VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah keriting dibentuk dengan analisis kuantitatif yaitu model regresi linear berganda. Alat yang digunakan dalam pembentukan model ini yaitu Software Minitab Versi 14.0. Pembentukan model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting ini dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner pada 50 orang responden yang berlokasi di DKI Jakarta. Variabel yang digunakan untuk membentuk model permintaan ini terdiri dari satu variabel dipenden atau terikat dan enam variabel independen atau variabel bebas. Untuk menghasilkan model terbaik dan sekaligus melihat elastisitas variabel dependen terhadap variabel independen, variabel-variabel yang ada di dalam model atau data yang akan dianalisis ditransformasi dalam bentuk logaritma natural (Ln), kecuali variabel dummy tidak ditransformasi. Hasil pengolahan terhadap data memberikan informasi sehingga terbentuk model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah keriting seperti ditunjukkan oleh Tabel 16. Tabel 16. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga di DKI Jakarta Terhadap Cabai Merah Keriting Variabel Koefisien St. Eror T-Hitung P-Value Konstanta 1,737 1,0680 1,6300 0,1110 Jumlah Anggota Keluarga (X1) 0,43467 0,0923 4,7100 0,0000 Harga Cabai Merah Keriting (X2) -0,0231 0,1010 -0,2300 0,8200 Pendapatan Rumah Tangga (X3) 0,00963 0,0295 0,3300 0,7460 Frekuensi Pembelian (X4) -0,04078 0,0368 -1,1100 0,2740 Tempat Pembelian (X5) -0,12615 0,0305 -4,1400 0,0000 Suku (X6) 0,04702 0,0247 1,9000 0,0640 R-Square (R2) = 61,8% R-Square (Adj) = 56,5 % F Hitung = 11,61 P-Value = 0,0000
VIF 1,4000 1,3000 1,4000 1,6000 1,6000 1,1000
Persamaan 9. merupakan bentuk matematis dari model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah yang terbentuk berdasarkan data pada Tabel 23. Variabel dipenden (Y) dalam model ini merupakan jumlah cabai yang dikonsumsi masing-masing rumah tangga di DKI Jakarta per bulan.
71
YD = 1,737 + 0,43467X1 - 0,0231X2 + 0,00963X3 - 0,04078X4 - 0,12615X5 + 0,04702X6…………………………………………………………………………………………………(9) Setelah terbentuk model permintaan seperti persamaan (9), selanjutnya sangat penting untuk dikaji dari hasil pengolahan data (output minitab) yaitu bagaimana masing-masing variabel independen dalam model yang terbentuk mempengaruhi besarnya variabel dipenden. Dijelaskan sebelumnya bahwa, persamaan yang digunakan dalam analsis ini telah ditransformasi dalam bentuk logaritma natural, dengan demikian nilai koefisien yang hasilkan dalam model ini menunjukkan nilai ukuran elastisitas jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga (variabel Y) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya (variabel Xi), atau dengan kata lain nilai koefisien merupakan tingkat perubahan jumlah permintaan cabai merah rumah tangga (dalam persen) terhadap perubahan nilai variabel-variabel yang mempengaruhinya (dalam persen). Variabel yang pertama yaitu jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga (X1), nilai koefisien yang diperoleh pada model menunjukkan tanda positif yang berarti jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dengan jumlah permintaan cabai dalam rumah tangga tangga tersebut. Sesuai dengan hipotesis, semakin besar jumlah anggota dalam suatu keluarga maka semakin besar jumlah permintaan rumah tangga tersebut terhadap cabai merah kerting. Angka 0,43467 sebagai koefisien variabel X1 memiliki arti bahwa kenaikan satu persen jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tangga akan meningkatkan jumlah cabai merah yang diminta oleh rumah tangga tersebut sebesar 0,4160 persen, dengan asumsi ceteris paribus atau faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan cabai rumah tangga tetap. Nilai koefisien ini juga menunjukkan bahwa jumlah permintaan cabai merah keriting dalam suatu rumah tangga bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap jumlah anggota keluarga. Ini berarti jika terjadi perubahan, persentase perubahan jumlah cabai merah yang diminta lebih kecil dari persentase perubahan jumlah anggota keluarga yang menyebabkannya. Variabel independen ke dua (X2) dalam model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yaitu harga beli cabai. Hasil output minitab nilai koefisien variabel X2 bertanda negatif, artinya sesuai dengan hipotesi bahwa harga cabai merah keriting berpengaruh negatif terhadap rata-rata jumlah permintaan cabai
72
merah keriting rumah tangga di DKI Jakarta. Ketika harga naik, rata-rata permintaan rumah tangga terhadap cabai merah kerting akan turun dan sebaliknya jika harga turun rat-rata permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting akan naik. Nilai 0,0231 menunjukkan bahwa jika harga cabai meningkat sebesar satu persen, maka rata-rata permintaan cabai merah keriting rumah tangga di DKI Jakarta turun sebesar 0,0231 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Rata-rata jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap harga cabai merah. Dimana jika terjadi perubahan harga, persentase perubahan jumlah cabai merah yang diminta lebih kecil dari persentase perubahan harga cabai merah keriting. Seperti sebelumnya telah dijelaskan, variabel ke tiga ini merupakan variabel dummy. Nilai nol diberikan pada rumah tangga dengan pendapatan kurang dari tiga juta rupiah dan nilai satu untuk rumah tangga yang berpendapatan lebih dari tiga juta rupiah. Berdasarkan hasil output minitab variabel independen ke tiga (X3) bertanda positif. Karena merupakan variabel dummy yang dalam analisis tidak ditransformasi kedalam bentuk logaritma natural, maka interpretasi dari nilai koefisien 0,00963 tidak sama dengan variabel lain yang ditransformasi. Sebelumnya harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu pada nilai koefisien yang dihasilkan, dan berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan (Lampiran 8.), jika