TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM
KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF
OLEH: JUANDA NIM : 020401052
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MEDAN 2008
TUGAS SARJANA
PROSES PEMOTONGAN LOGAM
KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF
OLEH: JUANDA NIM : 020401052
Disetujui oleh: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng NIP. 132 126 843 Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MEDAN 2008
TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM
KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF
OLEH: JUANDA NIM : 020401052
Telah diseminarkan dan disetujui pada seminar Tugas Sarjana Periode ke-507, kamis 10 April 2008
Dosen Pembanding I,
Dosen Pembanding II,
Ir. Tugiman, MT NIP: 131 459 557
Ir. Alfian Hamsi, MSc NIP: 131 654 258
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN
AGENDA DITERIMA TGL PARAF
:772 / TS / 2007 : 19 / 09 / 2007 :
TUGAS SARJANA NAMA
: JUANDA
NIM
: 020401052
MATA PELAJARAN
: PROSES PEMOTONGAN LOGAM
SPESIFIKASI
:
: Pilihlah dua jenis bahan otomotif (ferro metal dan non ferro metal)sebagai
benda
kerja
pada
pembubutan
kering
menggunakan pahat karbida berlapis. Kondisi pemotongan ditentukan sesuai kemampuan mesin perkakas yang digunakan. Gunakan jenis karbida berlapis komersial yang mudah diperoleh untuk bahan tersebut. Lakukan observasi karakteristik aus pahat yng mencakup jenis dan mekanismenya.
DIBERIKAN TANGGAL : 18 / 06 / 2007 SELESAI TANGGAL : / / 2008
KETUA JURUSAN TEKNIK MESIN,
Dr. Ing. Ir. IKHWANSYAH ISRANURI NIP.131654258
MEDAN, Maret 2008 DOSEN PEMBIMBING,
Dr.Ir. ARMANSYAHGINTING,M.Eng NIP.13212684
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Alhamdullillah, puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program studi S-1 di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penulis memilih Tugas Akhir ini dalam bidang Pemotongan Logam dengan judul “KARAKTERISTIK AUS PAHAT KARBIDA BERLAPIS PADA PROSES PEMBUBUTAN KERING BAHAN OTOMOTIF ”. Pada kesempatan yang baik ini juga, penulis ingin mengucapkan terimakasih kapada : 1. Orang tua saya, Bapak dan Ibu saya tercinta dan juga buat Adik-adikku yang telah banyak memberikan perhatian, doa dan dukungan baik moril maupun materil. 2. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dosen pembimbing tugas sarjana ini, yang telah banyak membantu sumbangan pikiran dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan untuk penulisan tugas sarjana ini. 3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, S.T, M.T, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di Universitas Sumatera Utara. 6. M.Irfandi, Prayitno G Taruna, Yuki febrian, M Hanafi, Zaldiasyah, Supriadi, Yudi, Noval, Bang Salman selaku teman-teman diskusi dalam penelitian ini terima kasih atas semua bantuannya. 7. Kepada senior dan teman-teman penulis yang telah banyak membantu penulis dalam kuliah. Semoga Allah SWT membalas perbuatan baik yang telah mereka lakukan. Akhir kata, syukur pada Allah SWT dan semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Medan, 19 Maret 2008 Penulis
( JUANDA ) NIM : 020401052
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR NOTASI
ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan Penelitian
3
1.3 Batasan Masalah
3
1.4 Manfaat Penelitian
4
1.5 Sistematika Penulisan
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Pemesinan Kering (Dry Machining)
6
2.1.1 Pengertian Pemesinan Kering
6
2.1.2 Perkembangan Pemesinan Kering
6
2.2 Bahan Pahat
9 2.3 Bahan
Benda Kerja 16 2.4 Aus Pahat dan Mekanismenya 2.4.1 Aus Pahat
31 31
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
2.4.2 Mekanisme Keausan dan Kerusakan Pahat
37
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
47
3.1 Bahan dan Alat
47
3.1.1 Bahan
47
3.1.2 Pahat Potong
48
3.1.3 Pemegang pahat (tool holder)
49
3.1.4 Peralatan.
51
3.2 Prosedur Penelitian 54 BAB 4 HASIL PENGUJIAN PEMESINAN
52
BAB 5 PEMBAHAS
67
5.1 Karakteristik aus pahat karbida berlapis
67
5.2 Mekanisme aus pahat
73
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
77
6.1 Kesimpulan
77
6.2 Saran
78
DAFTAR PUSTAKA
79
LAMPIRAN
86
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbandingan kecepatan potong untuk Al dan logam lain
17
Tabel 3.1. Sifat-sifat mekanis Baja Karbon AISI 1045
46
Tabel 3.2. Komposisi kimia Baja Karbon AISI 1045
46
Tabel 3.3. Sifat mekanik material benda kerja
47
Tabel 3.4. komposisi kimia Paduan Aluminum 6061
47
Tabel 3.5. Geometri Pahat Karbida
48
Tabel 3.6. Komposisi kimia dan sifat mekanis pahat karbida
48
Tabel 3.7. Geometri pemegang pahat tipe N 49 Tabel 3.8. Ukuran Pemegang Pahat
50
Tabel 3.9 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co
51
Tabel 3.10. Kondisi pemotongan Baja Karbon AISI 1045
53
Tabel 3.11. Kondisi pemotongan Paduan Aluminium 6061 53 Tabel 5.1. Karakteristik aus pahat karbida berlapis
67
Tabel 5.2. Jenis-jenis mekanisme penyebab aus pahat
73
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram kesetimbangan besi dan carbon untuk carbon sampai dengan 5% C Gambar 2.2. kurva kegagalan ideal untuk logam ferrous dan non-ferrous
22 23
Gambar 2.3. Variasi sifat mekanis pada batangan baja karbon d= 1 inch, sebagai fungsi kandungan karbon
24
Gambar 2.4. kurva kekuatan tarik dan kekerasan sebagai fungsi dari tebal cetakan pada berbagai Besi Tuang
27
Gambar 2.5. Hubungan tegangan-regangan pada besi tuang
28
Gambar 2.6. Aus Tepi (Flank Wear)
32
Gambar 2.7. Deformasi Plastis (Plastic Deformation)
32
Gambar 2.8. Aus Kawah (Crater Wear)
33
Gambar 2.9. Flaking paper
34
Gambar 2.10. Penyerpihan (Chipping)
34
Gambar 2.11. Built Up Edge
35
Gambar 2.12. Keausan karena gesekan pada daerah dimana geram panjang berkesinambungan mempunyai kesempatan untuk bergesekan dengan permukaan bidang geram pahat karbida.
38
Gambar 2.13. Daerah penempelan material benda kerja pada bidang geram pahat (BC) dan bidang mayor pahat (BG) dan daerah kontak antara geram dan bidang geram pahat Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
(CD, terjadi gerakan relative yang berupa gesekan).
38
Gambar 2.14. Penumpukan metal pada mata potong pahat (BUE) dalam proses pemesinan baja. Foto metalografik specimen yang diambil dari benda kerja pada lokasi bekas pemotongan.
39
Gambar 2.15. Dengan bertambahnya kecepatan potong maka BUE akan lenyap dan diganti dengan daerah aliran.
40
Gambar 2.16. Deformasi plastik yang dialami pahat Gambar 2.17.
43
a. Retak pada mata potong pahat freis karbida setelah digunakan untuk memotong baja. b. Retak yang diakibatkan oleh perbedaan koefisien pemuaian antara BUE (baja) dengan pahat karbida. 45
Gambar 3.1. Gambar Baja Karbon AISI 1045
46
Gambar 3.2. Gambar Paduan Aluminum 6061
47
Gambar 3.3. Mata Pahat Karbida dan Lapisannya
48
Gambar 3.4. Pemegang Pahat (Tool Holder)
49
Gambar 3.5. Sistem Kelem Pemegang Pahat Tipe N
49
Gambar 3.6. Ukuran Pemegang Pahat
50
Gambar 3.7. Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co.
50
Gambar 3.8. Bagian–bagian Mesin Bubut
51
Gambar 3.9. Centering
52 Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
Gambar 3.10. Jangka Sorong
52 Gambar 3.11. Mikroskop VB
52 Gambar 4.1. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan V = 238.6 m/min, a = 2.0 mm, f = 0.24 mm/rev
57
Gambar 4.2. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan V = 193.9 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev. (CD = Coating Delimination/Pengelupasan Salutan)
58
Gambar 4.3. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi Pemotongan V = 163.28 m/min, a = 2.0 mm, f = 0.17 mm/rev
59
Gambar 4.4. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi Pemotongan V = 132.665 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev (CD = Coating Delimination/Pengelupasan Salutan)
60
Gambar 4.5. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan V = 565.2 m/min, a = 2.00 mm, f = 0.24 mm/rev
61
Gambar 4.6. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan V = 364.3 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev
62
Gambar 4.7. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan V = 381.51m/min, a = 2.00 mm, f = 0.24 mm/rev.
63
Gambar 4.8. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
V = 245.8 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev
64
Gambar 5.1. Bentuk aus tepi takik(notch) 69 Gambar 5.2 Skema mekanisme pengelupasan lapisan (Coating Delamination) 71
DAFTAR NOTASI
Lambang
Besaran
Satuan
a
: Kedalaman potong (depth of cut)
mm
Aγ
: Bidang pada pahat dimana geram mengalir (face)
mm2
b
: Lebar pemotongan (width of cut)
mm
d
: Diameter rata-rata
mm
dm
: Diameter akhir
mm
do
: Diameter awal
mm
E
: Modulus elastisitas (modulus of elasticity)
GPa
f
: Asutan
G
: Modulus elastisitas geser (shear modulus)
mm/rev
GPa
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
K
: Konduktivitas Panas
W/m.K n
: Putaran poros utama
rpm
rc
: Radius ujung pahat
mm
v
: Kecepatan potong (cutting speed)
m/min
VB
: Panjang keausan tepi
mm
λs
: Sudut miring
( o) σu
: Tegangan batas (Ultimate tensile strength) MPa
σy
: Tegangan luluh (Tensile yield strength) MPa
µ
: Poisson’s ratio
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Ada berbagai hal yang dapat dialami oleh pahat pada proses pemotongan dan satu diantaranya adalah aus. Aus terjadi karena adanya perubahan energi mekanik pemotongan menjadi energi panas. Perubahan energi tersebut terjadi akibat gesekan antara pahat dan benda kerja, benda kerja dan geram,serta proses perusakan molekuler (ikatan atom) pada bahan bidang geser (Shear Plane) (Rochim 1993). Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan dan kerusakan pahat, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya aus pahat diantaranya adalah proses kimiawi, oksidasi, adhesi dan beberapa proses lainnya. Faktor ini sangat berpengaruh dan hal ini dipicu oleh beban mekanik atau termal sehingga terjadi aus tepi (Flank Wear), aus kawah (Crater Wear) maupun terjadinya penumpukan geram pada mata potong yang lazim disebut BUE (Built Up Edge). Panas yang dihasilkan dari proses pemotongan sebagian besar dibawa oleh geram dan sebagian merambat melalui pahat dan sisanya mengalir melalui benda kerja dan sekelilingnya. Panas yang dihasilkan dari proses pemotongan logam tersebut cukup besar pada luas bidang kontak relatif kecil, sehingga temperatur pahat pada bidang geram dan bidang geser utamanya akan sangat tinggi. Selain itu, dikarenakan tekanan yang diakibatkan gaya pemotongan serta temperatur yang tinggi maka permukaan aktif dari pahat akan mengalami beban tekanan pada suhu tinggi yang sangat berpotensi akan menyebabkan aus. Aus Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
tersebut tumbuh seiring dengan jalannya proses permesinan. Aus akan membesar dan memperlemah pahat. Pahat aus juga akan mempengaruhi gaya pemotongan maupun dapat berakhir dengan kerusakan yang fatal (Catastrophic Failure). Dari paparan di atas banyak terlahir ragam kegagalan atau kerusakan mata pahat, misalnya sebagaimana yang dilaporkan oleh Trent 1995 yaitu aus tepi (Flank Wear), aus kawah (Crater Wear), penumpukan geram (BUE) dan kerusakan katastropik. Maka dengan demikian dalam industri otomotif proses pemotongan logam banyak dilakukan, umumnya bahan-bahan yang digunakan berbasis Ferro dan Non Ferro (misalnya Baja karbon, Aluminium,Besi cor, Tembaga, Nikel dan lain-lain). (Molinary & Nouari 2003; Grzesik & Nieslony 2003) mengatakan bahwa penggunaan Baja karbon dan Aluminium pada proses pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi. Karena hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman menyatakan bahwa penggunaan cairan pemotongan mengeluarkan biaya (7-20) % dari biaya pahat total. Jumlah ini membuktikan bahwa penggunaan cairan pada kondisi pemotongan membutuhkan biaya dua sampai empat kali lebih besar dari
biaya
pahat potong. Graham (2000) juga melaporkan bahwa perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan pemotongan ke pemesinan kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja, besi cor dan aluminium (Strejith and Ngoi 2000). Lazimnya untuk pemotongan baja tersebut dilakukan dengan metode pemesinan basah. Namun, dewasa ini seiring dengan berlakunya undang-undang lingkungan hidup maka metode pemesinan basah tidak dianjurkan melainkan yang
banyak digunakan pada proses pemesinan sekarang ini adalah pemesinan kering Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
(Dry Machining) (Sreejith dan Ngoi 2000). Penelitian pada skripsi ini ditujukan untuk mempelajari karakteristik aus pahat karbida berlapis yang digunakan pada proses pembubutan kering bahan otomotif AISI 1045 dan Al 6061.
