rutin berupa laporan BEP, kenaikan biaya terhadap rencana laba, analisis penetapan harga jual khusus, analisis modal kerja dimana berdasarkan hasil survey anggapan pelaku UMKM mengenai informasi ini dalam pengumpulan sampai penrhitungan/pengukuran maupun pelaporan butuh waktu lumayan panjang sehingga peneliti menganggap pengambilan keputusan menjadi tidak cepat diambil pada responden ini, dan juga anggapan peneliti mengenai persaingan UMKM ini yang cukup tinggi sehingga butuh waktu cepat dalam pengambilan keputusan manajerial. Dan kondisi inilah yang menjadi landasan bahwa estimasi/perkiraan mengenai penerapan informasi akuntansi differensial akan menurunkan/memperlambat proses pengambilan keputusan manajerial pada responden. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi ini terjadi karena adanya pemicu dari analisisis konseptual yang dijalankan Zmud (1979) dalam Shairi (2005) bahwa kepintaran dan
Pengaruh Informasi Akuntansi Differensial Terhadap Pengambilan Keputusan Manajerial Hasil pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa informasi akuntansi diferensial juga tidak mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial pada UMKM Produk unggulan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Medan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Susie
[12]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
pengetahuan khusus yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi perancangan dan implementasi sistem informasi manajemen. Penemuan ini juga menyokong rumusan kajian terdahulu, yang menyatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya penggunaan akuntansi dalam usaha kecil ialah karena rendahnya pengetahuan akuntansi yang dimiliki oleh pimpinan perusahaan (Benjamin, 1989; Holmes & Nicholls, 1988; Peacock, 1985; Rocha & Khan, 1985; Palmer & Palmer, 1996; Wichman, 1984). Serta hasil penelitian Elimawaty Rombe (2007) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja UKM di kota Palu karena komitmen yang berupa kepercayaan, semangat serta motivasi untuk mengembangkan usahanya relatif baik. Pengaruh Informasi Pertanggungjawaban Pengambilan Manajerial
dijelaskan diatas. Hal ini dikarenakan pembuatan keputusan tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak yang mungkin timbul. Selanjutnya apabila dalam proses pengambilan keputusan tersebut menggunakan informasi akuntansi manajemen khususnya akuntansi pertanggungjawaban akan dapat menyajikan pemilihan alternatif program dan prioritasnya dalam menjalankan proses perencanaan, menyajikan keputusan rutin dalam rangka mengendalikan usaha dalam menjalan proses implementasi rencana yang sudah ditetapkan serta kondisi yang berlaku, menyajikan keputusan evaluasi untuk usahanya dalam proses pengawasan yang mencakup pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan dari pembuatan keputusan yang telah dilakukan.
Akuntansi Terhadap Keputusan
Simpulan Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa informasi akuntansi pertanggungjawaban juga tidak mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial pada UMKM Produk unggulan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Medan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Hernawan (2013) yang menyatakan ada pengaruh signifikan informasi akuntansi pertanggungjawaban terhadap kefektifan pengambilan keputusan pada perusahaan industry manufaktur di Kalimanatan Barat tetapi ada dukungan dari hasil penelitian berupa hasil deskriftif dan hasil survey lapangan yang telah
Dari penelitian dan pengujian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa informasi akuntansi manajemen yang dimiliki pelaku UMKM tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan manajerial UMKM Produk Unggulan Dinas Koperasi UMKM Kota Medan. Hal ini disebabkan bahwa Penerapan informasi akuntansi manajemen yang dimiliki pelaku UMKM disajikan sebulan sekali namun pengambilan keputusan manajerial pada UMKM tergolong cukup sering mengambil keputusan manajerial secara cepat dan tepat.
[13]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Profil UMKM Produk Unggulan Dinas Koperasi UMKM Kota Medan memiliki lama usaha rata-rata 7 hingga 8 tahun, jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 6 orang, omset per bulan yang mampu mencapai 7 juta hingga 8 jutaan, sifat transaksi yang lebih banyak tunai dengan pendanaan lebih didominasi dari modal pribadi namun dalam kegiatan bisnisnya untuk menyediakan dokumen legal masih jarang dan model pencatatan transaksi masih yang banyak dengan manual. Dengan lebih memaksimalkan penggunaan informasi akuntansi manajemen, pengambilan keputusan akan lebih baik jika didasarkan atas analisa dan penilaian yang cermat terhadap pengumpulan informasi terperinci dan akurat dari pada keputusan yang hanya didasarkan atas instuisi dimana keputusan ini kurang memandang data atau fakta yang bersangkutan. Dalam rangka mengembangkan pengambilan keputusan manajerial pada pelaku UMKM memang seharusnya memperhatikan dari segi kemampuan SDM UMKM dalam mengambil keputusan sehingga UMKM tetap bertahan dan dapat bersaing dengan lebih baik secara nasional atau global. Banyak program pemerintah dalam meningkatkan UMKM di Indonesia namun belum menyeluruh dalam pelaksanaan. Meningkatkan keterampilan dan pemahaman tentang akuntansi khususnya akunansi manajemen sehingga dapat digunakan dalam memecahkan masalah atau solusi dalam mengembangkan UMKM.
Daftar Pustaka Aceng Kurniawan dan Citra Nensih (2014). Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Saling Ketergantungan Terhadap Karakteristik Informasi Akuntansi Manajemen Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Manajerial. Star Study– Accounting Research, Vol XI No. 1, 2014. Ana Marina (2009). Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Ketidakpatian Lingkungan Dan Desentralisasi Sebagai Variabel Moderating. JAI Vol.5, No.2, Juli, 2009. Anthony, R. N (2003). ManagementRecounting: A Personal History. Journal of Management Accounting Research (15): 249253. Arfan Ikhsan, Muhyarsyah, Hasrudy T, Ayu Oktaviani (2014). Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Bandung: Citapustaka Media. Arikunto Suharsimi (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Balakishnan, R. and K. Sivaramakrishnan. (2002). A Critical Overview Of The Use Of Full-Cost Data For Planning And Pricing. Journal of Management Accounting Research (14): 3-31. Baldric, Bambang Surito, dan Dody Hapsoro, Eko Widodo (2013), Akuntansi Manajemen, Jakarta: Salemba Empat. Bachtaruddin, Tengku (1995). Penerapan akuntansi manajemen dan pengaruhnya terhadap
[14]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
kemajuan perusahaan hotel berbintang dan hotel melati di Sumatera Utara. Tesis. 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan (2011). Kajian Dampak Pasar Bebas China–ASEAN Terhadap UMKM di Sumatera Utara. Executive Summery. Bambang Supomo dan Abdul Halim. (2005). Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: Edisi1, Cetakan Kesebelas, BPFE. Claudia Mudjimu (2013). Peranan Informasi Akuntansi Manajemen Dalam Proses Pengambilan Keputusan Pada Hotel Sedona Manado. Jurnal EMBA, Universitas Sam Ratulangi Manado, Vol. 1 No. 3, September 2013. Dhavale, D. G. (2007). Product Costing For Decision Making in Certain Variableproportion technologies. Journal of Management Accounting Research (19): 51-70 . Dikolli, S. S. and K. L. Sedatole. (2007). “Improvements in the information content of nonfinancial forward-looking Performance measures: A taxonomy and empirical application. Journal of Management Accounting Research (19): 71-104 . Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil & Menengah Kota Medan (2012). Katalog Produk Unggulan Koperasi Usaha Mikro Kecil & Menengah Kota Medan Tahun 2012, Medan. Edi Herman (2013). Akuntansi Manajerial Suatu Orientasi Praktis, Jakarta: Mitra Wacana Media. Ediraras Dharma T (2010). Akuntansi Dan Kinerja UKM.
Jurnal Ekonomi Bisnis No 2 Vol 15. Universitas Gunadarma Depok. Gerald David Roring (2013). Penerapan Informasi Akuntansi Manajemen Dalam peengambilan Keputusan Investasi Pada PT. Bank SULUT Manado. Jurnal EMBA Vol 1 No. 3 September 2013 ISSN 2303–117. Universitas Sam Ratulangi Manado. Ghozali, Imam (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Goodman (1993). Information need for Decision Making, Recorded Management Quarterly, 21–22. Gul and Chia, Y.M. 1994. The Effect of Management Accounting Systems, Perceived Environmental Uncertainty and Decentralization on Managerial Performance: A Tes of Threeway Interaction. Accounting, Organizations and Society. Vol. 19. pp 413 – 426. Hansen, Don R. dan Marryanne M. Mowen. (2009). Managerial Accounting ; Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat. Holmes, Scott, Nicholls. (1989). An Analysis Of The Use Of Accounting Information By Australian Small Busines. Journal of Small Business Management. Indriantoro, Supomo (2002). Metodologi Penelitian bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama.BPFE. Yogyakarta Krismiaji, Y. Anni Aryani (2011). Accounting Management.
[15]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. L.M. Samryn (2012). Akuntansi Manajemen: Informasi Biaya Untuk Mengendalikan Aktivitas Operasi Dan Informasi, Jakarta: Kencana. Murniati. (2005). Investigasi FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Penyiapan dan Penggunaan Informasi Akuntansi Perusahaan Kecil dan Menengah. Semarang: SNA 5 Nopalia, Wirmie dan Dewi (2012). Pengaruh Penggunaan Informasi Akuntansi Manajemen dan Kpribadian Wirausaha Terhadap Kinerja Manajerial (Survei Pada Dealer Sepeda Motor Di Kota Jambi). Jurnal Binar Akuntansi, Universitas Jambi, Vol 1 No. 1, September 2012. Pamungkas Ahmad (2008). Pengaruh Penggunaan Informasi Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Pada Hotel Bintang Tiga, Empat, Lima Di Jakarta Pusat. Tesis. Universitas Sumatera Utara. 2008. Prihatni, Rida dan Diena Noviarini (2012). The Comprehension And Application Of Accounting Information System For The Small And Medium Enterprise. Bandung. Indonesia Rudianto (2013). Akuntansi Manajemen (Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Strategis), Jakarta: Erlangga. Samryn, L.M. (2012). Akuntansi Manajemen Informasi Biaya untuk Mengendalikan Aktivitas Operasi dan Investasi. Jakarta: Edisi Pertama, Penerbit: Kencana Prenada Media Group. Setiadi, Nugroho (2008). Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi
untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Group. Shields, M. D. (2005). Introductory note: Jerry Feltham: management accounting revolutionary. Journal of Management Accounting Research (16): 143. Steffi Sigilipu (2013). Pengaruh Penerapan Akuntansi Manajemen Dan Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Kinerja Manajerial. Jurnal EMBA, Universitas Sam Ratulangi Manado, Vol 1 No. 3 Juni 2013. Sugiyono (2003). Pengaruh Penerapan Informasi Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Keuangan Rumah Sakit Umum Di kota Makasar Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pascasarjana UNPAD Bandung. Suhairi (2006). Persepsi Akuntan Terhadap Overload Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Bagi Usaha Kecil Dan Menengah. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, Padang 23–26 Agustus 2006. Susi P. Taare dan Treesje Runtu (2014). Pengambilan Keputusan Khusus Dengan Menggunakan Analisis Biaya Differensial Pada Rumah Makan Nabila. Jurnal EMBA, Universitas Sam Ratulangi Manado, Vol 2 No.1, Maret 2014. Suwandi (2008). Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban Sebagai Alat Penilaian Prestasi Kerja. Jurnal Logos Vol. 6, No.1, Juli 2008:55-70. Gresik. Tambunan, Tulus T.H. (2009). UMKM di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
[16]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
PENGARUH DISPLIN KERJA, KEPEMIMPINAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN MUTASI PERSONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT PEMERINTAH KOTA MEDAN Aulia Arief Nasution dan Alvin Fahlevi Program Studi Manajemen STIE Harapan Medan Surel:
[email protected]
ABSTRAK Upaya meningkatkan kinerja Pegawai Negari Sipil sebagai aparatur negara dan abdi masyarakat maka pemerintah berusaha untuk lebih mengoptimalkan fungsi dari Pegawai Negeri Sipil tersebut, hal yang dilakukan antara lain dengan perbaikan sistem kepegawaian, pemberdayaan aparatur negara serta meningkatkan akuntanbilitas dari aparatur negara itu sendiri. Rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara kepada masyarakat yang merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai kinerja aparatur negara bisa saja disebabkan oleh banyak hal, namun sangat perlu untuk mempertimbangkan Komunikasi Interpersonal dalam diri apatur tersebut. Hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa terdapat pengaruh disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Pemerintah Kota Medan baik secara parsial maupun simultan. Dan kemampuan disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal dalam menjelaskan kinerja pegawai adalah sebesar 60,9% sisanya 39,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini. Kata kunci: disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal, mutasi personal, kinerja
Pendahuluan Kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan penilaian kinerja. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi, baik itu pemerintah atau swasta merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja pegawai yang diharapkan organisasi terhadap setiap pegawai. Namun demikian hal
tujuan saja tidak cukup, dibutuhkan ukuran bahwa seorang pegawai telah mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Hal tersebut disebabkan karena tantangan ke depan yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam persaingan dunia sangatlah ketat. Oleh sebab itu, agar dapat menghadapi tantangan ke depan, maka perlu dicari suatu jawaban mengenai bagaimana pemerintah
[17]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
melakukan penyempurnaan dan pembenahan serta meningkatkan kualitas kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik pembenahan dari sisi kelembagaan maupun perilaku aparaturnya sendiri. Perbaikan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat akan mempengaruhi kinerja pegawai masyarakat secara keseluruhan. Secara umum permasalahan kinerja Pegawai di seluruh Indonesia adalah sama, yaitu memiliki tingkat kinerja yang dipersepsikan oleh sebagian besar masyarakat cukup rendah. Rendahnya kinerja tersebut bisa jadi sesuai dengan hasil survey yang dilakukan oleh Political Land Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2010 menunjukkan Indonesia sebagai negara terkorup dari 16 negara di Asia Pasifik, pada tingkat Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN, Indonesia merupakan negata terkorup dengan nilai skor korupsi tertinggi (8,32), kemudian berturut – turut disusul Thailand (7,11), Kamboja, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Singapura. Tingkat korupsi seperti yang diungkapkan oleh PERC tersebut secara umum dapat menunjukkan kinerja pegawai yang kurang baik. Secara teori diketahui bahwa penyebab rendahnya kinerja pegawai disebabkan oleh disiplin yang kurang baik. Jam masuk yang sering diabaikan serta jam pulang yang sering dipercepat menjadi hal yang lumrah ditemukan diperkantoran pemerintahan. Hal tersebut sebenarnya dapat menciptakan komunikasi yang kurang tercipta dengan baik antara pegawai dengan pegawai maupun antara pegawai dengan atasan. Intensitas pertemuan yang kurang maksimal akan menciptakan komunikasi yang
maksimal, dan tidak jarang hal ini akan menciptakan persaingan yang kurang sehat antara mereka. Permasalahan lainnya adalah mutasi yang kurang tepat, hal ini bisa disebabkan oleh birokrasi Indonesia yang masuk pada ciri-ciri birokrasi patrimonial yaitu pejabat disaring atas dasar kriteria pribadi, jabatan dipandang sebagai sumber kekayaan dan keuntungan, para pejabat mengontrol baik fungsi politik dan fungsi administrasi dan setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik. Untuk lebih meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara dan abdi masyarakat maka pemerintah berusaha untuk lebih mengoptimalkan fungsi dari Pegawai Negeri Sipil tersebut, hal yang dilakukan antara lain dengan perbaikan sistem kepegawaian, pemberdayaan aparatur negara serta meningkatkan akuntabilitas dari aparatur negara itu sendiri.
Kajian Teori Kinerja Dalam melaksanakan kerja, karyawan menghasilkan sesuatu yang disebut kinerja. Peningkatan kinerja merupakan hal yang diinginkan baik dari pihak pemberi kerja maupun para pekerja. Pemberi kerja menginginkan kinerja karyawannya baik untuk kepentingan peningkatan hasil kerja dan keuntungan perusahaan. Pada sisi yang lain, para pekerja berkepentingan untuk pengembangan diri dan promosi jabatan. Mangkunegara (2000:67) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
[18]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mathis dan Jackson (2002:78) berpendapat bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Hasibuan (2004:105) berpendapat bahwa Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Menurut pengertian di atas, kinerja disamakan dengan hasil kerja dari seseorang karyawan. Untuk mencapai kinerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah sumber daya manusia. Walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kerja yang baik menurut Mathis dan Jackson (2002:83) diantaranya adalah kemampuan, Motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi.
Menurut Casco dalam Kartjantoro (2004:89) umumnya faktor penilaian terdiri dari empat unsur utama, yaitu: 1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. 2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Kompetensi, yaitu kemahiran atau penguasaan pegawai terhadap tuntutan tugas dan jabatan. 4. Potensi, yaitu pengamatan terhadap kemampuan pegawai dimasa depan
Disiplin Kerja Di dalam kehidupan sehari-hari banyak yang mengartikan disiplin sebagai ketaatan seseorang atau sekelompok terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Dalam dunia kerja, disiplin kerja dapat diartikan sebagai sikap karyawan yang mematuhi semua peraturan perusahaan. Datang dan pulang tepat waktu, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, tidak mangkir (Fathoni, 2006:130). Disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwiryo, 2002: 192). Menurut Veithzal (2005: 444) disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta
[19]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan normanorma sosial yang berlaku. Menurut Hasibuan (2004:193) kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Disiplin merupakan tindakan manajemen mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan yang berlaku.
bawahan dan mampu memperoleh dukungan bawahan sehingga dapat menggerakkan mereka (bawahan) ke arah pencapaian tujuan organisasi. Menurut Subanegara (2005, hal. 91), ada 4 ciri kepemimpinan yaitu: 1. Hasrat yang menggebu untuk berubah 2. Keyakinan yang mantap 3. Keefektifan bertindak 4. Tekad baja Menurut Davis dalam Thoha (2005, hal. 287), ada 4 sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu: 1. Kecerdasan 2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial 3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi 4. Sikap – sikap hubungan kemanusiaan
Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan adalah suatu hal yang muncul dalam suatu organisasi yang sering kali identik dengan kharisma atau wibawa seseorang. Secara umum kepemimpinan ini dipegang oleh seseorang yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam struktur organisasi perusahaan (formal). Namun tidak jarang dalam masyarakat terdapat juga seseorang yang menjadi pemimpin, walaupun jabatan tersebut tidak diakui secara hukum (informal). Menurut Sopiah (2008:108), kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Menurut Anoraga dalam Sutrisno (2010, hal. 214), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orangorang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu. Pemimpin adalah orang yang mempunyai tugas untuk mengarahkan dan membimbing
Komunikasi Interpersonal Pentingnya situasi komunikasi interpersonal adalah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik daripada monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara dan yang lain menjadi pendengar, jadi tidak terjadi interaksi. Dialog adalah bentuk komunikasi interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing – masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian (Effendy, 2003). Dibandingkan dengan bentuk– bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini
[20]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dan perilaku komunikan. Hal ini disebabkan komunikasi interpersonal umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face). Menurut Joseph dalam Effendy (2003) komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan–pesan antara dua orang atau diantara kelompok kecil orang – orang, dengan beberap efek dan beberapa umpan balik seketika. Sedangkan menurut Wiryanto (2005) komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Selanjutnya menurut Trenholm dan Jensen dalam Wiryanto (2005) komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka. Sementara menurut Muhammad (2009) komunikasi interpersonal adalah sebagai proses pertukaran informasi antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua yang dapat langsung diketahui balikannya. Menurut Devito dalam Thoha (2005) menyatakan efektivitas komunikasi interpersonal mempunyai lima ciri–ciri sebagai berikut: 1. Keterbukaan (openess), adalah kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. 2. Empati (emphaty), adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. 3. Dukungan (Supportiveness), adalah situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. 4. Rasa positif (positiveness), seseorang harus memiliki
perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih efektif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif 5. Kesetaraan (equality), adalah pengakuan secara diam–diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Komunikasi interpersonal akan berlangsung efektif kalau sumber dan penerimanya memiliki persamaan. Semakin dekat kesamaan diantara orang–orang dalam berkomunikasi, semakin besar kemungkinan terjadinya saling pengertian diantara mereka. Komunikasi interpersonal akan lebih bisa efektif dalam mencapai tujuan organisasi bila orang–orang yang berkomunikasi ada dalam suasana kesetaraan/kesamaan (Thoha, 2005). Mutasi Personal Suatu mutasi personal akan membuka kesempatan terjadinya persaingan dalam meningkatkan prestasi kerja. Setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih posisi/jabatan/pekerjaan yang lebih tinggi. Namun perlu diperhatikan bahwa persaingan untuk meningkatkan kinerja akan timbul apabila ada jaminan bahwa mutasi personal benar – benar dilakukan secara objektif. Pada dasarnya mutasi personal termasuk dalam fungsi pengembangan pegawai, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam perusahaan. Simamora (2004:640) menyatakan bahwa mutasi adalah perpindahan seorang karyawan dari
[21]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
satu pekerjaan ke posisi lainnya yang gaji, tanggungjawab, dan jenjang organisasionalnya relatif sama. Menurut Wahyudi (2003:166) mutasi personal adalah sebagai suatu perubahan posisi atau jabatan atau pekerjaan atau tempat kerja dari seseorang tenaga kerja yang dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal. Nitisemito (1996:166) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu kegiatan rutin dari suatu perusahaan untuk melaksanakan prinsip “The Right Man in The Right Place” atau orang yang tepat pada tempat yang tepat. Dengan demikian mutasi yang dijalankan oleh perusahaan agar pekerjaannya dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien”. Dari beberapa pendapata tersebut, maka dapat dikatakan bahwa suatu mutasi personal secara vertikal biasanya diikuti dengan perubahan dari wewenang dan tanggungjawab, status, kekuasaan dan pendapatan baik setingkat maupun ketingkat yang lebih rendah atau lebih tinggi. Gagasan penyelenggara tidak selamanya berdasarkan atas kebijaksanaan pimpinan perusahaan tetapi sering kali berdasarkan atas keinginan karyawan yang bersangkutan. Dalam setiap pelaksanaan mutasi personal, perusahaan memilih
dan menetapkan terlebih dahulu dasar pertimbangan yang akan dijadikan pedoman untuk memilih karyawan mana yang akan dimutasikan, pada umumnya perusahaan memilih dasar pertimbangan atau landasan yang berbeda dalam menentukan pegawai yang akan dimutasikan. Menurut Wahyudi (2003:170) indikator mutasi personal adalah sebagai berikut: promosi, demosi, penangguhan kenaikan pangkat, pembebastugasan, temporary transfer, job rotation, prodcution transfer, replacement transfer, verselity transfer, personal Transfer Sedangkan menurut Simamora (2004:641) indikator mutasi personal adalah sebagai berikut: promosi; demosi; pensiun dan pensiun muda; keusangan karyawan; karyawan stabil; karyawan padam; karyawan bandel.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekretariat Pemerintah Kota Medan yang beralamat jalan Kapten Maulana Lubis No. 1 Medan, Telp. 061-4535179, Fax 061-4579228, 4528124, email kominfo@ pemkomedan.go.id.
Tabel 1 Defenisi Operasional Variabel Indikator
Skala
Kehadiran Ketaatan pada peraturan Ketaatan pada standar kerja Tingkat kewaspadaan tinggi Bekerja etis Kecerdasan Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial - Motivasi diri dan dorongan berprestasi
Interval
Sumber Data Pegawai
Interval
Pegawai
Variabel Disiplin Kerja (X1)
Kepemimpinan (X2)
-
[22]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754 Variabel Komunikasi Interpersonal (X3)
Mutasi Personal
Kinerja Pegawai (Y)
Indikator -
Sikap–sikap hubungan kemanusiaan Keterbukaan Empati Dukungan Rasa positif Kesetaraan Promosi Demosi Pensiun dan pensiun muda Keusangan karyawan Karyawan stabil Karyawan padam Karyawan bandel Hasil kerja Perilaku Kompetensi Potensi
Skala
Sumber Data
Interval
Pegawai
Interval
Pegawai
Interval
Pegawai
Sumber: Dari Berbagai Sumber, 2016
Secara ringkas kerangka pemikiran memberikan deskripsi tentang penelitian akan dilaksanakan. Sesuai dengan judul penelitian, bahwa penelitian ini ingin melihat sejauhmana disiplin, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal mempengaruhi kinerja. Berdasarkan
pada penjelasan tersebut, maka kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di Sekretariat Pemerintah kota Medan berjumlah 156 orang.
Gambar 1: Kerangka Pemikiran Dengan menggunakan rumus slovin diperoleh sampel 61 orang. Perhitungan sampel: 156 = 60,94 n 156(0,1) 2 1 Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, dilakukan pengujian kualitas data dengan uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengukur valid
atau tidaknya sebuah kuesioner untuk mengetahui tingkat konsistensi butir pertanyaan atau penyataan (Sugiono, 2010:110). Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji t dan uji F, namun sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik dan menentukan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
[23]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Y = a + b1X1 + b2X2 + b2X2 + b2X2 + e Keterangan: Y : Kinerja karyawan a : Konstanta b1 : Koefisien Regresi variabel X1 b2 : Koefisien Regresi variabel X2 b3 : Koefisien Regresi variabel X3 b4 : Koefisien Regresi variabel X4 X1 : Disiplin Kerja X2 : Kepemimpinan X3 : Komunikasi Interpersonal X4 : Mutasi Personal e : Standar error
data dinyatakan memenuhi kriteria kelayakan. Demikian pula dengan hasil pengujian asumsi klasik diperoleh hasil bahwa data telah terdistribusi secara normal, terbebas dari masalah multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Analisis regresi disusun untuk melihat hubungan yang terbangun antara variabel penelitian, apakah hubungan yang terbangun yang positif atau hubungan yang negatif. Berdasarkan olahan data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa model hubungan dari analisis regresi linear sederhana ini dilihat dari tabel berikut ini:
Hasil dan Pembahasan Dari hasil pengujian kualitas data dengan uji validitas dan uji reliabilitas diperoleh bahwa kualitas
Tabel 2 Coefficient Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model
B
1
-2.514
1.633
Disiplin
.227
.100
Kepemimpinan
.278
Komunikasi
.185
Mutasi
.166
(Constant)
Std. Error
t
Sig.
Beta
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
-1.540
.129
.248
2.273
.027
.588
1.701
.115
.281
2.417
.019
.515
1.941
.077
.223
2.399
.020
.804
1.243
.080
.254
2.077
.042
.466
2.145
a. Dependent Variable: Kinerja
Berdasarkan pada tabel 6 maka dapat disusun model penelitian ini adalah sebagai berikut: Y= -2.514 + 0.227X1 + 0.278X2 + 0.185X3 + 0.166X4 Dari model persamaan regresi diketahui bahwa semua variabel disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal memiliki hubungan positif terhadap kinerja pegawai. Namun jika keempat variabel dependen diasumsikan sama dengan nol maka variabel kinerja pegawai bernilai sebesar -2,514. Jika Disiplin Kerja meningkat, maka akan diikuti dengan
peningkatan Kinerja, dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan. Jika Kepemimpinan meningkat, maka akan diikuti dengan peningkatan Kinerja dengan asumsi variable lain tidak mengalami perubahan. Jika Komunikasi Interpersonal meningkat, maka akan diikuti dengan peningkatan kinerja dengan asumsi variable lain tidak mengalami perubahan. Jika Mutasi Personal meningkat, maka akan diikuti dengan peningkatan Kinerja dengan asumsi variable lain tidak mengalami perubahan.
[24]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Tabel 3 Anova Model 1 Regression
Sum of Squares
df
366.164
Mean Square
4
91.541
Residual
234.820 56
4.193
Total
600.984 60
F
Sig.