rumah tangga dengan pendapatan kurang dari tiga juta jumlah cabai merah keriting yang dimintanya sebesar satu kilogram, maka dapat rumah tangga dengan pendapatan lebih dari tiga juta rupiah permintaan cabai merah keritingnya yaitu sebesar 1,00967 kg. Walaupun tidak jauh berbeda, hasil analsis ini sesuai dengan hipotesis yaitu rata-rata jumlah permintaan cabai merah keriting rumah tangga yang berpendapatan lebih dari tiga juta rupiah lebih banyak dari pada permintaan rumah tangga yang pendapatannya kurang dari tiga juta rupiah. Menurut uji koefisien regresi parsial, variabel ke empat (X4) yang merupakan frekuensi pembelian cabai merah keriting rumah tangga setiap bulannya menunjukkan tanda negatif (+), hal ini berarti bahwa frekuensi pembelian cabai merah keriting dalam satu bulan berpengaruh negatif dengan jumlah permintaan cabai merah keriting dalam suatu rumah tangga. Semakin besar frekuensi atau semakin sering pembelian cabai merah keriting yang 73
dilakukan oleh suatu rumah tangga, jumlah permintaan cabai merah keriting dalam rumah tangga tersebut semakin sedikit. Sebaliknya rumah tangga yang frekuensi pembeliannya lebih sedikit atau lebih jarang melakukan pembelian cabai ternyata jumlah cabai yang dibeli dalam satu bulan lebih banyak. Koefisien yang bernilai 0,04078 berarti jika frekuensi pembelian cabai merah keriting dalam satu bulan bertambah satu persen, maka jumlah cabai merah keriting yang diminta oleh suatu rumah tangga rata-rata meningkat berkurang sebesar 0,04078 persen setiap bulannya, dengan asumsi ceteris paribus. Terjadi demikian karena rumah tangga yang membeli cabai merah dengan frekuensi lebih sering membeli dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan saja, sedangkan rumah tangga yang konsumsi lebih banyak melakukan pembelian dalam jumlah banyak setiap kali pembelian. Nilai koefisien juga menunjukkan bahwa jumlah permintaan cabai merah keriting dalam suatu rumah tangga bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap frekuensi pembelian cabai merah keriting yang dilakukan. Jika terjadi perubahan, persentase perubahan jumlah cabai merah yang diminta lebih kecil dari persentase perubahan frekuensi pembelian cabai merah keriting. Sama halnya dengan variabel ke tiga, variabel ke lima yang digunakan dalam analisis ini yaitu tempat pembelian cabai merah keriting merupakan variabel dummy yang dalam analisis tidak ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural. Berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan koefisien variabel tempat pembelian cabai ini bertanda negatif. Sesuai dengan asumsi dimana konsumen yang membeli cabai di pasar moderen akan diberi nilai satu (1), sedangkan yang membeli di pasar tradisional diberi nilai nol (0), artinya responden yang membeli cabai di pasar moderen rata-rata permintaan cabai merah per bulannya lebih sedikit dari pada jumlah permintaan konsumen yang membeli cabai merah di pasar tradisional. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 8. dengan menggunakan nilai koefisen 0,12615, berarti jumlah permintaan rumah tangga yang melakukan pembelian di pasar tradisional sebesar satu kilogram sedangkan pembelian yang dilakukan di pasar moderen yaitu sebesar 0,88148 kilogram dengan asumsi ceteris paribus. Suku atau asal daerah sebuah keluarga atau rumah tangga umumnya menentukan selera rumah tangga tersebut pada cita rasa suatu makanan, apakah 74
suatu rumah tangga menyukai cita rasa pedas atau tidak yang akan menentukan jumlah permintaan rumah tangga tersebut terhadap cabai merah. Dalam kasus ini dengan nilai satu diberikan pada responden yang bukan berasal dari Jawa, dan nilai nol diberikan pada responden yang berasal dari Jawa. Berdasarkan hasil output minitab diperoleh koefisien variabel X6 bernilai positif, sesuai dengan hipotesis yang artinya konsumen atau rumah tangga yang bukan merupakan suku jawa jumlah konsumsi cabainya lebih banyak dari pada rumah tangga yang merupakan suku Jawa. Mengikuti perhitungan variabel dummy sebelumnya (Lampiran 8), nilai 0,04702 pada variabel X6 berarti jika responden yang merupakan suku Jawa memiliki tingkat permintaan terhadap cabai merah keriting sebesar satu kilogram, jumlah rata-rata permintaan cabai merah keriting rumah tangga yang bukan merupakan suku Jawa yaitu sebesar 1,048 kilogram. Selain interpretasi di atas, diperlukan analisa lebih lanjut terhadap model permintaan rumah tangga pada cabai merah yang telah terbentuk seperti pada persamaan 9. Pengujian ekonometrika dan statistik perlu dilakukan pada hasil output minitab yang telah dihasilkan untuk melihat kebaikan model yang terbentuk. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai pengujianpengujian pada model berdasarkan Lampiran 4. dan Lampiran 5. 6.2. Kriteria Ekonometrika 6.2.1. Uji Linearitas Uji yang bertujuan untuk memastikan bahwa residual-residual dalam persamaan yang terbentuk terdistribusi secara random dapat dilihat pada gambar grafik hasil output minitab (Lampiran 4). Jika pada gambar grafik output hasil minitab terlihat bahwa plot variabel-variabel prediksi tidak membentuk suatu pola tertentu (parabola, kubik, dan lain-lain), dapat dikatakan bahwa asumsi atau uji linearitas terpenuhi oleh model ini. Dapat dilihat pada Lampiran 4. bahwa model yang terbentuk telah memenuhi asumsi ini, dimana grafik antara harga prediksi dan harga-harga residual tidak membentuk suatu pola tertentu. 6.2.2. Uji Homoskedastisitas Uji homoskedastisitas harus dipastikan terpenuhi oleh model yang dihasilkan untuk menjamin bahwa komponen error pada model regresi memiliki 75
