Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
VIABILITAS PLASMA NUTFAH MIKROBA Aspergillus spp. DAN Fusarium spp. SETELAH KONSERVASI EX SITU JANGKA LAMA (Viability of Aspergillus spp. and Fusarium spp. After Long Periode of Ex Situ Conservation) DJAENUDIN GHOLIB, E. KUSUMANINGTYAS dan S. CHOTIAH Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT The study was conducted to assess viability of freeze isolates of fungi collected in Balitvet Culture Collection (BCC). A number of 147 samples consisted of 104 samples from 37 isolates of Aspergillus sp. (11 species), and 43 samples from 14 isolates of Fusarium sp. (3 species) were recultured on Sabouraud’s dextrose agar (SDA) plating medium. The isolates were 10 fold serially diluted (10-1 – 10-6), and each 1 ml of dilution was cultured in the medium, and incubated at 25 – 28ºC. The growths of colonies were examined macro and microscopically, identified to the species and purity The results showed that Aspergillus isolates of 100% samples revealed the colony growth consisted of Aspergillus flavus, A. fumigatus and A. parasiticus after 15 years, A. clavatus after 12 years, A. awamori and A. ficuum after 11 years, and A. terreus after 10 years,. A. niger and A. amstelodami 83.3 and 0% respectively after 11 years, and A. nidulans 66.6% after 10 years freeze dried. Fusarium moniliforme showed 100% colony growth and F. graminearum 14.3% after 17 years, and F. solani 66.6% after 20 years freeze dried. Based on this results it can be concluded that preservation of fungi by means of freeze drying is very effective and long lasted. Key Words: Aspergillus sp., Fusarium sp., Freeze Drying, Sabouraud’s Dextrose Agar ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas isolat jamur yang dibeku keringkan di dalam ampul, dan dikoleksi di BCC (Balitvet Culture Collection). Sebanyak 147 sampel terdiri dari 104 sampel dari 37 koleksi Aspergillus sp. (11 spesies) dan 43 sampel dari 14 koleksi Fusarium sp. (3 spesies) di re-culture di media Sabouraud’s dextrose agar (SDA) dengan cara pengenceran seri 10 kali (10-1 – 10-6). Tiap enceran sebanyak 1 ml dibiakkan ke media agar cawan petri, dan diinkubasi pada suhu 25 – 28ºC. Koloni yang tumbuh diamati secara makro dan mikroskopis, dan diidentifikasi spesiesnya dan kemurniannya. Hasilnya menunjukkan bahwa isolat Aspergillus tumbuh sebanyak 100%, yaitu A. flavus, A. fumigatus dan A. parasiticus setelah 15 tahun, A. clavatus setelah 12 tahun, A. awamori dan A. ficuum setelah 11 tahun, dan A. terreus setelah 10 tahun penyimpanan. A. niger dan A. amstelodami masing-masing 83,3 dan 0% setelah 11 tahun, dan A. nidulans 66,6% setelah 10 tahun penyimpanan. Fusarium moniliforme tumbuh 100%, dan F. graminearum sebanyak 14,3% setelah 17 tahun penyimpanan. F. solani tumbuh sebanyak 66,6% setelah 20 tahun penyimpanan. Berdasarkan hasil pengujian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeliharaan (konservasi) plasma nutfah isolat jamur dengan cara beku kering di dalam ampul vakum sangat efektif dan tahan dalam jangka waktu lama. Kata Kunci: Aspergillus sp., Fusarium sp., Beku Kering, Viabilitas, Sabouraud’s Agar
PENDAHULUAN Mikroflora sejenis kapang termasuk kelompok jamur atau cendawan renik adalah organisme multiseluler, bersel banyak yang bergabung menjadi satu. Sedangkan jenis yang uniseluler, bersel satu, adalah jenis ragi/khamir.
