__________________________________________________________________________________________
[Type your address] [Type your phone number] [Type your e-mail address]
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011
EFEK METODE PRIMING DALAM MENINGKATKAN INISIASI SPONTAN ANAK AUTIS TERHADAP TEMAN SEBAYA Yang Roswita, Utami Trie Wahyuni Fakultas Psikologi, Unika Soegijapranata
Kata kunci: Autis, metode priming, inisiasi spontan, prompting, reinforcement positif, teman sebaya
PENDAHULUAN Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, dimana jumlah penderita laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita perempuan. Jumlah anak autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 150-200 ribu orang (dalam Maulana, 2007). Kata autis berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri, yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “seakan-akan hidup di dunianya sendiri”. Istilah autisme infantile (early infantile autism) baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Kanner
beranggapan bahwa penyandang autisme tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seakan-akan berada dalam dunianya sendiri (Handojo, 2004). Anak autis yang bersekolah tentunya akan mempunyai interaksi yang sulit dengan guru maupun teman-teman di sekolah karena anak autis memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosial. Dalam Buku Makalah (Seminar Autism Update, 2006) anak autis biasanya memiliki ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan bersikap acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya, kurang responsif, menghindari kontak mata, interaksi sosial dan kurang dapat memahami aturan-aturan dalam berinteraksi sosial. Ciri-ciri interaksi sosial pada anak autis dalam Peeters (2004) yaitu :
1
UTAMI TRIE WAHYUNI 07.92.0122
[email protected]
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah efek dari metode priming dapat meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman sebayanya. Subjek penelitian ini adalah seorang anak autis berusia 6 tahun dan belum memiliki inisiasi spontan terhadap teman sebaya. Anak autis jarang untuk mempunyai inisiasi sosial terhadap teman sebayanya. Metode priming adalah suatu metode intervensi yang berisi tuntutan yang rendah, sesi penguatan yang tinggi di dalam aktivitas di sekolah yang digunakan untuk meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman sebayanya di sebuah lembaga prasekolah. Penelitian ini menggunakan model rancangan kasus tunggal dengan desain AB dimana A merupakan baseline dan B merupakan treatment dari metode Priming yang terdiri dari 4 tahap yaitu Activity Sessions (Sesi Aktivitas), Priming Sessions (Sesi Priming), Whole Class Sessions and Reduce Priming Sessions. Setelah baseline, teman sebayanya dilatih untuk melakukan inisiasi sosial secara langsung kepada anak autis. Guru memberikan prompt untuk mendekatkan anak-anak ini dalam berinteraksi sosial ketika memang diperlukan dan diberikan reinforcement positif berupa reward sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima dimana metode priming dapat meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman sebayanya.
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
Menjauhkan diri secara sosial, antara lain: menyendiri dan tidak peduli dalam sebagian besar situasi. Interaksi pasif, antara lain: terbatasnya pendekatan sosial secara spontan; kepasifan mungkin mendorong terjadinya interaksi dari anakanak lain; Interaksi aktif tapi aneh, antara lain: kelihatan adanya pendekatan sosial secara spontan (paling sering dengan orang dewasa dan kurang dengan anak-anak lain); interaksi mungkin melibatkan keasyikan yang bersifat repetitif dan idiosinkratik/aneh (tak henti-hentinya bertanya dan rutinitas verbal). Penelitian yang dilakukan oleh Shafer, dkk (1984) menunjukkan bahwa teman sebaya dapat meningkatkan perilaku sosial yang