I.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik aus pahat yang dialami oleh pahat Karbida Berlapis (Coated Cemented Carbide) ketika digunakan untuk membubut bahan otomotif yaitu Baja Karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061 pada kondisi pemesinan kering (dry machining).
I.3. Batasan Masalah Adapun masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah aus yang dialami oleh pahat Karbida Berlapis (Coated Cemented Carbide) dengan menggunakan proses permesinan kering pada bahan baja karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061. a) Bahan yang digunakan adalah Baja Karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061 dengan alasan bahwa bahan tersebut merupakan salah satu bahan yang digunakan pada operasi pembubutan dalam industri otomotif. b) Pahat yang digunakan adalah pahat karbida berlapis (Coated Cemented Carbide) dengan alasan bahwa jenis pahat ini semakin berkembang dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai proses pemesinan (di negara maju, pemakaiannya sekitar 40 % dari seluruh jenis pahat karbida yang digunakan) dikarenakan tetap berfungsi dengan baik pada kecepatan potong atau temperatur kerja yang tinggi ( Rochim, 1993). Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
I.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui ragam karakteristik aus dan jenis kegagalan yang terjadi pada pahat Karbida Berlapis yang dilakukan dalam proses pemesinan kering. 2. Memberikan informasi karakteristik aus pahat karbida berlapis yang digunakan pada pembubutan kering Baja Karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061 kepada industri otomotif dan dunia akademik.
I.5. Sistematika penulisan Tugas sarjana ini disajikan dalam beberapa bab dengan tujuan untuk memudahkan pemaparan masalah dan membentuk alur pembahasan analisa yang mudah dipahami. BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, tujuan, manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan BAB II menjelaskan tinjauan pustaka yang akan memberikan informasi mengenai
lima elemen dasar permesinan, sifat dan ketermesinan dari bahan
Ferros dan Non Ferros, jenis material pahat, serta pemesinan kering dan perkembangannya. BAB III menjelaskan pengumpulan data, metodologi penelitian, peralatan dan bahan yang digunakan, proses pengerjaan yang dilakukan, serta faktor-faktor penting lainnya yang menunjang penelitian ini. BAB IV Menunjukkan hasil analisa data berupa gambar yang dilakukan penulis mengenai ragam kegagalan aus yang dialami pahat Karbida berlapis Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
dengan meggunakan benda kerja Baja karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061 pada proses pembubutan kering. BAB V Membuat penjelasan baik dalam bentuk tabel dan keterangan tentang mekanisme penyebab terjadinya ragam kegagalan yang terjadi pada pahat Karbida berlapis. BAB VI Merupakan kesimpulan dan saran dari semua uraian yang ada dalam tugas sarjana ini.
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemesinan Kering (Dry Machining) 2.1.1. Pengertian Pemesinan Kering Pemesinan kering atau dalam dunia Manufakturing dikenal dengan Green Machining (pemesinan hijau) merupakan suatu cara proses pemesinan atau pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan menggunakan partikel udara sebagai media pendingin selama proses pemesinan berlangsung untuk menghasilkan suatu produk yang diinginkan dengan maksud untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas serta ramah lingkungan. Mengingat persaingan dalam dunia industri manufaktur begitu ketatnya maka penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (Green Machining) terus dilakukan, karena dengan berkembangnya teknologi pemesinan hijau (Green Machining) maka dapat meningkatkan produktivitas suatu teknologi pemesinan khususnya pemotongan terhadap dunia industri. Tetapi walaupun demikian tekno1ogi yang ada sekarang ini juga mampu digunakan untuk proses pemesinan, yaitu dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses finishing.
2.1.2. Perkembangan Pemesinan Kering Saat sekarang ini pengembangan pemesinan kering (Dry machining) hangat dibicarakan di kalangan dunia teknologi pemesinan. Pemesinan kering Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
pada industri manufaktur sekarang ini masih sedikit sekali atau boleh dikatakan masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya undangundang lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk pemesinan kering, sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem yang lama yaitu pemesinan basah ( Molinary & Nouari 2003; Grzesik & Nieslony 2003 ). Ada empat faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik dibicarakan yaitu : 1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang sangat lama (Non Biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan. 2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi. Hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman biaya cairan pemotongan (7-20) % dari biaya pahat total . Jumlah ini adalah dua sampai empat kali lebih besar dari biaya pahat potong. 3. Teknik pemesinan kering adalah teknik pemesinan yang proses pemesinannya tidak menimbulkan limbah yang merusak lingkungan. .Material pahat yang cocok dipakai pada pemesinan kering adalah Karbida berlapis, Titanium nitrida, CBN, dan PCD. Material pahat tersebut mempunyai sifat sebagai material yang keras, mudah retak dan terkelupas serta lebih mudah patah. Hal ini disebabkan oleh tegangan termal karena tidak ada cairan pemotongan (Graham 2000; Che Haron 2001). Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
4. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan pengabutan udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering (Strejith & Ngoi 2000; Sokovic &Mijanovic 2001 ). Keuntungan utama dari cairan pemotongan adalah untuk mengurangi panas dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga bermanfaat untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan pemotongan tidak digunakan pada proses pemesinan maka kedua keuntungan di atas tidak diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan meningkat sehingga akan menimbulkan keausan pada pahat yang disebabkan difusi pahat. Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering beban kerja tinggi (beban termal) Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai material yang rapuh, pemotongan kering memberikan manfaat untuk menghindari tegangan termal yang umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir pada permukaan pahat potong (Che Haron 2001). Pahat potong dioptimalkan dengan pemilihan material pahat berlapis dan geometri pahat yang sesuai. Material yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan keausan tinggi adalah Karbida, Sermet, Keramik, CBN dan PCD. Tujuan penggunaan pemesinan kering ini adalah, untuk mencapai peningkatan kemampuan mesin dengan mengurangi koefisien gesekan dan panas selama proses pemotongan. Sekarang ini material yang berlapis telah ditemukan menjamin suksesnya pemesinan kering (Klocke and Eisenblatter 1997). Melaporkan bahwa pemesinan kering dapat dilakukan dengan hasil yang diharapkan pada besi cor, Baja karbon dan Baja coran. Graham (2000) juga melaporkan bahwa perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
pemotongan ke pemesinan kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja, besi cor dan aluminium (Strejith and Ngoi 2000) di dalam papernya berjudul pemesinan kering untuk masa yang akan datang. Graham 2000 ; Strejth dan Ngoi 2000 melaporkan bahwa pemesinan yang sukses untuk masa yang akan datang adalah pemesinan kering dengan menggunakan pahat potong Karbida berlapis, CBN, Sialon dan PCD. CBN dan PCD telah banyak digunakan untuk pemesinan kering kecepatan tinggi 1000 m/menit. Dalam kasus baja paduan, beberapa peneliti melaporkan bahwa Karbida berlapis, Seramik, CBN dan PCD sangat potensial digunakan (Che Haron et al, 2001, Grzesik & Nieslony 2003). Pemesinan kering meniadakan kebutuhan untuk pembuangan dan pembelian cairan pendingin, menghapus ditutupnya produksi pembersih pemesinan dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Pemesinan kering juga akan memberikan lebih bersih lingkungan benda kerja seperti tak adanya minyak yang melekat pada benda kerja. Selain itu, geram menjadi tak terkontaminasi. Keuntungan biaya dari pemesinan kering meliputi tanpa pendingin, tanpa pompa pendingin, tak ada pembelian filter dan tak ada penjualan pembersih geram (Bulloch, 2004). Berdasarkan paparan tentang perkembangan pemesinan kering diatas baik di Jerman maupun pada Industri otomotif didunia telah menggalakkan proses pemesinan kering ini khususnya pada proses pembuatan suku cadang otomotif. Hal ini menjadi pertimbangan bagi setiap industri otomotif untuk mengembangkan penggunaan bahan pada setiap suku cadang otomotif. Dengan demikian dunia otomotif mencoba mengembangkan penggunaan baja karbon dan Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
paduan aluminium yaitu dengan menggunakan Baja karbon AISI 1045 dan Paduan Aluminium 6061. Untuk jenis dari bahan Baja Karbon AISI 1045 yang diaplikasikan untuk bahan industri otomotif diantaranya dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1, 2.2 dan 2.3.
Gambar 2.1. Carbon Steel Ball
Gambar 2.2. Rumah Kopling
Gambar 2.3. Plat Penghubung 1. Carbon Steel Ball, biasanya digunakan untuk bantalan karena memiliki kadar kekerasan bahan sebesar HRC 60 min. 2. Rumah kopling dan
plat penghubung merupakan jenis suku cadang
kendaraan yang dibuat khusus dari bahan bahan AISI 1045. Hal ini disebabkan bahan tersebut memiliki ketahanan yang baik, low temper dan memiliki kadar kekerasan sebesar 137 - 180 BHN.
Dan untuk bahan Aluminium 6061 yang juga diaplikasikan untuk bahan otomotif dapat ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan 3.7.
Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
Gambar 2.4. Custom Motor Endcaps
Gambar 2.5. Custom filter unit
1. Custom Motor Endcaps digunakan sebagai penutup salah satu kutub poros pada rumah motor DC dan Custom filter unit ini pada umumnya digunakan sebagai alas dari pada filter bahan bakar pada mesin mobil Chevrolet Chevelle. Kedua bahan tersebut digunakan karena memiliki ketahanan yang baik dan mampu bentuk.
2.2.
Bahan Pahat Dalam suatu
pemesinan jenis pekerjaan permesinan yang tertentu
diperlukan pahat dari jenis material yang cocok. Keterbatasan kemampuan suatu jenis material pahat perlu diperhitungkan, berikut adalah pahat yang sering digunakan menurut urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai dengan yang paling keras sebagai berikut : 1. Baja karbon tinggi (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS) 2. HSS (High Speed Steels, Tool Steels) 3. Paduan Cor Nonfero (Cast Nonferous Alloys, Cast carbides) 4. Karbida (Cermeted Carbides, Harmetals) 5. Keramik (Ceramic) Juanda : Karakteristik Aus Pahat Karbida Berlapis Pada Proses Pembubutan Kering Bahan Otomotif, 2008. USU Repository © 2009
6. CBN (Cubic Boron Nitride) 7. Intan (Sintered Diamons & Natural Diamonds)
2.2.1. Baja Karbon Tinggi Baja dengan kandungan karbon yang sangat tinggi (0,7 %-1,4 % C) tanpa unsur lain atau dengan persentase unsur lain yang rendah (2 % Mn, W, Cr) panas yang tinggi (500-1000 HV) maka terjadi transformasi martensitik, tatapi pada suhu 250OC proses martensit ini menjadi lunak. Dengan demikian dapat disimpulkan baja karbon ini hanya bisa digunakan pada kecepatan potong rendah.
2.2.2. HSS (High Speed Steel) Pada tahun 1898 ditemukan jenis baja paduan tinggi dengan unsur paduan Krom (Cr) dan Tungsten / Wolfram (W). Mulai proses penuangan (Molten Metallurgy) kemudian diikuti pengerolan atau penempaan baja ini dibentuk menjadi batang, atau silinder. Pada kondisi lunak ( Annealed ) bahan tersebut dapat diproses secara pemesinan menjadi berbagai bentuk pahat potong. Setelah proses perlakuan panas dilaksanakan, kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi (sampai 3 kali kecepatan potong untuk pahat CTS yang dikenal pada saat itu sekitar 10 m/min, sehingga dinamakan dengan Baja kecepatan tinggi, HSS). Pahat ini apabila mengalami aus dapat diasah sehingga tajam kembali. Jenis pahat ini mempunyai Resistance dan Abrasive resistance yang tinggi. Komposisi HSS terdiri dari campuran : 1. Tungsten (T) atau Wolfram (W)
12
Tungsten atau Wolfram dapat membentuk karbida yaitu paduan yang sangat keras (Fe2 W2 C) yang menyebabkan kenaikan temperatur untuk proses Hardening dan Tempering. Dengan demikian Hot hardness dipertinggi. 2. Chromium (Cr) Menaikkan Hardenability dan Hot hardness. Chrom merupakan elemen pembentuk karbida,akan tetapi Cr menaikkan sesivitas terhadap overheating. 3. Vanadium (V) Menurunkan sensivitas terhadap Overheating serta menghaluskan besar butir. Vanadium juga merupakan elemen pembentuk karbida. 4. Molydenum (Mo) Memiliki efek yang sama seperti W akan tetapi lebih terasa (2 % Wdapat digantikan oleh 1 % Mo). Dengan menambah 0,4 % sampai 0,9 % Mo dalam HSS paduan utama W (W-HSS) dapat dihasilkan HSS yang mampu dikeraskan di udara (Air Hardening Properties ). Selain itu, MO-HSS lebih liat sehingga mampu menahan beban kejut. Kejelekannya adalah lebih sensitif terhadap Overheating (hangusnya ujung-ujung yang runcing) sewaktu dilakukan proses Heattreatment. 5. Cobalt (Co) Bukan elemen pembentuk karbida. Ditambahkan dalam HSS untuk menaikkan Hot hardness dan tahan keausan. Besar bitir menjadi lebih halus sehingga ujung-ujung yang runcing tetap terpelihara selama Heattreatment pada temperatur tinggi.
