UJI MIKROSKOPIK KRISTAL URIN PADA SAPI PEJANTAN BIBIT DENGAN BODY CONDITION SCORE 4–5
MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Moh Zaenal Abidin Mursyid NIM B04100009
ABSTRAK MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID. Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ. Sapi pejantan bibit ibarat pabrik penghasil semen yang mutlak memerlukan perawatan kesehatan agar produksi tetap terjaga optimal. Uji keberadaan kristal urin dapat digunakan untuk menduga kejadian obstruktif urolithiasis pada saluran kelamin pejantan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kristal urin pada pejantan ungul ber-body condition score (BCS) 4–5. Sebanyak 30 sampel urin dari 3 ras pejantan (Brahman n=10, Simmental n=10, dan Friesian Holstein n=10) dikoleksi, diukur pH-nya, dan diamati secara mikroskopik. Keseluruhan urin yang diamati mengandung kristal. Kristal yang mendominasi berjenis struvite (73.3%) sedangkan sisanya berupa kristal kalsium kabonat (23.3%) dan amorf fosfat (3.3%). Struvite yang teramati memiliki tiga bentukan yaitu oktahedral, twin, dan penetrated. Bentukan yang berbeda menunjukkan pH urin dan masa inkubasi yang berbeda. Kejadian kristaluria diduga disebabkan oleh rasio mineral Ca dengan P pakan yang rendah dan perlu diwaspadai terhadap munculnya obstruktif urolithiasis. Kata kunci: kalsium karbonat, kristal urin, kristaluria, sapi pejantan, struvite
ABSTRACT MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID. Microcopic Examination of Urine Crystals for 4–5-scored Body Condition Score Bull. Supervised by CHUSNUL CHOLIQ. Bull, which have role as sperm producer, needs a routine health maintenance for optimal production. Microscopic examination of urine crystals could be used for estimating obstructive urolithiasis in urinary tract. The objectives of this study was to observe urine crystal in 4–5-scored body condition score (BCS) bull. The 30 urine samples of 3 bull breeds (Brahman n=10, Simmental n=10, and Friesian Holstein n=10) were collected, urine pH measure with striptest urinalysis, and urine crystal microscopically examined. Result of this study indicated that all samples were totally positive for crystal. Observed crystals were dominated by struvite (73.3%), while the others were calcium carbonate (23.3%) and phosphate amorph (3.3%). The three form of struvite could be seen octahedral, twin, and penetrated struvite. The different form of struvite indicated level of urine pH and incubation period. Crystalluria phenomenon suggested a low ratio of Ca:P in mineral nutrient and it should be cautious for existing obstructive urolithiasis. Keywords: bull, calcium carbonate, crystalluria, struvite, urine crystal
UJI MIKROSKOPIK KRISTAL URIN PADA SAPI PEJANTAN BIBIT DENGAN BODY CONDITION SCORE 4–5
MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5 Nama : Moh Zaenal Abidin Mursyid NIM : B04100009
Disetujui oleh
Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah wassyukurillah, segala puji bagi Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5. Skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing yang selalu mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Balai Inseminasi Buatan Lembang yang telah memberikan izin pengambilan data penelitian. 3. Keluarga tercinta, ayahanda Sri Wardoyo, ibunda Wahyuni, yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil serta saudara-saudara tercinta Moh Mursyid Fachrudin dan Ahmad Imam Mursyid. 4. Dr Drh Anita Esfandiari, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penilai dalam seminar skripsi. 5. Dr Drh Akhmad Arif Amin dan Dr Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PAVet, selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam penulisan. 6. Drh Leni Maylina, MSi dan Drh Ida Zahidah Irfan, MSi yang selalu bersedia untuk menyediakan waktu diskusi dengan penulis. 7. Dr Drh Elok Budi Retnani, MS selaku dosen pembimbing akademik penulis selama di FKH. 8. Djadjat Sudrajat, SSi dan Suryono, AMa yang telah membantu penulis dalam menguji sampel di Laboratorium Patologi Klinik FKH IPB. 9. Adinda Intan Pandini Restu Mukti yang selalu memberikan dukungan, semangat, maupun doa untuk penulis. 10. Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB), keluarga ia3team, keluarga Acromion-FKH 47, sahabat-sahabat tercinta Kukuh Syirotol I, Novan Eko Kurniawan, St. Khadijah R, Zella Nofitri R, dan teman-teman seperjuangan lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu. Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna dan membutuhkan perbaikan, kritik, dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Desember 2014 Moh Zaenal Abidin Mursyid
