eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3) 723-736 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
UPAYA INDONESIA MEMENUHI STANDAR ENERGI TERBARUKAN DARI ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY (EPA) AMERIKA SERIKAT Patimah1 Nim. 0902045113 Abstract CPO is produced by palm oil, passed through the chemical process derived as biodiesel. CPO is the raw materials that potential as bio-fuel because more economical and generated is high compared to other vegetable oil. Indonesian is producers and major exporter of this sector, one of the export is US. US is the goal export bio-diesel potential because the target the US of bio-fuel that keeps increasing each year. Basically bio-fuel is environmentally friendly. But of the research US EPA bio-diesel of CPO did not fulfill the criteria bio-fuel efficient renewable. Based on this life cycle CPO not environmentally friendly, because cannot sent down emission is 20%. So that the result bio-diesel Indonesia barred US market. In this case Indonesian companies some effort, both internally and externally. Internal efforts being undertaken is the Government of Indonesia set the laws and providing coaching, ISPO, implemented the conversion of natural forestsand peat, the company implements government policies, develop and improve the product as well as caring for the environment, affect a partnership effort, developing the steps and tools technology without zero waste. As well as Indonesia make efforts externally by conducting communication and forming a network. Based on effort have been made, the US government take back bio-diesel caused by CPO of Indonesian and stipulated criteria for reaching. Keywords : Renewable Energy, EPA, NODA EPA Pendahuluan Penggunaan bahan bakar fosil tidak dapat dilakukan secara terus-menerus, sebabketersediannya di alam semakin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya krisis energi. Kelangkaan sumber energi fosil berdampak pada meningkatnya harga bahan bakar ini. Selain itu, membakar bahan bakar tersebut berarti merusak atmosfer karena pembakaran yang terjadi menghasilkan gas CO2(karbondioksida), sehingga penggunaannya akan berdampak pada lingkungan dan terjadi pemanasan global. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sumber energi alternatif yang mana ketersediaannya lebih tahan lama dan ramah lingkungan. Ada beberapa sumber energi terbarukan yaitu energi panas bumi, tenaga matahari, tenaga 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
laut, tenaga angin dan bioenergy.Diantara jenis energi alternatif tersebut, bioenergydianggap lebih cocok mengatasi masalah krisis energi, karena bersifat ramah lingkungan,mudah terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas bahan bakunya terjamin. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat bioenergy bertransformasi menjadi lebih modern salah satunya biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati dan lemak hewan. Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakanuntuk menghasilkan biodiesel, diantaranya repessed oil, minyak kedelai, minyak sawitdan minyak kelapa. Minyak sawit atau CPO (Crude Palm Oil) merupakan bahan baku yang potensial sebagaibiofuelkarena lebih ekonomis dibandingkan minyak nabati lainnya. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan sektor pertanian Indonesia, untuk konsumsi dalam negeri ataupun untuk komoditas ekspor. Produksi Indonesia untuk biofuel dari CPO sebagian besar ditujukan untuk ekspor, karena permintaan masyarakat dunia yang terus meningkat terhadap bioenergy bersumber dari minyak nabati maupun lemak hewani. Penggunaan bahan bakar fosil tidak dapat dilakukan secara terus-menerus, sebabketersediannya di alam semakin berkurang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya krisis energi. Kelangkaan sumber energi fosil berdampak pada meningkatnya harga bahan bakar ini. Selain itu, membakar bahan bakar tersebut berarti merusak atmosfer karena pembakaran yang terjadi menghasilkan gas CO2(karbondioksida), sehingga penggunaannya akan berdampak pada lingkungan dan terjadi pemanasan global. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sumber energi alternatif yang mana ketersediaannya lebih tahan lama dan ramah lingkungan. Ada beberapa sumber energi terbarukan yaitu energi panas bumi, tenaga matahari, tenaga laut, tenaga angin dan bioenergy.Diantara jenis energi alternatif tersebut, bioenergydianggap lebih cocok mengatasi masalah krisis energi, karena bersifat ramah lingkungan,mudah terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas bahan bakunya terjamin. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat bioenergy bertransformasi menjadi lebih modern salah satunya biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati dan lemak hewan. Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakanuntuk menghasilkan biodiesel, diantaranya repessed oil, minyak kedelai, minyak sawitdan minyak kelapa. Minyak sawit atau CPO (Crude Palm Oil) merupakan bahan baku yang potensial sebagaibiofuelkarena lebih ekonomis dibandingkan minyak nabati lainnya. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan sektor pertanian Indonesia, untuk konsumsi dalam negeri ataupun untuk komoditas ekspor. Produksi Indonesia untuk biofuel dari CPO sebagian besar ditujukan untuk ekspor, karena permintaan masyarakat dunia yang terus meningkat terhadap bioenergy bersumber dari minyak nabati maupun lemak hewani. Tetapi beberapa negara di dunia mengkampanyekan efek negatif yang dihasilkan dari produksi minyak kelapa sawit, selain dampaknya terhadap kesehatan karena mengandung kadar lemak yang tinggi, bisnis minyak sawit berpengaruh pada