13
2.2.3. Paduan Cor Nonferros Sifat-sifat paduan cor nonferro adalah diantara HSS dan karbida (Cemented Carbide) dan digunakan dalam hal khusus diantara pilihan dimana karbida terlalu rapuh dan HSS mempunyai Hot hardness dari Wear resistance yang terlalu rendah. Jenis material ini dibentuk secara cor menjadi bentuk-bentuk yang tidak terlampau sulit misalnya sisipan (Tool bit) yang kemudian diasah menurut geometri yang dibutuhkan. Paduan nonferro terdiri dari 4 macam elemen utama serta sedikit tambahan beberapa elemen lain untuk memperbaiki sifat-sifatnya. Elemen utama adalah Cobalt sebagai pelarut bagi elemen lain. Elemen yang kedua yang terpenting adalah Cr (10 %-35 % berat) yang membentuk karbida. Elemen W (10 %-25 % berat) sebagai pembentuk karbida menaikkan kekerasan secara menyeluruh sedangkan elemen terakhir adalah karbon (1 % C membentuk jenis yang relatif lunak sedangkan 3 % C menghasilkan jenis yang keras serta tahan aus).
2.2.4. Bahan Pahat Karbida Jenis karbida yang disemen (Cemeted Carbides) merupakan bahan pahat yang dibuat dengan cara menyenter serbuk karbida (Nitrida, Oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan cara Carburizing masing masing bahan dasar serbuk Tungsten (Wolfram), Titanium, Tantalum dibuat menjadi Carbide yang kemudian digiling dan disaring. Campuran serbuk karbida tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan dengan memakai bahan pelumas kemudian dipanaskan sampai 1600 0C. Ada tiga jenis bahan utama pahat karbida yaitu:
14
1. Karbida Tungsten ( WC + Co ) yang merupakan jenis pahat karbida
untuk
memotong besi cor 2. Karbida Tungsten Paduan (WC .TiC +Co ;WC-TaC-TiC + Co ; WC –TaC+ Co ; WC-TiC-TiN+Co ; TiC + Ni,Mo) merupakan jenis pahat karbida yang digunakan untuk pemotongan baja 3. Karbida lapis (Coated Cemeted Carbides) merupakan jenis karbida Tungsten yang dilapis. (Rochim 1993) a. Karbida tungsten (WC + Co) Karbida tungsten murni merupakan jenis yang paling sederhana terdiri dari karbida tungsten (WC ) dan pengikat cobalt ( Co) Jenis yang cocok untuk pemesinan dimana mekanisme keausan pahat terutama disebabkan oleh proses abrasi seperti terjadi pada berbagai besi cor, apabila digunakan untuk baja akan terjadi keausan kawah yang berlebihan. Untuk pemesinan baja dipakai jenis karbida tungsten paduan ( Destefani 2002) b. Karbida
WC-TiC + Co
Pengaruh utama dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram untuk melekat pada muka pahat (BUE ;Buit Up Edge) serta menaikkan daya tahan terhadap keausan kawah ( Destefani 2002) c. Karbida WC- TaC- TiC +Co Penambahan
TaC
memperbaiki
efek
samping
TiC
yang
menurunkan Transverse Rupture Strength. Hot Hardness dan Compressive Strength dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan terhadap deformasi plastik (Rochim 1993)
15
d. Karbida WC –TaC +Co Pengaruh TaC adalah hampir serupa dengan pengaruh TiC, akan tetapi Tac lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis ini lebih tahan terhadap Thermal shock cocok untuk pembuatan alur. ( Destefani 2002) e. Karbida Titanium Pahat karbida titanium terbuat dari bahan TiC +Ni + Mo , Nikel dan Molybdenum berfungsi sebagai bahan pengikat menggantikan Cobalt. kekerasannya sangat tinggi sekitar 93.5 Ra. Jenis ini mengisi kekosongan antara tingkatan WC-Tools dengan keramik. TiC hanya dipakai dalam operasi penghalusan (Finishing) kecepatan potong tinggi dan kedalaman potong rendah. (Rochim 1993 ) f. Karbida Lapis Coated Cemented Carbide
jenis karbida lapis yang sedang
berkembang dan banyak digunakan dalam berbagai jenis permesinan, pemakainya sekitar 40 % dari seluruh jenis pahat karbida yang digunakan. Material dasarnya adalah karbida tungsten (WC + Co) yang dilapis dengan bahan keramik (Karbida, Nitrida dan Oksida) yang keras tahan terhadap temperatur tinggi ( Destefani 2002 ). Jenis pahat karbida yang keras dengan persentase Co yang kecil dengan Hot Hardness tinggi dapat digunakan untuk kecepatan potong yang tinggi, akan tetapi jenis ini relatif rapuh, sehingga dianjurkan untuk pemesinan yang tanpa beban kejut. Jenis karbida dengan persentase Co yang besar dapat digunakan untuk pengasaran atau proses beban kejut yang besar. Jenis ini dianjurkan dipakai pada kecepatan potong yang sedang.
16
2.2.5. Keramik (Ceramic) Keramik memiliki karakteristik yang lain dari pada metal atau polimer (plastik, karet) karena perbedaan ikatan atom-atomnya.ikatannya dapat berupa kovalen, ionik, gabungan kovalen dan ionik dan sekunder. Karena elektron cenderung mengumpul di sekitar inti atom maka derajat kekuatan ikatnya hampir serupa dengan ikatan kovalen meskipun sesungguhnya termasuk jenis ikatan ionik. Jika keramik dibuat secara berlapis maka antara lapisan tersebut terjadi ikatan sekunder yang kekuatan ikatannya dipengaruhi oleh adanya molekul, gas, atau cairan lain. Keramik dapat bekerja pada kecepatan yang tinggi, Karena titik lelehnya berkisar antara (3500-7000 0F).
2.2.6 CBN (Cubic Boron Nitride) CBN termasuk jenis keramik. Diperkenalkan oleh GE (USA, 1957, Borazon). Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar,m 1500 0C) sehingga serbuk graphit putih Nitrida Boron dengan struktur heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Hot hardness CBN ini sangat tinggi dibandingkan dengan jenis pahat yang lain. CBN dapat digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan dikeraskan, besi cor, HSS maupun karbida semen. Afinitas terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai dengan temperatur pemotongan 1300 0C. Pahat ini masih sedikit digunakan karena harganya yang mahal dan pemakaiannya masih terbatas.
17
2.2.7. Intan (Diamond) Sintered Diamond (GE, 1955) merupakan hasil proses sintering serbuk intan tiruan dengan bahan pengikat Co (5%-10%). Hot hardness serbuk tinggi dan tahan terhadap deformasi plastik. Sifat ini ditentukan oleh besar butir intan serta persentase dan komposisi material pengikat. Karena intan pada temperatur tinggi akan berubah menjadi graphit dan mudah terdifusi dengan atom besi, maka pahat intan tidak bisa digunakan untuk memotong bahan yang mengandung besi (ferros). Cocok bagi ”Ultra High Precision and Mirror Cutting” bagi benda kerja nonferros (Al Alloys, Cu Alloys, Plastics, Rubber).
2.3.
Bahan Benda Kerja
2.3.1.
Non
Ferrous Metal Paduan non-ferrous metal sering digunakan karena sifat tekniknya, diantaranya tahan korosi, ketermesinan yang baik, bobot yang ringan, elektrik atau konduktivitas thermal yang tinggi, kemampuan menyerap energi, rasio kekuatan yang baik. 1. Aluminium Karakteristik Al yang banyak dipertimbangkan para designer, yaitu sifat-sifat yang hampir dimiliki oleh logam Non-Ferrous, yaitu : a. Ketika rasio berat-kekuatan sangat penting (massa jenis spesifiknya = 2,7 kg/m3) b. Ketermesinan yang bagus c. Ketahanan dari serangan, korosi dan zat kimia
18
d. Ketahanan elektrik yang rendah e. Ketika sifat non-toksin, non-magnetik, tidak meledak (berapi dibutuhkan) Untuk Al dengan kemurnian yang tinggi, yang bersifat halus dan ulet, maka memiliki tegangan tarik sekitar 13.000 lb/inch. Walaupun ini diperkirakan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat dengan pengerjaan dingin, tetapi ketangguhan akhir masih belum cukup tinggi, dan Al tidak dapat dilaku panas. Ketangguhan yang lebih besar dapat dicapai dengan pertambahan elemen lain dan menghasilkan paduan, yang nantinya dikenakan laku panas. Dalam pemesinannya, Al adalah logam termurah dalam pengerjaannya. Table perbandingan kecepatan potong relatif untuk Al dan berbagai metal lainnya ditunjukkan pada tabel 2.1 : Tabel 2.1. Perbandingan kecepatan potong untuk Al dan logam lain Material
Kecepatan Potong Relatif (Drilling dan Turning) Aluminum Alloy 0.5-1.0 Baja, paduan ( < 0.3 %) 0.25-0.35 Kuningan atau perunggu 0.6-1.0 Magnesium dan Alloynya 0.9-1.3 Sumber : Rochim (1993)
2. Magnesium Magnesium dengan gravitasi spesifik hanya 1,74 kg/m3 adalah logam teringan yang mampu stabil pada kondisi aslinya. Artinya, 64 % dari beratnya adalah Al dan 23 % sisanya adalah besi, seperti logam murni lainnya. Magnesium juga harus dipadukan untuk mendapatkan kekuatan dan kegunaan yang maksimal. Beberapa sifat unggul magnesium, antara lain :
19
a. Logam teringa (C = 1,74) b. Ketermesinan yang tinggi c. Dapat digabungkan dengan gas busur dan tahan las listrik d. Dapat dicor dengan pasir, cetakan pasir dan die casting e. Stabil pada kondisi atm dan ketahanan terhadap serangan alkali dan minyak f. Non-magnetik Magnesium lebih mahal dari Al. Kekuatan tariknya rendah dan untuk menaikkannya dapat melalui laku panas karakteristik lainnya, yaitu konduktivitas elektriknya sekitar 30% dari copper murni dan 60% dari Al murni. Paduan magnesium biasanya dapat dimesinkan pada kecepatan yang sangat tinggi. Tetapi pemotongan logam dapat menimbulkan resiko jika kotoran pemotongan bertaburan, sehingga sangat dianjurkan untuk pemesinan basah. Magnesium mempunyai ketermesinan yang tinggi, walaupun mempunyai struktur heksagonal tertutup karena temperatur zona pemotongan di atas temperatur rekristalisasi. 3. Copper dan paduannya Copper memiliki struktur kristal center kubik, dengan gravitasi spesifik 8,91 (0,34 lb/inch3) dan titik lebur 1083 0 C. Logam ini sangat lunak dan ulet. Konduktivitas panasnya di atas emas dan perak, dan konduktivitas listriknya, yaitu kedua dari perak (94 % dari perak) mempunyai ketahanan korosi dengan paduan atau pengerjaan dingin. Copper sangat lembut dan lunak dengan kekuatan tarik 19.000 lb/inch2. Copper sangat mudah dicor karena dapat menyerap oksigen
20
membentuk oksida. Copper dapat dipadukan dengan banyak komponen, di antaranya Zink, Tin, Iron, Silver, Phosphor, Silicon, dan Arsenic. 4. Brass Brass adalah copper yang dipadukan dengan zink, yang lebih kuat daripada 2 komponen penyusunannya. Brass memiliki struktur Crystal Face Centre Cubic. Sifat dari brass, diantaranya : a. Keuletan yang tinggi b. Biaya perawatan die yang rendah c. Kemampuan paduan yang baik untuk mendapatkan sifat yang diinginkan d. Ketermesinan yang tinggi. 5. Bronze Paduan copper dengan zink/nikel yang dikenal sebagai Mo Bronze. Elemen paduan utama adalah TiN dan yang lain : Si, Al, Mn, P, dan Ni. Sama halnya dengan Brass, kekerasan didapat dengan pengerjaan dingin. Paduan yang paling sering digunakan adalah Berrilium Bronze, Al Bronze, Phosfor Bronze, dan Si Bronze. Berrilium Bronze adalah paduan copper dan Be yang sering digunakan pada Perang dunia II. Karakteristik sifat bronze, diantaranya : a. Tidak berapi b. Konduktor listrik yang baik (45% saat dikeraskan) dengan kekuatan 100.000190.000 lb/inch2 c. Modulus elastisitas 19.000.000 lb/inch2 d. Dengan ketahan korosi terbaik
21
6. Nikel dan paduannya Kegunaan utama nikel adalah sebagai paduan antara baja dan logam nonferrous (ada lebih dari 3000 paduan aktif dari nikel). Nikel juga tahan korosi, mayoritas berupa asam, non-oksida (kecuali asam nitrit). Titik lebur 2646 0F dan gravitasi spesifik 8,84. Ni mempunyai massa jenis yang sama dengan Copper tapi lebih mahal 3 kali lipat dari Copper. Contoh paduan dengan kadar nikel tertinggi adalah Dura Nikel yang mencapai 93.7 % Ni; 4.4 % Al; 0.5 % Si; 0.35 % Fe; 0.3 % Mn; 0.17 % C dan 0.05 % Copper. Ketika dikeraskan, Dura Nikel memiliki kekuatan tarik 145.000 lb/inch2 dengan elongasi 66 % dan 375 BHN. Karena mempunyai ketahanan kegagalan yang tinggi dan tahan panas sampai dengan 550 0
F, maka Dura Nikel sering digunakan sebagai pegas. 7. Molybdenum (Mo) Mo mempunyai sifat yang tidak biasa, sehingga membuatnya banyak
digunakan pada paduan baja. Besi cor dan paduan temperatur tinggi Molibdenum mempunyai gravitasi spesifik 0.2 dan titik lebur 4750 0F. Mo yang dirol mempunyai tegangan tarik sekitar 25.000 lb/inch2 dan 170 BHN. Konduktivitas listrik sekitar 34 % dari copper. Mo yang murni (99.95 % Mo) digunakan sebagai elemen pemanas pada tungku listrik, bagian dari mesin jet, dan misil. Mo banyak dijual dalam bentuk : Mo oksida; Mo sulfite. 8. Cobalt Pertama kali Co diperkenalkan sebagai paduan pada baja perkakas karena dari sifat penambah kekerasan, untuk memotong paduan. Mata potong Cobalt adalah pahat HSS superior. Kemudian Co digunakan sebagai pengikat pada Karbida berlapis dan memperbaiki keuletan pada karbida.