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
VIII
DAFTAR GAMBAR
VIII
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Pejantan Bibit
2
Kristal Urin pada Sapi
3
Striptest Urinalysis
4
Body Condition Score (BCS) pada Pejantan
5
METODE
6
Waktu dan Tempat
6
Bahan dan Alat
6
Pelaksanaan Penelitian
6
Prosedur Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
8 11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL 1
Hasil pengujian kristaluria pada 30 sapi pejantan BIB Lembang
9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Beberapa bangsa sapi pejantan yang dipelihara di BIB Lembang 2 Fotomikrograf berbagai macam kristal urin 4 Alat penampung urin sapi 7 Pemeriksaan kimia urin striptest urinalysis 7 Fotomikrograf kristal urin pada perbesaran lensa mikroskop 10x40 8 Struktur cast bakteri bulat yang teramati pada perbesaran lensa mikroskop 10x40 (tanda anak panah) 10 Tahapan perkembangan bentuk kristal struvite 10
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan pangan asal hewan seperti daging sangat terkait dengan ketahanan pangan nasional. Pemerintah melalui Program Swasembada Daging Sapi 2014 (PSDS-2014) bermaksud menyediakan 90% kebutuhan nasional secara mandiri dan sisanya berasal dari luar negeri berupa impor sapi bakalan dan impor daging. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah merumuskan lima kegiatan pokok PSDS-2014 dan satu diantaranya adalah penyediaan bibit (bull) sapi (Deptan 2010). Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 54 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik menyatakan bahwa sapi bibit adalah sapi hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Sapi bibit berasal dari kegiatan pembibitan pejantan bibit di suatu instalasi pembibitan seperti balai inseminasi buatan (BIB) Lembang. Balai inseminasi buatan Lembang merupakan BIB tertua di Indonesia yang berperan dalam penyediaan benih bibit sapi dalam bentuk semen beku untuk meningkatkan populasi ternak. Sampai saat ini BIB Lembang telah menyumbangkan lebih dari 28 juta dosis semen beku yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap tahun produksi semen beku mengalami peningkatan sesuai target produksi, kemampuan pejantan, dan dana yang tersedia (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Akumulasi produksi semen beku dari semua produsen sebanyak 5.19 juta dosis dengan kebutuhan nasional 2.7 juta dosis sehingga pada tahun 2013 dapat dilakukan ekspor semen beku ke beberapa negara. Prestasi ini harus terus dipertahankan sehingga dapat mendukung program swasembada daging atau bahkan dapat menambah devisa negara. Strategi untuk menjaga produksi semen beku yang optimal dilakukan dengan menjaga performa produksi pejantan bibit melalui pemeriksaan rutin kesehatan reproduksi. Penyakit yang menurunkan performa produksi berupa penyakit pada saluran genitourinary dan non-genitourinary. Satu di antara beberapa contoh penyakit genitourinary adalah pembentukan kristal urin atau kristaluria yang secara kronis dapat menyebabkan kebuntuan saluran kelamin pejantan (obstruktif urolithiasis). Penelitian tentang kristaluria telah banyak dilakukan pada hewan kecil dan sangat jarang dilakukan pada hewan besar seperti sapi pejantan bibit. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kristal urin secara mikroskopik pada sapi pejantan bibit yang memiliki nilai body condition score (BCS) 4 atau 5 (rentang 1–5) di Balai Inseminasi Buatan Lembang. Selain itu juga dilakukan uji pendukung berupa pemeriksaan pH urin menggunakan striptest atau dipstick. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: 1. Apakah sapi pejantan bibit yang memiliki nilai BCS 4–5 di BIB Lembang mengalami kristaluria?
2
2.
Jika mengalami kristaluria, apakah jenis kristal yang dapat teridentifikasi? Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis kristal urin secara mikroskopik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi obstruktif urolithiasis secara dini pada penjantan bibit. Selain itu penelitian diharapkan dapat mengidentifikasi kemungkinan faktor penyebabnya. Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan klinik penyakit genitourinary yang dapat mengganggu performa produksi sapi pejantan bibit di BIB Lembang.