724
Upaya Indonesia Memenuhi Standar Energi Terbarukan dari EPA AS (Patimah)
peningkatan emisi GRK (Gas Rumah Kaca). Proses pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan melakukan penggundulan hutan di Indonesia dan melakukan pembakaran lahan gambut. Salah satu negara yang mengkampanyekan ini adalah Amerika Serikat. Ada syarat-syarat yang ditetapkan Amerika Serikat terhadap produk biofuel impor, yaitu harus ramah lingkungan. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Proteksionisme Proteksionisme merupakan pola sikap atau kecenderungan suatu negara untuk memberikan perlindungan bagi produksi dalam negeri dengan mengambil langkah membatasi masuknya barang impor. Kebijakan perdagangan internasional yang ditetapkan negara importir berupa hambatan-hambatan terhadap produk impor, adapun kebijakan yang dimaksud dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu kebijakan Tariff Barrier dan kebijakan Nontariff Barrier. 1.
Kebijakan Tariff Barrier Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dikonsumsi didalam negeri. Kebijakakn tarif bea masuk yang ditetapkan negara importir bertujuan untuk mencegah atau membatasi impor barang tertentu dan meningkatkan penerimaaan dalam negera.
2.
Kebijakan Nontariff Barrier Kebijakan Nontariff Barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Secara garis besar kebijakan Nontariff Barrier dapat dikelompokkan sebagai barikut : 2.1. Sistem kuota Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakujkan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari atau ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. 2.2. Subsidi Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri, melalui pengurangan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit dan subsidi harga. 2.3. Pembatasan spesifik, seperti : a) Larangan impor secara mutlak. b) Pembatasan impor. c) Peraturan atau ketentuan teknis berupa penetapan syarat-syarat untuk produk impor tertentu. d) Peraturan kesehatan atau karantina. e) Peraturan pertahanan dan keamanan negara. f) Peraturan kebudayaan. g) Persyaratan lisensi (licences requirement) yang mewajibkan produk ekspor atau impor tertentu untuk memiliki lisensi sebelum melakukan perdagangan. h) Embargo
725
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
i)
Hambatan pemasaran, yaitu pembatasan ekspor secara sukarela oleh negara eksportir dan pembatasan pemasaran produk tertentu atas permintaan negara importir. 2.4. Peraturan bea cukai (custom administration rules) 2.5. Partisipasi pemerintah (Government participation) 2.6. Charge atas impor Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Menurut Komisi Brundtlanddari PBB pada tahun 1987, menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka”. Berdasarkan pernyataan Komisi Brudtland yang menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah pentingnya memperhatikan kendala sumber daya alam dan lingkungan terhadap pola pembanguna dan konsumsi. Serta memperhatikan pentingnya kesejahteraan generasi masa mendatang. Terdapat beberapa aspek pemahaman konseptual keberlanjutan, antara lain : a. Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang. b. Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam tidak berkurang sepanjang waktu. c. Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi sumber daya alam dimasa mendatang. d. Keberlanjutan adalah dimana kondisi minimum keseimbangan dan daya tahan ekosistem terpenuhi. e. Keberlanjutan untuk sumber daya alam yang terbarukan yaitu harus sama dengan laju regenerasi (produksi lestari). f. Keberlanjutan untuk masalah lingkungan, yaitu dimana laju pembuangan (limbah) harus setara dengan kapasitas asimilasi lingkungan. g. Keberlanjutan untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dilakukan dengan cara menciptakan energi subtitusi. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan lebih kepada kemampuan untuk tetap produktif serta dapat mempertahankan basis sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya alam untuk usaha pertanian sehingga dapat membantu kebutuhan manusia yang selalu berubah. Serta memepertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumber daya alam. Adapun untuk menilai pertanian yang tergolong dalam pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Secara ekologis, yaitu mempertahankan kualitas sumber daya alam dan agroekosistem secara keseluruhan (dari manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah) ditingkatkan. Hal ini akan terpenuhi melalui pengelolaan tanah dengan teknik yang benar dan memperhatikan kesehatan tanah, hewan maupun manusia yang dilakukan dengan proses biologis. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan unsur hara, biomassa dan energi serta mencegah pencemaran. Fokusnya terhadap sumber daya yang dapat diperbaharui.