ragam yang sama untuk setiap nilai variabel dipenden yang dalam kasus ini merupakan jumlah permintaan cabai merah masing-masing rumah tangga di DKI Jakarta. Dengan kata lain uji ini bertujuan untuk melihat apakah variabel yang diamati mengandung informasi yang lebih dibandingkan dengan variabel lainnya. Uji dilihat pada gambar hasil output minitab pada Lampiran 4. Tepatnya pada grafik Residuals Versus the Fitted Values, dimana harus dipastikan bahwa grafik tidak terlihat berpola baik meningkat atau menurun. Terlihat pada grafik bahwa titik-titik sebagai nilai residual berada di sekitar garis lurus tanpa membentuk pola apapun. Titik-titik terlihat menyebar dan berpusat pada satu titik namun tetap menyebar. Gambar seperti yang terlihat pada grafik memberikan arti bahwa model permintaan cabai yang dihasilkan telah memenuhi uji homoskedastisitas dan tidak terdapat pelanggaran atau masalah heteroskedastisitas. 6.2.3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas sejatinya dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linear yang sempurna (pasti) antara beberapa variabel independen dari model. Variabel-variabel independen yang terdapat dalam model pasokan cabai merah ini teridiri jumlah anggota rumah tangga (X1), harga beli cabai (X2), pendapatan rumah tangga (X3), frekuensi pembelian (X4), tempat pembelian (X5), dan suku (X6). Untuk menghasilkan model regresi yang baik, seharusnya tidak ada hubungan linear yang sempurna diantara masing-masing variabel tersebut. Pengujian multikolinearitas pada output minitab yang dihasilkan dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai VIF harus kurang dari 10 agar model bebas dari multikolinearitas. Nilai yang dapat dilihat pada Tabel 16. sebagai hasil regresi linear (Lampiran 5.), menunjukkan nilai VIF masing-masing variabel independen kurang dari sepuluh. Jadi sesuai dengan ketentuan
yang
menyatakan
bahwa
model
regresi
yang
bebas
dari
multikolinearitas adalah yang memiliki nilai VIF kurang dari sepuluh. Nilai VIF yang dihasilkan berkisar antara 1,1 hingga nilai terbesar yaitu 1,6. Berdasarkan nilai tersebut jadi dapat disimpulkan bahwa dari model regresi permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah yang dihasilkan tidak ada hubungan linear antara variabel independennya.
76
6.2.4. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat gambar garfik hasil output minitab pada Lampiran 4. tepatnya yaitu berfokus pada grafik Normal Probability Plot. Asumsi ini mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan pada model ini menunjukkan titik-titik residual berada pada posisi yang membentuk sebuah garis lurus atau mendekati garis lurus. Melihat gambar titik-titik residual yang seperti terdapat pada Lampiran 4. dapat dikatakan bahwa model ini memenuhi kriteria uji normalitas. Model yang dihasilkan dan hasil output minitab memenuhi asumsi-asumsi di atas, berarti asumsi OLS terpenuhi oleh model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah. Model dapat dikatakan sebagai model penduga tak bias yang baik atau termasuk Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). 6.3. Kriteria Statistik 6.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji koefisien determinasi (R2) diperlukan agar diketahui seberapa besar variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dipenden yang dalam kasus ini adalah jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dinilai semakin baik, variabel-variabel independen dapat menjelaskan varibel dipenden dengan baik. Nilai R2 dapat dilihat pada hasil output minitab. Seperti yang terlihat pada hasil output minitab (Lampiran 5.) yang menghasilkan nilai 61,8 persen bagi model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting. Nilai 61,8 persen menjelaskan bahwa keragaman jumlah permintaan rumah tangga di DKI Jakarta terhadap cabai merah 61,8 persen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam persamaan yaitu jumlah anggota rumah tangga (X1), harga beli cabai (X2), pendapatan rumah tangga (X3), frekuensi pembelian (X4), tempat pembelian (X5), dan suku (X6). Sedangkan sebesar 38,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Variabel-variabel yang tidak terdapat dalam model
77
adalah variabel merupakan data-data terbilang sulit untuk diidentifikasi. Seperti misalnya selera responden terhadap rasa pedas, dan berbagai variabel lainnya. 6.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) Uji kelinearan model atau uji evaluasi model dugaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan linear antara variabel dipenden (jumlah permintaan cabai rumah tangga) dengan variabel independen. Uji ini perlu dilakukan untuk untuk menunjukkan apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dipenden pada tingkat signifikan lima persen. Uji kelinearan model dapat dilakukan dengan melihat pada dua nilai yaitu nilai Fhit dan nilai probabilitas. Kedua nilai ini dapat dilihat pada hasil pengolahan data dengan output minitab. Jika melakukan uji dengan nilai F, maka nilai Fhit harus lebih besar dari Ftabel agar dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dipenden. Penjelasan yang sama akan diperoleh jika probabilitas lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan. Berdasarkan hasil output minitab nilai Fhit untuk model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah diperoleh nilai sebesar 11,61 sedangkan nilai probabilitas yaitu 0,000. Selanjutnya dilihat nilai Ftabel dengan cara melihat nilai v1=dfregression dan v2=dferror. Berdasarkan nilai pada hasil output dfregression bernilai 7 dan dferror bernilai 43, dihitung pada tabel yaitu F(v1=6;v2=43). Nilai Ftabel yang diperoleh yaitu 3,26. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden karena nilai Fhit lebih besar dari nilai Ftabel. Cara lain yang dapat membuktikan bahwa model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden yaitu dilihat dari nilai probabilitas. Nilai probabilitas pada hasil output minitab menunjukkan nilai sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil dari taraf nyata yaitu sepuluh persen. Jadi, ini juga membuktikan bahwa model signifikan untuk memprediksi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah.