22
Cobalt memiliki gravitasi spesifik 8.76, titik lebur 2719 0 F, 86 BHN, konduktivitas listriknya 16% dari copper. Tegangan tarik Cobalt cor dengan 0.25 % C adalah sekitar 65.000 lb/inch2. Paduan yang terkenal yaitu invar (54 % Co) dan (36 % Ni) mempunyai koefesien ekspansi termal nol untuk semua range temperatur, membuatnya digunakan sebagai material pada desain mekanisme Kontrol. 9. Titanium Digolongkan sebagai metal ringan (0.16 % lb/inch2) dengan bobot 60 % lebih berat dari Al, tapi 55 % lebih ringan dari berat paduan Baja. Sifat mekanik dari Titanium, diantaranya : a. Kekerasan 86-95 HRC b. σ
ijin
= 80.000 lb/inch2 (ultimate strength)
c. yield strength = 70.000 lb/inch ; elongation = 20% d. Sp h1 = 0.113 btu/lb.0F e. Konduktivitas termal 105 btu/ft3h.inch f. Koefesien ekspansi = 5.10-6/ 0F g. Tegangan gagal 750 0F = 35.000 lb/inch2 untuk 2000 jam. Pada umumnya T1 tidak dianjurkan untuk laku panas tapi dengan pengerjaan dingin untuk mendapat karakteristik yang lebih baik.
2.3.2.
Ferrous
Metal Pada umumnya dapat dibagi ke dalam besi cor yang terdiri dari kandungan karbon yang relatif tinggi dan Baja yang biasanya dengan 1 % C atau kurang.
23
Yang kemudian dapat dibagi atas Baja karbon dengan kandungan karbon rendah, menengah dan tinggi, paduan baja rendah dan tinggi, dan baja perkakas. Hubungan besi dan karbon dapat dilihat pada diagram kesetimbangan besi dan Karbon pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Diagram kesetimbangan besi dan karbon untuk karbon sampai dengan 5% C Diagram di atas menunjukkan bahwa variasi temperatur transformasi dengan penambahan karbon dengan fase yang stabil, dan juga menunjukkan bahwa ketika karbon ditambahkan pada besi, fase ketiga mungkin stabil di bawah kondisi sebenarnya yang disebut fase besi-karbon (Fe3C). 1. Baja (Steel) Beberapa sifat baja, diantaranya :
24
a. Modulus elastisitasnya 28.106 – 30.106 lb/inch2 b. Kekerasan dipengaruhi kandungan carbon bukan paduan c. Ketangguhan baja untuk kekerasan yang seragam dalam volumenya bergantung pada jumlah dan jenis paduan Baja adalah logam yang memiliki batas pertahanan. Kegagalan material biasanya disebabkan pembebanan yang berulang, tegangan untuk material dapat bertahan di bawah pembebanan konstan jauh di bawah pembebanan statik. Perbandingan kegagalan pada logam ferrous dan non-ferrous dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. kurva kegagalan ideal untuk logam ferrous dan non-ferrous
Untuk ferrous metal di bawah, di mana kegagalan tegangan terjadi hampir mencapai 101 - 107 siklus. Untuk non-ferrous, batas kegagalan tidak tercapai melebihi 108 siklus. 2. Baja Karbon (Carbon Steel)
25
Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn, Si, P, S, dan elemen sisanya berupa O2H2 dan N. Dan dengan pengerjaan akhir, pengerolan, penempaan dan perlakuan panas. Pengaruh kadar karbon terhadap sifat mekanisnya dapat dilihat pada diagram Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Variasi sifat mekanis pada batangan baja karbon d= 1 inch, sebagai fungsi kandungan karbon Carbon steel biasa dalam fase perilitic, dalam kondisi penuangan, pengerolan, dan penempaan. Dalam kondisi hypo eutectoid adalah ferrit dan pearlit. Dan hypo eutectoid adalah cementit dan pearlit. 3. Baja Paduan
26
Baja paduan adalah paduan dari besi dan Karbon yang berisi elemen paduan satu atau lebih, yaitu 1.65 % Mn; 0.6 % Si; 0.6 % Cu; atau paduan spesifik yang mencapai 3.99 % Al, B, dan lain-lain. Baja paduan dapat menghasilkan kekuatan, kegetasan, dan keuletan yang lebih baik dari baja karbon. Baja paduan sesuai untuk tegangan tinggi dan beban kejut. Pengaruh paduan elemen pada baja paduan adalah sebagai berikut : Ni
: menghasilkan keuletan, tahan korosi, dan kekerasan yang lain
Cr
: tahan korosi, keuletan, dan kemampuan pengerasan
SiO2 : menghasilkan ketahanan, oksida temperatur tinggi, menaikkan temperatur kristis. Mo
: menghasilkan kemampukerasan, meningkatkan tegangan tarik dan
menambah kekuatan pada temperatur tinggi VaO2 : menghasilkan struktur butir ideal (sama dengan AlO2) Cu
: ketahanan korosi dan agak kekuatan
B
: meningkatkan kekerasan. 4. Baja Perkakas Baja perkakas sama seperti baja paduan karbon tinggi, denga sifat tahan
aus dan kejut, keras, tangguh dan ulet yang didapat dari perlakuan panas, dan fabrifikasi. Baja perkakas biasanya dikombinasikan dengan besi dari satu atau lebih elemen berikut :0.8-1.3% C; 0.2-1.6% Mn; 0.5-2.0% Si; 0.25-1.4% Cr; 1.52.0% T; 0.15-3.0% Vn; 0.8-5.0% Mo; dan 0.75-1.2% Co. Kekerasan dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan, dari di atas temperatur kritis ke temperature transformasi kebutuhan (sekitar 1160 0F).
27
5. Baja Tahan Karat (Stainless Steel) Sifat terpenting adalah ketahan korosi, yang berhubungan dengan lapisan tipis CrO2 yang terbentuk di atas permukaan. Lapisan tersebut hanya tahan terhadap oksidasi seperti asam nitrit, tapi tidak pada penyerongan bahan, seperti asam hidrochloris, dan banyak garam halogen. Pemanasan dan pendinginan yang berulang-ulang dan diikuti dengan ekspansi dan konstruksi akan menyebabkan hancurnya lapisan oksida. Sebagian besar stainless steel menunjukkan kekuatan singkat yang baik pada 1500 0F dan sebagian lagi pada (900-950 0F) panas mengkonduksi sifat Stainless steel jadi berkurang, maka Cu ditambahkan untuk mendistribusikan panas. 6. Besi cor Ada lima jenis besi cor, diantaranya besi cor kelabu. Besi cor ulet, lunak, paduan tinggi dan putih. Dan yang paling terkenal besi cor kelabu dan ulet. Variasi jenis di atas ditentukan kandungan karbon. Sifat mekanis besi cor, yaitu : 1. Kekuatan tarik, yang dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan dalam cetakan. Hubungan kekuatan tarik dan kekerasan ditujukan pada Gambar 2.9.
28
Gambar 2.9. kurva kekuatan tarik dan kekerasan sebagai fungsi dari tebal cetakan pada berbagai Besi cor 2. Kekuatan tekan, kekuatan tekan besi cor kelabu biasanya 3-5 kali kekuatan tariknya dan tegangan gesernya sama dengan tegangan tariknya. 3. Modulus Elastisitasnya, dalam menentukan modulus elastisitas dari besi cor kelabu biasanya digunakan slope dari kurva defleksi pembebanan, pada 25 % tegangan tarik dianjurkan memilih besi cor dengan modulus elastisitas yang rendah pada aplikasi yang membutuhkan ketahanan kenaikan temperatur yang tiba-tiba. Berikut kurva defleksi pembebanan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Hubungan tegangan-regangan pada besi cor
4. Keuletan, besi cor punya keuletan yang rendah. Besi cor kelabu akan memberikan elongation dari 0.2-2.0 %. Ketika besi kekuatan tinggi
29
dilaku panas menunjukkan elongation kurang dari 0.2 %. Besi cor kelabu jauh lebih rapuh dari baja dan mempunyai ketahanan kejut yang rendah.
2.3.3.
Paduan
Aluminum Aluminium mempunyai sifat tahan karat yang baik selain itu juga sebagai penghantar listrik yang baik dan mudah ditempa. Pada umumnya, aluminium digunakan sebagai paduan dari logam murni karena bersifat lunak, yaitu 20 BHN (Kalpakjian, 1995). Unsur-unsur lain ditambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat Aluminium. Pengaruh dari elemen paduan akan menentukan karakteristik Al sebagai berikut : 1. Seri 1000 Dengan 99 % Al atau lebih tinggi banyak digunakan pada batang kelistrikan dan kimia. Sifatnya yaitu tahan korosi, termal yang tinggi, konduktivitas elektrik, sifat mekanik yang rendah dan ketermesinan yang baik. 2. Seri 2000 Elemen paduan utamanya tembaga 4.5 % yang memiliki sifat mekanis dan ketermesinan yang baik tapi mampu cor yang buruk. Paduan ini butuh laku panas untuk dapat sifat yang optimum. Paduan ini memiliki ketahanan korosi yang paling buruk di antara paduan seri lainnya. Paduan yang terkenal adalah 2024 yang digunakan pada industri penambangan. 3. Seri 3000
30
Mn elemen utama paduan yang biasanya tak dilaku panas. Tetapi dengan penambahan Mn sampai optimal (15 %) untuk mendapatkan sifat ketermesinan yang baik. Contoh seri 3003. 4. Seri 4000 Elemen utama dalam paduannya adalah Si yang dapat menurunkan titik lebur tanpa menyebabkan kegetasan. Sebagai contoh, AL-Si digunakan sebagai elektroda las dan paduan Brazing. Paduan ini biasanya tak dilaku panas. 5. Seri 5000 Mg adalah elemen paduan terbaik untuk Al. Mg dianggap lebih efektif dari Mn. Sebagai pengeras (0.8 % Mg = 1.25 % Mn). Paduan ini memiliki sifat mampu las dan ketahanan korosi yang baik. Penambahan kandungan Mg lebih banyak 3.5 % akan menaikkan temperatur operasi samapai 150 0
F.
6. Seri 6000 Paduan ini dari Mg dan Si yang membentuk MgSi sehingga mampu mengalami laku panas. Paduan yang terkenal adalah 6061, paduan yang paling mampu dilaku panas walaupun kurang kuat dibanding seri 2000 atau 4000. paduan ini memiliki mampu bentuk dan ketahanan yang baik dengan kekuatan menengah. 7. Seri 7000 Zinc adalah paduan utama dan ketika dicampur dengan persentase Mg yang kecil menghasilkan paduan yang mampu laku panas dengan kekuatan yang sangat tinggi, paduan yang terkenal yaitu 7075, yaitu paduan dengan kekuatan yang sangat tinggi.
31
2.4.
Aus Pahat dan Mekanismenya.
2.4.1. Aus Pahat Dalam prakteknya umur pahat tidak hanya dipengaruhi oleh geometri pahat saja melainkan juga oleh semua faktor yang berkaitan dengan proses pemesinan, yaitu antara lain jenis material benda kerja dan pahat, kondisi pemotongan (kecepatan potong, kedalaman potong, dan gerak makan), cairan pendingin dan jenis proses pemesinan. Dalam berbagai situasi seperti ini proses pemesinan tidak akan berlangsung terus sebagaimana yang dikehendaki karena makin lama pahat akan menunjukkan tanda-tanda yang menjurus kepada kegagalan proses pemesinan. Kerusakan atau keausan pahat akan terjadi dan penyebabnya harus diketahui untuk menentukan tindakan koreksi sehingga dalam proses pemesinan selanjutnya umur pahat diharapkan menjadi lebih tinggi. Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami kegagalan dari fungsinya yang normal karena berbagai sebab, diantaranya : 1. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat. 2. Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong pahat. 3. Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk/geometri pahat. Jenis kerusakan yang terakhir di atas jelas disebabkan tekanan temperatur yang tinggi pada bidang aktif pahat, dimana kekerasan dan kekuatan material pahat akan turun bersama dengan naiknya temperatur. Keausan dapat terjadi pada bidang geram (Aγ) atau pada bidang utama pahat (Aα) Aus pahat dapat dikarakteristikkan pada beberapa jenis, yaitu:
32
1. Aus Tepi (Flank Wear) Aus tepi yaitu keausan pada bidang utama/mayor. Keausan tepi dapat diukur menggunakan mikroskop, dimana bidang mata potong diatur sehingga tegak lurus sumbu optik. Dalam hal ini besarnya keausan tepi dapat diketahui dengan mengukur panjang VB (mm), yaitu jarak antara mata potong sebelum terjadi keausan sampai ke garis rata-rata bekas keausan pada bidang utama. Untuk jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Aus Tepi (Flank Wear)
2. Deformasi Plastis Aus pahat berupa deformasi plastis disebabkan tekanan temperatur yang tinggi pada bidang aktif pahat, dimana kekerasan dan kekuatan material pahat akan turun bersama dengan naiknya temperatur. Karakteristik aus pahat berupa deformasi plastis dapat ditunjukkan pada Gambar 2.12.