TINJAUAN PUSTAKA Pejantan Bibit Undang-Undang No.18 Tahun 2009 mendefiniskan bibit sebagai hewan yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Definisi lain menerangkan bahwa benih merupakan bahan reproduksi ternak berupa semen, sperma, ova, telur tertunas, dan embrio (Kementerian Dalam Negeri 2009). Untuk memperbanyak penyebaran bibit di Indonesia, pemerintah membentuk suatu unit pembibitan seperti balai inseminasi buatan (BIB) Lembang yang berperan dalam produksi semen (beku dan cair) dari sapi pejantan bibit. Sapi pejantan bibit yang dipelihara di BIB Lembang terdiri dari bangsa sapi potong dan bangsa sapi perah. Bangsa sapi potong meliputi Simmental, Limousin, Brangus, Angus, dan Brahman sedangkan bangsa sapi perah yang dipelihara adalah Friesian Holstein (FH) seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Beberapa bangsa sapi pejantan yang dipelihara di BIB Lembang: A= Simmental; B= Friesian Holstein; dan C= Brahman (Sumber: dokumentasi pribadi)
Sapi pejantan yang digunakan sebagai sumber semen harus dipelihara secara khusus sehingga tingkat libido dan kualitas semen optimal (Hartati et al. 2010). Seleksi awal bibit pejantan dilakukan dengan melihat libido dan kualitas semen
3
yang baik dan secara morfologi unggul dibanding sapi jantan di lingkungan sekitarnya. Kualitas semen yang rendah dapat berpengaruh terhadap efisiensi produksi sehingga sistem pemeliharaan melalui seleksi bibit, suplementasi pakan, kenyamanan kandang, dan pemeriksaan kesehatan rutin mutlak diperlukan. Beberapa kriteria pejantan bibit adalah mata bersinar, moncong pendek, badan tinggi, dada dalam, kulit tipis, kaki dan kuku kuat, punggung lurus, pinggul tidak terlalu turun, dan tidak terlalu kurus (Permentan 2006). Sapi pejantan yang memenuhi kriteria tersebut dan lolos uji seleksi bibit berarti memiliki mutu genetik berkualitas dan siap untuk untuk mendonorkan semennya. Donor semen dapat dilakukan melalui teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB). Toelihere (1981) menyebutkan bahwa IB di Indonesia mulai diperkenalkan sejak tahun 1950. Sampai saat ini jumlah produksi telah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sapi pejantan bibit dipelihara dalam satu kompleks secara berkelompok dalam kandang-kandang suatu BIB. Letak kandang dirancang terpisah dari kegiatan lain di balai yang bersangkutan serta memiliki fasilitas khusus yang dikelola secara profesional. Cara pemeliharaan pejantan bibit seperti ini memudahkan pekerjaan rutin seperti penampungan semen, evaluasi, dan pemeriksaan kesehatan individu pejantan (Hare 1985). Lebih lanjut semen yang dihasilkan harus bebas dari mikroorganisme penyebab peyakit hewan menular (Badan Standardisasi Nasional 2008). Pejantan bibit BIB diibaratkan sebagai pabrik penghasil semen yang selanjutnya produk tersebut akan diproses menjadi semen beku. Pemantauan kesehatan pejantan secara berkala mutlak diperlukan agar pabrik tersebut secara berkesinambungan mampu berproduksi dengan baik. Pemantauan kesehatan di BIB pejantan dilakukan satu tahun sekali, bahkan idealnya dua kali (Hardjoutomo 1994) dan merupakan kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan. Pemeriksaan kesehatan yang rutin dilakukan adalah pengambilan sampel darah sedangkan pemeriksaan urin masih jarang dilakukan. Kristal Urin pada Sapi Pemeriksaan mikroskopik urin merupakan teknik untuk mengetahui struktur renik seperti kristal, eritrosit, leukosit, cast, dan bahkan bakteri (Gyory et al. 1984). Kristaluria merupakan temuan klinis yang sering ditemukan pada pemeriksaan urin rutin. Beberapa jenis kristal yang biasa ditemukan antara lain kristal struvite atau tripel fosfat, kalsium oksalat, kalsium karbonat, dan silica. Kristal lain seperti amonium biurat dan amorf fosfat atau urat terkadang juga ditemukan. Kristal-kristal ini terbentuk akibat kondisi presipitasi spontan kompleks mineral urin pada kondisi supersaturasi urin. Kristaluria juga diasosiasikan dengan kondisi patologis urolithiasis, asam urat akut nefropati, keracunan etilen glikol, dan akibat induksi obat seperti sulfadiazine (Thamilselvan dan Khan 1998). Berbagai jenis kristal memiliki bentuk yang berbeda sehingga pengamatan mikroskopik mutlak diperlukan untuk mengetahui jenis kristal yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian urolithiasis pada sapi. Kristal kalsium oksalat monohidrat berbentuk jarum tebal sedangkan kalsium oksalat dihidrat berbentuk bipiramid, kristal struvite berbentuk seperti tutup peti (Fogazzi 1996). Kristal urat
4
berbentuk seperti jarum halus dan kristal cystine berbentuk heksagonal. Fotomikrograf berbagai macam jenis kristal dapat dilihat pada Gambar 2. Kejadian kristaluria pada sapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, nilai pH urin, musim, dan pakan yang diberikan (Samal et al. 2011). Pada ruminansia berumur kurang dari 6 bulan kejadian kristaluria lebih sering karena pakan yang tinggi protein. Jenis kelamin jantan lebih rentan karena struktur anatomi fleksura sigmoidea yang panjang dan berlekuk. pH urin asam akan menyebabkan terbentuknya kristal asam urat dan cystine sedangkan pada kondisi basa akan menginduksi tebentuknya kristal struvite, kalsium karbonat, dan kalsium oksalat. Beberapa faktor lain seperti musim panas yang ekstrim juga menjadi predisposisi terbentuknya kristal. Faktor pemberian pakan berlebih yang menyebabkan obesitas juga akan meningkatkan kejadian kristaluria (Siener 2006).