positif bagi anak autis dan selama proses bermain dengan teman sebaya ini maka anak autis belajar untuk meniru (modeling) berbagai macam interaksi sosial yang dilakukan oleh teman sebaya. Menurut Shafer, dkk (1984), inisiasi adalah setiap respon perilaku apapun yang dilakukan di dalam proses interaksi sosial terhadap anak-anak lainnya. Carney dalam Cartledge & Milburn (1995). Hauck memberikan definisi inisiasi sosial sebagai berikut: Inisiasi positif yang meliputi memberikan afeksi (inisiasi secara fisik atau ekspresi secara verbal); memberikan informasi (tentang sesuatu yang orang lain tidak tahu); menyapa (berbicara ataupun gerak-gerik tubuh); bermain inisiasi dengan orang lain; memberi perhatian terhadap orang lain, benda ataupun suatu aktivitas; mencari informasi dari orang lain secara verbal atau non-verbal. Inisiasi negatif yang meliputi sikap agresi (agresi secara fisik atau merusak barang orang lain); provokator (mengucapkan kata-kata atau gerak-gerik tubuh yang negatif,
menyerobot mainan atau tempat duduk temannya). Inisiasi level rendah yang meliputi imitasi (anak menirukan perilaku anak lain); ekolali; melihat muka, badan atau perilaku anak lain; anak berpindah lebih dekat dengan anak lain; anak berkontak mata dengan anak lain; interaksi ritual dimana anak melakukan inisiasi yang khusus pada anak lain. Inisiasi mencari perhatian yang meliputi verbal dan nonverbal. Menghindar yaitu anak berpindah atau menjaga jarak dari anak yang lain (move out of proximity). Inisiasi sosial menurut Zanolli, dkk (1996), meliputi inisiasi verbal dan inisiasi non-verbal. Inisiasi verbal antara lain menyapa temannya, memperkenalkan diri kepada orang lain, menyebutkan nama salah satu temannya, menawarkan sesuatu kepada orang lain, mengatakan secara spontan keinginannya, sedangkan inisiasi non-verbalnya antara lain tersenyum dan tertawa dengan sudut mulut yang naik keatas, melihat wajah temannya selama kurang lebih 2 detik, menyentuh salah satu anggota tubuh temannya dan juga termasuk memukul ataupun mencubit temannya. Priming dalam bahasa inggris berarti dasar atau insight untuk memulai sesuatu atau yang mendasari atau diawal sekali (Echols & Shadily, 2005, h.447). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zanolli, dkk (1996, h.406), metode Priming merupakan suatu metode intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan inisiasi spontan anak autis prasekolah terhadap teman-teman sebayanya dalam pendidikan di kelas regular. Priming meliputi tiga aspek yaitu : (1) Dilaksanakan lebih dahulu dan menggunakan materi yang sama seperti yang digunakan didalam aktivitas nyata yang ada. Artinya, priming adalah usaha mempersiapkan diri anak sebelum
25
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
melaksanakan aktivitas nyata yang ada. (2) Tidak terlalu menuntut anak untuk melakukan hal-hal tertentu, karena priming terdiri dari tugas-tugas yang mudah sekali dilaksanakan oleh anak. (3) Penuh dengan sumber-sumber yang memiliki potensi atau kemungkinan tinggi untuk terus memperkuat perilaku-perilaku positif yang sudah berhasil dilakukan anak (Zanolli & Daggett, 1998). Dalam penelitian yang telah dilakukan Zanolli, dkk (1996), tahapan priming dilakukan menjelang anak autisme menjalani suatu aktivitas permainan anakanak. Dalam hal ini, tugas anak autisme adalah mengarahkan perilaku sosialnya sendiri kepada seorang teman sebaya yang terlebih dahulu telah diberitahu dan dilatih tentang cara merespon perilaku anak autisme tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah efek dari metode priming dapat meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman sebayanya. HIPOTESIS Metode Priming meningkatkan inisiasi spontan anak autis terhadap teman sebayanya. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan subjek tunggal (Single subject design). Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang sudah mendapatkan diagnosa autis berusia 6 tahun dan belum memiliki inisiasi spontan untuk berinteraksi terhadap teman-teman
