Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
UREA DALAM PAKAN DAN IMPLIKASINYA DALAM FERMENTASI RUMEN KERBAU (Urea in Diet and Its Implication in the Rumen Fermentation of Buffalo) WISRI PUASTUTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Buffalo have the ability to digest dry matter and crude fiber which was more efficient than cattle, so buffalo can utilize low-quality feed. With regard to the low quality of feedstuffs, the efforts to increase availability of nutrients could be done through processing before consumed. The treatment was simple and easy to apply by the addition of urea as much as 1 – 5% of dry matter, through the process of ammoniation. This process could improve digestibility of dry matter and increase levels of the protein. Additionally, urea (0.4 to 2%) is often added to the diets as a supplement to increase levels of crude protein ration. Effect of urea in the diet can improve dry matter digestibility, rumen ammonia and bacterial rumen populations. Although urea can increase levels of the protein, but use of purified protein from feed protein sources still have a higher biological value. Urea in the diet both through ammoniation process as well as supplement need to be balanced with fermentabel energy sources to support process of fermentation in the rumen. Key Words: Urea, Fermentation, Rumen, Feed ABSTRAK Kerbau memiliki kemampuan mencerna bahan kering dan serat kasar yang lebih efisien dibandingkan dengan ternak sapi, sehingga ternak kerbau lebih mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Berkenaan dengan kualitas bahan pakan yang rendah, maka upaya untuk meningkatkan ketersediaan nutriennya perlu dilakukan sebelum diberikan. Peningkatan nutrient yang sederhana dan mudah diaplikasikan adalah dengan penambahan urea sebanyak 1 – 5% dari bahan kering, melalui proses amoniasi. Selain itu, urea (0,4 – 2%) sering ditambahkan dalam ransum sebagai suplemen untuk meningkatkan kadar protein kasar ransum. Proses ini mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan meningkatkan kadar proteinnya. Pengaruh urea dalam pakan mampu meningkatkan kecernaan bahan kering, amonia rumen dan populasi bakteri rumen. Sekalipun urea mampu meningkatkan kadar protein kasar ransum, namun penggunaan protein murni asal sumber protein pakan tetap memiliki nilai hayati yang lebih tinggi. Penggunaan urea dalam pakan baik melalui proses amoniasi maupun sebagai suplemen perlu diimbangi dengan sumber energi yang mudah difermentasi guna mendukung proses fermentasi di dalam rumen. Kata Kunci: Urea, Fermentasi, Rumen, Ransum
PENDAHULUAN Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang banyak dipelihara oleh masyarakat petani di Indonesia. Sebagai komponen dalam usaha tani, ternak kerbau seperti juga ternak lainnya berfungsi sebagai usaha sampingan dan penyangga dari usaha pertanian tanaman pangan. Usaha beternak kerbau dilakukan secara turun temurun dengan melibatkan seluruh anggota keluarga, sehingga
sistem pemeliharaannya dilakukan secara tradisional. Peternak biasa memberi pakan hijauan yang berasal dari sekitar lahan pertaniannya, yaitu campuran rumput alam, dengan produk samping tanaman pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, daun singkong atau daun kacang tanah. Sebagian peternak tidak memberi pakan tambahan yang berupa konsentrat. Bahkan kenyataan di lapang menunjukkan bahwa jerami padi atau jerami
89
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