78
6.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) Uji F dan uji T dilakukan dengan tujuan yang sama kurang lebih sama yaitu sama-sama menunjukkan apakah variabel independen secara signifikan mempengaruhi atau menentukan besarnya variabel dipenden. Perbedaannya adalah uji F dilakukan untuk pemerikasaan pengaruh signifikan model secara keseluruhan terhadap variabel dipenden, sedangkan uji T diperlukan untuk melihat variabel independen mana saja yang secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dipenden ketika diasumsikan variabel-variabel independen lainnya dianggap konstan (ceteris paribus). Pengujian masing-masing variabel independen dapat dilakukan tepatnya dengan melihat nilai P-Value masing-masing variabel independen. Variabel independen yang memiliki nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (0,1) dapat dikatakan secara statistik berpengaruh signifikan terhadap variabel dipenden ketika variabel-variabel independen lainnya konstan (ceteris paribus). Nilai PValue dalam melakukan uji T pada masing-masing variabel independen pada model permintaan rumah tangga terhadap cabai merah dilihat pada Tabel 16 (Lampiran 5). Dari enam variabel independen, hanya ada tiga variabel independen yang secara statistik berpengaruh signifikan pada variabel dipenden yaitu jumlah anggota keluarga (X1), tempat pembelian cabai merah (X5), dan suku (X6). Variabel independen lainnya yaitu harga beli cabai merah (X2), pendapatan rumah tangga (X3), dan frekuensi pembelian cabai merah (X4) tidak berpengaruh signifikan secara individu ketika variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus). Secara berturut-turut nilai P-value ketiga variabel yang dinyatakan berpengaruh signifikan secara individu yaitu 0,000 untuk variabel jumlah anggota keluarga (X1), 0,000 untuk tempat pembelian cabai merah (X5), dan 0,064 untuk suku (X6). Tiga variabel ini signifikan dalam mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah keriting dengan asumsi variabel ceteris paribus. Niali P-value bagi ketiga variabel lainnya yang tidak signifikan berpengaruh pada permintaan cabai rumah tangga yaitu 0,820 untuk harga beli cabai merah keriting (X2), 0,746 untuk variabel pendapatan (X3), dan 0,274 untuk variabel frekuensi pembelian cabai merah keriting.
79
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PASOKAN CABAI MERAH KERITING DI DKI JAKARTA 7.1. Model Pasokan Cabai merah keriting di DKI Jakarta Model pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta dapat dibentuk dengan melakukan analisis kuatitatif menggunakan model regresi linear berganda. Data yang digunakan merupakan data tiga tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan periode bulanan. Pembentukan model pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta ini dilakukan dengan menggunakan satu variabel dipenden dan enam variabel independen. Untuk menghasilkan model terbaik, variabelvariabel yang ada di dalam model pasokan cabai merah juga ditransformasi dalam bentuk logaritma natural (Ln) seperti yang dilakukan pada analisis permintaan. Hasil pengolahan data dengan menggunakan variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya memberikan informasi seperti yang terlihat pada Tabel 17. Tabel 17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasokan Cabai Merah Keriting di DKI Jakarta Variabel Konstanta Jumlah Pasokan Cabai Merah Periode Sebelumnya (X1) Harga Cabai Merah Keriting (X2) Harga Cabai Merah keriting Musim sebelumnya (X3) Rata-rata harga Cabai Rawit (X4) Inflasi (X5) Bulan Puasa/Hari Raya (X6) R-Square (R2) = 75,1% F Hitung = 14,55
Koefisien 16,012
St.Eror T-hitung P-Value VIF 2,947 5,43 0
0,2654
0,1616
1,64
0,111
3,1
-0,03342
0,05173
-0,65
0,523
1,9
0,02616
0,04969
0,53
0,603
1,5
-0,18739 -1,2355 -0,05042
0,06042 0,6694 0,05172
-3,1 -1,85 -0,97
0,004 0,075 0,338
3,6 1,7 1,6
R-Square (Adj) = 69,9% P-Value = 0,0000
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, model persamaan pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta dapat dibentuk seperti Persamaan 10. Model pasokan ini juga perlu dilakukan beberapa pengujian dan pembahasan lebih lanjut, seperti pengujian ekonometrika dan statistik. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih detail mengenai arti dari nilai-nilai yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Tabel 17. serta pengujian-pengujian pada model berdasarkan Lampiran 6. dan Lampiran 7.