A
D
D
B
B
C
C
E
E
F
F
Gambar 2 Fotomikrograf berbagai macam kristal urin: A= Struvite; B= Kalsium oksalat monohidrat; C= Kalsium oksalat dihidrat; D= Kalsium karbonat; E= Amorf fosfat; dan F= Cystine (Kenneth 2011)
Striptest Urinalysis Pemeriksaan hematologi pada sapi pejantan bibit rutin dilakukan untuk melihat status kesehatan namun pemeriksaan organ genitourinary seperti dengan teknik urinalisis masih jarang dilakukan. Urinalisis penting untuk mengetahui kelainan pada sistem urinaria secara dini (Simerville et al. 2005). Urinalisis sering dilakukan pada manusia dan hewan kecil (Tvedten dan Willard 2004) tetapi pada hewan ruminansia besar seperti pejantan bibit masih belum menjadi uji yang rutin dilakukan. Urinalisis meliputi pengamatan secara makroskopik, mikroskopik, dan uji kimia urin. Analisis kimia urin secara umum dilakukan dengan menggunakan striptest atau dipstick, yaitu suatu uji semikuantitatif dengan stik yang telah dilengkapi reagen strip untuk mendeteksi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit. Penggunaan striptest untuk urinalisis tidak
5
memerlukan keterampilan khusus dan hasilnya dapat dibaca dalam waktu beberapa menit setelah stik dicelupkan ke urin (Henry 2001) sehingga penggunannya di lapangan sangat praktis dan mudah dilakukan. Penelitian Utama et al. (2011) menyimpulkan bahwa penggunaan striptest direkomendasikan untuk analisis kimia urin sapi di lapangan. Komponen reagen pH pada striptest dapat mendukung pemeriksaan kristaluria pada sapi. Pengukuran pH urin dapat dilakukan lebih tepat dan akurat dengan menggunakan pH meter (Johnson et al. 2007) namun penggunaannya tidak praktis karena mahal dan memerlukan kalibrasi ulang. pH urin merupakan indikator konsentrasi ion HCO3- dan ion H+ yang berasal dari darah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH urin mamalia adalah pakan, infeksi bakteri, dan waktu simpan urin (Mavangira et al. 2012). Karnivora dengan pakan protein tinggi yang didominasi daging akan menghasilkan urin asam sedangkan herbivora dengan pakan berbasis hijauan akan menghasilkan urin yang bersifat basa (Kenneth 2011). Sapi memiliki nilai normal pH basa dengan rentang 7.4–8.4 (Mavangira et al. 2012). Nilai pH urin akan menentukan jenis kristal urin seperti kristal struvite dan kalsium karbonat yang sering ditemukan pada urin basa sedangkan cystine terbentuk pada urin yang memiliki nilai pH asam. Di sisi lain kristal urat, silikat, dan kalsium oksalat dapat terbentuk di kedua nilai pH tersebut (Sink dan Weinstein 2012). Body Condition Score (BCS) pada Pejantan Body condition score (BCS) merupakan teknik penilaian status nutrisi pada hewan dengan melihat bentukan otot dan lemak tubuh (Edmonson et al. 1989). Teknik ini menggunakan skor numerik untuk mengestimasi energi yang tersimpan dalam tubuh suatu ternak. Penelitian Pryce (2001) telah membuktikan bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara BCS dan performa produksi suatu ternak, termasuk pada sapi pejantan bibit. Pengawasan status nutrisi dengan teknik BCS pada sapi pejantan bibit dapat dilakukan secara mudah dan praktis untuk mengontrol efisiensi produksi semen di balai inseminasi buatan. Edmonson et al. (1989) menjelaskan cara penilaian BCS dengan skala 1–5. Penilaian BCS dilakukan 8 titik pengamatan yaitu tonjolan tegak tulang belakang (processus spinosus), antara tonjolan tegak dengan tonjolan datar tulang belakang (processus spinosus ke processus transversus), tonjolan datar tulang belakang (processus transversus), legok lapar, tonjolan tulang pinggul depan (tuber coxae) dan belakang (tuber ishcii), daerah antara tonjolan tulang pinggul depan–belakang (tuber coxae-tuber ischii), daerah antara tonjolan tulang pinggul depan kiri dengan depan kanan (tuber coxae kanan dan kiri), daerah antara tulang ekor (vertebrae coccygea). Nilai 1 mempunyai arti tubuh sangat kurus, nilai 2 mempunyai arti kurus, nilai 3 mempunyai nilai sedang, nilai 4 mempunyai gemuk, nilai 5 mempunyai arti sangat gemuk. Skor BCS pada sapi pejantan berhubungan dengan kemampuan reproduksi dan dapat digunakan untuk mempertimbangkan keputusan dalam manajemen pemeliharaan pejantan. Penelitian Permadi et al. (2013) menunjukkan data bahwa sapi-sapi pejantan di BIB Lembang yang memiliki skor BCS sangat gemuk (5)
6