33
Gambar 2.12. Deformasi Plastis (Plastic Deformation) 3. Aus Kawah (Crater Wear) Keausan pada bidang geram disebut dengan keausan kawah (Crater Wear). Keausan kawah hanya dapat diukur dengan mudah dengan memakai alat ukur kekasaran permukaan. Dalam hal ini jarum /sensor alat ukur digeserkan pada bidang geram dengan sumbu pergeseran diatur sehingga sejajar bidang geram. Dari grafik profil permukaan yang diperoleh dapat diukur jarak/kedalaman yang paling besar yang menyatakan harga KT (mm). Sebagaimana ditunnjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Aus Kawah (Crater Wear) Selama proses pemotongan berlangsung, keausan tepi (VB) dan juga keausan kawah KT akan membesar (tumbuh) setaraf dengan bertambahnya waktu pemotongan tc (min). Kecepatan pertumbuhan keausan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor (jenis material benda kerja, material pahat, dan pemakaian cairan pendingin). Untuk suatu keadaan tertentu keausan kawah dapat bertumbuh dengan cepat, dan pada keadaaan lain tidak terjadi keausan kawah. Mungkin pula pada situasi tertentu permukaan aktif pahat tidak menunjukkan tanda-tanda keausan yang berarti, tetapi dalam pemakaian selanjutnya mata potong tersebut tiba-tiba
34
rusak sama sekali. Hal ini merupakan suatu faktor yang unik yang selalu sama tetapi sangat tergantung pada kondisi proses pemotongan. 4. Pengelupasan (Flaking) Pengelupasan merupakan bentuk aus pahat yang letaknya sama dengan aus tepi (flank wear),tetapi bentuknya lebih kecil atau lebih halus. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Flaking paper 5. Penyerpihan (Chipping) Penyerpihan merupakan bentuk cacat kecil pada pahat yang terletak pada sisi mata pahat (cutting edge). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Penyerpihan (Chipping) 6. Built Up Edge Built Up Edge terjadi karena material benda kerja menyatu dengan mata pahat. Dapat dilihat pada Gambar 2.16.
35
Gambar 2.16. Built Up Edge
2.4.2. Mekanism e Keausan dan Kerusakan Pahat Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan dan kerusakan pahat dapat disimpulkan bahwa penyebab keausan dan kerusakan pahat dapat merupakan suatu faktor yang dominan atau gabungan dari beberapa faktor yang tertentu. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain : 1. Proses Abrasif 2. Proses Kimiawi 3. Proses Adhesi 4. Proses Difusi 5. Proses oksidasi 6. Proses Deformasi Plastik 7. Proses keretakan dan kelelahan
36
1. Proses Abrasif Permukaa n dapat rusak/ aus karena adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek bersama-sama dengan aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat. Proses abrasif merupakan faktor dominan sebagai penyebab keausan pada pahat HSS dengan kecepatan potong yang relatif rendah sekitar 10 s.d 20 m/min (Rochim. 1993). Bagi pahat karbida pengaruh proses abrasif ini tidak begitu mencolok karena sebagian besar struktur pahat karbida merupakan karbidakarbida yang sangat keras. 2. Proses Kimiawi Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan pendingin tertentu) dapat menyebabkan interaksi antara material pahat dengan benda kerja. Permukaan material benda kerja yang baru terbentuk (permukaan geram dan permukaan benda kerja yang telah terpotong) sangat kimia aktif sehingga mudah bereaksi kembali dan menempel pada permukaan pahat. Pada kecepatan potong yang rendah, oksigen dalam udara pada
37
celah-celah di antara pahat dengan geram atau benda kerja mempunyai kesempatan/peluang untuk bereaksi dengan material benda kerja sehingga akan mengurangi derajad penyatuan (afinitas) dengan permukaan pahat. Akibatnya daerah kontak dimana pergeseran antara metal dengan metal (pahat dengan geram/benda kerja) akan lebih luas sehingga proses keausan karena gesekan akan terjadi lebih cepat. Pada kecepatan potong yang rendah, temperatur pemotongan mesin cukup tinggi untuk mengubah air atau cairan pendingin menjadi uap yang dapat berfungsi sebagai oksigen. Dengan demikian pelumas sangat diperlukan untuk mengurangi kontak antar metal dengan metal (Boundary lubrication). 3. Proses Adhesi Pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi, permukaan metal yang baru saja terbentuk akan menempel (bersatu seolah-olah dilas) dengan permukaan metal yang lain. Proses adhesi tersebut terjadi disekitar mata potong pada bidang geram dan bidang utama pahat. Dengan demikian permukaan bidang geram dan bidang utama di dekat mata potong tidak pernah megalami gesekan langsung dngan aliran material benda kerja (geram).
38
Kontak hanya mungkin terjadi pada daerah disebelah belakang daerah penempelan tersebut. Karena pada semua keadaan/kondisi pemotongan, proses adhesi didaerah dekat mata potong hampir selalu terjadi, maka pada daerah tersebut dapat dinamakan sebagai daerah aliran (Flow Zone). Hal ini dapat diumpamakan sebagai aliran fluida yang mempunyai kecepatan aliran nol pada batas pemisah (dinding pipa). Bentuk dan distribusi kecepatan aliran metal tergantung pada jenis material benda kerja dan kondisi pemotongan. Sebagai contoh : a. Benda kerja Nikel dan paduannya dengan pahat Karbida (Cemented
carbide)
mempunyai
affinitas
yang
besar
sehingga geram akan menempel dengan kuat, sebaliknya benda kerja magnesium mempunyai afinitas yang lemah terhadap pahat HSS. b. Pada kecepatan potong rendah aliran metal (lapisan tipis diatas daerah penempelan) akan kurang teratur (irreguler), sedangkan pada kecepatan potong yang tinggi aliranmetal tersebut lebih teratur. Mekanisme keausan akibat gesekan yangterjadi pada bidang utama pahat dapat ditunjukkan pada Gambar 2.17 dan 2.18.
39
Gambar 2.17. Keausan karena gesekan pada daerah dimana geram panjang berkesinambungan mempu- nyai kesempatan untuk bergesekan dengan permukaan bidang geram pahat karbida. Gambar 2.18. Daerah penempelan material benda kerja pada bidang geram pahat (BC) dan bidang mayor pahat (BG) dan daerah kontak antara geram dan bidang geram pahat (CD, terjadi gerakan relative yang berupa gesekan).
40
Karena aliran metal yang kurang teratur pada kecepatan potong yang rendah dan bila daya adhesi atau afinitas antar material benda kerja dan material pahat cukup kuat maka akan terjadi proses penumpukan lapisan material benda kerja pada bidang geram di daerah dekat mata potong. Penumpukan lapisan material tersebut dalam proses pemesinan terkenal dengan nama BUE (Built Up Edge) yang mengubah geometri pahat (sudut geram γ 0 ) karena berfungsi sebagai mata potong yang baru dari pahat yang bersagkutan. BUE merupakan struktur yang dinamik, sebab selama proses pemotongan pada kecepatan rendah berlangsung, BUE akan tumbuh dan pada suatu saat lapisan atas atau seluruh BUE akan tergeser/terkelupas dan berulang dengan proses penumpukan lapisan metal yang baru. Karena telah mengalami regangan yang tinggi, BUE pada pemotongan baja akan menjadi sangat keras dengan kekerasan antara 600 s.d. 700 HV. Ditinjau dari kekasaran permukaan hasil pemotongan, jelas BUE akan merugikan. Dalam proses pemotongan terputus atau bila geteran cukup besar, pada saat beban kejut terjadi seluruh struktur BUE dapat terkelupas dan akan membawa sebagian
2
lapisan terluar material pahat yaitu pada butir martensif pada pahat HSS atau butir karbida (pahat karbida). Proses pertumbuhan dan pengelupasan BUE tersebut terjadi secara periodik sehingga mata potong pahat akan cepat aus dan pada suatu saat ujung pahat tidak kuat lagi untuk menahan gaya pemotongan yang makin membesar sehingga terjadi kerusakan fatal. Untuk pemotongan dengan kecepatan rendah dengan kondisi tanpa beban kejut, BUE akan lebih stabil. Pengelupasan hanya terjadi pada lapisan atas BUE sehingga permukaan pahat justru akan terlindungai. Jikalau geram mempunyai bentuk serpihan dengan adanya BUE yang stabil umur pahat akan sangat panjang dan hal ini kadangkala dimanfaatkan dalam praktek terutama dalam proses pemesinan dengan mesin perkakas otomatik dimana ongkos perkakas relatif mahal. Proses pembentukan BUE dapat ditunjukkan pada Gambar 2.19 dan 2.20.
3
Gambar 2.19. Penumpukan metal pada mata potong pahat (BUE) dalam proses pemesinan baja. Foto metalografik spesimen yang diambil dari benda kerja pada lokasi bekas pemotongan.
Gambar 2.20. Dengan bertambahnya kecepatan potong maka BUE akan lenyap dan diganti dengan daerah aliran.
4. Proses Difusi Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara material benda kerja dengan pahat dibawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta adanya aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan menyebabkan timbulnya proses difusi. Dalam hal ini terjadi perpindahan atom metal dan karbon dari daerah dengan konsentrasi tinggi menuju daerah dengan konsentrasi rendah. Kecepatan keausan karena proses difusi tergantung pada beberapa faktor, antara lain: a. Daya larut (Solubility) dari berbagai fasa dalam bentuk struktur pahat terhadap material benda kerja.
4
b. Temperatur c. Kecepatan aliran metal yang melarutkan. Pada pahat Karbida (Cemented carbide) cobalt sebagai pengikat karbida akan terdifusi, akan tetapi butiran karbida tidak mudah terkelupas. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, pertama karena ikatan antara butiran karbida cukup kompak (80 % volumenya terdiri atas butiran karbida) dan kedua karena atom besi dari benda kerja akan terdifusi kedalam struktur pahat sehingga menggantikan Cobalt sebagai pengikat. Atom karbon dalam karbida sendiri tidak mudah terdifusi, karena ikatan karbon dalam karbida sangat kuat dan stabil. Apabila temperatur dan kecepatan aliran metal yang melarutkan makin tinggi, karbon dalam karbida akan terdifusi. Karbida titanium tidak mudah terdifusi bila dibandingkan dengan karbida tungsten, akan tetapi jikalau benda kerja merupakan paduan titanium hal sebaliknya akan terjadi. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh temperatur, dengan demikian bidang pahat yang mempunyai temperatur yang tinggi akan mengalami keausan karena proses difusi. Pada pemotongan hampir semua jenis benda kerja akan mengalami distribusi temperatur. Oleh sebab itu pada kecepatan yang tinggi , keausan
5
kawah (crater wear) pada bidang geram akan timbul yang dimulai dengan terjadinya mekanisme difusi. Dalam hal yang khusus yaitu pada pemotongan nikel dan paduannya, mata potong menderita temperatur yang tertinggi sehingga tidak terjadi keausan kawah melainkan keausan mata potong. Kecepatan aliran metal menentukan kecepatan proses difusi. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa meskipun temperatur bidang utama (mayor) pahat jauh lebih rendah dari pada temperatur bidang geram yang sangat dekat dengan mata potong akan tetapi justru keausan karena difusi terjadi pada bidang utama. Bidang geram di dekat mata potong tersebut berhadapan dengan aliran metal dengan kecepatan (kecepatan geram) yang selalu lebih rendah daripada kecepatan aliran metal di atas bidang utama dekat mata potong. 5. Proses Oksidasi Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahan karbida atas proses oksidasi akan menurun. Karbida dapat teroksidasi bila temperaturnya cukup tinggi dan tak ada perlindungan terhadap serangan oksigen dalam atmosfir. Akibatnya struktur material pahat akan lemah dan tidak tahan
6
akan deformasi yang disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan pendingin pada batas-batas tertentu mampu mencegah terjadinya oksidasi. 6. Proses Deformasi Plastik Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan (Compressive strees) merupakan sifat material pahat yang dipengaruhi oleh temperatur. Hal inilah yang merupakan faktor utama yang membatasi kecepatan penghasilan geram bagi suatu jenis pahat. Penampang geram harus direncanakan supaya tekanan yang diderita ujung/pojok pahat tidak melebihi batas kekuatan pahat untuk menghindari terjadinya deformasi plastik. Pahat HSS jauh lebih lemah dibandingkan dengan pahat karbida, sehingga kekerasan benda kerja yang dapat dipotong HSS umumnya tidak lebih dari 350 HV (mungkin juga sampai 450 HV asalkan kecepatan potong dan penampang geram diperkecil). Pojok pahat harus diberi radius yang disesuaikan dengan besarnya penampang geram, sebab deformasi akibat tegangan akan dimulai pada pojok pahat. Selain deformasi akibat beban tekan yang dibahas di atas, deformasi
7
plastik dapat terjadi pada lapisan terluar suatu pahat HSS. Hal ini diakibatkan oleh tegangan geser yang sangat tinggi dari material benda kerja yang mengalami regangan dengan kecepatan tinggi (High Strain Rate). Seperti diketahui bahwa yield stress suatu metal akan tinggi sekali bila mengalami strain dengan kecepatan yang tinggi. Deformasi plastic yang dialami pahat HSS dapat ditunjukkan pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21.
Deformasi plastik yang dialami pahat
a) Deformasi mata potong pahat HSS yang telah digunakan untuk memotong besi cor.