80
YS = 16,0 + 0,265 X1 - 0,0334 X2 + 0,0262 X3 - 0,187 X4 - 1,24 X5 0,0504 X6 …………………………………...………………………… (10) Variabel X1 yang merupakan kuantitas cabai merah pada periode sebelumnya atau pada saru bulan sebelumnya dalam model pasokan cabai merah di DKI Jakarta bertanda positif. Sesuai dengan hipotesis bahwa besar jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode sebelumnya berpengaruh positif dengan jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode yang dihitung. Semakin besar jumlah pasokan cabai pada periode sebelumnya semakin besar pula jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode terhitung. Koefisien yang bernilai 0,265 menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya. Ini berarti persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya. Jika pada periode sebelumnya jumlah pasokan cabai merah naik sebesar satu persen, maka jumlah pasokan cabai merah pada periode yang dihitung meningkat sebesar 0,265 persen. Variabel independen yang ke dua (X2) merupakan harga cabai merah keriting bertanda negatif, berarti sesuai dengan hipotesis antara harga cabai merah keriting dengan jumlah pasokan cabai merah memilki hubungan positif atau berbanding lurus. Tingginya harga cabai merah keriting berarti jumlah pasokan cabai merah kerting rendah. Berdasarkan nilai koefisien X2 yaitu 0,0334 berarti naiknya harga cabai merah keriting sebesar satu persen mengakibatkan pengurangan jumlah pasokan cabai merah keriting sebesar 0,0334 persen, dengan asumsi ketika variabel independen lain konstan (ceteris paribus). Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap harga cabai merah keriting, dimana persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan harga cabai merah keriting. Selanjutnya yaitu variabel independen ke tiga yaitu harga cabai merah keriting musim sebelumnya (X3) yang
koefisiennya bertanda positif. Sesuai
dengan hipotesis, hal ini berarti jika harga cabai merah keriting pada periode sebelumnya tinggi, maka jumlah pasokan cabai merah keriting pada periode 81
terhitung (saat ini) akan tinggi. Pengusaha cabai merah kerting baik itu pedagang maupun petani akan tertarik untuk mengusahakan lebih banyak cabai merah keriting karena harganya yang tinggi. Koefisien X3 yaitu 0,0262, artinya jika harga cabai merah keriting pada musim sebelumnya meningkat sebesar satu peren, makan jumlah pasokan cabai pada periode terhitung (saat ini) akan mengalami peningkatan sebesar 0,0262. Meskipun berpengaruh positif pada jumlah pasokan cabai merah keriting, jumlah pasokan tetap tidak elastis terhadap harga cabai pada musim sebelumnya. Hal ini dilihat dari nilai koefisien yang kurang dari satu, berati persentase perubahan harga cabai merah keriting pada periode sebelumnya lebih besar dari pada persentase perubahan jumlah pasokan yang terjadi karena perubahan harga tersebut. Variabel independen ke empat (X4) yaitu rata-rata harga komoditi substitusi (cabai rawit merah dan cabai rawit hijau) memiliki nilai koefisien negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang berarti artinya terdapat hubungan terbalik anatra jumlah pasokan cabai merah keriting dengan rata-rata harga cabai rawit merah dan cabai rawit hiaju sebagai komoditi substitusi. Ketika rata-rata harga cabai rawit tinggi, jumlah pasokan cabai merah keriting rendah. Hal ini karena karakteristik komoditi yang sama, dimana kemungkinan rendahnya jumlah pasokan dan tingginya harga komoditi dipengaruhi oleh faktor-faktor selain harga jual yang ada dalam kegiatan produksi. Koefisien X4 yang bernilai 0,187 menunjukkan bahwa jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap rata-rata harga cabai rawit, dimana persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting lebih kecil dari persentase perubahan rata-rata harga cabai rawit. Meningkatnya rata-rata harga cabai rawit sebesar satu persen, jumlah pasokan cabai merah keriting sebesar lebih rendah 0,187 persen. Berdasarkan hasil analisi variabel independen X5 yang merupakan tingkat inflasi mingguan di DKI Jakarta bertanda negatif. Artinya, semakin tinggi nilai inflasi maka jumlah pasokan cabai merah keriting semakin sedikit, sebaliknya jumlah pasokan cabai merah keriting akan lebih tinggi jika tingkat inflasi yang terjadi lebih rendah. Koefisien tingkat inflasi dalam model jumlah pasokan cabai merah bernilai lebih dari satu yaitu 1,24, hal ini menunjukkan bahwa jumlah 82
pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta elastis terhadap tingkat inflasi. Persentase perubahan jumlah pasokan cabai merah lebih besar daripada besar perubahan tingkat inflasi. Nilai koefisien 1,24 sendiri mengandung pengertian bahwa jika inflasi meningkat satu persen, jumlah pasokan cabai merah keriting akan berkurang sebesar 1,6133 persen. Variabel independen terakhir (X6) yang berpengaruh pada jumlah pasokan cabai merah keriting yaitu variabel dummy yang merupakan hari-hari tertentu seperti hari raya keagamaan idul fitri, hari natal, bulan puasa, dan tahun baru. Koefisien variabel dummy ini bertanda negatif, sesuai dengan hipotesis hari-hari tertentu seperti hari raya keagamaan idul fitri, hari natal, bulan puasa, dan tahun baru jumlah pasokan cabai merah keriting lebih sedikit daipada jumlah pasokan pada hari-hari biasa. Nilai -0,0504 merupakan nilai dari pengolahan nilai variabel yang