21.831 .000a
a. Predictors: (Constant), Mutasi, Komunikasi, Disiplin, Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja
Hasil pengujian hipotesis diketahui nilai signifikansi dari keempat variabel yang diuji memiliki nilai alphanya <0.05, disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Besarnya kontribusi disiplin kerja dalam mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebesar 22.7%. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa disiplin kerja bagi setiap karyawan sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh menurut Anoraga dalam Sutrisno (2010:214), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang–orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu. Pemimpin sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi. Karena seorang pemimpin akan dapat membawa pengaruh yang sangat besar terhadap berjalan baik atau buruknya suatu organisasi. Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, besarnya kontribusi kepemimpinan dalam mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebesar 27.8%. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa kepemimpinan bagi setiap karyawan sangat penting. Hal ini sesuai dengan
yang dinyatakan oleh Hasibuan (2006:95) yang menyatakan bahwa faktor disiplin menjadi penting ketika menilai kinerja seorang karyawan. Setiap karyawan dituntut untuk selalu berdisiplin dalam meningkatkan kinerjanya. Ketika ada karyawan yang tidak disiplin akan berdampak pada penurunan kinerja dari karyawan itu sendiri, dan secara otomatis akan menurunkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Komunikasi personal berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, besarnya kontribusi komunikasi personal dalam mempengaruhi kinerja pegawai adalah sebesar 18.5%. Hasil ini menemukan bahwa komunikasi personal bagi setiap pegawai sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Muhammad (2009) bahwa komunikasi interpersonal adalah sebagai proses pertukaran informasi antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua yang dapat langsung diketahui maksudnya. Komunikasi interpersonal akan berlangsung efektif kalau sumber dan penerimanya memiliki persamaan. Semakin dekat kesamaan diantara orang–orang dalam berkomunikasi, semakin besar kemungkinan terjadinya saling pengertian diantara mereka. Komunikasi interpersonal akan lebih bisa efektif dalam
[25]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
mencapai tujuan organisasi bila orang–orang yang berkomunikasi ada dalam suasana kesetaraan/kesamaan (Thoha, 2005). Berdasarkan penjelasan telah diketahui bahwa Mutasi Personal berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Besarnya kontribusi Dis Mutasi Personal dalam mempengaruhi Kinerja adalah sebesar 16.6%. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa mutasi personal bagi setiap karyawan sangat
diperlukan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Wahyudi (2003:166) bahwa mutasi personal adalah sebagai suatu perubahan posisi atau jabatan atau pekerjaan atau tempat kerja dari seseorang tenaga kerja yang dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini dilakukan untuk melakukan penyegaran bagi setiap pegawai untuk menumbuhkan motivasi kerja agar lebih baik sehingga menghasilkan kinerja yang baik pula.
Tabel 3 Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .781a .609 .581 a. Predictors: (Constant), Mutasi, Komunikasi, Disiplin, Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja pegawai
Dari tabel model summary dapat dilihat tingkat kemampuan disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal dalam menjelaskan kinerja pegawai. Berdasarkan pada tabel tersebut nilai RSquare adalah sebesar 0,609 atau sama dengan 60,9%. Artinya bahwa disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal dalam menjelaskan kinerja pegawai adalah sebesar 60,9% sisanya 39,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini, variabel tersebut seperti motivasi, budaya kerja, konflik kerja, stress kerja dan lain sebagainya.
2.04773
menemukan bahwa semua variabel bebas yakni disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Pemerintah Kota Medan. Namun jika dilihat dari persamaan regresi apabila variabel disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal diasumsi 0 (nol) maka kinerja pegawai adalah negatif, artinya bahwa keberadaan variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Hal ini juga dibuktikan dengan koeffisien determinasi yang tinggi yakni RSquare 60,9% artinya bahwa disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal dalam menjelaskan kinerja pegawai adalah sebesar 60,9%
Simpulan Hasil pengujian hipotesis, pengujian secara parsial dengan uji t maupun secara parsial dengan uji F
[26]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
sisanya 39,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini Hasil ini memberikan masukan berharga bagi pimpinan di Sekretariat Pemerintah Kota Medan, bahwa disiplin kerja, kepemimpinan, komunikasi interpersonal dan mutasi personal akan mempengaruhi kinerja pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Untuk meningkatkan kedisiplinan tersebut, sebaiknya pimpinan melakukan pengawasan secara berkala baik yang terjadwal maupun tidak terjadwal (inspeksi mendadak) sehingga diketahui bahwa hasil laporan sesuai dengan kenyataan dilapangan. Pimpinan di Sekretariat Pemerintah Kota Medan sebaiknya juga membimbing bawahan daripada melakukan perintah yang akan menyebabkan timbulnya jarak antara pimpinan dan bawahan. Upaya lainnya yang juga dapat dilakukan adalah menciptakan komunikasi yang baik antar pimpinan dan bawahan seperti melakukan outbond yang menjadikan mereka saling akrab. Termasuk dalam hal mutasi personal, sebaiknya dalam menetapkan mutasi seseorang pimpinan memperhatikan, kemampuan, pendidikan dan prestasi kerjanya selain dari kepangkatannya yang telah layak untuk dipromosikan.
Hasibuan, Nurhayani., 2013, Pengaruh Mutasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Rokan Hulu., Artikel Ilmiah, Universitas Pasir Pengaraian Hasibuan, Malayu S.P., 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Ketujuh, Edisi Revisi, PT Bumi Aksara, Jakarta Jauhariah, 2014, Pengaruh Faktor Penempatan Jabatan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pecantatan Sipil Kota Bengkulu, Artikel Ilmiah, Universitas Bengkulu, Bengkulu Kartjantoro, Handoko (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia, Gadjah Mada Press, Yogyakarta Kuncoro, Mudrajad., (2009), Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta Mangkunegara, AA Anwar Prabu. 2000., Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosdakarya, Bandung Marjianto, 2015, Pengaruh Komunikasi Interpersonal Terhadap Kinerja Pegawai Sekolah Tinggi Agama Budha Negeri (STABN) Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah, Jurnal Widya Sandhi, Vol. 6 Nomor 1, Bulan Mei, Hal. 775–786 Maryadi, Syarif, 2011, Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru, Jurnal Media Akademika, Vol. 26 No. 1, Hal. 125–137 Mathis dan Jackson, 2002., Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama,
Daftar Pustaka Effendy, Onong Uchjana., 2003., Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung Ghozali, Imam., (2005) Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
[27]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta Mondy, R. Wayne., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Erlangga, Jakarta Muhammad, Arni., 2009, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta Nitisemito, Alex S., 1996, Manajemen Personalia, Graha Indonesia, Jakarta Rivai, Veithzal., 2005., Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan., PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Simamora, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ketiga, STIE YKPN, Yogyakarta Sugiyono., 2006., Statistik untuk penelitian, Bandung, CV Alfabeta Surasmi, 2009, Pengaruh Mutasi Karyawan dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur 1, Tesis, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Semarang Thoha, Miftah, 2005, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Udayanto, Rahmad Restu., Bagia, I Wayan., Yulianthini, Ni Nyoman., 2015, Pengaruh Komunikasi Internal dan Disiplin Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Coca Cola, e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, Hal. 1–9 Wahyudi, Bambang, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Sulita, Bandung Wiryanto, 2005., Pengantar Ilmu Komunikasi, Gramedia Wiasarana Indonesia, Jakarta
[28]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
ANALISIS TINGKAT PERPUTARAN PIUTANG PADA PT. POS INDONESIA ( PERSERO) MEDAN Dini Vientiany & Putri Dwi Utami Universitas Islam Negeri Medan Surel:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perputaran piutang pada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, dan mengetahui rata rata pengumpulan piutang, serta mengetahui seberapa besar pengendalian piutang tak tertagih. Hasil perhitungan receivable turn over (RTO) , Days of receivable (DOR), dan pengendalian piutang tak tertagih di atas dapat kita mengetahui bagaimana keadaan tingkat perputaran piutang pada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan. Dari rasio perhitungan RTO diketahui bahwa tingkat perputaran piutang perusahaan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Dari tahun 2011 tingkat perputaran piutang yaitu 17,3 kali menjadi 10,9 kali pada tahun 2015. Penyebab dari penurunan perputaran piutang karena semakin meningkatnya pelanggan PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, semakin tiinggi penjualan semakin tinggi pula piutang usaha ,dampak yang ditimbulkan semakin lama modal kerja yang tertanam dalam bentuk piutang kembali menjadi modal atau kas. Kata kunci: perputaran piutang, receivable turn over (RTO) , Days of receivable (DOR). Pendahuluan Seiring dengan berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat. Dewasa ini tingkat kebutuhan manusia pun akan semakin meningkat. karena itu, manusia akan selalu berusaha agar dapat memenuhi dan mencukupi segala kebutuhan baik berupa barang maupun jasa. Hal ini mengakibatkan semakin banyaknya perusahaan yang tumbuh berkembang, baik perusahaan kecil maupun besar yang pada hakikatnya disertai dengan harapan untuk mendapat keuntungan dan kelak di kemudian hari akan mengalami perkembangan serta kemajuan dengan tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah profit oriented (memaksimalkan
laba). Kesuksesan perusahaan dalam bisnis hanya bisa dicapai melalui pengelolaan yang baik, khususnya pengelolaan manajemen keuangan sehingga modal yang dimiliki bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Mengelola manajemen keuangan, khususnya mengenai piutang usaha perlu direncanakan dan dianalisa secara seksama, sehingga kebijakan manajemen piutang usaha dapat berjalan secara efektif dan efisien, baik mengenai prosedur piutang, penagihan piutang, penjualan kredit dan masalah piutang lainnya. Piutang merupakan unsur yang sangat penting dan memerlukan kebijakan yang baik dari manajemen dalam pengelolaannya. Karena selain
[29]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dapat meningkatkan volume penjualan, piutang juga mengandung suatu resiko bagi perusahaan, yaitu resiko kerugian piutang seperti telatnya pembayaran piutang dalam waktu lebih dari jatuh tempo yang telah ditetapkan akan mengakibatkan perputaran piutang yang besar atau pendapatan yang tidak sesuai dengan transaksi penjualan kredit, bagi perusahaan tentu saja akan berdampak pada pendapatan usaha yang menjadi rendah dan mengakibatkan kinerja perusahaan yang akan semakin menurun. Namun resiko kerugian piutang tersebut dapat diminimalisasikan dengan cara meningkatkan perputaran piutang pada setiap pelanggan. Perputaran piutang merupakan hubungan antara penjualan kredit dan piutang usaha. Dalam hal ini piutang usaha merupakan klaim perusahaan kepada pelanggan yang timbul dari penjualan jasa dalam operasi bisnis yang normal. Piutang usaha dicatat pada saat penjualan kredit, dilakukan dan dikurangkan pada saat perusahaan menerima kas dari pelanggan sebagai pembayaran atas penjualan kredit tersebut. Perputaran piutang yang baik dapat menunjukkan tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam merubah aktiva lancar dalam bentuk piutang menjadi kas yang diterima dari transaksi penjualan secara kredit, sehingga dengan kata lain semakin tinggi nilai rasionya, maka semakin berhasil usaha perusahaan tersebut dalam menghasilkan kas dan semakin baik operasinya. Salah satu perusahaan yang melakukan penjualan kredit adalah PT. Pos Indonesia, PT. Pos Indonesia (Persero) yang berdiri pada tahun 1911, perusahaan ini bergerak di bidang jasa dengan visi perusahaan
yaitu menjadi perusahaan pos terpercaya dan misi perusahaan yang berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik, produk perusahaan yaitu pengiriman barang dan surat, selain itu PT. Pos Indonesia juga mengembangkan produk terbaru yaitu pospay, wesel pos, giro pos, find distribution, dan bank chanelling. Berdasarkan survei pendahuluan bahwa permasalahan pada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan adalah adanya penunggakan pembayaran piutang yang dilakukan oleh pelanggan. Penunggakan pembayaran yaitu pengiriman barang dan surat yang telah melewati batas jatuh tempo yang telah di sepakati. Dengan keadaan tersebut manajemen harus lebih memperhatikan aspekaspek yang dapat menyebabkan pengelolaan piutang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Piutang ini berpengaruh sekali pada perusahaan karena apabila dana perusahaan tersebut tertanam dalam piutang maka perusahaan tidak dapat memutarkan modal kerja, sehingga semakin kecil pula kemampuan perusahaan dalam meningkatkan volume penjualan. Akibatnya semakin kecilnya kesempatan yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba. Peningkatan piutang yang diiringi oleh meningkatnya piutang tak tertagih perlu mendapat perhatian. Banyaknya piutang tak tertagih karena lemahnya kebijakan pengumpulan dan penagihan piutang karena tidak tepatnya pelanggan membayar hutangnya yang telah ditetapkan tanggal jatuh tempo oleh perusahaan serta kemampuan perusahaan dalam mengukur seberapa sering piutang usaha
[30]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
berubah menjadi kas dalam setahun. Karena itu, pengendalian terhadap piutang merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan oleh perusahaan. Sistem pengendalian piutang yang baik akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kebijakan penjualan secara kredit. Demikian pula sebaliknya, kelalaian dalam pengendalian piutang bisa berakibat fatal bagi perusahaan dan dapat menurunkan keuntungan atau laba perusahaan. Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perputaran piutang dan kinerja ratarata pengumpulan piutang serta untuk mengetahui pengendalian piutang tak tertagih pada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan. Sehingga nantinya akan menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan atau keputusan untuk meningkatkan perputaran piutang usaha dan menjadi referensi bagi peneliti guna meningkatkan pengetahuan baik secara teori maupun aplikasi langsung dalam lingkungan perusahaan.
konsumennya secara angsuran (kredit) ”. Menurut Maria(2011:70) piutang adalah “jumlah tagihan dari perusahaan terhadap pelanggan berdasarkan penjualan kredit yang telah dilakukan sebelumnya”. Oleh Soemarso (2006, 338) piutang mengandung klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain, menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pelanggan. Selain itu, Munir (2005, 15) lebih mengkhususkan definisi piutang adalah tagihan atau langganan sebagai akibat adanya piutang dapat diartikan bahwa perusahaan memiliki hak penagihan terhadap pihak lain yang menjadi langganannya dan mengharap pembayaran dari mereka agar memenuhi kewajiban terhadap perusahaan. Sedangkan menurut Margaretha (2011:52) piutang adalah “aktiva atau kekayaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakan nya penjualan kredit”. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan secara garis besar, bahwa Piutang usaha merupakan salah satu unsur aktiva lancar dalam neraca perusahaan yang timbul akibat adanya penjualan barang dan jasa atau pemberian kredit terhadap debitur yang pembayarannya pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari (tiga puluh hari) sampai dengan 90 hari (sembilan puluh hari) atau dengan waktu jatuh tempo yang disepakati. Piutang usaha bagi kegunaan akuntansi yaitu untuk menunjukkan tuntutan-tuntutan pada pihak luar perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan jumlah uang tunai.
Kajian Teori Piutang Menurut Rudianto (2012:210) piutang adalah “klaim perusahaan atas uang, barang, atau jasa kepada pihak lain akibat transaksi di masa lalu”. Menurut Kasmir (2012:41) piutang adalah “tagihan perusahaan kepada pihak lainnya yang memiliki jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Piutang ini terjadi akibat dari penjualan barang atau jasa kepada
[31]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Mengingat piutang usaha merupakan harta perusahaan yang sangat likuid maka harus dilakukan prosedur yang baik demi kemajuan perusahaan. Kebijaksanaan perusahaan yang mempengaruhi jumlah piutang pada akhirnya mempengaruhi jumlah profitabilitas.
pelanggan. Bila wesel tagih dan piutang usaha berasal dari transaksi penjualan, maka hal itu kadang-kadang disebut piutang dagang (trade receivable). 3. Piutang Lain-lain (Other Receivable). Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut diklasifikasikan sebagai asset lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai asset tidak lancar dan dilaporkan dibawah judul investasi. Piutang lain-lain meliputi piutang bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan. Piutang usaha dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu : a) Piutang usaha. Penggolongan piutang usaha berdasarkan umur piutang dapat digolongkan ke dalam 4 jenis yaitu : 1. Piutang lancar adalah golongan piutang usaha yang waktu pelunasannya selalu tepat waktu dan tidak melebihi dari jangka waktu yang ditentukan. 2. Piutang tidak lancar adalah golongan piutang usaha yang waktu pelunasannya tidak tepat waktu dan waktunya berubah-ubah sesuai dengan keadaan dari customer. 3. Piutang yang dihapuskan adalah golongan piutang usaha yang tidak dapat ditagih dan dihapuskan dari kreditur terhadap debitur karena tidak ada kepastian atau informasi dari debitur atas pelunasan piutang usaha.
Klasifikasi Piutang Piutang merupakan aktiva lancar yang diharapkan dapat dikonversi menjadi kas dalam waktu satu tahun atau dalam satu periode akuntansi. Piutang pada umumnya timbul dari hasil usaha pokok perusahaan. Namun selain itu, piutang juga dapat ditimbulkan dari adanya usaha dari luar kegiatan pokok perusahaan. Menurut Warren, dkk (2009:437438) klasifikasi piutang adalah sebagai berikut : 1. Piutang Usaha (Account receivable). Piutang usaha adalah penjualan barang dagang atau jasa secara kredit. Piutang dicatat dengan mendebit akun piutang usaha. Piutang usaha (account receivable) semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relatif pendek. Misalnya 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan sebagai aset lancar. 2. Wesel Tagih (Notes Receivable). Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di saat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagi aset lancar.Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit lebih dari enam puluh hari. Wesel biasanya digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha
[32]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
4. Piutang yang dicadangkan dalam laporan keuangan akibat kesulitan pelunasan dari debitur dan kemampuan kepastian untuk membayar dari debitur belum ditentukan waktunya. b) Piutang bukan usaha. Piutang bukan usaha merupakan piutang yang timbul bukan akibat dari penjualan kredit barang atau jasa, melainkan dari kegiatan operasional perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan penjualan barang dan jasa. Yang termasuk dalam piutang bukan usaha adalah : 1. Piutang karyawan 2. Klaim terhadap perusahaan asuransi atas kerugiankerugian yang dipertanggungkan. 3. Klaim terhadap restitusi pajak. 4. Piutang dividen. 5. Piutang pesanan pembelian saham. Menurut harrison, dkk (2012:291-292) jenis piutang adalah: 1. Piutang usaha adalah jumlah yang dapat ditagih dari pelanggan atas penjualan barang dan jasa. Piutang usaha, yang umumnya diklasifikasikan sebagai aset lancar, kadangkadang disebut piutang dagang (trade receivable), debitor atau piutang. Penggunaan kata “dagang” biasanya untuk memisahkan piutang (dan utang) yang muncul dari penjualan barang atau provisi jasa kepada pelanggan (dan membeli barang atau jasa dari pemasok) dengan piutang nondagang. 2. Wesel tagih (note receivable) merupakan kontrak yang lebih formal ketimbang piutang usaha.
Untuk wesel, peminjam menandatangani janji tertulis untuk membayar pemberi pinjaman untuk meminjam keamanan atas pinjaman itu. Ini berarti bahwa peminjam memberikan izin kepada pemberi pinjaman untuk mengklaim aset tertentu, yang disebut jaminan (collateral), jika peminjam gagal membayar jumlah tersebut ketika jatuh tempo. 3. Piutang lainnya (other receivable) adalah kategori lain untuk semua piutang selain piutang usaha dan wesel tagih. Contohnya termasuk pinjaman kepada karyawan dan perusahaan terkait. Piutang jangka pendek merupakan piutang usaha yang dapat dilunaskan dalam waktu 1 (satu) tahun dan yang termasuk jenis piutang jangka pendek adalah piutang usaha, piutang karyawan, pembayaran uang muka pembelian, dan lain sebagainya. Sedangkan piutang jangka panjang merupakan piutang yang pelunasannya melebihi 1 (satu) tahun dan piutang jangka pendek yangperputarannya melebihi 1 (satu) tahun juga digolongkan dalam piutang jangka panjang. Transaksitransaksi piutang jangka panjang dalam pencatatannya selalu melewati jangka waktu 1 (satu) tahun dan tercantum jelas dalam laporan keuangan perusahaan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Piutang Tak Tertagih Piutang adalah salah satu unsur aktiva lancar dalam neraca yang memiliki perputaran yang cepat (kurang dari 1 tahun). Sebagai salah satu bentuk investasi yang tak berbeda dengan investasi kas,
[33]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
persediaan dan lain-lain, maka dengan adanya piutang perusahaan harus menyediakan dana untuk diinvestasikan ke dalam piutang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dana yang diivestasikan dalam piutang, menurut Margaretha (2011:52-53) sebagai berikut : 1. Volume Penjualan 2. Syarat pembayaran penjualan kredit a. Ketat b. Lunak. 3. Ketentuan tentang pembatasan kredit a. Kuantitatif, menentukan batas maksimal/plafon krediy yang diberikan. b. Kualitatif, seleksi orang/perusahaan yang akan diberi kredit. 4. Kebijaksaan dalam pengumpulan piutang a. Aktif, berbiaya besar b. Pasif, berbiaya kecil 5. Kebiasaan membayar dari pelanggan a. Kondisi perekonomian, baik secara umum maupun dalam industri. b. Variabel kebijakan kredit (credit policy variables). Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dana yang diinvestasikan dalam piutang: 1. Volume Penjualan Semakin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan demikian, makin besar volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti
makin besar jumlah piutang berarti makin besar resiko tidak tertagihnya piutang, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitabilitasnya. 2. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan profitabilitasnya. Syarat pembayaran lebih ketat misalnya dalm bentuk batas waktu pembayaran yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat. 3. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal kredit yang diberikan kepada para langganannya. Makin tinggi batas maksimal kredit yang diberikan kepada kepada para langganannya, makin tinggi batas maksimal kredit yang ditetapkan bagi masing-masing langganan, berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Demikian pula ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. Makin selektif para langganan yang dapat diberi kredit, akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang. Ketentuan dapat bersifat kuantitatif berupa batas maksimum kredit, dan dapat juga bersifat kualitatif berupa ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit.
[34]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
4. Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang melakukan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang melakukan kebijaksanaan secara aktif, maka perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan cara ini, maka piutang yang ada akan cepat tertagih sehingga akan lebih memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan kebijaksanaan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan lebih lama, sehingga jumlah piutang perusahaan akan lebih besar. 5. Kebiasaan membayar dari para pelanggan Langganan yang memiliki kebiasaan membayar dengan memanfatkan cash discount bisa mengakibatkan semakin kecilnya investasi dalam piutang dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkannya. Hal ini tergantung cara mereka menilai kedua alternatif tersebut.
diperkirakan tidak akan tertagih, yaitu: a. Metode penyisihan (Allowance Method). Perusahaan-perusahaan besar pada umumnya menggunakan metode penyisihan untuk mengestimasi besarnya piutang tak tertagih. Metode ini mencatat beban atas dasar estimasi dalam periode akuntansi dimana penjualan kredit dilakukan, untuk mendapat penandingan yang tepat atas beban atau pendapatan serta untuk mendapatkan nilai tercatat yang tepat untuk piutang usaha. b. Metode penghapusan langsung (Direct Write Method). Metode ini biasanya digunakan pada perusahaan-perusahaan kecil, perusahaan-perusahaan yang tidak dapat menafsirkan piutang tak tertagih dengan tepat atau perusahaan yang lebih banyak melakukan transaksi penjualan tunai maka jumlah piutang tak tertagih biasanya kecil. Dalam metode ini beban piutang tak tertagih tidak dicatat sampai piutang tersebut diputuskan tidak akan tertagih lagi sehingga akun penyisihan dan ayat jurnal penyesuaian tidak diperlukan pada akhir periode. Untuk menaksir jumlah piutang tak tertagih terdapat dua metode yang biasa digunakan: 1. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method). Metode ini digunakan hanya bila piutang yang tidak tertagih tidak material. Secara teoritis, metode ini tidak cocok karena tidak menyesuaikan dengan biaya dan pendapatan periode. Metode penghapusan langsung mencatat biaya piutang tak tertagih (Bad debt expense) pada periode
Penilaian Piutang Usaha Piutang usaha dinilai sebesar nilai realisasi neto (Net Realizable Value), yaitu diperkirakan bisa dikonversi menjadi kas. Untuk menilai piutang usaha pada nilai realisasinya, maka perlu mengestimasi piutang usaha yang tak tertagih dan penaksiran atas retur dan penyisihan penjualan yang akan terjadi. Menurut Warren, dkk (2008:438) , terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang yang
[35]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
ketika piutang usaha tidak bisa ditagih. Piutang yang benarbenar tidak bisa ditagih dicatat dengan mendebit akun biaya piutang tak tertagih dan mengkredit akun piutang usaha. Apabila setelah dihapus, pelanggan membayar kembali setelah periode penghapusan piutang, maka penerimaan itu dicatat sebagi keuntungan (Gain from Uncollectible Amount Recovery). 2. Metode Penyisihan (Allowance Method). Metode penyisihan, setiap akhir periode akuntansi ditakdir atau diestimasi jumlah biaya piutang tak tertagih. Hasil taksiran biaya piutang tak tertagih (Bad debt expense) dicatat ke jurnal dengan mendebit akun biaya piutang tak tertagihdan mengkredit akun penyisihan untuk piutang tak tertagih (Allowance foe doubtful debt). Apabila pelanggan benarbenar tidak bisa membayar, dengan demikian piutang usaha harus dihapus, maka penghapusan itu dicatat dengan mendebit akun penyisihan piutang tak tertagih dan mengkredit akun piutang usaha. Pembayaran kembali setelah piutang dihapus dilakukan dengan mendebet piutang usaha yang sudah dihapus dan mengkredit kembali akun penyisihan piutang yang tak tertagih. Metode penyisihan menilai piutang dalamjumlah yang dapat direalisasikan. Biaya piutang tak tertagih ditaksir berdasarkan pertimbangan dan pengalaman masa-masa sebelumnya terkait dengan piutang usaha dan transaksi penjualan. Pertimbangan yang cermat dan wajar
harus dilakukan agar mencerminkan nilai realisasi dari piutang usaha pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Jumlah penaksiran kerugian piutang dapat ditetapkan atas dasar : 1. Atas dasar jumlah penjualan. Piutang terjadi akibat dari penjualan kredit maka taksiran menggunakan jumlah penjualan selama periode bersangkutan. Yaitu dengan membandingkan kerugian piutang yang sebenarnya terjadi dengan total penjualan kemudian dilakukan perubahan-perubahan atas kemungkinan yang akan datang. Biasanya dalambentuk persentase. 2. Atas dasar saldo piutang. Jumlah ini dihitung dengan cara mengalikan suatu persentase tertentu dengan saldo piutang pada akhir periode. Dengan demikian yang dijadikan dasar adalah jumlah piutang usaha yag dimiliki perusahaan pada akhir periode. 3. Atas dasar analisis umur piutang. Penerapan metode ini pada dasarnya sama dengan penentuan taksiran kerugian piutang atas dasar saldo piutang, metode ini dikelompokkan menjadi kelompok piutang yang belum jatuh tempo, dan kelompok yang telah jatuh tempo. Sedangkan kelompok yang telah jatuh tempo dikelompokkan atas dasar lamanya jatuh tempo. Lamanya tunggakan, dihitung dari tanggaljatuh tempo piutang sampai tanggal 31 Desember. Tujuan menentukan taksiran piutang tak tertagih adalah untuk dapat diperhitungkan semua beban yang menimbulkan penjualan, sehingga diperoleh perhitungan laba
[36]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
periodik yang lebih akurat, dan menunjukkan nilai piutang usaha yang dapat direalisasi.
diskon 2% diberikan apabila membayar dalm 10 hari sejak akhir bulan. Pengakuan terhadap diskon tunai dan piutang dapat dilakukan dengan dua pendekatan: a. Metode Neto (Net Method). Piutang diakui sebesar jumlah penjualan setelah dikurangi dengan diskon. Metode ini mengasumsikan pembeli akan mengambil kesempatan untuk memanfaatkan diskon yang diberikan. Apabila diskon tidak diambil (pembayaran melebihi periode diskon) maka manajemen pembelian tidak efisien. Diskon yang tidak diambil akan diakui sebagai keuntungan karena diskon penjualan dibatalkan. b. Metode Bruto (Gross Method). Piutang dicatat sebesar nilai yang ada pada faktur dan diskon dicatat dalam akun “diskon penjualan” apabila perusahaan menerima pembayaran pada periode diskon metode ini merupakan metode yang paling mudah diterapkan dan paling banyak digunakan. Diskon penjualan disajikan di laporan rugi-laba sebagai pengurang dari akun penjualan. Dibandingkan metode bruto, metode neto menghasilkan praktik yang lebih baik karena piutang disajikan dekat dengan nilai realisasinya. dalam kenyataan, metode neto sulit diterapkan karena membutuhkan analisa tambahan dan pencatatan penyesuaian di akhir periode untuk diskon tunai yang tidak diambil.