8
b) Hasil pemeriksaan dengan teknik interferensi optik pada bidang utama (mayor) pahat karbida. Karena telah dipakai untuk memotong baja maka bidang mayor yang sebelumnya diasah rata menunjukkan adanya ketidakrataan akibat deformasi plastik. c) Deformasi plastik pada bidang geram pahat yang ditandai dengan adanya lapisan yang tergeser. Hal ini disebabkan oleh regangan geser dengan kecepatan regangan yang tinggi pada daerah aliran. Deformasi ini menimbulkan keausan kawah pada bidang geram pahat. 7. Proses Keretakan dan Kelelahan Umur paha mungkin sangat singkat karena diakibatkan oleh karena patahnya pojok pahat sebelum timbul tanda terjadinya keausan. Hal ini umumnya terjadi bila pojok pahat menderita beban kejut (Impact load) seperti halnya yang sering terjadi pada proses permulaan pemotongan dengan gerak makan atau kedalaman potong yang besar. Untuk itu perlu dipilih pahat dari jenis yang lebih ulet (ductile, misalnya pahat karbida denga persentase Co yang besar atau dipilih pahat HSS) atau digunakan geometri yang cocok (sudut penampang dan/atau sudut miring yang besar dengan sudut potong utama yang kecil dan radius pojok yang besar).
9
Retak yang sangat lembut (micro crack) dapat terjadi pada mata potong atau pojok pahat. Retak tersebut makin lama makin besar (menjalar) sampai akhirnya terjadi konsentrasi tegangan (Strees concentration) yang sangat besar sehingga pahat akan patah. Gejala ini sering disebut kelelahan (fatique). Kelelahan dapat dianggap kelelahan mekanik atau kelelahan termik ataupun gabungan dari kedua hal tersebut. Kelelahan mekanik akibat beban yang berfluktuasi. Kelelahan termik terjadi akibat tegangan yang berfluktuasi yang disebabkan oleh fluktuasi temperatur. BUE pada pahat karbida dapat menyebabkan terjadinya keretakan. Karena koefisien muai material karbida lebih rendah daripada koefisien muai baja (BUE) maka suatu pendingin yang tiba-tiba (pada langkah akhir pemotongan dengan cairan pendingin) akan menyebabkan cairan BUE mengkerut lebih banyak daripada pengkerutan permukaan pahat, akibatnya dapat terjadi keretan. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.22.
10
b Gambar 2.22. a. Retak pada mata potong pahat freis karbida setelah digunakan untuk memotong baja. b. Retak yang diakibatkan oleh perbedaan koefisien pemuaian antara BUE (baja) dengan pahat karbida.
11
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan. Benda kerja yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu : 1.
Baja karbon (AISI 1045) Faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon
adalah kandungan karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn, Si, P, S, dan elemen sisanya : O2H2 dan N. Dan dengan pengerjaan akhir, pengerolan, Penempaan dan perlakuan panas. Sifat-sifat mekanis dari Baja Karbon AISI 1045 seperti pada Tabel 3.1 dan komposisi kimianya seperti Tabel 3.2. Tabel 3.1. Sifat-sifat mekanis Baja Karbon AISI 1045 Sifat Mekanis Baja Karbon AISI 1045 Berat spesifik (γ) 7.7 – 8.03 (x1000 kg/m3) Modulus elastisitas (E) 190 – 210 GPa Kekuatan geser 505 MPa Kekuatan tarik 585 MPa Kekerasan 179,8 BHN Elongation 12 % Sumber : www.eFunda.com
12
Tabel 3.2. Komposisi kimia Baja Karbon AISI 1045 Unsur C Mn P S % 0.43 0.60 – 0.04 0.050 0.50 0.90 max max Sumber : www.eFunda.com
Fe sisa
Untuk jenis material benda kerja Baja Karbon AISI 1045 dapat ditunjukkan pada Gambar. 3.1.
Gambar 3.1. Gambar Baja Karbon AISI 1045
2. Alumunium 6061 Aluminium mempunyai sifat tahan karat yang baik selain itu juga sebagai penghantar listrik yang baik dan mudah ditempa. Pada umumnya, aluminium digunakan sebagai paduan dari logam murni karena bersifat lunak, yaitu 20 BHN (Kalpakjian, 1995). Unsur-unsur lain ditambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat Al. Pengaruh dari elemen paduan akan menentukan karakteristik Al, untuk Aluminium seri 6000 terdiri dari paduan Mg dan Si yang membentuk MgSi sehingga mampu mengalami laku panas. Paduan yang terkenal adalah 6061 sebagaimana bahan yang digunakan dalam penelitian ini, paduan yang paling
13
mampu dilaku panas walaupun kurang kuat dibanding seri 2000 atau 4000, paduan ini memiliki mampu bentuk dan ketahanan yang baik dengan kekuatan menengah
Sifat-sifat mekanis dari Paduan Aluminum 6061 seperti pada Tabel 3.3 dan komposisi kimianya seperti Tabel 3.4.
Tabel.3.3. Sifat mekanik material benda kerja Sifat Mekanis Tegangan leleh (σy) Tegangan batas (σu) Kekuatan tarik Kekerasan Modulus elastisitas geser (G) Modulus elastisitas (E) Kerapatan massa (ρ) Berat spesifik (γ) Kapasitas panas Konduktifitas panas Kekuatan geser Sumber : Timoshenko (1996)
Aluminum 6061 270 MPa 310 MPa 245 N/mm2 117 BHN 26 GPa 70 GPa 2700 kg/m3 26 KN/m3 0.896 J/g-oC 167 W/m-K 207 MPa
Tabel 3.4. komposisi kimia Paduan Aluminum 6061 Unsu Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn r % 0.6 0.67 0.2 0.11 0.9 0.10 0.1 5 7 5 3 3 1 5 Sumber : Cakra Compact Alumunium (2004)
14
Ti
Pb
Al
0.18 1
0.00 7
Sis a
Untuk jenis material benda kerja Aluminium 6061 dapat ditunjukkan pada Gambar. 3.5.
Gambar 3.5. Gambar Paduan Aluminum 6061
3.1.2. Pahat Potong Pahat potong yang digunakan adalah pahat Karbida Berlapis dengan geometri, komposisi kimia, dan sifat mekanis sebagai berikut:
Tabel 3.5. Geometri Pahat Karbida Geometri Pahat Satuan Sudut Potong Utama 80o ( Nose Angle ) Sudut Geram 0o ( Relief Angle ) Toleransi d = 0.05-0.10 mm; ( Tolerance ) m = 0.08-0.20 mm; s = 0.13 mm Bentuk Permukaan Atas IK ≥ ¼ inc ( Form of Top Surface ) Panjang Sisi Potong L = 12 mm; d = 12.7 mm ( Cutting Edge Length)
15
Tebal MataPahat
s = 4.76 mm
( Insert Thickness ) Radius Pojok ( Corner Radius
r = 1,2 mm
) Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit)
Tabel 3.6. Komposisi kimia dan sifat mekanis pahat karbida Lapisan Pahat Al2O3 / TiCN / TiN Komposisi Pahat WC-Co Tebal Lapisan 12 μm kekerasan 2000-2475 BHN Young Modulus 53 103 kgf/mm2 Koefisien Panas 5.2 106/ oC Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit)
Mata pahat jenis Karbida Berlapis dapat ditunjukkan pada Gambar 3.3. Al2O3 TiC TiN Substrate
Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit) Gambar 3.3.Mata Pahat Karbida Berlapis beserta lapisannya
3.1.3. Pemegang pahat
16
Adapun jenis pemegang pahat yang digunakan adalah pemegang pahat tipe-P denga geometri seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.7. Tabel 3.7. Geometri pemegang pahat tipe N Geometri Pemegeng Pahat Kondisi Sistem Kelem Ditopang melalui lubang ( Clamping ( Retained Via the Bore ) Method ) Sudut Potong Sudut yang sesuai Pahat 80o ( Insert Shape ) Sudut Potong Pemegang 95o ( Holder Shape ) Sudut Geram ( Clearance Angle 0o ) Arah Pemotongan R = Kanan ( Cutting Direction ) Tinggi Pemegang h1 = h2 = 25 mm ( Shank Height ) Lebar Pemegang b = 25 mm ( Shank Width ) Panjang Pemegang l1 = 150 mm ( Tool Length ) Panjang Mata Potong 12 mm ( Cutting Edge Length ) Sumber : Tools and inserts for turning ( Ceratizit) Pemegang pahat dan sistem pencekam mata potong ditunjukkan pada Gambar 3.5 dan3.6
17
Gambar 3.4. Pemegang Pahat (Tool Holder)
Gambar 3.5. Sistem Kelem Pemegang Pahat Tipe N
Gambar 3.6. Ukuran Pemegang Pahat Tabel 3.8. Ukuran Pemegang Pahat h1=h2
Jenis Tool
b
l1
l2
f
Holder 25
PCLNR
25
150
28
32
mm
2525M12
mm
mm
mm
mm
3.1.4. Peralatan. Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co.
18
Gambar 3.7. Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co.
3 4
2 1
Gambar 3.8. Bagian–bagian Mesin Bubut
19
Keterangan : 1. Poros utama (spindle)
4.
Pemegang pahat (tool holder) & Pahat (tool) 2. Pencekam benda kerja (chuck) 5. Dudukan pahat (tool post)dan tool holder 3. Benda kerja (Baja Karbon
6. Kepala lepas (Tailstok)
AISI 1045 dan Aluminium 6061) Untuk data dari mesin bubut Jhung Metal Machinery Co dapat ditunjukkan pada Tabel 3.9. Tabel 3.9 Data Teknis Mesin bubut Jhung Metal Machinery Co Daya (N) Torsi Diameter penjepit maksimum (mm) Ukuran (mm) Putaran (rpm) Voltase (v) Ampere (A) Frekuensi (Hz) Motor listrik
15.7 kW 6600 N 158 530 x 1100 350 2500 220/330 220/330 14.0/8.11 13.5/7.82 50 60 High effisiensi, 3 phase. Induction motor.
2. Pemusatan (Centering) Fungsinya untuk membuat lubang dudukan kepala lepas (tail stock) yang digunakan sebagai sumbu putar ketika benda kerja berputar untuk
20
melakukan pemesinan. Untuk proses pemusatan dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9. Centering 3. Jangka sorong Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum dan setelah pemesinan pada tiap fase.
Gambar 3.10. Jangka Sorong 4. Mikroskop VB Mikroskop VB digunakan untuk melihat kemasan permukaan hasil pemesinan.
21
Gambar 3.11. Mikroskop VB
5. Kamera Kamera digunakan untuk merekam gambar yang didapat dari mikroskop VB. Kamera yang digunakan adalah kamera digital dengan resolusi tinggi (6 MP 2816x2112) dengan perbesaran optik 3x (3x optical zoom). Kamera ditunjukkan pada Gambar 3.14.
Gambar 3.12. Kamera Digital 6MP 3. 2.
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental
dengan menggunakan mesin perkakas bubut (turning). Variabel
22
kondisi pemotongan seperti kecepatan potong, kedalaman potong, gerak makan pahat ditentukan berdasarkan Tabel 3.10. dan Tabel 3.11. Tabel 3.10. Kondisi pemotongan Baja Karbon AISI 1045 Parameter Pemotongan
Kondisi 1 950 2.0 0.24 80
Putaran Mesin (n) (rpm) Kedalaman potong(a) (mm) Gerak makan (f) (mm/rev) Diameter benda kerja (d) (mm) Kecepatan potong rata-rata 196.878 (m/min) Suhu rata-rata (θmax) (°C) 1739.23 2
Kondisi 2
Kondisi 3
Kondisi 4
950 1.2 0.17 65
650 2.0 0.24 80
650 1.2 0.17 65
168.838
134.706
115.521
1493.696
1495.688
1297.464
Tabel 3.11. Kondisi pemotongan Paduan Aluminium 6061 Parameter Pemotongan Putaran Mesin (n) (rpm) Kedalaman potong(a) (mm) Gerak makan (f) (mm/rev) Diameter benda kerja (d) (mm) Kecepatan potong rata-rata (m/min) Suhu rata-rata (θmax)(°C)
Kondisi 1 2000 2.0 0.24 90
Kondisi 2 2000 1.2 0.17 58
Kondisi 3 1350 2.0 0.24 90
Kondisi 4 1350 1.2 0.17 58
414.480
316.959
279.774
239.927
632.093
666.051
556.357
586.704
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter pemotongan terhadap hasil dari kemasan permukaan dengan metode pemesinan kering, dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1. Mempersiapkan alat dan bahan
23
2. Melakukan uji jalan (set up) mesin bubut Jhung Metal Machinery Co. 3. Menguji kemampumesinan dengan parameter potong pada kondisi ekstrem 4. Menentukan kondisi pemotongan (v (a,f,d). 5. Meningkatkan
pemesinan
(pembubutan
kering)
ortogonal
dengan
menggunakan pahat karbida berlapis pada benda kerja Baja karbon AISI 1045 dan Aluminum tipe 6061. Sebanyak delapan fase untuk tiap kondisi pemotongan yang ditentukan. 6. mengamati dan menganalisa kondisi mata pahat dari tiap kondisi pemotongan. 7. Mengumpulkan data hasil penelitian berupa waktu pemesinan dan gambar pahat pada tiap kondisi pemotongan. 8. Menentukan ragam kegagalan dan mekanisme aus yang terjadi pada pahat.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram alir di bawah ini.