sebayanya. Penelitian dilakukan di sebuah lembaga prasekolah dan didalam satu kelas berisi anak-anak yang berusia 4-6 tahun dimana salah satu anak autis dan selebihnya adalah anak-anak yang merupakan anak-anak normal prasekolah. Peneliti juga memberikan Informed Consent untuk ditandatangani orangtua subjek. Teman sebaya Teman sebaya merupakan anak-anak normal di prasekolah yang sesuai dengan kriteria-kriteria yaitu: teman sebaya bersedia mendekati subjek secara suka rela tanpa desakan atau perintah dari guru atau pengamat; secara verbal telah mengemukakan rasa tertarik pada subjek; teman sebaya terlihat sering bermain-main dengan subjek; memiliki kemampuan sosial yang baik (penilaian guru kelas). Dari 14 anak yang ada di kelas subjek maka dipilih tiga orang teman sebaya (berinisial S, L dan V) yang akan mendampingi subjek di tahap treatment I dan tahap treatment II. Lalu pada ketiga teman sebaya diberikan pelatihan. Pemberi Perlakuan dan Pengamat Pemberi perlakuan adalah guru kelas subjek dimana di kelas subjek ada dua orang guru yang mendampingi. Pemberi perlakuan diberikan pelatihan tentang metode priming yang akan dilakukan di dalam kelas. Didalam penelitian ini, pengamat adalah sarjana psikologi yang pernah menangani anak autis. Tugas pengamat adalah melihat rekaman video selama penelitian dan mengamati perilaku yang dilakukan subjek lalu mengisi lembar Anecdotal Records. Prosedur Pengukuran
26
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Anecdotal Records. Pada Anecdotal Records disediakan kolom keterangan untuk setiap tingkah laku yang dilakukan subyek serta kolom untuk penulisan apakah perilaku diberi prompt (dibantu) oleh guru atau unprompt (perilaku inisiasi spontan). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data perilaku inisiasi spontan yang berupa perilaku nonverbal dan perilaku verbal. Perilaku nonverbal meliputi tersenyum (subjek tersenyum dan tertawa dengan sudut mulut yang naik keatas), melihat wajah teman sebaya (subjek melihat wajah teman sebaya selama 2 detik atau sampai teman sebaya merespon kembali), dan menyentuh teman sebaya termasuk memukul, mencubit serta perilaku non verbal lainnya. Perilaku verbal meliputi perkataan “tunjukkan gambarmu”; “lihat saya”; “lihat kepunyaan saya”; “berikan kepada saya” dan menyebutkan salah satu nama teman sebaya serta perilaku verbal lainnya (perkataan apa saja yang dikatakan ketika melihat muka teman sebaya atau objek yang dipegang teman sebaya). Setiap perilaku diatas ini akan diberikan satu tanda (√) di kolom yang sudah disediakan di lembar Anecdotal Records. Jadi skor 1 berarti mendapatkan satu tanda (√) untuk inisiasi spontan dan skor 0 berarti tidak ada terjadi inisiasi spontan yang terjadi. Pengukuran dilihat dari banyak sedikitnya skor unprompt (inisiasi spontan) yang dikumpulkan setiap tahapnya. Penilaian persetujuan (agreement) diberikan apabila kategori perilaku ditandai (√) oleh ketiga pengamat maupun dua pengamat. Disagreement diberikan bila hanya satu pengamat yang memberikan tanda (√) pada lembar pengukuran. Reliabilitas dalam penelitian
ini dihitung dengan cara = agreement / (agreements + disagreements) x 100. Desain Eksperimen Penelitian ini menggunakan model single subject design yaitu suatu desain penelitian eksperimen untuk mengevaluasi efek suatu perlakuan (intervensi) dengan subjek tunggal. Tahap A adalah pengamatan baseline terhadap target perilaku yang natural dilakukan subyek dalam penelitian. Tahap B adalah treatment yang akan diberikan kepada subjek dan perubahan perilaku yang terjadi akan dicatat (Barlow & Hersen, 1976, h.142). Treatment dari metode Priming yang digunakan terdiri dari 4 tahap yaitu Activity Sessions (Sesi Aktivitas), Priming Sessions (Sesi Priming), Whole Class and Reduce Priming.