memiliki produksi semen beku terendah sedangkan pejantan dengan skor BCS optimum (3) memiliki produksi semen segar tertinggi.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19–23 Juli 2013 di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat, dan dilanjutkan di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada 25–30 Juli 2013. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah sampel urin 30 ekor sapi pejantan bibit yang terdiri dari tiga ras sapi yakni 10 ekor sapi Brahman, 10 ekor sapi FH, dan 10 ekor sapi Simmental. Alat yang digunakan berupa gelas penampung urin dan tongkatnya, tabung penyimpan urin, mikroskop, object glass, cover glass, pipet tetes, sentrifus, striptest urinalysis Verify® (REF U031-102), stopwatch, dan alat dokumentasi berupa kamera Canon® IXUS 240 HS. Pelaksanaan Penelitian Penentuan sampel pejantan Sampel diambil dari 3 ras sapi yang dianggap mewakili bangsa sapi potong (Brahman dan Simmental) dan sapi pejantan perah (Friesian Holstein). Sampel telah ditentukan pada sapi yang memiliki BCS 4–5. Penentuan BCS dilakukan dengan cara melihat secara visual dan diperkuat dengan foto tubuh sapi. Pengambilan foto BCS dilakukan pada bagian depan, bagian belakang, samping kiri dan kanan, serta bagian punggung dengan menggunakan kamera Canon® IXUS 240 HS. Penampungan sampel urin Penampungan sampel urin dilakukan pada pagi hari sebelum pakan diberikan (pukul 06.00–07.00) dengan gelas penampung urin dan tongkat yang dimodifikasi (Gambar 3). Penampungan pada pagi hari dimaksudkan agar urin yang didapatkan merupakan hasil metabolisme basal tubuh yang menggambarkan status fungsi ginjal (Sink dan Weinstein 2012). Penampungan dilakukan secara non-invasive, yaitu penampungan dengan menunggu pejantan melakukan miksi atau urinasi. Sampel urin yang diambil adalah urin pertengahan miksi untuk menghindari kontaminasi bakteri, spermatozoa, sel epitel, dan leukosit saat urin baru dikeluarkan (Kenneth 2011). Selanjtunya sampel urin dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama untuk pengujian striptest urinalysis dan bagian lain disimpan sementara untuk pemeriksaan mikroskopik.
7
Gambar 3 Alat penampung urin sapi: A= Gelas penampung; dan B= Tongkat
Pengujian striptest urinalysis Pengujian striptest urinalysis dilakukan di lapangan, langsung setelah urin ditampung. Pengujian dilakukan dengan cara mencelupkan reagen strip ke dalam wadah penampung dengan reagen strip tercelup secara keseluruhan selama 1 detik. Kemudian reagen strip diangkat dan ditunggu selama 10–30 detik agar reagen strip berubah warna, menunjukkan terjadinya reaksi. Penilaian dilakukan dengan cara mencocokkan warna reagen strip dengan warna dan nilai referensi yang ada di wadah striptest urinalysis (Sink dan Weinstein 2012) seperti pada Gambar 4. Selanjutnya data dicatat dan urin yang telah digunakan dibuang.
Gambar 4 Pemeriksaan kimia urin striptest urinalysis
Pemeriksaan mikroskopik kristal urin Pengujian mikroskopik dilakukan dengan menyiapkan 5–10 ml sampel urin di dalam tabung sentrifus. Sentrifus dilakukan pada kecepatan rendah (3000 rpm) selama 5 menit untuk mengonsentrasikan endapan elemen (Sink dan Weinstein 2012). Endapan didapatkan dengan cara mengeluarkan supernatan urin dan menyisakan 0.5–1 ml bagian endapan urin. Bagian ini yang kemudian diambil dengan pipet tetes dan diamati dengan mikroskop secara natif. Selanjutnya kristalkristal yang teramati dicatat berdasarkan jenisnya.
8
Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh adalah pH urin dan jenis kristal urin. Data pH selanjutnya diolah dengan Microsoft Office® Excel 2013 untuk dirata-rata sedangkan data jenis kristal dianalisis secara deskriptif kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Endapan mineral mikroskopik dalam urin diistilahkan sebagai kristaluria sedangkan endapan yang teramati secara makroskopik disebut urolith atau kalkuli (Ettinger dan Feldman 2010). Sapi pejantan yang mengalami kristaluria berisiko terkena urolithiasis yang dapat menurunkan produksi semen. Berikut tersaji data hasil pengujian kristaluria yang ditunjang dengan pemeriksaan striptest pH urin. Tabel 1 menunjukkan data keseluruhan urin sapi pejantan yang diamati mengandung kristal. Sebanyak 22 sampel (73.3%) mengandung kristal struvite, 1 sampel (3.3%) berjenis kristal amorf fosfat, dan sisanya (23.3%) merupakan kombinasi kristal struvite dan kalsium karbonat (Gambar 5). Ketiga jenis kristal ini dapat terbentuk pada kondisi urin basa (Mundt dan Shanahan 2011) yang secara fisiologis sapi juga memiliki urin basa.