726
Upaya Indonesia Memenuhi Standar Energi Terbarukan dari EPA AS (Patimah)
b. Dapat berlanjut secara ekonomis, yaitu petani dapat memenuhi kebutuhan mereka dari hasil yang didapatkan. Keberlanjutan ekonomis tidak hanya ditandai dengan produk pertanian yang dihasilkan, tetapi juga dilihat dari aspek pelestarian sumber daya alam dan meminimalisir resiko. c. Adil, yaitu pendistribusian sumber daya dan kekuasaan secara merata, sehingga kebutuhan masyarakat, dan hak pengguna lahan dapat terpenuhi. Serta adanya pembagian kekuasaan agar tidak terjadi kerusuhan sosial pada saat pengambilan keputusan, yang akan berdampak pada sistem sosial secara keseluruhan termasuk sistem pertanian. d. Manusiawi, yaitu memelihara dan menjaga seluruh makhluk hidup (manusia, tanaman dan hewan) dimuka bumi ini. e. Luwes, yaitu sikap masyarakat pedesaan yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi pertanian yang terjadi, seperti perubahan jumlah penduduk dan kebijakan ataupun permintaan pasar. Berdasarkan beberapa pemahaman diatas, disimpulkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, antara lain : Keberlanjutan ekonomi, diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang Dalam penelitian ini penulis menggunakan data-data sekunder melalui hasil telaah pustaka melalui studi literatur yang dianalisisi dengan analisis kualitatif, dimana permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada beserta sumbersumber yang telah diperoleh baik dari pernyataan pihak yang berkompeten maupun sumbersumber tertulis dan data yang terkumpul akan dihubungkan demi mendukung permasalahan yang diteliti. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan dalam hal ini upaya yang dilakukan oleh Indonesia baik upaya dari pemerintah maupun perusahan untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh EPA Amerika Serikat. a. dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak pertanian dan industri. b. Keberlanjutan lingkungan, sistem berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya alam dan penyerapan lingkungan. Konsep ini juga memelihara keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem. c. Keberlanjutan sosial, diartikan sebagai sistem yang mempu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik. Diplomasi Bisnis Diplomasi komersial atau diplomasi bisnis merupakan diplomasi yang dilakukan untuk kepentingan bisnis, yang mana mengurusi perdagangan internasional dan urusan ekonomi internasional lain. Adapun yang berperan dalam melakukan diplomasi bisnis ini adalah pemerintah atau perusahaan-perusahaan. Diplomasi bisnis atau komersial yang dilakukan pemerintah berhubungan dengan kebijakan perdagangan dan hubungan kerjasama dengan negara lain. Sementara itu, diplomasi yang dilakukan pihak swasta atau perusahaan terkait dengan aktivitas tujuan bisnis
727
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
perusahaan itu sendiri. Kepentingan ekspansi pasar dan pencarian sumber daya atau bahan baku menjadi alasan perusahaan melakukan diplomasi. Tabel Klasifikasai Diplomasi Bisnis Aktor Fungsi Pemerintah Diplomasi Ekonomi Diplomasi Perdagangan Non Diplomasi Perusahaan Pemerintah Diplomasi bisnis Organisasi non pemerintah (NGO) Nasional Organisasi non pemerintah (NGO) Transnasional
Peran Diplomat Ekonomi Diplomat Perdagangan Diplomat Perusahaan Diplomat bisnis Diplomat NGO nasional Diplomat Transnasional
NGO
Diplomasi bisnis dideskripsikan sebagai instrument utama dalam kebijakan luar negeri, terkait dengan manajemen hubungan eksternal suatu negara, adapun cara yang dilakukan adalah berkomunikasi dengan otoritas luar negeri dan kepada publiknya melalui proses negosiasi dan jaringan. Curzon, Saner dan Yiu menyebutkan bahwa diplomasi bisnis mencakup dua jenis kegiatan yang berbeda, yaitu : a. Kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan perdagangan, contohnya negosiasi perdagangan multilateral, konsultasi perdagangan dan penyelesaian sengketa. b. Kegiatan pendukung bisnis Pembagian dua jenis kegiatan diplomasi bisnis diatas dapat dijelaskan bahwa kegiatan pertama mengacu pada diplomasi perdagangan dirancang untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri dan keputusan peraturan yang dapat mempengaruhi perdagangan global dan investasi. Sedangkan kegiatan kedua mencakup tindakantindakan pendukung bisnis yang dilakukan oleh para aktor yang terlibat dalam perdagangan