Kapang mempunyai filamen atau hifa, yang terjalin satu sama lain membentuk miselium. Diperkirakan terdapat 10.000 – 250.000 spesies di alam ini, dan sekitar 50.000 – 100.000 spesies telah diketahui (ONIONS et al., 1981; AL-DOORY, 1980). Diperkirakan 1000
813
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
spesies baru, ditemukan tiap tahun (SYARIEF et al., 2003). Kapang dan ragi berperanan penting bagi kehidupan manusia, terbagi menjadi yang merugikan dan yang menguntungkan. Kapang yang merugikan terdiri dari kapang patogenik dan toksigenik. Akibat yang ditimbulkannya masing-masing dapat menimbulkan kejadian mikosis dan mikotoksikosis. Disamping itu, ada yang berperanan sebagai perusak, yaitu kapang yang menyebabkan kerusakan bahanbahan atau alat seperti kaca lensa, kulit dan kain. Kapang yang menguntungkan, contohnya adalah selulosa diuraikan menjadi bahan yang dapat digunakan oleh hewan atau manusia dengan aktivitas enzim selulose dari kapang. Ragi yang menguntungkan berperanan dalam reaksi fermentasi, seperti karbohidrat difermentasikan menjadi gula sederhana yang bisa berubah menjadi alkohol dengan reaksi berlanjut, dan gas karbon dioksida. Dalam hal ini termasuk kapang atau cendawan saprofit, yaitu berfungsi menguraikan bahan-bahan organik asal hewan atau tanaman, sehingga dimanfaatkan oleh manusia untuk pembuatan kompos. Di dunia kedokteran, penemuan asal obat seperti antibiotika sebagian berasal dari jenis kapang. Sebagian bahan atau makanan jadi dapat diproses dengan melibatkan cendawan atau kapang, sehingga meninggikan nilai gizi. Kacang kedelai diproses menjadi shoya dan miso di Jepang. Di Indonesia dikenal kecap, oncom dan tempe (ONIONS et al., 1981; RAPER dan FENNEL, 1973). Indonesia telah dikenal sebagai negara megabiodiversitas, dengan kekayaan sumber daya hayati yang berlimpah dan beraneka ragam. Kekayaan itu merupakan yang terbesar kedua setelah Brazil, tidak saja fauna, tetapi juga flora, baik makroflora maupun mikroflora atau mikroba (KARDIN et al., 1995). Oleh karena itu, cendawan sebagai organisme sumber daya hayati akan mampu mengembangkan ilmu dan teknologi yang penting di Indonesia. Sumber daya itu perlu dimanfaatkan potensinya semaksimal mungkin. Untuk itu, cendawan, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, perlu dilestarikan. Pelestarian cendawan yang menguntungkan bertujuan agar potensinya, suatu waktu dapat digunakan untuk kemaslahatan manusia. Sedangkan cendawan yang merugikan dilestarikan untuk dapat
814
dimanipulasi menjadi bermanfaat, dan juga dapat digunakan untuk penelitian. Beberapa langkah pelestarian yang ditempuh diantaranya adalah dengan cara kering beku. Walaupun demikian, perlu dilakukan uji viabilitas secara berkala untuk mengetahui viabilitas mikroba yang disimpan. MATERI DAN METODE Sampel isolat Sebanyak 147 sampel ampul yang terdiri dari 104 ampul dari 37 koleksi biakan plasma nutfah mikroba Aspergillus spp (11 macam spesies) dan 43 sampel ampul dari 14 koleksi biakan plasma nutfah mikroba Fusarium spp (3 macam spesies) dari Balai Besar Penelitian Veteriner Culture Collection (BCC), dipakai sampel dalam penelitian ini. Koleksi-koleksi tersebut telah dikonservasi dalam bentuk kering dan dikemas di dalam ampul vakum, dengan lama penyimpanan bervariasi mulai dari 8 – 20 tahun. Masing-masing koleksi diambil sampel secara acak minimal 2 ampul. Viabilitas dan kemurnian koleksi Masing-masing sampel ampul dicatat nomor koleksi dan tanggal proses