tidak
ditransformasi
menjadi
logaritma
natural,
sehingga
untuk
mengartikannya harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu (Lampiran 8.). Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada momen-momen tertentu seperti hari raya idul fitri, natal, bulan puasa, dan tahun baru jumlah pasokan cabai merah keriting bernilai 0,950829 ton dari jumlah pasokan cabai merah keriting pada hari-hari biasa bernilai satu ton. Seperti analisis permintaan cabai merah keriting rumah tangga, untuk menghasilkan model terbaik dan sekaligus menghitung nilai elastisitas, variabel yang digunakan dalam persamaan jumlah pasokan yang digunakan pada analisis ini telah ditransformasi dalam bentuk logaritma natural keculai variabel dummy. Oleh karena itu nilai koefisien yang hasilkan merupakan tingkat perubahan jumlah pasokan cabai merah keriting (dalam persen) terhadap perubahan nilai variabelvariabel yang mempengaruhinya (dalam persen). Untuk menguji kebaikan model, dilakukan uji ekonometrika dan usji statistic sebagai berikut. 7.2. Kriteria Ekonometrika 7.2.1. Uji Linearitas Pengujian model yang akan berguna dalam menentukan pasokan cabai merah keriting dapat dilakukan dengan melihat pada output hasil pengolahan data menggunakan Software Minitab. Pada gambar grafik output hasil minitab yang 83
dapat dilihat pada Lampiran 6. terlihat bahwa plot variabel-variabel prediksi tidak membentuk suatu pola tertentu (parabola, kubik, dan lain-lain). Terlihat bahwa residual terdistribusi secara random dan terkumpul di sekitar garis lurus. Maka dapat dikatakan asumsi atau uji linearitas telah terpenuhi oleh model ini. 7.2.2. Uji Homoskedastisitas Sama seperti model permintaan pada pembahasan sebelumnya, uji homoskedastisitas dilakukan untuk memastikan bahwa komponen error pada model regresi memiliki ragam yang sama untuk setiap nilai variabel independen yang dalam kasus ini merupakan nilai pasokan cabai merah keriting setiap periodenya. Uji homoskedastisitas untuk model pasokan cabai merah di DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar hasil output minitab pada Lampiran 6. Tepatnya pada grafik Residuals Versus the Fitted Values. Gambar grafik Residuals Versus the Fitted Values yang terlihat pada Lampiran 6. memperlihatkan bahwa grafik tidak terlihat berpola baik meningkat atau menurun. Terlihat pada grafik bahwa titik-titik sebagai nilai residual berada disekitar garis lurus tanpa membentuk pola apapun. Hal ini berarti uji homoskedastisitas pada model pasokan cabai terpenuhi, dengan kata lain pelanggaran atau masalah heteroskedastisitas pada model dugaan tidak ada. 7.2.3. Uji Autokorelasi Berbeda dengan model permintaan yang tidak dilakukan uji autokerelasi, uji ini menjadi salah satu uji yang penting dan harus dipenuhi pada model pasokan cabai merah di DKI Jakarta. Mengingat uji ini yang sering timbul pada kasus data yang bersifat time series dan analisis pasokan cabai merah ini merupakan analisis yang dilakukan menggunakan data time series. Jika uji autokorelasi terpenuhi oleh model yang telah dihasilkan, berarti model bebas dari unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi. Model dikatakan tidak dipengaruhi oleh disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun. Dapat pula dikatakan bahwa komponen eror memiliki hubungan yang linear. Uji autokorelasi pada model pasokan cabai merah ini dapat dilihat dengan melakukan pengujian nilai Durbin-Watson (DW). Sesuai dengan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu model dikatakan bebas atau tidak 84
mengandung autokorelasi jika nilai Durbin-Watson Statistik yang diperoleh bernilai antara 1,65 hingga 2,5. Hasil output minitab yang telah dilakukan, seperti yang terlihat pada Lampiran 7. nilai Durbin-Watson Statistik pada model pasokan cabai yaitu 2,22. Nilai ini sesuai dengan kriteria uji aoutokorelasi. Artinya. tidak ada autokorelasi pada model pasolan cabai merah yang dihasilkan. 7.2.4. Uji Multikolinearitas Sama halnya dengan uji multikolinearitas pada model permintaan, uji multikolinearitas pada model pasokan cabai merah dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linear yang sempurna (pasti) antara beberapa variabel independen dari model. Variabel-variabel independen yang terdapat dalam model pasokan cabai merah sendiri teridiri dari jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya (X1), harga cabai merah keriting periode terhitung (X2), harga cabai merah keriting musim sebelumnya (X3), rata-rata harga cabai rawit hijau dan rawit merah (X4), laju inflasi di DKI Jakarta (X5), dan dummy untuk hari raya (X6). Untuk menghasilkan model regresi yang baik, seharusnya tidak ada hubungan linear yang sempurna diantara ketujuh variabel. Pengujian multikolinearitas pada model pasokan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai VIF ini dapat dilihat pada hasil output minitab. Nilai VIF harus kurang dari 10 agar model bebas dari multikolinearitas. Selain itu koefisien korelasi antara variabel independen harus lemah yaitu kurang dari 0,1. Pada model regresi linear yang dihasilkan untuk pasokan cabai merah, seluruh variabel independen memiliki nilai VIF kurang dari sepuluh, nilai VIF tertinggi adalah 3,6 yang merupakan harga rata-rata cabai rawit merah dan hijau. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berarti bahwa model regresi pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta yang tidak mengandung multikolinearitas untuk seluruh variabel independennya. 7.2.5. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat gambar garfik hasil output minitab pada Lampiran 6. Lebih tepatnya yaitu pada grafik Normal Probability Plot. Asumsi ini mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan pada