Prosedur Penelitian Baseline Baseline adalah tahap dimana subjek tidak diberi perlakuan apapun juga. Subjek dan tiga teman sebaya berada di dalam kelas bersama dengan pemberi perlakuan (guru) dan pengambil gambar (handycam). Subjek dan teman sebaya diberikan kertas bergambar dan diminta untuk mewarnai gambarnya. Baseline ini dilakukan selama 5x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan waktu 45 menit. Treatment I Treatment pertama adalah Activity Sessions (Sesi Aktivitas), sesi ini teman sebaya diarahkan untuk berinisiasi terhadap subjek dan di setiap kesempatan guru memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Treatment pertama ini
27
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
dilakukan selama 5x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan waktu 45 menit. Treatment II Treatment kedua adalah Priming Sessions (Sesi Priming), subjek bersama ketiga teman sebaya diberikan kertas bergambar untuk diwarnai dan guru melakukan prompt dengan membisikkan Behavior Definitions sebanyak 10x kepada subjek agar berinisiasi dengan teman sebaya. Guru juga memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Treatment ini dilakukan selama 5x pertemuan, setiap pertemuan dibutuhkan waktu 45 menit. Treatment III Treatment ketiga adalah whole class dimana merupakan gabungan sesi aktivitas dan sesi priming di sini subjek berada di dalam kelas bersama teman-teman sebaya yang berjumlah 14 anak diberikan kertas bergambar untuk diwarnai. Di sesi ini, teman sebaya diarahkan untuk berinisiasi terhadap subjek dan di setiap kesempatan guru memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Treatment ini dilakukan 5x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan 45 menit. Treatment IV Treatment keempat adalah reduce priming dimana merupakan sesi yang sama dengan sesi priming namun guru membisikkan Behavior Definition kepada subjek diturunkan menjadi sebanyak 5x dan di setiap kesempatan guru memberikan reinforcement positif apabila teman sebaya dan subjek melakukan inisiasi. Subjek berada di dalam kelas bersama 14 temanteman sebayanya diberikan kertas bergambar untuk diwarnai. Treatment keempat ini dilakukan selama 5x pertemuan dan setiap pertemuan dibutuhkan waktu 45 menit.
Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif berdasarkan penghitungan hasil dari lembar Anecdotal Records selama treatment dilakukan dan dapat dilihat dari hasil gambar grafik subjek yang berupa peningkatan dari hasil baseline sampai hasil treatment. HASIL PENELITIAN Baseline Baseline dilaksanakan di sekolah subjek selama 5x pertemuan. Subjek tidak diberikan perlakuan atau treatment sama sekali dan bermain bebas bersama-sama teman sebaya. Subjek jarang sekali melakukan inisiasi spontan terhadap teman sebayanya bahkan pada sesi pertama dan sesi kedua subjek sama sekali tidak melakukan inisiasi spontan terhadap teman sebayanya. Treatment I Treatment pertama dilaksanakan 5x pertemuan dilakukan di dalam kelas subjek ditemani oleh tiga orang teman sebayanya dan seorang guru. Subjek duduk berdekatan dengan tiga teman sebaya sehingga sangat memungkinkan bagi subjek untuk melakukan inisiasi spontan dengan teman-teman sebaya. Treatment II Treatment kedua dilaksanakan 5x pertemuan dilakukan didalam kelas ditemani oleh tiga orang teman dan guru membisikkan 10x behavior definition. Treatment III Treatment ketiga dilaksanakan 5x pertemuan di dalam kelas subjek ditemani
28
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