Gambar 5 Fotomikrograf kristal urin pada perbesaran lensa mikroskop 10x40: A= Struvite (tanda anak panah); B= Kalsium karbonat (tanda kepala anak panah); dan C= Amorf fosfat
Kristal struvite termasuk dalam grup fosfat dengan rumus kimia MgNH4PO4.6H2O atau magnesium amonium fosfat heksa hidrat (Stockham dan Scott 2008). Kristal ini tidak memiliki manfaat klinis karena terbentuk secara spontan dalam kondisi urin basa. Akan tetapi apabila kristal ditemukan dalam jumlah banyak maka perlu diwaspadai terhadap kemungkinan sapi mengonsumsi pakan dengan rasio mineral kalsium dengan fosfor (Ca:P) rendah (Kahn dan Line 2010). Kondisi ini akan semakin parah apabila terdapat bakteri penghasil urease (Sink dan Weinstein 2012) seperti Staphylococcus spp., Pseudomonas spp., Proteus spp., dan Klebsiella spp.
9
Tabel 1 Hasil pengujian kristaluria pada 30 sapi pejantan BIB Lembang pH Kode Sapi Pejantan Uji Brahman Br 1 9 (n=10) Br 2 9 Br 3 9 Br 4 9 Br 5 9 Br 6 9 Br 7 9 Br 8 9 Br 9 9 Br 10 9 Simmental Sm 1 9 (n=10) Sm 2 9 Sm 3 8 Sm 4 9 Sm 5 9 Sm 6 8 Sm 7 9 Sm 8 8 Sm 9 9 Sm 10 8 FH Fr 1 9 (n=10) Fr 2 9 Fr 3 9 Fr 4 9 Fr 5 8 Fr 6 9 Fr 7 9 Fr 8 9 Fr 9 9 Fr 10 9 Rata-rata 8.8±0.3 a Sumber: Mavangira et al. (2012) Ras
Ref.a
7.4–8.4
7.4–8.4
7.4–8.4
Jenis Kristal Urin Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite dan Ca-karbonat Struvite Struvite dan Ca-karbonat Struvite Struvite dan Ca-karbonat Struvite dan Ca-karbonat Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite dan Ca-karbonat Struvite Struvite dan Ca-karbonat Amorf fosfat Struvite Struvite Struvite Struvite Struvite dan Ca-karbonat Struvite
Bakteri urease berperan dalam hidrolisis urea dalam urin membentuk ammonia dan bikarbonat. Ammonia selanjutnya menjadi ammonium dan bereaksi dengan magnesium serta fosfat yang secara normal ada di dalam urin (Ettinger dan Feldman 2010). Bikarbonat berperan dalam meningkatkan pH urin yang juga menurunkan kelarutan struvite. Oleh sebab itu secara umum urin pejantan yang didapatkan memiliki rata-rata nilai pH di atas rentang nilai normal (Tabel 1). Identifikasi bakteri pada penelitian ini tidak dilakukan namun berdasarkan pengamatan natif terlihat struktur renik bulat yang menunjukkan cast bakteri (Gambar 6).
10
Gambar 6 Struktur cast bakteri bulat yang teramati pada perbesaran lensa mikroskop 10x40 (tanda anak panah)
Secara mikroskopis struvite pada beberapa sampel memiliki tiga bentuk yang berbeda yaitu oktahedral, bentuk kembar (twin), dan bentuk terpenetrasi (Gambar 7). Prywer et al. (2012) menyebutkan bahwa bentuk struvite sangat dipengaruhi oleh pH urin. Bentuk oktahedral merupakan bentuk awal yang terbentuk pada pH 7.2–9 selama 3–5 jam inkubasi urin secara in vitro. Akibat peningkatan aktivitas urease bakteri maka pH akan meningkat dan bentuk struvite berubah menjadi bentuk twin lalu berubah menjadi bentuk terpenetrasi pada pH 9–9.5 selama 5–8 jam inkubasi secara in vitro. Bentuk terpenetrasi merupakan bentuk yang mudah terperangkap dalam saluran urin serta dapat merusak epitel mukosa. Apabila kristal ini tertahan dalam lingkungan supersaturasi maka kristal akan mengalami adhesi dengan kristal lain membentuk nucleus urolith dan secara kronis menyebabkan urolithiasis.