85
model ini menunjukkan titik-titik residual berada mendekati garis lurus. Sehingga dapat dikatakan bahwa model ini memenuhi kriteria uji normalitas. Secara umum ke-lima asumsi yang harus dipenuhi suatu model sesuai dengan asumsi OLS terpenuhi oleh model pasokan cabai merah di DKI Jakarta. Ini berarti model yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai model penduga tak bias yang baik atau termasuk Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). 7.3. Kriteria Statistik 7.3.1. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji koefisien determinasi (R2) diperlukan agar diketahui seberapa besar variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dipenden yang dalam kasus ini adalah jumlah pasokan cabai merah. Semakin tinggi nilai R2 berarti model semakin baik, variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dipenden. Nilai R2 model pasokan cabai merah dapat dilihat pada hasil output minitab Lampiran 7. atau Tabel 17. Nilai koefisien determinasi yang dihasilkan untuk model pasokan cabai merah di DKI Jakarta yaitu sebesar 75,1 persen (Lampiran7.). Angka ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah pasokan cabai merah di DKI Jakarta dapat dijelaskan oleh variabel independen yang telah ditentukan yaitu jumlah pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya (X1), harga cabai merah keriting periode terhitung (X2), harga cabai merah keriting musim sebelumnya (X3), rata-rata harga cabai rawit hijau dan rawit merah (X4), laju inflasi di DKI Jakarta (X5), dan dummy untuk hari raya (X6) sebesar 75,1 persen. Selain dari variabel yang ada dalam model, yaitu sekitar 24,9 persen dijelaskan oleh variabelvariabel lain yang tidak dimasukkan atau dijelaskan dalam model. Variabelvariabel yang tidak terdapat dalam model adalah variabel yang data-datanya sulit untuk diidentifikasi seperti yang dilakukan pada variabel independen yang telah dimasukkan ke dalam model. 7.3.2. Uji Kelinearan Model (Uji F) Uji kelinearan model atau uji evaluasi model dugaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan linear antara variabel dipenden (jumlah
86
pasokan cabai) dengan variabel independen (pasokan cabai merah keriting periode sebelumnya, harga cabai merah keriting, harga cabai rawit merah, harga cabai rawit hijau, laju inflasi di DKI Jakarta, dan dummy untuk hari raya). Uji ini akan menunjukkan bahwa seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dipenden pada tingkat signifikan lima persen. Uji ini dapat dilakukan dengan melihat pada dua nilai Fhit dan nilai probabilitas yang bisa dilihat pada hasil output minitab. Nilai Fhit harus lebih besar dari Ftabel atau probabilitas lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (α). Model pasokan cabai merah di DKI Jakarta yang dihasilkan, menunjukkan nilai Fhit sebesar 14,55 sedangkan nilai probabilitas yaitu 0,000. Selanjutnya dilihat nilai Ftabel dengan cara melihat nilai v1=dfregression dan v2=dferror. Berdasarkan nilai pada hasil output dfregression bernilai 6 dan dferror bernilai 29. Lalu nilai ini disesuaikan pada nilai yang ada pada tabel F(v1=6,v2=29) yaitu 2,43. Diperoleh hasil bahwa nilai Fhit lebih besar dari nilai Ftabel. Ini berarti bahwa keseluruhan model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden (pasokan cabai merah). Hal lainnya yang menunjukkan bahwa model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi nilai variabel dipenden (pasokan cabai merah keriting) yaitu dilihat dari nilai probabilitas. Nilai probabilitas pada hasil output minitab menunjukkan nilai sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen. Hal ini juga membuktikan model signifikan untuk memprediksi pasokan cabai merah keriting. 7.3.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T) Jika pada uji F dilakukan pemerikasaan pengaruh signifikan model secara keseluruhan terhadap variabel dipenden, uji T diperlukan untuk melihat variabel independen mana saja yang secara individu signifikan berpengaruh terhadap variabel dipenden. Pengujian masing-masing variabel independen dapat dilakukan dengan meilhat nilai probabilitas masing-masing variabel independen. Variabel independen yang nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata (0,1) dapat dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dipenden ketika variabel independen lainnya konstan (ceteris paribus). Berdasarkan nilai
87