Pengakuan Piutang Usaha Piutang usaha diakui atau dicatat sebesar nilai pertukaran atau nilai faktur yang telah disepakati oleh pihak penjual dan pembeli. Pengakuan atas piutang usaha, terdapat dua faktor yang mempengaruhi pencatatan nilai piutang usaha, yaitu : 1. Diskon Dagang. Diskon dagang adalah diskon yang diberikan oleh penjual kepada pembeli atas daftar harga yang diberikan penjual. Diskon ini biasanya diberikan karena pembeli membeli barang atau jasa dalam volume atau kebijakan perusahaan memberikan diskon untuk mencegah terjadinya perubahan harga berulang-ulang (harga tetap sesuai katalog, namun diberikan diskon). Apabila terdapat diskon dagang maka piutang usaha diakui senilai jumlah neto (setelah dikurangi diskon). 2. Diskon Tunai. Berbeda dengan diskon dagang, diskon tunai diberikan apabila pembeli barang membayar sesuai dengan periode diskon yang tercantum dalam syarat-syarat pembayarn. Apabila pembeli membayar dalam periode yang disebutkan dalam syarat-syarat pembelian, maka diskon diberikan sebesar persentase tertentu. Misalnya, syarat 2/10, net 30 maka diskon 2% diberikan apabila membayar dalam 10 hari sejak tanggal penagihan atau faktur dan jatuh tempo dalam masa 30 hari sejak tanggal penjualan, atau 2/10 EOM (ending of month) maka
[37]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas maka penulis mengambil jenis rasio aktivitas tentang piutang yaitu Perputaran piutang dan hari rata-rata penagihan piutang.
Rasio Aktivitas Menurut Kasmir(2012:172) rasio aktivitas merupakan “rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya”. Rasio aktivitas juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dari hasil pengukuran dengan rasio aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mengelola aset yang dimilikinya atau mungkin justru sebaliknya. Hasil yang diperoleh misalnya dapat diketahui seberapa lama penagihan suatu piutang dalam periode tertentu. Kemudian hasil ini dibandingkan dengan target yang telah ditentukan atau dibandingkan dengan hasil periode sebelumnya. Rasio aktivitas yang dapat digunakan manajemen untuk mengambil keputusan terdiri dari beberapa jenis. Penggunaan rasio yang diinginkan sangat tergantung dari keinginan manajemen perusahaan. Berikut ini ada beberapa jenisjenis rasio aktivitas yang dirangkum yaitu: 1. Perputaran Piutang (Receivable Turn Over) 2. Hari Rata-rata Penagihan Piutang (Days of Receivable) 3. Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) 4. Hari Rata-rata Penagihan Persediaan (Days of Inventory) 5. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turn Over) 6. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turn Over) 7. Perputaran Aktiva (Assets Turn Over)
Perputaran Piutang (Receivable Turn Over) Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin rendah dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin baik. Sebaliknya jika rasio semakin rendah ada over investment dalam piutang. Hal yang jelas adalah rasio perputaran piutang memberikan pemahaman tentang kualitas piutang dan kesuksesan penagihan piutang. Menurut Warren (2006:407) perputaran piutang adalah usaha (account receivable turn over) untuk mengukur seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun. Sebagai catatan apabila data mengenai penjualan kredit tidak ditemukan, dapat digunakan angka penjualan total. Rata – Rata Hari Penagihan Piutang (Days of Receivable) Rata – rata hari penagihan piutang yaitu perbandingan antara rata – rata piutang dan penjualan kredit atau perbandingan antara jumlah hari dalam setahun dan perputaran piutang. Semakin pendek rata-rata hari penagihan piutang semakin baik kinerja perusahaan tersebut karena modal kerja yang tertanam dalam bentuk piutang kecil
[38]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
sekaligus mencerminkan sistem penagihan piutang berjalan dengan baik.
dengan Piutang Usaha dan Pengendalian Piutang Tak Tertagih. Dokumentasi untuk mengumpulkan data-data, berupa bukti dan dokumen yang diperlukan, dalam hal ini dokumen yang digunakan adalah laporan piutang usaha dan penjualan kredit PT. Pos Indonesia (Persero) Medan dari tahun 2010-2015 Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis laporan piutang usaha menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang mengungkapkan gambaran masalah yang terjadi. Penelitian ini berlangsung dengan mengumpulkan data dari PT. Pos Indonesia (Persero) Medan yang kemudian disusun, menginterpretasikan, menganalisa data-data untuk memberikan deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai objek yang diteliti dengan menggunakan perhitungan Rasio Aktivitas .
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, yaitu data yang dihimpun berdasarkan cara-cara yang melihat proses suatu objek penelitian, dengan cara untuk memudahkan atau menyederhanakan pengelolaan dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti untuk memecahkan persoalan yang ada. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai obyek penulisan. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data-data dengan cara observasi secara langsung kepada staf yang berkepentingan di PT. Pos Indonesia (Persero) Medan, khususnya bagian Piutang. Dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan laporan-laporan tertulis perusahaan, yang ada di perusahaan dan bagian bahan yang tertulis yang ada hubungannya dengan masalah peneliti yakni laporan piutang dan penjualan kredit pada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi dengan melakukan pengamatan langsung aktivitas yang berhubungan
Hasil dan Pembahasan Perputaran Piutang ( Receivable Turn Over) Laporan piutang usaha perusahaan dibuat dan disajikan berdasarkan data piutang usaha perusahaan. Perusahaan menggunakan data laporan piutang usaha selama 1 periode akuntansi yaitu 1 tahun.
Tabel 1 Daftar Piutang PT. Pos Indonesia (Persero) Medan Periode 2010 - 2015 Tahun Penjualan kredit Piutang usaha 2010 Rp. 3.254.456.340 Rp. 252.325.514 2011 Rp. 3.511.295.325 Rp. 153.238.540 2012 Rp. 3.974.666.194 Rp. 349.252.690 2013 Rp. 5.074.981.547 Rp. 411.331.901 2014 Rp. 5.494.473.689 Rp. 576.324.403 2015 Rp. 6.073.450.293 Rp. 532.648.325
[39]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Untuk menghitung perputaran piutang usaha (receivable turn over) menggunakan rumus rasio aktivitas dan membutuhkan data penjualan kredit dan rata-rata piutang usaha. Berikut ini tabel yang menunjukkan posisi piutang PT. Pos Indonesia (Persero) Medan selama 5 tahun yang terbagi atas : Adapun perhitungan RTO, yaitu: 17,3 kali (tahun 2011), 15,9 kali (tahun 2012), 13,3 kali (tahun 2013), 11,1 kali (tahun 2014), 10,9 kali (tahun 2015). Hari rata-rata penagihan piutang akan menunjukkan berapa lama ratarata waktu penagihan piutang yang dilakukan agar menjadi kas. Berikut ini adalah perhitungan hari rata-rata penagihan piutang: 21 hari (tahun 2011), 23 hari (tahun 2012), 27 hari (tahun 2013), 32 hari (tahun 2014), 32 hari (tahun 2015).
tertagih. PT.Pos Indonesia (Persero) Medan menerapkan metode penghapusan langsung. Apabila pelanggan telat membayar dalam 1 bulan akan di akumulasikan pada bulan selanjutnya, dan tidak diberlakukannya sanksi apabila keterlambatan membayar sesuai dengan kontrak kerjasama yang telah disepakati. Metode penghapusan langsung di terapkan apabila pelanggan diputuskan tidak akan tertagih lagi sehingga akun penyisihan dan ayat jurnal penyesuaian tidak diperlukan pada akhir periode. Analisis Tingkat Perputaran Piutang Hasil perhitungan receivable turn over (RTO) , Days of receivable (DOR), dan pengendalian piutang tak tertagih di atas dapat kita mengetahui bagaimana keadaan tingkat perputaran piutang pada PT. Pos Indonesia (Persero) Medan. Dari rasio perhitungan RTO dapat kita lihat bahwa tingkat perputaran piutang perusahaan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Dari tahun 2011 tingkat perputaran piutang yaitu 17,3 kali menjadi 10,9 kali pada tahun 2015. Penyebab dari penurunan perputaran piutang karena semakin meningkatnya pelanggan PT.Pos Indonesia (Persero) Medan, semakin tiinggi penjualan semakin tinggi pula piutang usaha ,dampak yang ditimbulkan semakin lama modal kerja yang tertanam dalam bentuk piutang kembali menjadi modal atau kas. Berdasarkan data perhitungan DOR, hasilnya tergantung pada hasil perhitungan RTO. Tahun 2011 hari rata-rata penagihan piutang yaitu 21 hari mengalami penurunan pada tahun 2015 yaitu 33 hari. Semakin
Pengendalian piutang tak tertagih Piutang usaha dinilai sebesar nilai realisasi neto (Net Realizable Value), yaitu diperkirakan bisa dikonversi menjadi kas. Untuk menilai piutang usaha pada nilai realisasinya, maka perlu mengestimasi piutang usaha yang tak tertagih dan penaksiran atas retur dan penyisihan penjualan yang akan terjadi. Tujuan menentukan taksiran piutang tak tertagih adalah untuk dapat diperhitungkan semua beban yang menimbulkan penjualan, sehingga diperoleh perhitungan laba periodik yang lebih akurat, dan menunjukkan nilai piutang usaha yang dapat direalisasi. Penilaian piutang usaha pada PT.Pos Indonesia (Persero) Medan tidak menerapkan metode penyisihan yang mengestimasi setiap akhir periode jumlah biaya piutang tak
[40]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
menurunRTO semakin buruk bagi perusahaan, karena modal yang terikat dalam piutang lebih lama kembali menjadi kas. Setelah perhitungan RTO dan DOR, pengendalian terhadap piutang tak tertagih juga mengalami dampak yang buruk karena semakin banyak piutang yang tertanam, maka modal kerja untuk periode selanjutnya akan menurun. Bagian piutang harus mengestimasi jumlah penyisihan kerugian piutang dengan menggunakan umur piutang untuk menyusun laporan keuangan secara akurat dan menerapkan kebijakan kredit yang telah disepakati bersama antara perusahaan dan pelanggan. Penjualan yang meningkat menimbulkan piutang usaha yang semakin tinggi, tidak adanya perkiraan atau estimasi umur piutang menyebabkan semakin tinggi piutang tak tertagih yang dapat merugikan perusahaan. Kurangnya penerapan kebijakan kredit kepada setiap pelanggan mengakibatkan meningkatnya jumlah piutang jatuh tempo yang belum dibayar kepada perusahaan.
menurun mengakibatkan modal kerja untuk periode selanjutnya menurun. 2. Days of Receivable (DOR). Berdasarkan Rasio ini menunjukkan bahwa DOR PT. Pos Indonesia (Persero) Medan setiap tahunnya semakin panjang. Berdasarkan data perhitungan DOR, hasilnya tergantung pada hasil perhitungan RTO. Semakin kecil RTO semakin buruk bagi perusahaan, karena modal yang terikat dalam piutang membutuhkan waktu yang lama menjadi kas. 3. Pengendalian Piutang Tak Tertagih Prosedur pengendalian piutang yang digunakan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Medan menggunakan metode penghapusan langsung dan tidak mengestimasi umur piutang pelanggan, piutang yang telah jatuh tempo dan belum dilunaskan diakumulasikan ke periode selanjutnya walaupun pelanggan tidak membayar hutang tepat waktu sehingga pencatatan laporan keuangan belum akurat.
Daftar Pustaka Edy Suyanto, 2011. Analisis Tingkat Perputaran Piutang Usaha Terhadap Hutang Usaha, Medan : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi International Bussiness management Indonesia. Fakultas Ekonomi STIE IBMI, 2016. Buku panduan penyusunan skripsi, penerbit fakultas Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi International Bussiness Management Indonesia, Medan. Giri, Efraim Ferdinan. Akuntansi Keuangan Menengah, Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2012. Horngren, Charles T. Akuntansi Keuangan, suntingan Gina
Simpulan Berdasarkan hasil analisis tingkat perputaran piutang pada PT. Pos Indonesia (persero) Medan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Receivable Turn Over (RTO). Berdasarkan perhitungan RTO dapat kita lihat bahwa perputaran piutang mengalami penurunan. Semakin lama modal kerja yang tertanam dalam bentuk piutang kembali menjadi modal atau kas, yang berarti semakin rendah tingkat perputaran piutang. RTO yang semakin lama semakin
[41]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Gania, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012. Kasmir, Rasio Keuangan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2012. Lelly Harumsari Harswa. 2010, Analisis Tingkat Perputaran Piutang, Bandung: Universitas Komputer Indonesia. Manurung, Elvy Maria. Akuntansi Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2011. Margaretha, farah. Manajemen Keuangan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2011. Munawir,S. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Liberty: Yogyakarta,2004. Niswonger, Rollin C., Carl.S. Warren, JamesM.Reeve, dan Fess, Philip E, Prinsip –Prinsip Akuntansi, Edisi XIX, Erlangga, Jakarta, 2000 Nurjannah. 2012, Analisis Tingkat Perputaran Piutang, skripsi S1, Makassar Universitas Hasanuddin.
Rudianto. Pengantar Akuntansi : Konsep Dan Teknik Penyusunan Laporan Kuangan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012. R.S, Soemarso, Akuntansi Intermedite, Ikhtiar Teori & Soal Jawab Yogyakarta:BPFE, 2006 Syahyunan. Manajemen Keuangan: Perencanaan,Analisis dan Pengendalian Keuangan, Penerbit USU Press, Medan, 2012. Syahputra,edi kurniawan. “Analisis Piutang Tak Tertagih Pada PT. Bima Finance Palembang”, Jurnal Ekonomi. Mei 2010. Warren, Carls, et al. Pengantar Akuntansi, suntingan Damayanti Dian,Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2009. http://sanoesi.wordpress.com/2009/0 7/03/kebijakan-pemberiankredit/ ,(http://diktat.i.stieibbi/ac.id/handle/1 0264/787)
[42]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
KAJIAN ALTERNATIF MEWUJUDKAN KOTA MEDAN SEBAGAI DESTINASI WISATA NASIONAL DAN REGIONAL
Femmy I Dalimunthe1, Rita M Setianingsih 2 , Agus 3 Akademi Pariwisata Medan Surel:
[email protected]
Abstrak Kota Medan merupakan sebuah kota yang memiliki banyak potensi, diantaranya wisata kuliner, wisata belanja dan banyak memiliki bangunan bersejarah tinggalan kolonial Belanda pada era penanaman Tembakau Deli. Banyak bangunan yang masih dalam kondisi baik dan terawat dan adapula yang sudah dihancurkan dan digantikan dengan bangunan baru atau bangunan dalam keadaan terlantar. Bangunan-bangunan tersebut saat ini berfungsi antara lain sebagai kantor pemerintahan, jasa, perbankan, dan rumah tinggal. Keindahan bangunan bersejarah di Kota Medan merupakan cerminan masyarakatnya pada masa lalu, yaitu aktifitas menyangkut kehidupan antara lain dalam bidang sosial, budaya, politik, dan ekonominya. Potensi tersebut belum dimanfaatkan dan dikembangkan dengan maksimal, dan bangunan-bangunan bersejarah tersebut sudah dijadikan objek wisata. Adanya potensi budaya, alam dan buatan membuat maka penelitian ini untuk mencoba melihat (a) apa yang menjadi potensi Kota Medan ?; (b) apa yang menjadi kriteria Kota Medan sehingga dapat menjadi Destinasi Wisata Nasional ?; dan (c) apa yang menjadi kriteria Kota Medan sehingga dapat menjadi Destinasi Wisata Regional ?Adapun tehnik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei; observasi lapangan; Focus Group Discussion (FGD); observasi kepustakaan/internet; penyebaran kuesioner/ wawancara. Data pendukung juga diperoleh dari berbagai instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan pariwisata di Kota Medan. Adapun instasi pemerintah yang terkait adalah Kota Medan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sumatera Utara, Museum Propinsi Sumatera Utara. Kata kunci: Potensi Kota Medan, kriteria destinasi wisata regional, kriteria destinasi wisata nasional
Pendahuluan Kota Medan menjadi salah satu pintu masuk utama bagi wisatawan mancanegara yang terletak di bagian barat wilayah Indonesia. Adanya Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Nasional membuat Kota Medan terkena imbasnya, dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada
di Kota Medan dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Diharapkan bahwa Kota Medan tidak hanya menjadi kota transit atau persinggahan saja, tetapi juga mampu menjadi kota yang mempunyai keunikan dari atraksi wisata yang akhirnya akan mampu
[43]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
menjadi destinasi wisata Nasional dan Regional. Di Kota Medan banyak terdapat sisa peninggalan budaya dan alam yang layak dijadikan destinasi wisata; misalnya bangunan bersejarah tinggalan kolonial Belanda pada era penanaman Tembakau Deli. Banyak bangunan yang masih dalam kondisi baik dan terawat walaupun adapula yang sudah dihancurkan dan digantikan dengan bangunan baru, atau bangunan dalam keadaan terlantar. Bangunan-bangunan tersebut saat ini berfungsi antara lain sebagai kantor pemerintahan, jasa, perbankan, dan rumah tinggal. Keindahan bangunan bersejarah di Kota Medan merupakan cerminan masyarakatnya pada masa lalu, yaitu aktifitas menyangkut kehidupan antara lain dalam bidang sosial, budaya, politik, dan ekonominya. Medan telah masuk sebagai salah satu dari lima puluh Destinasi Pariwisata nasional (DPN) di Indonesia, dan disebutkan bahwa Medan merupakan The Most Favorite City. Kota Medan juga mempunyai Cultural Heritage Tourism (CHT) yang merupakan salah satu bentuk wisata alternative (minat khusus - special interest), yang merupakan jenis wisata yang menekankan pada pengalaman dan pengetahuan bagi pengunjungnya. Secara umum mempunyai beberapa komponen yang harus diteliti, yaitu mencakup (a) daya tarik CHT dan alam; (b) fasilitas CHT; dan (c) aksesibilitas. Oleh karena adanya CHT dan alam, maka diperlukan kolaborasi antar pelaku pariwisata yang memiliki tujuan yang sama sebagai sebuah bentuk kerjasama yang dapat diterapkan pada Kota Medan.
Kolaborasi dapat dilakukan melalui sistem clustering, yakni sistem pengelompokkan dasar konsentrasi geografis yang dilakukan oleh perusahaan maupun institusi yang saling berhubungan dan memiliki persamaan. Ada National Clusters; Regional Clusters dan Commercial Cluster. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan kebudayaan dan pariwisata nomor PM.37/UM/001/MKP/07 Tentang kriteria dan penetapan destinasi pariwisata unggulan. Kriteria meliputi (a) ketersediaan sumberdaya dan daya tarik wisata; (b) fasilitas pariwisata dan fasilitas umum; (c) aksesibilitas; (d) kesiapan dan keterlibatan masyarakat; (e) potensi pasar; dan (f) potensi strategis dalam pembangunan daerah. Tujuan penelitian adalah sebagai acuan dari pengembangan destinasi wisata oleh pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat, serta menjamin terselenggaranya pengembangan destinasi wisata di daerah yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan kualitas pengelolaan, meningkatkan volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan.
Kajian Teori Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025, Bab I, Pasal 1 butir 5 menyebutkan bahwa Destinasi Pariwisata Nasional atau DPN adalah Destinasi Pariwisata yang berskala nasional. Dalam Bab I, Pasal 1, butir 6 disebutkan bahwa
[44]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang selanjutnya disingkat KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata, atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. Sesuai dengan visi pembangunan kepariwisataan nasional yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2010 sampai dengan 2025 adalah terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Diharapkan Destinasi Pariwisata itu mempunyai tempat yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat. Adapun tujuan pembangunan kepariwisataan nasional adalah : a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata; b. Mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab; c. Mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional, dan d. Menggembangkan Kelembagaan Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran Pariwisata, dan Industri
Pariwisata secara professional, efektif dan efisien. Adapun yang menjadi sasaran pembangunan kepariwisataan nasional adalah peningkatan : a. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara; b. Jumlah pergerakan wisatawan nusantara; c. Jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara; d. Jumlah penerimaan devisa dari wisatawan nusantara; dan e. Produk domestik bruto di bidang kepariwisataan. Dalam pengelolaan Destinasi Pariwisata tentunya ditemukan beberapa tantangan Pengelolaan Destinasi Pariwisata, dan umumnya yang menjadi tantangan adalah : 1. Pengelolaan suatu destinasi wisata itu ibarat suatu orchestra. Partiturnya mudah terbaca, suaranya halus merdu, gerakannya mesti terpadu, dan penampilannya menawan; 2. Bisa dimengerti, pengemasan dan pengelohan yang tak memadai, akan membuat suatu destinasi memudar auranya. Sayangnya, banyak yang belum banyak memahami pentingnya tata kelola destinasi wisata; 3. Berbagai destinasi wisata yang dikelola ala kadarnya, tidak sinkron, parsial dan tidak transparan. Kenyataan itulah yang mendotong upaya peningkatan tata kelola pariwisata dalam suatu ekosistem pengelolaan yang professional. Selain itu setiap destinasi harus mempunyai sebuah branding destinasi dan sebaiknya mempunyai fungsi sebagai : 1. Payung bagi segenap pelaku dan pemangku kepentingan ‘umbrella brand’;
[45]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
2.
Meneguhkan jatidiri dan mengembangkan cita (encouraging); 3. Mewadahi kepentingan bersama (accommodating); 4. Menggetarkan dan menggetarkan semangat segenap usaha (resonate); 5. Mengakrabkan para pelaku membentuk formasi kerja (conciliatory); 6. Ibaratnya Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity). Ada beberapa hal yang menjadi upaya yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang memadai berkenaan dalam pengelolaan destinasi, yakni : 1. Menggali aspirasi warga mengenai branding; 2. Memperkaya pengetahuan terkait branding; 3. Merumuskan gagasan cerdas tentang branding; 4. Menemukan makna mendalam untuk branding; 5. Mengembangkan cara komunikasi publik sehingga warga mengenali dan meresapi branding destinasi atau kotanya; 6. Mewujudkan branding dalam karya nyata, misalnya “Jogja Berhati Nyaman bukan Jogja Berhenti Nyaman”. Mandat UU no 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Bab IV, Pasal 7,8 dan 9 yang menyebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan dlakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas renvcana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk kepariwisataan provinsi dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
Posisi strategis Kota Medan dalam konstelasi Pariwisata Nasional, yaitu : 1. Memiliki posisi strategis yang berada di tanah Sumatera, adanya beberapa tinggalan budaya 2. Mempunyai nilai historis yang tinggi dalam perkembangan sejarah Indonesia; 3. Mempunyai nilai budaya yang tinggi dengan adanya kerajaan Deli 4. Sebagai hubungan regional jalur transportasi Posisi Strategis Sumatera Utara/Kota Medan dalam Konstilasi Pariwisata Nasional, dimana Sumatera Utara dalam posisi 8 besar kunjungan wisatawan di Indonesia menurut data BPS tahun 2010 sebesar 1.880.877. Sumatera Utara berada dalam posisi 8 besar kunjungan wisatawan di Indonesia (BPS, 2010), dapat dilihat di bawah ini : 1. Jawa Barat 7,518,081 2. Jawa Timur 7,058,899 3. DKI Jakarta 5,332,268 4. Bali 4,684,102 5. Jawa Tengah 3,595,469 6. DI Yogyakarta 3,390,455 7. Riau 1,976,323 8. Sumatera Utara 1,880,877 9. Kalimantan Timur 1,751,074 10. Kepulauan Riau 1,636,461 Sedangkan posisi strategis Sumatera Utara atau Kota Medan dalam Konstelasi Pariwisata Nasional dan menurut Indeks Daya Saing Indonesia olahan UNWTO, Sumatera Utara dalam posisi ke-7 dari 33 provinsi di Indonesia. Implementasi strategi pemasaran digunakan melalui pendekatan DOT, yaitu: 1. Destinasion (destinasi) – Great Bali, Great Jakarta, Great Batam
[46]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
2. Origin (asal) – Singapore, Malaysia, Australia, Tiongkok, and Japan 3. Time (waktu) – Market Seasonality – Pola Musiman Pasar Implementasi strategi pemasaran digunakan melalui pendekatan POS, yaitu: 1. Paid Media – cnn, cctve, metro tv, youtube, national geografi chanel, goggle 2. Own Media – www.indonesia.travel 3. Social Media – instagram, facebook, twitter, blog dan lainlain.
1.