oleh keempatbelas orang teman sebayanya dan seorang guru. Disini ada peningkatan perilaku inisiasi spontan yang dilakukan subjek dibandingkan sesi baseline. Treatment IV Treatment keempat dilaksanakan 5x pertemuan di dalam kelas subjek ditemani keempat belas teman sebayanya dan seorang guru yang membisikkan 5x behavior definition. Tabel 6. Hasil Perilaku Inisiasi Spontan pada Baseline, Sesi Activity, Sesi Priming, Sesi Whole Class, Sesi Reduce Priming Tahap Sesi Skor
Sesi Baseline
Sesi Activity
Sesi Priming
Sesi Whole Class
Sesi Reduce Priming
1 2 3 4 5
0 0 5 1 2
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
25 9 10 29 7 0 0 13 15 2 33 14 24 22 32 29 27 18 12 26
PEMBAHASAN Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa metode priming berpengaruh untuk meningkatkan perilaku inisiasi spontan pada anak autis terhadap teman-teman sebayanya. Berdasarkan hasil tabel dan grafik secara keseluruhan dapat dilihat bahwa ada peningkatan dari baseline sampai ke sesi reduce priming. Namun pada sesi priming hasil perilaku inisiasi spontan mengalami penurunan dari sesi sebelumnya terutama pada pertemuan pertama dan kedua dimana inisiasi spontan tidak muncul sama sekali. Hal tersebut terjadi karena pada pertemuan pertama dan kedua, pemberi perlakuan (guru) belum paham dan terlatih untuk memberikan 10x behavior definition. Selain itu dari pengamatan, pemberi perlakuan (guru) belum bisa memahami kondisi subjek dan kapan harus memberikan behavior definition kepada subjek sehingga treatment sesi priming ini tidak terlihat efektivitasnya. Subjek juga terlihat teriak-teriak kepada guru karena disuruh untuk melakukan suatu perilaku tertentu ketika subjek asyik mewarnai tugas yang disukainya. Pada sesi activity, perilaku inisiasi spontan terlihat mulai lebih banyak muncul dibandingkan tahap baseline. Hal ini disebabkan karena prosedur dari metode priming dapat dilaksanakan dengan baik seperti teman-teman sebaya yang dapat memberikan prompt dengan tepat serta reinforcement positif yang sudah mulai diberikan oleh guru. Namun juga terlihat grafik naik turun, hal ini karena subjek masih terlihat lebih fokus mengerjakan tugasnya mewarnai yang disukainya dan tidak menghiraukan teman-temannya. Pada sesi whole class dan sesi reduce priming, subjek berada di dalam kelas dengan keseluruhan anak. Peningkatan
29
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
skor inisiasi spontan yang terjadi itu karena penambahan teman-teman sebaya yang banyak memancing inisiasi subjek. Guru juga memberikan reinforcement positif apabila subjek dan teman sebaya melakukan suatu inisiasi sosial. Naikturunnya perilaku subjek ini juga dipengaruhi oleh emosi subjek yang masih labil dimana subjek kurang suka diganggu ketika sedang mengerjakan tugas mewarnai yang disukainya. Pada sesi reduce priming juga dapat dilihat bahwa subjek mengalami naik-turun perilaku inisiasi spontan hal ini dapat terjadi karena guru membisikkan behavior definitions sebanyak 5x sehingga hanya ada sedikit waktu untuk subjek melakukan inisiasi spontan terhadap teman sebaya. Subjek juga sering merasa terganggu oleh guru karena harus melakukan suatu perilaku ketika subjek sedang asyik mewarnai gambarnya. Namun di sesi reduce priming ini mulai terlihat mengalami peningkatan daripada sesi priming, hal ini karena guru yang mulai terlatih untuk membisikkan behaviour definition kepada subjek dengan tepat. Keseluruhan proses diatas tidak lepas dari yang dinamakan proses modeling, dimana berarti seseorang membentuk dirinya serupa sosok orang lain. Menurut Bandura bahwa orang belajar dengan cara mengamati orang lain melakukan suatu tindakan belajar tanpa melakukan tindakan tersebut sendiri dan tanpa secara langsung mendapatkan reinforcement atau hukuman atas perilaku tersebut (Friedman&Schustack, 2008). Dalam hal ini subjek menerima semua perilaku verbal maupun nonverbal dari teman-teman sebaya maupun guru tanpa mempertimbangkan apa akibat dari perilaku yang baru saja ditirukan subjek, Bandura dalam George, C.B. (2004),