Gambar 7 Tahapan perkembangan bentuk kristal struvite: A= Bentuk oktahedral; B= Bentuk twin (tanda kepala anak panah); dan C= Bentuk terpenetrasi (tanda anak panah)
Kristal kalsium karbonat memiliki rumus kimia CaCO3 sedangkan amorf fosfat memiliki rumus kimia Ca5(PO4)3(OH). Kedua kristal ini terbentuk akibat pakan yang terlalu banyak kalsium dan fosfat (Kahn dan Line 2010). Akibatnya terjadi hiperkalsiuria dan hiperfosfaturia yang memicu pembentukan kristal urin. Kristal-kristal ini akan mulai terbentuk pada pH lebih dari 7.5 (Ettinger dan Feldman 2010). Secara umum langkah untuk mencegah terjadinya kristaluria adalah dengan mengatur asupan pakan yang diberikan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan. Strategi umum tersebut diantaranya penggunaan konsentrat bermutu tinggi, air minum yang tidak terbatas jumlahnya (ad-libitum), penggunaan acidifier seperti NaCl 4%, asam asetat 10% untuk menurunkan pH urin yang teralu basa, dan mencegah beberapa pakan pemicu pembentuk kristal seperti sorgum. Secara
11
khusus langkah untuk mencegah terjadinya kristal struvite adalah dengan mengoptimalkan rasio mineral Ca dengan P menjadi 2:1. Amonium dan fosfat di dalam urin berasal dari protein pakan sehingga penggunaan konsentrat tidak boleh berlebih. Kristal amorf fosfat juga dicegah dengan pakan rendah fosfat sedangkan kristal kalsium karbonat dicegah dengan pakan rendah kalsium (Samal et al. 2011).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Keseluruhan urin yang diamati mengandung kristal. Kristal yang mendominasi berjenis struvite (73.3%) sedangkan sisanya berupa kristal kalsium kabonat (23.3%) dan amorf fosfat (3.3%). Saran Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi bakteri penghasil urease yang terdapat pada urin pejantan sehingga dapat dilakukan langkah tegas untuk tindakan terapi berikutnya. Pemilihan sapi pejantan bibit dengan skor BCS yang lebih beragam diperlukan untuk melihat hasil yang mewakili populasi. Perlu dilakukan kajian pakan yang diberikan pada pejantan bibit BIB Lembang untuk mengetahui faktor penyebab kristal urin.
DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 4869.1:2008 - Semen beku Bagian 1: Sapi. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www. sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/7784. [Deptan RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2010. Cuplikan blue print program swasembada daging 2014. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/SUPLEMEN _9-4.pdf. [Dirjennakeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Rencana dan Strategi BIB Lembang 2010-2014. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.banksperma.com/?download=RENSTRA %202010-2014%20(2012).pdf. Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Loid JW, Farver T, Webster G. 1989. A body condition scoring chart for holstein dairy cows. J Dairy Sci. 72: 68–70. Ettinger SJ, Feldman EC. 2010. Veterinary Internal Medicine. Ed ke-7. Philadelphia (US): WB Saunders. Fogazzi GB. 1996. Crystalluria: a neglected aspect of urinary sediment analysis. Nephrology Dialysis Transplantation. 11: 379–387.
12
Gyory AZ, Hodfield C, Laner CS. 1984. Value of urine microscopy in predicting histological changes in kidney. Double blind comparison. J Br Med. 288: 819– 822. Hardjoutomo. 1994. Peranan Balitvet dalam diagnose penyakit pada sapi perah pejantan unggul. Prosiding Pertemuan Teknis (Workshop) Evaluasi Standar Performance Sapi Perah di Indonesia, Malang, 9-11 Nopember 1993. Balai Inseminasi Buatan Singosari-Malang: 123– 130. Hare WCD. 1985. Diseases transmissible by semen and embryo transfer techniques. Technical Series OIE No. 4. Hartati, Rasyid A, Efendi J. 2010. Pemeliharaan pejantan pemacek sapi potong. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.lolitsapi. litbang.deptan.go.id/ind/images/pdf/kerjasama/cihuy.pdf. Henry JB. 2001. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methode. Philadelphia (US): WB Saunders. Herd DB, Sprott LR. 1986. Body Condition, Nutrition and Reproduction of Beef Cows. Texas (US): Texas A & M Pr. Johnson KY, Lulich JP, Osborne CA. 2007. Evaluation of the reproducibility andaccuracy of pH-determining devices used to measure pH in dogs. J American Veterinary Medical Association. 230(3): 364–9. Kahn CM, Line S. 2010. The Merck Veterinary Manual. New Jersey (US): Merck & Co. [Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri. 2009. UU No 18. Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2009/.../ UU_No.182009.doc. Kenneth SL. 2011. Duncan & Prasse’s Veterinary Laboratory Medicine: Clinical Pathology. Ed ke-5. West Sussex (GB): J Wiley. Mavangira V, Cornish JM, Angelos JA. 2012. Effect of ammonium chloride supplementation on urine pH and urinary fractional excretion of electrolytes in goats. J American Veterinary Medical Association 237 (11): 1299–1304. Mundt L, Shanahan K. 2011. Routine Urinalysis and Body Fluids. Ed ke-2. Philadelphia (US): Williams & Wilkins. Permadi DS, Tagama TR, Yuwono P. 2013. Produksi semen segar dan semen beku sapi pejantan dengan body condition score (BCS) yang berbeda di balai inseminasi buatan Lembang. J Ilmiah Peternakan. 1(3): 759–767. [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2006. Peraturan menteri pertanian Nomor 54/permentan/ot.140/10/2006: pedoman pembibitan sapi potong yang baik. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www. perundangan.pertanian.go.id/admin/p_mentan/Permentan-54-06.pdf. Prywer J, Torzewska A, Płociński T. 2012. Unique surface and internal structure of struvite crystals formed by Proteus mirabilis. Urological research. 40(6): 699–707. Pryce JE, Coffey MP, Simm G. 2001. The relationship between body condition score and reproductive performance. J Dairy Science. 84(6): 1508–1515. Samal L, Pattanaik AK, Mishra C, Maharana BR, Sarangi LN, Baithalu RK. 2011. Nutritional strategies to prevent urolithiasis in animals. Vet World. 4(3): 142– 144.
13
Siener R. 2006. Impact of dietary habits on stone incidence. Urol Research. 34(2): 131–133. Simerville JA, Maxted WC, Pahira JJ. 2005. Urinalysis: a comprehensive review. Am Fam Physician. 71(6): 1153–1162. Sink CA, Weinstein NM. 2012. Practical Veterinary Urinalysis. West Sussex (GB): J Wiley. Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Ed ke-2. Iowa (US): Blackwell. Tvedten H, Willard M. 2004. Small Animal Clinical Diagnosis by Laboratory Methods. Ed ke-4. St Louis (US): WB Saunders. Thamilselvan S, Khan SR. 1998. Oxalate and calcium oxalate crystals are injurious to renal epithelial cells: results of in vivo and in vitro studies. J Nephrology. 1: 66–69. Toelihere MR. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa Pr. Utama IH, Hutagalung EM, Laxmi IWPA, Erawan IGMK, Widyastuti SK, Setiasih LE, Berata K. 2011. Urinalisis menggunakan dua jenis dipstick (batang celup) pada Sapi Bali. J Veteriner. 12(1): 107-112.
15
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang, sebuah kabupaten pesisir di Jawa Tengah, oleh pasangan Sri Wardoyo dan Wahyuni pada tanggal 31 Mei 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal dimulai dari TK Tunas Bangsa pada tahun ajaran 19961998 dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Karas I pada tahun ajaran 1998-2004. Penulis mengikuti pendidikan tingkat lanjut di SMP N 1 Sedan pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus SMP penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Rembang yang ditempuh selama 3 tahun. Pada tahun 2010 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan baik di dalam atau di luar kampus. Peran serta dalam organisasi yang pernah diikuti diantaranya sebagai wakil ketua organisasi mahasiswa daerah HKRB (Himpunan Keluarga Rembang di Bogor) tahun 2010-2011, wakil ketua himpunan minat dan profesi Ruminansia FKH-IPB 2012-2013, ketua bina desa BEM FKH-IPB Kabinet Veternity 2011-2012, dan anggota UKM Bola Volly IPB. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang bersifat event organizer, antara lain dalam kegiatan seminar nasional himpro Ruminansia “Milk Day: Smart and Healthy with Milk” sebagai wakil ketua, studium generale himpro Ruminansia ”Peluang dan Tantangan Swasembada Daging 2014 serta Peran Mahasiswa dalam Perwujudannya” sebagai ketua divisi publikasi, dekorasi, dan dokumentasi, Posisi ketua divisi publikasi, dekorasi, dan dokumentasi (PDD) juga pernah dijabat penulis dalam acara Vet-leadership 2011-2013. Selain kegiatan yang bersifat event organizer, penulis juga pernah berpartisipasi dalam pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban, instruktur pembekalan kegiatan bina desa, dan sebagai Asisten Luar Biasa praktikum Histologi FKH IPB. Prestasi yang pernah diraih penulis diantaranya Peringkat II Mahasiswa Berprestasi FKH IPB 2014, Juara II Lomba Poster Ilmiah Pimvetnas (Pekan ilmiah mahasiswa veteriner nasional) 2013, Juara I Futsal Java Cup tingkat IPB 2010-2011, dan Juara III Bola Volly Olimpiade Mahasiswa IPB 2010-2011.