Keamanan adalah salah satu faktor kunci dalam melakukan perjalanan. 2. Keragaman daya tarik wisata menjadi salah satu penahanan bagi wisatawan untuk lebih lama lagi berwisata Kota Medan, length of stay di Kota Medan. 3. Program kegiatan promosi wisata ke mancanegara sebagai salah satu kegiatan yang harus digalakkan oleh pemerintah Kota Medan 4. Pemerintah agar selalu mengupayakan untuk menambah jalur penerbangan ke beberapa Negara, agar wisatawan asing terus bertambah ke Kota Medan 5. Harapan masyarakat dalam hal ini responden sangat setuju jika keberadaan Kuala Namu sebagai bandara yang berstandar international akan menjadikan Kota Medan sebagai destinasi international 6. Pengembangan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan yang berstandar International, maka kota Medan akan menjadi kota tujuan kapal pesiar. 7. Ketersediaan berbagai jenis hotel berbintang di Kota Medan, akan memudahkan wisatawan untuk mendapatkan akomodasi 8. Jumlah hotel bernuasa tradisional di Kota Medan masih terbatas, sehingga dibutuhkan penambahan kamar 9. Ketersediaan restoran international di Kota Medan memudahkan wisman mendapatkan makanan 10. Keberdayaan travel agen berstandar international, memberi pelayanan berkunjung ke Kota Medan 11. Kemudahan dan pelayanan keimigrasian yang baik terhadap
Metode Penelitian Metode kuantitatif digunakan dalam penelitian ini, dimana deskriptip kuantitatif digunakan dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang (1) potensi pada kawasan Kota Medan; (2) kriteria kawasan Kota Medan masuk dalam Destinasi Wisata Nasional atau dapat juga masuk Destinasi Wisata Regional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei; observasi lapangan; Focus Group Discussion (FGD); observasi kepustakaan/internet; penyebaran kuesioner/ wawancara. Data pendukung juga diperoleh dari berbagai instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan pariwisata di Kota Medan. Adapun instasi pemerintah yang terkait adalah Kota Medan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sumatera Utara, Museum Propinsi Sumatera Utara. Dari hasil analisa kuesioner dapat diketahui bahwa :
[47]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
wisman yang datang sangat dibutuhkan untuk wisata Penerbangan international akan lebih memperbanyak volume wisman datang ke Kota Medan Ketersediaan sarana transportasi darat yang sesuai standar kebutuhan wisman, akan memberikan kenyamanan berwisata Ketersediaan pramuwisata yang menguasai bahasa, menarik wisman ke Kota Medan, bahkan seharusnya beberapa bahasa asing Penerbangan international akan memperbanyak volume wisman ke Kota Medan Ketersediaan transportasi yang sesuai standar kebutuhan wisman, akan memberikan kenyamanan berwisata Ketersediaan pramuwisata yang menguasai berbagai bahasa, akan menarik wisman dari berbagai Negara yang datang ke Kota Medan Ketersediaan fasilitas MICE yang berskala international di Kota Medan, maka akan sering diadakan event-event skala international Setiap jasa usaha pariwisata sudah menerapkan global ethic of tourism
wisata alam; (2)Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya; (3) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus. Kota Medan memiliki objek dan daya tarik wisata budaya yang kuat yaitu dari wisata kuliner dan wisata belanja. Tempat-tempat kunjungan wisata yang potensial juga memiliki prediksi yang cukup menjanjikan sebagai sebuah objek wisata. Ada beberapa potensi di Kota Medan yang layak dijadikan tempat kunjungan wisatawan yang terdapat pada 21 buah Kecamatan yang ada yaitu: Kecamatan Medan Amplas; Kecamatan Medan Area; Kecamatan Medan Barat; Kecamatan Medan Baru; Kecamatan Medan Belawan Kota; Kecamatan Medan Deli; Kecamatan Medan Denai; Kecamatan Medan Helvetia; Kecamatan Medan Johor; Kecamatan Medan Kota; Kecamatan Medan Labuhan; Kecamatan Medan Maimun; Kecamatan Medan Marelan; Kecamatan Medan Perjuangan; Kecamatan Medan Petisah; Kecamatan Medan Polonia; Kecamatan Medan Selayang; Kecamatan Medan Sunggal; Kecamatan Medan Tembung; Kecamatan Medan Timur; Kecamatan Medan Tuntungan. Kota Medan merupakan sebuah kota yang banyak memiliki bangunan bersejarah tinggalan kolonial Belanda pada era penanaman Tembakau Deli. Banyak bangunan yang masih dalam kondisi baik dan terawat dan adapula yang sudah dihancurkan dan digantikan dengan bangunan baru atau bangunan dalam keadaan terlantar. Bangunan-bangunan tersebut saat ini berfungsi antara lain sebagai kantor pemerintahan, jasa, perbankan, dan rumah tinggal. Keindahan bangunan
Hasil dan Pembahasan Potensi Kota Medan Daya Tarik atau attraction merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sebuah destinasi wisata. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata terdiri dari : (1) Pengusahaan objek dan daya tarik
[48]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
bersejarah di Kota Medan merupakan cerminan masyarakatnya pada masa lalu, yaitu aktifitas menyangkut kehidupan antara lain dalam bidang sosial, budaya, politik, dan ekonominya. Potensi tersebut belum dimanfaatkan dan dikembangkan dengan maksimal, dan bangunanbangunan bersejarah tersebut sudah dijadikan objek wisata. Pada masa lalu terdapat perlindungan bangunan bersejarah di Indonesia dapat ditelusuri sejak dikeluarkannya Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934. Kemudian muncul pula Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang selanjutnya digantikan pula oleh UndangUndang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Konvensi Perserikatan Budaya (PBB) mengenai warisan budaya dunia terkait perlindungan konteks budaya dan konteks saujana (United Nations World Heritage Convention Concerning Protection of the World Cultural and Natural Heritage) menjelaskan bahwa cakupan warisan budaya yaitu (1) monumen (monuments), (2) kelompok bangunan (group of buildings), dan (3) situs (sites). Mengacu pada pendapat Hewison dan Ross di atas, maka tulisan ini berfokus pada kelompok bangunan bersejarah (Nuryanti, 1996: 251252).
oleh perusahaan maupun institusi, saling berhubungan dan memiliki persamaan. Ada beberapa tingkatan, yaitu National Clusters; Regional Clusters dan Commercial Cluster. Selanjutnya untuk tingkat kepentingan pengembangan kawasan dapat dikategorikan dalam peringkat lokal, regional, nasional, dan international. Peringkat lokal berarti sesuatu berlaku di suatu tempat saja; peringkat regional berarti bersifat kedaerahan; peringkat nasional berarti bersifat kebangsaan dan peringkat internasional berarti bersifat universal. Yang dimaksud dengan peringkat lokal bagi kota Medan adalah ruang lingkup wilayah atau daerah Kota Medan saja; sedangkan peringkat nasional merupakan peringkat dalam lingkup wilayah Indonesia, dan peringkat internasional yang bersifat universal tersebut meliputi kawasan di seluruh dunia. Peringkat regional dapat pula diartikan khususnya bagi Kota Medan yang ruang lingkupnya meliputi wilayah Asia. Pasal 1 butir 6 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Destinasi Pariwisata adalah daerah tujuan wisata yang selanjutnya disebut sebagai destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Seandainya kota Medan akan menjadi sebuah Destinasi Pariwisata Nasional, hendaknya meliputi beberapa hal sebagai berikut :
Kota Medan Sebagai Destinasi Regional dan Nasional Penentuan wilayah regional atau nasional secara khusus ditentukan dengan sistem clustering, yakni sistem pengelompokan dasar konsentrasi geografis yang dilakukan
[49]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
a.
Perwilayahan Pembangunan DPN; b. Pembangunan Daya Tarik Wisata; c. Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata; d. Pembangunan Prasarana Umum, Fasilitas Umum dan Fasilitas Pariwisata; e. Pemberdayaan Masyarakat melalui Kepariwisataan; f. Pengembangan investasi di bidang pariwisata. Program Aspek Destinasi Pariwisata, dengan indikasi program yaitu : 1. Fokus pengembangan daya tarik wisata unggulan dengan paketpaket wisata yang berkualitas; 2. Pengembangan sarana dan prasarana di daya tarik wisata unggulan; 3. Kajian potensi dan pengembangan dan kelayakan pengembangan daya tarik wisata baru. Pengembangan fasilitas aktraksi baru kawasan unggulan; 4. Peningkatan kualitas pelayanan di ODTW; 5. Pelatihan peningkatan kapasitas pelayanan bagi pelaku wisata di akomodasi hotel/penginapan/homestay, rumah makan, kuliner, guide, operator wisata, cinderamata dan bahasa asing; 6. Menyusun paket-paket wisata dengan mengkombinasikan senibudaya, desa wisata, kuliner; 7. Meningkatkan kebersihan dan kesejukan kawasan wisata melalui program kampanye sadar wisata bagi masyarakat, pengelola, pelaku usaha di kawasan. Kemudian gerakan objek wisata bersih, kampanye Sapta Pesona (Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah dan
Kenangan). Program penghijauan/ecogreen; 8. Pengembangan aksesibiltas dengan jaringan moda transportasi dan konektivitas baik udara, laut dan darat. Hal ini tentunya ditentukan juga oleh beberapa hal yang meletakkan posisi strategis Kota Medan dalam konstelasi Pariwisata Nasional, yaitu harus memiliki posisi strategis yang berada di tanah Sumatera, adanya beberapa tinggalan budaya; mempunyai nilai historis yang tinggi dalam perkembangan sejarah Indonesia; dan mempunyai nilai budaya yang tinggi dengan adanya kerajaan Deli; dan mempunyai hubungan regional jalur transportasi. Ada beberapa peraturan tentang Global Travel Trend mencakup (1) Considerable worries about security (Threat of Terrorism); (2) More domestic vacations and holidays; (3) More vacations and holidays in neighbor countries; (4) Significantly less business trips; (5) Special boom for “Euro land Inbound” (European Market); (6) Growth noted particularly in the Eastern Hemisphere (Asia, Australia, Europe, and Africa); (7) Explosion on low-cost-demand; (8) Significantly more car and bus trips (nearness); (9) Last minutes bookings; (10) Stronger growth in online travel bookings; (11) Worldwide “run” on more value for less money; (12) More and more demands on special interest tours (Source: UN-WTO 2014). Ada Trend International Tourist yang diketahui dan menjadi dasar peraturan kepariwisataan, yaitu (1) More experienced; (2) Change Value; (3) Change Life Style; (4) Change Demographics; (5) More Flexible; (6) More Independent; (7)
[50]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Involvement; (8) Looking for different; (9) Variety (Source: UNWTO 2013).
termasuk di dalamnya kerjasama di bidang kepariwisataan. Sangat penting untuk diketahui bahwa hal-hal yang memungkinkan Kota Medan dijadikan Destinasi Pariwisata Regional terkait dengan kesiapannya memenuhi aspek-aspek yang diperlukan pada Trend International Tourism. Ini berkenaan dengan Kota Medan dan masyarakatnya yang telah memiliki pengalaman yang luas (more expreinces) dalam berhubungan dengan berbagai anggota masyarakat dari luar lingkungannya. Ini menyangkut juga di dalamnya adalah kemampuan berbahasa Inggris yang memadai pada hampir sebagian besar anggota masyarakat di Kota Medan. Selanjutya adalah perubahan yang cukup mendasar pada kelompok masyarakat di Kota Medan terkait nilai-nilai kehidupan. Internasionalisasi menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari yang disikapi dengan arif bagi upaya memperluas wawasan dan memperdalam nilai kehidupan. Adapun perubahan gaya hidup masyarakat Kota Medan juga merupakan dampak globalisasi yang disikapi dengan upaya-upaya menjaga kepribadian dan pembentukan jati diri yang sesuai dengan norma-norma ketimuran yang dimiliki. Tidak dapat diabaikan adalah kondisi masyarakat Kota Medan yang beragam dari sisi ras, etnis, profesi latar belakang pendidikan dan sebagainya yang semuanya justru memperkaya kehidupan masyarakatnya. Terkait dengan latar belakang pendidikan dan juga profesi, masyarakat Kota Medan dapat dikatakan menjadi lebih pragmatis dalam pengertian effisien dan efektif, juga menjadi anggota masyarakat yang tidak
Simpulan Kota Medan adalah sebuah kota di bagian utara Pulau Sumatera yang sangat memadai sebagai sebuah Destinasi Pariwisata Nasional. Ini dapat dibuktikan dengan masuknya kota Medan sebagai salah satu dari lima puluh Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) di Indonesia, dan selain itu kota Medan juga merupakan The Most Favorite City. Potensi yang telah ada memenuhi persyaratan yang diperlukan, yang meliputi ; (a) ketersediaan sumberdaya dan daya tarik wisata; (b) fasilitas pariwisata dan fasilitas umum ; (c) aksesibilitas; (d) kesiapan dan keterlibatan masyarakat; (e) potensi pasar, dan (f) potensi strategis dalam pembangunan daerah. Selanjutnya hasil penelitian yang baru dilakukan juga memperlihatkan bahwa ada unsur lain memungkinkan Kota Medan menjadi sebuah Destinasi Pariwisata Regional, artinya setingkat lebih tinggi dari Desinasi Pariwisata Nasional. Kota Medan merupakan sebuah tempat kota bisnis yang banyak menjadi tujuan para pengusaha/pebisnis dari berbagai Negara mengingat besarnya peluang bisnis dan industry di daerah ini. Indikasinya, di Kota Medan terdapat beberapa Konsulat Jenderal Negara sahabat, seperti Malaysia, Jepang, dan India serta beberapa Konsulat Negara lain seperti Australia, Singapura, Belanda dan Amerika. Keberadaan institusi itu jelas memperkuat hubungan diplomatik dan perekonomian,
[51]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
menggantungkan diri pada orang lain, lebih mandiri. Masyarakat Kota Medan juga memiliki sikap yang baik dalam berinteraksi dengan manusia lain dan lingkungan, mampu melihat perbedaan, dan memungkinkan mengisi kehidupan dengan kreativitas dan hal-hal yang bervariasi. Hal yang tersebut di atas merupakan bagian yang sangat penting bagi penciptaan kondisi yang kondusif bagi terciptanya suasana nyaman yang diperlukan bagi kepariwisataan. Untuk Kota Medan, menjadi Destinasi Pariwisata Regional bukan hal yang mustahi. Syarat-syarat di atas telah terpenuhi dan menjadi potensi yang melandasinya. Namun harus diingat pula bahwa Kota Medan memerlukan branding yang tepat sehingga mampu menjangkau seluruh kelompok masyarakat dunia. Kalau tempat lain misalnya ber-branding-Malay Truly Asia. Kota Medan dapat membuat branding yang mengedepankan kekayaan Kota Medan yang berasal dari masa kejayaan tembakau Deli. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan ada beberapa hal yang perlu disarankan, yaitu (1) upaya pelestarian peninggalan budaya di Kota Medan harus segera dilakukan. Untuk bangunan dan objek lain serta kawasan yang berkategori Cagar Budaya agar segera ditetapkan. Untuk itu Penerintah Kota Medan harus segera membentuk tim ahli Cagar Budaya Kota Medan; (2) Sadar wisata harus selalu disosialisasikan/digaungkan agar masyarakat dapat menyikapinya dengan lebih bijak; (3) Regulasi yang berkaitan dengan kepariwisataan dan kebudayaan harus disiapkan secara lebih baik dengan melibatkan
berbagai unsur; (4) Untuk mendapatkan branding yang tepat untuk pariwisata Kota Medan, perlu diadakan sayembara terbuka; dan (5) Koordinasi dengan stakeholders harus dilakukan lebih intensif sehingga berbagai masalah dapat dicarikan solusinya. Selain itu juga perlu dibentuk semacam badan/dewan (otorita) kota yang menangani masalah-masalah kepariwisataan.
Daftar Pustaka Busby, Graham. 2003. The Concept of Sustainable Tourism within the Higher Education: A British Case Study. Dalam Jurnal of Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Education. Vol. 2 No. 2 Adobe Acrobat Document [0057.pdf} Damanik Janianton dkk (ed). 2005. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta : Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada dan Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Grim, John A dan Mary Evelyn Tucker. 2003. Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup. Yogyakarta : Kanisius Hadinoto, Kusudianto, 1996. Perencanaan Pengambangan Destinasi Pariwisata, Jakarta : UI Press Hendrie Adji Kusworo dan Sotya Sasongko. 2004. Pengelolaan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang berkelanjutan : Sebuah Utopi ? Dalam Menuju Paradigma Baru Pariwisata Indonesia. Yogyakarta : Pusat
[52]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada. Hidayati, Deny, dkk. 2003. Ekowisata Pembelajaran dari Kalimantan Timur. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Janianton Damanik dkk (Editor) . 2005. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta : Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada dan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indnesia. Kahveci Gulzake, Kenan OK and Ersin Yylmaz. 2005. Ecotourism an SD of Forest and Forest Villagers in Turkey. Diambil dari F:\Ecotourism and Sust. D of Forest Villagers in Turkey.htm diakses November 2006. Koestoro, Lucas Partanda . 2004. "Pemberdayaan Benda Cagar Budaya Dalam Kepariwisataan di Sumatera Utara", dalam Berkala Arkeologi: Sangkhakala, Medan; Balai Arkeologi Medan, 2004. ------------------. 2006. Medan, Kota di Pesisir Timur Sumatera Utara dan Peninggalan Tuanya. Seri Warisan Sumatera Bagian Utara No. 0206. Medan : Balai Arkeologi Medan Kusumohartono, Bugie M.H. 1986. Pemahaman tentang Analisis Geografi Keruangan dan pemanfaatannya bagi Telaah Arkeologi, dalam Berkala Arkeologi VII (1) : 70 – 86. Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta
Mundardjito. 1990. Metode Penelitian Permukiman Arkeologi, dalam Edy Sedyawati et.al, Monumen, 1931. Depok : Lembaran Sastra Fakultas Sastra Universitas Indonesia ---------------, 1995, Pendekatan Integratif dan Partisipatif Dalam Pelestarian Budaya, Jakarta: FS Universitas Indonesia ---------------. 2002. Pertimbangan Ekologis Penempatan Situs Masa Hindu-Buda di Daerah Yogyakarta. Jakarta : Wedatama Widya Sasatra dan Ecole Francaise D'extreme-Orient. Nuryanti, Wiendu, 1997, Perencanaan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan, Makalah dalam Pendidikan dan Pelatihan Mengenai Dampak Lingkungan, Kerja Sama Antara Deparpostel dan PUSPAR UGM, Yogyakarta Nasikun. 1970. Sebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, Yogyakarta: Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada. -----------. 1997. Model Pariwisata Pedesaan : Pemodelan Pariwisata Pedesaan Untuk Pembangunan Pedesaan yang Berkelanjutan, dalam Myra P. Gunawan (ed), Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan. Bandung: ITB -----------. 1997. "Globalisasi Dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas" dalam Pengusahaan Ekowisata. Mukhlison dan Frederich C. (ed). Yogyakarta : Fakultas Kehutanan UGM, Pustaka Pelajar dan Unit Konservasi Sumberdaya Alam DIY.
[53]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Jakarta : Direktorat Jendral Kebudayaan Depdikbud. Pitana, I Gde, dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi Putra, Ida Bagus Wyasa, dkk. 2003. Hukum Bisnis Pariwisata. Bandung : PT Refika Aditama Soemarwoto, Otto. 1992. Environment Aspect of Tourism. Cultural Tourism Development Central Java and Yogyakarta. Jakarta : Directorate Jendral Tourism, UNESCO/UNDP --------------------. 2004. Atur Diri Sendiri. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitasy Press ------------------. 2005. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Spilane, James J. 1977. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Perspektif. Yogyakarta: Kanisisus. Thohir. Kaslan, A. 1985 : Butir-butir Tata Lingkungan Sebagai Masukan Untuk Arsitektur Landsekap dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Aksara Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Jakarta : Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Wahab, Salah. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : PT Pradnya Paramita
[54]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
ANALISIS KINERJA PEMUNGUTAN PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA MEDAN Fiana Rahayu Siregar Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Surel :
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kinerja Dinas Pendapatan Daerah yang diukur dari efektivitas dan kontribusi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam meningkatkan pendapatan daerah Pemerintah Kota Medan. Adapun pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan rasio efektivitas dan rasio kontribusi. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dengan sumber data data penelitian yang dilakukan berupa data primer dan data skunder. Data primer dilakukan dengan wawancara, dan data skunder dikumpulkan dari laporan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan Tahun 2011-2014. Teknik analisa data yang digunakan berupa teknik analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi penerimaan BPHTB Kota Medan untuk tahun 2011 efektivitas BPHTB sebesar 145% dikategori sangat efektif, untuk tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 92,2% dikategori efektif, begitu juga untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 73,6% dan 69% dikategori kurang efektif. Sedangkan untuk kontribusi ditahun 2011 sebesar 9,25%, tahun 2012 sebesar 8,4%, tahun 2013 dan tahun 2014 tingkat kontribusi mengalami penurunan menjadi 7,44%, dan 5,65% dimana tingkat kontribusi pajak BPHTB termasuk dalam kategori sangat kurang karena masih berada dibawah 10%. Kata kunci: Kinerja, Efektivitas, Kontribusi, BPHTB
PENDAHULUAN Berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan langkah pemerintah pusat dalam memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah yang merupakan peluang sekaligus tantangan. Menjadi sebuah peluang apabila pemerintah daerah tersebut mampu mengelolah segala sumber penerimaan dengan baik dan optimal, begitupun sebaliknya akan menjadi sebuah tantangan apabila pemerintah tersebut tidak mampu
mengelolah segala sumber penerimaan daerahnya dengan baik. Mardiasmo (2013:01) mengatakan bahwa ruang lingkup akuntansi pemerintahan adalah mencakup akuntansi manajemen, sistem akuntansi keuangan, perencanaan keuangan dan pembangunan, sistem pengawasan dan pemeriksaan, serta berbagai implikasi finansial atas kebijakankebijakan yang dilakukan pemerintah. Khusnaini (2006: 66) menyatakan keleluasaan kepada
[55]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah diberikan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah adalah dengan menggunakan konsep value for money dalam mengukur kinerja keuangan (Nugrahini, 2007). Value for money merupakan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu organisasi, baik organisasi yang berorientasi laba (swasta) maupun organisasi nonprofit (sektor publik) yang meliputi penilaian efisiensi, efektivitas, dan ekonomis (Indra Bastian, 2006: 280). Efisiensi dan efektivitas anggaran belanja merupakan salah satu prinsip utama dalam penyelanggaraan anggaran belanja agar dapat memberikan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal. Pada 1 Januari 2010 berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak BPHTB resmi dijadikan sebagai pajak daerah. Dimana dengan adanya pengalihan ini, BPHTB dipercaya sebagai sumber pendapatan asli daerah yang memiliki potensi sangat besar. Dengan ditetapkannya BPHTB menjadi tanggung jawab daerah, mulai dari perumusan kebijakan, pelaksanaan pemungutan, dan pemanfaatan pendapatan BPHTB. Tugas dan tanggung jawab daerah dalam menerima pengalihan BPHTB juga perlu diatur dan ditetapkan dengan suatu peraturan, sehingga setiap daerah terdorong untuk segera mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pemungutan BPHTB. Perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat terjadi karena
adanya peralihan hak yang meliputi peristiwa hukum atau perbuatan hukum tertentu yang terjadi antara orang atau badan hukum sebagai subjek hukum yang oleh undangundang dan peraturan hukum diberi kewenangan untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan, dan menurut hukum peralihan hak terjadi karena dua hal yaitu hak beralih dan hak dialihkan (Marihot, 2008: 61) Sejalan dengan perkembangan Kota Medan maka pemerintah sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat perlu melaksanakan penerimaan dan pemungutan pajak secara efektif. Dengan adanya pelaksanaan pemungutan atas hak dan perolehan atas tanah dan bangunan maka perlu adanya pelayanan yang dilakukan agar sumber pendapatan daerah melalui pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan lebih optimal. Target dan realisasai untuk pajak BPHTB pada Kota Medan di tahun 2011 sampai tahun 2014. Realisasi untuk BPHTB mengalami penurunan dan masih berada dibawah target yang dinginkan oleh Dinas Pendapatan Daerah, itu berarti bahwa semakin tahun semakin menurun realisasi dari target pemasukan BPHTB, dimana realisasi penerimaan BPHTB lebih kecil dari target yang ditetapkan pemerintah. Tabel 2 menunjukkan bahwa realisasi untuk pendapatan asli daerah mengalami peningkatan tetapi masih berada dibawah target yang dinginkan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Padahal perkembangan ekonomi dan pembangunan di Kota Medan menunjukkan bahwa BPHTB sangat potensial memberi sumbangan dana bagi Pendapatan Asli Daerah.
[56]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Tahun 2011 2012 2013 2014
Tabel 1 Target, Realisasi Penerimaan Pajak BPHTB Kota Medan Target Realisasi Efektivitas Rp. 175.000.000.000 Rp. 254.217.144.362 1.45% Rp. 280.974.000.000 Rp. 259.114.429.583 92,2% Rp. 330.974.000.000 Rp. 243.748.816.689 73,6% Rp. 330.974.000.000 Rp. 228.392.967.245 0.69%
Tabel 2 Realisasi BPHTB dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Medan Tahun Realisasi BPHTB Realisasi PAD Kontribusi 2011 Rp. 254.217.144.362 Rp. 2.747.359.034.421,34 9,25% 2012 Rp. 259.114.429.583 Rp. 2.998.203.912.475,38 8,64% 2013 Rp. 243.748.816.689 Rp. 3.276.344.285.159,73 7,44% 2014 Rp. 228.392.967.245 Rp. 4.042.115.828.231,62 5,65% Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pemungutan pajak daerah sudah efektif, dan seberapa besar kontribusi BPHTB terhadap tingkat Pendapatan Asli Daerah. Menurut Mardiasmo (2013), Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Semakin tinggi rasio efektivitas BPHTB menggambarkan kemampuan pemerintah daerah yang semakin efektif. Sedangkan kontribusi adalah sumbangan, sokongan, ataupun bantuan (M. Fikri Alfian, 2003:68). Semakin tinggi rasio kontibusi BPHTB yang diukur menggambarkan bahwa besarnya sumbangan ataupun sokongan yang diberikan pajak BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja pemungutan dinas pendapatan asli daerah yang diukur dari efektivitas dan kontribusi penerimaan BPHTB dalam meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Medan, dan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
menurunnya penerimaan BPHTB pada Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Medan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan kinerja Pemerintah Kota Medan dan juga memberikan masukan dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari aspek akademis penelitian ini diharapkan dapat membantu pihakpihak lain yang membutuhkan informasi mengenai BPHTB dan pendapatan asli daerah.
Kajian Teori Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2008: 230). Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehinggga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai
[57]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan swasta (Halim, 2008: 231-232). Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehinggga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Undangundang (Djamu Kertabudi, 2007:2). Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 6 ayat (1) Sumber Pendapatan Asli Daerah yaitu: a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah. Selanjutnya pasal 6 ayat (2), lainlain PAD yang sah sebagaimana dimaksud meliputi: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro; c. Pendapatan bunga;
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; e. Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (PERDA), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Siahaan, 2005:10). Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 Angka 10 bahwa pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Menurut Meutia Fatchanie (2007:28) bahwa pajak daerah merupakan salah satu faktor dalam pendapatan daerah, berikut fungsi dari pajak daerah adalah sebagai tiang utama pelestarian otonomi terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah dan sebagai sumber dana yang sangat berarti dalam rangka pembiayaan pembangunan daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak
[58]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
atas tanah dan atau bangunan (Supramono dan Theresia, 2010:149). Waluyo (2007:155) menjelaskan bahwa setiap pemilik atau yang memperoleh Hak atas Tanah dan Bangunan menyerahkan sebagian nilai ekonomis yang diperoleh kepada pemerintah melalui pembayaran pajak yang disebut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam Pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: 1. Pemindahan Hak, karena: a. Jual Beli; b. Tukar Menukar; c. Hibah; d. Hibah Wasiat; e. Waris; f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya; g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan; h. Penunjukan pembeli dalam Lelang; i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; j. Penggabungan usaha; k. Peleburan usaha; l. Pemekaran usaha; dan m. Hadiah. 2. Pemberian Hak Baru karena : a. Kelanjutan pelepasan hak; dan b. Diluar pelepasan hak. Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi, hak Milik; Hak Guna Usaha; Hak Guna Bangunan; Hak Pakai; Hak Milik atas satuan Rumah Susun; dan Hak Pengelolaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu: objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik; objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum, objek yang diperoleh badan/perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya; objek yang diperoleh orang pribadi/badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; objek yang diperoleh orang pribadi/badan karena wakaf; dan objek yang diperoleh orang pribadi/badan karena kepentingan ibadah. Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan. Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak. Sedangkan untuk tarif, dasar pengenaan dan cara menghitung BPHTB, menurut Pasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan. Pengukuran Kinerja BPHTB Keberadaan BPHTB harus ditentukan dari target yang dapat diperolehnya setiap tahun dan ketercapaiannya dapat dilihat dalam
[59]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
realisasi yang diperoleh setiap tahun dari BPHTB tersebut. Untuk mengukur kinerja BPHTB dapat digunakan rasio efektifitas dan rasio kontribusi. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi aktivitasnya. Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. (Siagian, 2001:24). Setelah diketahui penerimaan BPHTB, maka perlu diketahui seberapa besar tingkat efektivitas
pemungutan BPHTB yang dilakukan oleh petugas dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Medan, dimana tingkat efektifnya BPHTB dengan melakukan pengukuran terhadap rasio efektivitas. Sedangkan untuk kontribusi BPHTB dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat penyumbangan yang diberikan oleh BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan, dimana tingkat kontribusi BPHTB dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap rasio kontribusi Indikator untuk mengetahui tingkat efektivitas dari hasil perhitungan menggunakan formula efektivitas adalah klasifikasi pengukuran efektivitas.