internasional. Diplomat yang diutus perusahaan untuk negosiasi dengan negara lain dituntut menguasai beberapa faktor, diantaranya : a. Pencarian pasar yang belum tercapai b. Pencintraan negara asal c. Pembentukan jaringan dan pencarian partner d. Resolusi konflik e. Dukungan perwakilan diplomatik dan ekonomi pemerintah Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan data-data sekunder melalui hasil telaah pustaka melalui studi literatur yang dianalisisi dengan analisis kualitatif, dimana permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada beserta sumber-sumber yang telah diperoleh baik dari pernyataan pihak yang berkompeten maupun sumbersumber tertulis dan data yang terkumpul akan dihubungkan demi mendukung permasalahan yang diteliti. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan dalam hal ini upaya yang dilakukan
728
Upaya Indonesia Memenuhi Standar Energi Terbarukan dari EPA AS (Patimah)
oleh Indonesia baik upaya dari pemerintah maupun perusahan untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh EPA Amerika Serikat. Hasil Penelitian Proteksi Amerika Serikat Terhadap CPO Indonesia Indonesia merupakan pelaku perdangan internasional untuk CPO, karena berdasarkan produksinya tergolong dalam produsen dan eksportir utama minyak sawit dunia. CPO tidak hanya diekspor dalam bentuk mentah namun juga dalam bentuk produk turunan yaitu biodiesel. Menurut Indonesia Amerika Serikat adalah tujuan ekspor yang potensial untuk biodiesel, karena tingginya tinggat penggunaan bahan bakar terbarukan untuk menurunkan penggunaan bahan bakar petroleum. AS adalah salah satu produsen utama minyak kedelai dunia dan memproduksi biodiesel berbahan baku kedelai. Kelapa sawit lebih produktif dibandingkan perkebunan kedelai, karena untuk mendapatkan minyak kedelai harus membutuhkan lahan yang lebih luas dibandingkan minyak sawit. Perdagangan antar negara dapat memberikan manfaat maksimal, tetapi mekanisme pasar tidak terlalu berjalan dengan baik. Adanya campur tangan atau intervensi pemerintah dalam hal pemberlakuan tarif dan non tarif terhadap perdagangan CPO dan produk turunannya yang diberlakukan oleh negara eksportir dan importir akan mempengaruhi volume perdagangan antar negara. Selain itu akan berpengaruh terhadap penurunan produksi, harga dan permintaan ekpor CPO. Untuk melindungi petani minyak nabati lokalnya dari ancaman persaingan dengan produk minyak nabati dari negara lain khususnya Indonesia, Amerika Serikat menerapkan hambatan nontarif atau Nontariff Barrier (NTB). Hambatan ini merupakan intervensi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah selain dalam benuk tarif, yang bertujuan untuk mempengaruhi dan mendistorsi pasar barang, jasa dan faktor produksi. Sebagai negara produsen minyak dan lemak nabati terbesar kedua di dunia, Amerika Serikat banyak memberikan subsidi kepada petaninya, seperti program bantuan langsung tunai, pinjaman kepada petani, bantuan ekspor dan jenis bantuan lainnya. Untuk petani kacang tanah dan kedelai sebagai penghasil minyak nabati Amerika Serikat diberikan bantuan dukungan harga minyak nabati produksi dalam negeri dapat bersaing dengan sumber minyak nabati lainnya. Selain itu untuk melindungi industri minyak nabati domestiknya, Amerika Serikat menerapkan hambatan nontarif dengan memberikan pembatasan secara spesifik, dalam bentuk pemberian regulasi NODA (Notice of Data Availability) EPA (Environmental Protection Agency). Upaya Indonesia secara Internal dan Eksternal Dalam hal mengurangi dampak negatif dari produksi kelapa sawit terhadap lingkungan hidup dan untuk memenuhi standar yang ditetapkan Amerika Serikat, Indonesia melalukan beberapa upaya, baik secara internal maupun secara eksternal. Upaya ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan perusahaan. Dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan pada perkebunan kelapa sawit, pemerintah pusat dan pemerintah daerah Indonesia saling bekerjasama untuk membuat kebijakan melalui peraturan-peraturan yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan yaitu para pengusaha kelapa sawit. Dan upaya yang dilakukan perusahaan merupakan
729
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
tindak lanjut dari tindakan pemerintah, dalam hal ini pemerintah yang membuat kebijakan dan perusahaan harus menerapkan kebijakan tersebut dilapangan. Adapun upaya yang dilakukan antara lain : 1.