jagung sering dijadikan sebagai pakan utama untuk ternak kerbau. Kedua bahan pakan tersebut diketahui memiliki kecernaan bahan kering dan nutrien yang rendah terutama kandungan proteinnya yaitu, rata-rata 4% dari bahan kering. Kerbau mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah karena didukung oleh beberapa faktor seperti volume rumen yang besar, sekresi saliva yang tinggi, laju pakan dalam rumen lambat, dan aktivitas mikroba selulolitik serta populasi mikroba yang tinggi. WORA-ANU et al., 2000 selanjutnya dikatakan populasi bakteri selulolitik, proteolitik dan amilolitik dari kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan sapi pada pemberian pakan yang sama. Selain itu kerbau memiliki kemampuan memanfaatkan protein kasar dan serat kasar yang lebih tinggi dari pada sapi (MUDGAL, 1999). Berkenaan dengan kualitas bahan pakan yang rendah, maka untuk meningkatkan ketersediaan nutriennya dilakukan melalui pengolahan sebelum diberikan pada ternak. Ada beberapa metode pengolahan bahan pakan berserat kasar tinggi untuk meningkatkan kecernaannya, yaitu secara fisik dengan temperatur, tekanan tinggi, penggilingan/ pencacahan; secara kimiawi dengan perlakuan asam dan alkali, secara enzimatis dengan penambahan enzim tertentu serta secara mikrobiologi dengan bantuan mikroorganisme atau kombinasi di antara metode-metode yang ada tersebut. Pengolahan yang sederhana dan mudah diaplikasikan adalah perlakuan alkali dengan penambahan urea, melalui proses amoniasi. Pengolahan ini mampu meningkatkan kecernaan bahan kering dan meningkatkan kadar proteinnya, yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba di dalam rumen. Di dalam makalah ini dibahas penggunaan urea sebagai komponen yang ditambahkan dalam pengolahan bahan pakan ataupun ditambahkan langsung dalam ransum. Keduanya berguna untuk meningkatkan kandungan protein ransum dan meningkatkan fdaya fermentasi pakan di dalam rumen kerbau.
90
UREA UNTUK MENGOLAH PAKAN DAN SEBAGAI SUPLEMEN Pengolahan bahan pakan dengan penambahan urea merupakan proses pengolahan yang umum dilakukan terhadap bahan pakan berserat kasar tinggi, seperti jerami padi dan jerami jangung. Urea sering digunakan untuk meningkatkan kecernaan pakan berserat melalui proses amoniasi (VAN SOEST, 2006). Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit efek keracunan yang diakibatkannya dibandingkan dengan biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higroskopis. Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2, dengan adanya molekul air, NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH-. Senyawa NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7) akan lebih banyak terdapat sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat memutus ikatan hidrogen antara oksigen pada karbon nomor 2 molekul glukosa satu dengan oksigen karbon nomor 6 molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil alkali, yaitu dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan memuai dan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Proses amoniasi dengan menggunakan urea lebih mudah, murah dan lebih aman dibandingkan proses alkali lainnya dan dapat meningkatkan kadar N (nitrogen) untuk mensuplai kebutuhan bagi mikroba rumen. (VAN SOEST, 2006). Hasil-hasil pengolahan bahan pakan berserat kasar tinggi melalui proses amoniasi terhadap peningkatan kadar protein (PK) disajikan pada Tabel 1. Selain untuk pengolahan bahan pakan, urea sering ditambahkan dalam ransum sebagai
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
Tabel 1. Hasil-hasil pengolahan bahan pakan melalui proses amoniasi Bahan pakan Jerami padi Jerami jagung
Penambahan urea
Efek terhadap PK (%) Bahan lain
Tanpa urea
Ditambah urea
Pustaka
5%
-
3,4
7,5
WANAPAT (2001)
80 g/100 kg
-
3,9
8,5
SHARMA et al. (2004)
Jerami padi
80 g/100 kg
-
4,3
8,1
SHARMA et al. (2004)
Jerami padi
2,5 kg/ton BK