Tabel 3 Klasifikasi Pengukuran Efektivitas Persentase Kriteria >100% Sangat Efektif 90-100% Efektif 80-90% Cukup Efektif 60-80% Kurang Efektif <60% Tidak Efektif Sumber: Abdul Halim (2004) Jika potensi penerimaan pajak perimbangan. Sehingga akan bumi dan bangunan semakin besar mengurangi rasio ketergantungan dan pemerintah daerah dapat pemerintah daerah kepada mengoptimalkan sumber penerimaan pemerintah pusat Untuk mengetahui dengan meningkatkan target dan bagaimana dan seberapa besar realisasi pajak bumi dan bangunan kontribusi BPHTB, maka untuk yang berlandaskan potensi mengklasifikasi kriteria kontribusi sesungguhnya, hal ini dapat BPHTB terhadap Pendapatan Daerah meningkatkan total hasil dana Tabel 4 Klasifikasi Pengukuran Kontribusi Persentase Kriteria 0,00-10% Sangat Kurang 10,10-20% Kurang 20,10-30% Sedang 30,10-40% Cukup Baik 40,10-50% Baik Sumber: Abdul Halim (2004)
[60]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Untuk menginterpretasikan rasio kontribusi BPHTB dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) digunakan kriteria dalam Tabel 4. BPHTB sampai saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dalam penyusunannya dilakukan oleh dinas pendapatan daerah Kota Medan. Setelah target penerimaan BPHTB tersebut disusun dengan baik, selanjutnya dilakukan pemberitahuan sekaligus pemungutan kepada wajib pajak yang terutang untuk menyetorkan pajak terutangnya pada tempat-tempat diwilayah kabupaten, kota, atau propinsi yang meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang telah diatur oleh dinas pendapatan daerah kota medan. Pelaksanaan pajak yang dilakukan untuk evaluasi apakah anggaran yang harus ditargetkan untuk tahun selanjutnya ditingkatkan atau sebaliknya mengalami penurunan. Begitu juga dengan pelaksanaan pemungutan BPHTB dilakukan evaluasi, kalau hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka harus lebih meningkatkan kinerja yang sudah dilakukan. Hal ini pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, Ridwan (2014) dari hasil penelitian menunjukkan realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Tanjungpinang tahun 2011 sampai 2013 triwulan I sampai triwulan IV sudah sangat efektif. Kontribusi BPHTB dalam meningkatkan penerimaan PAD tahun 2011 sampai 2013 masih tergolong kurang.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menyajikan data yang diterima dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan berupa data-data jumlah terget pajak BPHTB, realisasi BPHTB, dan pendapatan daerah kota medan sehingga memberikan gambaran yang cukup jelas untuk penulis menganalisis serta membandingkan dengan teori yang ada. Analisis kinerja dinas pendapatan daerah kota medan dalam pemungutan BPHTB merupakan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif pemungutan BPHTB dan seberapa besar sumbangan BPHTB dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, definisi dari penelitian tersebut adalah: 1. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumbersumber ekonomi daerah 3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Indikator yang digunakan dalam mengukur pajak BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dapat berupa penilaian terhadap efektifitas dan kontribusinya.
[61]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang beralamat Jl. Jend. Abdul Haris Nasution No.32. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan Maret 2016. Jenis Data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka. dengan sumber data Data penelitian yang dilakukan berupa data primer dan data skunder. Dimana data primer dilakukan dengan wawancara, dan data skunder dikumpulkan dari laporan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan Tahun 2011-2014. Teknik pengumpulan data adalah teknik dokumentasi dan wawancara. Penelitian menggunakan teknik analisis deskriptif, artinya data yang diperoleh di lapangan diolah sehingga memberikan data yang sistematis, dan akurat mengenai permasalahan yang diteliti. Adapun tahapan dilakukan yaitu menganalisis proses pemungutan BPHTB pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, selajutnya melakukan pengukuran kinerja dinas pendapatan daerah dengan pengukuran sebagai berikut: a. Dari segi Efektivitas BPHTB. Untuk mengukur efektivitas yang terkait dengan perpajakan, maka digunakan rasio efektivitas yaitu perbandingan antara realisasi pajak dengan target pajak (Abdul Halim, 2004). Indikator untuk mengetahui tingkat efektivitas dari hasil perhitungan menggunakan formula efektivitas adalah klasifikasi pengukuran efektivitas. b. Penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Kota Medan. Untuk mengukur seberapa besar tingkat sumbangan atas
pendapatan BPHTB yang berasal dari penerimaan BPHTB yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Kota Medan. Untuk menginterpretasikan realisasi atas penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan diawali dengan menganalisis tingkat efektivitas BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan, selanjutnya menganalisis dan membahas tingkat kontribusi BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan dan dari hasil analisis data tersebut maka maka dapat ditarik kesimpulan
Hasil dan Pembahasan Secara umum proses pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan diawali dengan pendaftaran wajib pajak melalui pengisian formulir yang disediakan oleh pemerintah daerah. Setelah pendaftaran dan pendataan wajib pajak harus mengisi SPTPD. SPTPD merupakan sarana yang paling mutlak bagi wajib pajak untuk melaporkan dengan benar semua hal tentang wajib pajak mulai dari identitas, penghitungan BPHTB, sampai jumlah setoran yang harus dibayar. Sesuai dengan ketentuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris wajib pajak menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan setelah menyerahkan bukti pembayaran pajak, selain memberikan informasi tentang timbulnya BPHTB tersebut PPAT/Notaris sangat berperan dalam membantu wajib pajak untuk melakukan pembayaran BPHTB ke Bank. Pada saat BPHTB yang
[62]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
seharusnya terutang nihil (nol), maka wajib pajak tetap mengisi SPTPD BPHTB dengan memberikan keterangan “NIHIL” pada bagian jumlah setoran. SPTPD BPHTB nihil cukup diketahui oleh PPAT/Notaris dengan menandatangani kolom yang telah disediakan (wajib pajak tidak perlu ke bank persepsi). Selain penandatangan akta, PPAT/Notaris juga berkewajiban melaporkan dokumen perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dibuat kepada Pemerintah Daerah setempat. Penyampaian laporan ini diperlukan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan di bidang BPHTB. Setelah penelitian SPTPD BPHTB yang dilakukan pemerintah daerah telah valid dan kemudian dikembalikan pada PPAT/Notaris dan dapat dilakukan penandatangan AKTA. SPTPD valid dan akta yang telah ditandatangani PPAT/Notaris diserahkan pada kantor BPN. Kepala Kantor Pertanahan dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah dan bangunan atau peralihan hak atas tanah dan bangunan setelah diterimanya bukti pembayan pajak dari wajib pajak.
tingkat realisasi dari target pemasukan pajak BPHTB, menunjukkan bahwa kontribusi BPHTB mengalami penurunan bagi PAD Kota Medan. Berdasarkan dari jumlah realisasi penerimaan pajak BPHTB untuk tahun 2011 sampai tahun 2014 mengalami penurunan, bahkan tidak mampu dalam mencapai target yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan. Dimana tingkat persentase terhadap efektivitas pemungutan pajak BPHTB yang dilakukan dalam empat tahun penelitian, untuk tahun 2011 memperoleh kriteria sangat efektif, hal ini terjadi dikarenakan besarnya realisasi penerimaan pajak BPHTB yang melebihi dari target yang telah ditetapkan, sedangkan untuk tahun 2012 memperoleh kriteria yang efektif karena berada diantaran 90% sampai 100%, sedangkan untuk 2013 sampai tahun 2014 dalam kriteria kurang efektif. Untuk tahun 2011 efektivitas pemungutan pajak memperoleh 145%, ditahun 2012 tingkat efektivitas pemungutan mengalami penurunan menjadi 92,2%, ditahun 2013 untuk tingkat efektivitas pemungutan pajak juga mengalami penurunan menjadi 73,6%, dan untuk tahun 2014 tingkat efektivitas pemungutan pajak mengalami juga penurunan menjadi 69%. Kriteria dalam penilaian efektivitas pemungutan pajak BPHTB untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 berada diantara 60% sampai dengan 80% termasuk dalam kriteria kurang efektif Penurunan yang terjadi untuk efektivitas pajak BPHTB Kota Medan, terjadi dikarenakan penurunan atas jumlah transaksi atas jual beli bangunan dan tanah, yang disebabkan karena daya beli
Efektivitas Pemungutan BPHTB Dalam Rangka Meningkatkan PAD Kota Medan Target penerimaan pajak BPHTB setiap tahunnya mengalami peningkatan, sedangkan untuk tingkat realisasi pajak BPHTB mengalami penurunan, hal ini dibuktikan dengan tingkat efektivitas pajak BPHTB yang mengalami penurunan, bahkan masih berada dibawah target yang dinginkan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Dengan setiap tahun semakin menurun untuk
[63]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
masyarakat terhadap properti tanah dan bangunan mengalami penurunan. Dalam proses pelaksanaan pemungutan BPHTB belum berjalan dengan baik ini dilihat dari adanya prosedur pemungutan yang belum sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu pada prosedur pembayaran. Wajib pajak membayar pajak terutangnya kepada staf Seksi Pendaftaran dan Penerimaan, yang seharusnya wajib pajak membayar pajak terutangnya langsung kepada bendahara penerimaan di Dinas Pendapatan Daerah. Ini yang perlu di perhatikan oleh pemerintah daerah agar proses pemungutan pajak BPHTB berjalan dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Upaya dan inovasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Medan guna untuk meningkatkan mutu dan kualitas SDM para pegawai dan staffnya, aparatur Dinas Pendapatan Kota Medan selalu mengikutsertakan para pegawai dan stafnya kedalam pelatihan-pelatihan, penataran ataupun pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya. Dengan adanya upaya inovasi tersebut, para pegawai maupun staf akan mendapat ilmu baru dan pengalaman baru yang sesuai dengan bidang tugasnya.
memberikan sumbangan untuk meningkatkan PAD Kota Medan, terbukti dengan menurunnya jumlah realisasi dari penerimaan pajak BPHTB. Kontribusi pemungutan pajak BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan yang dilakukan untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dalam kriteria sangat kurang. Dimana untuk tahun 2011 kontribusi pemungutan pajak memperoleh 9,25%, ditahun 2012 tingkat kontribusi pemungutan mengalami penurunan menjadi 8,64%, ditahun 2013 untuk tingkat kontribusi pemungutan pajak terus mengalami penurunan menjadi 7,44%, dan untuk tahun 2014 turun lagi menjadi 5,65%. Kriteria dalam penilaian kontribusi atas pemungutan pajak BPHTB berada diantara 0% sampai dengan 10% termasuk dalam kriteria sangat kurang. Penurunan yang terjadi untuk tingkat kontribusi menunjukkan bahwa pajak BPHTB tidak memberikan dampak yang begitu besar dalam meningkatkan PAD Kota Medan. Terbukti dengan meningkatnya jumlah PAD Kota Medan, hal ini terjadi dikarenakan PAD Kota Medan bukan hanya berasal dari pajak BPHTB saja. Penurunan yang terjadi untuk kontribusi pajak BPHTB Kota Medan dalam meningkatkan PAD Kota Medan, terjadi dikarenakan penurunan atas realisasi penerimaan pajak BPHTB, yang menyebabkan sumbangan yang diberikan mengalami penurunan. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran pembayaran pajak oleh wajib pajak yang masih rendah, wajib pajak seringkali tidak mengakui adanya utang pajak.
Kontribusi Pemungutan Pajak BPHTB Dalam Meningkatkan PAD Kota Medan Pajak BPHTB merupakan salah satu pajak yang nilainya terbesar, dengan besarnya jumlah pajak BPHTB seharusnya dapat memberikan sumbangan yang besar juga untuk peningkatan PAD Kota Medan, tetapi dilihat dari tingkat kontribusi, pajak BPHTB hanya sedikit dalam
[64]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kota Medan dengan sistem self assessment, belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Wajib pajak belum menggunakan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang sebenarnya sebagai dasar penghitungan BPHTB. Ini merupakan kecenderungan Wajib Pajak dalam penghindaran Pajak. Apabila harga pasar atau nilai transaksi lebih tinggi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka Wajib Pajak akan menyampaikan bahwa harga Transaksi sesuai dengan NJOP. Demikian juga apabila NPOP lebih rendah dari NJOP, wajib pajak akan berusaha menghindarinya. Sehingga dasar pengenaan BPHTB tidak lagi berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), melainkan NJOP.
dalam rangka meningkatkan PAD tidak lepas dari adanya peran serta wajib pajak tersebut. Peran serta wajib pajak sebagai kontributor utama bagi pendapatan daerah dan juga peningkatan efektivitas pemungutan BPHTB dalam rangka meningkatkan PAD Kota Medan. Setelah dilihat dari kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang mengalami penurunan, yang terlihat dari tingkat efektivitas pajak BPHTB yang mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan ada beberapa faktor yang menghambat Pemungutan BPHTB adalah kurangnya kesadaran sebagian wajib pajak. Faktor dari kurangnya kesadaran bagi sebagian wajib pajak adalah masih banyak wajib pajak yang tidak jujur atau tidak tau dengan aturan baru yang berlaku sejak BPHTB dilimpahkan menjadi pajak daerah. Seperti pada pembayaran pajak. Wajib Pajak membayar pajak berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang seharusnya berdasarkan berapa harga transaksi yang disepakati atau berdasarkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dilihat dari aspek internal, keterbatasan sumber daya manusia yang ada di Dinas Pendapatan Kota Medan membuat pihak Dinas Pendapatan untuk membuat sebuah inovasi untuk memotivasi para pegawai atau staf Dinas Pendapatan Kota Medan dalam meningkatkan kinerja personal maupun organisasinya.
Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pemungutan BPHTB Faktor pendukung pelaksanaan pemungutan BPHTB didukung oleh: 1) Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah, yang merupakan tonggak hukum atau landasan hukum yang di gunakan oleh Dinas Pendapatan Kota Medan sebagai acuan didalam melaksanakan pemungutan pajak BPHTB. 2) Pengawasan yang efektif, pengawasan yang efektif disini mengacu pada tidakan atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pegawai atau staf bidang pendataan Dinas Pendapatan Kota Medan. Pengawasan yang efektif harus sudah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. 3) Peran serta wajib pajak, pencapaian keberhasilan efektivitas pemungutan BPHTB
Simpulan Pemungutan BPHTB dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Medan telah berjalan
[65]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
cukup baik karena belum semua prosedur terlaksana dengan standar dan operasional pemungutan yang ada dan telah berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan daerah tentang Sistem dan Prosedur pemungutan BPHTB juga ketetapan-ketetapan dan Surat Keputusan yang ada. Kendalakendala tidak terlepas dari setiap kebijakan yang diberlakukan, kendala-kendala yang ditemui di dalamnya merupakan kendala dari pihak Wajib Pajak, baik dari segi pembayaran yakni Self Assessment System maupun dalam jangka waktu pembayaran adanya keterlambatan, Petugas Pajak dari segi penagihan, dan masih kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan kompeten di bidang pendapatan. Dari teknologi maupun sarana dan prasarana yang lain sudah memadai dan baik. Bila diukur kinerja Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Medan yang dilihat dari tingkat efektivitas mengalami penurunan, dimana untuk realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Medan tahun 2011 sampai tahun 2012 realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sudah sangat efektif, sedangkan untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan kurang efektif.Kontribusi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah tahun 2011 sampai tahun 2014 masih tergolong kurang, hal ini terjadi dikarenakan penurunan atas realisasi penerimaan pajak BPHTB, yang menyebabkan sumbangan yang diberikan mengalami penurunan.
Untuk lebih meningkatkan target dan realisasi pemungutan pajak BPHTB Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Medan harus meningkatkan kualitas maupun kuantitas SDM yang ada, agar dalam proses pelaksanaan pemungutan BPHTB dapat berjalan dengan baik dan benar. Dari segi peningkatan kualitas SDM yang ada, harus melakukan pendidikan dan pelatihan mengenai pengenalan BPHTB.. Berdasarkan perhitungan kontribusi yang membandingkan antara realisasi penerimaan BPHTB dengan realisasi penerimaan PAD maka masih perlu ditingkatkan dengan cara terus memberikan pemahaman dan pelayanan kepada wajib pajak sehingga kontribusi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan semakin meningkat. Pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan agar bisa memberikan dampak nyata dari kontribusi tersebut. Dengan menambah, menyempurnakan sarana dan prasarana agar memberikan kemudahan, kenyamanan dan kebanggaan kepada wajib pajak dalam membayar pajak.
Daftar Pustaka Abdullah Boedi. (2011). Pengantar Hukum Keluarga. CV Pustaka Setia: Bandung Abdul Halim. (2004). Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat: Jakarta. Daries,Nurlan. (2009). Pengelolaan Keuangan Daerah . PT. Indeks: Jakarta. Djamu Kertabudi. (2007). Selayang Pandang Dinas Pendapatan Daerah. Soreang: Bandung.
[66]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Fatchanie, Meutia. (2007). Analisis Efisiensi dan Efektivitas Hasil Pemungutan Pajak Daerah di Kabupaten Sleman. UII: Yogyakarta. Herman, Danny Z. (2006). Makalah: Potensi Panas Bumi Dan Pemikiran Konservasinya, Sub Direktorat Konservasi . DIM: Jakarta Indra Bastian. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta I Desak Made Ita Purnamasari. (2014). Analisis Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Berdasarkan Value For Money Audit Atas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Tahun 2007-2011 e-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Prolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Jakarta Kosasih. (2012). Analisis Sistem Pajak BPHTB Dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerah Terhadap PAD Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmiah Solusi Unsika ISSN Vol. 11 No. 24 Ed.Sep Nop 2012. Kurniawan, Panca. (2006). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bayu Media: Jawa Timur. Mardiasmo. (2013). Perpajakan: Edisi Revisi. Andi: Yogyakarta. Meilan Agu.(2015). Evaluasi Penerapan Sistem Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Sebagai Pajak Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Minahasa Tenggara. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Volume 15 No. 04 Tahun 2015 Mohammad Khusaini. (2006). Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah. BPFE Unibraw: Malang. Ni Luh Candrawati. (2015). Analisis Kinerja Dinas Pendapatan Dalam Pemungutan Pajak Hotel, Restoran, Dan Retribusi Pelayanan Pasar. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 10.3. (2015) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006, tanggal 13 Oktober 2006, tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Jakarta Ratih Harinsari. (2013). Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kediri (Studi pada Dinas Pendapatan Kabupaten Kediri). Jurnal Administrasi Publik Vol 1, No 2. 2013 Ridwan, HR. (2014). Hukum Administrasi Negara. UII Press Yogyakarta: Yogyakarta. Siahaan, M.P. 2008. Pajak Daerah dan Retibusi Daerah Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Suhadak dan Trilaksono Nugroho. (2007). Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Penyusunan APBD di Era Otonomi, Bayumedia Publishing: Malang.
[67]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Supramono dan Theresia Worodamayanti. (2010). Perpajakan Indonesia “Mekanisme dan Perhitungan”. ANDI: Yogyakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2011. Visi Media: Jakarta Selatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah: Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah: Jakarta. Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Salemba Empat: Jakarta. Yandianto. (2000). Kamus Umum Bahasa Indonesia. M2S: Bandung
[68]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
ANALISIS POTENSI PENERIMAAN DAN EFEKTIVITAS PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA MEDAN Heny Triastuti Kurnia Ningsih & Azhari Kurniawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara Surel :
[email protected]
Abstrak Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dan efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Medan selama tahun 2010 hingga tahun 2014. Model analisis yang digunakan yaitu analisis perhitungan potensi penerimaan yang didasarkan pada basis pajak dan tarif pajak Pajak Penerangan Jalan kemudian perhitungan efektivitas Pajak Penerangan Jalan yang didasarkan pada realisasi penerimaan dan potensi penerimaan pajak penerangan jalan, untuk basis pajaknya (tax base) perhitungannya didasarkan pada beban pemakaian listrik dan biaya pemakaian listrik di Kota Medan. Hasil perhitungan potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan menunjukkan bahwa potensi Pajak Penerangan Jalan di Kota Medan belum tercapai secara optimal. Golongan bisnis memiliki potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan paling besar. Efetivitas Pajak Penerangan Jalan menunjukkan bahwa pemungutan dan pengelolaan Pajak Penerangan Jalan belum efektif. Kata kunci: realisasi penerimaan pajak penerangan jalan, potensi penerimaan, efektivitas.
Pendahuluan Kota Medan adalah ibukota provinsi Sumatera Utara yang mempunyai letak yang strategis. Kota ini merupakan kota metropolitan terbesar diluar pulau Jawa dan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Hal ini membuat Kota medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata dan membuat kota medan menjadi barometer perekonomian bagi kabupaten/kota di Sumatera Utara. Perkembangan pesat yang terjadi di Kota Medan saat ini ditandai
dengan kemajuan di bidang pendidikan, pariwisata dan iptek. Selain itu, keberhasilan Kota Medan dapat tercapai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya seperti industri dan perdagangan, pariwisata, serta usaha kecil dan menengah dapat dikemas dengan baik dan terarah. Perkembangan Kota Medan mendorong terjadinya peningkatan penduduk, objek wisata, hotel, restoran dan tempat hiburan lainnya. Peningkatan pada beberapa sektor tersebut seiring dengan meningkatnya pemakaian listrik di Kota Medan, yang kemudian akan berdampak pesat pada peningkatan
[69]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
potensi pajak penerangan jalan. Pemerintah Kota Medan telah mampu merealisasikan potensi pajak penerangan jalan tersebut sebesar mungkin, sehingga hal tersebut akan berdampak pada kenaikan realisasi pendapatan asli daerah di Kota Medan. Salah satu instrumen yang dapat diupayakan untuk meningkatkan PAD yaitu melalui pengutan kemampuan pemungutan pajak daerah. Menurut Lutfi (2004) pajak daerah merupakan komponen yang sangat menjajnjikan dan selama ini pendapatan yang berasal dari perolehan hasil pajak daerah merupakan komponen yang memberikan sumbangan besar dalam struktur pendapatan yang berasal dari pendapatan asli daerah. Pemungutan pajak daerah di Indonesia diatur dalam UndangUndang No. 34/2000 yang diperbaharui melalui UndangUndang No. 28/2009. Pajak daerah yang termasuk ke dalam pajak provinsi antara lain Pajak Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Rokok. Pajak daerah yang digolongkan sebagai pajak kabupaten/kota yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penerangan Jalan. Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah pasal 2 disebutkan bahwa pajak daerah dapat dikelompokkan menjadi Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Salah satu jenis pajak kabupaten/kota yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah adalah pajak penerangan jalan. Pajak penerangan jalan daerah adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayarkan oleh pemerintah daerah. Sehingga penerimaan pajak yang diperoleh dari pajak penerangan jalan akan digunakan untuk membiayai penerangan jalan pada jalan umum meliputi pemeliharaan dan perbaikan lampu jalan (siahaan,2008). Masalah yang terjadi antara potensi penerimaan pajak penerangan jalan dengan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan, menandakan bahwa realisasi penerimaan pajaknya belum optimal. Sedangkan apabila kita melihat target dan realisasinya, penerimaan pajak penerangan selalu melampui target yang ditetapkan pemerintah. Menurut Pradita, (2009) Hal ini menunjukkan bahwa secara umum realisasi penerimaan pajaknya belum sesuai dengan potensi rill yang ada (Indra Riady, 2010). Rendahnya tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Medan dapat di ukur dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemapuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditentukan (Simanjuntak, 2001).
[70]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
2. Fungsi Mengatur Pada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan dorongan kepada pengusaha untuk memperbesar produksinya, dapat juga memberikan keringanan atau pembesaran pajak pada para penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan menyalurkannya antara lain ke sektor produktif. Dengan adanya industri baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih banyak,sehingga penganggaran berkurang dan pemerataan pendapatan akan dapat terlaksana untuk mencapai keadilan social ekonomi dalam masyarakat.
Landasan Teoritis Pajak Pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain, menurut Rochmad Soemitro, menyatakan sebagai berikut : “Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat cara timbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat ditujukan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran umum”(Mardiasmo, 2009). Peraturan pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuan menungkatkan kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan umum aturan pajak tidak sematamata dibuat untuk memasok uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas Negara, akan tetapi harus memiliki sifat yang mengatur guna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Penerimaan atas uang peningkatan kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2003) dalam bukungya yang berjudul “Perpajakan” adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Budgetair Pemungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke dalam kas Negara yang pada waktunya akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran Negara baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme pemerintah maupun pengeluaran untuk membiayai pembangunan.
Pajak Daerah Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah. “Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dialihkan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah” Sesuai dengan pembagian administrasi daerah, maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi 2 macam. Pertama, Pajak Daerah Tingkat 1 atau Pajak Provinsi, terdiri dari : 1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas kepemilikan dan penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. 2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor
[71]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dan kendaraan di atas air sebagai akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. 4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air dibawah tanah dan air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau beda, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Kedua, Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kota 1. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat menginap atau istirahat, memproleh pelayanan, dan atau fasilitas lain dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2. Pajak Restoran adalah atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering. 3. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan,
4.
5.
6.
7.
[72]
ketangkasan, dan keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat pembuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengarkan dari suatu tempat umum kecuali yang diperlukan oleh pemerintah. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pajak Pengambilan dan pengelolaan bahan galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak Parkir, Tempat parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyedian tempat penitipan kendaraan bermotor
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibebankan kepada Pemerintah Daerah yang selanjutnya biaya tersebut dibebankan kepada masyarakat pelanggan listrik. Penerangan jalan merupakan sarana menambah keindahan kota, kenyamanan serta ikut menunjang terciptanya keamanan dan ketertiban yang dinikmati oleh masyarakat. Untuk membiayai kebutuhan tersebut perlu adanya pengenaan pajak yang merata serta proporsional untuk memenuhi rasa keadilan. Devas, dkk. (1989) menilai pajak penerangan jalan, pajak ini dipungut pemerintah daerah melalui PLN dalam bentuk kutipan dalam rekening listrik pajak ini dikatakan adil, karena dasar pemakaiannya yang erat kaitannya dengan kemampuan bayar. Pajak Penerangan Jalan boleh dikatakan cocok untuk penerimaan daerah (dalam sutrisno,2002).
Sistem Pemungutan Pajak Daerah 1. System Official Assesment Pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika wajib pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah. 2. System Self Assesment Wajib pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan Daerah (SPTPD). SPTPD adalah formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
Tarif Pajak Penerangan Jalan Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10 % dan ditetapkan dengan peraturan daerah yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tariff pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kota/kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya. Di Kota Medan Tarif Pajak Penerangan Jalan yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan yang dimaksud adalah penggunaan
[73]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
a) Golongan Industri, Pertambangan, minyak bumi dan gas alam sebesar 3% b) Rumah tangga sebesar 7,5% c) Bisnis sebesar 10% d) Social dan pemerintah sebesar 0% e) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri sebesar 1,5%
Berdasarkan hasil perhitungan potensi selama lima tahun, yaitu periode tahun 2010 hingga tahun 2014, total potensi penerimaan pajak penerangan jalan adalah sebesar Rp.15.583.340.994.629,20. Potensi penerimaan pajak penerangan jalan dihitung dari total potensi penerimaan pajak penerangan jalan berdasarkan golongan tarif, adapun rinciannya sebagai berikut :
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni suatu metode analisis dimana data yang ada dikumpulkan dan digolongkan kemudian dianalisis sehingga diperoleh suatu gambaran yang sebenarnya mengenai keadaan perusahaan baik itu data mengenai realisasi dan Pajak Daerah di Kota Medan. Yang didasarkan pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (KUP).
Selama lima tahun, golongan tarif yang memiliki potensi penerimaan pajak penerangan jalan paling besar adalah Golongan tarif Bisnis (B) dengan total penerimaan sebesar Rp.15.571.593.711.483,10, kemudian golongan tarif Rumah Tangga (R) dengan total penerimaan sebesar Rp.11.612.505.818,31 dan yang memiliki potensi penerimaan pajak penerangan jalan paling kecil adalah Golongan Tarif Industri (I) dengan total penerimaan sebesar Rp.134.777.327,80.
Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Perhitungan Potensi dan Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kota Medan tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Apabila dibandingkan dengan perhitungan target yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, berdasarkan tabel 4.10 jumlah potensi penerimaan dari hasil perhitungan potensi penerimaan pajak penerangan jalan jauh lebih
[74]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
besar dibandingkan perhitungan target penerimaan pajak penerangan jalan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, dengan total target penerimaan yang hanya sebesar Rp.776.359.598.540,00. Terdapat selisih sebesar Rp.14.806.981.396.089,00 antara target penerimaan pajak penerangan jalan yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan dengan potensi riil penerimaan pajak penerangan jalan yang dimiliki oleh Kota Medan. Dengan Kata lain, dapat disimpulkan bahwa target yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan terlalu kecil dan mengindikasikan bahwa masih sangat terbuka peluang bagi Kota Medan untuk meningkatkan penerimaan pajak penerangan jalan. a. Tahun 2010 Berdasarkan jumlah petensi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 2.539.289.602.645,82, diketahui efektifitas pajak penerangan jalan di Kota Medan tahun 2010 dengan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 158.789.100.162,00 tahun 2010 adalah 6,25 %. b. Tahun 2011 Berdasarkan jumlah potensi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp.1.602.020.118.808,07, diketahui efektifitas pajak penerangan jalan di Kota Medan tahun 2011 dengan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp.172.666.073.481,00 tahun 2011 adalah sebesar 10,78%. c. Tahun 2012 Berdasarkan jumlah potensi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 2.993.392.917.631,01, diketahui efektifitas pajak
penerangan jalan di Kota Medan tahun 2012 dengan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 146.304.763.696,00 tahun 2012 sebesar 4,89%. d. Tahun 2013 Berdasarkan jumlah potensi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 3.852.280.225.672,01, diketahui efektifitas pajak penerangan jalan di Kota Medan tahun 2013 dengan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 167.031.678.022,00 tahun 2013 adalah sebesar 4,33%. e. Tahun 2014 Berdasarkan jumlah potensi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 4.596.358.129.872,32, diketahui efektifitas pajak penerangan jalan di Kota Medan tahun 2014 dengan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp. 190.552.925.861,00 tahun 2014 adalah sebesar 4,14%. Dari semua hasil perhitungan efektifitas pajak penerangan jalan yang diperoleh dari 2010 s/d 2014 diketahui bahwa efektifitas pajak penerangan jalan untuk tahun 2010 s/d 2014 tidak efektif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut :
Efektivitas pajak penerangan jalan di Kota Medan yang menunjukkan bahwa pemungutan dan pengolahan pajak penerangan jalan di Kota Medan belum efektif. Hal ini dikarenakan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan
[75]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
di Kota Medan belum mencapai potensi penerimaan riilnya. Untuk kedepannya Pemerintah daerah harus bisa meningkatkan penerimaan pajak penerangan jalan agar efektivitas pajak ini dapat lebih efektif bahkan sangat efektif agar penerimaannya senantiasa dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun.
tatanan Kota Medan yang dilakukan untuk menciptakan Kota Medan sebagai bisnis dalam usaha menarik minat investor asing. Sedangkan tahun 2012 terjadi penurunan target sebesar Rp.20.400.000.000,00, target tahun 2012 diturunkan karena adanya perubahan perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang pajak penerangan jalan sehingga tarif yang awalnya 10% menjadi 7,5%.
Pembahasan Pajak Penerangan Jalan
Faktor-faktor Penghambat Pajak Penerangan jalan
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pajak penerangan jalan merupakan pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Sejak tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pajak dipisahkan menjadi pusat dab pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat didaerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Realisasi penerimaan pajak penerangan jalan kota medan melebihi target yang telah ditetapkan, tahun 2010 (102,14%), tahun 2011 (109,01%), tahun 2012 (117,78%), tahun 2014 (104,56%), dan tahun 2014 (115,66%). Hal ini dimungkinkan karna adanya pengguna penerangan jalan dan adanya perubahan yang pesat dari
Pajak penerangan jalan dapat memberikan pendapatan/penghasilan yang besar bagi pendapatan daerah, namun tidak dipungkiri masalahmasalah yang timbul sedikit atau banyaknya masalah yang dihadapi harus tetap diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana masalah-masalah tersebut berpengaruh atau berdampak bagi kelangsungan proses pajak penerangan jalan tersebut. Berdasarkan observasi dilapangan dan pengumpulan datadata yang dilakukan, ditemukan masalah-masalah yang muncul dalam pajak penerangan jalan. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain : 1. Adanya tunggakan pembayaran rekening listrik oleh konsumen. 2. Jumlah konsumen pajak penerangan jalan yang belum jelas. 3. Adanya keterlambatan pemasangan lampu penerangan jalan. 4. Adanya pemasangan listriklistrik liar terhadap lampu penerangan jalan.
[76]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
masyarakat. Sehingga mengurangi kerugian rekening listrik-listrik liar tersebut yang tidak dibayarkan oleh masyarakat. 1. Pemasangan KWh meter. 2. Pemerintah menetapkan kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) sesuai keputusan presiden. Dengan naiknya TDL tersebut maka akan mempengaruhi kenaikan tarif pajak penerangan jalan. Sehingga dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak penerangan jalan yang dibayar melalui rekening listrik.
Langkah-langkah Peningkatan Pajak Penerangan Jalan Untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam pajak penerangan jalan tersebut, tentu ada langkahlangkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasinya. Dengan menentukan langkah-langkah utuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut diharapkan dapat mengurangi atau memperbaiki masalah-masalah yang terjadi tersebut agar tidak terulang lagi untuk kesekian kalinya, karena dapat merugikan bagi sektor pajak penerangan jalan tersebut. Adapun Langkah-langkah yang diambil tersebut dapat mewujudkan dalam melakukan upaya-upaya peningkatan pajak penerangan jalan, antara lain sebagai berikut : 1. Adanya peringatan bagi penunggakan pembayaran rekening listrik. PLN memberikan TUL (Tata Usaha Langganan) VI. Dimana TUL VI ini sifatnya ialah berupa surat peringatan. Waktunya maksimal 6 hari hari harus sudah ditanggapi konsumen atau pelanggan. Jika ditanggapi akan dilakukan pemutusan sumbangan sumbangan arus listrik. 2. Peningkatan pelayanan terhadap konsumen. 3. Salah satu peningkatan pelayanan terhadap konsumen ini ialah mengatasi gangguan listrik sehingga dapat berkurang. Misalnya mengurangi gangguan listrik dengan persentase 20% menjadi 5%. 4. Menggalakkan operasi penertiban listrik-listrik liar. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pemasangan listriklistrik liar yang dilakukan
Simpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis potensi penerimaan, kemudian efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Medan, dari analisis data yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan. Dari analisis ini terlihat bahwa target penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan belum sesuai dengan potensi riil dari Pajak Penerangan Jalan yang dimiliki Kota Medan. Faktor-faktor yang menghambat belum optimalnya penerimaan pajak penerangan jalan di Kota Medan karena adanya tunggakkan pembayaran rekening listrik oleh konsumen, jumlah konsumen pajak penerangan jalan yang belum jelas, adanya keterlambatan pemasangan lampu penerangan jalan, dan adanya pemasangan listrik-listrik liar terhadap lampu penerangan jalan. Langkah-langkah meningkatkan pajak penerangan jalan di Kota Medan adanya peringatan bagi penunggakkan pembayaran rekening
[77]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
listrik, peningkatan pelayanan terhadap konsumen, menggalakkan operasi penertiban listrik-listrik liar, pemasangan Kwh Meter, pemerintah menetapkan kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) sesuai keputusan Presiden. Melihat dari potensi penerimaan dan efektifitas pajak khususnya Pajak Penerangan Jalan dapat menunjukkan bahwa untuk Pajak Penerangan Jalan di Kota Medan memiliki peluang keberhasilan cukup tinggi karena memiliki potensi penerimaan yang baik dan efektivitasnya mendekati efektif. Untuk itu perlu usaha dari pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan keberhasilan pajak penerangan jalan di Kota Medan sehingga penerimaan, pertumbuhan penerimaan dan kontribusi baik terhadap pajak daerah dapat ditingkatkan lagi. Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain: Pemerintah Daerah dalam hal Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) di Kota Medan ini harus memperlengkap dan melakukan validasi data-data-data yang dimiliki oleh daerah, khususnya data-data tentang Pajak Penerangan Jalan. Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan harus melakukan perhitungan ulang terhadap penetapan target penetapan target penerimaan Pajak Penerangan jalan agar sesuai dengan potensi riil yang dimiliki. Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota medan harus melakukan koordinasi dengan PT.PLN (persero) Area Medan dalam mengelola Pajak Penerangan Jalan, hal ini bertujuan agar Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan dapat mengetahui berapa potensi riil dari Pajak
Penerangan Jalan yang dimiliki, supaya tidak terjadi kesalahan dalam penetapan target. Segera merealisasikan perencanaanperencanaan penerangan jalan terutama dalam efisiensi penggunaan tenaga listrik untuk penerangan jalan agar biaya listrik dari penerangan jalan bisa ditekan.
Daftar Pustaka Alam, Pradita W. (2009). “Analisis Pajak Hotel dan Potensi Pengembangannya Studi Kasus Kabupaten Semarang”.Skripsi SI Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Djoko H., Sudantoko. (2003). Dilema Otonomi Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta Evi, G dan Senni, A. (2002). “Efisiensi dan Efektivitas Pelayanan Publik”. Paper disajikan pada Symposium Akuntansi Dwi Tahunan, Yogyakarta, 6 April 2002. Helvianti. (2009). Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame dan Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir-Riau. Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan) Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Medan. Harun, Hamrolie. (2003). Menghitung Potensi Pajak dan Retribusi Daerah, BPFE, Yogyakarta Indra, Riady (2010). “Analisis Potensi Penerimaan dan Efektifitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Garut”. Skripsi SI tidak dipublikasikan.
[78]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Kuncoro, Mudarajad, (2004), Otonomi dan Pengembangan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta Mardiasmo. (2006). Perpajakan. Penerbit Andi, Yogyakarta Maris, Masri, (1989), Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Siahaan P, Marihot,. (2005). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Grafindo, Jakarta Pemerintah Daerah Kota Medan Nomor 16 Tahun 2011. (2011). Tentang Pajak Penerangan Jalan. Bagian Ketentuan Umum Kota Medan. Primandita F, Tejo B, dan Yuda A. (2009). Kompilasi Undang-
Undang Perpajakan Terlengkap, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Rochmat, Soemitro. (1987). Asas dan Dasar Perpajakan 1. Bandung Eresco. Simanjuntak. (2001). Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah. Bunga Rampai Keuangan Daerah, AMPYKPN, Yogyakarta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000. (2000). Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Waluyo. (2005). Perpajakan Indonesia : Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Perundangundangan, Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru, Salemba Empat, Jakarta
[79]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
DAMPAK PROGRAM SERTIFIKASI TERHADAP KINERJA GURU Jemmy Rumengan Universitas Batam Surel:
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study is analyze the performance of teachers before and after certification program. Survey method used in this study. A sample of this study was 471 teachers. The instrument of this study used the opened and closed questionnaires. Data analysis techniques in this study used quantitative descriptive approach. The results of study showed there was significantly different performance of teachers before and after incentive. In other words, the incentive real impact on improving the performance of teachers. Keywords: teacher performance, certification program.
Pendahuluan Era global yang ditandai dengan persaingan dalam semua aspek kehidupan, mempengaruhi tuntutan akan kualitas sumber daya manusia, termasuk sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan sebagai unsur penting di dalam pembentukan SDM yang berkualitas. Kondisi ini diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya akuntabilitas, tuntutan kualitas serta jaminan mutu dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang kompetitif. Maka peran tenaga pengajar dan tenaga kependidikan sangat penting serta strategis dalam pembangunan bangsa, untuk itu pemerintah terus bertekad memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Melalui proses pembangunan pendidikan kita bertekad membangun manusia seutuhnya agar menjadi subjek yang bermutu. Dengan demikian kita harus berjuang dan bekerja keras untuk melakukan berbagai perubahan dan
perbaikan sebagai upaya untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, baik dalam pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan maupun peningkatan mutu pendidikan. Untuk peningkatan mutu di bidang pendidikan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan berbagai hal, antara lain pembangunan sarana dan prasarana pendidikan seperti pembangunan ruang kelas baru, laboratorium, gedung serba guna, pengadaan komputer sekolah serta pengadaan buku perpustakaan dan lain sebagainya. Peningkatan sumber daya manusia di bidang pendidikan (tenaga pendidik dan tenaga kependidikan) Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah banyak mengadakan pelatihan-pelatihan yang bermuara kepada peningkatan kompetensi dan wawasan para
[80]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
pelaku pendidikan itu sendiri, bahkan untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah mengalokasikan anggaran pendidikan yang besarnya mencapai Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) pada tahun anggaran 2011 ini. Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui apakah pemberian dana insentif kepada tenaga pendidik dan kependidikan sudah mampu meningkatkan kinerja mereka. Apabila insentif diberikan namun kinerja tidak mengalami peningkatan maka anggaran yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau akan terbuang percuma. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian/studi mengenai dampak dari pemberian dana insentif terhadap kinerja tenaga pengajar. Dengan adanya studi implikasi pemberian dana pembinaan tenaga pengajar se-Provinsi Kepulauan Riau ini diharapkan dapat mengetahui gambaran mutu para pendidik serta untuk mendapatkan rekomendasi sistem pengelolaan/model pemberian dana insentif terhadap tenaga pengajar di masa depan, yang akhirnya bermuara pada meningkatnya mutu pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau pada khususnya dan meningkatkan mutu pendidikan nasional pada umumnya.
performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. (LAN, 1992). Menurut August W. Smith, Kinerja adalah performance is output derives from processes, human otherwise, artinya kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi. Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: ability, capacity, held, incentive, environment dan validity (Noto Atmojo, 1992). Adapun ukuran kinerja menurut T.R. Mitchell (1989) dapat dilihat dari empat hal, yaitu: (1) Quality of work – kualitas hasil kerja; (2) Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan; (3) Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan; (4) Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan; (5) Comunication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain. Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan acuan dalam mengadakan penilaian, yaitu membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Standar kinerja dapat dijadikan patokan dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilaksanakan. Menurut Ivancevich (1996), patokan tersebut meliputi: (1) hasil, mengacu pada ukuran output utama organisasi; (2) efisiensi, mengacu pada penggunaan sumber daya langka oleh organisasi; (3) kepuasan, mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi
Kajian Teori Berdasarkan uraian tentang kompetensi dan peranan guru, tentu dapat diidentifikasi kinerja ideal seorang guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya. Kinerja adalah
[81]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
kebutuhan karyawan atau anggotanya; dan (4) keadaptasian, mengacu pada ukuran tanggapan organisasi terhadap perubahan. Berkenaan dengan standar kinerja guru Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997: 49) bahwa, standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan perencanaan pembelajaran, (3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru. Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), (2) prosedur pembelajaran (classroom procedure), dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey. Sampel penelitian sebanyak 471 orang guru yang telah mendapat sertifikasi di Provinsi Kepulauan Riau. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan instrumen kuisioner tertutup dan terbuka yang diberikan kepada para responden kajian. Teknik analisis data dalam kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang bertujuan menggambarkan data yang berhasil dikumpulkan dalam kajian ini untuk selanjutnya dilakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. Statistik yang digunakan untuk analisis data adalah statistik deskriptif yakni rata-rata (mean), tabel frekuensi dan diagram (chart).
Hasil dan Pembahasan Untuk menganalisis dan membahas data penelitian ini digunakan statistik Pair Sample tTest yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan signifikan kinerja guru dan kinerja tenaga kependidikan sebelum dan sesudah pemberian insentif. Hipotesis statistik nya adalah sebagai berikut:
[82]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
H0: 1=1 (Kinerja guru sebelum dan sesudah pemberian insentif memiliki perbedaan yang tidak signifikan) H1: 1≠1 (Kinerja guru sebelum dan sesudah pemberian insentif memiliki perbedaan yang signifikan) Kriteria pengambilan keputusan nya adalah sebagai berikut: - Tolak H0 jika nilai probabilitas yang dihitung (sig-2tailed)< nilai probabilitas yang ditetapkan
(0,05), artinya kinerja guru sebelum dan sesudah pemberian insentif memiliki perbedaan yang signifikan) - Terima H0 jika nilai probabilitas yang dihitung (sig-2tailed)< nilai probabilitas yang ditetapkan (0,05), artinya kinerja guru sebelum dan sesudah pemberian insentif memiliki perbedaan yang tidak signifikan Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai-nilai sebagai berikut
Tabel 1. Paired Samples Test Paired Differences
Kinerja Guru Sebelum Pair Insentif - Kinerja 1 Guru Sesudah Insentif
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Mean
Std. Deviation
Lower
Upper
-9.12314
9.74405
.44898
-10.00540
-8.24088
Data di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas yang dihitung (sig-2tailed 0,000)< nilai probabilitas yang ditetapkan (0,05), dengan demikian kinerja guru
t
df
-20.320 470
Sig. (2tailed) .000
sebelum dan sesudah pemberian insentif memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik. Dengan kata lain, insentif berpengaruh nyata terhadap peningkatan kinerja guru.
Tabel 2. Descriptive Statistics N Kinerja Guru Sebelum Insentif Kinerja Guru Sesudah Insentif Valid N (listwise)
Mean 471
67.51
471
76.63
471
Data di atas menunjukkan bahwa rata-rata (mean) kinerja guru sebelum diberikan insentif adalah sebesar 67,51, sementara kinerja guru sesudah diberikan insentif adalah sebesar 76,63, sehingga ratarata kinerja guru sesudah pemberian .
insentif lebih besar dibanding ratarata kinerja guru sebelum pemberian insentif (ada peningkatan). Untuk mengetahui dari aspek apa saja dari kinerja guru yang tergolong baik dan belum baik, dapat dilihat dari data di bawah ini
[83]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Tabel 3. Ranking Rata-rata Kinerja Guru Setelah Pemberian Insentif No. Perta nyaan 27
Kompetensi
Melakukan penelitian, mengembangkan karya inovasi, mengikuti kegiatan ilmiah (misalnya seminar, konferensi), dan aktif dalam melaksanakan PKB Memanfaatkan Teknologi Informasi Komputer (TIK) dalam berkomunikasi dan pelaksanaan PKB
Profesional
Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif
2,38
Profesional
2,4
24
Berperan aktif dalam kegiatan di luar pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah dan masyarakat
Sosial
1
Penguasaan dan pemahaman pribadi mengenai keunggulan dan kelemahan peserta didik Merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola belajar masing‐masing Memanfatkan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya Merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik. Melakukan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran yang diampunya, untuk mengidentifikasi materi pembelajaran yang dianggap sulit, melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan memperkirakan alokasi waktu yang diperlukan Menggunakan berbagai teknik efektif untuk memotivasi kemauan belajar peserta didik
Pedagogik
Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat Menguasai karakteristik peserta didik Pengembangan potensi peserta didik
Menghargai dan mempromosikan prinsip ‐ prinsip Pancasila sebagai dasar ideologi dan etika bagi semua warga Indonesia
Kepribadian
28
9
14
10
25
4
15
[84]
Pedagogik
Subkompetensi
RataRata
Item Pertanyaan
2,59
2,64
2,65
Pedagogik
Penilaian dan evaluasi
2,66
Pedagogik
Pengembangan potensi peserta didik
2,68
Profesional
Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
2,69
Pedagogik
Menguasai teori belajar dan prinsip‐ prinsip pembelajaran yang mendidik Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional
2,7
2,73
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754 No. Perta nyaan 23
3
13
26
11
20
8
6
12
21
2
5
7
19
Item Pertanyaan
Kompetensi
Subkompetensi
RataRata
Menyampaikan informasi tentang kemajuan, kesulitan, dan potensi peserta didik kepada orang tuanya, baik dalam pertemuan formal maupun tidak formal antara guru dan orang tua, teman sejawat Penguasaan teori belajar dan prinsip ‐ prinsip pembelajaran yang mendidik dan sesuai dengan kemampuan peserta didik Menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP Menyusun materi, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang berisi informasi yang tepat, mutakhir, dan yang membantu peserta didik untuk memahami konsep materi pembelajaran Menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik Memberikan kontribusi terhadap pengembangan sekolah dan mempunyai prestasi yang berdampak positif terhadap nama baik sekolah Melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks kehidupan sehari‐hari peserta didik. Mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran Mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jpertanyaan dan jawaban peserta didik Memperlakukan semua peserta didik secara adil, memberikan perhatian dan bantuan sesuai kebutuhan masing ‐ masing, tanpa memperdulikan faktor personal Bersikap adil dalam memperlakukan peserta didik dalam berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran
Sosial
Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat
2,73
Pedagogik
Menguasai teori belajar dan prinsip‐ prinsip pembelajaran yang mendidik Penilaian dan evaluasi
2,74
Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Komunikasi dengan peserta didik
2,75
Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru Kegiatan pembelajaran yang mendidik
2,76
Pedagogik
Pengembangan kurikulum
2,81
Pedagogik
Komunikasi dengan peserta didik
2,81
Sosial
Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif
2,82
Pedagogik
Menguasai karakteristik peserta didik
2,83
Penyusunan silabus/rencana pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum Melakukan kegiatan pembelajaran yang mendidik, bukan menguji atau menekan peserta didik Mengawali dan mengakhiri pembelajaran dengan tepat waktu
Pedagogik
Pengembangan kurikulum
2,83
Pedagogik
Kegiatan pembelajaran yang mendidik Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi
2,83
[85]
Pedagogik
Profesional
Pedagogik
Kepribadian
Pedagogik
Kepribadian
2,75
2,76
2,77
2,83
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754 No. Perta nyaan
Item Pertanyaan
Kompetensi
Subkompetensi
RataRata
guru 22
16
18
17
Menjaga hubungan baik dan peduli dengan teman sejawat, serta berkontribusi positif terhadap semua diskusi formal dan informal terkait dengan pekerjaannya. Mengembangkan kerjasama dan membina kebersamaan dengan teman sejawat tanpa memperhatikan perbedaan yang ada (misalnya: suku, agama, dan gender) Bersikap dewasa dalam menerima masukan dari peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran Bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan, dan berbuat terhadap semua peserta didik, orang tua, dan teman sejawat
Dari data di atas bahwa rata-rata kinerja guru yang tertinggi terlihat dari kompetensi kepribadian, khususnya dalam hal: mengembangkan kerjasama dan membina kebersamaan dengan teman sejawat tanpa memperhatikan perbedaan yang ada (misalnya: suku, agama, dan gender) (item pertanyaan 16); bersikap dewasa dalam menerima masukan dari peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran (item pertanyaan 17); dan bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan, dan berbuat terhadap semua peserta didik, orang tua, dan teman sejawat (item 18). Rata-rata kinerja guru yang terendah terlihat dari kurangnya kompetensi profesional khususnya dalam hal melakukan penelitian, mengembangkan karya inovasi, mengikuti kegiatan ilmiah (misalnya seminar, konferensi) (item 27), dan dalam hal memanfaatkan Teknologi
Sosial
Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif
2,84
Kepribadian
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
2,86
Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
2,9
Kepribadian
Kepribadian
2,86
Informasi Komputer (TIK) dalam berkomunikasi dan pelaksanaan PKB (item 28).
Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan kinerja guru sebelum dan sesudah program sertifikasi. Rata-rata kinerja guru sesudah pemberian insentif lebih besar dibanding rata-rata kinerja guru sebelum pemberian insentif (ada peningkatan). Rata-rata kinerja guru yang tertinggi terlihat dari kompetensi kepribadian. Sementara itu Rata-rata kinerja guru yang terendah terlihat dari kurangnya kompetensi profesional khususnya dalam hal melakukan penelitian, mengembangkan karya inovasi, mengikuti kegiatan ilmiah.
[86]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Nana Sudjana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Nugroho Susanto. 2000. Pelaksanaan Penilaian Jabatan Fungsional Guru. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Reigeluth. M. Charles. 1983. Instructional Design, Theories and Models. London: Lowrence Erlbaum Associaties Publisher. Rusman. 2006. Pendekatan dan Model Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. . Toto Toharuddin. 2002. Kinerja Profesional Guru. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tim Penulis Akta IV. 2007. Pengajaran Mikro dan Keterampilan Mengajar Terbatas. Bandung: FIP Universitas Pendidikan Indonesia. Weber, WA. 1990. Classroom Management. Toronto. D.C.: Health and Company.
Daftar Pustaka Darmo Mulyoatmodjo. 1980. Micro Teaching. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Dunkin. J. Michael. 1987. Teaching and Teacher Education. New York. Pergoman Press. Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual. Jakarta _________ 2002. Penilaian Berbasis Kelas. Jakarta: Puskur, Balitbang Diknas. _________ 2003. Standar Kompetensi Guru. Jakarta _________ 2004. Pedoman Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Dikmenum. E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. http://www.sasked.gov.sk.ca./docs/p olicy/app.oach/index.html. (Instructional Approch, a Framework for Profesional Practice). http://www.idss.com.au. (Kerangka Kerja Monitoring dan Evaluasi) Kustimi. 2003. Kinerja Kepala Sekolah dan Pengawas dalam Membina Kemampuan Mengajar Guru. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia. Mohamad Uzer Usman. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Muhammad Surya. 2005. Psikologi Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
[87]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
KELANGKAAN DAN TERPENUHINYA KEBUTUHAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN SAINS
Saprinal Manurung Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
[email protected]
ABSTRAK Kelangkaan menjadi problematika ekonomi dalam kajian yang dibahas para ilmuwan ekonomi. Sebab kelangkaan memiliki sinkronisasi dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia. Adanya statement mengenai kelangkaan disebabkan “kebutuhan manusia terbatas, sementara keinginan manusia tidak terbatas, telah menjustifikasi terhadap menjadikan slogan “kelangkaan” sesuatu yang wujud terjadi dalam aktivitas kehidupan manusia. Di sisi lain, Islam memandang kelangkaan adalah suatu yang nisbi dan tidak berwujud sepanjang manusia mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam aktivitas kehidupannya dengan melakukan harmonisasi melalui hubungan manusia dengan Allah dan alam semesta. Maka secara fundamental, kelangkaan pada prinsipnya tidak mungkin terjadi, karena Allah SWT memiliki semua apa yang dibutuhkan dan diinginkan manusia. Dalam pandangan ekonomi Islam, permasalahan kelangkaan lebih disebabkan ketidakseimbangan distribusi dan pendapat, bukan ketidaktersediaan berbagai kebutuhan dalam memenuhi kelangsungan hidup manusia. Adapun dalam pandangan sains, kelangkaan bersifat relative dan absolute, bahkan teori gravitas bumi memecahkan kebuntuan dari konsep kelangkaan, karena seluruh apa yang ada di langit dan di bumi, serta segala isinya akan ditarik dalam satu titik keseimbangan yang tersentral yaitu bumi, dimana sebagai tempat kehidupan manusia dalam mempertahankan eksistensi hidupnya maupun masyarakat keseluruhan. Kata kunci: kelangkaan, kebutuhan dan keinginan, Islam, sains
Pendahuluan Globalisasi dan industrialisasi telah membawa perubahan sikap dan prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumtif telah merasuk pada sendisendi kehidupan sosial masyarakat. Antara barang primer dan skunder menjadi trend dalam mengukur keberhasilan dan
kemapanan masyarakat, peningkatan pendapatan perkapita penduduk selalu dijadikan ukuran keberhasilan dan kesejahteraan dalam konsep pembangunan ekonomi. Terjadinya eksplorasi dan eksploitasi sering dilandaskan pada tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akibatnya terjadi krisis
[88]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
multidimensional terhadap kontinuitas sumber daya alam dalam menjamin keberlangsungan makhluk hidup dipermukaan bumi. Padahal struktur kehidupan alam semesta senantiasa berkorelasi antara satu dengan lainya dalam struktur keseimbangan 1 , jika salah satu diabaikan maka kemusnahan dan kehancuran akan bermetamorfosis dalam lingkup seluruh kehidupan manusia. Berbagai bencana dan kehancuran dipermukaan bumi merupakan bukti empirik dan simultan terjadi dalam kehidupan manusia 2 . Sebagai khalifah Allah, manusia sudah seharusnya perlu memahami tentang fungsi dan peran seluruh ciptaan-Nya, dalam kerangka hubungan Segitiga Bermuda antara God (Allah), Universe (Alam Semesta) dan Man (Manusia). Pemahaman ini tentu akan memberikan dampak positif dalam mengatasi problematika ekonomi ummat manusia, khususnya dalam mengatasi “kelangkaan” sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.
Dalam kertas kerja ini penulis mencoba mengeksplorasi problem kelangkaan dalam perspektif Islam dan sains. Malthus (1914) dan Ricardo (1821) berpandangan kelangkaan merupakan problem ekonomi manusia yang berwujud dan mutlak terjadi. Apakah Islam memandang kelangkaan ekonomi sebagai suatu wujud dan mutlak benar terjadi? dan Bagaimana pandangan saintis dalam memahami kelangkaan dalam aspek ekonomi?