Undang Undang RI No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan Pemerintah menetapkan undang undang mengenai perkebunan untuk mengatur tata kelola perkebunan di Indonesia, dalam skala besar maupun kecil. Adapun ketentuan ini untuk mengatur mengatur segala kegiatan perkebunan seperti kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengelolaan dan pemasaran terkait tanaman hasil perkebunan. Dalam hal ini pengusaha diharuskan mengembangkan perkebunan yang bekelanjutan. Pengembangan perkebunan diselenggarakan secara berkelanjutan dengan memperbaiki aspek ekonomi, sosial budaya dan ekologi atau lingkungan. Perkebunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria tertentu.
2.
Penguatan dan Penegakan Hukum Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Melalui Penerapan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/OT.140//3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan atau ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Bagi setiap perusahaan kelapa sawit di Indonesia harus memiliki sertifikasi ISPO ini. ISPO adalah suatu kebjakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar internasional dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhikomitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi emisi GRK serta memberi perhatiaan terhadap masalah lingkungan.
3. Pengendalian Konversi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Mengembangkan kriteria kelayakan lahan kelapa sawit yang memang merupakan zona pertanian dengan melihat pertimbangan sosial, fisik, keanekaragaman hayati dan emisi GRK (Gas Rumah Kaca). Pemerintah memperbaharui dan membuat kriteria untuk mengkategorikan lahan yang layak untuk digarap agar tercapai pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia. Meningkatkan kualitas, kredibilitas dan pengaruh pembukaan lahan sawit dengan melihat dampak terhadap lingkungan hidup. Adapun cara yang dilakukan adalah melakukan penilaian sebelum penerbitan izin lokasi, menetapkan ambang batas emisi GRK secara jelas, memperbanyak konsultan yang berpengalaman dan berakreditasi untuk melakukan penilaian, serta meningkatkan transparansi dan partisipasi daerah. Kriteria proses perijinan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut terdapat ketentuan tersendiri. Mengkaji ulang dan menerapkan kembali Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2009 mengatur pengembangan perkebunan di lahan gambut yang menyebutkan ketentuan untuk megurangi tekanan konveksi pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 m namun masih menghasilkan emisi GRK yang signifikan dari konversi gambut dangkal yaitu kurang dari 3 m dan dampak diluar lokasi yang berdampingan
730
Upaya Indonesia Memenuhi Standar Energi Terbarukan dari EPA AS (Patimah)
dengan gambut dalam. Peraturan ini mensyaratkan perusahaan kelapa sawit hrus menghindari menanan dikawasan yang wilayahnya terdiri dari lahan gambut dengan tingkat kedalaman lebih dari 3 m. Petugas pemberi izin sebelum memberikan izin harus melakukan survey ke area yang akan dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit. Selain itu mengembangkan kriteria untuk memilih kawasan hutan yang dijadikan perkebunan kelapa sawit. Wilayah hutan produksi yang dialokasikan untuk dikonversi (HPK) dapat dilepaskan untuk pemanfaatan pertanian, namun atas dasat pertimbangan Kementerian Kehutanan. 4.
Pembinaan dan Pengawasan Transparansi, promosi dan kampanye informasi merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang lestari atau berkelanjutan. Pemerintah pusat dan daerah berdasarkan kewenangannya melakukan pembinaan dala rangka pengembangan usaha perkebunan dengan cara membangun, menyusun, mengembangkan dan menyediakan informasi data perkebunan yang terintergrasi. Adapun data informasi yang dimaksud adalah letak dan luas perkebunan, ketersediaan sarana dan prasarana perkebunan, prakiraan iklim, izin usaha dan hak lahan, varietas tanaman, peluang dan tantangan pasar, permintaan pasar, perkiraan produksi, perkiraan pasokan perkiraan harga. Pemerintah daerah atau kabupaten harus menerbitkan izin pengelolaan kelapa sawit dan melakukan verifikasi atas kepatuhan perusahaan terhadap peraturan dan standar yang berlaku di Indonesia. Pengelolaan kelapa sawit di daerah yang jauh dari pemerintah pusat umumnya tertinggal dibandingkan oleh wilayah sawit yang sudah mapan dalam penanganan wilayah beresiko dan kepatuhan terhadap standar-standar, selain itu sekitar 40% lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikendalikan oleh petani. Dalam hal mendukung kinerja pemerintah daerah, badan-badan di pemerintah pusat memberikan arahan, sosialisasi, pelatihan dan program-program terhadap pemerintah daerah atau kabupaten agar memiliki kapasitas dalam mengatur pengembangan kelapa sawit. Pengembangan sumber daya manusia dilakukan dengan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan metoden pengembangan lainnya. Standar tata kelola kelapa sawit harus dijalankan diseluruh Inonesia, sehingga untuk mendukung ini pemerintah daerah yang bertugas memberikan izin terhadap industri kelapa sawit adalah pemerintah daerah yang bersertifikasi.