2,5 kg probion
3,5
7,0
HARYANTO (2003)
Tongkol jagung
3%
-
2,6
4,6
OJI et al. (2007)
Tongkol jagung
3%
-
2,9
8,9
YULISTIANI et al. (2009) unpublished
Kulit buah kakao
1,5%
-
6,79
10,01
suplemen. Urea mampu meningkatkan PK ransum karena urea mengandung sekitar 45% N atau equivalen dengan 284% PK. Seperti yang pernah dilaporkan bahwa penambahan urea sebanyak 0,99% dalam ransum mampu meningkatkan kadar PK ransum dari 15,99% menjadi 17,85% (PUASTUTI dan MATHIUS, 2008) dan penambahan urea sebanyak 0,4 – 1% dalam ransum meningkatkan kadar PK ransum dari 15,0% menjadi 17,9 – 18,4% (PUASTUTI et al., 2008 unpublished). Penggunaan urea dalam ransum sapi sebanyak 0,88 – 1,96% dari bahan kering meningkatkan kadar PK dari 8,87% menjadi 11,11 – 14,13% (SHAIN et al., 1998). FERMENTASI RUMEN DARI PAKAN YANG MENGANDUNG UREA Hasil penelitian mengenai penggunaan urea terhadap fermentasi rumen dilaporkan bervariasi mulai dari tidak ada pengaruh sampai berpengaruh sangat nyata. Seperti yang dilaporkan oleh VAN THU (2007) penggunaan suplemen urea, sumber protein pakan dan kombinasinya tidak berpengaruh terhadap kecernaan BK, BO, NDF dan ADF. Pengaruh yang nyata dari penggunaan urea dalam pakan disajikan pada Tabel 2 dan 3. Pada Tabel 2, ransum berbasis jerami padi amoniasi menghasilkan kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa amoniasi, dan nilai kecernaan pada kerbau terlihat sama dibandingkan dengan sapi. Pengunaan urea sebesar 3% dari bahan kering (BK) tongkol jagung mampu
PUASTUTI et al. (2009)
meningkatkan kecernaan BK in vitro dari 42,5% menjadi 59,76% (YULISTIANI et al., 2009 unpublished). Sebelumnya penggunaan 2,5 kg urea dan 2,5 kg probion untuk mengolah 1 ton jerami padi menghasilkan daya cerna neutral detergent fiber (NDF) yang meningkat dari 28 – 30% menjadi 50 – 55% (HARYANTO, 2003). Penggunaan urea pada beberapa taraf untuk mengolah pod kakao menunjukkan bahwa taraf urea dari 0 – 4% berpengaruh kuadratik terhadap kecernaan BK dan BO. Taraf optimal sebesar 1% dari BK menghasilkan daya cerna sebesar 40% (HARTATi, 1998). Kerbau memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memanfaatkan sumber nitrogen yang berasal dari non protein nitrogen. Pasokan protein untuk ternak ruminansia berasal dari seperti urea, mampu menyediakan N dalam bentuk NH3. Mikroba rumen mampu memanfaatkan N-NH3 untuk sintesis protein. Meningkatnya sintesis protein mikroba akan meningkatkan pula populasi mikroba rumen yang bermanfaat dalam pencernaan pakan secara fermentatif. Berdasarkan Tabel 3 daya fermnetasi di dalam rumen ditingkatkan oleh adanya tambahan urea, molases dan protein bungkil kedelai dalam ransum. Diawali dengan meningkatnya kadar nitrogen dalam bentuk amonia rumen (N-NH3) akibat penggunaan urea. KOZLOSKI et al. (2000) menyatakan konsentrasi N-NH3 rumen meningkat dengan semakin meningkatnya penambahan urea dalam pakan. Taraf N-NH3 dalam rumen yang direkomendasikan sebagai konsentrasi optimal
91
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
Tabel 2. Pengaruh pengolahan pakan dengan urea terhadap kecernaan pada sapi dan kerbau yang diberi ransum jerami padi Jerami padi
Jerami padi amoniasi
Campuran
SE
Sapi
Kerbau
Sapi
Kerbau
Sapi
Kerbau
BK
50,4a
54,4a
63,7b
63,1b
55,8ab
57,9ab
BO
a
51,9
57,3
b
b
PK
35,4a
33,7a
35,4
a
36,5
a
45,1
a
41,6
a
Kecernaan (%)
NDF ADF
ab
64,3
49,7ab 50,6
b
52,4
a
68,4
61,9
b
62,2
b
1,3 1,2
55,9b
43,4ab
41,1ab
2,5
51,2
b
46,6
ab
47,8
ab
2,9
55,3
a
47,7
a
47,8
a
5,0
Nilai dengan superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) BK : Bahan kering BO : Bahan organik PK : Protein kasar NDF: Neutral detergent fiber ADF: Acid detergent fiber SE : Standard error Sumber: WANAPAT (2001)