freeze-drying (nomor batch). Kondisi fisik ampul diperiksa dan bagian luarnya dibersihkan dengan alkohol 70%. Membuka ampul dilakukan di dalam ruang biohazard. Bagian ampul yang terbuka diletakkan di dekat nyala api. Kemudian isi ampul diencerkan dengan 1ml air suling steril, lalu suspensi kultur dipindahkan ke dalam tabung reaksi steril yang berisi 9 ml air suling steril dan dikocok dengan menggunakan vortex. Selanjutnya suspensi tersebut diambil 1 ml dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi baru yang berisi 9 ml air suling steril. Pengenceran dilakukan sampai 10-6. Masingmasing pengenceran dibiakkan pada media Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) di dalam cawan-cawan petri, lalu diinkubasikan selama selama 5 – 7 hari pada suhu kamar (25 – 28°C). Pengamatan dilakukan selama 5 – 7 hari terhadap koloni kapang yang tumbuh pada petri dengan melihat morfologi (bentuk, tekstur dan warna) (RAPER dan FENNELL, 1973 dan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
BOOTH, 1977). Koloni yang sudah murni dicuplik, diletakkan di atas gelas obyek dan diamati morfologi mikroskopiknya dengan pewarnaan lactophenol cotton blue. Morfologi mikroskopik untuk kapang (warna, bentuk, ukuran) yang tampak dibandingkan dengan standar acuan (AJELLO et al., 1966; ALDOORY, 1980; BENEKE dan ROGERS, 1980). Tingkat viabilitas diukur berdasarkan kemampuan hidup dari koleksi. Apabila kepadatan koloni sampai dengan 106 koloni/ml maka viabilitas tinggi, apabila sampai 104 koloni/ml viabilitas sedang dan apabila 102 koloni/ml maka viabilitas kurang. Apabila koloni yang tumbuh pada media hanya satu spesies maka kultur dikatakan murni. HASIL DAN PEMBAHASAN Viabilitas dan kemurnian Pemilihan metode penyimpanan tergantung pada spesies, sumber bahan yang tersedia dan tujuan dari penyimpanan itu sendiri. Pada penelitian ini digunakan metode kering beku. Penyimpanan permanen atau jangka panjang seperti kering beku dan cryopreservation penting untuk strain-strain yang mempunyai karakteristik sangat penting (GREGORY et al., 2004) dan harus dipertahankan. Setelah
beberapa waktu penyimpanan, viabilitas kapang Aspergillus spp. dan Fusarium spp. dievaluasi. Viabilitas plasma nutfah mikroba Aspergillus spp. koleksi BCC berdasarkan umur dari konservasinya dipaparkan di dalam Tabel 1. Koleksi plasma nutfah A. flavus, A. fumigatus dan A. parasiticus pasca dikonservasi eks situ selama 15 tahun masih menunjukkan viabilitas sebanyak 100%. A. clavatus pascakonservasi eks situ selama 12 tahun masih menunjukkan viabilitas sebanyak 100%. A. awamori, A. Ficuum, A. niger dan A. amstelodami masing-masing berurutan memiliki viabilitas sebanyak 100, 100, 83,3 dan 0% pascakonservasi eks situ selama 11 tahun. Sedangkan pascakonservasi eks situ selama 10 tahun A. terreus dan A. nidulans masing-masing memiliki viabilitas sebanyak 100 dan 66,6%. Berdasarkan hasil tersebut di atas, A. flavus, A. fumigatus dan A. parasiticus mempunyai ketahanan yang baik, terbukti setelah penyimpanan selama 15 tahun masih menunjukkan viabilitas yang baik. Demikian pula A. awamori dan A. ficuum masih memiliki viabilitas yang tinggi setelah 12 tahun. A. niger mempunyai viabilias yang lebih rendah dibandingkan dengan spesies sebelumnya tetapi A. amstelodami sudah tidak menunjukkan adanya pertumbuhan dari 4 sampel yang diuji.
Tabel 1. Viabilitas plasma nutfah mikroba Aspergillus spp. koleksi Bbalitvet Culture Collection setelah dikonservasi jangka lama Spesies No.