5.
Perusahaan Menerapkan Kebijakan Pemerintah Isu lingkungan yang menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan industri yang tidak ramah lingkungan dan sangat berdampak pada peningkatan emisi GRK, untuk menghilangkan kampanye negatif ini perusahaan kelapa sawit Indonesia mendaftarkan industri mereka agar bersertifikasi ramah lingkungan. Perusahaan memenuhi persyaratan sertifikasi nasional dan internasional. ISPO sebagai sertifikasi nasional yang mengkategorikan industri kelapa sawit ramah lingkungan, sedangkan RSPO merupakan sertikasi internasioal. RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) adalah standar yang
731
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
dibuat oleh para pemangku kepentingan terkait kelapa sawit ekspor dipasar internasional harus mengembangkan dan menerapkan standar kelapa sawit berkelanjutan sehingga mendapatkan sertifikat CSPO (Certificate Sustainable Palm Oil). 6.
Perusahaan Mengembangkan dan Meningkatkan Nilai Tambah Produk Perusahaan perkebunan kelapa sawit mengembangkan produk turunan, tidak hanya produksi sebagian besar yang ditujukan untuk ekspor dalam bentuk mentah tetapi lebih meningkatkan untuk memproses menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi. Dengan tetap meningkatkan nilai tambah dengan memproduksi kelapa sawit dengan hasil minyak nabati dengan kualitas terbaik.
7.
Perusahaan Sawit Peduli Lingkungan Dalam hal produksi perusahaan sawit dituntut menjaga lingkungan, salah satunya dengan melakukan pemilihan bibit kelapa sawit unggul yang dapat menghemat atau meminimalisir adanya perkembangan lahan perkebunan kelapa sawit yang semakin luas. Selain itu perusahaan sawit tidak hanya bertanggung jawab didalam area perkebunan, pelaku usaha disektor ini juga bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitar, salah satunya pemenuhan kesehatan dan pendidikan serta peningkatan perekonomian masyarakat sekitar. Perusahaan memberikan bantuan terhadap penigkatan mutu pendidikan kesehatan, melalui pemberian bantuan. Selain itu perusahaan memberikan lapangan pekerjaan terhadap masyarakat sekitar.
8.
Kemitraan Usaha Perkebunan Untuk pemberdayaan usaha perkebunan, perusahaan perkebunan melakukan kemitraan usaha yang saling menguntungkang, menghargai, bertanggung jawab serta saling memperkuat dan ketergantungan dengan pekebun, karyawan dan masyarkat sekitar. Kemitraan usaha dapat berupa kerjasama dalam betuk penyediaan sarana produksi, produksi, pengelolaan dan pemasaran, kepemilikan sahan dan jasa pendukung lainnya. Perusahaan kelapa sawit dituntut memajukan perekonomian masyarakat sekitar, salah satunya melalui konsep petani plasma. Perkebuna plasma merupakan perkebunan dengan sistem kemitraan. Usaha budidaya atau usaha industri perkebunan dalam bentuk perkebunn rakyat yang diusahakan oleh perseorangan diatas tanah milik atau usaha, dan perusahaan perkebunan yang dilakukan diatas lahan Hak Guna Usaha mulai dari pembibitan, penanaman, pengelolaan hasil sampai pemasaran. Kelompok tani merasa dengan adanya konsep petani plasma akan lebih menguntungkan, karna mereka mendapatkn harga yang lebih tinggi, tetapi berbeda halnya saat para petani tidak melakukan kemitraan dengan perusaan mereka akan dihargai dengan harga tengkulak. Tentu hal ini pun akan saling menguntungkan, sebab perusahaan tidak terlalu menggunakan lahan yang besar untuk memaksimalkan produksi perusahaan.
9.