dalam rumen kerbau adalah 14 mg/100 ml (WANAPAT, 2010). Nitrogen ini dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein tubuhnya, namun populasi mikroba rumen yang tertinggi tetap dihasilkan dari ransum yang mendapat tambahan protein murni asal pakan. Sekalipun urea mampu meningkatkan kadar protein kasar ransum, namun penggunaan protein murni dari pakan tetap memiliki nilai hayati yang lebih tinggi. Rangkuman studi terdahulu yang dilaporkan NRC (1996) menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan amonia, maka asam amino dan peptida di dalam rumen akan lebih meningkatkan laju dan jumlah protein bakteri yang disintesis. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam banyak hal, pakan alami mengandung protein terdegradasi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen akan asam amino, terutama asam amino berantai cabang (BCAA = branch chain amino acids) dan peptida. Dengan adanya sumber kerangka karbon yang berasal dari protein bungkil kedelai dan ketersediaan energi yang mudah difermentasi dari molases, populasi bakteri dan protozoa juga paling tinggi dan konsekuensinya energi dalam bentuk VFA yang dihasilkan juga
92
tertinggi karena kecernaan bahan kering, bahan organik dan seratnya paling tinggi. Dengan demikian ransum yang paling lengkap ketersediaan nutriennya adalah yang paling baik. APLIKASI DI TINGKAT PETERNAK Penggunaan pakan berserat kasar tinggi seperti jerami padi dan jagung akan lebih baik bila diolah dahulu. Pengolahan secara amoniasi mudah diaplikasikan seperti misalnya dengan cara menabur urea di dalam tumpukan jerami dan dibiarkan lebih dari tiga minggu sebagai cadangan pakan (feed bank). Penempatannya cukup diletakkan pada tempat yang tidak kena sinar matahari dan hujan secara langsung. Pemberian pakan sumber serat yang diamoniasi pada kerbau perlu disertai dengan sumber karbohidrat mudah dicerna untuk meningkatkan daya fermentasi pakan di dalam rumen. Seperti di daerah sentra produksi padi dan jagung, maka pemberian pakan jerami padi atau jerami jagung amoniasi perlu disertai dengan pemberian konsentrat atau pakan tambahan yang tersedia di lokasi, seperti dedak
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
Tabel 3. Pengaruh urea dalam pakan terhadap fermentabilitas di dalam rumen kerbau yang diberi ransum basal jerami padi Uraian
J
JMUB
JMU
JMB
SE
7,10a
6,99a
7,07a
7,06a
0,093
5,78
a
4,187
8,37
a
0,512
4,31
a
0,032
Fermentasi rumen pH NH3-N (mg/100ml)
a
5,71
19,10
b
b
18,20
10,50
b
9,09
a
5,040
b
4,51
a
7,96
a
Protozoa (x10-5)
3,59
a
Total VFA (mM)
92,70a
123,00b
113,50ab
95,50ab
0,640
BK
48,60a
62,10c
58,40b
60,90c
1,810
BO
52,20
a
c
62,50
b
63,20b
1,720
59,10
a
62,20
b
b
0,840
Bacteria (x10-8)
Kecernaan total (%)
NDF
66,10 64,30
b
63,90
Nilai dengan superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) J : Jerami padi JUMB : Jerami padi dengan urea molases dan bungkil kedelai JMU : Jerami padi dengan urea molases JMB : Jerami padi dengan molases dan bungkil kedelai Sumber: VAN THU (2001)
padi, jagung atau singkong. Hal ini akan lebih baik lagi bila sumber protein asal legum juga diberikan. KESIMPULAN Penggunaan urea dalam pakan baik melalui proses amoniasi maupun sebagai suplemen dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan meningkatkan kadar proteinnya. Penggunaan urea dalam pakan perlu diimbangi dengan pemberian sumber energi yang fermentabel guna mendukung daya fermentasi di dalam rumen. DAFTAR PUSTAKA HARTATI, E. 1998. Suplementasi Minyak Lemuru dan Seng Ke Dalam Ransom yang Mengandung Silase Pod Kakao dan Urea untuk Memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi. Program Pascasarjana.