Kajian Teori Kelangkaan sebagai suatu manifesto dari “keterbatasan” Dalam Routledge Dictionary of Economics, kelangkaan didefinisikan sebagai “konsep relative”; “konflik antara sumber daya yang terbatas dan kebutuhan terbatas”; “kondisi harus memilih di antara alternatif karena sumber daya yang terbatas”; “sebuah situasi di mana sumber daya terbatas dan dapat digunakan dengan berbagai cara, jadi kita harus mengorbankan satu hal yang lain”; “sebuah kesalahan alokasi dalam layanan karena adanya masalah harga”; dan “kelangkaan adalah sebuah produk dari praktek yang dipertahankan”. (Rutherford, 2002) Dalam pandangan Pre-classical Economic 3 menurut Hesoid (Landreth dan Colander, 2002), kelangkaan bukan muncul dari sebuah kondisi manusia yang
1
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumbersumber air di bumi kemudian ditumbuhkanNya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS. 39/al- Zumar: 21) 2 Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) ((QS Ar-Ruum [30]:41). Baca Surat Al-Mulk (67) ada 30 ayat tentang kekuasaan Allah.
3
Pemikir Preclassical economics, terdari dari pemikir Greek seperti Hesoid, Xenophone, Aristotle dll., Pemikir Arab Islam seperti Abu Hamid Al-Ghazali, Ibn Khaldum, dll., Pemikir Scholasticism salah satunya St. Thomas Aquinas, dll.
[89]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dihubungkan pada keterbatasan sumber daya dan hasrat tidak terbatas, tapi lebih dari salah satu kejahatan yang dilepaskan dengan menampakkan keburukan secara terbuka. Sedangkan classical 4 economics mendefinisikan kelangkaan sebagai sebuah nilai dalam perspektif waktu, dimana kelangkaan ditentukan oleh keadaan memproduksi komoditi dan bukan oleh tingkat kebutuhan harga untuk menjaga turunnya permintaan pada tingkat sebuah penawaran terbatas (Mill, 1917). Adapun neoclassical 5 economic mendefinisikan kelangkaan sebagai akibat dari jumlah yang tidak mencukupi atau“das ökonomische Mengenverhältnis”(Menger, 1981) pada saat harga adalah nol, kuantitas yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Baumgärtner, dkk (tt), kelangkaan digambarkan sebagai sebuah hubungan antara kebutuhan subjektif dan memberikan kemungkinan dalam memuaskan manusia. secara umum konsep kelangkaan digambarkan sebagai suatu hubungan antara manusia dan alam. Pada saat kelangkaan terjadi, manusia menginginkan lebih dari apa yang tersedia. Maka kelangkaan telah membatasi manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Sebagai individu, keterbatasan pendapatan, waktu dan kemampuan membuat kita terbatas untuk melakukan dan memiliki semua yang kita sukai. Sebagai masyarakat, sumber daya yang
terbatas seperti tenaga kerja, mesin, modal, dan sumber daya alam dapat diperbaiki dengan memaksimalkan jumlah barang dan jasa yang akan diproduksi. Sebagai khalifah Allah, keterbatasan yang muncul dalam aktivitas manusia tidak mutlak menimbulkan kelangkaan. Sebab kelangkaan tidak akan terjadi jika interaksi manusia dengan lingkungan alam semesta berjalan dalam siklus Ilahiyah. Jaminan mengenai seluruh kebutuhan dan keperluan manusia telah disediakan Allah secara alamiah, telah dikemukakan Allah dalam firman-Nya pada Surah AlBaqarah ayat 29, yang berbunyi: “Dialah Yang telah menciptakan untuk kalian semua apa saja yang ada di bumi” (Qs. Al-Baqarah (2): 29). Dalam memaknai ayat ini, tentunya perlu sinkronisasi antara kebutuhan dan keperluan pada individu dan masyarakat dalam batas-batas tingkat yang sesuai dengan kemampuan mereka.. Berkembangnya persepsi kelangkaan telah menjadi fenomena dalam perjalanan hidup manusia. Terjadinya kelaparan, kemiskinan, keterbelakangan, kekurangan gizi, krisis pangan, krisis air, dan sebagainya, merupakan sintesa dari ketidakmampuan manusia dalam menginterpretasikan makna, hakikat dan tujuan ketersediaan sumber daya yang ada di bumi baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Terbatasnya pengetahuan, pemahaman, pengalaman, informasi, dan transformasi menuju ke arah kebaikan, menyebabkan manusia tidak dapat memaksimalkan atau mengoptimalkan apa yang telah diamanahkan Allah SWT. Di sisi lain, terjadinya ketidakseimbangan distribusi, keserakahan, eksploitasi sumber daya tanpa batas dengan
4
Pemikir Preclassical economics terdiri dari Adam Smit, David Ricardo, T.R. Malthus, J.S. Mill, Karl Marx 5 Pemikir Neoclassical economics terdiri dari Jevons, Menger, Alfred Marshall, Walras, dll.
[90]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
mengabaikan nilai-nilai moral dan etika turut meningkatkan kelangkaan secara berjamaah6.
kepribadian manusia dengan mengimplementasikan konsep tafakkur, tadabbur, tasawwur untuk memaksimalkan pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran di permukaan bumi ini dengan mengelola sumber daya tersedia dalam koridor nubhuwah (nabhawiyah)/value/nilai. Konteks nilai ini adalah nilai spiritual yang merupakan fondasi akidah untuk menanamkan nilai kebersamaan dan persamaan dalam mencapai tujuan. Adanya hubungan kebersamaan dalam pengelolaan potensi sumber daya yang diciptakan Allah merupakan akhir dari pemecahan problem ekonomi umat manusia, khususnya dalam kelangkaan. Sebab kelangkaan dalam pandangan Islam tidak akan pernah terjadi sepanjang manusia dapat memanfaatkan dan mengelolanya secara maksimal dan professional melalui proses berpikir dalam mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi7. Dalam pandangan Isla8 perlunya manusia memanfaatkan sumber daya secara terstruktur dan terkoordinir.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan (library research). Data-data dan informasi dikumpulkan dari referensi-referensi Islam seperti alQur’an dan Hadits, serta referensi ilmiah dari teori dan penelitian empiris. Analisis data menggunakan pendekatan analisis kandungan (content analysis).
Hasil dan Pembahasan Kelangkaan dalam Perspektif Islam Faktor ekonomi telah menjadikan manusia berlombalomba dalam mencapai peningkatan kesejahteraan. Perbedaan antara kaya dan miskin telah menghiasi dinamika kehidupan manusia. Berbagai ketimpangan dalam pendapatan, kekayaan, kesejahteraan, dan kemakmuran bermetamorfosis dalam bentuk keserakahan, eksploitasi, penindasan, pencurian, pembunuhan, perjudian demi mencapai taraf kebahagiaan yang semua. Menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan dengan menisbikan hakikat hidup sebagai Khalifah Allah telah membawa kesengsaraan bagi diri, keluarga maupun seluruh umat manusia. Untuk itu perlu dilakukan re-orientasi dan re-dekonstruksi terhadap karakter, sifat, bakat, dan
7
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Al-Baqarah, 2: 164) 8 “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, Maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rezekiNya dan hanya kepada-Nyalah kamu kembali (setelah dibangkitkan)”. (QS. Surat Al-Mulk, 67 : 15) ; “Dialah yang menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”. (QS. AlJatsiyah, 45 : 13)
6
Berjamaah dalam hal ini seluruh sumber daya manusia pada saat ini hamper seluruhnya mengalami kelangkaan seperti beras, air, minyak, dll
[91]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Karena habis atau musnahnya suatu sumber daya akan digantikan dengan ketersediaan sumber daya lain. Proses pergantian ini tentun dengan cara memaksimalkan proses berpikir manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat dilakukan intervensi terhadap penciptaan sumber daya baru dan terbarukan. Oleh sebab itu, sepanjang manusia hidup, kelangkaan tidak akan terjadi disebabkan sumber daya tidak pernah pernah habis dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia 9 . Namun penekanan “waktu10” sebagai simbol peringatan Allah agar manusia memaksimalkan dan memanfaatkannya dalam menggali dan memahami ilmu pengetahuan11. Dampak dari meningkatnya pengetahuan dan pemahaman manusia terhadap apa yang menjadi skala prioritasnya, tentu akan dapat menghubungkan pada terpenuhinya
kebutuhan dan keinginan dalam batas-batas al hajat al asasiyah (kebutuhan pokok) dan al hajat al kamaliyah (kebutuhan pelengkap). Oleh Sebab itu, Islam berpandangan pada saat manusia memiliki keinginan 12 tidak terbatas, maka secara simultan akan tarus menerus menginginkan peningkatan dan penambahan. Jika hal ini tidak diantisipasi, akan memiliki dampak negatif dalam hubungan sesama manusia dan manusia dengan lingkungan nya. Maka diperlukan suatu batasan yang disusun secara terstruktur dan sistematis berdasarkan nilai-nilai Islam, sehingga antara kebutuhan dan keinginan dalam dibingkai dalam kerangka konsep al-hâjât alasasiyah (kebutuhan pokok) yaitu, manusia mutlak mendapatkan dan memenuhinya berupa kebutuhan sandang, pangan dan papan. Selanjutnya merealisasikan konsep al-hâjât alkamaliyah (kebutuhan pelengkap) yang mencakup kebutuhankebutuhan sekunder dan tersier seperti mobil, rumah mewah, peralatan elektronik, dll. Jika kita memahami struktur biologis manusia antara al-hâjât alasasiyah dan al-hâjât alkamaliyah saling berkorelasi dan memiliki titik batas tertentu dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan. Pada saat manusia mengkonsumsi makanan pokok maka tingkat kebutuhan manusia telah terpenuhi dan ini akan membatasi manusia untuk mengkonsumsinya saat adanya
9
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq(tujuan), tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39) 10 “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kebenaran”. (QS. Al-‘Ashar, 103 : 1-3 11 “Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu : berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan member kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan : berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujaadilah, 58 : 11)
12
Sekiranya anak cucu Adam memiliki sebuah lembah yang berisi harta kekayaan, niscaya ia menginginkan yang kedua. Dan ketika telah memilikinya ia menginginkan yang ketiga. Dan tidaklah penuh mulutnya kecuali telah berisi tanah. (HR. Bukhari).
[92]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
perasaan kenyang, sementara keinginan manusia dalam mengkonsumsi makanan yang lain seperti buah-buahan, jus, manisan dll., hanya sebagai pelengkap yang akhirnya juga memiliki batas untuk dikonsumsi. Berhubung dengan keinginan manusia tidak terbatas dalam memenuhi kebutuhan pelengkap atau sekunder/tersier tentunya harus dilandasi dari faktor kemampuan manusia untuk memilikinya. Namun secara fundamental saat manusia telah terpenuhi kebutuhan pokoknya, maka seluruh permasalahan kebutuhan manusia terbatas sedangkan keinginan manusia tidak terbatas, pada dasarnya bukan merupakan akronim dari proses penjustifikasian terjadinya kelangkaan. Permasalahan sebenarnya adalah bagaimana proses pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia dapat diimplementasikan dalam kerangka nilai-nilai Islam. Menurut Abdul Salam “Iman” dapat membuat pilihan dalam memenuhi kebutuhan manusia, ini dalam hubungannya antara hak masyarakat untuk diperlakukan secara adil. Maka masyarakat miskin akan dapat melakukan pilihan terhadap apa yang tidak mereka miliki dan pentingnya memilih dalam memenuhi kebutuhan mereka atas dasar kebutuhan yang dianggap masih kurang (Qawa’id alAhkam 2 : 33-34). Oleh sebab itu, skala prioritas akan menjadi ukuran bagi setiap Muslim dalam memenuhi kebutuhan dan keperluannya atas faktor yang penting dan mendesak. Sehingga wujud dari kelangkaan dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia tidak akan terjadi. Sementara itu Hasan (Addas, 2008) memberikan argumen tentang
pemenuhan kebutuhan dan keinginan dengan menekankan pada konsep “Amanah” sebagai dasar fundamental dalam Islam. Dalam pengertian bahwa amanah mencoba merubah ambisi manusia terhadap materi untuk mendapatkan kekayaan dalam rangka mencapai puncak spiritual. Jika ini terjadi, maka ambisi manusia dalam menginterpretasikan pemenuhan kebutuhan dan keinginan untuk mencapai kebahagiaan akan menyelaraskan dua sisi kehidupan yang saling berinteraksi dan penyeimbang dalam perjalanan hidup manusia yaitu kehidupan duniawi dan akhirat. Maka persoalan kelangkaan hanya terjadi dalam tataran sosial dan ekonomi yang diinterpretasikan sebagai proses relative dan absolute dalam koridor waktu dan tempat, tanpa memiliki awal dan akhir, karena tidak pernah wujud dalam kehidupan umat manusia yang bertakwa dan menjalankan perintah yang ditetapkan Allah dalam koridor syari’ah. Mengutif argument Hasan, Al-Qur’an telah memberikan informasi pada kita bahwa Allah telah menciptakan bumi dengan kekayaan yang tidak habis-habisnya dalam memenuhi seluruh seluruh kebutuhan makhluk ciptaan-Nya. Bahkan Akram dan sarjana Islam lainnya menyimpulkan, kelangkaan tidak akan terjadi dalam aktivitas ekonomi secular atau Islam (Addas, 2008). Kelangkaan Dalam Perspektif Sains Ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa diharapkan dapat memberikan solusi terhadap pemecahan masalah yang dihadapi ummat manusia. Munculnya
[93]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
berbagai problem manusia, khususnya dalam aspek ekonomi berupa kelangkaan tidak dapat disimpulkan sebagai suatu kemutlakan. Sebab kelangkaan dalam persepsi berbagai ilmuan mengatakan bahwa ia tidak akan pernah wujud, sedangkan disi lain berpendapatan bahwa ia bersifat relative dan absolute dalam tataran waktu dan tempat. Dalam pengertian relative, kelangkaan mengharuskan masyarakat memilih apa yang sesuai sebagai pengganti (Addas, 2008) dari kelangkaan barang yang diinginkan. Bahkan Taqiuddin memandang bahwa kelangkaan relative dalam komoditas dan pelayanan merupakan keadaan yang tetap ada karena ia adalah kekayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan manusian (an-Nabhani, 1997). Sedangkan dalam konteks absolute, kelangkaan tidak dapat dimasukkan dalam bidang ekonomi, karena kelangkaan senantiasa berbicara dalam tatanan alternative dan pilihan sedangkan absolute senantiasa berbicara dalam kemutlakan atau tidak ada pilihan (Baumgärtner, tt). Jika kita menghubungkan dengan definisi Enstein tentang relative dan absolute, maka dapat dikemukakan bahwa dalam konteks relative 13 [28]dimana
akan dihubungkan dalam masalah waktu dan tempat. Sedangkan dalam konteks absolute, waktu adalah mutlak, karena waktu terjadi dari suatu peristiwa “t”, secara relatif dihubungkan pada K. Dalam pengertian bahwa ada proses jarak terjadinya suatu peristiwa dalam satu waktu yang dihubungkan pada “tempat” dalam waktu relatif pada K. Proses perubahan ini menurut Einstei dibubungan dengan “choese” (pilihan) (Einstein, 1923) . Dalam hubungannya dengan kelangkaan dapat diiterpretasikan bahwa terjadinya kelangkaan dalam satu waktu namun dengan tempat yang berbeda secara relative tidak mutlak merupakan bentuk kelangkaan secara general. Karena kelangkaan hanya terjadi dalam satu dimensi tempat walaupun dalam waktu yang bersamaan. Sisi kelangkaan ini hanya terbatas dalam proses peristiwa yang berjalan dimana akan dapat terpenuhi pada saatu perpindahan waktu dalam tempat yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat mengasumsikan bahwa perasaan subjektif “sekarang” berlaku untuk semua bagian dari alam semesta (Einstein, 1957). Oleh sebab itu kelangkaan merupakan nilai absurd pada saat perbedaan tempat dan perkiraan14. Maka Zakça
13
Dalam penemuan teori relativitas yang dikemukakan Einsten banyak yang masih meragukan, apakah ini merupakan penemuannya atau merupapakan penciplakan dan pengembangan dari teori sebelumnya, karena jauh sebelum Einstein mengemukakan teori relativitas Al-Kindi seorang ilmuan Muslim yang menguasai bidang filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorology, telah mengemukan teori relativitas dalam bukunya Al-Falsafa alUla, dimana dia berargumen bahwa mencontohkan, seseorang melihat sebuah
objek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih kecil. Jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar. “Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut 14 “Dan, kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal, ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa
[94]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
(2015) mengemukakan bahwa masalah kelangkaan dalam ekonomi Islam dilihat dalam masalah penwaran bukan kelangkaan. Sementara teori gravitas yang dikemukakan Newton merupakan suatu kisah jatuhnya buah apel dan penemuan teori gravitasi oleh Newton menjadi anekdot ilmiah yang terkenal di bidang sains. Naskah yang merupakan tulisan tangan sahabat Newton, William Stukeley tersebut disimpan oleh perpustakaan The Royal Society 15 . Newton (1803) mendefinisikan gravitasi adalah kekuatan yang membuat suatu benda selalu bergerak jatuh ke bawah. Dalam hukum gravitas newton menyimpulkan bahwa setiap massa titik menarik semua massa titik lainnya dengan gaya segaris dengan garis yang menghubungkan kedua titik. Besar gaya tersebut berbanding lurus dengan perkalian kedua massa tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua massa titik tersebut dalam rumusnya, g adalah percepatan gravitasi. Dalam konsep teori gravitas yang dikemukakan Newton, mengenai terpusatnya semua bendabenda dalam satu titik pada bumi yang memiliki daya tarikan, menurut penulis merupakan pengembangan konsep yang telah dikemukan oleh Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 22 yang artinya “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutusekutu bagi Allah , padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al Baqarah (2) : 22). Bahkan AlBuruni (Sachau, 1910) mengatakan bahwa bumi pada semua sisi-sisinya adalah sama; semua orang di bumi berdiri tegak, dan semua hal-hal yang berat jatuh ke bumi oleh hukum alam, karena itu adalah sifat bumi untuk menarik dan untuk menjaga hal-hal, sebagaimana sifat air mengalir, bahwa api untuk membakar, dan bahwa angin untuk bergerak. Jika hal ingin pergi lebih dalam turun dari bumi, biarkan mencoba. Bumi adalah satu-satunya hal yang rendah, dan biji-bijian selalu kembali ke tempatnya, dalam arah apapun seseorang dapat membuangnya, dan tidak pernah naik ke atas dari bumi. Maka dengan demikian jika semua ciptaan Allah senantiasa tertumpu ke Bumi maka konsep kelangkaan tidak akan terjadi karena hokum gravitasi dapat mengantisipasi terhadap kelangkaan itu sendiri. Jika kita menafsirkan firman Allah Swt bahwa Keteraturan, keselarasan, dan ukuran adalah variable performansi yang dapat dijadikan indikator kesempurnaan Penciptaan dan tentu saja eksistensi Sang Maha Pencipta. Rentang kendali Allah SWT yang tanpa batas ditekankan pada ayat yang secara spesifik menjelaskan tentang keteraturan dan keterkendalian apaapa yang ada di antara langit dan bumi. Maka Allah SWT “menyindir” kita, manusia, dengan bahasa yang indah: …sesungguhnya nikmat Allah manalagi yang akan engkau ingkari...... “Fabbi ayi ala irobbikuma tukhazibban”. Dalam konteks aksiologis yang bersifat
yang kamu kerjakan.” (Q.S. An Naml (27): 88). 15 Lihat Wollaston, A. F. R. (1911). Life of Alfred Newton, New York: E. P. Button and Company.
[95]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
eksploitataif terhadap potensi alam semesta, Allah SWT memerintahkan kita agar menjadi khalifah yang mengemban misi wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin (mendatangkan dan memberdayakan rahmat/kesejahteraan bagi semesta sekalian alam). Aspek eksploitasi potensi ini tentu didahului dengan rangkaian eksplorasi yang panjang dan bijak. Maka munculnya fenomena alam yang tidak dapat ditentukan manusia namun hanya mampu memprediksi kejadiannya secara tidak pasti, pada hakikatnya hal itu marupakan kejadian sunnatullah yang memiliki makna dan arti namun manusia tidak dapat mengetahuinyanya. Maka adanya konsep energi bagi pemenuhan kebutuhan manusia pada dasarnya merupakan sebuah konsep pada suatu sistem yang berkesinambungan dan terjaga, serta peka terhadap efek manipulatif dari sifat jahil dan keserakahan manusia. Keseimbangan (balance) dalam memenuhi kebutuhan untuk mengantisipasi kelangkaan dapat dilakukan ketika tingkat konsumsi berlebihan, maka kerusakan alam akan datang mengimbangi (fenomena global warming), dan kita dipaksa untuk kembali ke khittah, mematuhi ketentuan sunatullah.
yang diinginkan manusia dalam pandangan ekonomi khususnya dalam ekonomi Islam permasalahan kelangkaan lebih disebabkan ketidak seimbangan distribusi dan pendapat. Sementara dalam pandangan sain bahwa kelangkaan bersifat relative dan absolute dan bahkan teori gravitas bumi memecahkan kebuntuan dari konsep kelangkaan karena seluruh apa yang ada dilangit di bumi dan segala isinya akan ditarik dalam satu titi keseimbangan yaitu bumi.
Daftar Pustaka Wollaston, A. F. R. (1911). Life Of Alfred Newton, E. P. Button and Company, New York, Einstein, Albert. (1923). The Meaning of Relativity, Princeton Princeton University Press, Menger, Carl. (1981) Principles Of Economics, Translated. James Dingwall and Bert F. Hoselitz, The Institute for Humane Studies Series in Economic Theory. Ricardo, David ESQ. (1821). On The Principles of Political Economy and Taxation, Third Edition, John Murray, Albemarle-Street Rutherford, Donald. (2002) Routledge Dictionary of Economics, Second Edition,London and New York. Sachau, Edward C. (1910). Alberuni’s India : An Account Of The Religion, Philosophy, Literature, Geography, Chronology, Astronomy, Customs, Laws And Astrology Of India About A.D. 1030, Vol. I., London Kegan Paul, Trench, Trubner & Co. Ltd.
Simpulan Kelangkaan merupakan permasalahan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia. disatu disi kebutuhan manusia terbatas sementara keinginan manusia tidak terbatas. Namun Islam melihat bahwa kelangkaan sebenarnya tidak ada karena Allah memiliki semua apa
[96]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Landreth, Herry & Colander, David C. (2002). Histiry of Economic Thought, Fourth Edition, Houngton Mifflin Company, Boston-Toronto. Mill, John Stuart. (1917). Peinciples of Political Economy With Some of Their Applications to Social Philosophy, Edited oleh W. J. Ashley, Longmans, Geeen, And Co. 39 Paternoster Row, London. Zakça, Murat Ç. (2015). A History Of Philanthropic Foundations: The Islamic World From The Seventh Century To The Present,Http://Www.Mcizakca. Com/Pub%20a%20history%20o f%20philanthropic%20foundatio ns.Pdf, Dikunjungi 21 Mei 2015. Newton, Sir Isaac. (1803). The Mathematical Principles of Natural Philosophy, Translated Andrew Motte, Volume I, Printer For H.D. Symonds, London.
Baumgärtner, Stefan., Becker, Christian., Faber, Malte and Manstetten, Reiner. () Relative and Absolute Scarcity of Nature Assessing The Roles of Economics and Ecology For Biodiversity Conservation Malthus, T. R. (1914). An Essay on Population, London: J. M, Dent & Sons Ltd, New York: E. P. Dutton & Co. Inc. Eisntein, Albert (1957), The Universe and Dr. Einstein, William Sloane Associates, New York: Lincoln Bernard Ltd. Addas, Waleed A.J. (2008). Methodology of Economics: Secular Versus Islamic, MPRA Paper No. 8264, an-Nabhani, Taqiuddin. (1997). The Economic System of Islam, Fourth Edition, London: Al-Khilafah Publications Al-Quranul Karim.
[97]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA (SETDAPROVSU) Muslih & Ade Sylvia Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Surel:
[email protected]
Abstrak Kinerja merupakan hasil yang dicapai baik dari segi kualitas maupun kuantitas seseorang menurut ukuran berlaku, dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara (Setdaprovsu). Hasil penelitian menemukan bahwa kepemimpinan dan disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai baik dilakukan melalui uji t maupun uji F. Sedangkan nilai koefisien determinasi sebesar 69,1% menunjukkan bahwa kemampuan variabel kepemimpinan dan disiplin kerja dalam mempengaruhi kinerja pegawai sangat besar sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Kata kunci: tanggung jawab, kualitas
Pendahuluan Kinerja merupakan hasil atau prestasi yang yang dicapai seseorang menurut ukuran berlaku, dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mangkunegara (2011, hal. 67) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pegawai merupakan merupakan unsur utama sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai peranan yang menentukan bagi keberhasilan jalannya suatu organisasi/pemerintahan. Salah satu kunci keberhasilan dari suatu instansi
adalah tingkat kinerja pegawai yang secara langsung atau tidak langsung memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan. Untuk menciptakan kinerja yang optimal maka instansi perlu menerapkan strategi yang tepat, yaitu dengan mengelola pegawai agar dapat bekerja secara produktif. Menurut Mahmudi (2005, hal.20) Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah “Faktor personal/individual, faktor kepemimpinan faktor tim, Faktor sistem, faktor kontekstual.” Sedangkan menurut Sutrisno (2010, hal.176) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah “Efektivitas dan Efesiensi, Otoritas dan Tanggung Jawab, Disiplin, Inisiatif “
[98]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Kepemimpinan dalam organisasi sangat berperan dalam memengaruhi kinerja pegawai, dimana peran seorang pemimpin dalam mengembangkan dan memberdayakan pegawainya sangatlah dibutuhkan untuk tujuan dari keberhasilan instansi dan sebaliknya jika peran pimpinan tidak maksimal dalam mengawasi kinerja pegawainya maka instansi akan sulit mencapai tujuan. Menurut Sutrisno (2009, hal. 213) Kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing, memengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang diharapkan. Untuk mencapai hasil kinerja yang baik dan sesuai tujuan, perlu adanya displin kerja dari pegawai. Karena tanpa dukungan disiplin kerja yang baik, organisasi akan sulit mencapai tujuannya. Menurut Sutrisno (2009, hal.87) Displin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan. Temuan dari hasil identifikasi penelitian pada tempat penelitian, menemukan bahwa kinerja pegawai belum maksimal, dikarenakan pimpinan jarang berada di tempat kerja. Pimpinan jarang berada ditempat mengkibatkan pimpinan kurang berperan dalam mengawasi pekerjaan yang dilakukan pegawai setiap harinya sehingga membuat komunikasi yang kurang antara pimpinan dengan bawahan. Komunikasi yang minim bisa menurunkan kinerja. Temuan identifikasi lainnya pada tempat penelitian yaitu terdapat
kurangnya kesadaran pegawai untuk meningkatkan disiplin kerja. Arti kesadaran itu sendiri sikap seseorang yang sukarela menaati semua peraturan instansi dan semua normanorma yang berlaku. Seringnya pegawai yang tidak hadir ditempat kerja tanpa alasan yang jelas sehingga membuat kinerja pegawai tidak maksimal. Menurut Fathoni (2006, hal.172) Kedisplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan/instansi, karena tanpa dukungan displin karyawan/pegawai yang baik, maka sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Kepemimpinan dan Disiplin kerja merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan/instansi untuk mencapai tujuan. Dengan kepemimpinan dan Disiplin kerja pada pegawai diharapkan dapat mendorong gairah kerja, semangat kerja, memperbaiki sikap dan terwujudnya tujuan perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis apakah ada pengaruh kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai di kalangan di Kantor Pemerintahan Setdaprovsu Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan memberikan masukan bagi pimpinan untuk meningktkan kinerja pegawi menjadi lebih baik lagi.