24
tidak
Disetujui Dosen Pembimbing
Ya
Persiapan dan Pengajuan Proposal
Mulai
Persiapan Pemesinan : - Mesin - Pahat - Benda Kerja - Alat Ukur
Menyelidiki kondisi pemesinan yang diizinkan untuk bahan ; - Baja karbon AISI 1045 - Aluminium 6061
Survey pada bidang pemesinan
Pabrikasi, Set Up dan jalankan mesin
tidak
Uji coba mesin dengan kondisi Ekstrim
Sampel : Baja AISI 1045 n = 950, f = 0.24, a = 2.0 Al 6061 n = 2000, f = 0.24, a = 2.0
25
Ya
Menentukan kondisi pemesinan n = 650 dan 950 rpm (AISI 1045) n = 1350 dan 2000 rpm (Al 6061) f = 0.17 - 0.24 mm/rev a = 1.2 – 2 mm
Proses Pemesinan
Pengumpulan data berupa - waktu pemesinan - kondisi pahat terpakai
Mengamati dan Menganalisa Kondisi Mata Pahat
Menentukan Ragam Kegagalan dan Mekanisme Aus Pahat
Selesai
Kesimpulan
Gambar 3.13 Diagram Alir Penelitian
26
BAB IV HASIL PENGUJIAN PEMESINAN
Untuk suatu kombinasi pahat dan benda kerja tertentu, temperatur pahat lebih dipengaruhi oleh kecepatan potong dari pada gerak makan. Oleh karena kecepatan potong lebih menentukan tinggi rendahnya temperatur pahat, maka mekanisme penyebab keausan pahat lebih dipengaruhi oleh kecepatan potong. Kita juga mengetahui bahwa kerusakan yang disebabakan oleh tekanan pada temperatur tinggi dibidang aktif pahat akan sangat berpengaruh pada ketangguhan pahat. Hal tersebut akan menyebabkan keausan pahat terjadi pada bidang geram (rake face) dan bidang potong mayor pahat (flake face). Disebabkan oleh bentuk dan letak aus yang sangat spesifik, keausan pada bidang geram disebut dengan keausan kawah (crater wear) dan keausan pada bidang potong mayor disebut keausan tepi (flank wear). Pada bab ini akan dipaparkan mengenai jenis dan karakteristik aus yang terjadi pada pahat karbida berlapis ketika digunakan pada proses pemesinan kering untuk membubut bahan paduan Baja karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061.
27
4.1. Pahat Karbida Berlapis 1. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 950 rpm
Kecepatan potong (v) : 238.6 m/min Kedalaman potong (a) : 2.0 mm Gerak makan (f)
: 0.24 mm/rev
Benda kerja
: Baja Karbon AISI 1045
Suhu rata-rata
: 1739 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan di atas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. VBB
40 : 1 mm a. Tampak bidang potong mayor
b. Aus tepi (VB)
VBC
c. Tampak bidang geram
d. Tampak sisi ujung pahat (nose) bagian yang dilingkari menunjukkan aus Notching ( lihat Gambar c )
Gambar 4.1. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan v = 238.6 m/min, a = 2.0 mm, f = 0.24 mm/rev
28
2. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 950 rpm
Kecepatan potong (v) : 193.9 m/min Kedalanan potong (a) : 1.20 mm Gerak makan (f)
: 0.17 mm/rev
Benda kerja
: Baja Karbon AISI 1045
Suhu rata-rata
: 1494 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan di atas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
b.Tampak bidang yang dilingkari
60 : 1 mm a. Tampak bidang potong mayor
menunjukkan aus notch minor
VBB
CD
c. Tampak ujung pahat (nose) Gambar 4.2. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan v = 193.9 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev. (CD = Coating Delimination/Pengelupasan Salutan)
29
3. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 650 rpm
Kecepatan potong (v) : 163.28 m/min Kedalanan potong (a) : 2.0 mm Gerak makan (f)
: 0.24 mm/rev
Benda kerja
: Baja Karbon AISI 1045
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan di atas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
1
150 : 1 mm a. Tampak bidang geram bagian yang dilingkari menunjukan (1) Patahan pada ujung pahat
Gambar 4.3. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi Pemotongan v = 163.28 m/min, a = 2.0 mm, f = 0.17 mm/rev
30
4. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 650 rpm
Kecepatan potong (v) : 132.665 m/min Kedalaman potong (a) : 1.20 mm Gerak makan (f)
: 0.17 mm/rev
Benda kerja
: Baja Karbon AISI 1045
Suhu rata-rata
: 1297 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan di atas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.4.
VBB
50 : 1 mm a. Aus tepi (VB)
b. Tampak bidang geram
CD
c. Tampak ujung pahat (nose)
Gambar 4.4. Aus pahat karbida berlapis pada kondisi Pemotongan v = 132.665 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev (CD = Coating Delimination/Pengelupasan Salutan)
31
Berdasarkan keterangan gambar-gambar di atas dapat disimpulkan bahwa aus yang dialami pahat pada proses pemesinan Baja Karbon AISI 1045 adalah : a. Aus tepi, aus ini terjadi pada sisi ujung pahat (nose) dan sisi tepi pada bidang potong mayor pahat (flake face). Maka dapat dinotasikan dalam bentuk VBB (aus tepi), VBC (aus ujung pahat) dan VBN (aus notch ). Untuk lebar aus yang dialami pahat khususnya aus tepi (VBB) pada masing-masing kondisi pemotongan adalah ; b. Pada kecepatan potong (v) = 238.6 m/min aus tepi yang dialami pahat adalah (VBB) = 0.1 mm dan pada kondisi ini juga ditemukan aus notch minor (VBN). Pada kecepatan potong (v) : 193.9 m/min menghasilkan aus tepi (VBB) = 0.05 mm dan terdapat juga aus notch minor yaitu (VBN), tetapi pada kondisi ini ditemukan juga proses pengelupasan lapisan yang terjadi pada lapisan luar pahat yang dinotasikan dengan CD (Coating Delimination/pengelupasan pelapis). Pada kecepatan potong (v) = 132.665 m/min aus tepi yang dialami pahat adalah (VBB) = 0.05 mm dan pada kondisi ini juga terdapat CD (Coating Delimination /pengelupasan salutan) dengan suhu rata-rata paling besar yaitu 1739 oC (kondisi pemotongan 1). c. Pada urutan ini menjelaskan bahwa pada kondisi pemesinan yang ketiga dengan kecepatan potong (v) = 163.28 m/min pahat mengalami kegagalan yang fatal (fracture failure) yaitu pada hujung mata pahat mengalami retakan dan patah. Hal ini terjadi pada awal kondisi pemesinan yang diakibatkan oleh kadar lapisan bahan Baja karbon tersebut.
32
5. Untuk kondisi pemesian dengan : Putaran Mesin (n)
: 2000 rpm
Kecepatan potong (v) : 565.2 m/min Kedalaman potong (a) : 2.00 mm Gerak makan (f)
: 0.24 mm/rev
Benda kerja
: Aluminium 6061
Suhu rata-rata
: 632 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan di atas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. VBC
VBB
60 : 1 mm a. Tampak bidang potong mayor
b. Tampak ujung pahat (nose)
1
c. Tampak bidang geram yang dilingkari menunjukkan (1) BUE
Gambar 4.5. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan v = 565.2 m/min, a = 2.00 mm, f = 0.24 mm/rev
33
6. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 2000 rpm
Kecepatan potong (v) : 364.3 m/min Kedalaman potong (a) : 1.20 mm Gerak makan (f)
: 0.17 mm/rev
Benda kerja
: Aluminium 6061
Suhu rata-rata
: 666 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan di atas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. VBB VBC 1 40 : 1 mm a. Tampak bidang potong mayor
b. Tampak ujung pahat (nose)
1
c. Tampak bidang geram yang dilingkari menunjukkan (1) BUE
Gambar 4.6. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan v = 364.3 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev
34
7. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 1350 rpm
Kecepatan potong (v) : 381.51 m/min Kedalaman potong (a) : 2.00 mm Gerak makan (f)
: 0.24 mm/rev
Benda kreja
: Aluminium 6061
Suhu rata-rata
: 556 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan diatas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.7. VBC VBB 1 50 : 1mm a. Tampak bidang potong mayor
b. Tampak ujung pahat (nose)
1
c. Tampak bidang geram yang dilingkari menunjukkan (1) BUE
Gambar 4.7. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan v = 381.51m/min, a = 2.00 mm, f = 0.24 mm/rev.
35
8. Untuk kondisi pemesinan dengan : Putaran Mesin (n)
: 1350 rpm
Kecepatan potong (v) : 245.8 m/min Kedalaman potong (a) : 1.20 mm Gerak makan (f)
: 0.17 mm/rev
Benda kerja
: Aluminium 6061
Suhu rata-rata
: 587 oC
Aus yang dialami oleh pahat karbida berlapis pada kondisi pemotongan diatas adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.
VBB
50 : 1 mm a. Tampak bidang potong mayor
b. Tampak ujung pahat (nose)
1
c. Tampak bidang geram yang dilingkari menunjukkan (1) BUE
Gambar 4.8. Aus pahat karbida bersalut pada kondisi pemotongan v = 245.8 m/min, a = 1.20 mm, f = 0.17 mm/rev
36
Dari gambar-gambar di atas dapat diperoleh kesimpulan yaitu aus dan jenis kegagalan yang dialami pahat pada proses pemesinan Aluminium 6061 ini adalah : a. Aus tepi, aus ini dominan terjadi pada tiap proses pemesinan pada Aluminium 6061 ini, yaitu pada sisi tepi bidang potong mayor VBB dengan masing-masing kedalaman aus yang dialami pahat pada setiap kondisi adalah 0.1 mm. Untuk aus ujung pahat juga teramati. Jenis kegagalan lain yang dialami oleh pahat adalah BUE. BUE ini terjadi karena aliran metal yang kurang teratur pada kecepatan potong rendah dan afinitas antara material benda kerja dan pahat cukup kuat. Dengan demikian akan terjadi proses penumpukan lapisan material pada pahat tersebut. Tetapi pada kasus ini terjadi pada kecepatan tinggi yaitu pada putaran n = 1350 rpm dan putaran n = 2000 rpm yang akhirnya menyebabkan proses rekristalisasi dari lapisan material tersebut, proses tersebut disebut dengan BUE. dengan suhu rata-rata paling tinggi yaitu 666 oC
37
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik aus pahat karbida berlapis Dari hasil pengamatan atas bukti-bukti yang telah dipaparkan pada BAB IV, maka kegagalan pahat karbida yang digunakan pada pembubutan Baja karbon AISI 1045 dan Aluminium 6061 dapat ditabulasikan sebagaimana ditumjukkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Karakteristik aus pahat karbida berlapis
No
1
1.1
Karakteristik
Baja Karbon
Keterangan
Aluminium
Keterangan
Aus
AISI 1045
Gambar
Tipe 6061
Gambar
Ada
4.5
Aus Tepi
Aus ujung pahat ( Nose Wear)
Ada
4.1
Ada
4.6
Ada
4.2
Ada
4.7
Ada
4.8
Ada
4.5
Ada
4.6
Ada
4.7
Ada
4.1
Kegagalan 2
Katastropik
Ada
4.3
Catastrophic failure
Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Tabel 5.1 dapat dijelaskan bahwa ragam aus pahat karbida berlapis yang digunakan pada proses pemesinan kering bahan paduan Baja Karbon AISI 1045 dan paduan Aluminium 6061 dapat dikarakteristikkan sebagai berikut:
38
1. Aus tepi, yang terdiri dari : aus tepi bidang potong mayor (VBB), aus tepi ujung pahat (Nose Wear)(VBC) dan aus takik (Notch Wear) (VBN). 1.1. Aus tepi pada kawasan bidang potong mayor yang diberi notasi VBB Aus tepi (flank wear) ini merupakan ragam kegagalan pahat yang paling dominan teramati pada penelitian ini. Aus tepi yang teramati memiliki lebar keausan yang berkisar antara 0.05-0.1 mm dari permukaan bidang geram (rake face) (Gambar 4.1 dan 4.2. untuk Baja karbon AISI 1045. dan Gambar 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 untuk paduan Aluminium 6061).
1.2. Aus tepi pada kawasan ujung pahat (tool nose) yang diberi notasi VBC Aus ujung (nose wear) adalah salah satu ragam kegagalan aus tepi yang juga terjadi pada bidang potong mayor. Aus hujung ini terjadi pada kondisi pemesinan paling maksimum. Berdasarkan data pada Tabel 5.1 aus ujung pahat yang dialami pahat karbida berlapis pada proses pemesinan kering untuk memotong bahan Baja karbon AISI 1045 yaitu pada kondisi pemesinan maksimum dengan kecepatan potong (v) = 238.6 m/min, kecepatan makan (f) = 0.24 mm/rev, dan kedalaman potong (a) = 2 mm, sebagaimana terlampir pada Gambar 4.1. Selanjutnya untuk bahan Aluminium 6061 aus hujung yang terjadi tercatat pada kondisi pemotongan (v) = 565.2 m/min, gerak makan (f) = 0.24 mm/rev dan kedalaman potong (a) = 2 mm. Namun kondisi ini sangat berbeda saat memotong Baja karbon AISI 1045, dikarenakan aus ujung pahat yang terjadi saat memotong Aluminium 6061 juga teramati pada kondisi pemotongan minimum (v) = 381.51 m/min, gerak makan (f) = 0.24 mm/rev, kedalaman potong (a) = 2 mm. Kondisi
39
tersebut terjadi akibat nilai dari gerak makan dan kedalaman potong (a) yang kurang sesuai dengan laju pemotongan yang dipilih sehingga terjadinya aus tersebut. Keadaan aus pahat ini ditunjukkan pada Gambar 4.5, 4.6, 4.7.