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Aspergillus amstelodami Aspergillus awamori Aspergillus ficuum Aspergillus clavatus Aspergillus flavipes Aspergillus flavus Aspergillus fumigatus Aspergillus nidulans Aspergillus niger Aspergillus parasiticus Aspergillus terreus
Jumlah
Jumlah isolat sampel 2 1 1 2 1 6 16 1 4 1 2
4 2 2 5 2 16 50 6 10 3 4
37
104
Presentase viabilitas setelah penyimpanan eks situ selama tahun ke8
9
10
100
100 100 100
11
12
0 100 100 100
100
100
100
100 100 66,6 100
14
15
100 100
100 100
83,3 100
100
100
815
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Untuk genus Fusarium juga menunjukkan hasil yang bervariasi. Tiga spesies koleksi plasma nutfah F. graminearum, F. moniliforme dan F. solani setelah dikonservasi ex situ jangka lama, viabilitasnya dipaparka didalam Tabel 2. Pascakonservasi selama 17 tahun kapang Fusarium moniliforme masih memiliki viabilitas 100%, sedangkan Fusarium graminearum hanya 14,3%. Disamping itu, Fusarium solani masih memiliki viabilitas
sebanyak 66,6 pascakonservasi selama 20 tahun. Tingkat kepadatan pertumbuhan dan kemurnian pertumbuhannya dari sampel yang diperiksa dipaparkan di dalam Tabel 3. Sebanyak 57 koleksi menunjukkan tingkat kepadatan pertumbuhan skor +++, artinya koleksi pada waktu ditumbuhkan pada media agar, koloninya sangat padat sampai mencapai 106 koloni/ml.
Tabel 2. Viabilitas plasma nutfah mikroba Fusarium spp. koleksi Bbalitvet Culture Collection setelah dikonservasi jangka lama Spesies
Presentase viabilitas setelah penyimpanan eks situ selama:
Jumlah
No.
Nama
isolat
sampel
14
17
1.
Fusarium graminearum
4
13
100
14,3
2.
Fusarium moniliforme
9
34
100
100
3.
Fusarium solani
1
6
14
43
Jumlah
20
66,6
Tabel 3. Tingkat kepadatan pertumbuhan dan struktur antigenik plasma nutfah mikroba Aspergillus spp. dan Fussarium spp. koleksi BBalitvet Culture Collection setelah konservasi jangka lama
koleksi
sampel
sampel yang hidup
Kemurnian/ kepadatan pertumbuhan
Jumlah No.
Nama koleksi
Struktur antigenik
1.
A. amstelodami
2
4
2
murni/+++
tetap
2.
A. awamori
1
2
2
murni/+++
tetap
3.
A. ficuum
1
2
2
murni/+++
tetap
4.
A. clavatus
2
5
5
murni/+++
tetap
5
A. flavipes
1
2
2
murni/++
tetap
6.
A. flavus
6
16
16
murni/+++
tetap
7.
A. fumigatus
16
50
50
murni/+++
tetap
8.
A. nidulans
1
6
4
murni/+++
tetap
9.
A. niger
4
10
9
murni/+++
tetap
10.
A. parasiticus
1
3
3
murni/+++
tetap
11.
A. terreus
2
4
4
murni/+++
tetap
12.
F. graminearum
4
13
7
murni/+++
tetap
13.
F. moniliforme
9
34
34
murni/+++
tetap
14.
F. solani
1
6
4
murni/+++
tetap
816
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KESIMPULAN Konservasi plasma nutfah mikroba Aspergillus spp. dan Fusarium spp. dalam bentuk kering beku dan disimpan pada suhu kamar dalam jangka lama akan menyebabkan perubahan viabilitas yang bervariasi diantara spesies yang diperiksa dan tidak menyebabkan perubahan struktur fenotipiknya. A. amstelodami dan A. nidulans merupakan spesies yang memiliki viabilitas paling pendek dibandingkan dengan spesies lainnya seperti A. flavus, A. fumigatus dan A. parasiticus.