Kajian Teori Kinerja Menurut Suwatno dan Priansa (2013: 196) kinerja merupakan performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja atau hasil unjuk kerja.
[99]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Sedangkan menurut Mangkunegara (2011: 67) kinerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. menurut Mahmudi (2005: 20) adalah 1) faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. 2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan keeratan anggota tim 4) Faktor sistem meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi. 4) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Sedangkan menurut Sutrisno (2010: 176) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah: 1) Efektivitas dan efesiensi, dalam hubungannya dengan kinerja orgnisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efesiensi. Maslahnya adalah bagaimana proses terjadinya efesiensi dan efektifitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, telepas apakah efektif atau tidak. Sedangkan efisien berkaitan
dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 2) Otoritas dan tanggung jawab, dalam organisaasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 3) Disiplin, menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputu ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. 4) Inisiatif, berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik. Adapun indikator Kinerja menurut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil pada Setdaprovsu yaitu: 1) Kesetiaan, adalah setia dan taat sepenuhnya kepada pancasila, Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dan Pemerintah. disaamping taat, juga berkewajiban melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 2) Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang
[100]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
3)
4)
5)
6)
7)
8)
dibebankan, juga pada umumnya prestasi kerja seorang PNS antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman, dan kesanggupan PNS yang bersangkutan. Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang PNS menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktunya serta berani memikul resiko yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. Ketaatan, adalah kesanggupan seorang PNS, untuk menaati segala peraturan perundangundangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwewenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang berlaku. Kejujuran, merupakan ketulusan hati seorang PNS untuk melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Kerjasama, kemampuan seorang PNS untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Prakarsa, adalah kemampuan seorang PNS untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Kepemimpinan, merupakan keamampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang lain, sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.
Kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing, memengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang diharapkan. Menurut Sutrisno (2009: 213). Kepemimpinan juga seni untuk mempengaruhi orang lain dan menggerakkan orang orang yang dipimpin sedemikian rupa sehingga memperoleh kepatuhan, kepercayaan, rasa hormat dan loyalitas untuk menyelesaikan tugas yang diamanahkan. Sumarna (2013: 10) Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan Menurut Sutikno (2014, hal.62) adalah 1). Keahlian dan Pengetahuan, yakni latar belakang pendidikan atau ijazah yang dimiliki seorang pemimpin, sesuai tidaknya latar belakang pendidikan itu dengan tugas-tugas kepemimpinan yang menjadi tanggung jawabnya, pengalaman kerja sebagai pemimpin, apakah pengalaman yang telah dilakukanya mendorong dia untuk memperbaiki dan mengembangkan kecakapan dan ketrampilannya dalam memimpin. 2) Jenis pekerjaan atau lembaga tempat pemimpin itu melaksanakan tugas jabatanya. Tiap organisasi atau lembaga yang tidak sejenis memiliki tujuan yang berbeda, dan menuntut cara-cara pencapaian tujuan yang tidak sama. Oleh karena itu, tiap jenis lembaga memerlukan perilaku dan sikap kepemimpinan yang berbeda pula. 3). Sifat-sifat kepribadian pemimpin. Kita mengetahui bahwa secara psikologis manusia itu berbeda-beda sifat, watak, dan kepribadiannya. Ada yang selalu bersikap keras dan
[101]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
tegas, tetapi ada pula yang lemah dan kurang berani. Dengan adanya perbedaan-perbedaan watak dan kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing pemimpin, akan menimbulkan perilaku dan sikap yang berbeda pula dalam menjalankan kepemimpinannya. 4). Sifat-sifat kepribadian pengikut. point ini berkaitan dengan sifat-sifat pengikut, yaitu mengapa dan bagaimana anggota kelompok menerima dan mau menjalankan perintah atau tugas-tugas yang di berikan pemimpin. Menurut Sumarna (2013: 100) Indikator yang mempengaruhi kepemimpinan adalah 1) karakter kuat yang dimiliki seorang pemimpin, bahwa pemimpin harus mempunyai kualitas karakter baik dan kuat yaitu pemimpin yang berpikir, besikap, dan bertindak mengikuti nilai-nilai kejujuran, kepercayaan, tanggung jawab, kepedulian, 2) visi dan misi yang jelas, seorang pemimpin harus memiliki visi dan misi jauh kedepan. Karena pimpinan harus menyampaikan tujuan, visi dan misinya, agar bawahanya memiliki motivasi untuk mencapai target yang sama, sehingga pimpinan bisa memberikan bimbingan untuk menggerakkan bawahannya dalam menuju tujuan, 3) mampu menggiring tanpa paksaan, artinya membuat orang lain mengikuti kemauan kita dengan sukarela tanpa terbebani oleh perasaan takut atau pun terpaksa sehingga tujuan akan lebih cepat terwujud, 4) efektif dan efisien dalam berkomunikasi, dengan pihak lain, bawahan sesama atasan dan pihak luar, baik tertulis maupun secara lisan sangat penting karena melalui saluran-saluran komunikasilah instruksi, nasehat,
saran, ide, berita, informasi disampaikan. 5) bersikap antisipatif terhadap permasalahan, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu bersifat antisipatif terhadap permasalahan. Dengan kata lain bahwa tidak menunggu masalah baru muncul, tetapi mengantisipasi sebelum masalah baru muncul. 6) Sukses memberdayakan tim yang dipimpinnya, mampu mengkondisikan tim untuk mengeluarkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 7) Mampu mencapai sukses berikutnya dengan strategi, dan juga memberikan motivasi kepada pegawainya. Disiplin Kerja Merupakan suatu keadaan tertentu di mana orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan rasa senang hati dan tanggung jawab (Hartatik, 2014: 182). Displin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan (Sutrisno, 2009: 87). Menurut Fathoni (2009: 172) kedisiplinan adalah kesadaran seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai adalah besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan, aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan, keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, pengawasan pimpinan,
[102]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
perhatian kepada karyawan Sutrisno (hal.89-92) Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan menciptakan disiplin kerja yang baik. Pemimpin harus mampu menciptakan kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin, antara lain: saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan, melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut, dan sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun. Menurut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) PNS Setdaprovsu, indikator dari disiplin kerja adalah ketaatan yakni kesanggupan seorang PNS, untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, seperti taat pada ketentuan jam kerja, mematuhi peraturan perundangundangan, dan peraturan kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwewenang. Yang dimaksud dengan peraturan kedinasan adalah tugas yang diberikan kepada oleh atasan yang berwewenang dan berhubungan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, tata tertib di lingkungan kantor, dan SOP (Standar Operating Procedure). Indikator lainnya adalah kehadiran, kesadaran, tanggung jawab.
Metode Penelitian Kinerja pegawai (Y) merupakan hasil yang dicapai baik dari segi kualitas maupun kuantitas seseorang menurut ukuran berlaku, dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, dan Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja atau hasil unjuk kerja. Indikator pengukuran kinerja antara lain kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan Kepemimpinan (X1) adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar melakukan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan indikator pengukuran adalah karakter kuat yang dimiliki seorang pemimpin, visi dan misi yang jelas, mampu menggiring tanpa paksaan, efektif dan efisien dalam berkomunikasi, bersikap antisipatif terhadap permasalahan, sukses memberdayakan tim yang dipimpinnya, mampu mencapai sukses berikutnya Disiplin kerja (X2) adalah kesadaran seseorang menaati semua peraturan perusahaan. Dengan disiplin yang tinggi, para pegawai akan menaati semua peraturan yang ada dan norma-norma sosial yang berlaku, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Adapun indikator dari disiplin kerja adalah ketaatan, kehadiran, kesadaran dan tanggung jawab Populasi dan sampel adalah seluruh pegawai di Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu sebanyak 30 orang pegawai. Teknik pengumpulan
[103]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
data yang digunakan adalah wawancara (interview) dan daftar pertanyaan (angket/kuisioner). Teknik analisis data, diawali dengan melakukan uji asumsi klasik normalitas, multikolinearitas, uji heterokedasitas dan selanjutnya dilakukan uji t dan uji F untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kepemimpnan dan disiplin terhadap kinerja pegawai. Persamaan regresi linear berganda: Y= β+ β_1 X_1+ β_2 X_2+e
Pengujian hipotesis diawali dengan melakukan uji asumsi klasik, uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kelayakan data. Hasilnya diperoleh bahwa semua hail pengujian kelayakan data memenuhi persyaratan untuk dilakukan uji hipotesis. Hipotesis penelitian menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dan dari hasil pengujian pada tabel coefficient dengan nilai sig. 0.02 dan beta sebesar 0.418 maka dinyatakan bahwa hipotesis penelitian diterima, ada pengaruh positif signifikan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1 Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant)
B
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
t
Sig.
.902
4.991
.181 .858
.418
.121
.437 3.445 .002
Disiplin Kerja .547 a. Dependent Variable: Kinerja
.136
.511 4.027 .000
Kepemimpinan
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepemimpinan maka kinerja pegawai akan semakin baik. Hasil ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soegiharto (2012) yang menyimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja. Sebagaimana didukung oleh penelitian Floriana (2013) yang menyimpulkan kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi orang lain untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, maka pengaruh tersebut akan mempengaruhi para
pegawai untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih produktif lagi. Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi orang lain untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Jika pegawai memiliki pimpinan yang baik dengan criteria memiliki karakter kuat yakni pemimpin yang berpikir, bersikap, dan bertindak mengikuti nilai-nilai kejujuran, kepercayaan, tanggung jawab, kepedulian mempunyai visi dan misi yang jelas, memiliki kemampuan menggiring tanpa paksaan, efektif dan efisien dalam berkomunikasi, bersikap antisipatif terhadap permasalahan, sukses memberdayakan tim yang
[104]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dipimpinnya, maka para pegawai akan memiliki kinerja yang baik Hasil pengujian pada tabel 1 juga menunjukkan bahwa disiplin kerja memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik disipilin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya (Fathoni, 2009:.172) Tanpa disiplin yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil kinerja yang optimal. Temuan penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Regina (2010) menyimpulkan disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Sebagaimana didukung oleh penelitian Fudin(2013) yang menemukan bahwa disiplin
berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT.Rekatama Putra Gegana Bandung. Pemimpin yang mampu menciptakan kebiasaan baik guna mendukung tegaknya disiplin, akan saling menghormati, melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut, dan sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. Hal ini akan mendorong para pegawai untuk disiplin kerja sehingga berdampak pada peningkatan kinerja pegawai dikalangan Kantor Setdapemprovsu di Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu.
Tabel 2 ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Df
Mean Square
Regression
241.219
2
120.610
Residual
107.747
27
3.991
Total
348.967
29
F 30.223
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Disiplin Kerja, Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja Hasil uji F yang dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel bebas kepemimimpinan dan disiplin kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai. Dan hasilnya dapat dilihat pada tabel anova, nilai sig. sebesar 0.000 menunjukkan bahwa kepemimimpinan dan disiplin kerja memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil pengujian dari koefisien determinasi
yang diperoleh angka besar 0.619. Hal ini berarti bahwa variasi variabel kinerja pegawai ditentukan oleh peran dari variasi nilai variabel kepemimpinan dan disiplin kerja. Kontribusi dari kepemimpinan dan disiplin kerja dalam mempengaruhi kinerja pegawai sebesar 61.9% Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Menurut Sutrisno (2010: 176) faktor-
[105]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain adalah faktor personal/individual, kepemimpinan, kerjasama tim, sistem, kontekstual, selain itu ada efektivitas dan efesiensi, otoritas dan tanggung jawab, disiplin, inisiatif. Maka diduga bahwa faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja pegawai selain dari kepemimpinan dan disiplin kerja adalah kerjasama tim, sistem, kontekstual, efektivitas dan efesiensi, otoritas dan tanggung jawab, dan inisiatif.
akan terus meningkatkan pola kepemimpinan dan disiplin kerja guna meningkatkan kinerja pegawai. Dan dapat pula mengkolaborasi faktor lainnya seperti yang telah diuraikan diatas, untuk dapat mendukung peningkatan kinerja pegawai menjadi lebih baik lagi. Dan bagi peneliti berikutnya juga dapat melakukan pengujian terhadap variabel lainnya yang belum diteliti untuk memberikan pengayaan materi dan teori bagi peningkatan kinerja pegawai.
Simpulan
Daftar Pustaka
Penelitian ini mampu membuktikan bahwa ada pengaruh positif signifikan kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Setdaprovsu di Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana. Baik untuk hasil pengujian dengan uji t maupun uji F. Sehingga dapat dinyatakan bahwa jika kepemimpinan dilaksanakan dengan baik maka akan mampu meningkatkan kinerja pegawai. Demikian pula halnya dengan disiplin kerja, semakin tinggi disiplin kerja maka kinerja pegawai akan semakin meningkat. Bahkan jika dilihat dari koefisien determinasi dengan kemampuan mempengaruhi sebesar 61.9% menunjukkan bahwa peran kepemimpinan dan disiplin kerja sangat kuat dalam mempengaruhi kinerja pegawai. Sedangkan 38.1% lagi dipengaruhi oleh kerjasama tim, sistem, kontekstual, efektivitas dan efesiensi, otoritas dan tanggung jawab, dan inisiatif Dari temuan ini diharapkan kantor pemerintahan Setdaprovsu,
Fathoni, Abdurrahmat. (2009). Organisasi Dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: P.T Rineka Cipta. Hartatik, Indah Puji. (2014). Buku Praktis Mengembangkan SDM, Jogjakarta: Laksana. Juliandi, Azuar. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Bisnis, Medan: M2000. Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Pertama. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Pencetak. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung : Remaja Rosdakarya. Rivai, Veithzal dan Ella Jauvani Sagala. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik, Edisi ke dua, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Manajemen, Cetakan Kedua, Bandung : Alfabeta. Sumarna, Saleem Hardja. (2013). Panduan Praktis Menjadi
[106]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Pemimpin Yang Disukai dan Diidolakan Banyak Orang, Solo: Galmas Publisher. Sutikno, M.Sobry. (2014). Pemimpin dan Kepemimpinan, Lombok: Holistica. Suwatno dan Priansa, Donni Juni. (2013). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis, Bandung: Alfabeta.
Sutrisno, Edy. (2009). Manajemen Sumber daya Manusia,Edisi Pertama, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. Sutrisno, Edy. (2010). Budaya Organisasi, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali
[107]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL DI SUMATERA UTARA
Sri Rahayu & Kartini Universitas Islam Sumatera Utara Surel:
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian belanja modal di Sumatera Utara. Data kuantitatif diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Sampel dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara dari tahun 2012-2014. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa varibel pertumbuhan ekonomi dan DAU memiliki nilai signifikan sehingga dinyatakan berpengaruh secara parsial terhadap belanja modal. Tetapi PAD tidak berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal. Dari pengujian secara simultan pertumbuhan ekonomi, PAD, dan DAU berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU), belanja modal.
Pendahuluan Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut (Bastian, 2006: 2). Dengan pemberian otonomi daerah pengelolaan daerah seutuhnya ada pada pemerintah daerah masingmasing. Hal ini menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah karena kesejahteraan daerah ditentukan sendiri oleh daerah tersebut.
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan/penerimaan asli daerah yang diperoleh dari sumber ekonomi daerah itu sendiri. Diupayakan agar pendapatan asli daerah ini digunakan secara optimal dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik. Pendapatan asli daerah setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Permasalahan yang dihadapi daerah
[108]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari PAD masih belum memberikan konstribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah, hal tersebut dapat mengakibatkan kebocorankebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Untuk mengatasi ketimpangan infrastruktur yang terdapat disetiap daerah, serta agar terciptanya Pertumbuhan Ekonomi yang merata, Pemerintah Pusat mengeluarkan Dana Perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen dari Dana Perimbangan yang sering disebut sebagai dana transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk meratakan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sehingga ketimpangan ekonomi antar daerah yang terjadi dapat diatasi. Jika pengelolaan DAU tidak baik bahkan jika dihapuskan dari pemerintahan pusat maka akan berimbas negatif terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas keuangan daerah yang terganggu ini nantinya akan berimbas pada pelaksanaan program-program pemerintah daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan terganggu pula. Imbas lain adalah terganggunya program-program pemerintah daerah yang meningkatkan pelayanan publik atau infrastuktur yang dapat menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, baik secara parsial maupun simultan.
Kajian Teori Keuangan Daerah Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 pasal 1 tentang pedoman pengelolaan Keeuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Daerah yang dimaksud disini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari keuangan negara. Terwujudnya pelaksanaan desentralisasi fiskal secara efektif dan efisien tergantung pada pengelolaan keuangan daerah. Dalam konteks otonomi daerah, value for money merupakan jembatan untuk mengantarkan pemerintah daerah mencapai good governance ( Mardiasmo, 2004: 29). Menurut Darise (2008: 20) Ruang lingkup keuangan daerah terdiri atas keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. APBD dan barang/kekayaan milik daerah merupakan keuangan daerah yang
[109]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
dikelola langsung, sedangkan BUMD merupakan salah satu contoh keuangan daerah yang dipisahkan.
terdiri dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak. Pendapatan asli daerah terdiri dari: 1 pajak daerah, 2 retribusi daerah, 3 hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4 lain-lain PAD yang sah. 5 Penerimaan pendapatan Asli Pajak daerah merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak yang berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos penerimaan non pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan sumber Daya Alam menurut Bastian (2002 : 34). Di dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang Sah
Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005, keuangan daerah adalah Semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005, pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Terwujudnya pelaksanaan desentralisasi fiskal secara efektif dan efisien tergantung pada pengelolaan keuangan daerah. Dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan pada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, DAU untuk pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dengan formula dan perhitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-undang. DAU dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari Pendapatan dalam
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah yang bersumber sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah (Mardiasmo, 2002:132). Di dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah
[110]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.
(PDB) pada suatu periode lebih besar dari periode sebelumnya. Kenaikan PDB tersebut tidak disertai perhitungan persentasenya terhadap tingkat pertumbuhan penduduk. Jadi pertumbuhan ekonomi adalah suatu keadaan di mana terjadi kenaikan PDB suatu negara tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk (Arsyad, 2005: 27). Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan yang mendukung pencapaian pembangunan manusia. Korelasi positif pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tercermin dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan secara prinsipil harus berfokus pada seluruh aset bangsa, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara lebih merata, dan pelaksanaanya harus mengedepankan kerangka kerja kelembagaan.
Belanja Daerah Menurut UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah diarahkan kepada peningkatan proporsi yang berpihak untuk kepentingan publik, disamping tetap menjaga eksistensi penyelenggaraan pemerintahan (Darise, 2008: 138). Berdasarkan struktur anggaran daerah, elemen-elemen yang termasuk dalam belanja daerah terdiri dari Belanja Aparatur Daerah dan Belanja Pelayanan Publik. Struktur Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis,objek dan rincian objek belanja. Sedangkan menurut kelompoknya, belanja daerah diklasifikasikan ke dalam Belanja tidak langsung, dan belanja langsung (Bastian, 2009: 48)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau wilayah. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi di mana terjadi peningkatan produk domestik bruto dari suatu negara atau daerah. Pertumbuhan ekonomi dikatakan meningkat apabila persentase kenaikan Produk Domestik Bruto
[111]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
perhitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagia perencanaan dan pengambilan keputusan.
mengelolanya dengan baik, karena hal ini berdampak pada perkembangan dan kemajuan daerah tersebut yaitu melalui belanja modal. Hubungan Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai dan juga meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan dan akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemerintah daerah setempat yang berarti meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian, sangatlah beralasan bahwa Belanja Modal berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Belanja Modal Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006 pasal 1 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan, dan mesin, gedung dan pembangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Hubungan Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah Melalui Belanja Modal Peningkatkan pelayanan publik salah satunya yaitu dengan mengalokasikan belanja pada investasi modal karena belanja modal dilakukan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan dan perbaikan. Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai dan juga meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan dan dengan tersedianya fasilitas para investor juga akan tertarik untuk menanam modal di daerah itu dan akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya memberikan pemasukan berupa
Hubungan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Transfer dana dari pemerintah pusat tersebar adalah DAU. Solusi untuk peningkatan pelayanan publik salah satunya yaitu dengan mengalokasikan belanja pada investasi modal, karena belanja modal dilakukan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan dan perbaikan diantaranya di sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, industri sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Jika suatu daerah menerima transfer DAU dari pemerintah pusat, diwajibkan pemerintah daerah dapat
[112]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Penerimaan daerah yang berasal dari pajak dan retribusi (sebagai komponen terbesar PAD) sangat terkait dengan kegiatan sektor industri yang berarti meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Dengan sampel jenuh berjumlah 33 kabupaten/kota. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan dikumpulkan dalam interval waktu secara runtun waktu (time series). Data sekunder diperoleh dari laporan realisasi APBD di Sumatera Utara tahun 2012-2014. (www.depkeu.djpk.go.id) dan Statistik keuangan pemerintah daerah Sumatera Utara tahun 2012-2014. (http ://sumut.bps.go.id).
Metode Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33 kabupaten/kota.
Tabel 2 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Kabupaten/Kota Kab.Nias Kab. Mandailing Natal Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Utara Kab. Toba Samosir Kab. Labuhan Batu Kab. Asahan Kab. Simalungun Kab. Dairi Kab. Tanah Karo Kab. Deli Serdang Kab. Langkat Kab. Nias Selatan Kab. Humbang Hasundutan Kab. Pakpak Bharat Kab. Samosir Kab. Serdang Bedagai Kab. Batu Bara Kab. Padang Lawas Utara Kab. Padang Lawas Kab. Labuhanbatu Selatan Kab. Labuhanbatu Utara Nias Utara Nias Barat Kota Sibolga Kota Tanjungbalai Kota Pematangsiantar Kota Tebing Tinggi Kota Medan Kota Binjai Kota Padangsidimpuan Kota Gunungsitoli Sumber : www.provsumut.go.id
[113]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Untuk memperoleh data-data serta informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan dengan studi dokumentasi yaitu mengumpulkan data serta mempelajari dokumen-dokumen yang diperoleh dari laporan realisasi APBD dan PDRB Sumatera Utara tahun 2012-2014. Dan teknik/ studi kepustakaan untuk memperoleh data pendukung yang berfungsi sebagai tinjauan pustaka guna mendukung data sekunder yang di peroleh serta referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Teknik analisis menggunakan model analisis regresi berganda.
mengakibatkan pemerintah lebih leluasa dalam menyusun anggaran belanja modal. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja modal. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya Pertumbuhan Ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Pertumbuhan Ekonomi merupakan angka yang menujukan kenaikan kegiatan perekonomian suatu daerah setiap tahunnya. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat penga daan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diukur berdasarkan pendapatan setiap daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Penelitian ini menemukan hasil bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Hal ini mungkin disebabkan karena Pemerintah Daerah Sumatera Utara masih kurang dalam menggali kemampuan pendapatan asli daerahnya. Hal tersebut dapat disebabkan karena letak geografis yang berbeda, jumlah penduduk, keadaan demografi yang beragam dan lain sebagainya. Daerah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penerimaan daerah. Namun, dalam penelitian ini
Hasil dan Pembahasan Pengujian diawali dengan melakukan uji asumsi klasik, normalitas, heterokedastisitas, multikolerianitas, dan autokorelasi. Dari tabel 3 maka dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut: Y = 90487917,959 + 4672,075 X1 + 473987,137 X2 + 0,084 X3 Penelitian ini menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu strategi kebijakan bidang ekonomi, indikator yang sering dipakai untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat. Berdasarkan tabel coefficient nilai sig.menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian suatu daerah tentu akan mengakibatkan bertumbuhnya investasi modal swasta maupun pemerintah. Hal inilah yang
[114]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
menerima logika teori yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap belanja modal, dimana pada PP No 58 tahun 2005 yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan daerah dalam menghasilkan pendapatan. Setiap penyusunan APBD, alokasi belanja modal harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah dengan mempertimbangkan PAD yang diterima. Sehingga apabila pemerintah daerah ingin meningkatkan belanja modal untuk pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah daerah harus menggali PAD yang sebesarbesarnya. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) dan penelitian yang dilakukan oleh Farah Marta Yovita (2011) yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal. Dana Alokasi Umum (DAU) berasal dari dana APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah. Hasil pengujian menemukan bahwa DAU berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Penelitian ini konsisten dengan Darwanto dan Yustikasari (2007) yang menemukan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dimana Darwanto menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara dana transfer dari pemerintah pusat dengan belanja modal. Darwanto menemukan bahwa kemandirian daerah tidak menjadi lebih baik, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu ketergantungan
pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat (DAU) menjadi semakin tinggi. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAU. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nugroho Suratno Putro (2009) yang menyebutkan bahwa secara parsial Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Pemaparan diatas dapat disimpulkan semakin tinggi DAU maka alokasi belanja modal juga meningkat. Hal ini disebabkan karena daerah yang memiliki pendapatan (DAU) yang besar maka alokasi untuk anggaran belanja daerah (belanja modal) akan meningkat. Secara simultan variabel pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Hal tersebut berarti bahwa secara bersama-sama pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Darwanto dan Yustikasari (2007). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan pembangunan, hal ini diperlukan dengan adanya pertambahan penduduk. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya insfrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah diharapkan akan memacu Pertumbuhan ekonomi daerah, baisanya jika pertumbuhan ekonomi
[115]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
suatu daerah baik maka pemerintah daerah akan meningkatkan. Belanja modalnya dari tahun ke tahun guna melengkapi sarana prasarana dan insfrastruktur, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada tahun anggaran. Daerah yang ditunjang dengan saran dan prasarana memadai akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanam modalnya pada daerah tersebut dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan akan mampu memberi efek yang terhadap belanja modal oleh pemerintah. Dana alokasi umum merupakan dana transfer dari pemerintah pusat kepemerintah daerah yang nilainya cukup signifikan. Dana alokasi umum merupakan salah satu pembiayaan untuk belanja modal guna pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka pemberian pelayanan publik yang baik dari pemerintah daerah kepada masyarakat
kemampuan Pemerintah Daerah Sumatera Utara masih kurang dalam menggali kemampuan pendapatan asli daerahnya. Hal tersebut dapat disebabkan karena letak geografis yang berbeda, jumlah penduduk, keadaan demografi yang beragam dan lain sebagainya. Sedangkan pengujian secara simultan variabel pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan menambah sampel dan daerah penelitian lebih diperluas lagi, yaitu tidak terbatas pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera utara, dan penelitian lebih di perpanjang lagi tidak hanya tiga tahun, sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik lagi. Diharapkan juga agar menambah variabel independen lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap belanja modal. Rekomendasi bagi pemerintah daerah bagi pemerintah daerah sebaiknya lebih meningkatkan investasi modal (belanja modal) karena diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan.
Simpulan Hasil pengujian menemukan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi dan dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal, namun tidak berhasil menemukan adanya pengaruh pendapatan asli daerah pengalokasian belanja modal. Padahal PP No 58 tahun 2005 menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan daerah dalam menghasilkan pendapatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
Daftar Pustaka Bastian, Indra.(2006). Sistem Akuntansi Sektor Publik,Edisi 2: SalembaEmpat. Bastian, Indra.(2002). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: SalembaEmpat. Darise, Nurlan.(2008). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: PT. Indeks.
[116]
Jurnal Pembangunan Perkotaan Vol. 4 No. 2, Desember 2016 ISBN 2338-6754
Halim, Abdul.(2007). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3.Jakarata: Salemba Empat. Halim, Abdul.(2002). Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Salemba Empat. Halim, Abdul.(2009). Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia.Jakarta: SalembaEmpat. Arsyad, Lincolin.(2005). Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajat.(2009). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Ghozali, Imam.(2005). Statistik Multivariat SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kuncoro, Mudrajat.(2004).Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga. Mardiasmo.(2002). Otonomidan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006 TentangPengelolaanKeuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 TentangPajak Daerah www.depkeu.djpk.go.id www.sumut.bps.go.id
[117]