732
Mengembangkan Langkah dan Alat Teknologi “Tanpa Limbah (Zero Waste) Meningkatkan kesadaran industri terhadap teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah untuk melaksanakan praktik pengoperasiannya “tanpa
Upaya Indonesia Memenuhi Standar Energi Terbarukan dari EPA AS (Patimah)
limbah atau zero waste”. Hal ini dapat dicapai dengan pemerintah mewajibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk membuat komitmen terikat untuk melakukan pengelolaan tanpa limbah dengan adanya pemanfaatan limbah kelapa sawit digunakan untuk hal yang positif. Adanya dukungan dari para pemangku kepentingan untuk mendukung standar dan praktik pengolahan industri kelapa sawit tanpa limbah ini. Selain itu perusahaan membuat fasilitas alat untuk penangkapan gas metana, agar gas tidak berdampak pada lingkungan. Pemanfaatan limbah ditujukan untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dan agar dapan menjadi produk yang lebih bermanfaat. Limbah dapat digunakan sebagai pupuk kompos sehingga perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia. Selain itu limbah yang dihasilkan dapat digunakan sebagai biodigester. Biodigesteradalah alat pengolah sampah organik melalui proses anaerob dengan output gas, listrik, pupuk cair dan kompos. Dengan demikian, selain mampu mengurangi sampah organik dan sampah rumah tangga, alat ini berfungsi juga sebagai alat penghasil energi. 10. Komunikasi Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat Pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, menyampaikan tanggapan terhadap NODA (Notice of Data Availability) yang dirilis oleh EPA Amerika Serikat pada 26 April 2012, sebelum batas akhir yang ditetapkan EPA pada 27 April 2012. Tanggapan yang dinyatakan pemerintah Indonesia meyatakan komitmen dalam melindungi lingkungan dan mengurangi emisi GRK (Gas Rumah Kaca) sebesar 26% pada tahun 2020. Selain itu menurut pemerintah Indonesia hasil analisa EPA bukan merupakan data yang sebenarnya melainkan hanya bersifat asumsi. Kemudian tanggapan selanjutnya yang disampaikan adalah kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling efisien dibandingkan dengan penghasil minyak nabati lainnya. 11. Pembentukan Jaringan dan Pencarian Partner Faktor-faktor diplomasi bisnis yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia sebagai bentuk upaya yang dilakukan selain melakukan negosiasi dengan pihak EPA, Indonesia membentuk jaringan dan mencari partner. Dalam hal ini pemerintah Indonesia merangkul pemerintah dari produsen terbesar kelapa sawit lainnya seperti Malaysia untuk menanggapi hasil analisa yang dilakukan oleh EPA. Dalam hal ini Indonesia meminta bantuan Malaysia untuk mendapatkan data mengenai siklus hidup kelapa sawit yang sebenarnya tidak merusak lingkungan, karena industri kelapa sawit pun dapat menurunkan emisi GRK (Gas Rumah Kaca), sehingga tidak sesuai dengan tuduhan EPA. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh pemerintah Indonesia mengenai dampak positif perkebunan kelapa sawit dan tata kelola kelapa sawit sekarang tidak sama dengan cara yang lama, sedangkan data EPA hanya mengacu pada data dan cara pengelolaan yang lama. Indonesia dan Malaysia menintensifkan mempromosikan melalui misi kampanye positif minyak sawit ke negara-negara yang mengkampanyekan anti minyak sawit. Serta kedua negara ini juga aktif mengembangkan skema sertifikasi nasional untuk CPO berdasarkan prinsif pertanian berkelanjutan.
733
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
Dari diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan cara lobi dan negosiasi ini, pihak EPA bersedia melakukan analisa ulang terhadap industri kelapa sawit. Dalam pertemuan terakhir, EPA (Environmental Protection Agency) menyatakan akan mengirim tim teknis untuk melaukan survei lapangan. Pada akhir Oktober 2012 untuk menindaklanjuti diplomasi bisnis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, team EPA akan mengunjungi perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau yang memiliki luas perkebunan terbesar di Indonesia sekitar 1,5 juta hektar. Selain itu EPA melakukan pertemuan dengan Menteri Pertanian di Jakarta. Kunjungan ini sangat penting bagi kedua belah pihak, baik EPA maupun rakyat Amerika Serikat dan Indonesia. Pihak EPA datang ke Indonesia bersama tim teknis yang memiliki kemampuan terkait bahan bakar terbarukan untuk menemukan fakta terbaru mengenai perkebunan kelapa sawit. Dalam hal ini para pemangku kepentingan di Indonesia sangat terbuka saat meyampaikan informasi terhadap pihak EPA agar analisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Administrator EPA Gina Mc Carthy menyatakan bahwa tim mereka hanya akan mengunjungi satu perusahaan kelapa sawit di Indonesai yaitu PT Musim Mas yang terletak di kepulauan Riau. Pihak EPA akan menkaji dan mengumpulkan fakta informasi terbaru dan berbasis data keilmuan dari berbagai ahli, baik dari pihak Indonesia maupun pihak luar. Dari survei lapangan yang dilakukan oleh pihak EPA secara langsung serta pertemuan dan diskusi yang dilakukan dengan pemerintah Indonesia, pihak EPA merasa cukup dengan analisa yang telah dilakukan. Kesimpulan Dari beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan kelapa sawit Indonesia secara internal maupun eksternal yang saling berkaitan ini cukup efektif dilakukan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan upaya yang dilakukan berhasil membuat pemerintah Amerika Serikat menerima kembali produk biodiesel berbahan baku CPO dari Indonesia. Dari diplomasi bisnis yang dilakukan oleh Indonesia membuat pemerintah Amerika Serikat menaggapi hal ini dengan mengirimkan tim teknis khusus dari EPA ke Indonesia dan menganalisa secara langsung siklus hidup kelapa sawit. Sehingga upaya secara internal pun akan terlihat hasilnya. Berdasarkan kunjungan yang dilakukan, menurut pihak EPA perkebunan kelapa sawit Indonesia cukup baik dalam pengelolaannya, karena telah melakukan perubahan kinerja dalam pembukaan lahan, lebih meminimalisir dampak negatif kerusakan lingkungan dan habitat bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan data hasil analisa ke lapangan secara langsung, pihak EPA kembali menganalisa secara bersama-sama dengan team mereka dan Pemerintah AS. Sehingga pada akhirnya dihasikan keputusan bahwa biodiesel berbahan baku CPO Indonesia dapat kembali masuk pasar Amerika Serikat, dengan ketentuan yang tetap berlaku yaitu harus sesuai dengan emission saving yang ditetapkan yaitu minimal 20%.