1.3. Aus tepi berupa aus takik (notch wear) yang diberi notasi VBN Aus takik merupakan tipe kombinasi antara permukaan bidang potong mayor pahat (flank face) dengan permukaan bidang geram (rake face) yang terjadi berdekatan dengan suatu titik dimana sudut potong mayor pahat berpotongan dengan benda kerja. Aus ini diakibatkan oleh kulit yang terbentuk pada awal permesinan yaitu pada proses penempaan, penuangan dan proses pengerolan benda kerja. Ini merupakan salah satu karakteristik pemesinan material (high work-hardening), seperti baja tahan karat dan nikel tahan panas atau unsur pelapis logam. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pada proses penempaan, penuangan dan proses pengerolan benda kerja sebelumnya meninggalkan sesuatu yang kurang sempurna pada proses pengerasan kulit. Bentuk aus takik dapat ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Bentuk aus tepi takik(notch)
40
Aus takik (notch) yang diperlihatkan pada Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan aus yang dihasilkan oleh pengaruh lapisan benda kerja khususnya untuk Baja Karbon AISI 1045. Hal ini menyebabkan terjadinya aus notch pada pahat karbida berlapis. Hasil di atas memperlihatkan bahwa aus tepi (VBB) dan Aus ujung pahat (VBC) merupakan ragam kegagalan utama yang ditemukan pada pahat karbida berlapis yaitu pada proses pemesinan memotong Baja karbon AISI 1045 maupun Aluminium 6061. Untuk aus notch juga diamati pada proses ini khususnya pada Baja Karbon AISI 1045. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari seluruh proses pemesinan yang dilakukan lebih dominan ditemukan adalah aus tepi (flank wear), aus ujung (nose wear), dan aus tepi serupa (notch wear). Itu merupakan ragam kegagalan yang terjadi pada pahat karbida berlapis yang digunakan pada proses pemesinan kering bahan Baja karbon dan Aluminium.
2. Pengelupasan bahan pelapis pahat (Coating Delamination) Pada penelitian ini diamati bahwa bahagian pelapis pada pahat terkelupas dari bagian pahat sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Gambar 4.2 dan 4.4. Penjelasan mengenai proses pengelupasan bahan pelapis pahat ini telah dipaparkan secara komprehensif oleh M.Nouari dan A.Ginting (2005) yang penjelasannya dapat diilustrasikan pada Gambar 5.2.
41
(Sumber : Nouari dan Ginting 2005)
Gambar 5.2 Skema mekanisme pengelupasan lapisan (Coating Delamination)
Ilustrasi pada Gambar 5.2 dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut : 1. Pada bagian ini, kontak terjadi antara tiga bagian, yaitu geram, lapisan penyalut, dan kadar lapisan. 2. Pada langkah 2 ini menunjukkan bahwa di bawah beban mekanik yang tidak begitu ekstrim dan mengalami perlakuan panas yang terjadi pada daerah kontak hampir mendekati daerah kontak yang sebenarnya. Dapat dikatakan bahwa proses bidang kontak yang baik adalah pada mata pahat dan pembentukan permukaan geram.
42
3. Pada bagian 3 retakan micro dapat dilihat pada lapisan pelapis. Retakan micro secara acak menyebar dan pada permukaan yang mengalami proses adhesi pada permukaan lapisan pelapis dan kadar permukaan pahat menjadi tidak stabil. 4. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lapisan pelapis merupakan lapisan yang sangat sempurna pada permukaan pahat. Dari paparan yang dilaporkan Nouari dan Ginting (2005), jelas bahwa pengelupasan bahan pelapis pahat terjadi akibat gaya tarik menarik antara substrat pahat karbida (WC-Co) dan bahan pelapis (TiN) masih lebih kecil dari gaya pemotongan yang mengakibatkan beban tersebut dapat melepaskan gaya tarik menarik antara substrat dan lapisan pahat. Diperlihatkan pada Gambar 4.2 dan 4.4.
3. Kerusakan Katastropik (Catastophic Failure) Aus pahat yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau kegagalan yang fatal pada pahat adalah kegagalan katastropik (Catastophic failure). Proses ini disebabkan oleh kenaikan suhu, sehingga ujung pahat mengalami perubahan bentuk akibat dari beban termo-mekanik dan tegangan geser yang sangat tinggi. Beban termo-mekanik akan menyebabkan terjadinya proses pelembutan ujung potong mayor dan kondisi ini adalah awal bagi terjadinya proses penumpulan pada bidang potong mayor dan apabila proses pelembutan ini terjadi secara kontinu pada mata pahat, maka kegagalan katastropik yang telah dipicu oleh beban termo-mekanik akan terjadi tidak hanya pada ujung pahat tetapi juga dapat menghancurkan badan pahat sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
43
5.2. Mekanisme aus pahat Tabel 5.2. Jenis-jenis mekanisme penyebab aus pahat Aluminium
No.
Mekanisme Aus
AISI 1045
1.
Proses Abrasif
Teramati
Teramati
2.
Proses Kimiawi
Teramati
Teramati
3.
Proses Adhesi
Teramati
Teramati
BUE
4.
Proses Difusi
Tidak Teramati
Tidak Teramati
-
5.
Proses Oksidasi
Tidak teramati
Tidak teramati
-
6.
Proses Deformasi Plastik
Tidak teramati
Tidak teramati
-
Teramati
Tidak teramati
7.
Proses Keretakan dan Kelelahan
6061
Ragam Aus Aus Tepi Pengelupasan pelapis
Kegagalan Katastropik
(Rochim,1993) Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa daerah kontak yang terjadi antara bidang permukaan pahat dan geram mengakibatkan gesekan yang besar pada permukaan tepi pahat dan permukaan material yang mengalami proses pemesinan. Oleh sebab itu terjadilah beberapa bentuk pola aus dan sayatan/goresan yang disebut dengan ragam kegagalan. Dari Gambar-gambar pada Bab sebelumnya terlihat bahwa pada Baja karbon AISI 1045 laju keausan lebih cepat terjadi pada v = 238.6 m/min dan paling lambat terjadi pada v = 132.665 m/min. Hal ini disebabkan karena kenaikan gaya potong dan besarnya gaya pemotongan akan memberikan tekanan yang besar pada pahat sehingga temperatur pemotongan meningkat karena hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui gesekan antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja.
44
Sehubungan dengan itu, selanjutnya dapat dijelaskan tentang mekanisme aus pahat karbida berlapis pada kondisi pemesinan baik dengan menggunakan bahan Baja karbon AISI 1045 maupun paduan Aluminium 6061 sebagai berikut : Mekanisme aus yang dominan teramati adalah proses abrasif. Hal ini terjadi karena pengaruh gesekan antara geram dengan bidang geram juga bidang utama pahat. Proses abrasif ini terus membesar baik pada bidang utama pahat maupun pada bidang geram. Pada bidang utama proses abrasif ini akan menjadi keausan tepi sedangkan pada bidang geram akan membuat permukaan bidang geram semakin bertambah kasar. Akibatnya semakin lama pahat akan mengalami keausan yang ditandai dengan permukaan benda kerja yang dipotong bertambah kasar, gaya pemotongan yang terjadi bertambah besar yang ditandai dengan bunyi pada mesin yang bertambah keras. Keausan akibat proses abrasif ini akan terus berkembang sampai mencapai batas kritis keausan pahat. Mekanisme keausan inilah yang lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya keausan tepi, bagi pahat karbida pengaruh proses abrasif ini tidak begitu siqnifikan karena sebagian besar struktur pahat karbida merupakan unsur yang sangat keras yaitu karbida, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, 4.2, 4.4, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8.. Untuk jenis mekanisme aus yang disebabkan oleh adanya gaya adhesi adalah BUE (Built Up Edge). Gaya adhesi ini akan mengakibatkan penumpukan geram pada mata potong. Hal ini dapat kita lihat dengan menggunakan mikroskop optik. Sebagaimana pada Gambar 4.5, 4.6, 4.7, 4.8. penumpukan lapisan material yang baru saja terbentuk terjadi di sekitar bidang utama dan bidang geram. BUE juga akan terbentuk sangat besar dan lebih cepat pada mata potong. Mekanisme
45
keausan ini disebabkan karena pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi menyebabkan permukaan logam yang baru terbentuk menempel dengan permukaan logam yang lain setelah terlebih dahulu terjadi proses oksidasi. Mekanisme adhesi yang mengakibatkan terjadinya BUE (Built Up Edge) merupakan penumpukkan lapisan material pada bidang geram dekat mata potong. Pada kasus ini BUE terbentuk pada kecepatan potong tinggi dan kecepatan potong rendah yang lama kelamaan akan semakin membesar dan menghilang seiring berjalannya pemotongan. Akibat adanya gaya adhesi maka BUE yang terbentuk sangat besar. Pada kecepatan inilah keausan tepi dan penumpukan metal pada mata potong (BUE) terbentuk lebih cepat hingga mencapai batas kritis keausan tepi maksimal. Proses pemotongan ini sangat kimiawi aktif yaitu material benda kerja yang baru saja terpotong langsung menempel pada bidang geram dan bidang utama pahat di dekat mata potong. Mekanisme kimiawi ini terjadi karena permukaan material benda kerja yang baru saja terbentuk (permukaan geram dan permukaan benda kerja yang telah terpotong) sangat kimiawi aktif sehingga mudah bereaksi kembali dengan udara dan menempel pada permukaan pahat sehingga akan mengurangi derajat penyatuan (afinitas) dengan permukaan pahat. Akibatnya proses keausan karena gesekan akan terjadi lebih cepat. Pada kecepatan ini keausan yang terjadi disebabkan oleh proses abrasif, adhesi dan kimiawi. Pada awal pemotongan mata potong pahat terlihat seperti terbakar. Hal tersebut mengacu kepada suatu kenyataan bahwa proses tersebut mengakibatkan keadaan aliran panas sepanjang lapisan penyalut beserta kadar pahat akan mengalami proses difusi pada permukaan pahat, dimana unsur-unsur
46
Co tidak stabil; seperti, permukaan yang mengalami proses adhesi pada kadar permukaan pahat dan lapisan penyalut yang secara berangsur-angsur berubah. Pada waktu yang sama, suatu peristiwa yang serupa pula terjadi pada lapisan material dan lapisan geram pahat karbida berlapis. Retakan dapat dilihat pada lapisan penyalut pahat karbida berlapis pada kondisi pemesinan Baja karbon AISI 1045. Retakan
secara acak menyebar dan pada permukaan yang mengalami
proses adhesi pada permukaan lapisan penyalut dan kadar permukaan pahat menjadi tidak stabil.
47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Setelah menyelesaikan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan pada Bab-bab sebelumnya maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada kecepatan potong (v) = 238.6 m/min, karakteristik aus yang terjadi pada pahat adalah aus tepi,aus hujung pahat dan aus takik (notch). Untuk mekanisme ausnya pada kondisi ini mengalami proses abrasif. 2. Pada kecepatan potong (v) = 193.9 m/min, karakteristik aus yang terjadi pada pahat adalah aus tepi, aus takik (notch) dan pengelupasan lapisan. Pada kondisi ini mekanisme aus yang dialami pahat adalah proses abrasif dan kimiawi. 3. Pada kondisi pemotongan yang ketiga Baja karbon AISI 1045 v = 163.28 m/min, karakteristik berupa kegagalan katastropik yang disebabkan oleh proses keretakan dan kelelahan. 4. Kondisi keempat untuk Baja karbon AISI 1045 didapati jenis karakteristik aus yang terjadi pada pahat adalah aus tepi hal ini diakibat oleh proses abrasif. 5. Untuk kondisi pada Aluminium 6061 dengan nilai kecepatan v = 565.2 m/min, v = 364.3 m/min, v = 381.51 m/min memiliki jenis karakteristik aus yang sama yaitu aus tepi dan aus hujung pahat yang disebabkan oleh proses abrasif, pada masing-masing kondisinya juga mengalami proses penumpukan geram (BUE) hal ini disebabkan oleh proses oksidasi dan adhesi.
48
6. Apabila Pahat tersebut masih digunakan maka pertumbuhan keausan pahat akan semakin cepat, akan tetapi bukan berarti pahat tersebut tidak dapat digunakan lagi melainkan masih dapat digunakan tetapi tidak untuk proses penyelesaian (finishing). 6.2 Saran 1. Untuk penelitian seperti ini seharusnya menggunakan mesin-mesin produksi yang memiliki kemampumesinan yang baik seperti mesin CNC, karena disamping memiliki spesifikasi yang sesuai dengan skala industri juga memiliki sistem perawatan yang baik, ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang baik. 2. Perlu adanya kajian penilitian yang lebih mendalam untuk dapat mengetahui ragam karakteristik dan mekanisme aus yang terjadi pada pahat Karbida berlapis.
3. Dalam melakukan penelitian seperti ini dan juga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan mikroskop optik berupa SEM(Scanning Microskop Elektron). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang baik dalam menentukan ragam karakteristik dan mekanisme aus pahat Karbida berlapis.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Ginting, M. Nouari, Wear Characteristics and Performance of Multi-layer CVD-Coated Alloyed Tool in Dry Milling of Titanium Alloy : Experiment Reports on Collaboration Research With ENSAM CER Bordeaux, France, 2005. 2. Boothroyd, Geoffrey and Winston A. Knight, Fundamental of Metal Machining and machine Tools, 2nd Ed. Marcel Dekker Inc. New York and Basel, 1989. 3. C.H. Che Haron, A. Ginting, J.H.Goh, Wear of Coated Carbides in Turning Tool Steel, Malaysia 2001. 4. Kalpakjian S, Manufacturing Processes For Engineering Material, AddisonWesley Publishing Company, New York, USA, 1985. 5. Rochim, Taufiq, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, HEDS, Jakarta, 1993. 6. Surdia dan Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Penerbit PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2000. 7. Timoshenko, S, Strength of Material, Robert E.Kreiger Publishing Company Huntington, New York, USA, 1958. 8. Zaldiansyah, Analisa Gaya, Daya, dan Suhu Pemotongan dan Hubungannya dengan Beban Geram pada Pemesinan Kering (Paduan Aluminium 6061-
50
Pahat Karbida), Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU, Medan, 2008.
51