menyebut hal ini sebagai observasional/modeling atau biasa disebut Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial). Metode priming ini secara efektif sangat mempengaruhi munculnya inisiasi spontan pada subjek, hal ini dapat terlihat pada saat kondisi subjek diisolasi dengan tiga teman sebaya maupun pada kondisi generalisasinya yaitu pada kondisi kelas yang sebenarnya. Hal ini memperlihatkan bahwa inisiasi spontan tidak akan terjadi tanpa menggunakan metode priming pada setiap tahap. Metode ini juga didukung oleh reinforcement positif dengan reward social. Peneliti sadar bahwa penelitian ini tentu saja tidak terlepas dari kelemahankelemahan. Kelemahan dalam penelitian ini terjadi karena penelitian ini menggunakan setting sekolah sehingga waktu penelitian harus disesuaikan dengan libur sekolah. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa ada peningkatan inisiasi spontan dari tahap baseline sampai tahap treatment. Pada setiap tahap treatment skor inisiasi spontan anak autis ini mengalami peningkatan dibandingkan saat baseline. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima, hal ini berarti bahwa ada pengaruh penerapan metode priming yang efektif dalam meningkatkan inisiasi spontan pada anak autis. Saran a. Bagi pihak sekolah Diharapkan dapat melanjutkan intervensi dengan menggunakan metode priming untuk meningkatkan
30
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
inisiasi spontan pada subjek agar perilaku inisiasi spontannya konsisten. b. Bagi terapis dan Psikolog Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh terapis maupun psikolog sebagai metode untuk
membantu meningkatkan inisiasi spontan anak autis yang sesuai dengan karakteristik subjek dalam penelitian ini dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.
DAFTAR PUSTAKA Cartledge, G. & Milburn, J.F. 1995. Teaching Social Skills to Children and Youth. USA: Allyn and Bacon. Echols, J. M. & Shadily, H. 2005. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Friedman, H.S. & Schustack. 2008. Psikologi Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, Edisi Ketiga, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. George, C.B. 2004. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Handojo, Y. 2004. Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Maulana, M. 2007. Anak Autis: Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Yogyakarta: Katahati. Peeters, T. 2004. Autisme. Jakarta: Dian Rakyat. Seminar Autism Update, Buku Makalah Hari Ketiga. 2006. Jakarta: PROKIDS Shafer, M.S., Egel, A.L., & Neef, N.A. 1984. Training Mildly Handicapped Peers To Facilitate Changes In The Social Interaction Skills Of Autistic Children. Journal of Applied Behavior Analysis. Virginia Commonwealth University and The University of Maryland, College Park (Vol. 17, No. 4, Hal 461-476). Zanolli, K., Daggett, J. & Adams, T. 1996. Teaching Preschool Age Autistic Children to Make Spontaneous Initiations to Peers Using Priming. Journal of Autism and Developmental Disorders. University of Kansas (Vol. 26, No. 4, Hal. 407-422). Zanolli, K. & Daggett, J. 1998. The Effects of Reinforcement Rate on The Spontaneous Social Initiations of Socially Withdrawn Preschoolers. Journal of Applied Behavior Analysis. University of Kansas (Vol. 31,No.1, Hal. 117-125).
31
SERI KAJIAN ILMIAH, Volume 14, Nomor 1, Januari 2011 __________________________________________________________________________________________
32