734
Upaya Indonesia Memenuhi Standar Energi Terbarukan dari EPA AS (Patimah)
Referensi Beghin, C. John. 2006. Nontariff Barriers. Workin Paper 06-WP438. Center for Agricultural and Rural Development. Iowa State University. Iowa. Chandra, Gregorius, Tjiptono Fandy & Chandra Yanto. 2004. Pemsaran Global : Internasionalisasi dan Internetisasi. Yogyakarta : Andi. Diamond, Louise dan McDonald, John. 1996.Multitrack Diplomacy: A System Approach to Peace. 3nd Edition. Universitas Michigan: Kumarian Press. Halm. 11-18 Fauzi, Akhmad. 2002. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Halm. 231 Hambali Erliza, Mujdalipah Siti, Halomoan Tambunan Armansyah, dkk. 2007. Teknologi Bioenergy. Jakarta : Agromedia.Hlm.4 Indonesia dan Malaysia Lancarkan Kamanye ProCPO http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-dan-malaysia-lancarkankampanye-pro-cpo/1404160.html
pada
Kendati Sarat Kasus, RI Akan Ajukan Lagi CPO Sebagai Komoditi Ramah Lingkungan di APEC 2013 pada http://www.mongabay.co.id/2013/01/27/kendati-sarat-kasus-ri-akan-ajukan-lagicpo-sebagai-komoditi-ramah-lingkungan-di-apec-2013/ Michael Kostecki dan Oliver Naray, Oliver. 2007. Discussion Papers in DiplomacyCommercial Diplomacy and International Bussiness. Netherlands Institute of International Relations ‘Clingendael’ pada http://www.clingendael.nl/sites/default/files/20070400_cdsp_diplomacy_kosteck i_naray.pdf Nila Rifai, Yusman Syaukat, Hermanto Siregar dan E. Gumbira Sa’id. 2014. Dampak Pengembangan Produk Turunan Minyak Sawit Terhadap Peningkatan Ekspor Produk minyak Sawit ke Pasar Amerika Serikat. Agro Ekonomi Vol. 32 No. 2. Pemanasan Global Pada Bumi. pada http://www.alpensteel.com. Pemerintah Upayakan Produk Kelapa Sawit Diterima di Amerika Serikatpada http://m.voaindonesia.com/a/109438.html Peraturan Menteri Pertanian RI pada http://www.ispoorg.or.id/images/pearturan/LAMPIRAN%20VI%20PC%20Swadaya.pdf Program Standarisasi Bahan Bakar Terbarukan AS dan Minyak Kelapa Sawit pada indonesia.jakarta.usembassy.gov/mobile//news/fact_23102012.html Reijntjes Coen, Havercort Bertus dan Waters-Bayern Ann. 1999. Pertanian Masa Depan : Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Daerah. Yogyakarta : Kanisius. Halm. 2-4
735
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 723-736
Risza, Suyatno.2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia, Yogyakarta : Kanisius, halm. 247 Said E. G dan Dewi G. C. 2004. Bisnis Indonesia dan Tantangan Perdagangan Global 2005. Agrimedia, vol 9 (2):16-21 pada http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/43789diakses pada 10 Juni 2016 Sawit di Indonesia padawww.nature.or.id/publikasi/laporan-dan-panduankehutanan/sawit-di-indonesia pdf
736