AL-DOORY, Y. 1980. Laboratory Medical Mycology. Lea & Febiger, Philadelphia, USA. pp. 294 – 353. BENEKE, E.S. and A.L. ROGERS. 1980. Medical Mycology Manual With Human Mycoses Monograph 4th Ed. Burges Publishing Company Minneapolis, Minnesota pp. 136 – 139. BOOTH, C. 1977. Fusarium: Laboratory Guide to the Identification of the Major Species. Commonwealth Mycological Institute. Kew, Surrey, England. GREGORY, M.M., F.B. GERALD and S.F. MERCEDES. 2004. Biodiversity of fungi Inventory and Monitoring Methods. Elsevier Inc. All rights reserved pp. 38 – 47.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Sdr. Wawan Sugiawan dan Sdri. Lilis Sulastri teknisi Kelompok Peneliti Toksikologi Bbalitvet yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
KARDIN, M.K., S. HASTIONO, D. SUDARMADJI dan S. BROTONEGORO. 1995. Status plasma nutfah mikroba pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Petanian.
DAFTAR PUSTAKA
ONIONS, A.H.S., D. ALLSOPP and H.O.W. EGGINS. 1981. Smith’s introduction to industrial mycology. 7th Ed. Edward Arnold, London. pp. 168 – 208.
AJELLO, L., L.K. GEORG, W. KAPLAN and L. KAUFMAN. 1966. Laboratory Manual For Madical Mycology. US Department of Health, Education, and Welfare, Public Health Service, CDC, Atlanta, Georgia, USA.
RAPER, K.B. and D.I. FENNELL. 1973. The Ggenus Aaspergillus. Robert E. Krieger Publ. Co. Huntington, New York, USA pp. 56 – 67. SYARIEF, R., L.A. EGA dan C.C. NURWITRI. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor Press.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Keberhasilan pengering bekuan dan penyimpanan dalam waktu lama tergantung pada media pengering bekuan, apakah media yang digunakan untuk pengering bekuan isolat-isolat yang diperiksa dalam penelitian? 2. Selain penyimpanan jangka lama,penyimpanan jangka pendek bagaimana? 3. Berapa jumlah koloni/ml sewaktu disimpan? 4. Apa kepentingan dari isolat yang diperiksa, yaitu Aspergillus dan Fusarium, dibandingkan dengan yang lain? 5. Adakah hasil penelitian orang lain tentang lama penyimpanan bertahun-tahun?
817
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Jawaban : 1. Media yang digunakan pada prinsipnya mengandung protein, zat pelindung, dalam hal ini skim milk. Proses pembekuan mempengaruhi keseimbangan elektrolit, dan ini berkaitan dengan protein. Selain itu ada glukosa 7,5%, berperanan menjaga kadar air dari over drying, dalam pengering bekuan hasil akhir bahan kering beku mengandung air sekitar 2%. 2. Pada penyimpanan isolat jamur dalam jangka pendek digunakan bahan penyimpanan gliserol, atau media semi-solid (parafin oil), ini bisa sampai satu tahun. 3. Untuk proses penyimpanan beku kering, isolat yang dilarutkan dibuat pengenceran dengan jumlah spora sekitar 108 sel spora/ml. 4. Kedua isolat merupakan kapang (mold), dan dibagi menjadi jenis patogen dan non patogen. Yang patogen menimbulkan penyakit infeksi langsung kepada manusia/hewan, yaitu penyakit mikoses, seperti aspergillosis pada paru, dan fusariosis. Yang non patogen tidak berperanan langsung menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia/hewan, tetapi ada yang bersifat toksigenik, yaitu yang menghasilkan toksin yang berbahaya bagi kesehatan. Toksin sebagai hasil metabolisme (metabolit), pada Aspergillus contohnya adalah aflatoksin, okhratoksin dan pada Fusarium yaitu zearalenon, deosinivalenol. 5. Laporan mengenai penelitian penyimpanan isolat jamur dalam waktu bertahun-tahun sudah ada (RAPER dan FENNELL, 1973).
818