HARYANTO, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ternak ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(3): 1 – 2. KOZLOSKI, G.V., H.M.N. RIBEIRO and J.B.T. ROCHA. 2000. Effect of the substitution of urea for soybean meal on digestion in steer. Can. J. Anim. Sci. 80: 713 – 719. MUDGAL, V.D. 1999. Milking buffalo. In: Smallholder Dairying in the tropics. First edition. FALFEY, L. and C. CHANTALAKHANA (Eds.) Institute of Land and Fod Resources, Kenya. pp. 101 – 116. NRC (National Research Council). 1996. Nutrien Requirement of Beef Cattle. Update 2000. Volume 7th. Revised. National Academy Press, Washington DC. OJI, U.I., H.E. ETIM and F.C. OKOYE. 2007. Effects of urea and aqueous ammonia treatment on the composition and nutritive value of maize residues. Small Rum. Res. 69: 232 – 236. PUASTUTI, W. dan I.W. MATHIUS. 2008. Respon domba jantan muda pada berbagai tingkat substitusi hidrolisat bulu ayam dalam ransum. JITV 13(2): 95 – 102.
93
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010
PUASTUTI, W., D. YULISTIANI dan SUPRIYATI. 2009. Ransum berbasis kulit buah kakao diperkaya mineral: Tinjauan pada kecernaan dan fermentasi rumen in vitro. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14 Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 442 – 448. SHAIN, D.H., R.R. STOCK, T.J. KLOPFENSTEIN and D.W. HEROLD. 1998. Effect of degradable intake protein level on finishing cattle performance and ruminal metabolism. J. Anim. Sci. 76: 242 – 248. SHARMA, K. N. DUTTA and U. NAULIA. 2004. An onfarm appraisal of feeding urea-treated straw to buffaloes during late pregnancy and lactation in mixed farming syatem. Livestock Research for Rural Development. 16(11). www.Irrd.org/ Irrd16/11/shar16091.htm. (23 September 2010). VAN
SOEST, P.J. 2006. Rice straw the role of silica and treatment to improve quality. J. Anim. Feed Sci. Tech. 130: 137 – 171.
VAN
THU, N. 2001. Effect of urea-molasses-mineral supplementation on in vivo, in situ and in vitro feed digestibility of swamp buffaloes. Proc. Buffalo Workshop December 2001. http://www.mekarn.org/procbuf/thu.htm. (26 September 2010).
94
VAN
THU, N. 2001. Effect of urea-molasses-mineral supplementation on in vivo, in situ and in vitro feed digestibility of swamp buffaloes. Proc. Buffalo Workshop. December 2001. http://www.mekarn.org/procbuf/thu.htm (20 Oktober 2010).
VAN
THU, N. 2007. Feed intake, digestibility, nitrogen retention and live weight change of swamp bufalloes in response to different sources of crude protein and levels of energy. Mekarn Regional Conference 2007. http://www.mekarn.org/prohan/thu.htm. (26 September 2010).
WANAPAT M. 2001. Swamp buffalo rumen ecology and its manipulation. Proc. Buffalo Workshop 2001. December http://www.mekarn.org/procbuf/wanafat.htm. (20 October 2010). WORA-ANU, S., M. EANAPAT, C. WACHIRAPAKORN and N. NUNTANSO. 2000. Effect of roughage to concentrate ratio on ruminal ecology and voluntary feed intake in cattle and swamp buffaloes fed on urea-treated rice straw. Asian. Aust. J. Anim. Sci. 13: 226 – 236.