probabilitas dari output minitab yang dapat dilihat pada Tabel 17. diketahui bahwa dua dari enam variabel independen yang ada secara statistik memberikan pengaruh secara signifikan pada variabel dipenden ketika variabel independen lainnya konstan. Variabel-variabel independen yang berpengaruh signifikan yaitu harga rata-rata cabai substitusi (rawit merah dan rawit hijau) dan tingkat inflasi. Variabel X1 yang merupakan kuantitas cabai merah pada periode sebelumnya (i-1) dalam model pasokan cabai merah di DKI Jakarta menurut uji koefisien regresi parsial secara statistik tidak signifikan mempengaruhi jumlah pasokan cabai merah ketika variabel independen lain konstan (ceteris paribus). Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai probabilitas X1 yaitu sebesar 0,111 yang lebih besar dari nilai taraf nyata yaitu 0,1. Variabel independen harga cabai merah keriting (X2) secara statistik juga tidak berpengaruh signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting ketika variabel independen lain konstan (ceteris paribus). Hal ini terlihat dari nilai probabilitas X2 yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen yaitu 0,523. Begitu pula dengan harga cabai merah keriting pada musim sebelumnya, secara statistik tidak berpengaruh nyata ada jumlah pasokan cabai merah keriting ketika variabel lain konstan. Hal ini dilihat dari nilai probabilitas yang lebih besar dari sepuluh persen yaitu 0,603. Momen-momen tertentu seperti hari raya, bulan puasa dan tahun baru juga tidak berpengaruh signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting dengan nilai probabilitas yang lebih besar dari sepuluh persen yaitu 0,338. Dua variabel independen yang secara statistik berpengaruh signifikan pada jumlah pasokan cabai merah keriting di DKI Jakarta yaitu harga rata-rata komoditi substitusi (cabai rawit merah dan cabai rawit hijau) dan tingkat inflasi. Masingmasing nilai probabilitas kedua variabel independen tersebut yaitu 0,004 dan 0,07. Nilai probabilitas kurang dari sepuluh persen, jadi kedua variabel ini secara individu berpengaruh nyata pada jumlah pasokan cabai merah keriting ketika variabel lain konstan (ceteris paribus).
88
7.4. Implikasi Kebijakan Sebagai salah satu komoditi strategis yang merupakan komoditi ketiga terbesar dalam menyumbangkan nilai inflasi, cabai merah keriting harus dapat dijaga dengan baik keseimbangannya agar tidak berdampak negatif bagi perekonomian di Indonesia. Untuk dapat menjaga keseimbangan pasar cabai merah keriting tersebut, yang paling penting yaitu menjaga agar jumlah pasokan cabai merah keriting seimbang dengan jumlah kebutuhan konsumen. Dilihat dari segi konsumen, jumlah permintaan tidak banyak mengalami perubahan ketika terjadi perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah tidak elastis menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor yang mempengaruhinya. Faktorfaktor yang secara nyata berpengaruh signifikan pada jumlah permintaan cabai merah keriting yaitu jumlah anggota keluarga dan tempat pembelian cabai. berarti, terkait dengan permintaan, hal yang harus sangat diperhatikan adalah pertumbuhan
jumlah
penduduk.
Meningkatnya
jumlah
penduduk
akan
menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi cabai merah kerting yang artinya untuk dapat memenuhi kebutuhan akan cabai merah keriting, produksi cabai merah keriting harus dapat terus ditingkatkan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Selain jumlah penduduk, faktor yang signifikan berpengaruh yaitu tempat pembelian, dimana lebih bnayk konsumen yang melakukan pembelian cabai merah keriting di pasar tradisional daripada dipasar moderen. Hal ini berarti, sebaiknya pemasaran cabai merah keriting lebih diarahkan atau lebih diprioritaskan pada pasar tradisional, bukan berarti cabai merah keriting tidak dipasarkan kepasar moderen, tetapi kuantitas di pasar-pasar tradisional harus lebih banyak daripada di pasar-pasar moderen. Melihat kondisi ini, ketidakseimbangan yang terjadi dalam pasar cabai merah keriting seperti fluktuasi harga tidak begitu dipengaruhi oleh jumlah permintaan, melainkan lebih disebabkan oleh jumlah pasokan cabai merah keriting itu sendiri yang tidak stabil. Oleh karena itu kebijakan yang terpenting dalam menjaga keseimbangan cabai merah keriting yaitu menjaga stabilitas kuantitas pasokan cabai tersebut.
89
Menjaga kuantitas pasokan cabai merah keriting sebaiknya dimulai dari proses budidaya. Pengaturan waktu pembudidayaan cabai merupakan tahap awal yang sangat penting. Kerja sama pemerintah dan para pelaku usaha cabai dalam menentukan waktu yang tepat untuk menanam cabai dan berapa jumlah yang harus diusahakan. Kuantitas yang diusahakan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan konsumen yang atau jika memungkinkan dilakukan peramalan jumlah kebutuhan konsumen dimasa yang akan datang, sehingga jumlah yang diproduksi tidak melebihi atau kurang dari kebutuhan pasar. Selebihnya kebijakan mengenai penetapan harga minimal dan harga maksimal juga bisa dilakukan oleh pemerintah. Selain untuk menjaga stabilitas harga cabai, hal ini juga bisa menjaga posisi pengusaha cabai (petani) agar tidak mengalami kerugian ketika harga turun serta mencegah harga cabai yang terlalu tinggi di tingkat konsumen. Selain itu, kebijakan mengenai cabai ini juga harus dilakukan pada keseluruhan jenis cabai. karena walaupun cabai merah keriting lebih dominan, tetapi ketersediaan cabai jenis lain juga bisa membantu menjaga stabilitaspasokan cabai. Selain banyak masyarakat yang mengkonsumsi, harga dan kuantitasnya juga mempengaruhi harga cabai merah keriting itu sendiri.
90